Anda di halaman 1dari 9

Fakultas

Ilmu dan Teknologi Kebumian





Program Studi Meteorologi















2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL
Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada
Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan
program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah
diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan
penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi
Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat
diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin
dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon
diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan
kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan
versi publikasi akhir.
1. Institut Teknologi Bandung
2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
STUDI PENENTUAN MOMENT MAGNITUDE (M
wp
)
MENGGUNAKAN SINYAL GELOMBANG P BROADBAND


Mega Perdanawanti
1,2,
, Dr. Gunawan Ibrahim
1
, Dr. Tri Wahyu Hadi
1


ABSTRAK

Magnitudo merupakan salah satu parameter yang sering digunakan dalam pengambilan
keputusan peringatan dini tsunami karena semakin besar magnitudo gempa maka akan
semakin besar deformasi yang mungkin terjadi di dasar laut. BMKG sebagai lembaga
pemerintah di Indonesia yang bertanggung jawab mengeluarkan informasi parameter
gempa dan peringatan dini tsunami dalam sistemnya masih menggunakan skala
magnitudo gelombang badan (m
b
) yang diketahui akan mengalami saturasi pada gempa-
gempa besar, sehingga tidak cocok untuk penentuan magnitudo gempa-gempa besar.
Untuk itu, perlu adanya metode penentuan magnitudo yang lebih tepat dan cepat untuk
gempa-gempa besar berpotensi tsunami di Indonesia.

Pada studi ini, dilakukan penentuan moment magnitude menggunakan sinyal gelombang
P broadband untuk gempa-gempa berpotensi tsunami di wilayah Indonesia. Data yang
digunakan sebanyak 26 event gempa (tahun 1991 2010), masing-masing dengan jumlah
stasiun yang bervariasi. Penulis menggunakan metode Tsuboi, dkk. (1995) yang telah
terbukti efektif untuk tujuan peringatan dini tsunami. Selain itu digunakan nilai M
w
CMT

dari katalog Global CMT sebagai referensi magnitudo pembanding.

Verifikasi dengan menggunakan data katalog moment magnitude Global CMT
menunjukkan korelasi yang relatif baik, yaitu R
2
= 0,969. Penentuan parameter
gempabumi magnitudo dengan menggunakan sinyal gelombang P broadband lebih tepat
dan cepat untuk memberikan pertimbangan keputusan peringatan dini tsunami di
Indonesia.

Kata kunci: Tsunami, M
w
, M
wp
, Gelombang P Broadband, Moment Magnitude


1. Pendahuluan

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) adalah lembaga
pemerintahan di Indonesia yang
bertanggung jawab mengumpulkan dan
mengolah data seismik, menentukan
lokasi gempabumi, menganalisa apakah
gempa berpotensi tsunami,
mengeluarkan informasi parameter
gempa dan peringatan dini tsunami,
serta mengintegrasikan data observasi
lainnya untuk mengkonfirmasi atau
membatalkan peringatan gempa maupun
tsunami.

BMKG dalam operasionalnya untuk
Indonesian Tsunami Early Warning
System (Ina-TEWS) menggunakan
sistem dari Jerman yaitu Seismological
Communication Processor (SeisComP)
yang memproses sinyal seismik secara
real time dengan hasil yang sesuai
meskipun masih membutuhkan
pembuktian lebih lanjut. Selain itu
sistem tersebut masih menggunakan
skala magnitudo gelombang badan (m
b
)
dalam perhitungan magnitudonya.
Diketahui bahwa untuk magnitudo
gelombang badan (m
b
) diatas 6,2 akan
mengalami kejenuhan atau tersaturasi
(Stein and Wysession, 2003), sehingga
m
b
tidak cocok untuk perhitungan
magnitudo gempa-gempa besar.

1. Institut Teknologi Bandung
2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Indikator terjadinya tsunami menurut
Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) yang terkini antara
lain : magnitudo gempabumi > 7 SR
(m
b
), kedalaman gempabumi < 70 km,
dan lokasi gempabumi di laut terutama
daerah subduksi dengan tipe patahan
thrust fault (naik) atau normal fault
(turun).

Magnitudo merupakan salah satu
parameter yang sering digunakan dalam
pengambilan keputusan peringatan dini
tsunami. Untuk itu, perlu adanya metode
penentuan magnitudo terutama
menggunakan skala moment magnitude
yang diketahui lebih akurat hasilnya dan
tidak akan mengalami saturasi terutama
pada gempa-gempa besar.

Penentuan moment magnitude dengan
menggunakan gelombang seismik P
membutuhkan waktu 2 6 menit untuk
gempa dengan jarak regional, 1000
2000 km (Tsuboi, dkk., 1999) dan
membutuhkan 10 15 menit untuk
gempa tele, 3000 km (Tsuboi, dkk.,
1999, Lomax, dkk., 2008).

Penentuan magnitudo yang tepat dengan
waktu yang relatif cepat sangat
diperlukan terutama dalam pengambilan
keputusan peringatan dini tsunami di
Indonesia, sehingga membuka peluang
untuk melakukan penelitian dengan
judul : Studi Penentuan Moment
Magnitude (M
wp
) Menggunakan Sinyal
Gelombang P Broadband. Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pendekatan yang tepat
terkait dengan skala magnitudo dan
metode penentuan magnitudo yang
digunakan oleh BMKG di wilayah
Indonesia, menggantikan skala
magnitudo dan metode yang dipakai
selama ini.

2. Data dan Metodologi
2.1 Data
Data yang digunakan dalam penulisan
tugas akhir ini adalah:
1. Data sinyal event gempabumi
berpotensi tsunami di wilayah
Indonesia (10 LU - 15 LS dan 90
BT - 140 BT) sebanyak 26 data
event gempabumi (jumlah stasiun
pengamat dari masing-masing event
bervariasi) dengan M
w
> 6,0 dan
kedalaman dibawah 100 km pada
tahun 1991 2010 yang diunduh
dari pusat manajemen data
Incorporate Research Institution of
Seismology (IRIS) Wilber
(http://www.iris.edu/dms/wilber.htm).
Data yang digunakan adalah
komponen BHZ (Broadband
komponen vertikal) dari stasiun-
stasiun pengamat yang mempunyai
jarak 30 - 90 dari episenter event
gempabumi. Data dalam format
Standard for the Exchange of
Earthquake Data (SEED)
dikumpulkan dari stasiun-stasiun
pengamat pada jaringan virtual
Federation of Digital Broadband
Seismographic Networks (FDSN) dan
Global Seismograph Network (GSN)
Broadband sebanyak 44 stasiun.
Data sinyal yang diambil dalam
format SEED (default) yaitu dengan
time window 2 menit sebelum waktu
tiba gelombang P dan 10 menit
setelah waktu gelombang P. Seluruh
data kemudian dikonversi ke dalam
format Seismic Analysis Code (SAC)
menggunakan program rdseed yang
dapat diunduh dari website IRIS
(http://www.iris.edu/software/downlo
ads/).

2. Data nilai moment magnitude Global
CMT (M
w
CMT
) dari 26 event
gempabumi berpotensi tsunami
(gambar 3.1) seperti tertera pada poin
satu, dengan menggunakan data dari
Global Centroid Moment Tensor
(Global CMT) sebagai nilai untuk
verifikasi hasil perhitungan pada
penelitian ini dengan cara mencari
korelasinya dengan membandingkan
nilainya.
1. Institut Teknologi Bandung
2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika


Gambar 2.1 Peta distribusi event
gempabumi berpotensi tsunami di
Indonesia tahun 1991 sampai dengan
2010 berdasarkan data dari Global CMT

2.2 Metodologi

Dalam penulisan tugas akhir ini, ada
beberapa langkah utama pengolahan
data, yaitu :

1. Mengubah sinyal seismogram
sensor broadband gelombang P
komponen vertikal yang berupa
sinyal kecepatan (velocity) menjadi
sinyal pergeseran (displacement)
dengan cara mengintegralkan
velocity menjadi displacement.

2. Sinyal di-Fast Fourier Transform
(FFT) untuk merubah sinyal dari
domain waktu ke domain frekuensi
sehingga dapat diketahui frekuensi
sudutnya untuk menentukan batas
frekuensi atas dan batas frekuensi
bawah bagi keperluan bandpass
filtering.

3. Filtering menggunakan filter
bandpass butterworth dengan
batasan frekuensi 0,008 3 Hz.

4. Menghitung seismic moment (M
o
)
menggunakan metode Tsuboi
(1995). Sinyal pergeseran
(displacement) sebagai suatu fungsi
waktu sumber (source time
function) dan integrasi momen
seismik skalar yang diambil dari
amplitudo maksimum gelombang P
dirumuskan sebagai berikut :



dimana u
z
(x
r
, t) adalah nilai
pergeseran pada komponen vertikal
gelombang P untuk gempa jauh (far
field), pada stasiun x
r
, densitas
(kerapatan) batuan di stasiun
dinyatakan sebagai (3,5 x 10
3
kg/m
3
), rumus Haversine
dipergunakan untuk menghitung
jarak epicenter dari stasiun r (km)
menggunakan prinsip hukum
trigonometri lingkaran dari
http://www.movable-
type.co.uk/scripts/latlong.html
dengan dikalikan jari-jari bumi
sebesar 6.371 km.

r = cos
-1
|sin
E
sin
S
+ cos
E
cos
S
cos (
S

E
)| *6.371

dimana
E
dan
E
sebagai koordinat
lintang dan bujur epicenter,
S
dan

S
sebagai koordinat lintang dan
bujur stasiun.

Kecepatan gelombag P sebenarnya
(apparent P velocity, APV3)
dinyatakan sebagai . Kanjo, dkk
(2006) merubah metode hubungan
jarak dan kecepatan gelombang P
berdasarkan tabel model bumi
IASP91 sehingga mendapatkan
harga tetapan kecepatan gelombang
P sebagai berikut :

o = u,16 +7,9 kmJctik

Sedangkan harga tetapan o =
7,9 kmJctik dari Tsuboi, dkk
(1995, 1996) tidak digunakan
dalam metodologi ini.

5. Menghitung moment magnitude
(M
w
) menggunakan metode
Kanamori (1977), dengan rumusan
sebagai berikut :



Perlu diketahui bahwa perhitungan
moment magnitude (M
w
) pada
1. Institut Teknologi Bandung
2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
penelitian ini berbeda dengan M
w

yang diperoleh dari moment tensor.

6. Menghitung moment magnitude
gelombang P broadband (M
wp
)
menggunakan metode Tsuboi, dkk
(1995), dengan rumusan sebagai
berikut :


Penambahan nilai 0,2 pada
perhitungan moment magnitude
gelombang P broadband (M
wp
)
untuk mengkoreksi pola radiasi
penjalaran gelombang P pada nilai
M
wp
.

7. Semua rumusan diketik dalam
bentuk perintah pada program
Seismic Analysis Code (SAC) yang
dikembangkan oleh Goldstein
(2005) untuk menentukan M
o
, M
w
,
dan M
wp.
Sinyal gelombang P
broadband komponen vertikal yang
dianalisis secara manual dalam hal
cutting gelombang yaitu dari awal
gelombang P hingga pP atau pS
dengan durasi 40 240 detik
berdasarakan tabel IASP91 earth
model tahun 1991 yang akan
diproses menggunakan rumusan-
rumusan di atas, memasukkan hasil
perhitungan APV3, dan
memasukkan hasil perhitungan
distance dalam meter.

8. Menganalisis sinyal gelombang P
dari beberapa stasiun pada setiap
event gempabumi. Setelah
didapatkan nilai M
w
dan M
wp
pada
masing-masing

stasiun kemudian
diambil nilai rata-rata dari seluruh
stasiun tersebut untuk mendapatkan
nilai magnitudo dan momen
sebenaranya.


Berikut diagram alir metodologi dari
penentuan moment magnitude
gelombang P broadband (M
wp
) :






3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil Penentuan Moment
Magnitude (M
wp
)
Data dari IRIS Wilber diolah dari SEED
menjadi SAC (satu event gempa,
Mentawai 2010 dengan 10 stasiun
dengan GCD 30 sampai dengan 90)
kemudian diolah sebagaimana yang
telah dijelaskan pada poin metodologi,
sehingga didapatkan hasil penentuan
M
wp
untuk masing-masing stasiun
pengamat (gambar 3.3 dan tabel 3.1).

Tabel 3.1 Hasil perhitungan M
wp
dari
masing-masing stasiun untuk event
gempa Mentawai 25 Oktober 2010.


1. Institut Teknologi Bandung
2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika


Gambar 3.1 Penentuan M
wp

menggunakan program SAC event
gempabumi Mentawai 25 Oktober 2010
pada stasiun RER. (a) Sinyal asli dari
seismogram velocity komponen vertikal.
(b) potongan sinyal dengan durasi 135
detik dari waktu tiba gelombang P. (c)
Seismogram velocity diintegralkan
menjadi seismogram displacement. (d)
Integral dari seismogram displacement
setelah diabsolutkan. (e) Hasil
perhitungan M
wp
= 7,85 terlihat pada
sumbu y.

3.2 Perbandingan M
w
Hasil
Perhitungan dengan M
w
CMT

Perbandingan antara hasil perhitungan
moment magnitude dengan
menggunakan metode Tsuboi (1995)
tanpa koreksi pola radiasi pada
penelitian ini dengan moment magnitude
yang diperoleh dari katalog Global
Centroid Moment Tensor (Global CMT)
dapat dilihat pada gambar 3.2. Dari
grafik tersebut dapat dilihat bahwa hasil
perhitungan moment magnitude pada
penelitian ini secara sistematis konsisten
dengan nilai moment magnitude yang
diperoleh dari katalog Global CMT.



Gambar 3.2 Grafik perbandingan M
w

hasil perhitungan dengan M
w
CMT




Gambar 3.3 Grafik selisih perbandingan
M
w
hasil perhitungan dengan M
w
CMT


Jika dilihat dari grafik selisih nilai
perbandingan M
w
hasil perhitungan
dengan M
w
CMT
(gambar 3.3) terlihat
bahwa selisihnya tidak terlalu signifikan
yaitu antara -0,3 sampai dengan 0,3.
Untuk gempa dengan M
w
7,0 8,0,
selisih perbandingannya tidak terlalu
signifikan bahkan mendekati nol.
Sedangkan untuk gempa dengan M
w
>
8,0, selisih perbandingannya terlihat
cukup signifikan bahkan sebagian besar
nilainya lebih kecil daripada nilai
M
w
CMT
. Hal ini memperlihatkan bahwa
metode penentuan untuk perhitungan
M
w
lebih baik digunakan pada event
gempa yang kecil (M
w
< 8,0) daripada
untuk perhitungan M
w
event gempa yang
lebih besar (M
w
> 8,0). Secara
keseluruhan nilai M
w
lebih kecil
daripada nilai M
w
CMT
, namun dilihat
1. Institut Teknologi Bandung
2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
dari selisihnya yang tidak terlalu
signifikan maka hasil perhitungan M
w
dapat dinilai relatif baik.

3.3 Perbandingan M
wp
Hasil
Perhitungan dengan M
w
CMT

Perbandingan antara hasil perhitungan
moment magnitude dengan
menggunakan metode Tsuboi (1995)
yang sudah terkoreksi pola radiasinya
pada penelitian ini dengan moment
magnitude yang diperoleh dari katalog
Global Centroid Moment Tensor
(Global CMT) dapat dilihat pada gambar
3.4. Dari grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil perhitungan moment
magnitude pada penelitian ini secara
sistematis konsisten dengan nilai
moment magnitude yang diperoleh dari
katalog Global CMT.



Gambar 3.4 Grafik perbandingan M
wp

hasil perhitungan dengan M
w
CMT




Gambar 3.5 Grafik selisih perbandingan
M
wp
hasil perhitungan dengan M
w
CMT


Jika dilihat dari grafik selisih nilai
perbandingan M
wp
hasil perhitungan
dengan M
w
CMT
(gambar 3.5) terlihat
bahwa selisihnya tidak terlalu signifikan
yaitu antara -0,1 sampai dengan 0,5.
Untuk gempa dengan M
wp
> 7,0, selisih
perbandingannya tidak terlalu signifikan
bahkan mendekati nol. Sedangkan untuk
gempa dengan M
wp
< 7,0, selisih
perbandingannya terlihat cukup
signifikan bahkan sebagian besar
melebihi nilai dari M
w
CMT
. Hal ini
memperlihatkan bahwa metode
penentuan untuk perhitungan M
wp
lebih
baik digunakan pada event gempa yang
besar (M
wp
> 7,0) daripada untuk
perhitungan M
wp
event gempa yang
lebih kecil (M
wp
< 7,0). Secara
keseluruhan nilai M
wp
lebih besar
daripada nilai M
w
CMT
, namun dilihat dari
selisihnya yang tidak terlalu signifikan
maka hasil perhitungan M
wp
dapat dinilai
relatif baik. Seperti yang telah diketahui
bahwa salah satu indikator parameter
untuk menentukan gempa berpotensi
tsunami menurut BMKG adalah
magnitudo > 7,0 SR sehingga sangat
tepat jika penetuan M
wp
diaplikasikan
sebagai metode yang digunakan oleh
BMKG.

4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi penentuan
moment magnitude menggunakan sinyal
gelombang P broadband dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil penentuan M
w
dan M
wp
menggunakan sinyal gelombang P
broadband dengan metode Tsuboi
(1995) dari penelitian ini mendekati
hasil perhitungan M
w
Global CMT
yang berdasarkan dari hasil
perhitungan secara inversi.
2. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai
M
w
dan M
wp
setelah dibandingkan
dengan nilai M
w
Global CMT
mempunyai nilai korelasi R
2
=
0,969 sehingga hasilnya dinilai
relatif baik dan tepat.
3. Dari korelasi tersebut terlihat
bahwa penentuan M
wp
lebih cepat
dari segi waktu karena hanya
menggunakan sinyal gelombang P
yang lebih awal tiba di masing-
masing stasiun pengamat.
Sedangkan perhitungan M
w
Global
1. Institut Teknologi Bandung
2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
CMT membutuhkan waktu yang
lebih lama karena menggunakan
seluruh sinyal gelombang seismik
baik gelombang badan maupun
gelombang permukaan serta masih
menggunakan metode inversi.
4. Hasil penentuan M
wp
yang terbukti
relatif lebih tepat dan cepat ini
dapat diaplikasikan dalam
memberikan pertimbangan
keputusan peringatan dini tsunami
di Indonesia.

4.2 Saran
1. Untuk meningkatkan ketepatan
dalam penentuan M
wp
ini
diperlukan data sinyal gelombang P
broadband dari jaringan stasiun
pengamat yang lebih banyak lagi,
sehingga bisa mendapatkan hasil
yang lebih kecil selisihnya dari
hasil perbandingan dengan M
w
CMT
.
2. Untuk meningkatkan kecepatan
dalam penentuan M
wp
ini diperlukan
data dari stasiun pengamat far field
maupun near field, sehingga tidak
hanya terbatas pada penentuan
gempa tele tetapi juga gempa lokal
maupun regional yang waktu tiba
gelombang P di stasiun
pengamatnya lebih cepat sehingga
dapat dianalisis lebih awal.
3. Seluruh prosedur penentuan
moment magnitude (M
wp
)
menggunakan sinyal gelombang P
broadband ini masih manual,
sehingga untuk meningkatkan
kecepatan dalam penentuannya
akan lebih cepat jika diaplikasikan
dalam sistem penentuan yang real-
time dan otomatis.


Daftar Pustaka

Kanamori H., 1977, The Energy Release
in Great Earthquake, J. Geophys. Res.
82, 2981 2987.

Kanjo K., T. Furudate, and Tsuboi S.,
2006, Application of M
wp
of the Great
December 26, 2004 Sumatra
Earthquake, Earth Planet Space. 58, 121
126.

Kanjo K., Okamoto K., 2008, Practice
of Seismic Analysis Code,International
Institute of Seismology and Earthquake
Engineering, Building Research
Institute.

Tsuboi S., K. Abe, K. Takano, and Y.
Yamanaka, 1995, Rapid Determination
of M
w
from Broadband P Waveforms,
Bulletin of the Seismological Society of
America. 83, 606 613.

Tsuboi S., P. M. Whitmore, and T. J.
Sokolowski, 1999, Application of M
wp

to Deep and Teleseismic Earthquake,
Bulletin of the Seismological Society of
America. 89, 345351.

www.globalcmt.org

www.iris.edu/dms/wilber.htm















1. Institut Teknologi Bandung
2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Tabel 3.2 Data Hasil Perhitungan M
w
dan M
wp
Event Gempabumi Berpotensi
Tsunami di Wilayah Indonesia

No
Date
(dd/mm/yyyy)
Origin Time
(hr, min, sec)
Lat Lon Depth Region M
w
CMT
M
w
M
wp
1 04/07/1991 11:43:16.00 -8.02 124.73 17 Alor 6.7 6.59 6.79
2 02/06/1994 18:17:34.00 -11.03 113.04 15 Banyuwangi 7.7 7.59 7.79
3 21/01/1994 02:24:29.90 1.02 127.73 19.9 Halmahera 7.0 7.09 7.29
4 08/10/1994 21:44:13.50 -1.19 127.87 15 Halmahera 6.8 7.02 7.22
5 27/01/1995 20:17:05.20 -4.37 134.39 15 Papua 6.8 6.67 6.87
6 13/02/1995 15:04:30.40 -1.31 127.57 15 Halamahera 6.7 6.60 6.80
7 14/05/1995 11:33:28.60 -8.60 125.26 15.8 Timor 6.8 6.70 6.90
8 01/01/1996 08:05:23.10 0.74 119.93 15 Minahasa 7.9 7.76 7.96
9 17/02/1996 06:00:02:80 -0.67 136.62 15 Biak 8.2 8.01 8.21
10 29/11/1998 14:10:45.10 -2.03 125.00 16.4 Seram 7.7 7.58 7.78
11 04/05/2000 04:21:33.40 -1.29 123.59 18.6 Sulawesi 7.5 7.29 7.49
12 04/06/2000 16:28:46.50 -4.73 101.94 43.9 Padang 7.8 7.67 7.87
13 10/10/2002 10:50:41.90 -1.79 134.3 15 Papua 7.5 7.36 7.56
14 28/03/2005 16:10:31.54 1.67 97.07 25.8 Nias 8.6 8.38 8.58
15 10/04/2005 10:29:17.76 -1.68 99.54 12 Padang 6.7 6.49 6.69
16 14/03/2006 06:57:37.46 -3.35 127.31 13 Buru 6.7 6.62 6.82
17 17/07/2006 08:20:38.40 -10.28 107.78 20 Pangandaran 7.7 7.43 7.63
18 12/09/2007 11:11:15.60 -3.78 100.99 24.4 Bengkulu 8.5 8.25 8.45
19 25/02/2008 08:36:42.39 -2.66 99.95 14.4 Pagai 7.2 7.07 7.27
20 16/11/2008 17:02:43.77 1.50 122.05 29.2 Sulawesi 7.3 7.25 7.45
21 03/01/2009 19:44:09.00 -0.38 132.83 15.2 Papua 7.7 7.49 7.69
22 11/02/2009 17:35:01.24 3.92 126.81 23.9 Talaud 7.1 7.10 7.30
23 16/08/2009 07:38:28.59 -1.56 99.45 12 Mentawai 6.7 6.59 6.79
24 30/09/2009 10:16:17.39 -0.79 99.67 77.8 Padang 7.6 7.58 7.78
25 06/04/2010 22:15:19.10 2.07 96.74 17.6 Sinabang 7.8 7.63 7.83
26 25/10/2010 14:42:59.81 -3.71 99.32 12 Mentawai 7.8 7.57 7.77

Anda mungkin juga menyukai