Anda di halaman 1dari 25

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
1. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN
Sistem pernafasan adalah suatu sistem yang dimulai dari tempat masuknya udara
melalui hidung, hingga udara akan mengalami suatu pertukara gas di paru-paru, dan
dibentuk oleh organ-organ pernapasan.Sistem Pernafasan meliputi saluran sebagai
berikut:
a. Nares Anterior adalah saluran saluran di dalam rongga hidung
b. Rongga hidung, dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah,
sewaktu udara masuk, udara disaring oleh bulu bulu yang terdapat di dalam
vestibulum.
c. Farinx adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid, farinx
dibagi lagi menjadi naso-farinx, oro-farinx, laryngeal-farinx.
d. Larynx , terletak di depan bagian terendah farinx yang memisahkannya dari kolumna
vertebra.
e. Trachea, terukur dari laring sampai kira kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan
ditempat ini bercabang menjadi dua bronkus.
f. Bronkus dilapisi oleh sel otot polos, bronkus bronkus memanjang kea rah paru
paru,.
g. Alveolus, adalah tempat pertukaran gas di dalam paru paru

Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen dipungut
melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas oksigen masuk melalui trakea dan pada
pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran,
diambil oleh sel darah merah dan di bawah ke jantung dan dari jantung dipompakan ke
seluruh tubuh. Di dalam paru-paru, karbon dioksida merupakan hasil buang metabolisme,
menembus membran alveoli, dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui membran
pipa bronchial dan trachea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
(Evelyn C. Pearce.2008.Anatomi dan fisiologis untuk paramedis, hal 211)


2. PENGERTIAN
Asma adalah serangan nafas pendek (Sylvia A. Price, Lorraine M.Wilson.2006.
Patofisiologi, konsep klinis proses proses penyakit. Hal 784)
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi ( arif mansyoer, dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran. Hal 476
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible di mana trakea dan
bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (brunner &
sudddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Hal 611.)
Kesimpulan :
Asma merupakan suatu penyakit pada pernafasan khususnya pada jalan nafasnya yang
melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga mengobstruksi jalan nafas, dan bersifat
reversible yang berespon pada stimuli tertentu.
A. Klasifikasi
(Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, hal 611).
a) Asma alergik, disebabkan oleh allergen / allergen allergen yang dikenal missal (
serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen terdapat di udara
dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat medis masa
lalu eczema atau rhinitis alergik. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan
serangan asma. Anak anak dengan asma alergik sering mengatasi kondisi sampai
masa remaja.
b) Asma idiopatik/ non alergik, tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor
factor, seperti common cold,, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi,
seperti aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis
bte adrenergic, dan agens sulfit ( pengawet makanan) juga mungkin menjadi factor.
Serangan asma idiopatik/ nonalergik menjadio lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.
c) Asma gabungan, adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik/ nonalergik
3. ETIOLOGI
Penyakit asma bronchial ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu :
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi
1) Asma alergik
a) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan

2) Asma non alergik
a) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
b) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
c) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
d) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
Penyebab pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan
respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal mempengaruhi saluran
pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk
sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan
asma , otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran
udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir
ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus
berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran
udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya
penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin
dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
- kontraksi otot polos
- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu
yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus
yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi
pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang
tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan
juga bisa memicu dilepaskannya histamine dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil)
yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya
(juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara. Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun
iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala. Suatu
serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi
(wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama
terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu
serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin
memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang
penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari.

4. PATOFISIOLOGI
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri
dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang menetap dan
hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma
mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan
hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan
mendasar dalam mencapai angka aliran uadara normal selama pernapasan (terutama pada
ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada
detik pertama, dan berdasarkan parameter yang berhubungan aliran. Asma ditandai dengan
kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab
yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi
dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos
bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik.
Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru,
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran
udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat
perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu
secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma. Pada asma, diameter bronkhiolus
menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini
dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak
hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar bronkiolus. Oleh
karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas cukup memadai tetapi mengalami
kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau kelaparan udara.
Kapsitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu jangka waktu
yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara permanent, sehingga menyebabkan
suatu barrel chest (dad seperti tong).
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls
saraf vagal melalui system parasimpastis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung
saraf pada jalan nafas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok,
emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan maningkat. Pelepasan asetilkolin
ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai tolenransi rendah terhadap
respon parasimpatis. Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari system saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor - adrenergic dirangsang, terjadi bronkokonstriksi;
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara
reseptor - adrenergic dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP).
Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan cAMP,yang mengarah pada peningkatan
mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel sel mast bronkokonstriksi. Sirkulasi reseptor
beta mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi
dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan -
adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk, dispnea, dan
mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam
hari, Selain gejala tersebut, ada beberapa gejala menyertainya :
a. Takipnea
b. Gelisah
c. Diaphorosis
d. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
e. Fatigue ( kelelahan)
f. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
g. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai
pernafasan lambat.
h. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
i. Sianosis sekunder
j. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan pelebaran
tekanan nadi.
k. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada
faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.

2. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3. Tingkat III:
Tanpa keluhan, Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya, obstruksi jalan
nafas, penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

4. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing, pemeriksaan fisik dan
fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai, asma pada dasarnya
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat
timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran,
penderita tampak letih, takikardi.

6. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul menurut (Brunner & Suddart. 2002.
Keperawatan Medikal Bedah, hal 613) adalah..
1. Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila
terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang
lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan nafas. Kerja pernapasan meningkat,
kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang
sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus,
pembengkakan bronkhiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan
pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi.
2.Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3.Status asmatikus
Merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi
konvensional, akibat dari asma yang tidak ditangai dengan serius.
4.Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran
pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga
terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk
berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernafas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
5.Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh
adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika
(ABPA) adalah suatu reaksi alergi terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang
menyebabkan peradangan pada saluran pernafasan dan kantong udara.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih
dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

b.Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru dalam bukunya H.Slamet Sogiono, dkk (2001: 24-25) Dilakukan
jika spirometri normal, maka dilakukan uji provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya
dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang di uji.

c.Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
2 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
d.Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.

e.Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
1 Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
2 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
3 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
f. Pemeriksaan Ig E
Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum Pemeriksaan Ig E dalam
serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya
kurang karena lebih dari 30 % menderita alergi.

g. Foto dada ( scanning paru) Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

h .Analisis gas darah
1 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan
LDH.
2 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.

8. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Farmakologi
1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :

a) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin). Nama obat :Orsiprenalin
(Alupent), Fenoterol (berotec) dan Terbutalin (bricasma). Obat-obat golongan
simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan.
Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau
cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.

b) Santin (teofilin)
Nama obat :Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan
Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan
teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-
lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk
tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum
obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena
sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).

2) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian satu bulan.
3) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
b. Keperawatan
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus.
3) Pemberian cairan.
4) Fisiotherapy.
5) Beri O2 bila perlu.
6) Edukasi penderita
7) Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan mengukur fungsi
paru


9. PENCEGAHAN
(Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, hal 613).
` Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengidentifikasi
substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang mungkin dapat saja
bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan ; kuda, detergen, sabun, makanan
tertentu, jamur, dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari
dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan
saja memungkinkan. Cairan diberikan karena individu dengan asma mengalami dehidrasi
akibat diaphoresis dan kehilangan cairan tidak kasaat mata dengan hiperventilasi.














BAB II
ASKEP TEORITIS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan
dokumentasi yang difokuskann pada paru paru.
1. Riwayat Penyakit:
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak
a. Riwayat kesehatan sekarang
Memiliki riwayat penyakit sebelumnya yang mengakibatkan klien sampai di rawat
di Rumah sakit

b. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat gangguan pernafasan yang di miliki oleh pasien seperti sesak
nafas atau alergi, yang memicu resiko asma bronkial.

c. Riwayat kesehatan keluarga
Pada pengkajian klien dengan gangguan pernafasan ( asma bronkial ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat sesak nafas, kaji riwayat stress, serta alergi.

2. Pengkajian pasien berdasarkan teori Virginia Herderson:

1. Makan dan minum
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan, penurunan berat badan
karena anoreksia.

2. Aktivitas/. Istirahat
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas, adanya penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-
hari, tidur dalam posisi duduk tinggi


3. Bernafas
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan, napas
memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur, menggunakan obat
bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung, adanya bunyi
napas mengi, adanya batuk berulang.

4. Data Sosial
Keterbatasan mobilitas fisik, susah bicara atau bicara terbata-bata, adanya
ketergantungan pada orang lain

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan metode head to toe dengan focus pemeriksaan:

1. Dada
a.inspeksi : adanya gerakan dada yang abnormal
b. auskultasi : dengarkan adanya suara ronchi atau wheezing
c. palpasi : merasakan apakan ada getaran yang abnormal
d. perkusi : mengetahui adanya cairan, secret, dll

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
b. Uji Provokasi bronkus
c. Pemeriksaan sputum
d. Uji kulit
e. Elektrokardiografi
f. Pemeriksaan Ig E
g. Foto dada
i. Analisis gas darah

Selengkapnya dapat dilihat pada pemeriksaan diagnostic di laporan pendahuluan
glaucoma.


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d Bronkospasme
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d Spasme jalan nafas, Mucus dalam jumlah
yang berelebihan, Materi asing dalam jalan nafas
3. Kerusakan pertukaran gas b/d suplai oksigen yang tidak adekuat
(spasme bronkus)
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber
informasi, salah interpretasi informasi, kurang pajanan informasi, keterbatasan
kognitif.













C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan pola
nafas b/d
Bronkospasme
Ditandai dengan :
DS :
Pasien mengatakan
dirinya merasa
sesak
DO :
Pasien tampak
kesulitan dalam
bernafas
Pasien tampak
menggunaka otot
bantu pernafasan
Pola Nafas pasien
tidak teratur

Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . X 24
jam, diharapkan masalah
ketidakefektifan pola nafas
pasien dapat teratasi dengan
criteria hasil :
1. Pasien mengatakan
sesaknya sudah hilang
2. Pasien tampak tidak
menggunakan otot bantu
dalam bernafas
3. Pasien tampak tidak
kesulitan dalam bernafas
4. Pasien dapat bernafas
dengan pola teratur

Mandiri :
1. Kaji/pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi
/ ekspirasi.


2. Catat adanya derajat dispnea,
ansietas, distress pernafasan,
penggunaan obat bantu


3. Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, ex: mengi



4. Tempatkan posisi yang nyaman
pada pasien, contoh :

1. Tachipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut
2. Disfungsi pernafasan adalah
variable yang tergantung pada
tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di
rumah sakit
3. Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan dapat
/ tidak dimanifestasikan adanya
nafas advertisius
4. Peninggian kepala tempat tidur
memudahkan fungsi
meninggikan kepala tempat
tidur, duduk pada sandara
tempat tidur
5. Pertahankan polusi lingkungan
minimum, contoh: debu, asap
dll
6. Tingkatkan masukan cairan
sampai dengan 3000 ml/ hari
sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.



7. Berikan HE pada pasien untuk
menghindari alergen alergen
yang menjadi pencetus serangan
asma
Kolaborasi
8. Berikan obat sesuai dengan
indikasi bronkodilator

pernafasan dengan
menggunakan gravitasi

5. Pencetus tipe alergi pernafasan
dapat mentriger episode akut

6. Hidrasi membranous
menurunkan kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan kekentalan
sekret, penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
7. Untuk mencegah pasien
mengalami serangan asma
yang berulang - ulang

8. Merelaksasikan otot halus dan
menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi
mukosa


No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
2 Ketidakefektifan bersihan
jalan napas b/d
Spasme jalan
nafas
Mucus dalam
jumlah yang
berelebihan
Materi asing
dalam jalan nafas
Ditandai dengan :
DS :
Pasien
mengatakan
kesulitan dalam
berbicara
Pasien
mengatakan ada
dahak di
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . X
24 jam, diharapkan masalah
ketidakefektifan bersihan
jalan nafas pasien dapat
teratasi dengan criteria hasil
:
1. Pasien mengatakan tidak
ada dahak di
tenggorokannya
2. Pasien mengatakan tidak
ada kesulitan dalam
bicara
3. Pasien terlihat bisa
melakukan batuk efektif
4. Pasien tampak tenang
5. Frekuensi dan irama
nafas pasien teratur
6. Tidak terdengar suara
Mandiri
1. Kaji/pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio
inspirasi / ekspirasi
2. Catat adanya derajat dispnea,
ansietas, distress pernafasan,
penggunaan obat bantu




3. Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, ex:
mengi



4. Tempatkan posisi yang
nyaman pada pasien, contoh :

1. Tachipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut
2. Disfungsi pernafasan adalah
variable yang tergantung pada
tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di
rumah sakit
3. Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan dapat
/ tidak dimanifestasikan adanya
nafas advertisius

4. Peninggian kepala tempat tidur
memudahkan fungsi pernafasan
tenggorokannya
DO :
Pasien terlihat
tidak bisa
melakukan batuk
efektif
Pasien tampak
gelisah
Frekuensi dan
irama nafas pasien
berubah
Terdengar suara
nafas tambahan

nafas tambahan

meninggikan kepala tempat
tidur, duduk pada sandara
tempat tidur
5. Pertahankan polusi
lingkungan minimum,
contoh: debu, asap dll
6. Tingkatkan masukan cairan
sampai dengan 3000 ml/ hari
sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.



7. Berikan HE pada pasien
untuk menghindari alergen
alergen yang menjadi
pencetus serangan asma




dengan menggunakan gravitasi


5. Pencetus tipe alergi pernafasan
dapat mentriger episode akut

6. Hidrasi membranous
menurunkan kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan kekentalan
sekret, penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
7. Untuk mencegah pasien
mengalami serangan asma yang
berulang - ulang







Kolaborasi
8. Berikan obat sesuai dengan
indikasi bronkodilator
9. Dapatkan specimen sputum
dengan batuk atau pengisapan
untukpewarnaangram,kultur/s
ensitifitas




8. Merelaksasikan otot halus dan
menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi
mukosa
9. untuk mengidentifikasi
organisme penyebab dan
kerentanan terhadap berbagai
anti microbial








No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
3
Kerusakan pertukaran gas
b/d
suplai oksigen yang
tidak adekuat
(spasme bronkus)
Ditandai dengan ;
DS :
pasien mengatakan
dirinya merasa sesak
DO :
AGD pasien
abnormal
Warna kulit abnormal
( pucat, kehitaman)
Diaphoresis
Pasien tampak
melakukan nafas
cuping hidung
Pernafasan abnormal
(kecepatan, irama)
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . X
24 jam, diharapkan masalah
kerusakan pertukaran gas
pasien dapat teratasi dengan
criteria hasil :
1. Pasien mengatakan
dirinya tidak sesak lagi
2. Hasil pemeriksaan AGD
pasien dalam batas
normal
3. Warna kulit pasien
normal
4. Pasien tidak terlihat
melakukan nafas cuping
hidung
5. Pernafasan pasien
kembali normal
Mandiri
1. Kaji/awasi secara rutin kulit dan
membrane mukosa.


2. Awasi tanda vital dan irama
jantung


3. Palpasi fremitus

Kolaborasi
4. Berikan oksigen tambahan sesuai
dengan indikasi hasil AGD dan
toleransi pasien.

1. Sianosis mungkin perifer atau
sentral keabu-abuan dan
sianosis sentral meng-
indikasikan beratnya
hipoksemia
2. Tachicardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung
3. Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
4. Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia
No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
4
Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan
Kurang familier
dengan sumber
informasi
Salah interpretasi
informasi.
Kurang pajanan
informasi
Keterbatasan kognitif
ditandai dengan
DS :
Pasien mengatakan
tidak mengetahui
tentang penyakitnya
Pasien mengatakan
tidak mengerti dengan
kondisinya
..
DO :
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . X
24 jam, diharapkan masalah
deficit pengetahuan pasien
dapat teratasi dengan
criteria hasil :

1. Pasien mengerti tentang
penyakitnya (penyakit
Asma)
2. Pasien tidak cemas lagi
3. Pasien tampak tidak
gelisah
Mandiri
1. Kaji tingkat pengetahuan dan
sumber informasi yang telah
diterima
2. Diskusikan obat pernafasan, efek
samping dan reaksi yang tidak
diinginkan.
3. Tunjukkan tehnik penggunaan
Inhakler
4. Jelaskan tentang penyakit
individu



Kolaborasi
5. Rujuk klien ke ahli konseling
sesuai kebutuhan klien



1. Menjadi data dasar untuk
memberikan pendidikan
kesehatan dan mengklarifikasi
sumber yang tidak jelas.
2. Penting bagi pasien memahami
perbedaan antara efek samping
mengganggu dan merugikan
3. Pemberian obat yang tepat
meningkatkan keefektifanya
4. Menurunkan ansietas dan dapat
menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana
pengobatan

5. Informasi yang lengkap
mengenai penyakit klien serta
rencana terapi atau pengobatan
penting untuk membantu
menghilangkan kecemasan
Pasien tampak
bertanya-tanya tentang
penyakitnya
Pasien tampak bingung
Pasien tampak gelisah

klien terhadap penyakitnya.












D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya
bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien.
Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi. (Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1. Page 111).

E. EVALUASI
1. Ketidakefektifas pola nafas pasien dapat teratasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien dapat teratasi
3. Kerusakan pertukaran gas pada pasien dapat teratasi
4. Deficit pengetahuan pasien dapat teratasi

Anda mungkin juga menyukai