Anda di halaman 1dari 4

Faktor yang Menentukan Kekuasaan Sosial

Kita sering berdebat mengenai itu karena tabiat penyatuan sebuah organisasi,
sedikit keputusan dibuat dengan perhitungan, dan kebanyakan keputusan
dipengaruhi oleh subunit dan orang yang berkuasa dalam organisasi. Jawaban dari
pertanyaan siapakah yang mengontrol atau memerintah sebuah organisasi adalah
seseorang atau kelompok dengan kekuasaan terbanyak. Hal ini ada hubungannya
dengan pertimbangan kita mengenai rancangan organisasi sebagai hasil dan sebagai
factor dalam perebutan kendali terhadap dimensi sebuah struktur organisasi memiliki
kesepakatan besar dalam proses distribusi dan kepemilikan kekuasaan di organisasi.

Kekuasaan Formal
Ada sedikit orang yang tidak familiar dengan bagan organisasi, yaitu
gambaran formal mengenai posisi dan hubungannya satu sama lain dalam
organisasi. Walaupun kita juga mengetahui organisasi informal, dan kenyataannya
memang bahwa bagan tersebut tidak memberitahu kita apa-apa mengenai fungsi
organisasi, struktur formal dalam organisasi jelas memberikan satu factor yang
menentukan kekuasaan dan kontrol. Beberapa pekerjaan menjelaskan keterbatasan
tanggung jawabnya, struktur formal memperjelas siapa yang melapor kepada siapa
dan siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengevaluasi orang lain. Proses evaluasi
adalah pusat dari control perilaku dalam organisasi (Scott, et al., 1967). Hak-hak
kekuasaan ini disampaikan melalui garis hirarki formal-biasanya, walau tak bisa
dielakkan, orang yang diberikan kedudukan mempunyai hak untuk mengevaluasi
orang di bawahnya dan berhubungan dengannya dalam hirarki. (lihat Simmons,
1978)
Ketika seseorang pergi bekerja, dia secara mutlak memasuki suatu perjanjian
yang melibatkan penerimaan pembayaran dan keuntungan lain nantinya untuk
memberikan beberapa kendali atas perilakunya pada organisasi, dan lebih
spesifiknya, kepada pengawasnya. Kita membuat penawaran ini sangat sering,
menukar uang dengan kebebasan kitya dalam bertindak dan kita jarang memikirkan
hal tersebut. Walaupun begitu, hal yang pertama dan seringnya jadi factor paling
penting dari kekuasaan adalah hirarki formal dari proses evaluasi dan penguasa yang
ada pada organisasi tersebut.

Kendali Terhadap Sumber Daya


Ada hal lain yang juga menjadi dasar kekuasaaan pada suatu organisasi yaitu
kepemilikan kendali terhadap sumber daya kritis. Salancik dan Pfeffer (1974)
menemukan bahwa peramal terbaik dari departemen tenaga kerja pada sebuah
universitas adalah sama dengan uang di luar yang departemen itu bawa ke dalam.
Pfeffer dan Leong (1977) memeriksa pembagian Dana Gabungan kepada anggota
agensi di beberapa kota, dan menemukan lagi bahwasanya kemampuan untuk
meningkatkan dukungan dari luar adalah faktor kekuatan prinsipil dalam koalisi.
Organisasi memerlukan sumber daya untuk bertahan. Kendali terhadap sumber daya
kritis di organisasi memerlukan sesorang atau subunit dengan kekuasaan dalam
organisasi.
Pengendalian sumber daya dipegang oleh divisi pekerja sebuah organisasi,
dan salah satu posisi dari struktur social. Sebagai contoh, andaikan metode alternatif
yang mungkin dari Pengalokasian Dana Beasiswa. Di bawah satu system, seandainya
kita membuat suatu Kantor Beasiswa dan Bantuan Dana, dan tempatkan seorang
Direktur dengan tanggung jawab membagikan beasiswa kepada Departemen
Perseorangan. Sebagai alternative, anadaikan juga kita memiliki kantor yang sama,
tapi untuk sekarang, sang Direktur hanya bertanggung jawab dalam meningkatkan
dana; dalam hal pembagiannya didasarkan pada banyaknya pelajar yang ada. Ini
jelas bahwa, hal-hal tersebut menjadi setara, dalam kasus pertama seseorang yang
menduduki posisi Direktur Beasiswa dan Bantuan Dana akan memiliki kekuasaan
yang lebih besar. Contoh yang sama akan nampak pada keadaan organisasi yang
lain-job description dan pembagian tugas meisnhakls

Konflik dan Organisasi


Konflik adalah hal yang alami dan tak terelakkan dari keberadaan seorang
manusia dan organisasi. Sejak semua orang itu khas dan memperhatikan kenyataan
bahwa orang lain juga khas, mereka memiliki kecenderungan tidak sepaham dalam
banyak topic dan tujuan. Konflik adalah proses dimana tiap individu
mengekspresikan dan mengasosiasikan perbedaannya. Lebih spesifiknya, konflik
adalah pergelutan yang diungkapkan dari 2 atau lebih posisi bersaing oleh satu atau
lebih individu, biasanya didasari ketidakcocokan keyakinan, ide atau tujuan. Konflik
dapat terjadi pada beberapa tingkatan komunikasi dan pada bermacam-macam
keadaan komunikasi. Sedikitnya ada empat tingkatan komunikasi dimana konflik
organisasi bias terjadi.
1. Seorang executive bias mengalami konflik interpersonal manakala mencoba
membikin keputusan sulit mengenai arah pertumbuhan satu organisasi.
2. Para pekerja bias mengalami konflik inter personal ketika berdebat mengenai
perbedaan strategi untuk menyelesaikan tugas tertentu.
3. Departemen dalam organisasi saling bersaing demi pembagian daftar anggaran
dana yang terbatas turt juga memicu intergrup konflik.
4. Pertarungan rival bisnis untuk meningkatkan saham dalam pasar yang bersaing
menunjukkan adanya konflik interorganisasi.

Konflik tidak bias dicegah dalam kehidupan berorganisasi. Banyak konteks


tak terhitung dalam konflik organisasi, dengan orang berbeda yang berusaha untuk
tujuan berbeda digunakan pula strategi komunikasi yang berbeda. Ini berarti bahwa
setiap konflik adalah situasi social yang khas. Konflik manusia adalah situasi spesifik.
Konflik sering muncul dalam organisasi sebagai perlawanan terhadap
kekuasaan. Perjuangan terhadap kekuasaan dalam kehidupan organisasi seringkali
disebut “politik berorganisasi” (Kanter 1977). Kekuasaan adalah konsep social;
didapat dari interaksi. Tak seorangpun diberkahi satu kekuasaan. Seseorang diberi
kekuasaan oleh orang lain berdasarkan pesan yang saling disampaikan dan juga
hubungan yang mereka bangun. Konflik adalah strategi umum yang digunakan untuk
mendapatkan dan menantang suatu kekuasaan. French dan Raven (1960)
mengidentifikasi lima hal yang saling mempengaruhi dalam kekuasaan social.
1. Kekuatan Penghargaan individu dilihat sebagai pengendali penghargaan apa
yang bias orang terima.
2. Kekuatan Paksaan individu dilihat sebagai pengendali terhadap hukuman yang
bias dikenai terhadap orang lain.
3. Kekuatan Pengesahan individu dilihat sebagai penyokong posisi penguasa
yang diakui oleh orang lain.
4. Kekuatan Pengalaman individu dilihat sebagai pemilik pengetahuan khusus
atau informasi yang orang lain butuhkan.
5. Kekuatan Penunjuk individu dilihat sebagai seseorang yang menarik orang lain
sehingga orang lain mengenali orang ini.

Kegiatan yang tak terkendali pada organisasi politik dapat menciptakan


ketidakharmonisan dalam organisasi dan membawa anggota menjadi merasa
terancam dan bersikap bertahan. (Dunn, 1981).
Konflik dianggap banyak orang sebagai pengalaman yang tak bermanfaat,
tetapi seperti yang kita debatkan, konflik dapat menjadi sangat bermanfaat dalam
kegiatan interpersonal pada kehidupan berorganisasi. Kurangnya penghargaan yang
orang miliki terhadap konflik biasanya gara-gara ketidikasenangan pengalaman
konflik mereka. KOnflik sering tidak menyenangkan karena sedikit orang merasa
nyaman dalam berkomunikasi dalam situasi konflik. Kebanyakan orang tidak punya
kemampuan komunikasi yang efektif dalam konflik. Reaksi paling umum dalam
konflik interpersonal adalah mencoba lari dari situasi tersebut atau mencoba
melancarkan serangan’ kedua reaksi tersebut sama sekali tidak efektif dalam
kebanyakan situasi konflik. Sejak konflik itu sendiri tidak dapat dielakkan dalam
kehidupan berorganisasi, orang-orang harusnya belajar bagaimana berkomunikasi
yang efektif dalam situasi konflik. Konflik itu penting dan berguna dalam komunikasi
interpersonal pada kehidupan berorganisasi karena ini dapat membantu anggota
organisasi memecahkan masalah, mempelajari satu sama lain, dan membangun ke
depannya.

Anda mungkin juga menyukai