Anda di halaman 1dari 37

1

PERSIAPAN
2.1 Mesin Interlace
2.1.1 Fungsi Mesin Interlace
Mesin interlace digunakan untuk membuat benang lebih kuat dengan cara
menginterlace atau mengikat benang dengan tekanan angin sehingga terbentuk
interlace pada benang. Hasil benang yang di proses di mesin interlace akan terlihat
seperti gambar 2.1



Gambar 2.1 Benang Hasil Interlace
2.1.2 Diagram Mesin Interlace







Gambar 2.2 Diagram Mesin Interlace
Gambar 2.2 menunjukan bagian-bagian mesin interlace dan alur benang
dari mulai bahan baku benang yang kemudian melalui yarn guide ke convensator,
benang dari konvensator akan melewati nozzle lalu di gulung di rolling menjadi
benang berinterlace.




interlace
Filamen
Convensator Nozzle
Yarn Guide
Bahan Baku
Rolling
2








Gambar 2.3 Mesin Interlace

2.1.3 Proses Pada Mesin Interlace

Tabel 2.1 Contoh Data Proses Mesin Interlace
No Mesin 5
Bahan Baku Indorama INOV 130-60 /A174/1AF
Lot 01
Poles Violet (x) Hijau (.)
Yarn Speed 400 m / min
Traverse Speed 46 Hz
Group Proses 4031 Gram
Waktu Doffing 11 jam 12 menit
Tekanan Angin 1,8 bar
Tanggal Doffing 12/2/2014
Group B-C


3

Tabel 1.1 menunjukan data proses interlace benang pada mesin interlace,
dan hasil proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda . settingan
pada mesin juga dapat dilihat pada table proses di atas seperti yarn speed dan
berat bahan baku yang menentukan lamanya proses atau waktu doffing pada
mesin interlace.
Tabel 2.2 Bahan Baku Dan Hasil Proses Mesin Interlace
Bahan Baku Hasil Proses
Indorama INOV 130-60 /A174/1AF LK BSI 130-60 / 01 / A
Indorama FINE 130-108 /48L LK BSF 130-108 / 04 / A

Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 1.2 di proses hingga menghasilkan
Benang hasil proses dengan jumlah interlace yang diinginkan. Pada proses
interlace bahan baku harus harus berupa filamen dengan jumlah interlace sedikit
atau masuk pada klasiffikasi low interlace yaitu 10-20 interlace dalam satu meter
benang.
2.1.4 Standar Dan Kriteria Hasil Proses Mesin Interlace
Adapun kriteria hasil proses pada mesin interlace sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kriteria Hasil Proses Mesin Interlace
Kualitas
Grade
Interlace Berat Visual
Sesuai Sesuai Tidak ada 1A
Sesuai Tidak Sesuai Tidak ada 1AS
Sesuai Sesuai Ada 2A
Sesuai Tidak Sesuai Ada B
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Ada Reject / Rewind

4

Kriteria kualitas dinilai berdasarkan beberapa factor diantaranya jumlah
dan hasil interlace pada benang, berat hasil proses bahan baku pada mesin
interlace, dan permasalahan visual pada hasil proses mesin interlace. untuk
kualitas interlace dinilai berdasarkan jumlah interlace yang sesuai per meternya
dan hasil interlace pada benang tidak pecah, berat hasil proses interlace dinilai
berdasarkan kesesuaian berat yang diinginkan, ketidak sesuaian berat biasanya
diakibatkan oleh terjadinya benang putus saat proses, sedangkan permasalahaan
yang dinilai secara visual seperti hasil proses gulungan pada mesin interlace
crossing, berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rata, dan gulungan
luber.
2.1.5 Permasalahan dan Solusi pada Mesin Interlace
Permasalahan pada mesin interlace dibagi menjadi dua yaitu masalah pada
strandar teknis dan masalah pada performa secara visual. Permasalah pada standar
teknis diantaranya adalah, Hardness tidak sesuai dengan standar, berat hasil proses
mesin interlace tidak seuai dengan standar yang di tetapkan, jumlah interlace
setiap meter-nya pada benang hasil proses mesin interlace tidak sesuai dengan
yang di tetapkan. Permasalah pada performa adalah kesalahan standard an kriteria
yang telah di jelaskan pada point 2.1.4.
Perrmasalahan di atas dapat di akibatkan oleh kesalahan pada saat
melakukan setting mesin interlace atau dikarenakan berkuranganya performa
mesin dan kurangnya perhatian operator terhadap ketidaknormalan mesin.






5

2.1.6 Produksi Mesin Interlace
//
=
60 24
9.000.000


Contoh kasus produksi pada mesin interlace :

Tabel 1.3 Setting Dan Spesifikasi Proses Mesin Interlace
Bahan Baku Indorama INOV 130-60 /A174/1AF
Yarn Speed 500 meter/menit
Effisiensi 85%
Jumlah spindle setiap mesin 160 spindle

Maka produksi mesin interlace perKG permesin dalam satu hari adalah
=
500 130 60 24 0.85 160
9.000.000

// = 1414,4
2.2 Mesin Mach Crimper
2.2.1 Fungsi Mesin Mach Crimper
Fungsi dari mesin mach crimper adalah memberikan texture pada benang
selain itu mach crimper dapat difungsikan untuk memberikan interlace.







6

2.2.2 Diagram Mesin Mach Crimper











Gambar 2.4 Diagram Mesin Mach Crimper
Gambar diatas menunjukan proses pemberian texture pada benang dengan
cara benang di lewatkan melalui yarn guide menuju ke heater 1, benang di berikan
tention yang lebih besar dengan cara memberikan kecepatan lebih kepada feed roll
2 dibandingkan dengan kecepatan feed roll 1, benang dari heater 1 dilewatkan ke
disc agar benang menjadi mengembang, setelah itu benang diberikan tekanan
angin pada nozel sehingga terjadi ikatan-ikatan pada benang yang biasa kita sebut
dengan rottoset, benang yang telah di-rottoset akan melewati heater 2 dimana
heater 2 akan membuat benang menjadi lebih bulky dengan perbandingan feed
roll 3 lebih kecil daripada feed roll 2, sesudah melewati feed roll 3 benang akan
melewati oiling roll yang berfungsi memberikan kekuatan pada benang agar tidak
mudah rapuh pada jangka waktu panjang, setelah itu winding roll akan
menggulung benang menjadi bentuk bobbin.




Heater 1
Bahan baku
Feed Roll 1
Disc
Feed Roll 2
Nozel
Heater 2
Feed Roll 3
Oiling Roll
Winding Roll
7








Gambar 25 Mesin Mach Crimper

2.2.3 Proses Pada Mesin Mach Crimper
Tabel 2.4 contoh Data Proses Mesin Mach Crimper
No Mesin 3
Bahan Baku SKKI 130-72
Lot Bahan Baku A761
Hasil Proses LK LSI 130-72
Lot Hasil Proses 03
Poles BIRU+KUNING+KUNING ()
Yarn Speed 600
Tekanan Nozel 3 Bar
Heater 1 0 C
Heater 2 185 C
Doffing Time 10 jam
Berat hasil 5,25 KG

Tabel 2.4 menunjukan data proses interlace benang pada mesin mach
crimper, dan hasil proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda.
8

settingan pada mesin juga dapat dilihat pada table proses di atas seperti yarn speed
dan berat bahan baku yang menentukan lamanya proses atau waktu doffing pada
mesin mach crimper.

Tabel 2.5 Bahan Baku Dan Hasil Proses Mesin Mach Crimper
Bahan Baku Hasil Proses
Indorama INOV 130-60 /A174/1AF LK LSI 130-60 / 03 / A
Indorama FINE 205-108 /48L LK LSF 130-108 / 02 / A
RECRON POY 120-72 LOT P 37142 LK DTY 75-72 LOT M 00

Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 2.5 di proses hingga menghasilkan
Benang dengan texture yang di inginkan.
2.2.4 Standar dan Kriteria Hasil Proses Mesin Mach Crimper
Standar yang digunakan pada proses baik bahan baku ataupun spesifikasi
mesin diantaranya adalah:
Apabilsa kualitas benang secara visual bagus dan kualitas Mach Crimper
sesuai dengan spesifikasi dan berat yang di tentukan maka hasil proses mesin
Mach Crimper masuk ke kriteria GRADE 1A
Apabila kualitas benang secara visual bagus dan kualitas Mach Crimper
sesuai dengan spesifikasi tetapi berat tidak seusai maka hasil proses mesin Mach
Crimper masuk ke kriteria GRADE 1AS
Apabila kualitas benang secara visual bermasalah seperti crossing,
berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rata, dan gulungan luber tetapi
kualitas Mach Crimpernya sesuai dengan spesifikasi dan memiliki berat sesuai
spesifikasi maka hasil proses mesin Mach Crimper masuk ke kriteria GRADE 2A
Apabila kualitas benang secara visual bermasalah seperti crossing,
berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rata, dan gulungan luber dan
9

kualitas Mach crimpernya tidak seusai dengan spesifikasi dan memiliki berat tidak
sesuai spesifikasi maka hasil proses mesin Mach Crimper masuk ke kriteria
GRADE B
2.2.5 Permasalahan dan Solusi pada Mesin Mach Crimper
Permasalahan pada mesin mach crimper dibagi menjadi dua yaitu masalah
pada strandar teknis dan masalah pada performa secara visual. Permasalah pada
standar teknis diantaranya adalah, Hardness tidak sesuai dengan standar, berat
hasil proses mesin interlace tidak seuai dengan standar yang di tetapkan,
Permasalah pada performa mesin mach crimper adalah kesalah standard dan
kriteria yang telah di jelaskan pada point 2.2.4.
Perrmasalahan tersebut dapat di akibatkan oleh kesalahan pada saat
melakukan setting mesin interlace atau dikarenakan berkuranganya performa
mesin dan kurangnya perhatian operator terhadap kinerja mesin.
2.2.6 Produksi Mesin Mach Crimper
//
=
60 24
9.000.000

Contoh kasus produksi pada mesin interlace :
Mesin interlace dengan spesifikasi proses berikut :

Tabel 2.6 Contoh Data Proses Mesin Mach Crimper
Bahan Baku RECRON POY 120-72 LOT P 37142
Yarn Speed 602 meter/menit
Effisiensi 85%
Jumlah spindle setiap mesin 216 spindle


10

Maka produksi mesin mach crimper satu mesin dalam Kg selama satu hari adalah
=
602 120 60 24 0.85 216
9.000.000

// = 2122.12

2.3 Mesin Pirn Winder
2.3.1 Fungsi Mesin Pirn Winder
Fusi mesin pirn winder adalah menggulung benang dari bahan baku
menjadi bentuk pirn dengan panjang dan berat yang di butuhkan oleh mesin Two
for One

2.3.2 Diagram Mesin Pirn Winder










Gambar 2.6 Diagram Mesin Pirn Winder
Benang dari bahan baku akan melewati beberapa yarn guide terlebih
dahulu sebelum masuk melewati konvensator yang memilik bandul, setelah itu
benang akan di gulung kedalam bentuk pirn oleh winding roll dengan adanya
bantuan dari travers maka bentuk gulungan akan berupa pirn dan sesuai dengan
spesifikasi yang dibutuhkan mesin two for one.

Yarn Guide
Bahan Baku
Konvensator
Bandul
Pirn
11


2.3.3 Proses Pada Mesin Pirn Winder
Tabel 2.7 Contoh Data Proses Mesin Mach Pirn Winder
No Mesin 5
Bahan Baku LK LSI
Lot Proses 140216 3701
Hasil Proses LK BSI 130-72
Lot Hasil Proses 11
Poles Hijau (.)
Yarn Speed 500
Doffing Time 1 jam 48 menit
Berat hasil 800 gram

Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin Pirn Winder, dan
hasil proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda
Tabel 2.8 Contoh Data Bahan Baku Mesin Pirn Winder
FINE 80/48 KG
GRADE : 1A LOT NO : A213
UNIT : 64 NET WT : 416 KG
Berat Satuan : 6,5KG

BSI 130-60
GRADE : 1A LOT NO : 01
UNIT : 76 NET WT : 304 KG
Berat Satuan : 4KG


12


LK DTY 150-48
GRADE : 1A LOT NO : M05
UNIT : 64 NET WT : 384 KG
Berat Satuan : 6KG

Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 2.2 di proses hingga menghasilkan
Benang dengan texture yang di inginkan.

2.3.4 Standar dan Kriteria Hasil Proses Mesin Pirn Winder
a) Tension penggulungan rata-rata : 0.1-0.125 gr/de
b) Hardness rata-rata : 70-85(derajat kekerasan)
c) Hasil produksi tidak boleh cacat (brondol,benjol,kotor,dll)
Pada mesin pirn winder ini hanya ada dua grade yaitu : grade A dan
underweight, apabila hasil dari produksi pirn winder memenuhi kriteria diatas
maka termasuk grade A.

2.3.5 Permasalahan dan Solusi pada Mesin Pirn Winder
Permasalahan pada mesin Pirn Winder dibagi menjadi dua yaitu masalah
pada strandar teknis dan masalah pada performa secara visual. Permasalah pada
standar teknis diantaranya adalah, Hardness tidak sesuai dengan standar, berat
hasil proses mesin pirn winder tidak seuai dengan standar yang di tetapkan.
Perrmasalahan di atas dapat di akibatkan oleh kesalahan pada saat
melakukan setting mesin pirn winder atau dikarenakan berkuranganya performa
mesin
Solusi dari permasalahan diatas adalah dengan mensetting mesin pirn
winder sesuai dengan instruksi kerja dan meningkatkan perawatan mesin pirn
winder secara berkala dan mengganti bagian mesin pirn winder apabila terdapat
kerusakan pada bagian mesin tersebut.
13



2.3.6 Produksi Mesin Pirn Winder

//
=
60 24
9.000.000


Contoh kasus produksi pada mesin Pirn Winder :
Mesin interlace dengan spesifikasi proses berikut :

Tabel 2.9 Contoh Data Proses Mesin Pirn Winder
Bahan Baku LK DTY 75-72 M 03
Yarn Speed 500 meter/menit
Effisiensi 85%
Jumlah spindle setiap mesin 256 spindle

Maka produksi mesin pirn winder satu mesin dalam Kg selama satu hari adalah
=
500 75 60 24 0.85 256
9.000.000

// = 1305.6

2.4 Mesin Two For One
2.4.1 Fungsi Mesin Two For One
Memberikan twist atau puntiran sesuai karakter kain yang akan di buat agar
membuat benang menjadi lebih kuat.

14



2.4.2 Diagram Mesin Two For One (TFO)









Gambar 2.7 Diagram Mesin Two For One
Benang dari pirn winder ke dilanjutkan ke proses TFO, pada proses TFO
benang melewati washer, kemudian masuk kedalam pirn dan melewati ball
tension, di ball tension benang diatur tension guna mengatur sudut pada delay
angle, kemudian benang keluar dari mata itik dan akan mengalami proses twist,
kemudian melewewati yarn guide, Lalu benang menuju rolling guide antara yarn
guide dan rolling guide terdapat ballooning tension yang harus sesuai dengan
standar untuk mengatur hardness pada gulungan begitu juga takeup tension yang
terdapat diantara penarikan dari rolling guide ke winding roll.




Ring Tension
Take Up Tension
Balloning Tension
Rolling Guide
Bahan Baku
Pirn
Winding
Ball Tension
15








Gambar 2.8 Mesin Two For One

2.4.3 Proses Pada Two For One

Tabel 2.10 Contoh Data Proses Mesin Two For One
No Mesin 28
Bahan Baku LSI 130-72
Lot Proses 140316.2402
Hasil Proses LSI 130-72
Lot Hasil Proses 140316.2402/129
Rpm 10000
Tpm 1500
Yarn Speed 13,33 m/min
Group A-G

Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin Two For One, dan
setting pada mesin untuk m enghasilkan twist pada benang sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan.
16

Tabel 2.11 Contoh Bahan Baku Mesin Two For One
SILKRA 60-36/98213
T/M: 2250 S/Z LOT NO : A213
B.GUIDE: NET WT : 416 KG
Berat Satuan

BSI 130-60
GRADE : 1A LOT NO : 01
UNIT : 76 NET WT : 304 KG
Berat Satuan : 4KG


LK DTY 150-48
GRADE : 1A LOT NO : M05
UNIT : 64 NET WT : 384 KG
Berat Satuan : 6KG

Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 2.2 di proses hingga menghasilkan
Benang sesuai spesifikasi TFO.
2.4.4 Standar Kriteria Hasil TFO
Standar yang digunakan pada mesin TFO
1. Take Up tension adalah 0,1 gr/d ~ 0,125 gr/d
2. Balloning Tension berkisar 0,3 gr/d ~ 0,4 gr/d
3. Hardness berkisar 65
o
~ 75
o




17

Kriteria kualitas dari hasil TFO yang berdasarkan yaitu:
1. Hardness harus sesuai standar
2. Secara visual tidak cacat
3. Gulungan penuh sesuai package dari PW
4. Tidak ada putus dalam satu gulungan hasil TFO

2.4.5 Permasalah dan Solusi
Adapun permasalahan yang terjadi yaitu pengaturan pada stell ball yang
mengatur delay angle dan mengakibatkan pada jumblah twist, apabila terlalu
banyak twist, maka benang aka mudah merintil.

Adapun solusi dari permasalahan diatas maka dilakukannya tes pada setiap
jenis benang, dan jumlah stell ball yang dipakai, maka akan di dapat delay angle
yang pas sesuai dengan standar
2.4.6 Produksi Mesin TFO

//
=
60 24
9.000.000

=
2


Pada Produksi TFO diperhatikan twist contraction (TC)
Yang mempengaruhi dan panjanh
Untuk berat menjadi
= (1 +)
Untuk panjang menjadi
= (1 )


18

Contoh kasus produksi pada mesin TFO :
Mesin TFO dengan spesifikasi proses berikut :
Tabel 2.9 Contoh Data Proses Mesin TFO
Denir Benang 75
Rpm 10000
Tpm 1500
TC 6,5 %
Jumlah Spindle 256
Effisiensi 85 %

Maka produksi mesin Two For One dalam Kg selama satu hari adalah
=
10000 2
1500


= 13,33
= (1 + 0,065)
= 75 1,065
= 79,8
=
13,33 79,8 60 24 0.85 256
9.000.000

// = 37

2.5 Mesin Vacuum Heat Setting (VHS)
2.5.1 Fungsi Mesin VHS
VHS berfungsi untuk menstabilkan twist yang telah di proses pada TFO,
agar twist tidak kembali membuka.



19

2.5.2 Prinsip Kerja VHS
Adapun prinsip kerja dari VHS yaitu diawali merubah suhu dalam ruang
VHS menjadi suhu khamar, kemudian proses vakum dan pemberian uap panas
dengan suhu, tekanan, dan waktu tertentu.
Dari grafik dapat di lihat, proses pertama yaitu vacuum, dan kemudiatan
suhu di naikan pada titik tertentu, kemudian suhu akan stabil dalam waktu
tertentu, dan kemudian proses selesai, suhu akan turun secara stabil.









Gambar 2.9 Mesin VHS
Untuk menghitung produksi VHS dingunakan rumus berikut:
=

2.6 Mesin SW (Sectional Warper)
2.6.1 Fungsi Sectional Warper
Mesin Sectional Warper berfungsi untuk menghasilkan beam tenun
dengan cara menggulung benang hasil proses VHS per section sesuai dengan
banyak helai pada corak
20


2.6.2 Diagram mesin Sectional Warper

Gambar 2.10 Proses Sectional Warper

Proses pertama yatu memasang silinder pada crell dengan jumlah tertentu,
benang akan melewati mata itik atau guide board, kemudian melalui sisir supaya
benang pada tambur rata. Benang akan dipisah per section di tambur sesuai
dengan kebutuhan helai lusi, apabila telah selesai pembagian section di tambur,
maka proses selanjutnya yaitu memindahkan ke beam tenun.








Tambur
Dividing Roll
Silinder
Guide Board
Sisir Hani
Counter Roll
Beam Lusi
21


2.6.3 Kartu proses

Tabel 2.2 contoh Data Proses Mesin Sectional Warper

Corak BSI 19918 58
Jenis benang LK BSI 130-60 / 01
TPM 1500 s/z
Jumlah Lusi 8580
Jumlah band 11
Lusi Creel 780
Panjang 3690
Yarn Speed 160
Effisiensi 50%
Start Time 16:00
Finish Time 17:32

Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin Pirn Winder, dan
hasil proses lansung menuju proses selanjutnya
Tabel 2.2 Bahan Baku Dan Hasil Proses Mesin Mach Crimper
Bahan Baku Hasil Proses
LK BSI 130-60 /01 LK BSI 130-60 /01
IVI fine 80-48 t/m 1908 s/z lot 213 IVI fine 80-48 t/m 1908 s/z lot 213
Silkra 60-36 t/m 2250 s/z lot 98563 Silkra 60-36 t/m 2250 s/z lot 98563

Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 2.2 di proses hingga menghasilkan
Benang denga texture yang di inginkan.

22

2.6.4 Standar dan Kriteria Hasil Proses Sectional Warper
Standar dan kriteria hasil proses sectional warper dapat dipengaruhi oleh
tension pada penggulungan creel ke beam pada tambur, yang kemudian akan
mempengaruhi hardness pada hasil gulungan lusi di tambur. Aspek lain yang
dapat di perhatikan adalah hasil visual penggulungan benang seperi
menumpuknya gulungan lusi pada salah satu section di tambur dari hasil proses
sectional warper adapun lusi putus yang lolos tergulung di tambur harus di tandai
dengan kertas agar bagian weaving mewaspadai adanya lusi yang lolos. Tetapi
semua hal di atas akan tetap masuk kriteria grade A

2.6.5 Permasalah dan solusi

Adapun permasalahan yang terjadi yaitu adanya kesalahan dinir, lusi
putus, lusi lolos, lusi berbulu, dan ketidaksesuaian hardness di beam.
Untuk kesalahan dinir, lusi lolos dapat diakibatkan oleh kurang perhatian
operator terhadap ketidak normalan kinerja mesin
Sedangkan untuk lusi putus, lusi berbulu dan hardness pada beam dapat di
pengaruhi oleh kesalahan setting ataupun kinerja bagian mesin yang sudah
tidak optimal dan mengakibatkan keabnormalan.

2.6.6 Produksi Mesin Sectional Warper

=



=
9000


=



//
23

=

9.000.000


Contoh kasus produksi pada mesin Pirn Winder :
Mesin interlace dengan spesifikasi proses berikut :
Bahan Baku LK BSI 130-60 / 01
Yarn Speed 180 meter/menit
Effisiensi 85%
Bahan Baku 800 gram
Jumlah helai 8580





Maka produksi mesin interlace perKG permesin dalam satu hari adalah
=
8580
780

= 11
=
800 9000
130

= 55384,6
=
55384,6
11

= 5034,96
//
=
8580 130 5034,96
9.000.000

= 623,99 /
24


2.7 Mesin Beaming
2.7.1 Fungsi
Berfugsi untuk menggabungkan atau merangkap beberapa beam direct
warper atau beam sizing menjadi satu atau beberapa beam tenun sesuai dengan
konstrusi yang diinginkan
2.7.2 Diagram Mesin Beaming








Benang dari hasil gulungan dari DW kemudian di letakan ke beam stand
sebanyak jumlah helai yang dibutuhkan pada proses weaving, sebelum dilakukan
penarikan ke beam tenun terlebih dahulu dilakukan pengecekan berat di beam
stand no 3. Dan prebeam yang lainnnya menyesuaikan dengan beam no3 dengan
berat acuan 3000gram, dari gulungan di beam stand benang di tarik melewati sisir
zig-zag agar tidak terjadi penumpkan, dengan pengaturan sisir sesuai dengan
panjang beam tenun, kemudian benang melewati roll guide agar tension tetap
sesuai standar dan benang menjadi gulungan beam tenun.
2.7.3 Proses Pada Mesin Beaming
Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin Pirn Winder, dan
hasil proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda.
Beam Stand
Sisir Zig Zag
Roll
Roll Guide
Beam Tenun
25

Tabel 2.9 Bahan Baku beaming
Corak BSF 60933 58
No Beam 03
Jenis Benang LK BSF 130-108
No Lot 00
Tpm/Twist 00
Jumlah Benang 1080 Helai
Panjang benang 7130 Yard
Jumlah Pre Beam 7
Tanggal Produksi 22-02-2014

Tabel diatas menunjukan data bahan baku untuk proses beaming yang akan
menghasilkan 7560 helai benang dalam bentuk beam tenun
2.7.4 Standar dan Kriteria Hasil Proses Mesin Beaming
Standar dan kriteria hasil proses sectional warper dapat dipengaruhi oleh
tension pada penggulungan creel ke beam pada tambur, yang kemudian akan
mempengaruhi hardness pada hasil gulungan lusi di tambur. Aspek lain yang
dapat di perhatikan adalah hasil visual penggulungan benang seperi
menumpuknya gulungan lusi pada salah satu section di tambur dari hasil proses
sectional warper adapun lusi putus yang lolos tergulung di tambur harus di tandai
dengan kertas agar bagian weaving mewaspadai adanya lusi yang lolos. Tetapi
semua hal di atas akan tetap masuk kriteria grade A
2.7.5 Permasalahan dan Solusi pada Mesin Beaming
Permasalahan pada mesin beaming pada umumnya terjadi lusi lolos
dikarnakan kurangnya kontrol operator saat pengoperasian mesin beaming,
Hardness tidak sesuai dengan standar, tidak sesuainya tension dengan standar
yang ada dikarnakan perbedaan berat timbangan pada beam stand.
Pemberian tanda kertas merah pada gulungan beam tenun apabila terjadi
lusi lolos, sedangkan apabila terjadi kesalahan setting pada hardness dan tension
yang tidak sesuai dengan standar dilakukan penyetingan ulang.
26


2.7.6 Produksi Mesin Beaming




= 60 24


2.8 Mesin Jumbo Winder
2.8.1 Fungsi Jumbo Winder
Memindahkan benang pada cylinder menjadi bentuk Jumbo.
2.8.2 Diagram Mesin Jumbo Winder







Gambar 2.20 Diagram Mesin Jumbo Winder
Benang dari bahan baku yang berbentuk cylinder melewati beberapa yarn
guide lalu melewati konvensator yang berfungsi memberikan tention pada benang,
pada konvensator terdapat bandul yang menjadi inti pada pemberian tention pada
cylinder
Jumbo
Traverse Speed
Bandul
Yarn Guide
Konvensator
27

saat benang melewati konvensator, setelah itu benang akan di gulung kedalam
bentuk Bobbin Jumbo.
Bagaian bagian dari mesin jumbo winder adalah:
1. Bahan baku berupa benang hasil proses VHS yang masuk kriteria
pakan
2. Yarn guide berfungsi sebagai pengatar benang dari bahan baku hingga
di gulung pada rolling dan menjaga kestabilan tension pada benang.
3. Konvensator dan bandul berfungsi megatur tension pada benang yang
di proses di mesin pirn winder, berat bandul di sesuaikan dengan jenis
benang yang sedang di proses
4. Winding roll dan travers berfungsi untuk menggulung benang dari
bahan baku menjadi benang hasil proses mesin jumbo winder














Gambar 2.21 Mesin Jumbo Winder

2.8.3 Proses Pada Jumbo Winder

Tabel 2.10 Bahan Baku Jumbo Winder
28

Jenis Benang Fine 80-48
TPM 1908
Poles (Twist S) Hijau (SF)
Poles (Twist Z) Coklat (ZF)

2.8.4 Standar dan Kriteria Hasil Proses Mesin Pirn Winder
Bentuk gulungan rata dan sesuai dengan standar, hardness pada hasil
proses sesuai dengan standar yang ditetapkan, secara visual tidak bermasalah.
2.8.5 Permasalahan dan Solusi pada Mesin Jumbo Winder
Benang yang putus di sambung sembarangan tidak dengan sambungan
hatamatsubi akan mengakibatkan benang sulit di proses di proses weaving, terjadi
kesalahan setting konvensator berpengaruh pada tension benang dan hardness
hasil proses penggulungan yang mengakibatkan hasil gulungan bermasalah secara
visual.
2.8.6 Produksi Mesin Jumbo Winder
//
=
60 24
9.000.000

Contoh kasus produksi pada mesin jumbo Winder :
Mesin jumbo winder dengan spesifikasi proses berikut :






Tabel 2.11 Contoh Data Proses Mesin Jumbo Winder
Bahan Baku LK DTY 75-72 M 03
Yarn Speed 500 meter/menit
29

Effisiensi 85%
Jumlah spindle setiap mesin 24 spindle

Maka produksi mesin pirn winder satu mesin dalam Kg selama satu hari adalah
=
500 75 60 24 0.85 24
9.000.000

// = 122,4

2.9 Mesin Sizing

2.8.1 Fungsi Mesin Sizing

Fungsi mesin sizing adalah untuk menguatkan benang dan menidurkan
bulu benang dengan memberikan obat kanji.






Gambar 2.xxx Diagram Mesin Mesin Sizing
Benang lusi dari beam melewati immersion roll agar benang terkena obat
kanji kemudian benang melewati squizing roll agar obat kanji meresap ke dalam
serat benang dengan cara menekan benang. Setelah itu benang akan melewati
chamber 1 dengan suhu yang lebih tinggi dari chamber 2, agar obat kanji yang
telah meresap di benang menjadi kering. Split roll berfungsi untuk memisahkan
Roll Guide
Size Box
Chamber 1
Chamber 2
Silinder Dryer
Immersion Roll
Coller
Sisir
Split Roll
Sequizing Roll
30

benang agar tidak lengket satu dengan yang lainya. Slinder dryer untuk
mengeringkan benang dengan suhu yang lebih rendah dari chamber 1&2. Coller
berfungsi untuk mendinginkan benang agar benang stabil.
2.8.2 Proses Pada Mesin Sizing

Tabel 1.1 Contoh Data Proses Mesin Interlace
LK Kartu Beam Tenun
No Set 02-038
Corak 58-24042
No. Beam Y 304 C
Jenis Benang LSF 205-108
No. Lot 02
TPM S/1001
Jumlah Benang 8050 (helai)
Panjang Benang 2734,03 (yard)
Tanggal Produksi 13/2/2014
Nama Operator Agus
Group A

Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin Sizing, dan hasil
proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda . Waktu doffing dan
waktu start juga dapat di lihat pada tabel di atas sehingga memudahkan
pemasukan data dan pencatatan riwayat proses pada mesin.
Proses hingga menghasilkan Benang dengan jumlah yang diinginkan. Pada
proses sizing benang hasil dari direct warper yang dimana benang itu non twist.
2.8.3 Standar dan kriteria hasil proses mesin Sizing
Standar yang digunakan pada proses baik bahan baku ataupun spesifikasi
mesin diantaranya adalah:
31

Apabilsa kualitas benang secara visual bagus dan kualitas interlace sesuai
dengan spesifikasi dan berat yang di tentukan maka hasil proses mesin interlace
masuk ke kriteria GRADE 1A
Apabilakualitas benang secara visual bagus dan kualitas interlace sesuai
dengan spesifikasi tetapi berat tidak seusai maka hasil proses mesin interlace
masuk ke kriteria GRADE 1AS
Apabila kualitas benang secara visual bermasalah seperti crossing,
berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rata, dan gulungan luber tetapi
kualitas interlacenya sesuai dengan spesifikasi dan memiliki berat sesuai
spesifikasi maka hasil proses mesin interlace masuk ke kriteria GRADE 2A
Apabila kualitas benang secara visual bermasalah seperti crossing,
berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rata, dan gulungan luber dan
kualitas interlacenya tidak seusai dengan spesifikasi dan memiliki berat tidak
sesuai spesifikasi maka hasil proses mesin interlace masuk ke kriteria GRADE B
2.8.4 Permasalahan dan Solusi pada Mesin sizing
Permasalahan pada mesin sizing dibagi menjadi dua yaitu masalah pada
strandar teknis dan masalah pada performa secara visual. Permasalah pada standar
teknis diantaranya adalah, mesin sering tidak beroperasi.
Perrmasalahan di atas dapat di akibatkan oleh kesalahan pada saat
melakukan setting mesin interlace atau dikarenakan berkuranganya performa
mesin.

2.8.5 Produksi Mesin Sizing
//
=
60 24
9.000.000

32

Contoh kasus produksi pada mesin interlace :
Tabel 1.1 Contoh Data Proses Mesin Interlace
LK Kartu Beam Tenun
No Set 02-038
Corak 58-24042
No. Beam Y 304 C
Jenis Benang LSF 205-108
No. Lot 02
TPM S/1001
Jumlah Benang 8050 (helai)
Panjang Benang 2734,03 (yard)
Tanggal Produksi 13/2/2014
Nama Operator Agus
Group A

Mesin interlace dengan spesifikasi proses berikut :

Maka produksi mesin interlace perKG permesin dalam satu hari adalah
=
500 130 60 24 0.85 160
9.000.000

// = 1414,4
PROSES PEMBERIAN OBAT KANJI
1. Proses pembuatan obat sizing
1 1 = 2 2
K1= konsentrasi kanji yang diharapkan
V1= volume kanji yang mau dibuat
K2= konsentrasi obat kanji
V2= volume obat yang harus disediakan
33

2. Proses pengentalan larutan kanji
V1 x K1 + V2 x K2 = K3 (V1 + V2)
V1 = volume larutan yang harus ada
V2 = volume
K1 = kosentrasi
K2 = kosentrasi
K3 = kosentrasi
3. Rumus pengenceran
3 =
1. 1
2
1
K1=konsentrasi larutan yang harus ada
V1=volume yang harus ada
K2= konsentrasi larutan yang diinginkan
V3= volume air yang harus ditambahkan
Contoh soal
1. Mau dibuat 1000 liter, larutan kanji dengan kosentrasi 7% apabila
Marzofol 20%, berapa marzofol yang digunakan dan berapa liter air?

=
7
100
x 1000 x
100
20


= 350 liter (bahan kanji)
Air = V1-V2
=1000 350
= 650 liter
V1 x K1 = V2 x K2
34

350 x 7 = V2 x 20
V2 =
350 7
20

= 122,5
Ada sisa 850 liter marzofol dengan kosentrasi 13%, mau dibuat campuran
Marzofol dengan kosentrasi 14%,. Bilamana obat marzofol asli solid 22%,
berapa liter obat marzofol yang harus ditambahkan?

2.10 Mesin Direct Warper
2.10.1 Fungsi Mesin Direct Warper
Mesin Direct Warper berfungsi untuk menyusun atau menjajarkan
beberapa benang dari bentuk bobbin atau cylinder TFO ke dalam bentuk beam-
beam direct warper sedangkan tujuannya adalah sebagai persiapan atau bahan
baku proses dimesin beaming. Pada umumnya benang lusi yang diproses di mesin
direct warper adalah benang twist dengan arah twist yang sama, hal ini dilakukan
karena apabila benang yang diproses twistnya berbeda





Fungsi dari mesin weaving adalah memproses penyilangan benang lusi dan
pakan menjadi kain grey.


Creel frame
Cylinder
Droffer
Roll Guide
Sensor
Oiling Roll
Sisir Zig-zag Measuring Roll
Beam Direct
35

2.11Mesin Weaving
2.11.1 Fungsi Weaving
Fungsi dari mesin weaving adalah memproses penyilangan benang lusi
dan pakan menjadi kain grey.
2.11.2 Diagram Mesin Weaving

Gambar 2.25 Diagram Mesin Weaving
Pada proses pertama, yaitu proses bukaan mulut lusi, kemudian pakan di
tembakan dari nozel di bukaan mult lusi menggunakan perantara, baik itu
menggunakan air, udara, ataupun itu rapier, proses selanjutnya yaitu beating, atau
proses pemadatan pakan oleh sisir, selanjutnya proses take up dan let off yaitu
penarikan dan penguluran benang lusi





Gambar 2.26 Diagram Mesin Weaving
Sheding
Beating
Picking
Take UP
Let Off
Beam
36

2.11.3 Proses Pada Weaving

Tabel 2.15 Contoh Data Proses Mesin Weaving
Corak Fin 32976-68
Nomor Beam Lju 056D
Jenis Benang IVI Fine 50-48
Nomor Lot 04
Tpm/Twist 2500 s/z
Jumlah Benang 8648 Helai
Panjang Benang 3850 Yard
Tanggal Produksi 18-02-2014


2.11.4 Standar dan Kriteria Hasil Proses Mesin Weaving
Untuk standar dan kriteria hasil proses mesin weaving di tentukan dengan
sistem poin pada bagian inspecting grey dimana kriteria grade ditentukan oleh
poin dari qualitas hasil proses weaving.
Proses inspecting membagi grade dengan poin sebagai berikut :

Tabel 2.16 Poin Klasifikasi Grade
Grade Poin
A 0-0,15
B 0,16-0,29
C 0,3-0,6
X >0,6
Sedangkan poin / yard di dapat berdasarkan kualitas proses weaving
adapun beberapa hal yang mempengaruhi pengurangan kualitas adalah sebagai
berikut:


37

Tabel 2.17 Contoh Poin Kesalahan
Jenis Permasalahan pada kain Poin/yard
Pakan Kosong 6
Pakan Double 6
Pakan putus 6
Snarling 6
KPTR 12
Lusi Putus 6

2.11.5 Produksi Mesin Weaving
//
=
40


Contoh kasus produksi pada mesin weaving :
Tabel 1.18 Contoh Data Proses Mesin Weaving
Corak Fin 32976-68
Nomor Beam Lju 056D
Jenis Benang IVI Fine 50-48
Rpm 500
Mesin Dobby
Pick 85

Mesin weaving dengan spesifikasi proses berikut :
//
=
40


=
500 40
85
= 235,29 //

Anda mungkin juga menyukai