Anda di halaman 1dari 5

PENENTUAN ENERGI PENGAKTIFAN REAKSI IONIK

Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi
kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E
menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi
memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk
dapat berlangsung.
Dalam reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan
dan sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan
energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luar untuk mengaktifkan reaksi
tersebut.
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali
dengan tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan
terjadi penyusunan ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan
yang berbeda ( membentuk senyawa produk ). Dalam penyusunan ini, akan ada
pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan yang baru, yang membutuhkan sejumlah
energi. Ketika beberapa ikatan reaktan putus dan beberapa ikatan baru terbentuk,
tercapailah suatu keadaan dimana dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan
produk. Keadaan ini kita sebut sebagai transisi kompleks.
Dalam keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan
reaktan yang cenderung kurang stabil, karena produk yang terbentuk dapat
membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup tinggi, karena
sistem tidak stabil.
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi
yang disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi.
Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang
positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi
dari reaktan (Vogel, 1994).
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang
diusulkan adalah : K = A . Ea
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
Dari persamaan di atas terlihat bahwa kurva ln K sebagai fungsi dari 1/T akan
berupa garis lurus dengan perpotongan (intersep) ln A dan gradien Ea/R (Tim
Dosen Kimia Fisik, 2012).
Kedua faktor A dan Ea dikenal sebagai parameter Arrhenius. Plot dari log K
terhadap T -1 adalah linear untuk sejumlah besar reaksi dan pada temperatur
sedang.
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering
disimbolkan dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju
reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien (Ea/RT) dan
intersep ln A.Jika suatu reaksi memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a,
dan pada konsentrasi pada waktu t adalah a-x. Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian
dari sempurna, x=a/n
(Atkins, 1994)
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu
sebesar 10
o
C . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil. Perlu dilihat
bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari energi aktivasi
3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih
rendah (Castellan, 1982).
Energi pengionan adalah energi yang diperlukan untuk melepaskans u a t u
e l e k t r o n d a r i a t o m, i o n , a t a u mo l e k u l e n e r g i u n t u k
me l e p a s k a n el ekt r on per t ama di s ebut ener gi pengi onan per t ama, unt uk
mel epas kanel ekt r on kedua di s ebut ener gy pengi onan kedua, dan
s et er us nya. Ener gi pengionan dihitung elektron volt/atom atau k kal/mole.1 e v =
23,0629 k kal/mole(Alberty, 1997).
Versi termodinamika dari teori kompleks teraktifkan , mempermudah p e mb a h a s a n
r e a k s i d a l a m l a r u t a n . T e o r i s t a t i s t i k s a n g a t r u mi t
u n t u k di t er apkan, kar ena pel ar ut memegang per anan pent i ng dal am
kompl eks teraktifkan. Dalam pendekatan termodinamika, kita menggabungkan hukumlaju
(Atkins, 1997).
Variasi konstanta laju reaksi antara ion, terhadap kekuatan ion dengan penambahan ion
lamban, akan menaikkan koefisien laju. Pembentukan satuk o m p l e k s i o n i k
b e r m u a t a n t i n g g i d a r i d u a i o n y a n g k u r a n g t i n g g i muatannya,
dipermudah oleh kekuatan ion yang tinggi, karena ion yang baru mempunyai
atmosfer ion yang lebih rapat. Sebaliknya, ion denganmuatan berlawanan,
bereaksi lebih lambat dalam larutan dengan kekuatanion tinggi. Muatan itu
saling menghilangkan, dan antaraksi antara muatankompleks dengan atmosfernya
lebih buruk jika ion-ion itu terpisah (Atkins,1997).
S a t u c a r a u n t u k me n g a n a l i s i s i o n d a l a m l a r u t a n a d a l a h
d e n g a n m e m i s a h k a n c a m p u r a n m e n j d i k o m p o n e n -
k o m p o n e n n y a d e n g a n memanfaatkan perbedaan kelarutan senyawanya
yang mengandung ion. Kecepat an r eaks i ber gant ung pad a j eni s z at
per eaks i , t emper at ur r eaks i , konsentrasi zat pereaksi. Tidak semua reaksi
kimia dapat dipelajari secarakinetik (Sukarjo, 1989).
B i a s a n y a r e a k s i k i m i a t e r g a n t u n g p a d a k o n s e n t r a s i
p e r e a k s i - pereaksinya. Untuk menentukan tenaga pengaktifan suatu reaksi ionik
makadapat dilakukan dengan cara melakukan percobaan reaksi antara
persulfatdengan iodida menggunakan persamaan Arrhenius ( Basset, 1994).I on per s ul f at
di r eaks i kan dengan i on i odi da, r eaks i yang t er j adi adalah:
S
2
O
8
2-
+ 2I
-
2SO
4
2-
+ I
2

Unt uk menyel es ai kan s el ur uh bagi an r eaks i maka di t ambahkan
l ar ut antiosulfat dan indikator amilum yang berfungsi untuk memberikan warna biruketika
tiosulfat telah habis atau pendeteksi titik akhir reaksi, yang nantinyatiosulfat akan
mereduksi iod yang kemudian ion yodida yang dihasilkanakan bereaksi kembali
dengan persulfat, sehingga nantinya tiosulfat habisdan iod berikatan dengan
amilum membentuk kompleks yang memberikanwarna biru pada larutan(Basset,
1994).
Energi aktifasi Ea dapat diperkirakan dari persamaan Arrhenius, jikakonstanta
kecepatan reaksi diketahui pada dua suhu atau lebih. Persamaanempi r i s
kecepat an r eaks i di anggap memenuhi s uhu yang l ai n s ehi ngga hanya satu
suhu yang diperlukan untuk menghitung kecepatan sejumlahkonsentrasi yang
diketahui.
K = Ae-
Ea/RT

K = konstanta laju reaksiA = faktor frekuensiEa = energi aktivasiUmumnya konstanta laju
meningkat dengan meningkatnya temperatur, danh a r g a n y a k i r a - k i r a d u a k a l i
u n t u k t i a p k e n a i k k a n 1 0
o
C. Hubungankuant i t at i f per t ama ant ar a k
dan t emper at ur adal ah kar ena per s amaan Arheniuss : K = Ae
-Ea/RT

Dimana A adalah faktor pra-eksponensial atau faktor frekuensi, Ea adalah energi pengaktifan
yakni molekul-molekul harusmempunyai energi sebanyak ini sebelum membentuk
produk. Persamaand i a t a s me n s y a r a t k a n b a h wa s a t u a n E a h a r u s
me r u p a k a n e n e r g i / mo l (Sukarjo, 1989).
Kecepat an r eaks i ber gant ung pada j eni s z at per eaks i , t emper at ur reaksi,
konsentrasi zat pereaksi. Untuk menentukan tenaga pengaktifansuatu reaksi ionik
maka dapat dilakukan dengan cara melakukan percobaanreaksi antara persulfat dengan iodida
menggunakan persamaan Arrhenius.Ion persulfat direaksikan dengan ion iodida, reaksi yang
terjadi adalah :S
2
O
8
2-
+ 2I
-
2SO
4
2-
+ I
2

(Basset, 1994)


Teori yang menjelaskan reaksi kimia berdasarkan pada tumbukan molekul tidak
cukup kuat sampai dekade awal abad kedua puluh. Teori kinetik molekul yang pertama
dikembangkan. Tercatat adanya distribusi energi kinetik dan laju molekul molekul senyawa
gas. Jumlah tumbukan antara molekul molekul persatuan waktu dapat diturunkan dari teori
kinetika molekul. Jumlah tersebut disebut frekuensi tumbukan.
Hanya sebagian tumbukan saja yang menghasilkan reaksi. Hal ini didasarkan pada
dua faktor : (1) Hanya molekul molekul yang lebih energetik dalam campuran reaksi yang
akan menghasilkan reaksi sebagai hasil tumbukan. (2) Kemungkinan (probabilitas) suatu
tumbukan tertentu untuk menghasilkan reaksi kimia tergantung dari orientasi molekul yang
bertumbukan.
Energi yang harus dimiliki oleh molekul untuk dapat bereaksi disebut energi aktivasi.
Dengan teori kinetik molekul dapat ditentukan berapa fraksi dari seluruh molekul yang ada
yang memiliki energi melebihi nilai tertentu. Pikirkanlah bahwa laju reaksi kimia tergantung
pada hasilkali frekuensi tumbukan dengan fraksi dari molekul yang memiliki energi sama
atau melebihi energi aktivasi. Karena fraksi dari molekul teraktifkan ini biasanya sangat
kecil, laju reaksi jauh lebih kecil dari pada frekuensi tumbukannya sendiri. Tambahan lagi,
semakin tinggi nilai energi aktivasi, semakin kecil fraksi molekul yang teraktifkan dan
semakin lambat reaksi berlangsung.
Untuk membayangkan reaksi

A
2
(g) + B
2
(g) 2 AB(g)

Menurut pengertian teori tumbukan, anggaplaah bahwa selama tumbukan antara
molekul A
2
dan B
2
, ikatan ikatan A A dan B B putus dan ikatan A B terbentuk.
Hasilnya adalah perubahan pereaksi preaksi A
2
dan B
2
menjadi hasil reaksi AB. Molekul
molekul harus mempunyai orientasi tertentu bila tumbukan akan efektif untuk menghasilkan
reaksi kimia.
Bila dinyatakan frekuensi tumbukan sebagai Z, fraksi molekul teraktifkan sebagai f,
dan faktor probabilitas sebagai p, laju reaksi kimia memiliki rumusan
laju reaksi = p. f. Z
Frekuensi tumbukan berbanding lurus dengan konsentrasi molekul molekul yang
terlibat dalam tumbukan (katakanlah A dan B). Dengan demikian, Z dapat diganti dengan [A]
x [B], dan rumusan laju reaksi yang lebih dikenal ini dapat dituliskan
Laju reaksi = p.f [A] [B] = k [A] [B]
Teori tumbukan tampaknya membawa kita ke arah persamaan laju reaksi kimia yang
umum, tetapi ada beberapa kekurangan pada hasil yang telah dikemukakan. Persamaan di
atas menunjukkan sebuah reaksi dengan orde total dua, tetpi telah diketahui bahwa orde
orde reaksi lain mungkin ada.
Satu alternatif penting tentang teori tumbukan telah dikembangkan oleh ahli kimia
Amerika, Henry Eyring (1901 81), dan yang lainnya. Toeri ini dipusatkan pada spesies
antara (intermediate species) yang disebut kompleks teraktifkan, yang terbentuk selama
tumbukan energetik. Spesies ini ada dalam waktu yang sangat singkat, dan kemudian terurai,
dapat kembali menjadi pereaksi pereaksi awal (dalam hal ini tidak ada reaksi) atau menjadi
molekul hasil reaksi.
Pada kompleks teraktifkan terdapat ikatan lama yang meregang mendekati putus, dan
ikatan baru hanya terbentuk sebagian. Hanya bila molekul molekul yang bertumbukan
mempunyai jumlah energi kinetik yang besar untuk disimpan dalam spesies tergangkan
tersebut maka kompleks teraktifkan akan terbentuk. Energi yang dibutuhkan tersebut
dinamakan energi aktivasi.
Secara praktik telah diketahui bahwa reaksi reaksi kimia cenderung berlangsung
lebih cepat pada suhu yang tinggi. Kita mempercepat reaksi biokimia tertentu dengan
meningkatkan suhu, misalnya pada pemasakan makanan. Di lain pihak kita memperlambat
beberapa reaksi dengan menurunkan suhu, seperti halnya pendinginan atau pembekuan
makanan untuk mencegah pembusukan. Sekarang kita mempunyai penjelasan mengenai
pengaruh suhu terhadap laju reaksi : Peningkatan suhu meningkatkan fraksi molekul yang
memiliki energi melebihi energi aktivasi (Ralph. H. Petrucci, 1985).

Anda mungkin juga menyukai