Anda di halaman 1dari 14

BAB VI

PEMBAHASAN
Hasil yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari 6 variabel meliputi hubungan
pendidikan orang tua dengan usia menarche, hubungan penghasilan orang tua dengan
usia menarche, hubungan tinggi badan dengan usia menarche, hubungan indeks massa
tubuh (IMT) dengan usia menarche, hubungan lingkar lengan atas dengan usia menarche,
dan hubungan frekuensi makan dengan usia menarche. Analisa yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi analisa univariat dan analisa bivariat.
A. Analisis Deskriptif (Univariat)
Analisis deskriptif adalah cara analisis dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
presentase dari tiap variabel.
1. Karakteristik Responden
a. Pendidikan Orang Tua
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok berdasarkan pendidikan orang tua responden dapat
dilihat bahwa 58 responden (38,7%) memiliki orang tua dengan pendidikan
rendah dan 92 responden (61,3%) memiliki orang tua dengan pendidikan
tinggi.
Atmarita dan Fallah (2004) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap
informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-
hari khususnya dalam kesehatan dan gizi.
b. Penghasilan Orang Tua Responden
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok berdasarkan penghasilan orang tua responden dapat
dilihat bahwa 58 responden (38,7%) memiliki orang tua dengan penghasilan <
2 Juta per bulan dan 92 responden (61,3%) memiliki orang tua dengan
penghasilan > 2 Juta per bulan.
Pada umumnya apabila penghasilan keluarga meningkat maka kebutuhan
kecukupan gizi yang dikonsumsi dapat terpenuhi atau bahkan dapat
berlebihan. Akan tetapi penghasilan yang tinggi tidak menjamin untuk
mendapatkan gizi yang baik. Seringkali anak mengalami kurang gizi atau
kelebihan zat gizi pada hal berasal dari keluarga yang punya penghasilan
tinggi. (Mc Williams 1986).
2. IMT (Indeks Massa Tubuh) Responden
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dapat dilihat bahwa 52 responden (34,7%) memiliki IMT <
18,5 cm atau > 25 cm dan 98 responden (65,3%) memiliki IMT 18,5 cm 25 cm.
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup lebih panjang. (Supariasa, 2001:60)
3. Lingkar Perut Responden
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dapat dilihat bahwa 70 responden (46,7%) memiliki lingkar
perut < 74,5 cm atau > 80 cm dan 80 responden (53,3%) memiliki lingkar perut
74,5 cm - 80 cm
Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling
populer kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran
lingkaran perut ini membedakan obesitas. Seseorang dengan obesitas memiliki
faktor resiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler, dan degeneratif
memiliki lingkaran perut yng lebih besar dari normal. Nilai normal untuk lingkar
perut bagi wanita Asia adalah 80 cm, sedangkan bagi pria Asia adalah 90 cm.
4. Lingkar Lengan Atas Responden
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dapat dilihat bahwa 49 responden (32,7%) memiliki lingkar
lengan atas < 23,5 cm atau > 25,7 cm dan 101 responden (67,3%) memiliki
lingkar lengan atas 23,5 cm 25,7 cm.
Lingkar Lengan Atas (LILA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, ambang batas LILA di Indonesia adalah 23,5 cm. Supriasa (2001).
5. Frekuensi Makan Responden
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dapat dilihat bahwa 34 responden (22,7%) memiliki
frekuensi makan < 3X/hari atau > 3X/hari dan 116 responden (77,3%) memiliki
frekuensi makan 3X/hari.
Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang
Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi di Desa Siaga apabila keluarga
tersebut dapat mengkonsumsi setiap hari lauk hewani dan buah (Direktorat Bina
Gizi Masyarakat 2007). Frekuensi makan yang baik adalah makan 3 X sehari.
6. Usia Menarche Responden
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dapat dilihat bahwa 33 responden (22%) mengalami
menarche pada usia < 10 tahun atau > 12 tahun dan 117 responden (78%)
mengalami menarche pada usia 10 tahun 12 tahun.
Menarche adalah yang pertama kali di alami oleh seseorang gadis dan merupakan
perubahan ciri-ciri seks sekunder pada masa pubertas (Desmita, 2007).
Menarche adalah haid pertama, saat periode menstruasi yang pertama terjadi
(Kamus Kedokteran, 2004). Menarche adalah hal yang wajar yang pasti di alami
oleh setiap wanita normal dan tidak perlu untuk di gelisahkan. Menarche rata-rata
terjadi pada umur 12,5 tahun yang berarti bahwa 2,5% dari remaja perempuan
dengan maturasi awal yang normal mulai mendapat dua tahun lebih awal dari
umur 12,5 tahun dan 2,5% remaja dengan maturasi lambat yang normal mulai
mendapat menstruasi sesudah umur rata-rata tersebut (Soetjiningsih, 2004).
B. Hasil Penelitian Bivariat
1. Karakteristik Responden
a. Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarche
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dari 58 responden dengan tingkat pendidikan orang tua
rendah terlihat bahwa 8 responden (13,8%) mengalami menarche pada usia <
10 tahun atau > 12 tahun dan 50 responden (86,2%) mengalami menarche
pada usia 10 tahun - 12 tahun. Sedangkan dari 92 responden dengan
pendidikan orang tua tinggi terlihat bahwa 25 responden (27,2%) mengalami
menarche pada usia < 10 tahun atau > 12 tahun dan 67 responden (72,8%)
mengalami menarche pada usia 10 tahun - 12 tahun.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,085 berarti P Value > 0,05
sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
pendidikan orang tua dengan usia menarche siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok.
Atmarita dan Fallah (2004) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap
informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-
hari khususnya dalam kesehatan dan gizi.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian ginarhayu (2002) yang
menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua
dengan usia menarche (P value > 0,05).
b. Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarche
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dari 58 responden dengan penghasilan orang tua < 2
Juta per bulan terlihat bahwa 7 responden (12,1%) mengalami menarche pada
usia < 10 tahun atau > 12 tahun dan 51 responden (87,9%) mengalami
menarche pada usia 10 tahun - 12 tahun. Sedangkan dari 92 responden dengan
penghasilan orang tua > 2 Juta per bulan bahwa 26 responden (28,3%)
mengalami menarche pada usia < 10 tahun atau > 12 tahun dan 66 responden
(71,7%) mengalami menarche pada usia 10 tahun - 12 tahun.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,033 berarti P Value < 0,05,
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara
penghasilan orang tua dengan usia menarche siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok.
Tinggi rendahnya pendapatan merupakan faktor utama yang menentukan daya
beli keluarga yang erat hubungan dengan makanan yang dikonsumsi keluarga
dan pemeliharaan kesehatan keluarga. Defisiensi zat gizi umumnya terjadi
pada kelompok dengan tingkat sosial ekonomi rendah (WHO 2001).
Pendapatan keluarga membatasi kemampuan keluarga untuk membeli dan
menyediakan bahan makanan sumber protein seperti daging, ikan, dan unggas.
(Mc Williams 1986).
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian ginarhayu (2002) yang
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua
dengan usia menarche (P value < 0,05).
2. IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan Usia Menarche
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dari 52 responden dengan IMT < 18,5 atau > 25 terlihat
bahwa 20 responden (38,5%) mengalami menarche pada usia < 10 tahun atau >
12 tahun dan 32 responden (61,5%) mengalami menarche pada usia 10 tahun - 12
tahun. Sedangkan dari 98 responden dengan IMT 18,5 25 terlihat bahwa 13
responden (13,3%) mengalami menarche pada usia < 10 tahun atau > 12 tahun
dan 85 responden (86,7%) mengalami menarche pada usia 10 tahun - 12 tahun.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,001 berarti P Value < 0,05,
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara berat badan
responden dengan usia menarche siswi kelas I SMP Pelitadua Pancoran Mas
Depok.
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup lebih panjang. (Supariasa, 2001:60)
1. Hubungan Lingkar Perut dengan Usia Menarche
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dari 70 responden dengan lingkar perut < 74,5 atau > 80
cm terlihat bahwa 6 responden (8,6%) mengalami menarche pada usia < 10 tahun
atau > 12 tahun dan 64 responden (91,4%) mengalami menarche pada usia 10
tahun - 12 tahun. Sedangkan dari 80 responden dengan lingkar perut 74,5 cm - 80
cm terlihat bahwa 27 responden (33,8%) mengalami menarche pada usia < 10
tahun atau > 12 tahun dan 53 responden (66,3%) mengalami menarche pada usia
10 tahun - 12 tahun.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,000 berarti P Value < 0,05,
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara lingkar
perut responden dengan usia menarche siswi kelas I SMP Pelitadua Pancoran Mas
Depok.
Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling
populer kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran
lingkaran perut ini membedakan obesitas. Seseorang dengan obesitas memiliki
faktor resiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler, dan degeneratif
memiliki lingkaran perut yng lebih besar dari normal. Nilai normal untuk lingkar
perut bagi wanita Asia adalah 74,5 cm 80 cm, Sedangkan hubungan antara
lingkar perut dengan usia terjadinya menarche dapat dijelaskan bahwa dengan
asupan nutrisi yang cukup atau berlebih maka akan terjadi penimbunan jumlah
kalori yang masuk ke tubuh melebihi jumlah kalori yang dikeluarkan oleh tubuh,
kelebihan kalori itulah yang akan tersimpan dalam tubuh dan menjadi timbunan
lemak yang tersebar dibagian-bagian tertentu sehingga lingkar perut juga akan
bertambah, penimbuna kalori yang cukup dalam tubuh inilah yang mempercepat
bekerjanya hormon-hormon reproduksi (FSH - LH, GnRH, Estrogen,
Progesteron) yang menyebabkan terjadinya menarche.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Meuthia Kesuma (2000) yang
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara lingkar perut dengan usia
menarche (P value < 0,05).
2. Hubungan Lingkar Lengan Atas dengan Usia Menarche
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dari 49 responden dengan lingkar lengan atas < 23,5 cm
atau > 25,7 cm terlihat bahwa 3 responden (6,1%) mengalami menarche pada
usia < 10 tahun atau > 12 tahun dan 46 responden (93,9%) mengalami menarche
pada usia 10 tahun - 12 tahun. Sedangkan dari 101 responden dengan lingkar
lengan atas 23,5 cm 25,7 cm terlihat bahwa 30 responden (29,7%) mengalami
menarche pada usia < 10 tahun atau > 12 tahun dan 71 responden (70,3%)
mengalami menarche pada usia 10 tahun - 12 tahun.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,002 berarti P Value < 0,05,
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara lingkar
lengan atas dengan usia menarche siswi kelas I SMP Pelitadua Pancoran Mas
Depok.
Lingkar Lengan Atas (LILA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, sehingga hubungan antara lingkar lengan atas dengan usia menarche dapat
dijelaskan bahwa remaja putri dengan status gizi baik akan memiliki lingkar
lengan 23,5 cm 25,7 cm, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja
putri dengan lingkar lengan 23,5 cm 25,7 cm lebih dimungkinkan telah
mengalami menarche dibandingkan dengan remaja putri dengan lingkar lengan <
23,5 cm atau > 25,7 cm.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Meuthia Kesuma (2000) yang
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara lingkar lengan atas dengan usia
menarche (P value < 0,05).
3. Hubungan Frekuensi Makan dengan Usia Menarche
Dari hasil penelitian terhadap 150 responden siswi kelas I SMP Pelitadua
Pancoran Mas Depok dari 34 responden dengan frekuensi makan < 3X/hari atau
> 3X/hari terlihat bahwa 2 responden (5,9%) mengalami menarche pada usia < 10
tahun atau > 12 tahun dan 32 responden (94,1%) mengalami menarche pada usia
10 tahun - 12 tahun. Sedangkan dari 116 responden dengan frekuensi makan
3X/hari terlihat bahwa 31 responden (26,7%) mengalami menarche pada usia < 10
tahun atau > 12 tahun dan 85 responden (73,3%) mengalami menarche pada usia
10 tahun - 12 tahun.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P Value = 0,019 berarti P Value < 0,05,
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi
makan dengan usia menarche siswi kelas I SMP Pelitadua Pancoran Mas Depok.
Seorang remaja putri dengan frekuensi makan 3 kali sehari, maka akan
mendapatkan asupan nutrisi yang cukup dibandingkan dengan remaja putri
dengan frekuensi makan < 3 kali sehari atau > 3 kali sehari, sehingga dengan
demikian dengan status gizi remaja putri dengan frekuensi makan 3 kali sehari
lebih cepat mengalami menarche dibandingkan dengan remaja putri dengan
frekuensi makan < 3 kali sehari atau > 3 kali sehari hal ini dikarenakan asupan
nutrisi yang diterima mempengaruhi hormon yang merangsang terjadinya
menarche lebih cepat.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Putri Gita Menur (2006) yang
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan usia
menarche (P value < 0,05).
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan berbagai keterbatasan penelitian.
Beberapa keterbatasan penelitian yang ada sebagai berikut :
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional sehingga
hubungan yang ditentukan dari variabel independen dan variabel dependen
bukanlah merupakan hubungan sebab akibat, karena penelitian dilakukan dalam
waktu bersamaan dan tanpa adanya follow up.
2. Kualitas Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran disertai wawancara dan
berpedoman pada kuesioner. Pengumpulan data dengan kuesioner mempunyai
dampak yang sangat subjektif sehingga kebenaran data tergantung dari kejujuran
responden. Ketidaktepatan jawaban dapat terjadi karena faktor pemahaman
responden yang kurang terhadap pernyataan-pernyatan yang disampaikan oleh
peneliti saat wawancara. Data yang terkumpul saat wawancara ditentukan oleh
kemampuan pengumpul data terutama kemampuan untuk menggali informasi.
Dalam pengambilan data, peneliti dibantu oleh beberapa orang guru. Untuk
mengeliminasi kelemahan dari metode ini, maka sebelum dilakukan pengumpulan
data, pengumpul data terlebih dahulu diberi arahan oleh peneliti. Setelah itu
dilakukan latihan tehnik wawancara dan melakukan simulasi antara sesama
pengumpul data.
3. Sampel
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas.
4. Instrument
Peneliti masih pemula sehingga pasti masih ada beberapa kekurangan dalam
penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai