Anda di halaman 1dari 36

Perbandingan Tiga Jenis Cairan untuk

Resusitasi pada Sindroma Syok Dengue



Oleh :
Reza Akbar Rafsanzani
1102009240

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANAK
RSUD ARJAWINANGUN
MEI 2013
Latar Belakang
Sindroma syok dengue ditandai dengan adanya
kebocoran pembuluh darah yang berat dan
gangguan hemostatis dan prognosis
kematiannya sekitar 1-5 persen dari kasus.
Meskipun penggantian volume cairan diakui
sebagai intervensi terapeutik yang penting ,
pedoman manajemen penggantian cairan yang
dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) lebih berdasarkan pengalaman daripada
berbasis bukti (evidence-based).

Metode / desain penelitian randomized, single
center, dan double blind
Subjek penelitian : Anak-anak (2-15 tahun),
datang ke rumah sakit (PICU) di vietnam dengan
gejala klinis DSS (Dengue Shock Syndrome)*
Objek penelitian : Perbandingan cairan kristaloid
isotonik (ringer laktat) dan dua cairan koloid
isotonik (6% dekstran 70 (dekstran) dan 6% pati
hidroksietil 200/0,5 (HES)) untuk resusitasi
emergensi pada anak dengan sindroma syok
dengue
Rumah Sakit Infeksi Tropis Ho Chi Minh, Vietnam.
Tinjauan etik dan ilmu pengetahuan telah
disetujui dan sesuai dengan protokol.


Randomized pengacakan dilakukan oleh
komputer untuk menghasilkan nomer acak
dilakukan oleh staf independen
Untuk memastikan kerahasian pengacakan, paket
pengobatan terdiri dari tiga botol 500 ml cairan,
disegel di dalam wadah karton yang telah
dipersiapkan dengan khusus dan diidentifikasi
hanya
sejumlah yang dibutuhkan untuk penelitian, yang
dipasok ke bangsal untuk setiap pasien.
Pengobatan paket untuk setidaknya lima pasien
berikutnya

Sebuah amplop yang disegel berisi identitas
cairan yang digunakan dalam studi ini
dilekatkan pada berkas penelitian untuk
setiap anak yang dapat digunakan pada kasus
darurat.

Populasi : 641anak (2-15 tahun)
512 anak terlibat dalam
penelitian
Kelompok 1 : 383 orang

Kelompok 2 : 129 orang
126 orang
menerima
dextran
129 orang
menerima
HES/Pati
126 orang
menerima
ringer laktat
67 orang
menerima
dextran
62 orang
menerima
HES/pati
Kelompok 1 : syok sedang (tekanan nadi antara >10
dan < 20 mmHg)
Kelompok 2 : syok berat (tekanan nadi < 10 mmHg)
Panduan manajemen dari WHO digunakan untuk diagnosis
sindroma syok dengue.Pada awal studi, peneliti mencatat data
demografis, riwayat, dan hasil pemeriksaan serta mengambil
sampel plasma sitrat untuk skrining koagulasi dan sampel serum
untuk diagnosus dengue.
Masing-masing anak
menerima 15 ml/kgBB/jam
diikuti dengan 10 ml/kgBB/1
jam berikutnya.

menerima cairan ringer laktat standar sesuai jadwal yang
melibatkan pengurangan pada interval waktu tertentu sampai
tahap pemeliharaan (maintenance) setelah delapan jam
Denyut nadi, tekanan darah, dan perfusi perifer dimonitor
setidaknya per jam sampai mereka stabil selama minimal
24 jam, dan kemudian setiap 4 jam sampai pulang
Kadar hematokrit kapiler
diukur pada awal penelitian
sebelum intervensi, 2 dan 6
jam setelah awal penelitian,
dan kemudian sekitar setiap
12 jam atau ketika terjadi
kerusakan kardiovaskular
Sampel plasma sitrat untuk
pemeriksaan koagulasi diperoleh
pada hari studi ke-2 dan ke-4,
bersamaan dengan sampel serum
kedua untuk pengujian serologi
untuk infeksi dengue saat pulang
pencitraan ultrasound dada dan
perut dilakukan pada hari studi
ke-3 oleh satu dari
dua peneliti terlatih dengan
menggunakan protokol standar
untuk mengukur kedalaman
setiap efusi pleura dan menilai
keparahan asites.
Pasien-pasien dengan status kardiovaskular yang tidak
meningkat setelah pemberian cairan studi (yaitu mereka yang
memiliki penyempitan lebih lanjut atau tidak adanya respon pada
tekanan nadi, bersamaan dengan itu tidak adanya perbaikan
bahkan memburuknya aliran darah perifer, adanya peningkatan
hematokrit atau keduanya) menerima infus resusitasi koloid
(biasanya dekstran) 5 -10 ml/kgBB berdasarkan kebijaksanaan
dari dokter. Sama halnya jika setelah awal respon yang baik,
tekanan nadi menyempit lagi sampai 20 mm Hg atau kurang
dengan vasokonstriksi perifer, peningkatan hematokrit atau
keduanya, resusitasi cairan koloid dapat diberikan. Hal yang
tidak mungkin untuk memperbaiki kriteria mutlak untuk
penggunaan cairan resusitasi koloid, tetapi kelompok inti yang
terdiri dari dokter-dokter bertanggung jawab terhadap
perawatan pasien selama penelitian, dan kebijakan umum dari
unit perawatan intensif anak untuk intervensi setelah resusitasi
awal adalah terapi konservatif. Pasien menerima obat-obat
inotropik, transfusi darah, diuretik, dan terapi lain sesuai
kebijaksanaan dokter yang menangani.

Prosedur Laboratorium
Diagnosis infeksi dengue dibuat dengan deteksi
Dengue Duo IgM dan IgG menggunakan alat enzyme-
linked immunosorbent assay (PanBio) dengan sampel
serum darah berpasangan. Skrining Koagulasi
dilakukan dengan menggunakan peralatan yang
diperoleh dari Diagnostica Stago, tes termasuk
mengukur waktu protrombin, waktu aktivasi
tromboplastin parsial, dan kadar fibrinogen serta
pemeriksaan semikuantitatif untuk produk degradasi
fibrin. Hasil yang dianalisis hanyalah sampel yang
terpisah dalam waktu 12 jam setelah pengambilan
darah vena dan tanpa hemolisis yang terlihat atau
pembentukan bekuan
Ukuran Hasil
Ukuran hasil primer adalah kebutuhan untuk intervensi
tambahan dengan cairan resusitasi koloid setiap saat
setelah infus cairan yang digunakan dalam studi ini.
Ukuran hasil sekunder diperiksa selanjutnya adalah waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai status kardiovaskular
yang stabil (didefinisikan sebagai waktu dalam hitungan
jam dari awal masuk penelitian sampai tekanan nadi
mencapai dan dipertahankan pada 25 mm Hg dengan
tekanan sistolik dari 80 mm Hg selama minimal dua
jam), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai status
stabilitas kardiovaskular berkelanjutan (didefinisikan
sebagai waktu dalam hitungan jam dari awal penelitian
untuk mencapai dan memelihara indeks
kardiovaskular tanpa intervensi lebih lanjut), volume
cairan resusitasi koloid dan jumlah cairan parenteral
yang dibutuhkan, pola perubahan hematokrit, dan
jumlah hari perawatan di rumah sakit. Seorang
pengamat tidak terlibat dalam manajemen klinis dan
ditugaskan untuk menghitung semua waktu
pemulihan dan volume cairan. Selain itu, empat efek
samping yang mungkin muncul dari berbagai cairan
juga diselidiki berupa perdarahan klinis, bukti
laboratorium terhadap koagulopati, keparahan
kebocoran pembuluh darah yang dinilai secara klinis,
dengan
ultrasonografi, dan dengan persyaratan untuk terapi
diuretik, serta kejadian alergi jenis reaksi.
Analisis Statistik
Sebuah ukuran sampel dari 360 pasien (120 di setiap
kelompok cairan) dihitung untuk penelitian utama
untuk memberikan 80% kekuatan untuk mendeteksi
penurunan 50% pada kebutuhan untuk resusitasi
koloid pada tingkat signifikansi sebesar 5% yang
diambil sebagai dasar temuan dari studi sebelumnya,
di mana sekitar 30 persen anak-anak dengan
sindrom syok dengue memerlukan resusitasi
koloid.
13
Perekrutan paralel untuk studi ini dengan
membandingkan penggunaan dua koloid pada anak-
anak dengan syok berat diharapkan berada pada
rasio sekitar tiga pasien dengan syok sedang untuk
satu pasien dengan syok berat.



Seorang petugas statistik yang tidak terlibat dalam desain atau pelaksanaan
penelitian melakukan semua analisis dengan menggunakan perangkat lunak
statistik Stata (versi 8.0) atau StatsDirect. Sebuah analisis interim direncanakan
dilakukan pada pertengahan penelitian, dan hasilnya akan dinilai oleh komite
pemantauan keamanan dan data. Setelah serangkaian efek samping yang timbul,
analisis kedua dilakukan, berfokus pada keselamatan, dilakukan setelah 440 anak
telah direkrut, Komite merekomendasikan bahwa penelitian berlanjut. Semua
analisa dilakukan dengan dasar intention treat-to-treat. Karakteristik pasien dan
efek pengobatan berbagai cairan dibandingkan dengan menggunakan chi-square
atau tes eksak Fisher untuk variabel kategori dan uji Mann-Whitney atau Kruskal-
Wallis untuk variabel kontinu. Waktu pemulihan kardiovaskular dibandingkan
dengan penggunaan uji log-rank, dan perkiraan kemungkinan pemulihan
disajikan dalam kurva Kaplan-Meier. Dekstran dibandingkan dengan pati di
kategori tekanan nadi, perbandingan dilakukan dengan penggunaan uji Mantel-
Haenszel untuk hasil kategoris, dengan regresi logistik kondisional digunakan
untuk menguji hubungan fluida dengan hasil berkelanjutan. Perbandingan angka
kejadian antara berbagai kelompok cairan perlakuan disajikan sebagai relatif
risiko, berfokus pada perbandingan antara kristaloid dan salah satu dari kelompok
koloid, atau antara dekstran dan kelompok pati. Kami menggunakan
Metode Koopman untuk rasio binomial untuk menentukan interval kepercayaan
95%.

Hasil
Profil percobaan disajikan pada Gambar 1. Sebanyak 512 anak-anak
direkrut ke dalam studi antara Agustus 1999 sampai Maret 2004, dan
semua menerima cairan yang akan diuji dalam studi ini. Dari 512 pasien,
476 (93 persen) telah dikonfirmasi sebagai dengue, dan benar terlibat
serta secara acak menerima cairan tersebut sebanyak 10 persen dari
volume yang dimaksudkan yaitu 25 ml/kgBB selama lebih dari dua jam
untuk resusitasi awal. Alokasi terapi dibutakan terhadap enam pasien
(lima menerima dekstran, dan satu menerima pati) setelah alergi berat-
tipe reaksi terhadap cairan yang digunakan dalam studi ini, dalam hal
untuk mengambil keputusan yang harus dibuat tentang koloid mana
yang digunakan untuk terapi penyelamatan berikutnya. Semua
karakteristik dasar pasien terlihat serupa di antara kelompok perlakuan
cairan untuk 383 anak dengan syok derajat sedang (kelompok 1) dan
untuk 129 anak dengan syok berat (kelompok 2) (Tabel 1). Satu anak
(penerima cairan pati) meninggal karena syok yang sangat serius dan
perdarahan gastrointestinal. Sedangkan pasien yang tersisa pulih
sepenuhnya. Data yang berisi hasil penelitian yang dilaporkan tercatat
512 anak.




Perbedaan efek terapi cairan
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara cairan dalam hal proporsi
keseluruhan anak-anak yang membutuhkan penyelamatan koloid dalam
semua kelompok (Tabel 2). Risiko relatif kebutuhan untuk resusitasi
koloid adalah 1,08 (interval kepercayaan 95% ,0,78-1,47, P = 0,65)
diantara anak-anak dengan syok derajat sedang yang menerima ringer
laktat dibandingkan dengan cairan koloid lainnya dan sebesar 1,13
(interval kepercayaan 95%, 0,74-1,74, P = 0.59) diantara anak-anak
yang menerima dekstran dibandingkan dengan pati dalam kelompok
syok berat, dan sebesar 0.88 (interval kepercayaan 95%, 0,66-1,17, P =
0.38) diantara anak-anak yang menerima dekstran dibandinngkan
dengan pati untuk analisis kombinasi. Anak-anak pada kelompok 1 yang
menerima ringer laktat untuk resusitasi primer membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk mencapai stabilitas status kardiovaskular
dibandingkan dengan kelompok yang menerima cairan koloid lainnya
(gambar 2a), tetapi derajat kesembuhan selama periode ini secara umum
tidak mencukupi untuk menjamin intervensi dengan resusitasi cairan
koloid, dan waktu untuk mencapai status kardiovaskular terakhir tidak
berbeda diantara semua kelompok (gambar 2b).


Tidak ada satu anak pun pada kelompok 1 (yang menerima cairan pati
untuk resusitasi primer) membutuhkan cairan resusitasi koloid. Secara
keseluruhan, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah
pasiem yang membutuhkan resusitasi koloid pada kelompok penerima
pati lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok penerima deksstran
pada tahap awal di kelompok syok sedang maupun berat.; Nilai risiko
relatif kebutuhan akan resusitasi koloid untuk episode awal syok sebesar
0,34 (interval kepercayaan 95%, 0,07-1,71; P=0,03) pada kelompok
penerima pati dibandingkan penerima dekstran untuk analisis
kombinasi. Terdapat keuntungan yang kecil dalam hal waktu untuk
mencapai stabilitas status kardiovaskular pada kelompok penerima pati
dibandingkan dengan kelompok penerima dektran pada kelompok 2.
(median, 1 dan 2 jam; P=0,03 dengan menggunakan uji log-rank).
Namun, jumlah yang terlibat termasuk kecil dan efek yang ditimbulkan
tidak cukup untuk diperhitungkan. Oleh karena itu, tidak terdapat
perbedaan pada semua kelompok dalam hal kebutuhan akan resusitasi
koloid pada awal epidose syok, jumlah cairan resusitasi koloid atau total
cairan parenteral yang dibutuhkan, waktu untuk penyembuhan atau
jumlah hari perawatan di rumah sakit.

Perbedaan bermakna yang tercatat yaitu dalam hal efek cairan
terhadap hematokrit kapiler. Dua jam setelah penelitian dimulai,
median reduksi hematokrit dari data dasar di awal studi adalah
9% (rentang 90%, 1-9%) pada anak di kelompok satu yang
menerima ringer laktat dibandingkan dengan 25% (rentang 90%,
10-35%) pada anak yang menerima dektran dan 22% 9rentang
90%, 7-31%) pada anak yang menerima pati (P<0,001) (tabel 2).
Namun, peningkatan secara bertahap terjadi secara signifikan
lebih besar pada kedua cairan koloid dibandingkan dengan
cairan kristaloud. Nilai median peningkatan hematokrit selama
periode ini adalah 5% (rentang 90%, -8-20%) pada anak
penerima dekstran dan 5% (rentang 90%, -10-21%) pada anak
penerima pati dibandingkan dengan 0% (rentang 90%, -12-12%)
pada anak penerima ringer laktat di kelompok 1 (P<0,001), dan
8% (rentang 90%, -6-22%) serta 5% (rentang 90%, -9-21%) pada
anak penerima dekstran dan pati pada kelompok 2 (tidak
berbeda secara statstik)

Komplikasi yang mungkin timbul pada terapi cairan
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal efek
samping yang timbul pada berbagai jenis terapi cairan yang
diberikan, kecuali dalam hal insidensi alergi tipe reaksi (tabel 3).
Sebanyak 15 dari 193 pasien (8%0 yang menerima dekstran
mengalami reaksi alergi berat (demam tinggi dan kaku tanpa
gangguan kardiovaskular) yang muncul 6 jam setelah pemberian
cairan dilakukan. Kultur bakteri dan tes terhadap kontaminasi
endotoksin bernilai negatif, tetapi penelusuran lebih lanjut
mencdapatkan adanya kontaminasi pirogen nonendotoksin (hasil
investigasi Dr. S. Poole, dari Institut Nasional untuk Standarisasi
dan Kontrol Biologi, London melalui komunikasi personal).
Terdapat adanya bercak urtikaria tanpa demam pada satu orang
pasien di kelompok penerima pati pada akhir pemberian cairan.
Semua pasien merespon terhadap terapi pengobatan
simptomatis yang diberikan.


Tidak terdapat perbedaan diantara semua kelompok dalam hal
terbentuknya manifestasi perdarahan baru, kelebihan cairan,
kebocoran vaskular atau penggunaan furosemid (tabel 3). Uji
skrining serial koagulasi membuktikan adanya koagulopati
ringan pada awal penelitian di semua kelompok pasien dan
seperti yang telah diperkirakan angka timbulnya kejadian ini
meningkat dari hari ke hari selama penelitian (tabel 4). Hanya
terdapat perbedaan yang signifikan diantara nilai absolut dalam
hal waktu tromboplastin parsial pad kelompok 2 yang menerima
pati atau dekstran pada hari kedua. Namun, semua variabel
koagulasi sedikit lebih buruk sebelum awal penelitian pada
kelompok 2 yang menerima dekstra, dan pada hari kedua
menunjukan perbaikan dibandingkan dengan hari pertama.
Semua perbandingan lainnya menunjukan tidak adanya
perbedaan diantara semua kelompok termasuk perbandingan
perubahan presentase pda tiap variabel di hari yang berbeda
(datanya tidak ditampilkan).


Diskusi
Penelitian ini, dengan kebutuhan resusitasi
koloid sebagai indikator keberhasilan,
dengam mempertimbangkan ringer laktat
sebagai pilihan yang paling murah dan aman
sebagai piluhan yang efektif seperti koloid
untuk resusitasi awal pada anak dengan syok
derajat sedang.
Penelitian yang dilakukan oleh studi ini, yang
memfokuskan pada satu penyakit dimana
resusitasi cairan merupakan hal yang penting
dan biasanya merupakan intervensi satu-
satunya yang diperlukan pada pasien dengan
kebocoran vaskuler, cairan kristaloid isotonik
sama efektifnya dengan cairan koloid bagi
kebanyakan pasien.

Pasien dengan syok berat lebih banyak membutuhkan
resusitasi dengan koloid dibandingan pasien dengan
syik sedang, tetapi hanya terdapat perbedaan yang
kecil dalam hal efektivitas koloid pada kedua
kelompok tersebut. Meskipun manfaat kecil dapat
dilihat pada kelompok penerima pati selama
resusitasi awal, ukuran molekul yang relatif esar dari
pati bila dibandingkan dengan dekstran tidak
menghasilkan ketahanan intavaskuler yang lebih
lama atau efek memperluas jumlah yang akan
ditahan. Peneliti menemukan tidak adanya bukti atau
efek samping diantara cairan koloid pada terjadinya
koagulopati intrinsik atau manifestasi perdarahan
klinis atau pada terjadinya kelebihan cairan
Selama studi ini, terjadinya demam muncul
pada anak yang menerima pati. Dekstran
dihasilkan melalui proses yang melibatkan
degradasi bakteri dan purifikasi sehingga
pirogen residual mungkin dapat merangsang
terjadinya demam. Secara keseluruhan,
frekuensi terjadinya efek samping ini dalam
penanganan infeksi dengue perlu
diperhitungkan.
Pada penelitian ini, tidak terdapat bukti yang
cukup jelas mengenai manfaat penggunaan
koloid pada anak-anak dengan syok derajat
sedang yang menyebabkan kebocoran
vaskuler.
Penelitian ini tidak menilai angka mortalitas sebagai
keberhasilan terapi. Indikator keberhasilan primer
yang diukur adalah intervensi berdasarkan penilaian
kebutuhan oasien secara klinis. Penelitian ini
dilakukan secara tunggal oleh kelompok dokter yang
sama di bangsal dan dilakukan metode blind
(dibutakan) terhadap semua kelompok yang
menerima berbagai cairan yang berbeda. Meskipun
tidak terdapat bukti adanya hubungan cairan koloid
dengan mortalitas, cairan koloid merupakan bagian
dari panduan manajemen WHO pada resusitasi
demam syok dengue dan menjadi salah satu hal yang
penting untuk dipertimbangkan oleh dokter di daerah
endemik sebagai salah satu tanda prognosis yang
buruk.

Selama penelitian ini, terdapat satu pasien yang
meninggal dari 641 anak dengan sindroma syok
dengue. Hal ini menunjukkan hasil yang sangat
bagus dan menggambarkan bahwa penanganan
secara medis dan keperawaran merupakan salah satu
terapi yang spesifik yang harus diperhatikan.
Penelitian lebih lanjut dibutuhkan yang lebih
berfokus terhadap kelompok risiko tinggi.
Keberhasilan yang cukup baik pada pasien anak
dengan syok sedang yang menerima cairan kristaloid
pada penelitian ini menunjukkan perlunya penelitian
lebih lanjut kedepannya. Selain itu, definisi yang lebih
jelas mengenai mekanisme patofisiologi terjadinya
kebocoran vaskuler akan sangat bermanfaat bagi
penelitian kedepannya.

KESIMPULAN
Kesimpulannya, sebagian besar anak dengan sindroma syok
dengue memberikan respon yang baik pada terapi yang
diberikan dengan menggunakan cairan kristaloid isotonik.
Intervensi yang lebih cepat dengan menggunakan cairan koloid
tidak diindikasikan. Regimen terapi dengan menggunakan ringer
laktat 25 ml/kgBB selama 2 jam menjadi bukti yang kuat dan
perlu direkomendasikan pada anak dengan syok sedang.
Sedangkan untuk pasien dengan syok berat, tidak terdapat bukti
kuat yang menyokong sehingga para klinisi sebaiknya
menggunakan pertimbangan berupa pengalamannya,
ketersediaan obat dan harganya dalam menggunakan cairan ini.
Keuntungan kecil pada kesembuhan yang lebih cepat dengan
menggunakan pati dan secara signifikan terdapat efek samping
yang lebih banyak dengan menggunakan dekstran sehingga
penggunaan pati sebaiknya dapat menjadi pilihan yang lebih
baik untuk menggantikan koloid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Halstead SB. Epidemiology of dengue and dengue haemorrhagic fever.
In: Gubler DJ, Kuno G, eds. Dengue and dengue haemorrhagic fever.
Wallingford, England: CAB International, 1997:23-44.
2. Cohen SN, Halstead SB. Shock associated with dengue infection. I.
Clinical and physiologic manifestations of dengue hemorrhagic fever in
Thailand, 1964. J Pediatr 1966;68:448-56.
3. Rigau-Perez JG, Clark GG, Gubler DJ, Reiter P, Sanders EJ, Vorndam
AV. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Lancet 1998;352:971-7.
4. Monath TP. Dengue: the risk to developed and developing countries.
Proc Natl Acad Sci U S A 1994;91:2395-400.
5. Technical guides for diagnosis, treatment, surveillance, prevention
and control of dengue haemorrhagic fever. Geneva: World Health
Organization, 1975.
6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and
control. 2nd ed. Geneva: World Health Organization, 1997
7. Schierhout G, Roberts I. Fluid resuscitation with colloid or
crystalloid solutions in critically ill patients: a systematic review
of randomised trials. BMJ 1998;316:961-4.
8. Choi PT, Yip G, Quinonez LG, Cook DJ. Crystalloids vs. colloids
in fluid resuscitation: a systematic review. Crit Care Med
1999;27:200-10.
9. Alderson P, Schierhout G, Roberts I, Bunn F. Colloids versus
crystalloids for fluid resuscitation in critically ill patients.
Cochrane Database Syst Rev 2000;2: CD000567.
10. Haupt MT, Kaufman BS, Carlson RW. Fluid resuscitation in
patients with increased vascular permeability. Crit Care Clin
1992;8: 341-53.
11. Griffel MI, Kaufman BS. Pharmacology of colloids and
crystalloids. Crit Care Clin 1992;8:235-53.
12. Dung NM, Day NP, Tam DT, et al. Fluid replacement in
dengue shock syndrome: a randomized, double-blind
comparison of four intravenous-fluid regimens. Clin Infect Dis
1999;29:787-94.
13. Ngo NT, Cao XT, Kneen R, et al. Acute management of dengue shock
syndrome: a randomized double-blind comparison of 4 intravenous fluid
regimens in the first hour. Clin Infect Dis 2001;32:204-13.
14. Wills BA, Oragui EE, Dung NM, et al. Size and charge characteristics of the
protein leak in dengue shock syndrome. J Infect Dis 2004;190:810-8.
15. The SAFE Study Investigators. A comparison of albumin and saline for fluid
resuscitation in the intensive care unit. N Engl J Med 2004;350:2247-56.
16. Starling EH. On the absorption of fluids from the connective tissue spaces. J
Physiol 1896;19:312-26.
17. Michel CC, Curry FE. Microvascular permeability. Physiol Rev 1999;79:70361.
18. Haraldsson B, Rippe B. Orosomucoid as one of the serum components
contributing to normal capillary permselectivity in rat skeletal muscle. Acta Physiol
Scand 1987; 129:127-35.
19. Schneeberger EE, Lynch RD, Neary BA. Interaction of native and chemically
modified albumin with pulmonary microvascular endothelium. Am J Physiol
1990;258:L89- L98.
20. Huxley VH, Curry FE. Differential actions of albumin and plasma on capillary
solute permeability. Am J Physiol 1991;260: H1645-H1654.
21. Vink H, Duling BR. Capillary endothelial surface layer selectively reduces
plasma solute distribution volume. Am J Physiol Heart Circ Physiol
2000;278:H285-H289.

Anda mungkin juga menyukai