PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
TUMOR MEDIASTINUM
A. Pengertian Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya (Smeltzer and Bare 2007). Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling sering karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor neurogenic, teratoma, timoma dan lipoma. Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya terletak di dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat jinak antara lain neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma. Kista mediastinum biasanya kecil dan jinak. Kista dermoid kadang terbentuk dan dapat pecah ke dalam saluran udara. Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting : 1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum 2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di depan jantung. 3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di belakang jantung. 4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior
B. Etiologi dan Faktor Resiko Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah: 1. Penyebab kimiawi Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya. 2. Faktor genetik (biomolekuler) Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor. 3. Faktor fisik Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom. 4. Faktor nutrisi Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
5. Penyebab bioorganisme Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia. 6. Faktor hormone Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
C. Patofisiologi. Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti, namun diduga berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan. Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya, pelepasan berbagai substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya, terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah. Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure / indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar, yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder, sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.
D. Klasifikasi 1. Timoma Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan hipogama globulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006) Stage dari Timoma: a. Stage I : belum invasi ke sekitar b. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis c. Stage III : invasi s/d pericardium d. Stage IV : Limphogen / hematogen 2. Teratoma (Mesoderm) Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus). Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan. 3. Tumor neurogenik Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jauh di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostalis, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai ciri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative frekuensi pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006) Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis. Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya: a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma b. Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma 4. Kista Bronkhogenik Kista Bronkogenik kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk, sesak napas s/d sianosis.
E. Manifestasi Klinik 1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup) 2. Sekret berlebihan 3. Batuk dengan atau tanpa dahak 4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien 5. Pernafasan tidak simetris 6. Unilateral Flail Chest 7. Effusi pleura 8. Egophonia pada daerah sternum 9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru 10. Wheezing unilateral/bilateral 11. Ronchii Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik. Keluhan yang biasanya dirasakan adalah : 1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama. 2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus. 3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior. 4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior. 5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus. Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan Sindrom Pancoast.
F. Pemeriksaan Diagnostik. 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya: Miastenia gravis mungkin menandakan timoma Limfadenopati mungkin menandakan limfoma 2. Prosedur Radiologi a. Foto toraks Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang pasti. b. Tomografi Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada lesi, yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang timoma. Tehnik ini semakin jarang digunakan. c. CT-Scan toraks dengan kontras Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi. Untuk menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan toraks dan CT- Scan abdomen. d. Flouroskopi Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta. e. Ekokardiografi Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma. f. Angiografi Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi dan ekokardiogram. g. Esofagografi Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus. h. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk beberapa kasus tumor mediastinum. 3. Prosedur Endoskopi Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi. Tindakan bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya. Di samping itu melalui bronkoskopi juga dapat dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas. Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru primer. Mediastinokopi. Tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di mediastinum anterior. Esofagoskopi Torakoskopi diagnostic
G. Penatalaksanaan 1. Pembedahan Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor mediastinum, biasanya tindakan pembedahan yang dilakukan adlah Torakoskopi Eksplorasi 2. Obat-obatan 3. Immunoterapi: Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon 4. Kemoterapi Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor. 5. Radioterapi Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
H. Asuhan Keperawatan Tumor Mediastinum Pengkajian 1. Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan utama: Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. 2. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat gejala klinis penderita. 3. Pemeriksaan fisik - Sistem pernafasan (B1) Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni - Sistem kardiovaskuler (B2) Data Subyektif: sakit kepala Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun. - Sistem Persarafan (B3) Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran Data Obyektif: letargi - Sistem Perkemihan (B4) Data Subyektif: - Data Obyektif: produksi urine menurun - Sistem Pencernaan (B5) Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan intake makanan - Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6) Data Subyektif: lemah, cepat lelah Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest
Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor. 2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek radiasi/chemoterapi 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam. 4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.
Rencana Keperawatan 1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam pola anafas efektif dan adekuat. Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi Rasional 1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan 2. Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal. Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi 3. Berikan oksigen lembab, kaji keefektifan terapi. Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru. 4. Berikan antibiotic dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping ( diare ) Menurunkan resiko infeksi sekunder. 5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru 6. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas. 7. Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2-4 jam. Evaluasi berkala keberhasilan terapi tindakan tim kesehatan
2) Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek radiasi/chemoterapi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi. Kriteria Hasil : - Status nutrisi terpenuhi - nafsu makan klien timbul kembali - berat badan normal - jumlah Hb dan albumin normal No Intervensi Rasional 1 Kaji sejauh mana ketidakadekuatan Menganalisa penyebab melaksanakan nutrisi klien intervensi. 2 Timbang berat badan sesuai indikasi Mengawasi keefektifan secara diet 3 Memeberikan asupan nutrisi sesuai kebutuhan Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi 4 Anjurkan makan sedikit tapi sering Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan 5 Anjurkan kebersihan oral sebelum makan Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan. 6 Kolaborasi ahli gizi pemberian makanan yang bervariasi. Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien. 7 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen dan obat-obatan peningkat nafsu makan. Menstimulasi nafsu makan dan mempertahankan intake nutrisi yang adekuat.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam. Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri, pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu, koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik. No Intervensi Rasional 1 Rencanakan periode istirahat yang cukup. Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal. 2 Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini. 3 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali 4 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien Menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan
4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi. Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi. Kriteria Hasil: 1. Intake adekuat 2. Tidak adanya muntah dan diare 3. Suhu tubuh dalam batas normal No. Intervensi Rasional 1. Catat intake dan output Evaluasi ketat kebuituhan intake dan output 2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam tanda deficit cairan. Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan. 3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam atau bila perlu. Evaluasi objektif sederhana deficit volume cairan. 4. Lakukan perawatan mulut tiap 4 jam Meningkatkan bersihan saluran cerna, meningkatkan nafsu makan/ minum.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005 Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008. Doenges Marilynn E, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta: EGC Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012. Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008. Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002 Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001 Sherwood Lauralee. 2011.Human Fysiology ; from cell to system.Ed 6. Jakarta: EGC
Adanya zat yang bersifat initiation Terjadi perubahan struktur sel Memicu terbentuknya sel tumor Memerlukan waktu yang lama dan berkesinambungan Initiation agent (unsur kimia. fisik, dan biologis) Struktur dasar DNA berubah Terbentuk neoplasma Terbentuk formasi tumor Memerlukan waktu yang lama, minggu bahkan sampai tahunan Trakea tertekan Kompresi esofagus Nerves laryngeus inferior tertekan Vena leher mengembang pada sindroma vena cava superior Nervus vagus tertekan Batuk atau stridor Gangguan menelan Suara serak Serangan batuk dan spasme bronkus MK: gangguan nutrisi MK: bersihan jalan nafas inefektif
PATHWAY TUMOR MEDIASTINUM Virus Faktor hormonal Faktor lingkungan Faktor genetik