Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RUANG PERAWATAN PARU RSPAD GATOT SOEBROTO


TUMOR MEDI ASTI NUM




Disusun Oleh:
ERYTHRINA JULIANTI




PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

TUMOR MEDIASTINUM

A. Pengertian
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang
berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya (Smeltzer and Bare 2007).
Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling sering
karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor neurogenic,
teratoma, timoma dan lipoma.
Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya terletak di
dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat jinak antara lain
neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma. Kista mediastinum biasanya kecil dan jinak.
Kista dermoid kadang terbentuk dan dapat pecah ke dalam saluran udara.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting :
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan
bagian bawah sternum
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di depan jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di belakang
jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara
mediastinum anterior dan posterior

B. Etiologi dan Faktor Resiko
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat
yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
2. Faktor genetik (biomolekuler)
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein
bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik
maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari
maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
4. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada
kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.

5. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya
hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu
tidak berkembang lanjut pada manusia.
6. Faktor hormone
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum
jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak
dipengaruhi oleh hormone tersebut.

C. Patofisiologi.
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti, namun diduga berbagai faktor predisposisi
yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker
pada jaringan mediastinum. Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu
yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waktu bertahun-tahun
untuk menimbulkan manifestasi klinik. Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara
pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan
masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara
mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya, pelepasan berbagai substansia pada
jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan
sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap
jaringan sekitarnya, terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah
maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada
mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure / indirect pressure) serta
dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar, yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit
infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan
batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak
kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi
sekunder, sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi
saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini
kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.

D. Klasifikasi
1. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak
terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini
terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku
bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi
komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam
organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat
keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell
aplasia dan hipogama globulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis
benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan
prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru
W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
a. Stage I : belum invasi ke sekitar
b. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
c. Stage III : invasi s/d pericardium
d. Stage IV : Limphogen / hematogen
2. Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada
daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum
anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit)
dan entoderm (usus). Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor
teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat
yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat
perhatian untuk penanganan dan pembedahan.
3. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya
hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jauh di mediastinum
belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostalis, ganglia simpatis, dan dari sel-sel
yang mempunyai ciri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative
frekuensi pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto thorax
rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri
dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus interkostalis atau
erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan
kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum
posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena
kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b. Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
4. Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogenik kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan
ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau
planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada
trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini
dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea,
bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau
ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk,
sesak napas s/d sianosis.

E. Manifestasi Klinik
1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)
2. Sekret berlebihan
3. Batuk dengan atau tanpa dahak
4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5. Pernafasan tidak simetris
6. Unilateral Flail Chest
7. Effusi pleura
8. Egophonia pada daerah sternum
9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10. Wheezing unilateral/bilateral
11. Ronchii
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau
bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi
struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk kompleks gejala
yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan
meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa
mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh
neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang
serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus
interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu,
batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus
bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai
simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom
Horner dan Sindrom Pancoast.

F. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan
organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor
mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya:
Miastenia gravis mungkin menandakan timoma
Limfadenopati mungkin menandakan limfoma
2. Prosedur Radiologi
a. Foto toraks
Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial atau
posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang
pasti.
b. Tomografi
Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada lesi, yang
sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang timoma. Tehnik ini
semakin jarang digunakan.
c. CT-Scan toraks dengan kontras
Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor secara lebih baik
dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma dan
timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari
apakah telah terjadi invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini mempermudah
pelaksanaan pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi. Untuk menentukan luas radiasi
beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan toraks dan CT- Scan
abdomen.
d. Flouroskopi
Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.
e. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma.
f. Angiografi
Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi dan
ekokardiogram.
g. Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.
h. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir
Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk
beberapa kasus tumor mediastinum.
3. Prosedur Endoskopi
Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi. Tindakan bronkoskopi dapat
memberikan informasi tentang pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran napas
dan lokasinya. Di samping itu melalui bronkoskopi juga dapat dilihat apakah telah terjadi
invasi tumor ke saluran napas. Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum
dari kanker paru primer.
Mediastinokopi. Tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di mediastinum
anterior.
Esofagoskopi
Torakoskopi diagnostic

G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor
mediastinum, biasanya tindakan pembedahan yang dilakukan adlah Torakoskopi Eksplorasi
2. Obat-obatan
3. Immunoterapi: Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
4. Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.
5. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan
tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan
kerusakan serendah mungkin pada sel normal.

H. Asuhan Keperawatan Tumor Mediastinum
Pengkajian
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang tidak
khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi
lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu
yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri
maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat gejala klinis penderita.
3. Pemeriksaan fisik
- Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan
otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni
- Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun.
- Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
- Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: -
Data Obyektif: produksi urine menurun
- Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan intake
makanan
- Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake,
demam.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.

Rencana Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam pola anafas efektif dan adekuat.
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan tidak
terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.

No. Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap
RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan
napas
Evaluasi dan reassessment terhadap
tindakan yang akan/telah diberikan
2. Lakukan Phisioterapi dada secara
terjadwal.
Mengeluarkan sekresi jalan nafas,
mencegah obstruksi
3. Berikan oksigen lembab, kaji
keefektifan terapi.
Meningkatkan suplai oksigen
jaringan paru.
4. Berikan antibiotic dan antipiretik sesuai
order, kaji keefektifan dan efek samping
( diare )
Menurunkan resiko infeksi
sekunder.
5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan
photo thoraks
Evaluasi terhadap keefektifan
sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi
jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas.
7. Catat hasil pulse oximeter bila
terpasang, tiap 2-4 jam.
Evaluasi berkala keberhasilan terapi
tindakan tim kesehatan

2) Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal
No Intervensi Rasional
1 Kaji sejauh mana ketidakadekuatan Menganalisa penyebab melaksanakan
nutrisi klien intervensi.
2 Timbang berat badan sesuai indikasi Mengawasi keefektifan secara diet
3 Memeberikan asupan nutrisi sesuai
kebutuhan
Kebutuhan pasien akan nutrisi
terpenuhi
4 Anjurkan makan sedikit tapi sering Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan
5 Anjurkan kebersihan oral sebelum
makan
Mulut yang bersih meningkatkan
nafsu makan.
6 Kolaborasi ahli gizi pemberian
makanan yang bervariasi.
Makanan yang bervariasi dapat
meningkatkan nafsu makan klien.
7 Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian suplemen dan obat-obatan
peningkat nafsu makan.
Menstimulasi nafsu makan dan
mempertahankan intake nutrisi yang
adekuat.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake,
demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri,
pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu,
koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik.
No Intervensi Rasional
1 Rencanakan periode istirahat yang
cukup.
Mengurangi aktivitas yang tidak
diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
2 Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan
membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
3 Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan sesuai kebutuhan
Mengurangi pemakaian energi
sampai kekuatan pasien pulih
kembali
4 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons
pasien
Menjaga kemungkinan adanya
respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan

4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat
khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
1. Intake adekuat
2. Tidak adanya muntah dan diare
3. Suhu tubuh dalam batas normal
No. Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output Evaluasi ketat kebuituhan intake dan
output
2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam
tanda deficit cairan.
Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.
3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam
atau bila perlu.
Evaluasi objektif sederhana deficit
volume cairan.
4. Lakukan perawatan mulut tiap 4
jam
Meningkatkan bersihan saluran cerna,
meningkatkan nafsu makan/ minum.


DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Doenges Marilynn E, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta: EGC
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2001
Sherwood Lauralee. 2011.Human Fysiology ; from cell to system.Ed 6. Jakarta: EGC


Adanya zat yang
bersifat initiation
Terjadi
perubahan
struktur sel
Memicu terbentuknya sel
tumor
Memerlukan waktu yang
lama dan
berkesinambungan
Initiation agent
(unsur kimia. fisik,
dan biologis)
Struktur dasar
DNA berubah
Terbentuk
neoplasma
Terbentuk
formasi tumor
Memerlukan waktu yang
lama, minggu bahkan
sampai tahunan
Trakea
tertekan
Kompresi
esofagus
Nerves laryngeus
inferior tertekan
Vena leher
mengembang
pada sindroma
vena cava
superior
Nervus
vagus
tertekan
Batuk atau
stridor
Gangguan
menelan
Suara serak Serangan batuk
dan spasme
bronkus
MK: gangguan
nutrisi
MK: bersihan
jalan nafas
inefektif

PATHWAY TUMOR MEDIASTINUM
Virus
Faktor hormonal
Faktor lingkungan
Faktor genetik

Anda mungkin juga menyukai