Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bumi begitu luas dan sulit untuk dijelajahi, sedangkan ilmu pengetahuan
yang terus berkembang perlu terus diperbaharui untuk mengetahui kondisi planet
tempat tinggal kita ini. Walaupun sudah banyak daratan dan lautan di Bumi yang
dijelajahi oleh manusia sejak jaman dahulu, namun masih ada area yang sulit
dijangkau karena akses, biaya, dan waktu yang tidak memadai. Penginderaan
jarak jauh merupakan salah satu metode untuk mengetahui keadaan Bumi melalui
citra yang dikirimkan oleh satelit. Tanpa harus menghampiri lokasi untuk
mempelajari keadaan di suatu daerah, data citra dapat dengan mudah
merepresentasikan keadaan yang ada. Teknologi yang semakin maju juga
memfasilitasi data citra dengan merepresentasikan data bentang alam, potensi
sumber daya alam, hingga kita dapat merencanakan pemanfaatan suatu daerah.
Subang sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat merupakan daerah
yang terletak di pesisir Utara Pulau Jawa. Daerah pesisir sangat menarik untuk
dipelajari, karena daerah pesisir mempunyai berbagai potensi alam, ekonomi, dan
sosial. Keberadaan komunitas atau penduduk yang hampir banyak bertempat
tinggal di pesisir, pemanfaatan sumber daya alam seperti industri perikanan dan
wisata pesisir, juga kegiatam masyarakat lain yang sangat membutuhkan akses di
melalui laut. Data citra Subang diharapkan dapat merepresentasikan keadaan yang
ada di Subang, baik alam, sosial, dan ekonominya, sehingga pengaplikasian
pengolahan data citra dapat dipelajari dengan baik melalui citra Kabupaten
Subang.
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengolah data citra menggunakan software
Er Mapper agar dapat diinterpretasikan.
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana prosedur mengolah data citra hingga siap untuk diinterpretas
menggunakan software Er Mapper.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau
akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara
fisik melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data
dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh, (misalnya
dari pesawat, pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain. Contoh dari
penginderaan jauh antara lain satelit pengamatan bumi, satelit cuaca,
memonitor janin dengan ultrasonik dan wahana luar angkasa yang memantau
planet dari orbit.
Di masa modern, istilah penginderaan jauh mengacu kepada teknik yang
melibatkan instrumen di pesawat atau pesawat luar angkasa dan dibedakan dengan
penginderaan lainnya seperti penginderaan medis atau fotogrametri. Walaupun
semua hal yang berhubungan dengan astronomi sebenarnya adalah penerapan dari
penginderaan jauh (faktanya merupakan penginderaan jauh yang intensif), istilah
"penginderaan jauh" umumnya lebih kepada yang berhubungan dengan teresterial
dan pengamatan cuaca.
2.1.1 Komponen-Komponen Penginderaan Jauh
a) Sumber Tenaga

Gambar 2. Sumber tenaga proses inderaja
(sumber : http://www.crisp.nus.edu.sg)

Sumber tenaga dalam proses inderaja terdiri atas :
Sistem pasif adalah sistem yang menggunakan sinar matahari
Sistem aktif adalah sistem yang menggunakan tenaga buatan seperti
gelombang mikro
Jumlah tenaga yang diterima oleh obyek di setiap tempat berbeda-beda, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
Waktu penyinaran
Jumlah energi yang diterima oleh objek pada saat matahari tegak lurus
(siang hari) lebih besar daripada saat posisi miring (sore hari). Makin banyak
energi yang diterima objek, makin cerah warna obyek tersebut.
Bentuk permukaan bumi
Permukaan bumi yang bertopografi halus dan memiliki warna cerah
pada permukaannya lebih banyak memantulkan sinar matahari dibandingkan
permukaan yang bertopografi kasar dan berwarna gelap. Sehingga daerah
bertopografi halus dan cerah terlihat lebih terang dan jelas.
Keadaan cuaca
Kondisi cuaca pada saat pemotretan mempengaruhi kemampuan
sumber tenaga dalam memancarkan dan memantulkan. Misalnya kondisi
udara yang berkabut menyebabkan hasil inderaja menjadi tidak begitu jelas
atau bahkan tidak terlihat.
b) Atmosfer
Lapisan udara yang terdiri atas berbagai jenis gas, seperti O2, CO2,
nitrogen, hidrogen dan helium. Molekul-molekul gas yang terdapat di dalam
atmosfer tersebut dapat menyerap, memantulkan dan melewatkan radiasi
elektromagnetik.
Di dalam inderaja terdapat istilah J endela Atmosfer, yaitu bagian
spektrum elektromagnetik yang dapat mencapai bumi. Keadaan di atmosfer dapat
menjadi penghalang pancaran sumber tenaga yang mencapai ke permukaan bumi.
Kondisi cuaca yang berawan menyebabkan sumber tenaga tidak dapat mencapai
permukaan bumi.
c) Interaksi antara tenaga dan objek
Interaksi antara tenaga dan obyek dapat dilihat dari rona yang dihasilkan
oleh foto udara. Tiap-tiap obyek memiliki karakterisitik yang berbeda dalam
memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor.
Objek yang mempunyai daya pantul tinggi akan terilhat cerah pada citra,
sedangkan obyek yang daya pantulnya rendah akan terlihat gelap pada citra.
Contoh: Permukaan puncak gunung yang tertutup oleh salju mempunyai daya
pantul tinggi yang terlihat lebih cerah, daripada permukaan puncak gunung yang
tertutup oleh lahar dingin.
d) Sensor dan Wahana
Sensor merupakan alat pemantau yang dipasang pada wahana, baik
pesawat maupun satelit. Sensor dapat dibedakan menjadi dua :
Sensor fotografik, merekam obyek melalui proses kimiawi. Sensor ini
menghasilkan foto. Sensor yang dipasang pada pesawat menghasilkan citra
foto (foto udara), sensor yang dipasang pada satelit menghasilkan citra
satelit (foto satelit)
Sensor elektronik, bekerja secara elektrik dalam bentuk sinyal. Sinyal
elektrik ini direkam dalam pada pita magnetik yang kemudian dapat
diproses menjadi data visual atau data digital dengan menggunakan
komputer. Kemudian lebih dikenal dengan sebutan citra.
Sedangkan wahana adalah kendaraan/media yang digunakan untuk
membawa sensor guna mendapatkan inderaja. Berdasarkan ketinggian persedaran
dan tempat pemantauannya di angkasa, wahana dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok:
1. Pesawat terbang rendah sampai menengah yang ketinggian peredarannya
antara 1.000 9.000 meter di atas permukaan bumi
2. Pesawat terbang tinggi, yaitu pesawat yang ketinggian peredarannya lebih
dari 18.000 meter di atas permukaan bumi
3. Satelit, wahana yang peredarannya antara 400 km 900 km diluar
atmosfer bumi.
e) Perolehan Data
Data yang diperoleh dari inderaja ada 2 jenis :
Data manual, didapatkan melalui kegiatan interpretasi citra. Guna melakukan
interpretasi citra secara manual diperlukan alat bantu bernama stereoskop.
Stereoskop dapat digunakan untuk melihat objek dalam bentuk tiga dimensi.
Data numerik (digital), diperoleh melalui penggunaan software khusus
penginderaan jauh yang diterapkan pada komputer.
f) Pengguna Data
Pengguna data merupakan komponen akhir yang penting dalam sistem
inderaja, yaitu orang atau lembaga yang memanfaatkan hasil inderaja. Jika tidak
ada pengguna, maka data inderaja tidak ada manfaatnya. Salah satu lembaga yang
menggunakan data inderaja misalnya adalah:
Bidang militer
Bidang kependudukan
Bidang pemetaan
Bidang meteorologi dan klimatologi
2.1.2 Teknik pengumpulan data
Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam peralatan tergantung
kepada objek atau fenomena yang sedang diamati. Umumnya teknik-teknik
penginderaan jauh memanfaatkan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau
dipantulkan oleh objek yang diamati dalam frekuensi tertentu seperti inframerah,
cahaya tampak, gelombang mikro, dsb. Hal ini memungkinkan karena faktanya
objek yang diamati (tumbuhan, rumah, permukaan air, udara dll) memancarkan
atau memantulkan radiasi dalam panjang gelombang dan intensitas yang berbeda-
beda. Metode penginderaan jauh lainnya antara lain yaitu melalui gelombang
suara, gravitasi atau medan magnet.





2.1.3 Keunggulan, Keterbatasan dan Kelemahan Penginderaan Jauh
a) Keunggulan Inderaja
Menurut Sutanto (1994:18-23), penggunaan penginderaan jauh baik
diukur dari jumlah bidang penggunaannya maupun dari frekuensi
penggunaannya pada tiap bidang mengalami pengingkatan dengan pesat. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
Citra menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi
dengan; wujud dan letak obyek yang mirip ujud dan letak di permukaan
bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, serta bersifat permanen.
Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional
apabila pengamatannya dilakukan dengan alat yang disebut stereoskop.
Karaktersitik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam
bentukcitra sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya.
Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi
secara terestrial.
Merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana.
Citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek.
b) Keterbatasan Inderaja
Berupa ketersediaan citra SLAR yang belum sebanyak ketersediaan
citra lainnya. Dari citra yang ada juga belum banyak diketahui serta
dimanfaatkan (Lillesand dan Kiefer, 1979). Di samping itu jugaharganya yang
relative mahal dari pengadaan citra lainnya (Curran, 1985).
c) Kelemahan Inderaja
Walaupun mempunyai banyak kelebihan, penginderaan jauh juga
memiliki kelemahan antara lain sebagai berikut
Orang yang menggunakan harus memiliki keahlian khusus;
Peralatan yang digunakan mahal;
Sulit untuk memperoleh citra foto ataupun citra nonfoto.
2.1.4 Manfaat Penginderaan Jauh
a) Bidang Kelautan (Seasat, MOS)
Pengamatan sifat fisis air laut.
Pengamatan pasang surut air laut dan gelombang laut.
Pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi, dan lain-lain.
b) Bidang hidrologi (Landsat, SPOT)
Pemanfaatan daerah aliran sungai (DAS) dan konservasi sungai.
Pemetaan sungai dan studi sedimentasi sungai.
Pemanfaatan luas daerah dan intensitas banjir.
c) Bidang geologi
Menentukan struktur geologi dan macamnya.
Pemantauan daerah bencana (gempa, kebakaran) dan pemantauan
debu vulkanik.
Pemantauan distribusi sumber daya alam.
Pemantauan pencemaran laut dan lapisan minyak di laut.
Pemanfaatan di bidang pertahanan dan militer.
Pemantauan permukaan, di samping pemotretan dengan pesawat
terbang dan aplikasisistem informasi geografi (SIG).
d) Bidang meteorologi dan klimatologi (NOAA)
Membantu analisis cuaca dengan menentukan daerah tekanan rendah dan
daerah bertekanan tinggi, daerah hujan, dan badai siklon.
Mengetahui sistem atau pola angin permukaan.
Permodelan meteorologi dan data klimatologi.
Untuk pengamatan iklim suatu daerah melalui pengamatan tingkat
kewarnaan dan kandungan air di udara.
e) Bidang oseanografi
Pengamatan sifat fisis air seperti suhu, warna, kadar garam dan arus
laut.
Pengamatan pasang surut dengan gelombang laut.
Mencari distribusi suhu permukaan.
Studi perubahan pasir pantai akibat erosi dan sedimentasi



2.2 Penjelasan Er Mapper
Erdas ER Mapper menyediakan pengolahan citra canggih dan kemampuan
kompresi diarahkan untuk minyak, gas, dan industri eksplorasi mineral. Hal ini
memungkinkan pengguna untuk memvisualisasikan, meningkatkan, dan
menggabungkan gambar untuk mengekstrak informasi kuantitatif.
Secara sederhana Er Mapper dapat digunakan untuk mengolah data citra
sesuai kebutuhan penggunanya. Beberapa fungsi Er Mapper adalah penggabungan
citra, pemotongan citra, klasifikasi citra, hingga koreksi geometri citra.

Gambar 1. ER Mapper
(Sumber : http://www.resmap.com)

ER Mapper menyederhanakan alur kerja dengan fungsi untuk membuat
citra menjadi mozaik, penyetaraan warna, kompresi, , dan banyak lagi. Hal ini
juga memungkinkan menggunakan fungsi lainnya sesuai kebutuhan. Perangkat
lunak ini juga melakukan pekerjaan , memodifikasi, dan ulangi tugas pengolahan
gambar yang kompleks dengan cepat dengan permintaan yang minim pada
sumber perangkat keras (hardware). Dengan menggunakan pendekatan ini, ER
Mapper dapat memosaik ratusan file, dan menekan ukuran data mosaik-mosaik
untuk memenuhi standar industri.
ER Mapper mempercepat persiapan data, penyimpanan, dan proses
distribusi, meningkatkan jumlah data yang Anda dengan mudah untuk
memanipulasi. Kompresi ECW dapat mengecilkan ukuran citra hanya 5% dari
ukuran aslinya. JPEG2000 kompresi memungkinkan kompres citra sampai 25%
dari ukuran aslinya sekaligus mempertahankan data spasial yang mendasari
matematis identik dengan data asli.

2.2.1 Penggabungan Citra
Penggabungan citra/image fusion merupakan salah satu teknik pemrosesan
citra digital yang banyak mendapat perhatian dalam dunia penginderaan jauh. Ini
dikarenakan image fusion dapat mengakomodasi kebutuhan citra resolusi tinggi
tanpa harus mengusahakan sistem pencitraan dengan resolving power yang tinggi,
sehingga dapat menghemat banyak waktu dan biaya. Terlebih kebanyakan sensor-
sensor pada satelit sumberdaya alam modern (Landsat 7 ETM+, IKONOS,
QUICKBIRD, IRS series, SPOT 1-5, ALOS AVNIR-2/PRISM, Orbview dll)
sekarang ini dapat beroperasi pada mode multispectral dan pankromatik secara
simultan, sehingga citra dari kedua mode dapat difusikan untuk memperoleh citra
sintesis yang mengintegrasikan kelebihan spectral citra multispectral dan
kelebihan spasial citra pankromatik.
Secara sederhana image fusion dapat didefinisikan sebagai upaya
penggabungan dua atau lebih citra yang berbeda dari segi resolusi (terutama
spasial, spectral, temporal) ataupun dari segi sistem (optic, SAR) untuk
menghasilkan citra baru yang mengintegrasikan kelebihan-kelebihan dari citra
asal. Salah satu bagian dari image fusion adalah pan-sharpening atau penajaman
citra multispectral dengan menggunakan detil spasial dari citra pankromatik.
2.2.2 Koreksi Geometri
Koreksi geometri bertujuan untuk menghilangkan berbagai distorsi yang
berefek pada geometrik citra, sebagai akibat dari: pengaruh sistem optik yang
digunakan, kelengkungan dan rotasi bumi, serta sudut pengamatan kamera.
Fungsi dari koreksi geometrik antara lain :
a) Koreksi Geometrik (Rektifikasi)
Rektifikasi adalah suatu proses melakukan transformasi data dari satu
sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Oleh karena posisi
piksel pada citra output tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka
piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-
resampling kembali. Resampling adalah suatu proses melakukan ekstrapolasi
nilai data untuk piksel-piksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel citra
aslinya.
b) Proyeksi peta
Sebelum melakukan koreksi geometrik, analis harus memahami
terlebih dahulu tentang sistem proyeksi peta. Untuk menyajikan posisi
planimetris ada sejumlah sistem proyeksi. Untuk Indonesia, sistem proyeksi
yang digunakan adalah sistem proyeksi UTM (Universal Tranverse Mercator)
dengan datum DGN-95 (Datum Geodesi Nasional). Untuk tingkat
internasional, DGN-95 sesungguhnya sama dengan WGS84, sehingga
penggunaan WGS84 sama dengan DGN-95. Masing-masing sistem proyeksi
sangat terkait dengan sistem koordinat peta.
c) Registrasi
Dalam beberapa kasus, yang dibutuhkan adalah penyamaan posisi
antara satu citra dengan citra lainnya dengan mengabaikan sistem koordinat
dari citra yang bersangkutan. Penyamaan posisi ini kebanyakan dimaksudkan
agar posisi piksel yang sama dapat dibandingkan. Dalam hal ini penyamaan
posisi citra satu dengan citra lainnya untuk lokasi yang sama sering disebut
dengan registrasi. Dibandingkan dengan rektifikasi, registrasi ini tidak
melakukan transformasi ke suatu koordinat sistem. Dengan kata lain, registrasi
adalah suatu proses membuat suatu citra konform dengan citra lainnya, tanpa
melibatkan proses pemilihan sistem koordinat.
d) Georeferensi
Georeferensi adalah suatu proses memberikan koordinat peta pada
citra yang sesungguhnya sudah planimetris. Sebagai contoh, pemberian sistem
koordinat suatu peta hasil dijitasi peta atau hasil scanning citra. Hasil dijitasi
atau hasil scanning tersebut sesungguhnya sudah datar (planimetri), hanya saja
belum mempunyai koordinat peta yang benar. Dalam hal ini, koreksi
geometrik sesungguhnya melibatkan proses georeferensi karena semua sistem
proyeksi sangat terkait dengan koordinat peta.

2.2.3 Klasifikasi Citra
Klasifikasi citra merupakan proses pengelompokan pixel pada suatu citra
ke dalam sejumlah class (kelas), sehingga setiap kelas dapat menggambarkan
suatu entitas dengan ciri-ciri tertentu. Tujuan utama klasifikasi citra penginderaan
jauh adalah untuk menghasilkan peta tematik, dimana suatu warna mewakili suatu
objek tertentu. Contoh objek yang berkaitan dengan permukaan bumi antara lain
air, hutan, sawah, kota, jalan, dan lainlain. Sedangkan pada citra satelit
meteorologi, proses klasifikasi dapat menghasilkan peta awan yang
memperlihatkan distribusi awan di atas suatu wilayah. Secara umum, algoritma
klasifikasi dapat dibagi menjadi supervised (terawasi) dan unsupervised (tak
terawasi). Pemilihannya bergantung pada ketersediaan data awal pada citra itu.

Gambar 3. Unsupervised

Analisa cluster merupakan suatu bentuk pengenalan pola yang berkaitan
dengan pembelajaran secara unsupervised, dimana jumlah pola kelas tidak
diketahui. Proses clustering melakukan pembagian data set dengan
mengelompokkan seluruh pixel pada feature space (ruang ciri) ke dalam
sejumlah cluster secara alami.

Gambar 4. Supervised
Metode supervised mengharuskan adanya training set. Akan tetapi
training set untuk tiap kelas ini seringkali belum diketahui. Salah satu
penyebabnya adalah sulitnya menentukan jumlah kelas yang sebenarnya terdapat
pada citra itu disamping kesulitan untuk mencari lokasi-lokasi mana yang bisa
dianggap paling mewakilinya. Fenomena ini mendorong para peneliti dalam
bidang pengenalan pola (pattern recognition) untuk terus berusaha menghasilkan
algoritma yang mampu mendeteksi jumlah cluster ini secara otomatis.

2.3 Interpretasi Citra
Interpretasi citra adalah proses pengenalan objek gambar (citra) hasil foto
udara interpretasi citra satelit terdiri atas beberapa tahapan yaitu deteksi
(mengenal objek yang mempunyai karakteristik tertentu oleh sensor )indetifikasi
(mecirikan objek dengan menggunakan dat rujukan ),dan analisis (mengumpulkan
keterangan lebih lanjut secara terperinci).
Berikut ini adalah unsur-unsur interpretasi citra :
a. Rona dan Warna
Rona (tone/color tone/grey tone) adalah tingkat kegelapan atau
tingkat kecerahan obyek pada citra. Berkaitan dengan penginderaan jauh,
spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan
dari hitam ke putih atau sebaliknya. Warna merupakan ujud yang tampak
oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari
spektrum tampak.
b. Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi
atau kerangka suatu obyek (Lo, 1976). Bentuk merupakan atribut yang
jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya
saja. Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1 dikelompokkan sebagai
susunan keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari
rona yang merupakan unsur das ar dan termasuk primer dalam segi
kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah. Oleh
karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali
berdasarkan rona, dikelompokkan sekunder kerumitannya.
c. Ukuran
Ukuran ialah atribut obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena
ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan
ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.
d. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979)
atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan
secara individual (Estes dan Simonett, 1975). Tekstur sering dinyatakan dengan
kasar, halus, dan belang-belang

2.3.1 Jenis-Jenis Citra Satelit


2.3.1 Sumber Data Citra Satelit

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
3.2 Peralatan
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Download Data Citra Satelit
Mengunduh data citra merupakan langkah awal yang praktis untuk
memperoleh data citra. Pada praktikum ini data citra diperoleh dari situs

3.3.2 Penggabungan Citra

3.3.3 Koreksi Geometri
3.3.4 Klasifikasi Citra
3.4 Analisis Data

BAB IV PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTIKUM
4.1 Hasil Pengolahan Data
4.1.1 Penggabungan Citra
4.1.2 Koreksi Geometri
4.1.3 Klasifikasi Citra

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai