Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari luar dirinya
baik itu lingkungan keluarga kelompok dan komunitas. Dalam berhubungan dengan
lingkungan manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat
beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan
diri individu diantaranya perubahan nilai budaya, perubahan sistem kemasyarakatan,
pekerjaan, serta akibat ketegangan antara idealisme dan realita yang dapat menyebabkan
terganggunya keseimbangan mental emosional (Suliswati, 2005).
Kesehatan jiwa sebagai bagian integral dari kesehatan mempunyai peran penting
didalam seluruh aspek perkembangan manusia sejak lahir dan tahap perkembangan
sampai menjadi usia lanjut. Akibat gejolak perubahan yang terjadi menuntut individu
untuk bisa menyesuaikan diri, tetapi tidak semua individu bisa menyesuaikan diri
terhadap perubahan tersebut dan bila terjadi kegagalan dalam penyesuaian diri akan
menimbulkan goncangan jiwa yang disebut stress psikososial. Dimana stressor
psikososial adalah setiap keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan
seseorang sehingga orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi untuk menanggulangi
stressor yang timbul. Namun tidak setiap orang mampu menanggulangi sehingga
timbullah keluhan-keluhan di bidang kejiwaan seperti gangguan jiwa skizofrenia (Hawari,
2001).
Skizofrenia berasal dari dua kata yaitu Skizo yang artinya pecah dan Frenia
yang artinya jiwa. Dengan demikian skizofrenia yaitu jiwa yang pecah atau retak.
2

Keretakan jiwa atau kepribadian ini dibuktikan dengan keharmonisan antara pikiran
perasaan dan perbuatan dari seseorang yang menderita skizofrenia. Salah satu prilaku
yang tampak pada klien dengan skizofrenia adalah menarik diri dimana menarik diri
adalah suatu keadaan mengalami pengalaman yang negatif, insufisiensi atau respon yang
tidak memuaskan dalam interaksi (Carpenito, 2000, hal.917).
Berdasarkan laporan tahunan RSJ Propinsi Bali tahun 2009 dari tiga bulan
terakhir (Maret Mei 2009) diperoleh data bahwa 916 orang klien yang di rawat.
Terdapat 874 orang klien mengalami skizofrenia (95,41 %) diantaranya yaitu 620 laki-
laki (71,0 %) dan 254 perempuan (29,0 %) sedangkan dari data diruang Sahadewa dari
tiga bulan terakhir (Maret-Mei 2009) diperoleh data bahwa dari 71 orang klien yang
dirawat terdapat 34 orang klien (43,58 %) yang menderita skizofrenia paranoid dan 29
orang klien (37,17) yang mengalami skizofrenia herbefrenik sedangkan 16 orang klien
(20,51%) yang mengalami kerusakan interaksi sosial.
Salah satu prilaku yang tampak pada klien Skizoprenia Herbefrenik adalah
kerusakan interaksi sosial : menarik diri dimana prilaku yang tampak yaitu penderita
bicara kacau, isi pikir tidak rasional, agresif, sebentar ketawa gembira ataupun sebaliknya
sedih, lari-lari tanpa busana dan sebagainya. Sedangkan gejala yang samar misalnya
menarik diri dalam kamar, tidak mau bicara dan tertawa sendiri serta harga diri rendah.
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap dirinya sendiri termasuk kehilangan
rasa percaya diri, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa.
Mengingat kondisi tersebut diatas penulis tertarik mangangkat laporan kasus yang
berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. LN DENGAN
KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL DI RUANG SAHADEWA RUMAH SAKIT
JIWA PROPINSI BALI DI BANGLI TANGGAL 6 S/D 8 JANUARI 2014
3

Semoga dengan adanya laporan kasus ini menjadi nilai yang positif bagi
perkembangan keilmuan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami masalah keperawatan Kerusakan Interaksi Sosial dan dapat memberikan
asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk memperoleh gambaran umum tentang asuhan keperawatan klien dengan
kerusakan interaksi sosial: menarik diri melalui pendekatan proses keperawatan di
Ruang Sahadewa RSJ Propinsi Bali.
2. Tujuan khusus
Penulis mampu:
a. Melakukan pengkajian pada klien NY. LN dengan kerusakan interaksi sosial
secara sistematik lengkap.
b. Menyusun rencana perawatan pada klien NY. LN dengan kerusakan interaksi
sosial dengan tepat.
c. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien NY. LN dengan kerusakan
interaksi sosial dengan benar.
d. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien NY. LN dengan kerusakan interaksi sosial dengan
benar.
e. Mendokumentasikan proses keperawatan pada klien NY. LN dengan kerusakan
interaksi sosial dengan benar.
4

C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan kasus ini adalah metode
deskriptif studi kasus dengan tehnik pengumpulan data : wawancara, observasi, studi
dokumentasi.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini secara garis besar dibagi menjadi lima BAB.
Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut : BAB I yaitu pendahuluan yang
menguraikan tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan. BAB II mencakup tinjauan teoritis dan tinjauan kasus dimana
tinjauan teoritis meliputi konsep dasar kasus dan konsep dasar asuhan keperawatan teori.
Konsep dasar kasus menguraikan pengertianpengertian, psikopatologi, penatalaksanaan
medis dan konsep dasar asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan tinjauan kasus meliputi pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. BAB III yaitu tinjauan kasus keperawatan jiwa yang terdiri
dari pengkajian, diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang diambil langsung
dari pasien ruang Sahadewa RSJ Propinsi Bali. BAB IV yaitu pembahasan yang
membahas kesenjangan antara teori dan kasus dan solusi yang diambil saat memberikan
asuhan keperawatan. BAB V yaitu penutup yang menguraikan kesimpulan dan saran.


5

BAB II
TINJAUAN TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL
1. Konsep Dasar Kerusakan Interaksi Sosial: Menarik Diri
a. Pengertian
Kerusakan interaksi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami atau
berisiko mengalami respon negatif, ketidakadekuatan, ketidakpuasan dari interaksi
(Capernito, 2000).
Menarik diri (regresi) merupakan mekanisme prilaku seseorang yang apabila
menghadapi konflik, ia akan menarik diri dari pergaulan maupun lingkungannya
(Sunaryo, 2004).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain, dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain (Hamid,
2000).

b. Rentang Respon
Dalam membina hubungan sosial individu berada dalam rentang respon
adaptif sampai maladaptif (Stuart dan Sundeen, 2006).

Respon adaptif Respon maladaptif


- Solitude - Kesepian - Manipilasi
- Otonomi - Menarik diri - Impulsif
- Saling ketergantungan - Ketergantungan - Narkisisme
-
(Panjaitan dkk, 2002)
1) Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang masih berlaku di masyarakat dimana
individu dalam menyelesaikan masalahnya masih dalam batas-batas normal.

6

a) Menyendiri atau Solitude
Adalah respon yang dibutuhkan individu untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah selanjutnya
b) Otonomi
Adalah kemampuan individu untuk menetukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c) Kebersamaan atau Mutuality
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.
d) Saling ketergantungan atau Interdependency
Adalah saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
2) Respon maladaptif adalah respon yang diberikan dalam menyelesaikan
masalahnya menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
a) Menarik diri
Dimana individu menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
b) Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemmpuan dirinya.
c) Manipulasi
Dimana individu menganggap orang lain sebagai obyek individu serta tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
d) Impulsif
Individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman p-enilaian yang buruk, dan tidak mampu diandalkan.
e) Narkisisme
Individu yang harga dirinya rapuh, secara terus-menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, sifat egosentris, pencemburu, dan
marah jika orang lain tidak mendukung


7

c. Pisikopatologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan gangguan jiwa pada prilaku menarik diri
yaitu faktor predisposisi merupakan faktor pendukung munculnya prilaku menarik
diri, faktor prepitasi yang merupakan faktor pencetus munculnya prilaku menarik
diri.
1) Faktor predisposisi
a) Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu, ada tugas perkembangan yang
garus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila
tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat fase
perkembangan selanjutnya misalnya dalam fase oral, apabila perkembangan
dalam membentuk rasa percaya diri tidak terpenuhi akan mengakibatkan
individu tersebut tidak percaya pada dirinya dan orang lain.
b) Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk teradinya gangguan dalam hubungan sosial termasuk komunikasi yang
tidak jelas, ekspresi emosi yang tidak tinggi dlam keluarga, pola asuh
keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk berhubungan
diluar lingkungan.
c) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh normifa norma yang dianut oleh keluarga yang salah,
dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang
lain/lingkungan sosialnya. Misalnya pada usila.
d) Faktor biologis
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial.
2) Faktor presipitasi
Beberapa pencetus terjadinya gangguan hubungan sosial yaitu :
a) Stressor sosial budaya
Stress yang ditimbulkan ole faktor sosial budaya ini antara lain :
keluarga yang labil, berpisah dengan orang terdekat dan perceraian.

8

b) Faktor hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland piuetary)
menyebabkan turunnya hormon FSH dan EH kondisi ini terdapat pada
klien skizoprenia.
c) Virus
HIV dapat menyebabkan tingkah laku psikotik.
d) Model biologikal lingkungan sosial
Tubuh akan menggambarkan ambang toleransi seseorang terhadap stress
pada saat terjadi interaksi dengan stressor di lingkungan sosial.
e) Stressor psikologik
Yang lebih nyata adalah adanya kecemasan yang berkepanjangan dan
cukup berat dengan terbatasnya kemampuan individu dalam
menyelesaikan maslah tersebut akan menyebabkan gangguan hubungan
sosial.
3) Tanda dan gejala
Menurut (Panjaitan dkk, 20020 tanda dan gejala yang muncul pada
kerusakan interaksi sosial : menarik diri yaitu :
a) Data subyektif
Klien mengatakan aktifitasnya menurun, klien mengatakan nafsu makan
dan minum menurun, klien mengatakan badanya lemas/kurang energi.
b) Data obyektif
Prilaku klien kurang spontan, apatis, ekspresi wajah kurang berseri,
klien tampak tidak merawat diri dan tidak memeperhatikan kebersihan
diri, efek tumpul, komunikasi verbal menurun atau tidak ada,
mengisolsi diri, tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya,
retensi urin dan feses, harga diri rendah, klien tampak menolak
hubungan dengan orang lain, dan klien tampak memutuskan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap.
d. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin haru diberikan disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ Provensi Bali
dan klien dinyatakn boelh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sanat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga
yang kondusif dan sebagai pengawaasan minum obta (Maramis,2005)
9

1) Farmakologi
a) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizoprenia yang menahun hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.
b) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
2) Terapi kejang listrik/electro convulsive therapy (ECT)
Terapi kejang listrik atau ECT adalah duatu terapi yang
menginduksikan kejang grand mal secra buatan dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu dau pelapis.
Jumlah terapi yang diberikan dalam satu rangkaian bervariasi sesuai
dengan masalah awal klien dan respon terapiutik yang dikaji selama
terapi. ECT biasanya diberikan dua sampai tiga kali dalam seminggu
dengan hari yang bergantian walaupun terapi ini dapat diberikan lebih
sering atau jarang(Stuart, 2006, hal.407).
3) Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional
seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlaith dalam
hubungan profesional secara suka rela dengan maksud hendak
menghilangkan, mengubah datau memperlambat gejala-gejala yang
ada, mengoreksi prilaku yang terganggu dan mengembangkan
pertumbuhan kepribadian secar positif (Maramis, 2005, hal. 4830.

2. Konsep dasar asuhan keperawatan
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawtan sesuai
dengan kebutuhan dangan maslah dan masalah klien sehingga mutu pelayanan
optimal. Dengan menggunkan proses keperawatan dpat terhindarkan dari tindakan
keperawatan yang berssifat rutin, intuisi, tidak unik bagi individu klien (keliat,2005,
hal.1)
Hubungan saling percaya abtara perawat dan klien merupakan dasar dalam
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa. Hal ini penting
karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk
dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilki.
10

Proses keperawatan terdiri atas empat langkah yang sistematis yang dijabarkan
sebagai berikut :
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, perumusan masalah klien, pohon
masalah dan diagnosa keperawatan. data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual (Keliat,2005,hal.3).
1) Pengumpulan data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
status perkawinan, dan hubungan klien dengan penanggung.
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan utama
berisi tentang sebab klien atau keluarga datang ke rumah sakit dan keluhan
klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
c) Pemeriksaaan fisik: Pengukuran, tanda-tanda vital dan keluhan fisik.
d) Pengkajian psikososial:
(1) Genogram
(2) Konsep diri (Suliswati,2005).
(a) Body image (gambaran diri)
Merupakan sikap klien terhadap tubuhnya baik disadari maupun tidak
disadari yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh.
(b) Self ideal
Merupakan persepsi klien tentang bagaimana ia bertingkah laku
berdasarkan standar pribadi gambaran diri, aspirasi, tujuan yang ingin
dicapai.
(c) Harga diri
Merupakan pendapat klien tentang kesejahteraan atau nilai yang telah
dicapai dengan menganalisa berapa banyak kesesuaian tingkah laku
dengan ideal dirinya.

11

(d) Peran
Merupakan serangkaian pola tingkah laku yang diharapkan oleh
masyarakat yang dihubungkan dengan fungsi klien dalam kelompok
sosialnya.
(e) Identitas
Merupakan kesadaran klien untuk menjadi diri sendiri yang tidak ada
duanya dengan mensintesa semua gambaran diri sebagai satu
kesatuan utuh dan perasaan berbeda dengan orang lain.

(3) Hubungan Sosial
Orang terdekat dalam keluarga dan hubungan sosial klien dengan
lingkungannya.
(4) Spiritual
Keyakinan klien terhadap penyakitnya, agama, dan kegiatan ibadah.
a) Status mental
(1) Penampilan
Penampilan dari ujung rambut sampai kaki, cara berpakaian yang
tidak sesuai, penggunaan pakaian yang tidak sesuai.
(2) Pembicaraan
Apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis atau lambat. Apakah
pembicaraan berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lain.
(3) Aktifitas motorik
Yang perlu diobservasi: lesu, tegang, gelisah, agitasi. Tremor.
(4) Alam perasaan
Yang perlu diobservasi antara lain: sedih, putus asa atau perasaan
gembira yang berlebih, ketakutan dan khawatir.
(5) Afek
Yang perlu diobservasi antara lain: datar apabila tidak ada
perubahan roman muka bila ada stimulus, tumpul apabila bereaksi
pada stimulus yang kuat, labil apabila emosi yang cepat berubah.
(6) Interaksi selama wawancara
Bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung.

12

(7) Persepsi
(a) Jenis halusinasi
Pendengaran, penciuman, penglihatan, pengecapan, perabaan,
chanesthetic, kinesthetic.
(b) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar,
berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi
dengar atau bentuk bayangan yang dilihat oleh klien bila
halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang
tercium untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa yang
dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
(8) Proses pikir
Data yang perlu dikaji antara lain: pembicaraan yang berbelit
sampai tujuan (Sirkumstansial), pembicaraan yang tidak ada
hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dimana klien
didak menyadari (Asosiasi longgar) ,pembicara yang meloncat-
loncat (flight of ideas), pembicara yang berhenti tiba-tiba
(Blacking).
(9) Isi pikir
Mengacu pada apa yang dipikirkan klien. Seperti obsesi, waham,
phobia, hipokondria, depersonalisasi.
(10) Tingkat kesadaran
Observasi tingkat kesadaran klien seperti bingung, sedasi atau
stupor. Juga ditanyakan tentang orientasi terhadap tempat, waktu
dan orang.
(11) Memori
Data yang perlu dikaji antara lain daya ingat jangka pendek, jangka
panjang, daya ingat saat ini.
(12) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Data yang perlu dikaji melalui wawancara antara lain: perhatikan
klien mudah berganti dari satu obyek ke obyek lain tidak mampu
kosentrasi tidak mampu berhitung.

13

(13) Kemampuan penilaian
Data yang perlu dikaji melalui wawancara antara lain: dapat
mengambil keputusan yang sederhana, dengan bantuan orang lain
tidak mampu mengambil keputusan atau selalu dibantu.
(14) Daya tilik diri
Data yang perlu dikaji melalui wawancara antara lain:
Mengingkari penyakit yang diderita, menyalahkan hal-hal yang
diluar dirinya.
b) Kebutuhan persiapan pulang
Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara lain: makan
dan minum, BAB/BAK, mandi , berpakaian, istirahat , tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, kegiatan di dalam rumah<
kegiatan di luar rumah, mekanisme koping, masalah pisikososial dan
lingkungan, pengetahuan , aspek medik.
Adapun data yng diperoleh pada klien dengan kerusakan interaksi
sosial: menarik diri adalah sebagai berikut:
(1) Data subyektif
Klien mengatakan aktifitasnya menurun, klien mengatakan nafsu
makan dan minum terganggu, klien mengatakan badanya
lemas/kurang energi.
(2) Data obyektif
Prilaku klien kurang spontan, spatis (acuh terhadap linkungan),
ekspresi wajah kurang berseri, tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri, menurun atau tidak ada
komunikasi secara verbal, mengisolasi diri, kurang sadar dengan
linkungan sekitarnya, harga harga diri rendah, klien tampak
menolak berhubungan dengan orng lain dan klien tampak
memutuskan atau pergi jika di ajak bicara.
2) Daftar masalah
Beberapa masalah keperawatan yang muncul dari data diatas kemudian dapat di
rumuskan masalah diantaranya yaitu :
a) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
b) Kerusakan interaksi sosial : menarik diri
c) Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
14

d) Defisit perawatan diri
e) Harga diri rendah
f) Koping rendah
g) Koping individu tidak efektif

3) Pohon masalah
Pohan masalah adalah kerangka berfikir logis yang berdasarkan prinsip sebab
dan akibat yng terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat. ( keliat, 2005,
hal 20)





Resiko prilaku kekerasan terhadap
diri sendiri dan orang lain
Perubahan persepsi sensori :
halusinasi
Kerusakan interaksi sosial : menarik
diri
Gangguan konsep sosial : harga diri
rendah
Koping individu tidak efektif
Akibat
Care problem
Etiologi
Defisit
perawatn diri

15

4) Diagnosa keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari
pengkajian setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilian klinis
tentang respon aktual atau pontensial individu kluarga atau masyarakat terhadap
maslah kesehatan klien/ proses kehidupan. ( Keliat dikutip dalam Capenito,
2005, hal 2)
Rumusan diagnosa dapat ( FE ) yaitu permasalahan (P) yang berhubungan
dengan etiologi (E ) dan keduangnya ada hubungan sebab akibat secara almiah.
Rumusan PES sama dengan PE hanya ditambah simtom ( S ) atau gejala sebagai
data penunjang. Dalam keperawatan jiwa ditentukan diagnosa anak beranak
yaitu jika etiologi sudah di berikan tindakan dan permasalahan belum selesai
makan P di jadikan etiologi pada diagnosa yang baru, demikian seterusnya. Hal
ini dapat dilakukan arena permasalahan itu selalu di sebabkan oleh satu etiologi
yang sama sehingga walaupunetiologi sudah diberikan tindakan maka
permasalahan berlum selesai ( Keliat, 2005, hal 5).
Dari pohon masalah diatas diagnosa yang muncul pada klien dengan
kerusakan interaksi sosial yaitu:
1) Perubahan perseosi sensori : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
2) Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orng lain berhubungan
dengan halusinasi
3) Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah
4) Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan menarik diri.

b. Perencanaan
Dalam menyusun rencana keperawatan, terlebih dahulu merumuskan prioritas
diagnose keperawatan, dapat ditentukan berdasarkan urutan kebutuhan menurut
maslow, berdasarkan berat ringanya masalah mudah tidaknya masalah dapat diatasi
serta berdasarkan core problem yang menjadi masalah utama. Hal tersebut diatas
tidak terlepas dari keadaan atau kondisi klien saat menyusun rencana keperawatan.

16

Adapun prioritas diagnose keperawatan adalah:
1. Perubahan persepsi sensori : halusinasi yang berhubungan dengan menarik diri.
Deficit perawatan diri berhubungan dengan menarik diri.
Tupan : klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi dan klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
Tupen :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Rencana tindakan: Bina hubungan saling percaya.
Rasional : Diharapkan klien lebih terbuka dengan perawat.

b) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
Rencana tindakan :
1) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul.
2) Diskusi dengan klien tentang akibat yang dirasakan dari menarik diri.
Rasional : klien tahu dirinya masih membutuhkan orang lain dan tidak
menarik diri.
c) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Rencana tindakan :
1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dankeuntungan dengan orang
lain.
Rasional : Dapat diketahui sejauh mana klien mengetahui pntingnya
hubungan dengan orang lain.

2) Diskusi dengan klien manfaat hubungan dengan orang lain.
Rasional : Diharapkan klien akan termotivasi berhubungan dengan
orang lain.

3) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat membuka fikiran klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
17


d) Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap.
Rencana tindakan :
1) kaji kemampuan klien dapat membina hubungan dengan orang lain.
Rasional : Dengan mengkaji kemampuan klien dalam membina
hubungan dengan orang lain, maka dapat dikethui sejauh mana klien
mampu bergaul dengan orang lain.
2) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
Rasional : Diharapkan dapat meningkatkan keinginan klien untuk
bergaul dan tidak menarik diri
3) Renacakan suatu kegiatan yang dapat dilakukan klien bersama klien
lain
Rasional : Diharapkan klien dapat berinteraksi dan bergaul sehingga
klien tidak menarik diri
4) Motivasi klien untuk selalu ikut dalam kegiatan yang ada di ruangan
setiap hari
Rasional : diharapkan klie akan terlatih untuk berinteraksi dengan
orang lain
5) Beri reinforeement positif terhadap keberhasilan yang telah di capai
Rasional : Dengan memberikan reinforeement diharapkan klien akan
merasa bangga dan ingin menngkatkan keberhasilannya.
e) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain
Rencana tindakan :
1) Dorng klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
Rasional : Diharapkan klien akan lebih menyadari pentingnya bergaul
18

Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaaat berhubungan dengan oang lain
Rasional : Dapat melakukan pengutan tentang pentingnya bergaul.
f) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
Rencana tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
Rasional : Diharapkan keluarga akan lebih terbuka dengan perawat
2) Diskusikan dngan anggota keluarga tentang perilaku menarik diri,
penyebab perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi jika perilku
menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik
diri.
Rasional : Diharapkan keluarga dapat mengerti bagaimana cara
menghadapi klien sehingga klien merasa diperhatikan dan dihargai.
3) Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
Rasional : Keluarga adalah orang yang paling dekat dengan klien
sehingga klien akan termotivasi dan berarti berkomunikasi dengan
orang lain.
4) Anjurkan anggota keluarga untuk selalu rutin dan bergantian
mengunjungi klien minimal 1x seminggu
Rasional : Perhatian dari keluarga akan membantu meningkatkan harga
diri klien
2. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan
halusinasi
Tupan : Klien tidak melakukan tindakan kekerasan terhadap diri sendiri dan orang
lain
Tupen :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Rencana tindakan :
19

1) Bina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang
terapeutik perawat dank klien
2) Beri kesempatan klien untuk mengunkapkan perasaannya
Rasional : Ungkapkan perasaan klien kepada perawat sebagai bukti bahwa
klien mulai mempercayai perawat
b) Klien dapat mengenal halusinasi
Rencana tindakan :
1) Ajak klien membicarakan hal-hal yang nayta yang ada di lingkungan
Rasional : Mengurangi waktu kosong pada klien sehingga dapat
mengurangi frekuensi halusinasi
2) Observasi perilaku (verbal dan non verbal) yang berhubungan dengan
halusinasi, terima halusinasi sebagai suatu hal yang nyata bagi klien dan
tidak nyata bagi perawat.
Rasional : Meningkatkan orientasi realita klien dan rasa percaya klien
3) Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi dan
frekuensi timbulnya halusinasi.
Rasional : Peran serta aktif klien sangat menentukan efektivitas tindakan
keperawatan yang dilakukan.
c) Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Rencana tindakan :
1) Identifikasi tindakan yang bisa dilakukan bila suara tersebut ada.
Rasional : Tindakan yang biasanya dilakukan klien merupakan upaya
mengatasi halusinasi
2) Diskusikan cara pencegahan halusinasi dan mengendalikan halusinasi.
Rasional : Dengan halusinasi yang terkontrol oleh klien maka resiko
kekerasan tidak terjadi

20

d) Klien dapat dukungan keluarga untuk mengendalikan halusinasinya
Rencana tindakan :
Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi tabda dan cara merawat klien di
rumah
Rasional : Keluarga yang mampu merawat klien engan halusinasi paling efektif
mendukung kesembuhan klien dengan masalah halusinasi
e) Klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan halisinasinya.
Rencana tindakan :Bantu klien untuk pastiakn bahwa klien minum obat sesuai
dengan program dokter.
Rasional : Memastikan bahwa klien minum obt secara teratur.

3. kerusakan interaksi sosial : menarik diri yang berhubungan dengan harga diri
rendah.
Tupan : klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Tupen :
a) klien dapat membina hubungan saling percaya.
Rencana tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip therapiutik
mengucapkan tangan dan berjabat tangan, memperkenalkan diri tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan.
Rasional : dengan membina hubungan saling percaya maka klien terbuka
dengan klien.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif yang dimiliki
3) Gali kemampuan klien berupa minat dan bakat yang dimiliki klien.
Rasional : dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh klien
merupakan kunci meningkatkan harga dirinya.
b) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
rencana tindakan :
1) diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat digunakan selama dirumah
sakit.
21

Rasional : merupakan cara terbaik buat klien dalam hal mengungkapkan
kemampuannya dalm beraktivitas
c) Klien dapat merencanakan sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
Rencana tindakan :
1) Diskusikan kemampuan yang masih bisa digunakan selama sakit sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
Rasional : diharapkan bisa meningkatkan harga diri klien karena klien
merasa masih berharga.
2) rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuannya.
Rasional : diharapkan klien memiliki aktifitas dan bisa meningkatkan harga
dirinya.
3) Beri reinforcement bila telah mampu melaksanakan sesuatu yang telah
direncanakan.
Rasional : diharapkan klien akan berharga dan meningkatkan harga diri
klien.
d) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.
Rencana tindakan :
1) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang direncakan
Rasional : untuk mengetahui tingkat kreatifitas serta kemampuan klien
e) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Rencana tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
Rasional : memberi pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan cara menarik diri. Diharapkan keluarga lebih
memperhatikan klien dan klien akan merasa lebih diperhatikan

4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
tidak efektif
Tupan : klien mampu melaksanakan interaksi dengan orang lain dan lingkungan
dimana klien dapat menunjukan peningkatan harga diri

22

Tupen :
a) klien dapat mengidentifikasi dan mengembangkan koping yang konstruktif
dalam pemecahan masalah.
Rencana tindakan :
1) Ajak klien diskusi dan beri support tentang masalah yang didapat.
Rasional : dengan engajak klien diskusi dan memberi support akan
mendorong klien untuk mengungkapkan masalahnya
2) Anjurkan klien untuk mengungkapkan masalahnya dengan orang lain.
Rasional : pengungkapan masalah pada diri klien nantinya mampu
mengurangi beban perasaan masalah yang dihadapi.
b) Klien dapat mendemonstrasikan kemampuannya untuk mengulangi stress
dengan menggunakan koping individu yang konstruktif.
Rencana tindakan :
1) beri dukungan dan motivasi kepada klien untuk selalu berusaha alternatif
penanggulangan setress.
Rasional : dengan memberikan dukungan dan motivasi dapat membantu
klien dalam menanggulangi setress.

c. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada situasi yang berbeda sering implementasi jauh berbeda dengan
rencana. Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa mengunakan rencana tertulis
dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang biasa adalah rencana tindakan
tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat
membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal dan juga tidak memenuhi
aspek legal (Keliat, 2005, hal.17)
d. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkepanjangan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan untuk secara terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan evaluasi hasil atau evaluasi sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan
(Keliat, 2005, hal. 17)
23

Evaluasi dapat digunakan dengan menggunakan SOAP sebagai pola pikir.
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang dikontradiksi
dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
1) rencanakan diteruskan, jika masalah tidak berubah.
2) rencana modifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi
belum memuaskan.
3) Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada serta diagnosa yang lama dibatalkan.
4) Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan
adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
Pada klien dengan kerusakan interaksi sosial : menarik diri, evaluasi
keperawatan yang diharapkan sebagai berikut :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan menarik diri.
3) Klien dapat mengenal keuntungan dan kerugian dari menarik diri.
4) Klien dapat berhubungan sosial dengan orang lain secara bertahap.
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain.
6) Klien mampu memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.

24

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. LN
DENGAN KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL DI RUANG SAHADEWA
RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI BALI DI BANGLI
TANGGAL 6 S/D 8 JANUARI 2014
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 januari 2014 di Ruang Sahadewa RSJ Provinsi
Bali, dengan sumber data yaitu pasien, perawat ruangan, caatan medic, pemeriksaan
fisik dan observasi.

a. Identitas Pasien
Ruang Rawat : Sahadewa Tanggal Masuk : 19-11-2013
Initial : LN No R.M : 003014
Umur : 68 tahun Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja Pendidikan : Tidak Sekolah

b. Alasan Masuk
1) Keluhan Utama Saat MRS
Pasien dibawa ke RSJ karena pasien mengamuk di rumah sambil membawa
pisau.
2) Keluhan Utama Saat Pengkajian
Pasien lebih banyak diam, pasien hanya menjawab pertanyaan yang
ditanyakan dengan singkat, pasien juga hanya menundukkan kepala saat
berbicara dan kontak mata kurang serta jarang berinteraksi dengan orang lain
dan lingkungan.
3) Riwayat Penyakit
Pasien datang ke RSJ Bangli diantar oleh keponakannya karena mengamuk
sambil membawa pisau. Dikatakan pasien memang sudah sering mengamuk
sambil membawa pisau dan mengancam membunuh, Pasien dirumah sering
bicara sendiri dan bicara sepanjang hari. Pasien memang selalu menyapu
25

keliling dan terkadang tidak kembali pulang, jika pulang biasanya pasien
pulang pukul 20.00 WITA, setelah itu mandi dan makan tetapi pasien tidak
tidur dan hanya berbicara sepanjang malam. Pasien mengatakan pernah
dirawat 5 tahun yang lalu yaitu pada tahun 2009, dan terakhir dirawat di RSJ
Bangli 2 bulan yang lalu pada tanggal 15 November 2013 selama 20 hari. Saat
pulang pasien sudah dikatakan membaik tetapi pasien hanya rajin minum obat
selama 10 hari, dan pasien tidak pernah mau minum obat lagi. Keponakan
pasien mengatakan jika bibinya mendapatkan obat-obatan seperti Risperidone,
Trihexyphenidyl, dan Stelosi. Pasien dikatakan memang sejak kecil suka
bicara sendiri dan suka bekerja keliling-keliling tanpa tujuan. Pasien dikatakan
sering membuat masalah di sekitar rumah dan tidak pernah mau disalahkan.
Pasien mengatakan tidak suka dengan keponakannya dan sempat bertengkar
karena keponakannya seorang bebotoh dan tidak mempunyai uang. Pasien
mengatakan tidak pernah mandi selama 10 hari karena lupa mandi. Setelah
menjawab pertanyaan, pasien selalu berbicara sendiri sambil tertawa yang
tidak jelas. Pasien juga mengatakan pernah melihat bayangan putih seperti
seseorang memakai udeng kurang lebih 10 hari yang lalu, namun bayangan itu
menghilang dan tidak muncul lagi, selanjutnya pasien berbicara sendiri lagi.

c. Factor Predisposisi
1) Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?
Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di RSJ Bangli kurang lebih 5

tahun yang lalu, dan terakhir dirawat di RSJ 2 bulan yang lalu selama 20 hari.
2) Pengobatan sebelumnya?
Pengobatannya berhasil dan keadaan pasien mulai membaik namun pasien
hanya rajin minum obat selama 10 hari dan pasien tidak pernah lagi mau
minum obat.
3) Penolakan dari lingkungan?
Saat dirumah pasien sempat mendapatkan penolakan dari keluarga karena
riwayat yang pernah berbicara sendiri dan tertawa tidak jelas membuat orang
orang disekitarnya menjadi tidak nyaman dan riwayat mengamuk pada saat
pasien kumat, ditambah lagi dengan kondisi kejiwaan pasien.
Pasien mengatakan saat dirumah sakit hanya diam di kamar saja, dan tidak
mau berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
26

4) Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
atau sakit seperti dirinya.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Pasien mengatakan dulu sering dibentak-bentak oleh orang yang tidak dikenal.
Selain itu karena hidup yang kekurangan ia sering berkerja tidak menentu
seperti menjadi tukang sapu. Pada suatu saat ia pernah berdebat dengan
keponakannya, karena pada saat ia memberitahu keponakannya agar bekerja
malah ia dicaci maki dan akan dipukul oleh keponakannya, pasien mengatakan
tidak suka melihat keponakannya yang suka berjudi.

d. Factor Presifitasi
Pasien mengatakan tidak suka melihat keponakannya yang senang berjudi. Pasien
merasa kehidupan di keluarganya serba kekurangan, sedangkan sepupunya hanya
bisa minta uang untuk dipakai judi, dari kejadian tersebut pasien akhirnya
mengamuk dan mengancam membunuh orang sambil membawa pisau.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda Vital
- Tensi : 120/80 mmHg
- Nadi : 70x /menit
- Respirasi : 20x /menit
- Suhu : 36
o
C
2) Ukuran
- BB : 43 kg
- TB : 147 cm
3) Keluhan Fisik
Pasien mengatakan saat ini ia merasakan sakit pinggang.
Saat dilakukan rontgent di RSU Bangli pada hari Sabtu, 11 Januari 2014,
didapatkan hasil:
- Spondylosis lumbalis disertai penyempitan oleh sendi intervertebralis pada
level LI-2
- Scoliosis lumbalis dextroconvex minimal
- Osteoporosis senilis
- Unstable pelvis
27


f. Psikososial
Genogram











Keterangan :
= laki-laki = perempuan = orang terdekat
= meninggal = usia pasien
= pasien = tinggal serumah
Penjelasan Genogram:
Pasien adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Kedua orang tua pasien sudah
meninggal, Pasien berumur 68 tahun dan tinggal dengan adik laki-lakinya, ipar
dan 3 keponakannya. Pasien lebih dekat dengan adik laki-lakinya.

68
68
28

g. Konsep Diri
1) Citra Diri
Pasien menganggap dirinya biasa saja dan menerima tubuh apa adanya. Pasien
sedikit kurang suka dengan cara berjalannya, karena sering mengganggu jika
ingin mandi/ makan.

2) Identitas Diri
Pasien mengatakan belum menikah dan kini posisinya adalah sebagai seorang
kakak dari 3 orang bersaudara, pasien mengatakan tidak berpendidikan.
Sebagai seorang kakak pasien senang memiliki adik laki-laki dan perempuan,
namun pasien merasa kurang puas dengan keadaannya yang tidak
berpendidikan dan tidak menikah tersebut.

3) Peran Diri
Pasien mengatakan anak pertama dari 3 bersaudara, sebagai seorang kakak
pasien senang memiliki adik laki-laki dan perempuan.

4) Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin cepat pulang dan segera ingin bertemu dengan adik
dan keponakannya.

5) Harga Diri.
Pasien mengatakan perasaannya yang tidak pernah sedih dan menyesal ketika
dibawa ke RSJ untuk berobat, namun pasien mengungkapkan perasaan sedih
dengan kondisinya sampai tidak pernah dijenguk oleh satupun anggota
keluarganya selama ia tinggal di RSJ, hanya tetangganya yang menjenguk
diberikan nasi dan uang sangu Rp. 25.000,-. Pasien mengatakan kurang suka
dengan cara berjalannya yang bungkuk, pasien kurang puas dengan
keadaannya yang tidak berpendidikan dan tidak menikah tersebut. Pada saat
dirumah sakit, pasien mengatakan hubungan dengan lingkungan kurang baik,
karena pasien kurang berinteraksi dengan lingkungannya.


29

h. Hubungan Sosial
1) Orang yang berarti
Pasien mengatakan orang yang paling berarti adalah adik laki-lakinya.

2) Peran serta kegiatan kelompok / masyarakat
Pasien mengatakan sebelum masuk RSJ pasien biasa bermasyarakat di rumah.
Pasien dikenal oleh orang-orang disekitarnya, pasien biasa bergaul dengan
tetangga atau orang lain, pasien juga biasa beradat di desanya.

3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
Pasien hanya mau menjawab kalau ditanya tanpa menyapa terlebih dahulu dan
menjawab seperlunya, karena pasien merasa tidak bisa dengan orang yang
baru dikenal dan malu bila berinteraksi langsung dengan orang lain, maka dari
itu ia hanya menjawab seperlunya saja.

i. Spiritual
1) Nilai dan Keyakinan
Pasien beragama Hindu dan percaya adanya Tuhan.

2) Kegiatan Ibadah
Pasien mengatakan selama di RSJ pasien tidak pernah sembahyang.

j. Status Mental
1) Penampilan
Pasien terlihat memakai baju hijau, rambut tersisir tapi tidak diikat, rambut
terlihat beruban dan ada kutu, pasien mengatakan jarang keramas dan
menggosok gigi, pasien menggunakan pakaian yang diberikan oleh rumah
sakit, gigi pasien terlihat tidak lengkap dan gusi pasien terlihat kotor. Pasien
tidak memakai alas kaki.

2) Pembicaraan
Pasien berbicara lambat dan kecil, pasien tidak mampu memulai pembicaraan
selama wawancara, pasien hanya berbicara jika ditanya oleh perawat dan
berbicara seperlunya. Terkadang tidak dapat mempertahankan kontak mata
30

dengan perawat, dan sering bermain dengan jari-jarinya apabila berbincang
dengan perawat.

3) Aktifitas Motorik
Pasien tampak lesu dan tidak bergairah pada saat diwawancarai dan jarang
mau menatap mata perawat.

4) Alam Perasaan
Saat diwawancarai pasien tampak murung dan tampak sedih. Pasien
mengatakan perasaannya sedih karena ia ingin cepat pulang dan bertemu
dengan adik laki-lakinya.

5) Afek
Dari hasil observasi afek pasien tumpul yaitu pasien hanya merespon saat ada
stimulus yang kuat atau hanya merespon saat pasien ditanya mengenai hal-hal
tentang dirinya.

6) Interaksi selama wawancara
Selama wawancara pasien mampu menjawab sebatas pertanyaan yang
diberikan, kontak mata antara pasien dan perawat kurang. Tatapan pasien
terlihat sayu/ kosong.

7) Persepsi
Pasien mengatakan pernah melihat bayangan putih yang tidak dikenal yaitu
seperti seseorang yang memakai udeng putih. Saat pengkajian terlihat tatapan
mata pasien tampak kosong. Namun saat ini pasien mengatakan sudah tidak
ada lagi melihat bayangan putih seperti orang yang menggunakan udeng putih
itu lagi.

8) Arus pikir
Pada saat wawancara, pembicaraan pasien lambat, tidak berbelit-belit dan
menjawab sesuai dengan pertanyaan perawat.

31

9) Isi pikir
Saat pengkajian, pasien mengatakan tidak ada perasaan curiga yang berlebihan
kepada orang lain.

10) Bentuk pikir
Pasien berfikir realistik yaitu : pasien bisa menceritakan sesuatu sesuai dengan
kenyataan yang ada. Saat ditanya apakah ibu pernah berbicara sendiri dan
tidak jelas, pasien mengatakan tidak pernah namun jawaban yang diberikan
oleh keluarga bertolak belakang. Pengakuan pada dokumentasi pasien
dikatakan pernah berbicara sendiri dan tidak jelas.

11) Tingkat kesadaran
Waktu : pasien mengatakan dapat membedakan pagi, siang dan malam.
Tempat : pasien mengatakan bahwa dirinya sekarang berada di RSJ
Bangli
Orang : Pasien mengetahui orang yang diajak bicara adalah Kadek
Gita.

12) Memori
Jangka Panjang : pasien masih ingat kejadian pertama sampai dibawa ke RSJ.
Jangka Pendek : pasien masih ingat kejadian 2 minggu yang lalu, ketika
pasien dijenguk oleh tetangganya.
Saat ini : pasien mengatakan ingat nama yang diajak bicara, kalau
diberi/ disebutkan inisial terlebih dahulu.

13) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Selama wawancara pasien tidak mampu berhitung, saat pasien disuruh
menyebutkan angka 1-10 pasien tidak dapat menyebutkannya. Ketika di tanya
berapa kembalian uang ibu ketika berbelanja 5000,- dan ibu membawa uang
10.000,- , pasien tidak bisa menjawab dan pasien hanya diam.


32

14) Kemampuan penilaian
Saat diberi pilihan, pasien mau mencuci tangan dulu apa langsung makan?
Pasien menjawab cuci tangan dulu baru makan, dengan alas an supaya bersih
dan tidak berminyak/ kotor.

15) Daya tilik diri
Pasien menyadari dirinya sakit dan perlu perawatan serta pengobatan maka
dari itu dia mau di rawat di RSJ demi kesembuhannya.

k. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Makan dan minum
Pasien mengatakan makan 3x sehari, habis 1 porsi tiap kali makan dan mampu
membersihkan alat makannya.

2) BAB dan BAK
Pasien mampu BAB dan BAK serta menggunakan WC. BAB dan BAK tidak
di bantu oleh orang lain.

3) Mandi
Pasien mengatakan mandi 1x sehari menggunakan sabun yang di berikan oleh
perawat, pasien mengatakan jarang keramas, dan apabila keramas biasanya
menggunakan sabun mandi, dan tidak memerlukan bantuan dari orang lain.

4) Istirahat tidur
pasien mengatakan tidur siang hanya sebantar sekitar 1-2 jam, tetapi untuk
tidur malam pasien dapat tidur dengan nyenyak. Biasanya tidur dari pukul
20.00 WITA sampai pukul 03.00 WITA

5) Penggunaan obat
Pasien mengatakan mendapat obat putih dan kuning yang selalu diminumnya,
obat itu tidak pernah di buang dan selalu di minumnya bersamaan pada saat
makan.
33

6) Pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan jika sakit ia di ajak ke puskesmas dengan keluarganya.
Biasanya pasien di antar ke puskesmas oleh adik laki-lakinya.

7) Aktifitas di rumah
Pasien mengatakan dulu sering diajak menanam padi oleh orang tuanya

8) Aktifitas di luar rumah
Pasien mengatakan jarang keluar rumah. Pasien mengatakan di rumah sering
melakukan kegiatan bersih-bersih seperti mencuci piring , menyapu, mengepel,
dan menjarit ceper.

l. Mekanisme Koping
Pasien mengatakan apabila mempunyai masalah, ia tidak pernah menceritakan
masalahnya kepada siapapun dan lebih senang memendam masalahnya sendiri.
Pasien terlihat sering menggunakan koping maladaptive (mekanisme penyelesaian
masalah yang tidak adekuat) tanpa mencoba menyelesaikannya.

m. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Pasien dirumah tinggal bersama adik laki-lakinya dan 3 keponakannya, orang
tuanya sudah meninggal. Pasien mengatakan tidak suka melihat keponakannya
yang laki-laki karena suka berjudi.

n. Pengetahuan
Pasien mengetahui tentang penyakit yang di deritanya. Pasien mengetahui bahwa
dirinya mengalami suatu kelainan / gila. Pasien mengetahui warna obat obatan
yang di berikan padanya yaitu: warna putih dan kuning.

o. ASPEK MEDIS
Diagnosa Medis : Skizoprenia Hebefrenik
Terapi :
- Risperidone 2 x 2 mg
- Merlipam 1 x2 mg

34

p. Analisa data
No. Data Subjektif Data Objektif Kesimpulan
1 2 3 4
1 - Pasien mengatakan
hanya diam dikamar saja
dan tidak mau
berinteraksi dengan
lingkungan di sekitarnya.

- Saat dirumah pasien
mengatakan sempat
mendapatkan penolakan
dari keluarga karena
riwayat yang pernah
berbicara sendiri dan
tertawa tidak jelas
membuat orang orang
disekitarnya menjadi
tidak nyaman dan
riwayat mengamuk pada
saat pasien kumat,
ditambah lagi dengan
kondisi kejiwaan pasien.

- Pasien berbicara lambat
dan kecil, pasien tidak
mampu memulai
pembicaraan selama
wawancara, pasien
hanya berbicara jika
ditanya oleh perawat dan
berbicara seperlunya.

- Pasien terkadang tidak
dapat mempertahankan
kontak mata dengan
perawat, dan sering
bermain dengan jari-
jarinya apabila
berbincang dengan
perawat.
Kerusakan
Interaksi Sosial
2. - Pasien mengungkapkan
perasaan sedih dengan
kondisinya sampai tidak
pernah dijenguk oleh
satupun anggota
keluarganya selama ia
tinggal di RSJ, hanya
tetangganya yang
menjenguk diberikan
- Pasien berbicara lambat dan
kecil, pasien tidak mampu
memulai pembicaraan
selama wawancara

- Pasien hanya berbicara jika
ditanya oleh perawat dan
berbicara seperlunya.
Terkadang tidak dapat
Harga diri rendah
kronis
35

nasi dan uang sangu Rp.
25.000,-.

- Pasien mengatakan
kurang suka dengan cara
berjalannya yang
bungkuk karena sering
mengganggu jika ingin
mandi/ makan.

- Pasien mengatakan
kurang puas dengan
keadaannya yang tidak
berpendidikan dan tidak
menikah tersebut.

- Pasien mengatakan
hubungan dengan
lingkungan kurang baik,
karena pasien kurang
berinteraksi dengan
lingkungannya.

mempertahankan kontak
mata dengan perawat, dan
sering bermain dengan jari-
jarinya apabila berbincang
dengan perawat.

- Pasien tampak lesu dan
tidak bergairah pada saat
diwawancarai dan jarang
mau menatap mata perawat.
3. - Pasien mengatakan
apabila mempunyai
masalah, ia tidak pernah
menceritakan
masalahnya kepada
siapapun dan lebih
senang memendam
masalahnya sendiri.

- Pasien terlihat sering
menggunakan koping
maladaptif (mekanisme
penyelesaian masalah yang
tidak adekuat) tanpa
mencoba menyelesaikannya

Koping individu
tidak efektif
36

4. - Pasien mengatakan
pernah melihat bayangan
putih yang tidak dikenal
yaitu seperti seseorang
yang memakai udeng
putih.

- Saat pengkajian terlihat
tatapan mata pasien tampak
kosong. Namun saat ini
pasien mengatakan sudah
tidak ada lagi melihat
bayangan putih seperti orang
yang menggunakan udeng
putih itu lagi.
Resiko Gangguan
Persepsi Sensori:
Halusinasi
5. - Pasien mengatakan
mandi 1x sehari
menggunakan sabun
yang di berikan oleh
perawat, pasien
mengatakan jarang
keramas, dan apabila
keramas biasanya
menggunakan sabun
mandi.
- Pasien mengatakan
jarang keramas dan
menggosok gigi.
- Pasien terlihat memakai baju
hijau, rambut tersisir tapi
tidak diikat, rambut terlihat
beruban dan ada kutu.
- Pasien menggunakan
pakaian yang diberikan oleh
rumah sakit.
- Gigi pasien terlihat tidak
lengkap dan gusi pasien
terlihat kotor.
- Pasien tidak memakai alas
kaki.
Defisit perawatan
diri

r. Daftar masalah
1. Kerusakan interaksi social
2. Harga diri rendah kronis
3. Koping individu tak efektif
4. Resikon Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
5. Defisit perawatan diri


37

Pohon masalah
(akibat ) Resiko Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

(Core Problem) Kerusakan interaksi social Defisit perawatan diri

(Etiologi) Harga diri rendah kronis

Koping individu tak efektif
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kerusakan interaksi social
2) Harga diri rendah kronis
3) Koping individu tak efektif
4) Resiko gangguan persepsi sensori: Halusinasi
5) Defisit perawatan diri
3. Diagnosa Keperawatan Prioritas
Kerusakan interaksi social

Anda mungkin juga menyukai