Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang Masalah
Era eksplorasi dengan target jebakan struktur pada reservoir-reservoir Kelompok
Sihapas yang berumur Miosen dengan lingkungan pengendapan laut tidak banyak
lagi dilakukan akhir-akhir ini. Hal ini terjadi karena beberapa lapangan minyak
besar telah banyak diketemukan dengan obyektif utama jebakan-jebakan struktur
pada reservoir-reservoir dari Kelompok Sihapas ini seperti lapangan Minas, Duri,
Bangko dan lainnya, sehingga tinggal menyisakan prospek-prospek jebakan
struktur dengan volume hidrokarbon yang kecil yang tentunya saja tidak
ekonomis untuk dikembangkan.

Konsep-konsep pencarian jebakan-jebakan struktur pada reservoir-reservoir
Kelompok Sihapas ini dikenal sebagai konsep konvensional dalam kegiatan
eksplorasi di Cekungan Sumatra Tengah yang telah dikembangkan cukup lama.
Kondisi saat ini semakin sulit menemukan lapangan-lapangan minyak dengan
konsep konvensional tersebut mengingat telah banyak ditemukannya lapangan-
lapangan minyak dengan obyektif utama jebakan-jebakan struktur Kelompok
Sihapas baik lapangan minyak yang berskala besar maupun kecil, sehingga hal
ini mendorong dilakukannya upaya-upaya eksplorasi hidrokarbon yang lebih
intensif pada Kelompok Pematang berumur Paleogen dengan lingkungan
pengendapan darat (non marine) dengan obyektif jebakan-jebakan struktur
maupun stratigrafi yang tentunya target dari reservoir pada kelompok ini relatif
lebih dalam. Satu dekade terakhir ini telah banyak ditemukan lapangan-lapangan
minyak baru dengan jebakan hidrokarbon utamanya pada reservoir-reservoir
Kelompok Pematang ini, seperti di daerah sub-cekungan Aman Utara yaitu di
lapangan Candi, Kelok, Tilan, Reco, Tiang dan lain sebagainya. Hal ini tentunya
mendorong untuk dilakukannya suatu penelitian yang mengarah kepada
pencarian prospek-prospek baru jebakan-jebakan hidrokarbon pada reservoir
1
Kelompok Pematang di daerah lainnya, khususnya di Sub-cekungan Aman
Selatan.

Adapun di daerah sub-cekungan Aman Selatan telah banyak dilakukan penelitian
baik yang berhubungan dengan struktur daerah penelitian maupun stratigafi,
tetapi penelitian-penelitian ini lebih dikhususkan pada Kelompok Sihapas dan
masih sangat jarang dilakukan penelitian detail yang lebih memfokuskan pada
perkembangan struktur pada Kelompok Pematang yang berumur Paleogen. Dan
hal yang paling menarik dari Kelompok Pematang ini yaitu bahwa dalam
Kelompok Pematang ini kita dapat mempelajari interaksi yang sangat baik sekali
antara perilaku struktur terhadap perkembangan stratigrafi pada suatu cekungan
syn-rift seperti yang dikembangkan oleh Rahardjo (2003) di sub-cekungan
Barumun yang merupakan sub-cekungan yang paling utara di Cekungan Sumatra
Tengah.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman baru atas
perkembangan struktur dan stratigrafi yang membentuk sub-cekungan Aman
Selatan. Sumbangan pengetahuan ini diharapkan secara tidak langsung akan
bermanfaat dalam kegiatan eksplorasi hidrokarbon Kelompok Pematang di
Cekungan Sumatra Tengah khususnya di Sub-cekungan Aman Selatan.

I.2 Masalah Penelitian
Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Sub-cekungan Aman Selatan
seperti Eubank & Makki (1981), Williams et., al. (1985) dan Heidrick et. al.
(1996), Kelompok Pematang yang berumur Paleogen masih dikelompokkan
secara litostratigrafi dan belum ada yang secara khusus membaginya dengan
menggunakan pendekatan tektonostratigrafi. Oleh karena itu masih terdapat
beberapa masalah yang belum terselesaikan secara konklusif khususnya masalah
yang berkaitan dengan perkembangan struktur di cekungan Paleogen syn-rift,
yaitu:
1. Perkembangan dan kinematika struktur graben setengah dari sub-
cekungan Aman Selatan,
2
2. Proses pengisian ruang akomodasi oleh stratigrafi Kelompok Pematang
(syn-rift deposit) yang secara dominan dikontrol oleh aktivitas struktur di
daerah ini,
3. Model paleogeografi dan arsitektur dari urutan-urutan kejadian cekungan
syn-rift.

Dengan adanya permasalahan tersebut mendorong dilakukannya penelitian ini
untuk membangun perkembangan struktur dan stratigrafi Paleogen di Sub-
cekungan Aman. Penelitian ditujukan untuk mengamati perkembangan tektonik
pada periode awal syn-rift, pertengahan syn-rift dan akhir syn-rift yang banyak
dipengaruhi oleh pergerakan struktur regional dan lokal.

I.3 Obyek dan Lokasi Penelitian
Obyek penelitian hanya dibatasi pada Kelompok Pematang di Sub-cekungan
Aman Selatan, khususnya pada daerah yang tercakup oleh seismik 3D Supercube
Central-South Aman. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan suatu
penafsiran data seismik 3D yang melewati sumur-sumur pemboran di daerah
Aman Selatan yaitu Fajar-1, Liman-1, Talas-1, Asih-1, Ami-1, Oki-1, Tegar-1
dan Mandar-1.

Daerah penelitian Sub-cekungan Aman Selatan merupakan bagian tengah dari
Cekungan Sumatra Tengah dan secara administratif berada di Propinsi Riau
(Gambar I-1). Secara geologi cekungan ini dibatasi pada bagian utaranya oleh
Sub-cekungan Aman Utara, bagian selatannya oleh Sub-cekungan Tapung,
bagian timurnya oleh Tinggian Minas dan bagian baratnya oleh Libo platform.

I.4 Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk merekonstruksi perkembangan struktur syn-rift
Paleogen di Sub-cekungan Aman Selatan dan pengaruhnya terhadap
perkembangan stratigrafi, model paleogeografi dan arsitektur cekungan.

3

Gambar I.1 Lokasi daerah penelitian.


Ruang lingkup penelitian ditekankan pada penafsiran struktur geologi dan fasies-
fasies seismik yang berada di bawah batas sekuen 25.5 jtyl dengan menggunakan
program penafsiran data seismik yang terdapat pada mesin workstation. Data
sumur yang terbatas akan digunakan sebagai kalibrasi terhadap penafsiran
geologi dari data seismik yang meliputi penafsiran fasies batuan dan
paleogeografinya.

4
I.5 Hipotesis Kerja
Pola struktur pada peta geologi pada setiap sekuen batuan dan hasil interpretasi
penampang seismik dapat menunjukkan pola perkembangan fase
tektonostratigrafi di Sub-cekungan Aman Selatan mulai dari awal pembentukan
cekungan hingga akhir dari aktifnya rift tersebut. Rekaman pola perilaku struktur
yang terjadi beberapa kali diharapkan akan memberikan gambaran perkembangan
struktur dan pola pengendapan batuan yang terjadi sehingga dapat disusun urutan
sejarah pembentukan cekungan yang lebih detil dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya.
I.6 Asumsi dan Dasar Teori
I.6.1 Asumsi
1. Data 3D dan data sumur yang digunakan telah dikoreksi dengan benar dan
dapat digunakan untuk membentuk suatu peta struktur yang dapat membantu
menggambarkan perkembangan tektonik cekungan.
2. Bidang-bidang permukaan refleksi seismik adalah permukaan-permukaan
strata yang mencirikan bidang-bidang perlapisan yang terbentuk pada satu
kesamaan waktu. Dari pola-pola terminasi lateral refleksi seismik seperti
onlap, downlap, toplap dan truncation akan dikenali batas-batas sekuen
pengendapan.
3. Perkembangan tektonik di Sub-cekungan Aman Selatan selaras dengan
perkembangan cekungan rift tersier lainnya di bagian lain Cekungan Sumatra
Tengah.
4. Suplai sedimen akan disinggung secara sekilas terutama yang berkaitan
dengan proses pengisian cekungan, tetapi batuan sumber sedimen
(provenance) tidak ditekankan dalam penelitian ini.
I.6.2 Dasar Teori
Dalam penelitian ini akan diterapkan konsep-konsep yang berhubungan dengan
restorasi struktur dan konsep perkembangan cekungan syn-rift yang telah banyak
dikembangkan oleh para peneliti seperti Dula (1991) untuk restorasi struktur dan
Cohen (1989), Scholz dan Rosendahl (1990), Lambiase (1990) dan Prosser
(1993) untuk konsep perkembangan cekungan rift.
5

Beberapa model restorasi struktur telah banyak dikembangkan yaitu diantaranya
model slip line, inclined shear, constant displacement, constant heave dan
constant bed length. Semua model ini menggunakan beberapa asumsi yaitu
deformasi strain bidang, footwall tidak terdeformasi secara relatif, deformasi
yang terjadi disebabkan oleh mekanisme tunggal dan kompaksi diabaikan.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Dula (1991) dari sekian banyak model
tersebut, inclined shear merupakan suatu model yang cocok untuk diterapkan
pada sesar listric normal. Inclined shear memungkinkan rekonstruksi detil dari
suatu geometri rollover berdasarkan geometri sesar, pergeseran lateral sesar (fault
heave) dan shear angle (Gambar I.2). Selain teknik restorasi struktur juga
dilakukan perhitungan strain berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Gibbs
(1983) (Gambar I.3). Evaluasi perhitungan strain ini dilakukan untuk membuat
perbandingan strain dari setiap kejadian struktur. Dan bentuk 3 dimensi dari
topografi permukaannya memperlihatkan suatu paleotopografi dari setiap sekuen
pengendapan dari penampang yang dikembalikan ke dalam bentuk pada saat
diendapkan sebelum terpengaruh oleh struktur. Paleotopografi ini berguna tidak
hanya untuk penentuan lingkungan pengendapan saja tetapi dapat juga digunakan
untuk interpretasi distribusi fasies.










Gambar I.2 Konstruksi geometri dari model inclined shear (Dula, 1991).
6
Algoritme Gibbs (1983)
l
0
= panjang awal penampang
l
f
= panjang bagian yang terdeformasi
d = kedalaman detachment
A = area penampang
e = extentional strain
factor = 1 + e = l
f
/ l
0
(McKenzie, 1978)
Gambar I.3 Perhitungan finite strain pada suatu restorasi struktur ekstensional
(Gibbs, 1983).

Suatu cekungan rift daratan terbentuk oleh adanya sesar-sesar normal dari suatu
aktifitas tektonisme yang membentuk suatu geometri graben penuh dan graben
setengah. Batas dari cekungan ini dicirikan oleh adanya sesar-sesar normal utama
sebagai sesar batas (border fault) dengan beberapa sesar-sesar normal lainnya
yang lebih kecil sebagai synthetic faults atau antithetic faults di dalam cekungan.
Tatanan struktur yang membentuk cekungan rift sangat berperan dalam proses
pengendapan yang berkembang di dalamnya. Hal ini berkaitan dengan pola
drainase yang berkembang di dalam cekungan tergantung dari kompleksitas
arsitektur segmentasi rift.

7
Sistem pengendapan yang berkembang di dalam suatu cekungan rift sangat
bervariasi dari yang sederhana sampai sangat komplek karena sangat tergantung
dari aktifitas tektonik, suplai sedimen dan fluktuasi air danau (Scholz dan
Rosendahl, 1990). Karakter dari sekuen-sekuen lakustrin yang berkembang di
dalam tatanan rift sangat dikontrol oleh perubahan topografinya selama evolusi
tektonostratigrafi dari cekungan (Lambiase, 1990).
Gambar I.4. Model sekuen pengendapan yang berkembang di tatanan cekungan
rift kontinen (Lambiase, 1990).

Pada danau-danau modern yang dihasilkan oleh proses rifing di daerah tropis
umumnya sangat sensitif terhadap fluktuasi permukaan air. Amplitudo dan
frekwensi yang besar dari perubahan muka danau ini akan menghasilkan sekuen
pengendapan dan arsitektur fasies yang lebih komplek dibanding tatanan pasif
margin.
Fasies seismik seringkali dapat dihubungkan dengan evolusi rift seperti yang
direpresentasikan dalam syatem tracts tektonik yang dikemukakan oleh Prosser
(1993). Prosser (1993) membagi system tract tektonik pada cekungan rift menjadi
(Gambar I.5):
1. Pre-rift (S1)
8
2. Rift Initiation (S2)
3. Rift Climax (S3)
Early rift climax
Mid rift climax
Late rift climax
4. Immediate Post-rift (S4)
5. Late Post-rift (S5).
Gambar I.5 Pembagian tektonostratigrafi cekungan rift menurut Prosser (1993).

Menurut Scholz dan Rosendahl (1990) karakteristik sekuen stratigrafi di
cekungan lakustrin (rift) adalah:
1. Geometri strata secara keseluruhan adalah divergen basin fill.
2. Geometri progradasi (clinoform) sangat jarang dijumpai karena kelerengan
yang terdapat di dalam cekungan curam.
3. Permukaan-permukaan downlap mempunyai sudut terminasi yang rendah
sehingga sangat sulit untuk diamati dibanding dengan permukaan-permukaan
erosi (truncation).
4. Fluktuasi permukaan air mempunyai amplitudo dan frekwensi yang lebih
tinggi dibanding di sistem lingkungan pengendapan laut.
9
5. Fluktuasi permukaan danau tidak mengikuti kurva sinusoida sederhana
seperti halnya yang umum digunakan di sistem lingkungan pengendapan laut.
6. Kontrol perkembangan sekuen pengendapan di sistem lakustrin bersifat ganda
di antara faktor-faktor tektonik, iklim, eustacy dan suplai sedimen.




























10

Anda mungkin juga menyukai