Anda di halaman 1dari 12

1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANI ZER


DENGAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KONEKSI MATEMATIS SISWA

Mira Maya Sari
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI

Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen terhadap kelas VIII suatu
SMP Negeri di Kota Bandung semester genap tahun ajaran 2010/2011. Masalah
yang melatarbelakangi penelitian ini di antaranya adalah kemampuan koneksi
matematis siswa yang dinilai masih rendah. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran advance
organizer dengan multimedia lebih baik daripada peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes koneksi matematis, angket sikap siswa, dan lembar observasi.
Berdasarkan hasil analisis terhadap data-data yang terkumpul, kesimpulan dari
penelitian ini adalah: 1) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran advance
organizer dengan multimedia lebih baik daripada peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan konvensional; dan 2) siswa pada umumnya memberikan sikap yang
positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran advance organizer dengan multimedia.

Kata kunci: Advance Organizer, Multimedia, Koneksi Matematis

Pendahuluan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen terhadap kelas VIII suatu
SMP Negeri di Kota Bandung semester genap tahun ajaran 2010/2011. Masalah
yang melatarbelakangi penelitian ini di antaranya adalah kemampuan koneksi
matematis siswa yang dinilai masih rendah. Hal ini diketahui berdasarkan hasil
penelitian The National Assesment of Educational Progress (NAEP) bahwa siswa
memperoleh prestasi baik hanya pada konteks yang dikenal siswa, tetapi tidak
untuk konteks yang tidak dikenal mereka meskipun untuk permasalahan
matematika yang sama (Kouba et al, Suherman dkk, dalam Mariana, 2008: 1).
Strategi pembelajaran telah banyak dikembangkan oleh beberapa ahli
pendidikan. Salah satunya mengenai teori belajar bermakna oleh David Ausubel.
2

Ausubel (Joyce, 2009: 280) mengemukakan teorinya bahwa pembelajaran
bermakna berhubungan dengan tiga hal, yaitu: (1) bagaimana pengetahuan (materi
kurikulum) dikelola; (2) bagaimana pikiran bekerja dalam memproses informasi
baru (pembelajaran); dan (3) bagaimana guru mengaplikasikan gagasan-gagasan
ini pada kurikulum dan pembelajaran ketika mereka mempresentasikan materi
baru pada siswa. Berdasarkan teori tersebut, Ausubel menganjurkan peningkatan
metode-metode pengajaran presentasional (Joyce, 2009: 280). Pengajaran
presentasional yang dimaksud salah satunya adalah advance organizer. Model
pembelajaran advance organizer ini dirancang untuk memperkuat struktur
kognitif siswa mengenai pengetahuan mereka tentang pelajaran tertentu dan
bagaimana mengelola, memperjelas, dan memelihara pengetahuan tersebut
dengan baik (Ausubel dalam Joyce, 2009: 281). Dengan kata lain, sebelum
mempelajari suatu konsep, siswa telah disiapkan untuk dapat membangun struktur
kognitif. Kemudian setelah konsep diberikan, siswa dapat mengelola,
memperjelas dan memelihara konsep tersebut dengan baik.
Pada pelaksanaannya, model pembelajaran advance organizer dapat
dibantu dengan berbagai sarana seperti, peta konsep, bagan, diagram, media, dan
sebagainya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aziz (2008: 99) bahwa
penerapan model pembelajaran advance organizer dalam pembelajaran
matematika dapat menggunakan teknik-teknik yang lebih bervariatif. Variasi yang
dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan multimedia. Selain itu
diharapkan penggunaan multimedia dapat memberikan efisiensi waktu bagi
pelaksanaan model pembelajaran advance organizer. Hal ini dikarenakan
penyampaian materi pada model pembelajaran advance organizer lebih
memerlukan waktu lebih agar diperoleh kebermaknaan dalam belajar siswa.
Sebagaimana pendapat Wuryani (2007: 46) bahwa perlunya mengefisienkan dan
mengefektifkan waktu dalam pelaksanaan model pembelajaran advance
organizer. Menurut pendapat Calvert (1982: 7), bahwa pengunaan multimedia
dalam model pembelajaran advance organizer dapat memberikan visualisasi lebih
baik bagi peserta didik.
3

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap model pembelajaran advance organizer dalam kaitannya
dengan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa.

Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam
mengaitkan antar suatu topik baik topik dalam matematika itu sendiri, dengan
bidang lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Kutz dan Kusumah
(Supriatin, 2009: 20) koneksi matematis meliputi koneksi internal yaitu koneksi
antar topik matematika dan koneksi eksternal yaitu koneksi dengan bidang ilmu
lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, menurut NCTM (Wahyuni,
2008: 11) koneksi matematis terdiri dari tiga macam, yaitu: koneksi antar topik
matematika; koneksi dengan disiplin ilmu lain; dan koneksi dengan kehidupan
sehari-hari. Lain halnya dengan Riedesel (Mariana, 2005: 15) yang membagi
koneksi matematis menjadi lima macam, yaitu: a) koneksi antar topik dalam
matematika; b) koneksi antar beberapa macam ilmu pengetahuan; c) koneksi
antara beberapa macam representasi; d) koneksi dari matematika ke daerah
kurikulum lain; dan e) koneksi siswa dengan matematika.
Sumarmo (Supriatin, 2009: 19) mengemukakan beberapa indikator
kemampuan koneksi matematis, yaitu: a) Mencari hubungan berbagai representasi
konsep dan prosedur; b) Memahami hubungan antar topik matematika; c)
Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; d)
Memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama; dan e)
Mencari koneksi antar topik matematika dan antara topik matematika dengan
topik lain.
Dalam penelitian ini, indikator kemampuan koneksi matematis yang
digunakan yaitu: a) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur;
b) Memahami hubungan antar topik matematika; c) Menggunakan matematika
dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; d) Mencari koneksi antar topik
matematika dan antara topik matematika dengan topik lain.
4

Berdasarkan indikator tersebut, dapat diketahui sejauh mana kemampuan
koneksi matematis siswa dalam mempelajari matematika.

Model Pembelajaran Advance Organizer
Model pembelajaran advance organizer adalah model pembelajaran yang
digunakan untuk menguatkan struktur kognitif siswa sehingga tercipta
kebermaknaan dalam belajar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ausubel
(Joyce, 2009: 281) bahwa advance organizer dirancang untuk memperkuat
struktur kognitif siswa mengenai pengetahuan mereka tentang materi pelajaran
tertentu dan bagaimana mengelola, memperjelas dan memelihara pengetahuan
tersebut dengan baik. Model pembelajaran advance organizer memiliki tiga tahap
kegiatan (Joyce, 2009: 288), yaitu:
a. Tahap presentasi advance organizer
Tahap ini terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: i) Mengklarifikasi tujuan-tujuan
pembelajaran; ii) Menyajikan organizer yang disajikan sebagai materi pengenalan
yang disajikan pertama kali sebelum materi diberikan yang bertujuan untuk
mengintegrasikan, menghubungkan dan membedakan materi yang akan dipelajari
dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya; iii) Membangun struktur kognitif
siswa dengan mengarah siswa untuk merespon organizer yang telah disajikan
guru yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan sehingga menjadi stimulus
dalam menerima materi pembelajaran yang akan dilakukan.
b. Tahap presentasi tugas atau materi pembelajaran
Presentasi pada tahap ini dapat berupa ceramah, diskusi, film, eksperimentasi
atau membaca. Dua hal yang perlu diperhatikan yaitu (1) mengarahkan perhatian
siswa, (2) membuat susunan materi belajar secara eksplisit. Untuk
mengembangkan susunan materi belajar secara eksplisit dalam proses belajar
mengajar dapat dilakukan dengan cara: (a) Deferensiasi progresif, proses
menguraikan masalah pokok menjadi bagian yang lebih rinci. (b) Rekonsiliasi
integratif, menghubungkan pengetahuan baru dengan isi materi pelajaran
sebelumnya.

5

c. Tahap penguatan struktur kognitif
Tahap terakhir bertujuan untuk menempatkan materi pelajaran baru ke dalam
struktur kognitif siswa. Tahap ini terdiri dari empat aktivitas (Ausubel dalam
Joyce, 2009: 291), yaitu: i) Mengembangkan rekonsiliasi integratif; ii)
Mengembangkan pembelajaran menerima secara aktif; iii) Memunculkan
pendekatan kritis pada mata pelajaran; iv) Mengklarifikasi.

Multimedia
Multimedia merupakan gabungan antara berbagai media seperti teks,
suara, gambar, animasi, video dan data yang dikendalikan dengan program
komputer. Dalam penelitian ini, model pembelajaran advance organizer dibantu
dengan penyajian tayangan menggunakan multimedia. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Joyce (2009: 290) bahwa tugas atau materi pelajaran dalam
model pembelajaran advance organizer dapat disajikan dalam bentuk ceramah,
diskusi, film, eksperimentasi atau membaca. Selain itu, Munir menyarankan
penggunaan multimedia agar proses pembelajaran menjadi lebih berkesan dan
bermakna (Rosadi, 2006: 3).
Menurut Setiyono (2008) multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu:
multimedia linier dan multimedia interaktif. Multimedia linier adalah suatu
multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat
dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan),
contohnya: TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang
dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna,
sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya.
Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif, aplikasi game, dll.
Dalam penelitian ini multimedia yang digunakan untuk model pembelajaran
advance organizer yaitu multimedia linier, karena bentuknya berupa penyajian
tayangan.
Menurut Juhaeri (2009: 2), tujuan penggunaan multimedia yaitu: 1)
Multimedia dalam penggunaannya dapat meningkatkan efektifitas dari
penyampaian suatu informasi; 2) Penggunaan multimedia dalam lingkungan dapat
6

mendorong partisipasi, keterlibatan serta eksplorasi pengguna tersebut; 3)
Aplikasi multimedia dapat merangsang panca indera, karena dengan
penggunaannya multimedia akan merangsang beberapa indera penting manusia,
seperti : penglihatan, pendengaran, aksi maupun suara.

Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi
matematis, angket sikap siswa, dan lembar observasi.

Analisis Data Tes Kemampuan Koneksi Matematis
1) Kemampuan Awal Koneksi Matematis
Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap data pre-test menyatakan
bahwa skor pre-test kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi tidak
normal. Dengan demikian, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians,
tetapi langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji
nonparametris Mann-Whitney.
Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney
adalah 0,000. Berdasarkan kriteria pengujian yang telah ditentukan, maka H
0

ditolak. Ini berarti bahwa rata-rata kemampuan awal koneksi matematis siswa
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah tidak sama. Dengan demikian,
langkah selanjutnya adalah melakukan uji statistik pada data hasil indeks gain.
2) Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis
Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap data indeks gain menyatakan
bahwa indeks gain kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi
normal, sedangkan indeks gain kelas kontrol berasal dari populasi yang
berdistribusi tidak normal. Dengan demikian, selanjutnya tidak dilakukan uji
homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata
dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney.
Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney
adalah 0,000. Berdasarkan kriteria pengujian yang telah ditentukan, maka H
0

ditolak. Ini berarti bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas
7

eksperimen setelah pembelajaran lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa kelas kontrol.
3) Kualitas Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis
Hasil uji statistik deskriptif terhadap skor indeks gain tes koneksi matematis
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memperlihatkan bahwa rata-rata indeks
gain tes koneksi matematis siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah
0,62 dan 0,35. Berdasarkan kriteria indeks gain menurut Hake (1999: 1), ini
berarti bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol tergolong sedang.

Analisis Data Angket Sikap Siswa
Data hasil angket siswa diolah dengan menghitung rata-rata skor angket
siswa untuk setiap aspek yang dinilai. Selanjutnya dihitung rata-rata skor angket
keseluruhan untuk melihat sikap seluruh subyek terhadap pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan
multimedia. Jika rata-rata skor angket lebih dari 3 (skor untuk sikap netral),
berarti subyek memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia.
Sebaliknya, jika rata-rata skor angket subyek kurang dari 3, berarti subyek
memberikan sikap yang negatif terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia.
Untuk mengetahui banyaknya siswa yang memberikan sikap positif,
dihitung persentase banyak siswa yang memiliki rata-rata skor lebih dari 3
terhadap seluruh siswa. Selanjutnya dilakukan penafsiran dengan menggunakan
kriteria presentase menurut Kuntjaraningrat (Henita, 2009:48) sebagai berikut.
Presentase Interpretasi
0% Tidak Ada
1%-25% Sebagian Kecil
26%-49% Hampir Setengahnya
50% Setengahnya
51%-75% Sebagian Besar
76%-99% Pada Umumnya
100% Seluruhnya
8

Berikut ini analisis hasil perhitungan skor angket untuk setiap aspek yang
diberikan dalam angket antara lain:
a. Untuk aspek pertama diperoleh sebanyak 76,74% siswa memiliki rata-rata skor
angket lebih dari 3. Ini berarti bahwa pada umumnya siswa memberikan sikap
yang positif terhadap pelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran advance organizer.
b. Untuk aspek kedua diperoleh sebanyak 69,77% siswa memiliki rata-rata skor
angket lebih dari 3. Ini berarti bahwa sebagian besar siswa memberikan sikap
yang positif terhadap tayangan multimedia dalam pembelajaran matematika.
c. Untuk aspek ketiga diperoleh sebanyak 55,81% siswa memiliki rata-rata skor
angket lebih dari 3. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa memberikan
sikap yang positif terhadap lembar kerja yang diberikan.
Berdasarkan perhitungan skor angket keseluruhan diperoleh sebanyak
79,07% siswa memiliki rata-rata skor angket lebih dari 3, yaitu 3,44. Hal ini
berarti bahwa pada umumnya siswa memberikan sikap yang positif terhadap
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance
organizer dengan multimedia.

Analisis Data Lembar Observasi
Data hasil lembar observasi diolah dengan menghitung rata-rata untuk
setiap kegiatan yang dinilai. Setiap kegiatan yang terlaksana bernilai 1, dan yang
tidak terlaksana bernilai 0. Selanjutnya dihitung presentase rata-rata nilai
keseluruhan untuk melihat presentase keterlaksanaan model pembelajaran
advance organizer dengan multimedia.
Pada pertemuan pertama, presentase kegiatan guru adalah 94,7%. Kegiatan
guru yang tidak terlaksana hanya satu kegiatan, yaitu guru membimbing siswa
dalam membuat rangkuman materi. Sedangkan presentase kegiatan siswa adalah
72,7%. Terdapat tiga kegiatan siswa yang tidak terlaksana, yaitu siswa aktif
melakukan tanya jawab, siswa memeriksa jawaban latihan soal, dan siswa
membuat rangkuman materi. Pada pertemuan kedua, presentase kegiatan guru
adalah 100%. Tidak ada kegiatan guru yang tidak terlaksana. Sedangkan
9

presentase kegiatan siswa adalah 81,8%. Kegiatan siswa yang tidak terlaksana
adalah siswa memulai pelajaran dalam keadaan tertib, dan siswa aktif melakukan
tanya jawab. Pada pertemuan ketiga, presentase kegiatan guru adalah 100%. Tidak
ada kegiatan guru yang tidak terlaksana. Sedangkan presentase kegiatan siswa
adalah 100%. Tidak ada kegiatan siswa yang tidak terlaksana.
Berdasarkan perhitungan presentase lembar observasi secara keseluruhan,
presentase kegiatan guru yaitu 92,8%. Selain itu presentase kegiatan siswa yaitu
84,8%, sehingga keterlaksanaan model pembelajaran advance organizer dengan
multimedia pada penelitian ini yaitu sebesar 91,5%.

Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data observasi, pada pertemuan pertama
kegiatan yang tidak terlaksana yaitu guru membimbing siswa dalam membuat
rangkuman materi, siswa aktif melakukan tanya jawab, siswa memeriksa jawaban
latihan soal, dan siswa membuat rangkuman materi. Kegiatan tersebut tidak
terlaksana dikarenakan pada pertemuan pertama, siswa dan guru masih proses
adaptasi dengan model pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu, siswa tidak
aktif dalam melakukan tanya jawab. Selain itu, pembelajaran menjadi terhambat
dan waktu yang ada tidak mencukupi, sehingga guru tidak membimbing siswa
dalam membuat rangkuman materi.
Kegiatan guru pada pertemuan kedua tidak ada yang tidak terlaksana.
Selain itu, kegiatan siswa yang tidak terlaksana hanya satu kegiatan, yaitu siswa
tidak aktif dalam melakukan tanya jawab. Hal ini dikarenakan siswa sebelumnya
tidak terbiasa aktif dalam pembelajaran matematika sehingga pada pertemuan
kedua ini siswa tidak aktif dalam melakukan tanya jawab. Pada pertemuan ketiga,
tidak ada kegiatan siswa maupun kegiatan guru yang tidak terlaksana. Secara
keseluruhan, keterlaksanaan model pembelajaran advance organizer dengan
multimedia pada penelitian ini yaitu sebesar 91,5%.
Berdasarkan hasil analisis data pre-test menunjukkan bahwa rata-rata
kemampuan awal koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
adalah tidak sama. Hal ini sesuai dengan statistik deskriptif rata-rata skor pre-test
10

kelas eksperimen dan kelas kontrol, bahwa rata-rata kemampuan awal koneksi
matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan
awal koneksi matematis siswa kelas kontrol. Dengan demikian, peningkatan
kemampuan koneksi matematis siswa dapat dilihat dari data indeks gain.
Hasil uji statistik terhadap indeks gain memperlihatkan bahwa
peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen setelah
pembelajaran lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematis siswa kelas
kontrol. Selanjutnya pembahasan mengenai kualitas peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa. Berdasarkan hasil analisis indeks gain bahwa nilai rata-
rata indeks gain tes koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
termasuk ke dalam kriteria sedang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran advance organizer dengan multimedia lebih baik daripada
peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional.
Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer
dengan multimedia lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi
matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional dikarenakan
beberapa hal. Organizer yang disajikan pada tahap pertama model pembelajaran
advance organizer dapat menghubungkan pengetahuan yang telah didapat siswa
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ausubel (Joyce, 2009: 286), bahwa advance organizer bertujuan untuk
menghubungkan materi baru dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Selain itu, penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran dapat
mengefektifkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
advance organizer. Sesuai dengan pendapat Joyce (2009: 292) bahwa advance
organizer dapat lebih efektif dengan aktifitas menonton tayangan. Dalam
penelitian ini, tayangan yang dimaksud yaitu tayangan multimedia. Selain itu,
menurut Calvert (1982: 7) bahwa pengunaan multimedia dalam model
11

pembelajaran advance organizer dapat memberikan visualisasi lebih baik bagi
peserta didik.
Berdasarkan hasil analisis angket sikap siswa, bahwa pada umumnya
siswa memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran advance organizer. Selain itu, sebagian besar
siswa memberikan sikap yang positif terhadap tayangan multimedia dalam
pembelajaran matematika dengan multimedia. Sebagian besar siswa juga
memberikan sikap yang positif terhadap lembar kerja yang diberikan. Secara
keseluruhan, siswa pada umumnya memberikan sikap yang positif terhadap
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran advance
organizer dengan multimedia. Hal tersebut sesuai dengan peningkatan
kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan
model pembelajaran advance organizer yang lebih baik daripada peningkatan
kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran
konvensional.

Kesimpulan
Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah: 1) peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran advance organizer dengan multimedia lebih baik daripada
peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; dan 2) siswa pada
umumnya memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer dengan multimedia.


12

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, T. A. 2008. Pembelajaran Matematika dengan Advance Organizer untuk
Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Calvert, S. L. 1982. Multimedia Uses in Organizing Learning [Online]. Tersedia:
http://eric.ed.gov/PDFS/ED225645.pdf. [05 Agustus 2010].
Hake, R. R. 1999. Analyzing Change-Gain Scores [Online]. Tersedia:
http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [02 Mei
2011].
Henita, S. 2009. Pengaruh Model Advance Organizer dalam Pembelajaran
Matematika Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA.
Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. 2009. Models of Teaching (Model-Model
Pengajaran Edisi Kedelapan Diterjemahkan oleh Ahmad Fawaid dan
Ateilla Mirza). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Juhaeri. 2009. Pengantar Multimedia untuk Media Pembelajaran Bagian 2.
[Online]. Tersedia:
http://ilmukomputer.org/wp-content/uploads/2009/07/juhaeri-
multimedia_bagian2.pdf. [27 Agustus 2010].
Mariana, T. 2008. Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Strategi Working Backward untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi
Matematika. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Rochman, H. S. 2007. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia Terhadap
Hasil Belajar Fisika. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Rosadi, I. 2006. Penggunaan Multimedia pada Pembelajaran Konsep Reaksi
Oksidasi Reduksi dengan Model Inkuiri untuk Meningkatkan Kompetensi
Siswa. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Setiadi, R., Agus. A. 1997. Dasar-dasar Pemrograman Software Pembelajaran.
Bandung: JICA FPMIPA UPI.
Setiyono. 2008. Pengembangan Pembelajaran dengan Menggunakan Multimedia
Interaktif untuk Pembelajaran yang Berkualitas. [Online]. Tersedia:
http://luarsekolah.blogspot.com/. [21 Agustus 2010].
Supriatin, A. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Tematik dalam Upaya
Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis dan Sikap Siswa SD. Tesis
Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Wahyuni, E. 2008. Pengaruh Pembelajaran Metakognitif Terhadap Kemampuan
Koneksi Matematik Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Wuryani, T. 2007. Efektivitas Model Advance Organizer dalam Pembelajaran
Fisika Di SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai