KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANAK RSUD ARJAWINANGUN MEI 2013 Latar Belakang Sindroma syok dengue ditandai dengan adanya kebocoran pembuluh darah yang berat dan gangguan hemostatis dan prognosis kematiannya sekitar 1-5 persen dari kasus. Meskipun penggantian volume cairan diakui sebagai intervensi terapeutik yang penting , pedoman manajemen penggantian cairan yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih berdasarkan pengalaman daripada berbasis bukti (evidence-based).
Metode / desain penelitian randomized, single center, dan double blind Subjek penelitian : Anak-anak (2-15 tahun), datang ke rumah sakit (PICU) di vietnam dengan gejala klinis DSS (Dengue Shock Syndrome)* Objek penelitian : Perbandingan cairan kristaloid isotonik (ringer laktat) dan dua cairan koloid isotonik (6% dekstran 70 (dekstran) dan 6% pati hidroksietil 200/0,5 (HES)) untuk resusitasi emergensi pada anak dengan sindroma syok dengue Rumah Sakit Infeksi Tropis Ho Chi Minh, Vietnam. Tinjauan etik dan ilmu pengetahuan telah disetujui dan sesuai dengan protokol.
Randomized pengacakan dilakukan oleh komputer untuk menghasilkan nomer acak dilakukan oleh staf independen Untuk memastikan kerahasian pengacakan, paket pengobatan terdiri dari tiga botol 500 ml cairan, disegel di dalam wadah karton yang telah dipersiapkan dengan khusus dan diidentifikasi hanya sejumlah yang dibutuhkan untuk penelitian, yang dipasok ke bangsal untuk setiap pasien. Pengobatan paket untuk setidaknya lima pasien berikutnya
Sebuah amplop yang disegel berisi identitas cairan yang digunakan dalam studi ini dilekatkan pada berkas penelitian untuk setiap anak yang dapat digunakan pada kasus darurat.
Populasi : 641anak (2-15 tahun) 512 anak terlibat dalam penelitian Kelompok 1 : 383 orang
Kelompok 2 : 129 orang 126 orang menerima dextran 129 orang menerima HES/Pati 126 orang menerima ringer laktat 67 orang menerima dextran 62 orang menerima HES/pati Kelompok 1 : syok sedang (tekanan nadi antara >10 dan < 20 mmHg) Kelompok 2 : syok berat (tekanan nadi < 10 mmHg) Panduan manajemen dari WHO digunakan untuk diagnosis sindroma syok dengue.Pada awal studi, peneliti mencatat data demografis, riwayat, dan hasil pemeriksaan serta mengambil sampel plasma sitrat untuk skrining koagulasi dan sampel serum untuk diagnosus dengue. Masing-masing anak menerima 15 ml/kgBB/jam diikuti dengan 10 ml/kgBB/1 jam berikutnya.
menerima cairan ringer laktat standar sesuai jadwal yang melibatkan pengurangan pada interval waktu tertentu sampai tahap pemeliharaan (maintenance) setelah delapan jam Denyut nadi, tekanan darah, dan perfusi perifer dimonitor setidaknya per jam sampai mereka stabil selama minimal 24 jam, dan kemudian setiap 4 jam sampai pulang Kadar hematokrit kapiler diukur pada awal penelitian sebelum intervensi, 2 dan 6 jam setelah awal penelitian, dan kemudian sekitar setiap 12 jam atau ketika terjadi kerusakan kardiovaskular Sampel plasma sitrat untuk pemeriksaan koagulasi diperoleh pada hari studi ke-2 dan ke-4, bersamaan dengan sampel serum kedua untuk pengujian serologi untuk infeksi dengue saat pulang pencitraan ultrasound dada dan perut dilakukan pada hari studi ke-3 oleh satu dari dua peneliti terlatih dengan menggunakan protokol standar untuk mengukur kedalaman setiap efusi pleura dan menilai keparahan asites. Pasien-pasien dengan status kardiovaskular yang tidak meningkat setelah pemberian cairan studi (yaitu mereka yang memiliki penyempitan lebih lanjut atau tidak adanya respon pada tekanan nadi, bersamaan dengan itu tidak adanya perbaikan bahkan memburuknya aliran darah perifer, adanya peningkatan hematokrit atau keduanya) menerima infus resusitasi koloid (biasanya dekstran) 5 -10 ml/kgBB berdasarkan kebijaksanaan dari dokter. Sama halnya jika setelah awal respon yang baik, tekanan nadi menyempit lagi sampai 20 mm Hg atau kurang dengan vasokonstriksi perifer, peningkatan hematokrit atau keduanya, resusitasi cairan koloid dapat diberikan. Hal yang tidak mungkin untuk memperbaiki kriteria mutlak untuk penggunaan cairan resusitasi koloid, tetapi kelompok inti yang terdiri dari dokter-dokter bertanggung jawab terhadap perawatan pasien selama penelitian, dan kebijakan umum dari unit perawatan intensif anak untuk intervensi setelah resusitasi awal adalah terapi konservatif. Pasien menerima obat-obat inotropik, transfusi darah, diuretik, dan terapi lain sesuai kebijaksanaan dokter yang menangani.
Prosedur Laboratorium Diagnosis infeksi dengue dibuat dengan deteksi Dengue Duo IgM dan IgG menggunakan alat enzyme- linked immunosorbent assay (PanBio) dengan sampel serum darah berpasangan. Skrining Koagulasi dilakukan dengan menggunakan peralatan yang diperoleh dari Diagnostica Stago, tes termasuk mengukur waktu protrombin, waktu aktivasi tromboplastin parsial, dan kadar fibrinogen serta pemeriksaan semikuantitatif untuk produk degradasi fibrin. Hasil yang dianalisis hanyalah sampel yang terpisah dalam waktu 12 jam setelah pengambilan darah vena dan tanpa hemolisis yang terlihat atau pembentukan bekuan Ukuran Hasil Ukuran hasil primer adalah kebutuhan untuk intervensi tambahan dengan cairan resusitasi koloid setiap saat setelah infus cairan yang digunakan dalam studi ini. Ukuran hasil sekunder diperiksa selanjutnya adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai status kardiovaskular yang stabil (didefinisikan sebagai waktu dalam hitungan jam dari awal masuk penelitian sampai tekanan nadi mencapai dan dipertahankan pada 25 mm Hg dengan tekanan sistolik dari 80 mm Hg selama minimal dua jam), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai status stabilitas kardiovaskular berkelanjutan (didefinisikan sebagai waktu dalam hitungan jam dari awal penelitian untuk mencapai dan memelihara indeks kardiovaskular tanpa intervensi lebih lanjut), volume cairan resusitasi koloid dan jumlah cairan parenteral yang dibutuhkan, pola perubahan hematokrit, dan jumlah hari perawatan di rumah sakit. Seorang pengamat tidak terlibat dalam manajemen klinis dan ditugaskan untuk menghitung semua waktu pemulihan dan volume cairan. Selain itu, empat efek samping yang mungkin muncul dari berbagai cairan juga diselidiki berupa perdarahan klinis, bukti laboratorium terhadap koagulopati, keparahan kebocoran pembuluh darah yang dinilai secara klinis, dengan ultrasonografi, dan dengan persyaratan untuk terapi diuretik, serta kejadian alergi jenis reaksi. Analisis Statistik Sebuah ukuran sampel dari 360 pasien (120 di setiap kelompok cairan) dihitung untuk penelitian utama untuk memberikan 80% kekuatan untuk mendeteksi penurunan 50% pada kebutuhan untuk resusitasi koloid pada tingkat signifikansi sebesar 5% yang diambil sebagai dasar temuan dari studi sebelumnya, di mana sekitar 30 persen anak-anak dengan sindrom syok dengue memerlukan resusitasi koloid. 13 Perekrutan paralel untuk studi ini dengan membandingkan penggunaan dua koloid pada anak- anak dengan syok berat diharapkan berada pada rasio sekitar tiga pasien dengan syok sedang untuk satu pasien dengan syok berat.
Seorang petugas statistik yang tidak terlibat dalam desain atau pelaksanaan penelitian melakukan semua analisis dengan menggunakan perangkat lunak statistik Stata (versi 8.0) atau StatsDirect. Sebuah analisis interim direncanakan dilakukan pada pertengahan penelitian, dan hasilnya akan dinilai oleh komite pemantauan keamanan dan data. Setelah serangkaian efek samping yang timbul, analisis kedua dilakukan, berfokus pada keselamatan, dilakukan setelah 440 anak telah direkrut, Komite merekomendasikan bahwa penelitian berlanjut. Semua analisa dilakukan dengan dasar intention treat-to-treat. Karakteristik pasien dan efek pengobatan berbagai cairan dibandingkan dengan menggunakan chi-square atau tes eksak Fisher untuk variabel kategori dan uji Mann-Whitney atau Kruskal- Wallis untuk variabel kontinu. Waktu pemulihan kardiovaskular dibandingkan dengan penggunaan uji log-rank, dan perkiraan kemungkinan pemulihan disajikan dalam kurva Kaplan-Meier. Dekstran dibandingkan dengan pati di kategori tekanan nadi, perbandingan dilakukan dengan penggunaan uji Mantel- Haenszel untuk hasil kategoris, dengan regresi logistik kondisional digunakan untuk menguji hubungan fluida dengan hasil berkelanjutan. Perbandingan angka kejadian antara berbagai kelompok cairan perlakuan disajikan sebagai relatif risiko, berfokus pada perbandingan antara kristaloid dan salah satu dari kelompok koloid, atau antara dekstran dan kelompok pati. Kami menggunakan Metode Koopman untuk rasio binomial untuk menentukan interval kepercayaan 95%.
Hasil Profil percobaan disajikan pada Gambar 1. Sebanyak 512 anak-anak direkrut ke dalam studi antara Agustus 1999 sampai Maret 2004, dan semua menerima cairan yang akan diuji dalam studi ini. Dari 512 pasien, 476 (93 persen) telah dikonfirmasi sebagai dengue, dan benar terlibat serta secara acak menerima cairan tersebut sebanyak 10 persen dari volume yang dimaksudkan yaitu 25 ml/kgBB selama lebih dari dua jam untuk resusitasi awal. Alokasi terapi dibutakan terhadap enam pasien (lima menerima dekstran, dan satu menerima pati) setelah alergi berat- tipe reaksi terhadap cairan yang digunakan dalam studi ini, dalam hal untuk mengambil keputusan yang harus dibuat tentang koloid mana yang digunakan untuk terapi penyelamatan berikutnya. Semua karakteristik dasar pasien terlihat serupa di antara kelompok perlakuan cairan untuk 383 anak dengan syok derajat sedang (kelompok 1) dan untuk 129 anak dengan syok berat (kelompok 2) (Tabel 1). Satu anak (penerima cairan pati) meninggal karena syok yang sangat serius dan perdarahan gastrointestinal. Sedangkan pasien yang tersisa pulih sepenuhnya. Data yang berisi hasil penelitian yang dilaporkan tercatat 512 anak.
Perbedaan efek terapi cairan Tidak ada perbedaan yang signifikan antara cairan dalam hal proporsi keseluruhan anak-anak yang membutuhkan penyelamatan koloid dalam semua kelompok (Tabel 2). Risiko relatif kebutuhan untuk resusitasi koloid adalah 1,08 (interval kepercayaan 95% ,0,78-1,47, P = 0,65) diantara anak-anak dengan syok derajat sedang yang menerima ringer laktat dibandingkan dengan cairan koloid lainnya dan sebesar 1,13 (interval kepercayaan 95%, 0,74-1,74, P = 0.59) diantara anak-anak yang menerima dekstran dibandingkan dengan pati dalam kelompok syok berat, dan sebesar 0.88 (interval kepercayaan 95%, 0,66-1,17, P = 0.38) diantara anak-anak yang menerima dekstran dibandinngkan dengan pati untuk analisis kombinasi. Anak-anak pada kelompok 1 yang menerima ringer laktat untuk resusitasi primer membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai stabilitas status kardiovaskular dibandingkan dengan kelompok yang menerima cairan koloid lainnya (gambar 2a), tetapi derajat kesembuhan selama periode ini secara umum tidak mencukupi untuk menjamin intervensi dengan resusitasi cairan koloid, dan waktu untuk mencapai status kardiovaskular terakhir tidak berbeda diantara semua kelompok (gambar 2b).
Tidak ada satu anak pun pada kelompok 1 (yang menerima cairan pati untuk resusitasi primer) membutuhkan cairan resusitasi koloid. Secara keseluruhan, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah pasiem yang membutuhkan resusitasi koloid pada kelompok penerima pati lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok penerima deksstran pada tahap awal di kelompok syok sedang maupun berat.; Nilai risiko relatif kebutuhan akan resusitasi koloid untuk episode awal syok sebesar 0,34 (interval kepercayaan 95%, 0,07-1,71; P=0,03) pada kelompok penerima pati dibandingkan penerima dekstran untuk analisis kombinasi. Terdapat keuntungan yang kecil dalam hal waktu untuk mencapai stabilitas status kardiovaskular pada kelompok penerima pati dibandingkan dengan kelompok penerima dektran pada kelompok 2. (median, 1 dan 2 jam; P=0,03 dengan menggunakan uji log-rank). Namun, jumlah yang terlibat termasuk kecil dan efek yang ditimbulkan tidak cukup untuk diperhitungkan. Oleh karena itu, tidak terdapat perbedaan pada semua kelompok dalam hal kebutuhan akan resusitasi koloid pada awal epidose syok, jumlah cairan resusitasi koloid atau total cairan parenteral yang dibutuhkan, waktu untuk penyembuhan atau jumlah hari perawatan di rumah sakit.
Perbedaan bermakna yang tercatat yaitu dalam hal efek cairan terhadap hematokrit kapiler. Dua jam setelah penelitian dimulai, median reduksi hematokrit dari data dasar di awal studi adalah 9% (rentang 90%, 1-9%) pada anak di kelompok satu yang menerima ringer laktat dibandingkan dengan 25% (rentang 90%, 10-35%) pada anak yang menerima dektran dan 22% 9rentang 90%, 7-31%) pada anak yang menerima pati (P<0,001) (tabel 2). Namun, peningkatan secara bertahap terjadi secara signifikan lebih besar pada kedua cairan koloid dibandingkan dengan cairan kristaloud. Nilai median peningkatan hematokrit selama periode ini adalah 5% (rentang 90%, -8-20%) pada anak penerima dekstran dan 5% (rentang 90%, -10-21%) pada anak penerima pati dibandingkan dengan 0% (rentang 90%, -12-12%) pada anak penerima ringer laktat di kelompok 1 (P<0,001), dan 8% (rentang 90%, -6-22%) serta 5% (rentang 90%, -9-21%) pada anak penerima dekstran dan pati pada kelompok 2 (tidak berbeda secara statstik)
Komplikasi yang mungkin timbul pada terapi cairan Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal efek samping yang timbul pada berbagai jenis terapi cairan yang diberikan, kecuali dalam hal insidensi alergi tipe reaksi (tabel 3). Sebanyak 15 dari 193 pasien (8%0 yang menerima dekstran mengalami reaksi alergi berat (demam tinggi dan kaku tanpa gangguan kardiovaskular) yang muncul 6 jam setelah pemberian cairan dilakukan. Kultur bakteri dan tes terhadap kontaminasi endotoksin bernilai negatif, tetapi penelusuran lebih lanjut mencdapatkan adanya kontaminasi pirogen nonendotoksin (hasil investigasi Dr. S. Poole, dari Institut Nasional untuk Standarisasi dan Kontrol Biologi, London melalui komunikasi personal). Terdapat adanya bercak urtikaria tanpa demam pada satu orang pasien di kelompok penerima pati pada akhir pemberian cairan. Semua pasien merespon terhadap terapi pengobatan simptomatis yang diberikan.
Tidak terdapat perbedaan diantara semua kelompok dalam hal terbentuknya manifestasi perdarahan baru, kelebihan cairan, kebocoran vaskular atau penggunaan furosemid (tabel 3). Uji skrining serial koagulasi membuktikan adanya koagulopati ringan pada awal penelitian di semua kelompok pasien dan seperti yang telah diperkirakan angka timbulnya kejadian ini meningkat dari hari ke hari selama penelitian (tabel 4). Hanya terdapat perbedaan yang signifikan diantara nilai absolut dalam hal waktu tromboplastin parsial pad kelompok 2 yang menerima pati atau dekstran pada hari kedua. Namun, semua variabel koagulasi sedikit lebih buruk sebelum awal penelitian pada kelompok 2 yang menerima dekstra, dan pada hari kedua menunjukan perbaikan dibandingkan dengan hari pertama. Semua perbandingan lainnya menunjukan tidak adanya perbedaan diantara semua kelompok termasuk perbandingan perubahan presentase pda tiap variabel di hari yang berbeda (datanya tidak ditampilkan).
Diskusi Penelitian ini, dengan kebutuhan resusitasi koloid sebagai indikator keberhasilan, dengam mempertimbangkan ringer laktat sebagai pilihan yang paling murah dan aman sebagai piluhan yang efektif seperti koloid untuk resusitasi awal pada anak dengan syok derajat sedang. Penelitian yang dilakukan oleh studi ini, yang memfokuskan pada satu penyakit dimana resusitasi cairan merupakan hal yang penting dan biasanya merupakan intervensi satu- satunya yang diperlukan pada pasien dengan kebocoran vaskuler, cairan kristaloid isotonik sama efektifnya dengan cairan koloid bagi kebanyakan pasien.
Pasien dengan syok berat lebih banyak membutuhkan resusitasi dengan koloid dibandingan pasien dengan syik sedang, tetapi hanya terdapat perbedaan yang kecil dalam hal efektivitas koloid pada kedua kelompok tersebut. Meskipun manfaat kecil dapat dilihat pada kelompok penerima pati selama resusitasi awal, ukuran molekul yang relatif esar dari pati bila dibandingkan dengan dekstran tidak menghasilkan ketahanan intavaskuler yang lebih lama atau efek memperluas jumlah yang akan ditahan. Peneliti menemukan tidak adanya bukti atau efek samping diantara cairan koloid pada terjadinya koagulopati intrinsik atau manifestasi perdarahan klinis atau pada terjadinya kelebihan cairan Selama studi ini, terjadinya demam muncul pada anak yang menerima pati. Dekstran dihasilkan melalui proses yang melibatkan degradasi bakteri dan purifikasi sehingga pirogen residual mungkin dapat merangsang terjadinya demam. Secara keseluruhan, frekuensi terjadinya efek samping ini dalam penanganan infeksi dengue perlu diperhitungkan. Pada penelitian ini, tidak terdapat bukti yang cukup jelas mengenai manfaat penggunaan koloid pada anak-anak dengan syok derajat sedang yang menyebabkan kebocoran vaskuler. Penelitian ini tidak menilai angka mortalitas sebagai keberhasilan terapi. Indikator keberhasilan primer yang diukur adalah intervensi berdasarkan penilaian kebutuhan oasien secara klinis. Penelitian ini dilakukan secara tunggal oleh kelompok dokter yang sama di bangsal dan dilakukan metode blind (dibutakan) terhadap semua kelompok yang menerima berbagai cairan yang berbeda. Meskipun tidak terdapat bukti adanya hubungan cairan koloid dengan mortalitas, cairan koloid merupakan bagian dari panduan manajemen WHO pada resusitasi demam syok dengue dan menjadi salah satu hal yang penting untuk dipertimbangkan oleh dokter di daerah endemik sebagai salah satu tanda prognosis yang buruk.
Selama penelitian ini, terdapat satu pasien yang meninggal dari 641 anak dengan sindroma syok dengue. Hal ini menunjukkan hasil yang sangat bagus dan menggambarkan bahwa penanganan secara medis dan keperawaran merupakan salah satu terapi yang spesifik yang harus diperhatikan. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan yang lebih berfokus terhadap kelompok risiko tinggi. Keberhasilan yang cukup baik pada pasien anak dengan syok sedang yang menerima cairan kristaloid pada penelitian ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut kedepannya. Selain itu, definisi yang lebih jelas mengenai mekanisme patofisiologi terjadinya kebocoran vaskuler akan sangat bermanfaat bagi penelitian kedepannya.
KESIMPULAN Kesimpulannya, sebagian besar anak dengan sindroma syok dengue memberikan respon yang baik pada terapi yang diberikan dengan menggunakan cairan kristaloid isotonik. Intervensi yang lebih cepat dengan menggunakan cairan koloid tidak diindikasikan. Regimen terapi dengan menggunakan ringer laktat 25 ml/kgBB selama 2 jam menjadi bukti yang kuat dan perlu direkomendasikan pada anak dengan syok sedang. Sedangkan untuk pasien dengan syok berat, tidak terdapat bukti kuat yang menyokong sehingga para klinisi sebaiknya menggunakan pertimbangan berupa pengalamannya, ketersediaan obat dan harganya dalam menggunakan cairan ini. Keuntungan kecil pada kesembuhan yang lebih cepat dengan menggunakan pati dan secara signifikan terdapat efek samping yang lebih banyak dengan menggunakan dekstran sehingga penggunaan pati sebaiknya dapat menjadi pilihan yang lebih baik untuk menggantikan koloid. DAFTAR PUSTAKA 1. Halstead SB. Epidemiology of dengue and dengue haemorrhagic fever. In: Gubler DJ, Kuno G, eds. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Wallingford, England: CAB International, 1997:23-44. 2. Cohen SN, Halstead SB. Shock associated with dengue infection. I. Clinical and physiologic manifestations of dengue hemorrhagic fever in Thailand, 1964. J Pediatr 1966;68:448-56. 3. Rigau-Perez JG, Clark GG, Gubler DJ, Reiter P, Sanders EJ, Vorndam AV. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Lancet 1998;352:971-7. 4. Monath TP. Dengue: the risk to developed and developing countries. Proc Natl Acad Sci U S A 1994;91:2395-400. 5. Technical guides for diagnosis, treatment, surveillance, prevention and control of dengue haemorrhagic fever. Geneva: World Health Organization, 1975. 6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd ed. Geneva: World Health Organization, 1997 7. Schierhout G, Roberts I. Fluid resuscitation with colloid or crystalloid solutions in critically ill patients: a systematic review of randomised trials. BMJ 1998;316:961-4. 8. Choi PT, Yip G, Quinonez LG, Cook DJ. Crystalloids vs. colloids in fluid resuscitation: a systematic review. Crit Care Med 1999;27:200-10. 9. Alderson P, Schierhout G, Roberts I, Bunn F. Colloids versus crystalloids for fluid resuscitation in critically ill patients. Cochrane Database Syst Rev 2000;2: CD000567. 10. Haupt MT, Kaufman BS, Carlson RW. Fluid resuscitation in patients with increased vascular permeability. Crit Care Clin 1992;8: 341-53. 11. Griffel MI, Kaufman BS. Pharmacology of colloids and crystalloids. Crit Care Clin 1992;8:235-53. 12. Dung NM, Day NP, Tam DT, et al. Fluid replacement in dengue shock syndrome: a randomized, double-blind comparison of four intravenous-fluid regimens. Clin Infect Dis 1999;29:787-94. 13. Ngo NT, Cao XT, Kneen R, et al. Acute management of dengue shock syndrome: a randomized double-blind comparison of 4 intravenous fluid regimens in the first hour. Clin Infect Dis 2001;32:204-13. 14. Wills BA, Oragui EE, Dung NM, et al. Size and charge characteristics of the protein leak in dengue shock syndrome. J Infect Dis 2004;190:810-8. 15. The SAFE Study Investigators. A comparison of albumin and saline for fluid resuscitation in the intensive care unit. N Engl J Med 2004;350:2247-56. 16. Starling EH. On the absorption of fluids from the connective tissue spaces. J Physiol 1896;19:312-26. 17. Michel CC, Curry FE. Microvascular permeability. Physiol Rev 1999;79:70361. 18. Haraldsson B, Rippe B. Orosomucoid as one of the serum components contributing to normal capillary permselectivity in rat skeletal muscle. Acta Physiol Scand 1987; 129:127-35. 19. Schneeberger EE, Lynch RD, Neary BA. Interaction of native and chemically modified albumin with pulmonary microvascular endothelium. Am J Physiol 1990;258:L89- L98. 20. Huxley VH, Curry FE. Differential actions of albumin and plasma on capillary solute permeability. Am J Physiol 1991;260: H1645-H1654. 21. Vink H, Duling BR. Capillary endothelial surface layer selectively reduces plasma solute distribution volume. Am J Physiol Heart Circ Physiol 2000;278:H285-H289.