Anda di halaman 1dari 24

PATRA

Energy Review
MENUJU KETAHANAN ENERGI
NASIONAL
DIVISI KAJIAN ENERGI HMTM PATRA 2013/2014
Edisi #4
2
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
Kapabilitas Industri Hulu
Migas Indonesia
Siapa Penguasa Blok
Mahakam Selanjutnya?
Listrik dan Indonesia: Di
Ujung Tanduk atau Diambang
Kebangkitan?
CONTENTS
3
8
6
Aditya Prasetyo
12210021
Andy Rosman H.
12211032
Alris Alfharisi
12211014
Solusi Energi Indonesia:
Akankah Kita Terus Bergan-
tung Pada Minyak Bumi Dan
Gas Alam?
12
Aris Tristianto Wibowo
12210022
Gas Sebagai Sumber Energi
Pengganti Minyak
14
Isna Rasyad Hanief
12211021
Masih maukah kita menggu-
nakan BBM SUBSIDI?
17
Jody Aria Widjaya 1
2211034
Iklim Investasi Energi di
Indonesia. Meningkatkan
Nilai Jual dan Produktivitas
Sumber Daya Energi.
Pantaskah Sistem Kso Diter-
apkan?
19
22
Luthfan Nur Azhim
12211038
Aldia Syamsuduha
12210027
&
Temmy Surya Kurniawan
12210073
P
erlu diketahui bahwa dasar
pengelolaan migas di In-
donesia sebenarnya sudah
dirancang dengan ide Kon-
trak Production Sharing (PSC).
Ide Kontrak Bagi Hasil ini diinisi-
asi oleh Bung Karno, terinspirasi
dari pengelolaan pertanian di
Jawa. Kebanyakan petani adalah
bukan pemilik sawah dan mereka
mendapatkan penghasilannya
dari bagi hasil. Pengelolaan ada
ditangan pemiliknya. Pak Ibnu
Sutowo juga menyatakan bahwa
yang dibagi dari sistem PSC
adalah minyak/gas (hasilnya) dan
bukan uangnya. Intinya adalah
kita harus menjadi Tuan di rumah
kita sendiri. Itulah sebabnya
dalam Kontrak Production Shar-
ing Manajemen ada di tangan
pemerintah.
Dasar perbedaan utama yang
dapat dilihat dari konsesi dan
PSC adalah pada sistem audit
dan manajemen. Konsesi menya-
takan, manajemen ada di tangan
kontraktor, yang penting adalah
dia membayar pajak. Sistem audit
disini adalah post audit saja. Se-
dangkan pada PSC, manajemen
ada di tangan pemerintah. Setiap
kali kontraktor mau mengem-
bangkan lapangan dia harus
menyerahkan POD (Plan of Devel-
opment), WP&B (Work Program
and Budget) atau program kerja
dan pendanaan serta AFE (Au-
thorization for Expenditure) atau
otorisasi pengeluaran supaya
pengeluaran bisa dikontrol.
Sistem audit di sini adalah pre,
current, dan post audit.
Pemikiran Bung Karno ini memiliki
tujuan mengusahakan min-
yak kita sedapat mungkin oleh
kita sendiri. Kemudian bangsa
Indonesia dapat belajar cepat
tentang bagaimana mengelola
perusahaan minyak serta belajar
cepat untuk menguasai teknologi
dibidang perminyakan. Ide PSC
ini menjadi pelopor sistem kontrak
di berbaagai negara namun
sayang ide ini justru lebih berhasil
dilaksanakan oleh Petronas Ma-
laysia. Walaupun demikian, kita
cukup berbangga hati mempu-
nyai Medco dan perusahaan-pe-
rusahaan swasta nasional lainnya
yang dapat menyaingi perusa-
haan multinasional.

Pengelolaan Migas di Indonesia
dan Intensifikasi Produksi
Sebagai bagian dari visi pen-
gusahaan migas di Indonesia
adalah untuk memanfaatkan
migas untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (pasal 33
UUD 1945), maka dari itu termina-
si-terminasi kontrak sebaiknya
diprioritaskan untuk dikerjakan
perusahaan-perusahaan Nasion-
al (Pertamina, Swasta Nasional,
Perusahaan Daerah) atau paling
tidak saham Nasional lebih besar.
Pengusahaan migas sebagian
besar dilakukan oleh perusahaan
multinasional di banyak Negara
berkembang, termasuk Indonesia
berdasarkan suatu kontrak.
Sebelum melakukan peningkatan
produksi terlebih dahlu kita harus
mempertahankan stocknya. Stock
atau proven reserves (cadangan
terbukti) pada migas turun den-
gan produksi dan naik dengan
penemuan serta Improved Oil
Recovery (IOR). Cadangan yang
belum ditemukan berkurang
dengan adanya penemuan kare-
na cadangan tersebut menjadi
terbukti. Investasi meningkat jika
potensi mendapat keuntungan
meningkat. Keuntungan adalah
fungsi dari produksi, harga, biaya
dan pedapatan pemerintah.
Teknologi berpotensi menurunkan
Data Discovery, Produksi, serta Revenue dari minyak dan gas - SKK MIGAS
Kapabilitas Industri Hulu Migas
Indonesia
Oleh: Aditya Prasetyo (12210021)
3
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
biaya, sedangkan memelihara
lingkungan baik fisik maupun
sosial membutuhkan biaya.
Lesunya eksplorasi mengakibat-
kan sedikitnya penemuan cadan-
gan baru, secaraa berurutan
mengganggu dan menurunkan
produksi minyak kita. Di samp-
ing oleh tingginya countrys risk
untuk Indonesia, lesunya eksplor-
asi tersebut disebabkan oleh
diterapkannya Bea masuk, pajak
pertambahan nilai (PPN) impor
dan pajak penghasilan (PPh)
impor sejak diberlakukannya UU
No. 22 / 2001. Menurut Goldman
Sachs Riset Institute (GSRI) 2007,
Indonesia termasuk Negara yang
berkatagori very high risk. Resiko
tersebut ditentukan berdasarkan
korupsi, aturan hukum, stabilitas
politik, kualitas regulasi, dan
indeks pembangunan manusia.
Pemerintah perlu memberitahu
kontraktor bahwa kriteria utama
untuk perpanjangan kontrak
adalah memproduksikan lapan-
gan yang sudah ditemukan dan
melakukan kegiatan eksplorasi
di wilayah kerja yang sudah
produksi karena disamping itu
banyak kontraktor yang kurang
melakukan eksplorasi di wilayah
kerjanya yang sudah produksi,
akibatnya cadangan dan produk-
sinya cepat menurun. Solusi sing-
kat bisa dilakukan peningkatan
produksi dalam jangka pendek
dapat dilakukan dengan mem-
produksikan lapangan-lapangan
yang terlantar dengan meminta
kontraktor untuk melepaskannya
dan kemudian dioperasikan oleh
perusahaan terpilih yang berse-
dia memproduksikannya. Usaha
lain adalah meminta kontrak-
tor melakukan IOR, termasuk
Enhanced Oil Recovery (EOR),
seoptimal mungkin. Apabila dia
tidak bisa melakukannya sendiri,
maka dengan persetujuan pemer-
intah, dapat melakukan perfor-
mance based contract dengan
perusahaan jasa yang berniat
melakukan IOR tersebut, dengan
memberikan fee atau sebagian
produksi hanya apabila terjadi
penambahan produksi. Produksi
dapat ditingkatkan pula dengan
dipercepatnya pembebasan
tanah, ijin penggunaan lahan,
diperbaikinya sistem birokrasi
dan informasi serta kemitraan
(partnership) dengan investor
baik di Ditjen Migas maupun
BP Migas, koordinasi yang baik
antara instansi terkait, termasuk
pusat dan daerah.
Permasalahan gas adalah
iming-iming harga ekspor yang
cukup tinggi dan belum jelas-
nya insentif apabila gas terse-
but digunakan untuk domestik
dengan harga lebih rendah. Gas
lain yang bisa digunakan adalah
Coal Bed Methane (CBM) yaitu
gas methana yang ada dalam
lapisan-lapisan batubara dima-
na cadangannya cukup besar.
Indonesia perlu memberlakukan
penerimaan pemerintah yang leb-
ih rendah untuk CBM dibanding-
kan gas, karena biaya produksi
CBM lebih mahal dibanding gas.
Untuk pengembangan gas dan
CBM perlu dipertimbangkanharga
gas domestik yang menarik, misal
$ 6/MSCF. Perlu disadari bahwa $
6/MSCF gas hanya setara dengan
$ 36 /BOE minyak. Lapangan
gas medium dan kecil serta CBM
memerlukan media transporta-
si berupa pipa. Pembangunan
infrastruktur gas tersebut perlu
ditingkatkan.
Iklim dan Kemampuan Nasional
Bahwa tidak benar dikatakan
apabila prospek eksplorasi di
Indonesia rendah, karena di
Malaysia ditemukan prospek
Kikeh dilaut dalam dengan
cadangan 1 Milyar BOE (Barrel
of Oil Equivalent) sehingga laut
dalam di Indonesia terutama
selat Makasar menjadi perhatian
perusahaan-perusahaan raksasa.
Proyek-proyek raksasa LNG di
Australia yang sedang dikem-
bangkan adalah Evans Shoal,
Gorgon,Ichthys, Pluto, Browse
dan Bay Undan, sedangkan di
Indonesia hanya Tangguh. Ting-
ginya resiko di Indonesia menga-
kibatkan perusahaan-perusahaan
migas hanya berkonsentrasi pada
mempertahankan produksi lapa-
ngan-lapangan yang sudah ada,
akibatnya produksi turun.
PSC perlu dipertimbangkan
sistem bagi hasil yang fleksibel
dan tidak kaku, yang berbeda
untuk harga, penghasilan atau
perbandingan penghasilan
dan biaya yang berbeda untuk
pengembangan lapangan-lapan-
gan yang kurang ekonomis.
Kemudian terdapat keluhan dari
kontraktor mengenahi kelambatan
persetujuan POD dari BPMigas.
Lambatnya persetujuan tersebut
diakibatkan oleh evaluasi cadan-
gan lagi secara rinci sesudah
kontraktor meminta persetujuan
POD. Padahal cadangan tersebut
sudah disertifikasi. Persetujuan ini
bisa berlangsung berbulan-bulan,
bahkan melampaui satu tahun.
Akibatnya, apabila POD disetujui,
biaya sudah jauh meningkat dari
perkiraan sebelumnya, sehingga
Peta cekungan-cekungan yang berpotensi di Indonesia, terlihat bahwa banyak cekungan di Indo-
nesia timur belum memperlihatkan tanda-tanda produksi, dan dibutuhkan lebih banyak eksplorasi.
- SKK MIGAS
4
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

perlu direvisi dan membutuhkan


waktu yang lama lagi dan seter-
usnya.
Lingkungan yang baik karena
terdapat permasalahan- permas-
alahan yang perludi selesaikan di
daerah operasi,
yaitu: 1. Pem-
bebasan Tanah,
2.Tumpang tin-
dih kepemilikan
lahan (ada yang
mengaku memi-
liki, padahal
sudah dibeli),
3.Tumpang
tindih dengan
perkembangan
pembangunan
infrastruktur di daerah operasi, 4.
Tumpang tindih dengan kehutan-
an, 5. Ijin operasi dan penanga-
nan limbah dari KLH.
Apabila Indonesia dapat mem-
berantas korupsi serta mening-
katkan kualitas aturan hukum,
stabilitas politik, kualitas regulasi
dan indeks pembangunan manu-
sia, memperbaiki sistem birokrasi
dan informasi serta kemitraan di
Ditjen Migas maupun SKK Migas
di samping itu dapat mengatasi
permasalahan tanah, tumpang
tindih lahan, permasalahan
antar instansi dan permasalahan
desentralisasi maka diharap-
kan investasi hulu migas akan
meningkat
Untuk mempertahankan pe-
masokan energi diperlukan biaya
yang dibutuhkan sektor tersebut.
Biaya tersebut dapat dipergu-
nakan untuk meningkatkan kual-
itas informasi bagi penawaran-
konsesi-konsesi baru, termasuk
melakukan survai geologi dan
geofisik (gravity dan seismik)
pendahuluan, serta meningkatkan
kemampuan Nasional (untuk pen-
didikan, pelatihan danpenelitian
hulu migas). Sebagai perband-
ingan, untuk mempertahankan
kelestarian hutan orang menggu-
nakan Dana reboisasi dari royalty
yang besarnya secara teoritis
dihitung berdasarkan biaya yang
dibutuhkan untuk menanam kem-
bali setiap pohon yang ditebang.
Sebagai perbandingan biaya listr-
ik (bahan bakar dan pembangkit)
dari batubara (US$ 70/ton) adalah
6 sen dolar per kWh, gas (US$ 6/
MMBTU) serta panas bumi 8 sen
dolar per kWh dan dari BBM (Rp.
7200/liter) sekitar 24 sen dolar
per kWh. Dengan begitu bisa di-
analogikan bahwa pemakai BBM
seperti halnya menaiki porsche,
sedangkan kalau memakai yang
lain sama dengan naik bis kota.
Harus kembali ubah mindset bah-
wa Indonesia bukan negara kaya
minyak, sangat ceroboh jika ma-
sih mengantungkan penggunaan
energi kepada minyak. Bahkan
Iran yang kaya dengan minyak
(cadangan terbukti 137,5 milyar
barel dan produksi 4,3 juta barel
per hari pada 2006), berusaha
untuk mengunakan nuklir untuk
listrik, BBG untuk transportasi,
LPG dan gas kota untuk mema-
sak. Iran berusaha untuk mengek-
spor minyak sebanyak mungkin
karena hal tersebut adalah yang
paling menguntungkan. Demikian
pula Norwegia, walaupun Negara
tersebut memproduksikan minyak
sebesar 2,8 juta barel per hari
pada tahun 2006 pemakaian
domestiknya hanya 200 ribu
barel per hari, yaitu hanya untuk
transportasi. Untuk listrik, Negara
ini menggunakan tenaga air. Perlu
dicatat bahwa cadangan terbukti
minyak Indonesia (3,7 milyar
pada 2013) hanya 0,33% cadan-
gan minyak dunia, cadangan
gas 1,7% cadangan gas dunia,
cadangan batubara 3,1% cadan-
gan batubara dunia dan potensi
panas bumi Indonesia diperkira-
kan 40% potensi panasbumi dun-
ia, terlebih dengan teknologi terki-
ni hidrokarbon non-konvensional
mulai menjadi ekonomis. Perlu
adanya road map peningkatan
kemampuan Nasional untuk pen-
ingkatan partisipasi perusahaan
maupun perusahaan jasa dan
barang migas. Perlu diprioritas
bagi Perusahaan Nasional untuk
kontrak yang sudah habis. Mas-
alah utama peningkatan kemam-
puan Nasional Indonesia adalah
terbatasnya modal. Walaupun
demikian, sesungguhnya terdapat
uang tersedia
di Bank-bank di
Indonesia, teta-
pi mereka ma-
sih ragu-ragu
untuk mendanai
proyek migas
karena belum
terlalu menge-
nalnya. Perlu
pertemuan
stakeholders
migas den-
gan Bank untuk meningkatkan
investasi di bidang migas. Bank
dianjurkan memberikan pinjaman
untuk kegiatan migas (eksploita-
si). Untuk kehati-hatian dianjurkan
agar pinjaman tersebut digu-
nakan langsung untuk mem-
biayai kegiatan produksi. Ahli
Perminyakan Indonesia di Luar
Negeri dapat digunakan untuk
meningkatkan pendidikan, pela-
tihan dan penelitian migas untuk
menjadikan Indonesia terpan-
dang di dunia migas. Peningka-
tan kemampuan Nasional dalam
mengelola migas domestik dapat
menjadikannya perusahaan Multi
Nasional dan dapat menghimpun
dana dari Luar Negeri serta men-
jamin security of supply migas
dari usaha migas di Luar Negeri
seperti yang dilakukan Petronas,
Petrochina, dll.
Dengan begitu bisa di-
analogikan bahwa pemakai
BBM seperti halnya me-
naiki porsche, sedangkan
kalau memakai yang lain
sama dengan naik bis kota.
Harus kembali ubah mind-
set bahwa Indonesia bukan
negara kaya minyak, sangat
ceroboh jika masih mengan-
tungkan penggunaan energi
kepada minyak
Komposisi produksi energi listrik berdasarkan jenis bahan bakar total Indonesia (GWh) - pln.co.id
5
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
L
istrik, seperti yang kita
semua ketahui adalah
bagian integral dari mas-
yarakat dan merupakan
salah satu faktor utama dalam
kemajuan industri di seluruh neg-
ara. Tanpa adanya pasokan listrik
yang baik, maka sebuah negara
dan masyarakat tidak akan dapat
berkembang dengan optimum
karena hampir setiap aktivitas
yang kita lakukan saat ini bersifat
electricity-driven. Mesin-mesin,
komputer, lampu, dan hal-hal lain
yang sangat penting membutuh-
kan kondisi listrik yang baik untuk
beroperasi.
Di Indonesia, dunia
kelistrikan diatur oleh badan
pemerintahan yang bernama
PLN(Perusahaan Listrik Negara)
dan tampaknya sampai saat ini
kinerja dari PLN Persero masih
kurang optimum. Masih banyakn-
ya pemadaman bergilit di berbagi
tempat di Indonesia yang dikare-
nakan defisit daya PLN. Pada
tahun 2009, 50% dari Sistem
Kelistrikan Nasional mengalami
defisit daya dan 50% tersebut
adalah Sistem Kelistrikan di Jawa,
Madura dan Bali.
Pada tahun 2010,
kapasitas pembangkit listrik di In-
donesia mencapai 31.6 GW yang
merupakan gabungan dari PLN
dan Independent Power Produc-
er(Swasta). Kapasitas 31.6 GW
didominasi oleh 35% Pembangkit
Listrik Batu Bara, 26% Pemban-
gkit Listrik Tenaga Uap Gas, 12%
Pembangkit Listrik Tenaga Air,
serta 9% dari Renewable Enery.
Mungkin jika sekilas kita lihat, su-
dah cukup baik kita memiliki 9%
EBT sebagai sumber generator
listrik. Tetapi masalahnya, selama
tahun 2000-2010, pemakaian
BBM sebagai sumber tenaga
listrik meningkat 6,38% per tahun,
batu bara 6,19% per tahun, serta
gas 2,16% per tahun. Permasala-
hannya adalah dengan kondisi
rupiah saat ini yang melemah,
Listrik dan Indonesia:
Di Ujung Tanduk atau Diambang Kebangkitan?
Draft Energy mix untuk tahun 2025 - Dewan Energi Nasional
Oleh: Alris Alfharisi (12211014)
6
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
konsumsi BBM yang semakin
banyak akan menimbulkan dis-
paritas harga operasional dengan
harga jual yang meningkatkan
anggaran subsidi listrik. Pemer-
intah mengusulkan subsidi listrik
pada tahun 2014 sebesar Rp 87,2
triliun. Usulan ini menggunakan
asumsi ICP US$ 106 per barrel
dan nilai tukar rupiah Rp 9750 per
dollar Amerika Serikat. Dengan
kondisi rupiah yang mencapai Rp
12000 per dollar Amerika Serikat,
maka akan ada kenaikan menca-
pai Rp 20,1 triliun.
Untuk menangani mas-
alah tersebut, terbesitlah inisiatif
dari pemerintah untuk melakukan
berbagai kebijakan dan salah
satu kebijakan yang akan kita
bahas disini adalah konversi
listrik yakni pemberian berbagai
insentif supaya kita tidak berpatok
pada batu bara dan BBM sebagai
sumber utama pembangkit listrik.
Target yang paling utama yang
akan dicapai pemerintah adalah
pada tahun 2025(tercantum pada
Blueprint Pengelolaan Energi
Nasional 2005-2025) dimana EBT
mengambil bagian 25,9% dari
total Energy Mix. Untuk menca-
pai target tersebut, beberapa
kebijakan pun sudah dambil
Menteri ESDM salah satunya Per-
men ESDM nomor 4 tauhn 2012
tentang Harga Pembelian Tenaga
Listrik oleh PT PLN (persero) dari
Pembangkit Tenaga Listrik yang
Menggunakan Energi Terbarukan
Skala Kecil dan Menengah atau
Kelebihan Tenaga Listrik. Harga
pembelian tenaga listrik berbasis
biomasa dan biogas adalah Rp
975/kWh(tegangan menengah)
dan Rp 1325/kwh(tegangan
rendah). Begitu juga untuk jenis
EBT yang lain seperti tenaga lis-
trik berbasis sampah, dll. Tujuan
dari kebijakan ini adalah supaya
di masa depan, Indonesia tidak
hanya menggunakan BBM dan
batu bara sebagai pembangkit
listrik.
Selain sumber energi yang
disebutkan diatas, sumber listrik
paling potensial yang dimiliki
Indonesia adalah energi panas
bumi atau geothermal. Untuk me-
menuhi kebutuhan listrik nasional,
pemerintah menargetkan menam-
bah 5000 megawatt sumber listrik
baru setiap tahun da 400 mega-
watt diantaranya berasal dari
panas bumi. Potensi geothermal
Indonesia adalah salah satu yang
paling besar karena letak negara
kita yang berada di lempeng
tektonik paling aktif di Indonesia
sehingga Indonesia memiliki 40%
dari total sumber geotermal dunia
dan jika seluruhnya bisa dikem-
bangkan, akan setara dengan
pembakaran 12 miliar barrel
minyak. Tetapi, keuntungan utama
dari geothermal sendiri adalah
karena letaknya yang tersebar
di berbagai daerah di Indonesia
sehingga dapat meminimisasi
masalah distribusi bahan bakar
yang selama ini menjadi momok
pemadaman bergilir di berbagai
tempat. Terlebih lagi, saat ini
sudah ada berbagai perusahaan
yang melakukan investasi di
geothermal seperti Chevron dan
Pertamina. Tetapi, satu masalah
utama yang masih dihadapi
geothermal adalah kurang insiatif
pemerintah untuk memberikan
insentif kepada perusahaan
karena mengembangkan geother-
mal bukanlah hal yang mudah,
bahkan relatif mahal sehingga
perusahaan harus bisa secepta
mungkin mencapai Break Even
Point(BEP), namun harga listr-
ik dari geothermal dibeli PLN
dengan harga yang sangat murah
sehingga menimbulkan profit
margin yang sedikit bahkan mun-
gkin merugi sehingga perusahaa
harus melakukan outsourcing
dana dari bidang bisnis mereka
yang lain untuk menutupi hedge
cost tersebut. Oleh karenanya
sangat penting untuk pemerin-
tah membuat kebijakan dengan

memberikan subsidi di awal,


tetapi jika perusahaan sudah
mencapai BEP, kita semua dapat
merasa diuntungkan karena had-
irnya sumber listrik yang bersih
dan sustainable.
Dari penjelasan diatas, kita sudah
dapat melihat kondisi kelistrikan
kita saat ini, apa saja yang sudah
dilakukan pemerintah dalam
menanggulangi kondisi tersebut,
serta energi alternatif yang san-
gat potensial dalam memberikan
supply listik.
Tetapi, itu semua akan ter-
gantung lagi dengan peran
kita dalam menggunakan
listrik secara bertanggung
jawab, mengawasi pemer-
intah dalam menjalankan
tugasnya, serta dedikasi
pemerintah dalam melaku-
kan target-targetnya.
Potensi Geotermal dan kapasitas yang sudah terinstall - Sukhyar 2011
7
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
M
iris memang kalau dilihat
keadaannya sekarang,
yang menguasai lapan-
gan-lapangan migas di
Indonesia adalah para kontraktor
asing. Jika dilihat dalam angka,
Pertamina sebagai BUMN yang
bergerak dalam sector migas
hanya menguasai 49% lapangan
migas yang ada di Indonesia
atau kurang dari setengahnya.
Sistem kontrak kerja sama (KKS)
ini memang telah diatur dalam
UU migas no. 22 tahun 2001,
dimana disebutkan bahwa suatu
badan usaha dapat melakukan
kontrak terhadap suatu lapangan
dalam jangka waktu maksimal
30 tahun dan dapat mengajukan
perpanjangan maksimal selama
20 tahun. Kabar baiknya adalah,
hingga tahun 2021 mendatang,
terdapat sekitar 29 blok migas
asing yang akan habis masa kon-
traknya. Beberapa di antaranya
yaitu Siak (Chevron, habis 2013),
Mahakam (Total, 2017), South Su-
matra, SES (CNOOC,2018),South
Natuna Sea B (Conoco-Phillips,
2018), East Kalimantan (Chevron,
2017), Sanga-sanga (Virginia,
2018), Lho Sukon B (Exxon,
2017), Corridor, Bertak, dan Bijak
Ripah (Conoco-Phillips, 2016),
Onshore Salawati Basin (Petro-
China,2016), dan Arun B (Exxon,
2017). Pertanyaan yang muncul
selanjutnya adalah, bagaimana
nasib lapangan-lapangan minyak
Siapa Penguasa Blok
Mahakam Selanjutnya?
Oleh: Andy Rosman H. (12211032)
8
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
tersebut setelah masa kontraknya
habis? K3S (Kontraktor Kontrak
Kerja Sama) wajib mengemba-
likan seluruh wilayah kerja kepa-
da Menteri ESDM melalui badan
regulator yang berwenang (SKK
Migas) setelah jangka waktu KKS
berakhir, sehingga wilayah kerja
yang dikembalikan oleh K3S
menjadi wilayah
kerja terbu-
ka. Disini, PT
Pertamina dan
kontraktor asing
mempunyai
kesempatan
yang sama un-
tuk mengajukan
permohonan
kepada Menteri
ESDM untuk
mendapatkan
wilayah kerja
terbuka tersebut
dan Menteri
ESDM dapat
menyetujui
permohonan
tersebut dengan
mempertimbang-
kan program kerja, kemampuan
teknis dan keuangan baik dari
PT Pertamina maupun kontraktor
asing. Kejanggalan yang ter-
jadi disini adalah tidak adanya
privilege bagi Pertamina sebagai
tuan rumah dalam hal ini. Pada
undang-undang tersebut posisi
Pertamina benar-benar diseja-
jarkan oleh kontraktor-kontraktor
multinasional yang memang lebih
baik dari Pertamina baik dari
segi teknis maupun pengalaman.
Walapun Negara tetap mendapat
bagian karena adanya sistem
PSC (Production Sharing Con-
tract) meskipun lapangan minyak
tersebut dikelola oleh asing, tetap
saja sumber daya alam yang kita
miliki harus sebesar-besarnya
dimanfaatkan untuk kemakmuran
rakyat seperti yang tercantum
dalam Pasal 33 UUD 1945. Selain
itu, ini juga bukan hanya kare-
na keuntungan besar semata,
tetapi juga demi ketahanan dan
kemandirian energy nasional
kedepannya.
Mahakam: Penghasil Gas Ter-
besar di Indonesia
Blok Mahakam menjadi salah
satu yang paling banyak
diperbincangkan karena blok
yang akan habis masa kontrak-
nya pada tahun 2017 ini adalah
lapangan migas dengan produksi
gas terbesar di Indonesia sampai
saat ini. Awalnya Kontrak Ker-
ja Sama (KKS) Blok Mahakam
ditandatangani oleh pemerintah
dengan Total E&P Indonesie dan
Inpex Corporation (Jepang) pada
31 Maret 1967. Kontrak berlaku
selama 30 tahun hingga 31 Maret
1997. Namun akhirnya kontrak
blok Mahakam ini diperpanjang
selama 20 tahun sampai 2017
mendatang. Blok Mahakam
memproduksikan gas rata-rata
sekitar 2.200 juta kaki kubik per
hari (MMSCFD). Cadangan gas
blok ini sekitar 27 triliun cubic feet
(tcf). Sejak 1970 hingga 2011,
sekitar 50% (13,5 tcf) cadan-
gan telah dieksploitasi, dengan
pendapatan kotor sekitar US$
100 miliar. Cadangan yang tersisa
saat ini sekitar 12,5 tcf, dengan
harga gas yang terus naik, blok
Mahakam berpotensi pendapatan
kotor US$ 160 miliar atau sekitar
Rp 1500 triliun! Jika diband-
ingkan dengan pembangunan
infrakstruktur pemukiman hanya
diperlukan biaya sekitar Rp 22,4
triliun, jadi bisa dibayangkan
berapa banyaknya sector pemba-
ngunan yang bisa ditingkatkan
dari hasil pendapatan dari blok
Mahakam ini.
Karena besarnya cadangan
tersisa, pihak asing tergiur untuk
mengajukan perpanjangan
kontrak. Disamping perminta-
an oleh manajemen Total, PM
Prancis Francois
Fillon pun telah
meminta perpan-
jangan kontrak
Mahakam pada
kesempatan
kunjungan ke
Jakarta Juli
2011. Disamp-
ing itu Menteri
Perdagangan
Luar Negeri
Prancis Nicole
Bricq kembali
meminta perpan-
jangan kontrak
saat kunjungan
Jero Wacik di
Paris, 23 Juli
2012. Hal yang
sama disam-
paikan oleh CEO Inpex Toshiaki
Kitamura saat bertemu Wakil
Presiden Boediono dan Presiden
SBY pada 14 September 2012.
Gencarnya usaha menguasai
Blok Mahakam ini tidak saja
dilakukan oleh pihak asing, me-
lainkan diperlihatkan beberapa
pihak dalam negeri juga. Mulai
dari tenaga pekerja sector migas,
para ahli dan konsultan, dosen,
mahasiswa, termasuk beberapa
kalangan menteri Indonesia ban-
yak berpendapat bahwa sebaikn-
ya Blok Mahakam ini diserahkan
kepada BUMN (dalam hal ini
adalah Pertamina) dan dikuasai
oleh Negara sepenuhnya hingga
akhirnya keluar sebuah Petisi
Mahakam. Selain itu, dari PT
Pertamina sendiri telah menya-
takan keinginan mengelola blok
Mahakam berkali-kali sejak 2008,
diantaranya adalah mengada-
kan pertemuan pada BP Migas,
melakukan negosiasi dengan
manajemen Total, dan terakhir
Dirut Pertamina, Karen Agusti-
awan meminta langsung kepada
Kepemilikan Migas dan CBM di Indonesia per mei 2012 - BP MIGAS
9
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
pemerintah sekaligus menyatakan
kesanggupan Pertamina menge-
lola Blok Mahakam.
Tetapi tidak semua kalangan
sependapat dengan
hal itu. Mantan Kepala
BP Migas R.Priyono
misalnya, mengatakan
mendukung Total untuk
tetap menjadi opera-
tor (7/2012). Mantan
Wamen ESDM Profesor
Rudi Rubiandini juga
meminta agar Pertamina
tidak perlu bernafsu
menjadi operator blok
Mahakam, karena
Pertamina tidak akan
sanggup secara SDM,
teknologi dan finansial,
akibat besar dan sulit-
nya ladang Mahakam
(13/9/2012).
Siapkah Pertamina?
Kekhawatiran utama
jika Blok Mahakam ini
dikelola Pertamina ada-
lah turunnya produksi
migas karena ketida-
kmampuan Pertamina
menghandle blok
Mahakam ini dengan
baik. Turunnya produk-
si migas bagi Negara
yang sangat bergan-
tung terhadap minyak
seperi Indonesia ini
akan berdampak sangat
besar, apalagi sekarang
Indonesia terus berusa-
ha menggenjot produksi
minyaknya demi men-
cukupi kebutuhan harian
kita terhadap minyak. Bayangkan
saja, sampai tengah tahun ini
aktivitas impor minyak untuk me-
nutupi kekurangan produksi kita
sudah mencapai US$6,89 miliar
atau setara dengan Rp. 70,27
triliun dengan kurs dollar pada
waktu itu. Dimana nilai impor
tersebut menyebabkan neraca
perdagangan ekspor-impor kita
menjadi defisit. Jika nanti produk-
si minyak kita turun, maka kita
harus impor lebih banyak minyak
lagi, ditambah ketidakpastian nilai
tukar dollar nantinya. Tentunya
ini akan berdampak sangat buruk
4.300 BOPD di 2008 menjadi
rata-rata 5.400 BOPD di 2010.
Selain itu Pertamina juga berha-
sil mengembangkan Lapangan
Limau (Sumatera Sela-
tan) dengan produksi
rata-rata 6000 BOPD
di 2007 meningkat
menjadi 12.000 BOPD
pada 2010. Lalu yang
paling utama adalah
sejak lapangan ONWJ
(Offshore North West
Java) dan WMO (West
Madura Offshore)
diambil alih Pertamina
(Sebelumnya BP dan
Kodeco). Dari tahun ke
tahun produksinya terus
meningkat. Produksi
lapangan ONWJ naik
21 ribu barel per hari
menjadi 30 ribu barrel
per hari. Sementara
itu, di lapangan WMO,
Pertamina menargetkan
kenaikkan produksi dari
13.400 barrel per hari
menjadi 40.500 barrel
per hari dalam lima
tahun ke depan.
Namun tetap saja
prestasi tersebut tidak
dapat menjadi jaminan
kalau nanti kedepan-
nya Pertamina akan
berhasil mengelola
blok mahakam dengan
baik. Karena Mahakam
adalah salah satu
lapangan gas terbesar
di Indonesia yang pasti
akan membutuhkan
manajemen yang
jauh lebih baik
dibandingkan den-
gan lapangan-lapangan migas
yang dikelola Pertamina seka-
rang. Sumur yang dikelola Total
terhadap kondisi keuangan RI.
Jika dilihat sebenarnya terdapat
beberapa pencapaian memuas-
kan yang berhasil ditorehkan
Pertamina. Sebenarnya kasus
pengambilalihan blok migas ini
bukan merupakan yang perta-
ma bagi Pertamina. Pertamina
berhasil meningkatkan produksi
minyak Lapangan Sangasanga
Tarakan, Kalimantan Timur, dari
Porsi pembagian produksi pada beberapa company - BP MIGAS
Lokasi lapangan minyak dan gas di Blok Mahakam - ESDM.go.id
10
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
sekarang akan dipakai juga oleh
Pertamina nantinya.
Untuk aspek SDM, Pertamina
telah mendapatkan sertifikat
standar international. Manaje-
men Keuangan Pertamina telah
mendapatkan standar IFRS (Inter-
national Financial Reporting Stan-
dard), selain itu juga pelatihan
HSSE (Health, Safety, Security,
Environment) mendapat sertifikat
dari OPITO. Tetapi tetap saja itu
semua bukan merupakan jaminan
untuk menjawab tantangan di
atas, karena selama ini Pertam-
ina hanya mengelola lapangan
kecil saja, dan jauh dibandingkan
dengan blok Mahakam yang
merupakan ladang gas terbesar
di Indonesia.
Terakhir aspek modal, jika
diibaratkan kita akan melakukan
suatu bisnis besar dan dipastikan
kita akan mendapatkan keuntun-
gan yang sangat besar
pula, maka walaupun kita
tidak mempunyai modal kita akan
berusaha meminjam modal itu
dari manapun. Begitu juga den-
gan Pertamina, jika dilihat dari
penjelasan sebelumnya dengan
pendapatan mencapai 1500 trili-
un, maka seharusnya Pertamina
ataupun Negara ini bisa memin-
jam modal untuk mengelola blok
Mahakam ini.
Jika ditarik kesimpulan, me-
mang masih banyak yang harus
dipersiapkan Pertamina agar bisa
menguasai blok-blok migas yang
ada di Indonesia termasuk blok
Mahakam ini. Tetapi momentum
nasionalisme ini harus dijalani
dari sekarang juga, mengacu
kepada
perkem-
bangan
Pertamina
dan ketah-
anan dan
kemandirian
energy na-
sional kita.
Momentum
nasion-
alisme
migas ini
tidak hanya
diusahakan
oleh Pertami-
na saja, tetapi
juga oleh semua kalangan teruta-
ma pemerintah. Pemerintah harus
bisa bersikap tegas terhadap
peraturan dan undang-undang
yang dibuatnya dan tentu saja ha-
rus menunjukkan keberpihakan-
nya kepada Pertamina sebagai
National Oil Campany (NOC) milik
Indonesia.
saat ini berjumlah lebih dari 1000
sumur dibandingkan dengan
WMO yang hanya 70 sumur.
Blok Mahakam juga mempunyai
karakteristik reservoir/lingkungan
pengendapan yang unik dan
jarang ada di dunia. Selain kedua
hal diatas juga masih ada beber-
apa tantangan di Lapangan ini,
yaitu :
1. Shallow Gas
(Terjadi Blow
Out @ 8 Nov
2013 di Sumur
TN-C414,
Tunu Field)
2. Loss pada
Carbonate
Structure (Per-
lu Deviated
Wellbore)
3. Reservoir
yang beruku-
ran kecil,
tersebar dan
berlapis-lapis
Lalu pertanyaan selanjutnya
adalah apakah Pertamina siap
di segala aspek baik itu teknolo-
gi, SDM/manajemen, maupun
modal?
Untuk aspek teknologi, sebe-
narnya tidak perlu ada yang
dikhawatirkan lagi. Dalam sistem
PSC telah disepakati jika KKKS
telah habis masa kontraknya,
maka teknologi dan alat-alat yang
dipakai selama menjadi operator
suatu lapangan menjadi milik pe-
merintah (akibat cost recovery).
Sehingga production facilities
yang diinstal Total dan Inpex
untuk mengelola Blok Mahakam
Grafk peningkatan produksi ketika Pertamina mengambil alih blok Sangasanga (sebelumnya Medco) dan Blok
Limau (sebelumnya Talisman) - pertamina.com

memang masih banyak yang


harus dipersiapkan Pertam-
ina agar bisa menguasai
blok-blok migas yang ada di
Indonesia termasuk blok Ma-
hakam ini. Tetapi momentum
nasionalisme ini harus dijalani
dari sekarang juga, menga-
cu kepada perkembangan
Pertamina dan ketahanan
dan kemandirian energy
nasional kita.
11
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
dan pemanfaatan potensi sumber
energi alternatif.
Diversifikasi Energi
Program penggunaan BBG (Ba-
han Bakar Gas) sebagai sumber
bahan bakar kendaraan bermotor
sudah lama direncanakan dan
dilaksanakan, khususnya untuk
kendaraan umum. Program terse-
but ditargetkan dapat diterapkan
untuk seluruh kendaraan umum di
Indonesia, terutama di kota-kota
besar. Namun, masalah infrastruk-
tur yang berhubungan dengan
mesin kendaraan dan stasiun
pengisian bahan bakar menja-
di kendala yang menghambat
keberjalanan program tersebut.
Penggantian mesin kendaraan
dan penyediaan stasiun pengi-
sian bahan bakar gas (SPBG) se-
cara besar-besaran dinilai kurang
efektif dan ekonomis untuk saat
ini, sehingga program tersebut
belum dicoba untuk dikembang-
kan kembali.
Program lain yang menjadi
program jangka panjang Indone-
sia yaitu pembuatan mobil listrik
sebagai rencana lanjutan dari
penggunaan bahan bakar gas
karena pada dasarnya gas juga
merupakan sumber energi yang
tidak terbarukan dan tidak lama
lagi diperkirakan akan habis.
Hampir sama dengan masalah
pada program penggunaan BBG,
penerapan konsep mobil listrik
juga terkendala dengan masalah
teknis pada sistem mobil dan ma-
salah penyediaan listrik. Program
ini dinilai cukup bagus untuk
jangka panjang karena sumber
energi listrik akan disediakan oleh
PLN dan Indonesia memiliki
potensi sumber panas bumi
yang besar dan siap dikem-
bangkan untuk dijadikan
sebagai sumber pembangkit
listrik, sehingga tidak men-
dorong impor seperti yang
terjadi pada BBM.
Program lain dari pemer-
intah yang saat ini sedang
hangat diperbincangkan
yaitu pembuatan LCGC (Low
Cost Green Car). Program
ini pada dasarnya bukan
merupakan program diversi-
fikasi energi melainkan salah
satu upaya konservasi BBM
karena mobil yang diproduk-
si akan tetap menggunakan
BBM sebagai bahan bakar,
hanya saja efisiensi penggu-
naan BBM yang dihasilkan akan
lebih baik. Selain itu, LCGC juga
diproduksikan untuk mengu-
rangi masalah lingkungan yang
ditimbulkan oleh emisi kendaran
bermotor dan mengembangkan
industri otomotif dalam negeri
karena LCGC memiliki kriteria
sebagai berikut:
1. Memiliki harga sekitar 50 juta
untuk daerah pedesaan dan 85
juta untuk pengguna umum.
2. Mempunyai efisiensi bahan
bakar minimum 20 km/liter dan
ramah lingkungan.
3. Mempunyai kandungan lokal
minimal 65% dari seluruh kom-
ponen mobil.
Namun, program ini menimbulkan
kontroversi karena dengan adan-
ya mobil murah, maka upaya un-
tuk konservasi atau mengurangi
konsumsi BBM berpeluang besar
K
risis energi hampir dira-
sakan oleh seluruh negara
di dunia saat ini, termasuk
Indonesia. Krisis energi
ini dapat terjadi karena selama
ini kita terlalu bergantung pada
bahan bakar fosil yang tidak ter-
barukan. Cadangan bahan bakar
fosil nasional semakin menipis,
sedangkan konsumsi terus
meningkat. Isu akan habisnya
sumber energi fosil pun mun-
cul, diperkirakan 12 tahun
lagi minyak bumi Indonesia
akan habis, disusul gas alam
sekitar 30 tahun mendatang.
Jangka waktu habisnya
bahan bakar fosil Indonesia
dapat diperpanjang dengan
melakukan eksplorasi dan
menemukan lapangan min-
yak/gas baru maupun den-
gan mengurangi konsumsi
BBM (Bahan Bakar Minyak)
masyarakat Indonesia. Na-
mun, sampai saat ini kedua
hal tersebut belum berhasil
dilakukan. Belum ditemukan
lapangan minyak/gas baru
besar yang dapat mening-
katkan jumlah cadangan
hidrokarbon Indonesia secara
signifikan. Di sisi lain, konsumsi
BBM tidak dapat ditekan, bahkan
justru terus meningkat. Konsumsi
BBM Indonesia saat ini adalah
sekitar 1,4 juta barel per hari den-
gan produksi yang hanya sekitar
840 ribu barel per hari. Angka
konsumsi BBM tersebut diperkira-
kan akan terus naik dengan laju
8% per tahun.
Konsumsi BBM terbesar terjadi
pada sektor transportasi yaitu
mencapai lebih dari 50% kon-
sumsi BBM nasional karena
laju pertumbuhan penggunaan
kendaraan bermotor di Indonesia
yang sangat pesat. Menyadari hal
tersebut, pemerintah Indonesia
sebenarnya sudah mencari dan
mencoba beberapa solusi yang
sampai saat ini masih dicoba
untuk diterapkan, yaitu dengan
melakukan diversifikasi energi
SOLUSI ENERGI INDONESIA:
AKANKAH KITA TERUS BERGANTUNG PADA MINYAK BUMI DAN
GAS ALAM?
Beberapa energi alternatif yang dimiliki Indonesia - ESDM.go.id
Oleh: Aris Tristianto Wibowo (12210022)
12
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
akan gagal dengan semakin ban-
yaknya masyarakat yang meng-
gunakan kendaraan bermotor
pribadi. Selain itu, peningkatan
volume kendaraan akan menim-
bulkan permasalahan kemacetan
yang serius terutama di kota-kota
besar yang sampai saat ini belum
ditemukan solusinya. Kemacetan
yang parah akan menyebabkan
efisiensi mobil yang baik dalam
penggunaan BBM tidak lagi
memberikan efek yang berarti.
Sumber Energi Alternatif
Untuk mengurangi ketergantun-
gan Indonesia pada bahan bakar
fosil, pemerintah sudah mengelu-
arkan Peraturan Presiden Nomor
5 Tahun 2006 mengenai kebijakan
energi nasional untuk dapat men-
dorong pengembangan sumber
energi alternatif sebagai peng-
ganti bahan bakar minyak. Pada
tahun 2025, Indonesia diharapkan
mencapai pemenuhan kebutuhan
energi nasional sebesar 17% dari
sumber energi terbarukan. Salah
satu sumber energi terbarukan
yang potensial dan sudah mulai
dikembangkan yaitu penggunaan
bahan bakar hayati berupa bio-
diesel dan bioetanol.
Biodiesel sudah cukup baik
dikembangkan dan Menteri
ESDM, Jero Wacik, juga su-
dah menetapkan penggunaan
biodiesel sebesar 10% sebagai
campuran solar. Produksi biodies-
el yang mencapai 4,3 juta kiloliter
sudah dapat dimanfaatkan se-
cara optimal untuk sektor trans-
portasi, pembangkit, dan industri.
Dengan adanya penggunaan
biodiesel tersebut, konsumsi solar
impor dapat dikurangi dan tentu
saja hal tersebut juga menurunk-
an volume impor migas.
Kementrian Negara Riset dan
Teknologi telah menargetkan
pembuatan minimal satu pabrik
biodiesel dan gasohol (campuran
gasolin dan alkohol). Jadi, selain
biodiesel, pemerintah Indonesia
juga mulai mengembangkan
energi alternatif untuk kendaraan
dengan mesin berbahan bakar
bensin yaitu dengan meman-
faatkan bioetanol. Etanol bisa
digunakan dalam bentuk murni
maupun sebagai campuran
bensin. Etanol juga memiliki
beberapa keunggulan dibanding-
kan bensin yaitu etanol memiliki
angka research octane 108.6 dan
motor octane 89.7 (Yuksel dkk,
2004). Angka tersebut melampaui
nilai research octane maksimal
yang dapat dicapai oleh bensin.
Penggunaan etanol juga menye-
babkan kenaikan efisiensi mesin
dan turunnya emisi CO, NOx, dan
UHC. Di sisi lain, penggunaan
etanol ini juga memiliki beber-
pa kendala dalam aplikasinya.
Etanol murni hanya bisa digu-
nakan pada mesin yang sudah
dimodifikasi karena etanol murni
dapat bereaksi dengan karet dan
plastik. Selain itu, etanol yang
bersifat polar akan sulit bercam-
pur dengan bensin yang bersifat
non-polar, terutama dalam kondisi
cair. Oleh karena itu, mesin kend-
araan bermotor perlu dimodifikasi
agar kedua jenis bahan bakar
tersebut dapat tercampur sem-
purna dalam ruang bakar dan itu

berarti perlu dilakukan penggan-


tian besar-besaran yang akan
menghabiskan biaya besar.
Berdasarkan kenyataan bahwa
kita tidak dapat lagi bergantung
pada sumber bahan bakar fosil,
sudah semestinya masyarakat
dan pemerintah memberi perha-
tian lebih dan bekerja sama untuk
menemukan solusi terbaik terha-
dap masalah krisis energi bangsa
ini. Sebagai masyarakat, kita
harus mendukung upaya konser-
vasi energi dengan menghemat
penggunaan BBM, baik dengan
mengurangi penggunaan kend-
araan bermotor maupun dengan
lebih banyak memanfaatkan
kendaraan umum. Penghematan
BBM dapat memberikan pen-
garuh yang signifikan karena den-
gan menghemat 10% BBM pada
sektor transportasi di Indonesia
sama dengan penemuan eksplor-
asi yang memproduksikan 90 ribu
barel minyak mentah per hari.
Sementara dari pihak pemerintah
harus memaksimalkan seluruh
program yang direncanakan
baik diversifikasi energi maupun
pengembangan energi alternatif.
Namun, pengembangan energi
alternatif, dalam hal ini biodiesel
dan bioetanol, sebaiknya lebih
diperhatikan karena keduanya
merupakan sumber energi masa
depan yang sangat potensial un-
tuk digunakan sebagai pengganti
bahan bakar fosil. Keberhasilan
penggunaan bioetanol juga dib-
uktikan oleh negara Brazil yang
saat ini sudah menggunakan
bioetanol untuk memenuhi 40%
kebutuhan energi mereka.
Penghematan BBM dapat
memberikan pengaruh yang
signifkan karena dengan
menghemat 10% BBM
pada sektor transportasi
di Indonesia sama dengan
penemuan eksplorasi yang
memproduksikan 90 ribu
barel minyak mentah per
hari.
Proses pengolahan bioetanol - Argoindustri
13
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
P
ada massa pemerintahan
orde baru, Indonesia mer-
upakan negara kaya minyak
karena jumlah konsumsi kita
jauh lebih kecil daripada produksi
yang dihasilkan. Tetapi bagaima-
na dengan sekarang? Berapakah
sisa cadangan minyak terbukti
yang dimiliki negara kita?
Menurut data ditjen migas,
cadangan minyak terbukti Indo-
nesia sekarang adalah hanya
tersisa 3,7 miliar barrel. Jika
keadaan ini terus berlanjut tanpa
adanya penemuan-penemuan
sumber minyak baru, cadangan
kita akan habis dalam kurun
waktu 10-11 tahun. Dengan nilai
cadangan sebesar itu, Indonesia
hanya menyumbang sejumlah
0,2% dari cadangan minyak dun-
ia dengan menempati peringkat
ke 28. Masihkah kita mengang-
gap negara kita kaya minyak?
Dari kurva konsumsi dan produksi
minyak bumi Indonesia, dapat
dilihat bahwa sejak pertengahan
2002 jumlah konsumsi minyak
di Indonesia melebihi kapasitas
produksinya. Hal ini diperkuat
dengan keluarnya Indonesia dari
keanggotaan OPEC (Organization
of Petroleum Exporting Countries)
pada 2006. Kebutuhan minyak
yang semakin meningkat setiap
tahunnya membuat Indonesia
tidak dapat memenuhi kebutu-
GAS SEBAGAI SUMBER ENERGI
PENGGANTI MINYAK
Oleh: Isna Rasyad Hanief (12211021) - Peraih beasiswa unggulan kemdiknas
14
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
hannya sendiri dengan hanya
mengandalkan produksi di dalam
negeri. Saat ini, kapasitas pro-
duksi minyak di Indonesia adalah
sekitar 830 ribu barrel per hari
sedangkan kebutuhan minyak
bumi Indonesia mencapai angka
1,56 juta barrel per hari. Kon-
sumsi minyak bumi yang sangat
besar ini men-
jadikan Indo-
nesia sebagai
peringkat ke 14
negara den-
gan konsumsi
minyak terbe-
sar di dunia.
Sementara itu,
Adanya sistem
PSC (Produc-
tion Sharing
Contract)
mewajibkan kita
untuk berbagi
hasil produk-
si kepada
operator asing
hingga jumlah
produksi bersih
yang diperoleh
hanya tinggal
sekitar 540 ribu
barrel per hari.
Lalu bagaima-
na kita dapat
memenuhi
kebutuhan ha-
rian minyak di
Indonesia? Un-
tuk tetap dapat
memenuhi
kebutuhan en-
ergi hariannya,
Indonesia harus
mengimpor leb-
ih dari 900 ribu
barrel minyak
per harinya,
jumlah yang
sangat besar jika dibandingkan
produksi bersih kita. Dengan
konsumsi yang meningkat setiap
tahunnya, bagaimana kita dapat
memenuhi kebutuhan energi un-
tuk tahun-tahun berikutnya?
Konsumsi minyak bumi yang se-
makin meningkat mau tidak mau
harus memaksa pemerintah untuk
menemukan cadangan-cadangan
minyak yang baru. Jika dilihat dari
gambar diatas cadangan minyak
kita hampir sebagian besar bera-
da di wilayah Indonesia Barat. Hal
itu terjadi karena wilayah Indone-
sia Barat relatif lebih mudah untuk
dilakukan eksplorasi dan resiko
yang ditanggung lebih kecil kare-
na wilayah Indonesia Barat yang
didominasi oleh laut dangkal. Hal
ini sangat berkebalikan untuk
wilayah Indonesia Timut. Inves-
tor dan kontraktor enggan untuk
melakukan eksplorasi di wilayah
Timur karena ketiadaan infrastruk-
tur pendukung karena didominasi
oleh laut dalam dan juga resiko
eksplorasi yang sangat besar.
Sebagai contoh, beberapa waktu
lalu telah dilakukan pemboran
beberapa sumur di wilayah Timur
oleh tujuh perusahaan minyak
dengan menghabiskan lebih dari
500 juta US dollar dan hasilnya
hanya satu perusahaan yang
berhasil mendapatkan cadangan
migas di daerah tersebut semen-
tara sisanya dry hole (sumur tan-
pa adanya zona
produktif minyak).
Kegaagalan ini
sangat merugikan
kontraktor karena
biaya pemboran
yang sangat
besar ditambah
tidak adanya
penggantian
biaya dari pe-
merintah karena
tidak menghasil-
kan apa-apa.
Akibat kegagalan
tersebut, 6 pe-
rusahaan diatas
memastikan diri
untuk keluar dari
usaha eksplorasi
di Indonesia.
Dengan tingkat
kesulitan dan
resiko yang
sangat tinggi,
kontraktor lebih
cenderung untuk
tidak mengambil
resiko melaku-
kan eksplorasi
di Indonesia
Timur, semen-
tara menurut
mantan kepala
SKK Migas, Rudi
Rubiandini, men-
gatakan bahwa
masa depan
minyak dan gas
bumi di Indonesia
berada di wilayah Timur. Lalu
dengan kondisi ini apakah kita
akan tetap mengandalkan minyak
sebagai konsumsi energi utama
di Indonesia?
Jawabannya mungkin adalah
dengan melakukan konversi
penggunaan energi dari min-
yak bumi. Indonesia bukan lagi
negara kaya minyak, namun
Peta Cadangan Minyak Bumi Indonesia - Ditjen Migas
Grafk Konsumsi dan Produksi Indonesia dari 1965 hingga 2010 - esdm.go.id
15
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Perlu adanya intensifkasi


program konversi dari min-
yak bumi ke sumber alterna-
tif lain sehingga kedepannya
Indonesia dapat menjadi
negara yang mandiri akan
kebutuhan energinya. Gas
alam merupakan sumber
energi yang sangat potensial
untuk menggantikan minyak.
justru negara dengan jumlah
impor minyak yang sangat besar.
Tetapi, Indonesia masih memiliki
sumber-sumber energi yang jum-
lahnya tidak kalah fantastis dari
minyak, contohnya adalah gas
alam. Menurut data ESDM, saat
ini Indonesia memiliki cadangan
gas terbukti sebesar 188 TSCF
(Trillion Standard Cubic Feet)
dengan produksi per tahun hanya
2,87 TSCF. Dengan cadangan
sebesar itu, gas alam kita dapat
bertahan hingga 65 tahun.
Sementara itu, konsumsi gas per
harinya hanya sekitar 8,2 BSCFD
(juta kaki kubik per hari) dan sisa
produksi diekspor ke beberapa
negara. Jika pemerintah dapat
membuat program konversi yang
serius, gas merupakan salah satu
sumber yang dapat digunakan
karena mekanisme prosesnya
tidak berbeda jauh dari minyak.
Untuk penggunaan di kendaraan
bermotor, pengguna hanya ting-
gal memasang konverter kit agar
dapat menerima konsumsi dari
gas. Namun, pertambahan peng-
gunaan gas bumi di dalam negeri
terhambat oleh minimnya infras-
truktur berupa jaringan transmisi
dan distribusi. Selain itu, harga
gas juga tidak diatur sebagaima-
na harga BBM, sehingga saat ini
jual beli gas dilakukan melalui
kontrak jangka panjang dengan
harga yang fix.
Di samping gas, masih banyak
sumber energi yang dimiliki
Indonesia sebagai pengganti
bahan bakar minyak. Tabel diatas
menunjukkan beberapa sumber
energi alternatif yang dapat digu-
nakan sebagai pengganti minyak.
Selain energi fossil, dapat dilihat
bahwa Indonesia memiliki sumber
energi yang dapat digantikan
yaitu dari tenaga air, panas bumi,
micropore, biomass, tenaga
surya, tenaga angin, nuklir, dan
masih banyak lagi. Cadangan
panas bumi Indonesia merupakan
yang terbesar di dunia dengan
total cadangan skitar 27 GigaWatt
sementara kapasitas yang baru
dimanfaatkan hanya 800 MW.
Dengan keanekaragaman energi
yang dimiliki Indonesia, mungkin
dapat dikatakan bahwa Indonesia
bukan kaya akan minyak, tetapi
negara yang kaya akan keane-
karagaman energinya.
Jadi, apakah kita akan terus
bergantung pada minyak dan
membiarkan APBN kita selalu jeb-
ol setiap tahunnya? Perlu adanya
intensifikasi program konversi dari
minyak bumi ke sumber alternatif
lain sehingga kedepannya Indo-
nesia dapat menjadi negara yang
mandiri akan kebutuhan energin-
ya. Gas alam merupakan sumber
energi yang sangat potensial
untuk menggantikan minyak.
Tetapi semua tergantung kepada
pemerintah sebagai pengatur
kebijakan dan juga masyarakat
sebagai pelaksananya.
Beberapa Jenis Energi Alternatif - esdm.go.id
16
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
B
ila kita melihat kondisi
Indonesia sekarang, dalam
konteks pemakaian BBM,
sudah selayaknya kita ini
malu, rakyat ini seperti orang
miskin yang bertindak seperti
konglomerat, rakyat dibutakan
oleh kenyamanan yang selalu
diberikan. Mengapa? Kita sendiri
sudah tau kondisi kita ini sudah
tidak seperti zaman dahulu, pro-
duksi minyak kita terus menjauhi
kebutuhan kita sehari-hari, akibat-
nya pun sangat banyak, Negara
ini menyisihkan bertriliunan uang
hanya untuk memanjakan
rakyatnya, kebijakan yang tidak
tepat itu bernama subsidi BBM,
untuk tahun 2013 saja Indonesia
menganggarkan hingga 198,3
Trilliun untuk subsidi BBM, dima-
na di pertengahan tahun 2013
anggaran dinaikan lagi, setiap
harinya Indonesia mengimpor ra-
tusan ribu barrel minyak dari Neg-
ara lain, defisit sudah menjadi hal
yang lumrah ditelinga kita, APBN
pun hampir dipastikan jebol, uang
yang digunakan itu seharusnya
dapat digunakan untuk perbaikan
infrastruktur, kesehatan, pemba-
ngunan, dan yang hal yang lain
yang bermanfaat dan tepat.
Jadi bila disimpulkan kebijakan
subsidi itu tidak tepat, menga-
pa??
Indonesia yang sekarang bukan
lagi yang dulu, Indonesia mer-
upakan Negara berkembang,
Masih maukah kita menggu-
nakan BBM SUBSIDI?
jalan dapat seenaknya menggu-
nakan kendaraan tanpa terlalu
memikirkan biaya
Tidak berpihak pada rakyat kecil,
banyak survey yang membuktikan
kebijakan subsidi ini adalah kebi-
jakan yang salah sasaran, karena
mayoritas penggunanya merupa-
kan masyarakat yang mampu
Tidak Ramah Lingkungan (pem-
bakaran pertamax lebih baik
dari premium) , dan biaya yang
dikeluarkan untuk subsidi dapat
dialokasikan ke bentuk lain yang
lebih bermanfaat bagi rakyat
banyak
Alasan-alasan diatas sudah dapat
cukup membuktikan ketidakte-
patan kebijakan subsidi BBM
ini, meskipun pencabutannya
akan berimbas pada inflasi dan
merugikan rakyat yang terkena
imbasnya, namun hal itu lebih
baik dari pada kita menunggu
terus sampai suatu saat Indone-
sia tidak mampu lagi melakukan
subsidi, dan efek yang ditimbu-
lakan bahkan akan lebih buruk
lagi. Metode ini memang sudah
seharusnya tidak dipakai lagi,
atau dihilangkan, namun untuk
menghilangkannya tidak dapat
sekaligus dilakukan.
Pemerintah sekarang sedang
menggadang-gadangkan metode
Sistem Monitoring Pengendalian
BBM yang sudah lama diren-
canakan, yaitu RFID yang dilun-
oleh karena itu kebutuhan en-
erginya pun meningkat tiap saat,
dalam hal ini konsumsi Indonesia
yang terus meningkat tidak diirin-
gi dengan peningkatan produk-
si, defisit itu dipenuhi dengan
mengimpor minyak dari Negara
lain, sedangkan dulu Indonesia
bahkan mampu untuk mengek-
spor minyaknya.
Indonesia bukan Negara yang
kaya akan minyak, faktanya
cadangan Indonesia hanya seki-
tar 3,6 milliar barrel atau 0.3 %
dari cadangan dunia, atau 1/300
dari cadangan Venezuela, jika
diasumsikan produksi, konsumsi
yang konstan, dan tidak ditemu-
kannya cadangan baru maka
hanya bertahan hingga belasan
tahun lagi.
Menghambat terjadinya bauran
energi, dengan adanya BBM
bersubsidi dalam hal ini Premium,
karena harga yang relative lebih
murah dari jenis lain, tentunya
secara tidak langsung akan
menghambat berkembangnya
jenis lain seperti Pertamax karena
adanya perbedaan harga, bah-
kan ke bentuk energi lain sepertu
geothermal atau gas.
Cenderung untuk berperilaku
boros, perkembangan industri
kendaraan bermotor di Indonesia
sangatlah pesat, mobil dan motor
terus membanjiri jalanan, dengan
harga yang murah pengguna
Oleh: Jody Aria Widjaya (12211034)
17
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
hampir sama fungsi dan tujuan-
nya yaitu metode pembelian
BBM subsidi non-tunai, tujuan
utama dari metode ini adalah
untuk mengetahui jumlah pasti
BBM bersubsidi yang digunakan
sebenarnya metode ini hanya
merubah tatacara pembelian
yang sebelumnya menggunakan
uang tunai menjadi kartu yang
akan diberikan kepada pemakai
BBM bersubsidi, pembelian BBM
bersubsidi akan tercatat oleh
bank pembantu yang menye-
diakan kartu pembayaran, yang
nantinya informasi pembeliannya
akan diteruskan kepada BPH
Migas, diharapkan juga dapat
mengontrol distribusi dari BBM
subsidi. Metode ini dalam tahap
persiapan regulasinya dan sudah
dilakukan uji coba di beberapa
SPBU di Bali dan Batam.
Idealnya, metode yang diperlukan
tidak hanya untuk megetahui jum-
lah BBM subsidi yang digunakan,
karena yang lebih penting adalah
ketepatan pemberiannya, oleh
karena itu metode pembatasan
pun baik adanya, untuk mengu-
rangi pemakaian berlebih oleh
orang mampu, nantinya jika ber-
hasil maka orang akan berpindah
ke Pertamax, karena sebenarnya
ada urgensi untuk berpindah
dari premium menjadi pertamax.
Ada 2 hal yang paling penting
untuk ditekankan, yaitu Pertamax
merupakan jenis bahan bakar
yang tidak di subsidi, dan secara
lingkungan Pertamax lebih baik
Sebenarnya apakah beda Pre-
mium, Pertamax, atau bahkan
Pertamax Plus?
curkan oleh Pertamina. Program
ini memanfaatkan teknologi RFID
(Radio Frequency Identification)
sebagai alat untuk mendata dan
memantau penggunaan BBM
yang dipasang pada kendaraan
bermotor. RFID Tag memiliki fung-
si sebagai berikut:
1. Menyimpan identitas
kendaraan dalam sistem monitor-
ing dan pengendalian BBM
2. Mengenali identitas
kendaraan, baik dinas maupun
pribadi dalam sistem monitoring
dan pengendalian BBM
3. Memberikan otorisasi
pada sistem untuk kendaraan
melakukan pengisian BBM
4. Sebagai alat yang wajib
digunakan pada kendaraan untuk
pengisian BBM bersubsidi
Namun baru-baru ini ESDM pun
mengeluarkan kebijakan yang

Jika dilihat dari seluruh fakta-fakta diatas sudah sepatutnya kita semua sadar, bahwa sudah bukan
zamannya kita menggunakan Premium atau BBM subsidi, secara kondisi kendaraan pun sudah san-
gat mendukung digunakannya BBM kelas Pertamax keatas. Jangan lagi kita mau dibutakan lagi oleh
kejayaan di masa lalu, sudah saatnya kita melangkah menggapai ketercapaian iklim yang lebih baik di
bidang energy. Karena dengan membantu memakai BBM non subsidi kita sudah membantu Negara
untuk :
Menghemat anggaran Neg-
ara dengan tidak memakai
anggaran subsidi BBM,
Mencintai lingkungan karena
lebih ramah lingkungan, dan
Menghemat energy karena
rasio pembakaran yang lebih
baik
Perbedaan Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus - PT. Pertamina
18
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
I
ndonesia dikenal dengan
negara yang memiliki kekayaan
sumber daya alam, dahulu
orang-orang mengatakan bah-
wa Indonesia merupakan negara
yang kaya minyak bumi. Namun,
hal itu sudah tidak tepat untuk
dikatakan saat ini, negara kita tel-
ah berubah dari negara ekspotir
minyak menjadi negara importir
minyak bumi. Hal itu berdampak
kepada keputusan Indonesia
untuk keluar dari OPEC pada
tahun 2008. Kondisi negara kita
sekarang adalah berbekal pro-
duksi sebanyak 840.000 bopd
(barrel oil per day) dan kita hanya
memperoleh hasil bersih produksi
sebanyak 570.000 bopd yang
merupakan konsekuensi logis dari
sistem PSC (Producing Sharing
Contract). Dengan konsumsi
mencapai 1.400.000 juta bopd
tentunya membuat kita harus
melakukan impor dari luar negeri
untuk memenuhi kebutuhan da-
lam negeri.
Meskipun hasil produksi
yang kenyataannya terus men-
galami penurunan, pendapatan
negara dari sektor migas tetap
memiliki andil yang cukup besar
untuk perekonomian negara.
Pada tahun 2012 sektor migas
berhasil menyumbangkan hingga
300 triliun rupiah atau sebanding
dengan 23% dari total Angga-
ran dan Belanja Negara (APBN)
2013.
Dari kenyataan tersebut, kita
harus menentukan langkah tepat
untuk tindakan kedepannya.
Terlebih lagi dengan adanya In-
struksi Presiden No. 2 Tahun 2012
tentang Peningkatan Produksi
Minyak Bumi. Sebenarnya potensi
migas Indonesia dapat dikatakan
valuable sebab masih terdapat
cadangan-cadangan yang belum
terungkap. Untuk membuktikan
berapa banyak jumlah cadangan
dan nilai ekonomisnya kita harus
melakukan eksplorasi dan kegia-
tan pemboran, hal itu tentunya
membutuhkan investasi yang
besar.
Investasi berkepanjangan
Hal yang disayangkan
adalah investasi terhadap sektor
hulu migas seperti eksplorasi dan
kegiatan pemboran di Indonesia
dirasa berat sebelah, faktanya
adalah hingga saat ini investasi
yang ada umumnya terdapat di
wilayah barat negara ini. Kondisi
lapangan-lapangan migas yang
ada di Indonesia sudah memasu-
ki fasa mature field, berarti sudah
tidak dapat diandalkan sebagai
backbone field untuk waktu yang
lama.
Pemerataan investasi
merupakan jalan yang harus
ditempuh untuk memenuhi usaha
ekstensifikasi, yaitu penambahan
wilayah kerja baru yang nantinya
ditindaklanjuti dengan penan-
datanganan Kontrak Kerja Sama
(KKS) oleh Kontraktor Kontrak
Kerja Sama (KKKS) yang terpilih.
Pasalnya, 95% kegiatan eksplor-
asi migas berada di wilayah barat
Indonesia membuat wilayah timur
Indonesia tidak begitu dilirik oleh
investor. Akan tetapi, potensi un-
tuk cadangan minyak dan gas di
wilayah timur bukan berarti tidak
bernilai profit. Hanya saja untuk
melakukan kegiatan eksplorasi
terdapat banyak tantangan dan
high risk, membuat investor harus
berpikir matang-matang ketika
ingin berinvestasi.
Tantangan yang harus dihadapi
diantaranya adalah mengenai
struktur geologi yang dapat
dikatakan tidak bersahabat sep-
erti wilayah barat Indonesia jika
ingin melakukan eksplorasi dan
eksploitasi migas. Aspek finan-
sial, teknologi dan operasional
harus direncanakan dengan baik
guna memperoleh hasil yang
maksimal. Terlebih lagi untuk
wilayah timur Indonesia, potensi
cadangan lebih banyak terdapat
di laut dalam (deepwater). Resiko
tidak memperoleh cadangan
yang komersil harus siap diterima
investor yang berdampak pada
Iklim Investasi Energi di Indonesia,
Meningkatkan Nilai Jual dan Produktivitas Sumber Daya Energi.
Perbedaan Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus - skkmigas.go.id
Oleh: Luthfan Nur Azhim (12211038)
19
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
kerugian jutaan dolar. Sehingga
investasi di wilayah timur Indo-
nesia masih dianggap belum
aman, bahkan perbandingan
biaya investasi untuk di darat dan
laut bisa mencapai 1:10.
Kemudian mengenai birokrasi,
perizinan, dan regulasi yang
terkesan rumit serta banyak mem-
bentuk iklim investasi negara ini
menjadi tidak menarik. Berdasar-
kan data dari Unit Kerja Bidang
Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4), terdapat
69 jenis perizinan hulu migas,
284 proses perizinan, 600.000
lembar persyaratan perizinan dan
diterbitkan oleh 17 instansi den-
gan total izin sebanyak 5.000 izin
per tahunnya. Berbagai izin yang
harus diselesaikan seperti izin
pembebasan lahan, izin mendiri-
kan bangunan, izin penggunaan
air, izin lingkungan, izin mengenai
AMDAL dan perizinan lainnya dari
mulai daerah hingga terpusat.
Akibatnya ,Indonesia termasuk
negara yang iklim investasinya
paling buruk di kawasan Asia.
Hasil survey dari Global Petro-
leum Survey 2012 yang dilakukan
The Fraser Institute, lembaga
riset dari Kanada menempatkan
Indonesia pada posisis ke-127
dari 147 negara di dunia. Hasil
survey tersebut ternyata mengin-
dikasikan beberapa aspek yang
membuat negara ini tidak diminati
oleh para investor di antaranya
aspek aturan fiskal yang meliputi
pembayaran royalti, sistem bagi
hasil, dan biaya lisensi. Lalu,
sistem perpajakan, lingkungan,
kondisi sosial ekonomi, aturan
perburuhan, kualitas infrastruktur,
kualitas basis data geologi, stabil-
itas politik, keamanan, konsistensi
aturan pusat dan daerah. Terlebih
lagi yang memprihatinkan adalah
praktik korupsi, terutama terkait
perizinan yang semakin menam-
bah beban investor.
Berkontradiksi dengan hasil
survey tersebut, SKK Migas
berpendapat dalam Laporan Ta-
hunan 2012 bahwa berdasarkan
data peningkatan penerimaan
negara dari sektor migas menun-
jukkan tren peningkatan. Hal
tersebut menunjukkan return on
investment Indonesia masih dimi-
nati dan cukup kondusif. Karena
realisasi investasi kontraktor KKS
untuk tahap eksplorasi sebesar
US$16.1 miliar, lebih tinggi dari
tahun 2011. Nilai investasi terse-
but meliputi kegiatan eksplorasi
sebesar US$1.4 miliar, pengem-
bangan sumur sebesar US$3.3
miliar, kegiatan produksi sebesar
US$10.4 miliar dan kegiatan ad-
ministrasi sebesar US$1 miliar.
Mewujudkan iklim in-
vestasi kondusif.
Hasil peninjauan kondisi
investasi sektor migas Indone-
sia saat ini tentunya mendorong
pemerintah agar meningkatkan
kredibiltas dan stabilitas iklim
investasi kedepannya. Dari segi
nilai jual wilayah timur Indonesia,
tidak adil bila tetap bersikukuh
pada sistem PSC karena kondisi
wilayah barat dan timur Indonesia
jelas berbeda. Namun, bukan
berarti kita harus mengubah
secara utuh mengenai kontrak
yang telah dianut negara ini sejak
tahun 1960-an. Oleh sebab itu,
langkah yang diambil pemerintah
adalah mencanangkan penera-
pan insentif fiskal pada proyek
migas yang dinilai sulit. Insentif
diperlukan supaya investor lebih
giat dalam melakukan eksplorasi
dan pemboran, harapannya ada-
Investasi di beberapa negara - Fraser Institute Global Petroleum Survey 2012
20
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
lah produksi dalam negeri akan
meningkat sekaligus menambah
cadangan migas nasional.
Pandangan mengenai
pemberian insentif sebaikn-
ya juga diberikan saat terjadi
penurunan produksi (decline) dan
saat melakukan secondary recov-
ery seperti enhanced oil recovery
(EOR). Salah satu insentif yang
diberikan ketika terjadi penurunan
produksi adalah pengurangan
pajak bumi dan bangunan (PBB)
untuk wilayah kerja eksplorasi.
Pajak akan dibayarkan jika telah
terbukti memperoleh cadangan
dan berproduksi sehingga meraih
profit. Insentif tersebut idealnya
diberikan kepada semua KKKS,
baru ataupun lama, untuk men-
jaga eksistensi mereka di sektor
hulu migas.
Upaya perbaikan regula-
si migas tak kalah penting untuk
menarik investor agar menanam-
kan modal di negeri ini. Revisi UU
Migas No. 22 Tahun 2001 harus
dituntaskan secepatnya. Karena
efek terhadap tata kelola migas
Indonesia akan menjadi lebih
pasti dan jelas. Investor pastinya
menginginkan kepastian hukum
mengenai investasinya, serta
kedudukan hukum pengelola dan
kontrak migas terhadap institusi
dan perundang-undangan lainn-
ya.
Disamping itu, audit
mengenai perizinan perlu dilaku-
kan untuk mencari celah penyer-
dehanaan berbagai jenis perizin-
an. Tujuannya adalah perizinan
dikelompokkan sesuai jenisnya
atau dihilangkan sekaligus.
Rencananya perizinan tersebut
akan dipangkas hingga menjadi
delapan jenis perizinan. Delapan
jenis perizinan tersebut antara
lain izin kawasan hutan, izin pem-
bebasan lahan, izin dari pemerin-
tah provinsi, izin dari pemerintah
kabupaten, izin perpotongan
persinggungan lintas kereta api,
izin pembuangan limbah penge-
boran, peraturan dry docking
FSO/FPSO (Floating Production
Storage and Offloading) dan
penggunaan kapal asing.
Berdasarkan rencana
tersebut, sektor yang terkait sep-
erti Kementrian ESDM, Kemen-
trian Keuangan dan Kementrian
Kehutanan, Badan Pertahanan
Nasional, SKK Migas, guber-
nur, bupati dan walikota harus
bekerjasama. Ide yang ditawar-
kan adalah diterapkannya pola
Service Level Agreement (SLA),
secara teknis berbagai perizinan
yang biasanya disyaratkan pada
investor akan disatukan dalam
satu kelompok izin, kemudian
direkomendasikan dan tercantum
pada SLA tersebut. Hal itu harus
diterapkan sebagai langkah ak-
selerasi implementasi dari Inpres
No. 2 Tahun 2012, berisi instruksi
produksi minyak bumi paling se-
dikit 1,01 juta bopd di tahun 2014.
Maksimalkan sumber
daya alam untuk ketahanan ener-
gi
Meskipun dianggap sebagai titik
terang, kita harus tahu bahwa
semua hal itu tidak instan untuk
direalisasikan karena butuh waktu
berkoordinasi dengan sektor
terkait dan terkadang terbentur
oleh regulasi yang ada. Oleh
karena itu, kita harus ingat bahwa
dalam rangka memenuhi ketahan-
an energi, tidak tepat bila hanya
mengandalkan dari peningkatan
produksi minyak. Kita harus mulai
sadar bahwa Indonesia bukan
lagi negara yang kaya akan
minyak bumi, tetapi merupakan
negara yang kaya akan sumber
daya energi.
Berkaca pada keadaan saat ini,
arah kebijakan energi menge-
nai diversifikasi masih dirasa
jalan di tempat, karena sumber
energi lain yang baru terlihat
konkrit penggunaannya adalah
gas, disamping batu bara yang
memang sudah digunakan sejak
lama. Sumber energi lain seperti
geothermal, bahan bakar nabati
(BBN), biogas, coal bed methane
(CBM), biomass, air, angin, solar
energi bahkan nuklir masih dalam
proses perkembangan yang
lambat.
Saat melihat kenyataan tehambat-
nya diversifikasi energi, sejenak
muncul persepsi apakah sulitnya
diversifikasi merupakan dampak
dari kondisi iklim investasi negeri
ini yang sarat akan birokrasi
dan regulasi yang berlarut-larut.
Karena untuk melakukan investasi
pada panas bumi, bahan ba-
kar nabati (BBN) hingga nuklir
sekalipun ada aturan terkait dan
prosedur izin usahanya mas-
ing-masing.
Alangkah baiknya bila sembari
memperbaiki kondisi investasi
migas negeri ini, kita mulai ban-
gkitkan sumber daya alam yang
telah lama tertanam di Indonesia
untuk dimanfaatkan oleh neg-
erinya sendiri. Bukan hal yang
mustahil untuk Indonesia menca-
pai ketahanan energi seperti yang
diwacanakan pemerintah, apabila
pemerintah berani mengambil
sikap dan kita sebagai warga
negara mencoba mendukung
kebijakan tersebut. Sinergi antar
sektor industri dan pemerintah,
transparansi, dan prosedur yang
sehat bukan lagi hal yang harus
menjadi excuse untuk kemajuan
ketahanan energi bangsa ini.

Alangkah baiknya bila sem-


bari memperbaiki kondisi
investasi migas negeri ini,
kita mulai bangkitkan sumber
daya alam yang telah lama
tertanam di Indonesia untuk
dimanfaatkan oleh negerinya
sendiri
21
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
PANTASKAH SISTEM
KSO DITERAPKAN?
negeri ( Domestic Market Obli-
gation / DMO ) sejumlah harga
ekspor untuk 5 tahun pertama
produksi lapangan baru dan US$
0,20/barrel untuk lapangan lama.
Sistem KSO/TAC:
Bentuk kerjasama ini berupa
usaha meningkatkan produksi
sumur-sumur Pertamina yang
sudah tua, yang produksinya
sudah mulai menurun. Kegiatan-
nya berupa Secondary Recovery
atas ladang-ladang minyak yang
sudah tua oleh kontraktor yang
bekerja sama atas TAC dengan
Pertamina.
Yang akan dibagi adalah
jumlah yang merupakan penam-
bahan dari produksi sebelum
dilakukan Secondary Recovery
(biasa disebut non shareble oil)
dan tambahan produksi sesudah
dilakukan Secondary Recovery
(biasa disebut shareble oil). Pem-
bagian shareble oil tersebut pada
dasarnya adalah sama dengan
cara pembagian menurut PSC.
Mengapa KSO?
1. Mature field yang sudah
pernah berproduksi dan telah
ditinggalkan oleh karena sudah
tidak ekonomis untuk terus diusa-
hakan.
2. Teknologi yang lama sudah
tidak bisa menghasilkan lagi.
3. Keterbatasan dana dan atau
penguasaan teknologi.
Dari alasan diatas maka diper-
lukan partner yang mempunyai
dana dan teknologi memadai.
Biaya investasi dan operasi
ditanggung seluruhnya oleh
investor dan dikembalikan oleh
Pertamina dalam bentuk cost
recovery, hasilnya dibagi sesuai
dengan perjanjian.
manusia, finansial, kapabilitas,
dan masalah lainnya. Dengan
diterapkannya KSO, diharapkan
produksi dari lapangan yang
diserahkan menjadi meningkat.
Salah satu contoh peningkatan
produksi yang terjadi adalah KSO
Sungai Lilin yang disebut-sebut
mampu meningkatkan produk-
si 50 barrel menjadi 300 barrel
dalam sehari. Secara garis besar
pada umumnya ada dua wilayah
kerja yang diusahakan bagi ek-
splorasi Migas :
1. Wilayah kerja milik Negara
Bentuk kerjasamanya adalah Pro-
duction Sharing Contract (PSC).
2. Wilayah kerja yang sudah
diserahkan kepada Pertamina.
Jika Pertamina mengusahakann-
ya dengan pihak lain/swasta :
Tak berproduksi: Bila dipro-
duksi hasilnya Minyak, bagi hasil
dilakukan sesuai kesepakatan.
Bila diproduksi hasilnya Gas,
seluruhnya untuk Pertamina
Berproduksi: Bila terjadi
peningkatan, ada Non-shareable
Oil dan Shareable Oil.
Bentuk kerjasama: KSO dan JOB
Prinsip-prinsip TAC / KSO ada-
lah sebagai berikut :
Lahan yang dikelola merupa-
kan bagian WKP Pertamina.
Manajemen operasi dilaku-
kan oleh Pertamina.
Biaya operasi ditanggung
oleh kontraktor.
Pengembalian biaya operasi
dibatasi sebesar 35 % 40 % per
tahun.
Pembagian hasil ( setalah
dikenakan pajak ) antara Pemer-
intah dan Pertamina Kontraktor
besarnya 65 % : 35 %
Kontraktor wajib memenuhi
sebagian kebutuhan migas dalam
P
ertamina yang merupakan
national oil company dari
Indonesia telah berdiri sejak
tahun 1957. Usaha yang
dijalankan mencakup daerah hulu
hingga hilir, mulai dari kegiatan
eksplorasi, produksi, hingga
pemasaran. Dalam melakukan
kegiatan usaha hulu, Pertami-
na beroperasi secara mandiri
maupun melalui beberapa bentuk
kerjasama. Salah satunya adalah
Kerja Sama Operasi (KSO). Sep-
erti kita ketahui bersama bahwa
lifting minyak kita sedang dalam
fasa memprihatinkan dengan
angka total 840 BOPD maka
hasil bersih negara diluar uang
cost recovery hanya menyisakan
570 BOPD. Kapasitas kilang kita
hanya 1,157 juta barrel sedang-
kan kebutuhan BBM kita sebesar
1,4 juta BOPD dan memaksa kita
mengimpor minyak mentah mau-
pun BBM. Kondisi saat ini sudah
sangat mengkhawatirkan. Sangat
tergantung pada impor (crude
& product). Tidak ada ketahan-
an energi (BBM). Baru-baru ini
ternyata PT Pertamina (Persero)
dikabarkan menyerahkan pengo-
perasian 40 lapangan migas yang
saat digarap anak usahanya PT
Pertamina EP melalui skema Kerja
Sama Operasi (KSO) dengan
perusahaan swasta nasional, Geo
Cepu Coorporation (GCC) dan
Geo Coorporation Limited (GCL),
perusahaan asal China.
KSO merupakan suatu strategi
yang pada umumnya dilakukan
oleh perusahaan ketika tidak cuk-
up mampu ataupun mengalami
permasalahan yang disebabkan
oleh kurangnya sumber daya
perusahaan. Kekurangan tersebut
dapat berupa sumber daya
22
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
company, prestasi ini seharusnya
menjadi modal bagi Pertamina
untuk lebih percaya diri dan op-
timis dalam menjalankan kegia-
tan usahanya agar pemenuhan
kebutuhan migas nasional dapat
lebih optimum.
Efek negatif dari KSO
Akan tetapi, penerapan KSO
sendiri memiliki beberapa efek
negative :
Untuk lapangan WK Pertam-
ina lama, pendapatan semakin
berkurang karena telah kita
ketahui bahwa lifting kita yang
memperihatinkan dibanding
demand masyarakat, padahal
seharusnya Pertamina mengenal
betul lapangan tersebut kare-
na sudah mengoperasikannya
berkali kali
Untuk lapangan terminasi
kontrak, sistem KSO akan terus
membodohi pertamina. Tidak
ada pembelajaran yang diambil
dari sistem kontrak ini. Nasion-
alisasi pun akan terasa semakin
jauh
Saat ini Pertamina secara sig-
nifikan mengalami peningkatan
peringkat di posisi 122 untuk
tahun 2013 versi Fortune Global
500 dengan meraup laba bersih
$2,7 miliar. Hal ini merupakan
sebuah prestasi yang tidak mu-
dah untuk diraih. Pertamina juga
berhasil menjaga pertumbuhan
produksi minyaknya rata-rata
6,6% per tahun dalam 5 tahun
terakhir. Sebagai national oil

Sebagai national oil compa-


ny, prestasi ini seharusnya
menjadi modal bagi Pertam-
ina untuk lebih percaya diri
dan optimis dalam men-
jalankan kegiatan usahanya
agar pemenuhan kebutu-
han migas nasional dapat
lebih optimum.
Diagram pembagian hasil sistem KSO - pertamina.com
23
PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4
PATRA
Energy Review
Edisi #4

Anda mungkin juga menyukai