Anda di halaman 1dari 5

2.1.

Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas
sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan
perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen,
dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat
fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).
2.2. Klasifikasi Preeklampsia
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
2.2.1. Kriteria preeklampsia ringan :
~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam pada dua kali
pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan preeklampsia
berat dengan impending eclampsia.
2.2.2. Kriteria preeklampsia berat :
~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah
menjalani tirah baring.
~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang dikumpulkan paling
sedikit empat jam sekali.
~ Oliguria < 400 ml / 24 jam.
~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten, skotoma, dan
pandangan kabur.
~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula glisson.
~ Edema paru dan sianosis.
~ Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
~ Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3).
~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.
2.3. Faktor yang berperan pada preeklampsia
Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat banyak teori
yang ingin menjelaskan tentang penyebab preeklampsia tetapi tidak ada yang memberikan jawaban
yang memuaskan.Tetapi, ada beberapa faktor yang berperan, yaitu:
2.3.1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator
prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal,
prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Perubahan aktivitas tromboksan
memegang peranan sentral terhadap ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan.Hal ini
mengakibatkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan volume
plasma.
2.3.2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama terjadi
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia
terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya
pembentukan proteinuria.
2.3.3. Peran Faktor Genetik
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita preeklampsia adalah peningkatan
Human leukocyte antigen (HLA). Menurut beberapa peneliti,wanita hamil yang mempunyai HLA
dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi menderita preeklampsia dan
pertumbuhan janin terhambat.
2.3.4. Disfungsi endotel
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya preeklampsia. Kerusakan
endotel vaskular pada preeklampsia dapat menyebabkan penurunan produksi prostasiklin,
peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2.4. Gejala dan tanda Preeklampsia
Gejala dan tandanya dapat berupa :
2.4.1. Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia. Hipertensi ini
sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar
100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau
peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan (William obstetri, 2010).
2.4.2. Hasil pemeriksaan laboratorium
Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang
melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+
dengan metode dipstik) atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter atau
midstream yang diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro,
2006).
Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia biasanya terjadi.
Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat
diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat.
Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit meningkat
dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas
normal. Urinalisis ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.
2.4.3. Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika terdapat edema
independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi merupakan edema
yang patologis. Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2
pon/minggu dan penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut pitting edema
> +1 setelah tirah baring 1 jam.
2.5. Akibat Preeklampsia pada ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi perubahan patologis
pada sistem organ, yaitu :
2.5.1. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan
aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru.
Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
2.5.2. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Jika autoregulasi tidak
berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah
keluar ke ruang ekstravaskular.
2.5.3. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang
terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya
preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang menunjukan
akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat
penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro, 2006).
2.5.4. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan pulmonal
maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang
sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid
sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
2.5.5. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, perlambatan ekskresi
bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar
peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari
plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi Doppler
pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan terjadinya peningkatan
enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar
di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular (Cunningham, 2005).
2.5.6. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari
kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi
asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita
hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya
terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil
atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme
yang hebat (Cunningham, 2005).
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air. Retensi garam dan
air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada
pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi
di tubulus (Cunningham,2005).
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan
transferin. Protein protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.
2.5.7. Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC) dan destruksi pada
eritrosit (Cunningham, 2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya
jumlahnya kurang dari 150.000/l ditemukan pada 15 20 % pasien. Level fibrinogen meningkat
pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika
ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan
terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai dengan
adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
2.5.8. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang, proses sekresi aldosteron
pun terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron didalam darah.
Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini terjadi
akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi
vaskular perifer.
Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial yang disertai
peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas darah dan penurunan volume plasma. Hal ini
mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
2.6. Akibat preeklampsia pada janin
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini mengakibatkan
hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel endotel pembuluh
darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono prawirohardjo, 2009). Dampak
preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin
terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio plasenta.
2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya eklampsia, melahirkan bayi
tanpa asfiksia dengan skor APGAR baik, dan mencegah mortalitas maternal dan perinatal.

2.7.1. Preeklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia ringan. Istirahat
dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal
meningkat, tekanan vena pada ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan bertambah.Selain
itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat
menurunkan tekanan darah. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan
konservatif, dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika mengancam nyawa maternal
(Wiknjosastro, 2006).
2.7.2. Preeklampsia berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi obat sedatif kuat untuk mencegah timbulnya
kejang. Apabila sesudah 12 24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan terbaik adalah
menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium sulfat (MgSO4)
20% dengan dosis 4 gram secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan
dengan MgSO4 40% sebanyak 12 gram dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit.
Tambahan magnesium sulfat hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella positif
dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan, menurunkan
tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain magnesium sulfat, pasien dengan preeklampsia
dapat juga diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20
mg secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006).
2.8. Defenisi eklampsia
Eklampsia adalah gejala preeklampsia berat yang disertai dengan kejang tonik klonik generalisata
atau menyeluruh bahkan koma.
2.9. Gambaran klinis eklampsia
Penderita tidak mengalami aura dan mengalami serangan kejang dengan interval tidak sadar yang
bervariasi. Permulaan kejang tonik ditandai dengan gerakan kejang twitching dari otot otot muka
khususnya sekitar mulut, beberapa detik disusul kontraksi otot otot tubuh menegang sehingga
seluruh tubuh kaku. Pada kondisi ini, wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua
lengan fleksi, tangan menggenggam, dan kedua tungkai posisi inverse. Setelah berlangsung selama
15 30 detik, kejang tonik segera disusul kejang klonik. Kejang klonik ditandai terbukanya rahang
secara tiba tiba dan tertutup kembali dengan kuat, terbuka dan tertutupnya kelopak mata kemudian
diikuti kontraksi intermitten otot otot muka maupun seluruh tubuh. Gejala gejala yang lain yaitu
wajah membengkak karena kongesti, bintik bintik perdarahan pada konjungtiva, mulut
mengeluarkan liur berbusa disertai bercak bercak darah, dan lidah tergigit akibat kontraksi otot
rahang terbuka dan tertutup. Setelah lebih kurang 1 menit, kejang klonik berangsur melemah, diam
dan penderita terjadi koma. Setelah kejang berakhir, frekuensi pernapasan meningkat cepat mencapai
50 kali per menit sebagai respon terjadinya hiperkarbia akibat asidemia laktat, asidosis respiratorik,
dan hipoksia. Terjadinya demam dengan suhu 390C, merupakan tanda yang sangat buruk akibat
manifestasi perdarahan dari sistem saraf pusat.
2.10. Penatalaksanaan eklampsia
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menstabilisasi fungsi vital penderita dengan terapi
suportif Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengendalikan kejang, mengendalikan tekanan darah
khususnya jika terjadi hipertensi krisis sehingga penderita mampu melahirkan janin dengan selamat
pada kondisi optimal. Pengendalian kejang dapat diterapi dengan pemberian magnesium sulfat
pada dosis muatan (loading dose) 4 6 gram IV diikuti 1,5 2 g/jam dalam 100 ml infus rumatan IV.
Hal ini dilakukan untuk mencapai efek terapeutik 4,8 8,4 mg/dl sehingga kadar magnesium serum
dapat dipertahankan dari efek toksik.

Anda mungkin juga menyukai