Anda di halaman 1dari 2

1. Perlihatkan kematangan.

Salah satu alasan klasik orang-orang sulit adalah menilai atasannya


sebagai orang yang tidak layak memimpin mereka. Apakah karena mereka merasa lebih senior,
atau lebih berpengalaman, atau sekedar merasa lebih berhak mendapatkan jabatan itu. Makanya
kalimat favorit mereka berbunyi;Elu kira elu itu siape? Cara terbaik menghadapi mereka
adalah dengan memperlihatkan kematangan kita. Usia, masa kerja, dan pengalaman kita boleh
saja tidak lebih banyak dari mereka. Namun, kepemimpinan bukanlah semata-mata ditentukan
oleh hal-hal semacam itu. Ironisnya, banyak atasan yang menghadapi tantangan seperti ini
dengan menggunakan kekuatan jabatan alias position power dengan prinsip Gua boss elu. Suka
atau tidak, elu musti nurut sama gua! Efektifkah? Bisa ya, bisa tidak. Tetapi saya memiliki
keyakinan dan pengalaman bahwa kekuatan jabatan itu bisa tidak selalu diandalkan. Malah
sebaliknya bisa semakin menimbulkan penolakan orang-orang sulit. Beda dengan kematangan.
Cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa bawahan yang awalnya sulit dan menyepelekan
atasannya, kemudian berubah menjadi respek kepadanya. Bukti bahwa kematangan seseorang
dalam memimpin mempunyai dampak langsung kepada rasa hormat anak buahnya.
2. Tunjukkan rasa hormat. Setiap orang berhak untuk menunjukkan ekspresinya. Termasuk
perasaannya terhadap pemimpinnya. Anda tidak akan pernah bisa memaksa seseorang menyukai
Anda. Mengapa? Karena perasaan suka dan penghormatan adalah bagian yang tidak bisa
diintervensi oleh orang lain. Bukankah Anda juga tidak dapat menghormati orang-orang yang
menurut pendapat Anda layak dihormati? Masalahnya, banyak atasan yang karena
kedudukannya merasa dirinya layak dihormati. Padahal, bukan hanya atasan yang layak
mendapatkan penghormatan. Bawahan juga memiliki hak yang sama. Maka gagasannya adalah;
bagaimana antara atasan dan bawahan bisa saling menghormati. Siapa yang harus terlebih
dahulu menunjukkan rasa hormat itu jika demikian? Kita. Apalagi jika posisi Anda lebih tinggi
dari mereka. Maka Anda perlu memberi keteladan dengan terlebih dahulu memberi rasa hormat
kepada bawahan. Apakah ini tidak memancing mereka merasa diatas angin lalu lebih
melecehkan? Hey, tak seorang pun bisa melecehkan orang yang memiliki kematangan dan rasa
hormat. Pada akhirnya, mereka akan menyadari jika sikap hormat Anda kepada mereka layak
dibalas dengan penghormatan yang sama.
3. Berikan penyadaran. Banyak sekali bawahan yang lupa bahwa sikap sulitnya hanya akan
membuat pekerjaan dan karir mereka semakin sulit. Mereka sering keliru mengira bahwa kalau
bisa melawan atasan berarti mereka adalah orang-orang yang kuat. Dalam banyak kasus, hal itu
berhasil juga. Cukup banyak atasan yang frustrasi karena bawahannya sehingga
kepemimpinannya tidak efektif. Dampaknya, team yang dipimpinnya tidak menghasilkan kinerja
baik. Walhasil, akhir tahun semuanya mendapatkan penilaian yang buruk. Bawahan sulit sering
mengira dia menang. Padahal dalam situasi seperti itu, semua orang adalah pecundang.
Atasannya loose, mereka sendiri juga loose. Makanya, sebagai atasan Anda perlu memberi
penyadaran kepada bawahan yang sulit bahwa sikap buruknya hanya akan merugikan diri
mereka sendiri. Sebagai atasan, Anda memiliki kewajiban untuk memberi penyadaran ini. Dan
mereka berhak untuk mendapatkannya. Anda juga memiliki kewenangan untuk menilai. Maka
jika mereka ingin mendapatkan penilaian yang baik, mereka harus memperlihatkan sikap dan
kinerja yang baik. Jika mereka ngotot bertindak sulit, maka itu pilihannya sendiri. Jika sadar soal
ini, Anda tidak akan ikut terpuruk. Sebab dari awal Anda tahu harus melakukan apa.
4. Tegakkan kedisiplinan. Sikap dan perilaku seseorang sepenuhnya menjadi pilihan dia
sendiri. Anda hanya bisa melatihnya, membimbingnya, dan terus menerus mengingatkannya.
Namun, Anda tidak bisa memaksanya. Tapi tidak demikian dengan kedisiplinan. Itu adalah hak
perusahaan. Sedangkan karyawan wajib memenuhinya. Oleh sebab itu, meski Anda wajib
memberi ruang kepada bawahan untuk menentukan sikapnya sendiri, namun soal kedisiplinan
tidak ada tawar menawar lagi. Ini bukan soal ego Anda, melainkan tanggungjawab Anda dan
mereka sendiri sebagai seorang profesional. Anda tidak bisa menghukum seseorang hanya
karena tidak mau bersikap ramah kepada Anda. Namun Anda bisa menjatuhkan sanksi kepada
bawahan yang tidak disiplin. Dan soal kewenangan itu, merupakan bagian dari paket amanah
kepemimpinan yang Anda emban. Jika bawahan Anda tidak disiplin, perusahaan akan meminta
Anda pertanggungjawaban. Maka dari awal kepemimpinan, Anda harus mempunyai kesepekatan
soal menegakkan kedisiplinan. Soal menegakkan kedisiplinan ini bukanlah jalan satu arah.
Artinya, Anda sendiri harus disiplin. Jika Anda sendiri tidak disiplin, wajar kalau anak buah
Anda semakin melecehkan. Dan ketidakdisiplinan Anda itu menunjukkan bahwa Anda, memang
tidak layak menjadi pemimpin. Menegakkan kedisiplinan berarti menjadikan diri sendiri dan
orang-orang yang Anda pimpin sama-sama berdisiplin.
5. Tunjukkan keadilan. Guru kehidupan saya mengatakan bahwa diantara orang-orang yang
paling disayang Tuhan dihari perhitungan amal adalah pemimpin yang adil. Bukan pemimpin
yang salesnya paling tinggi atau yang bonusnya paling banyak. Mengapa? Karena keadilan itu
bukan soal yang gampang untuk diterapkan. Jika Anda merasa bawahan Anda tidak sopan, hati
Anda berbisik;tahu rasa nanti lu ya!. Padahal boleh jadi kinerjanya justru paling baik. Namun
karena Anda lebih suka pada bawahan yang ABS maka penilaian Anda tetap buruk. Penilaian
juga dipengaruhi banyak faktor subyektif lainnya. Bahkan ada juga pemimpin yang mengancam
bawahan untuk melakukan hal-hal yang tidak relevan dengan pekerjaan. Jika tidak? Hmmh, tahu
sendiri akibatnya. Jabatan tinggi itu dekat sekali dengan penindasan dan kesewenang-wenangan.
Keadilan Anda itu menimbulkan rasa hormat bawahan. Termasuk orang-orang yang Anda
anggap paling sulit. Maka sikap adil, sangat dihargai oleh bumi dan dijunjung tinggi oleh langit.
Secara pribadi, Anda boleh tidak suka atau tidak cocok dengan bawahan Anda. Namun soal
keadilan, Anda tidak memiliki hak untuk mempermainkannya. Mengapa? Karena keadilan
adalah amanah yang dititipkan Tuhan kepada setiap orang yang menyandang gelar sebagai
pemimpin.
Memimpin manusia itu berbeda dengan menggembalakan domba-domba. Anda cukup
menggiring mereka kepadang rumput yang subur, lalu membawanya pulang ke kandang setelah
mereka kenyang. Manusia, setiap individunya mempunyai kehendak yang berbeda-beda. Bukan
sekedar perut belaka. Bahkan diantara mereka ada yang menginginkan kursi kita. Maka tentu
pendekatannya jauh berbeda. Saya dulu pernah menjadi gembala domba. Saya juga pernah dan
sedang mengemban amanah untuk memimpin manusia. Kedua pengalaman nyata itu membuat
saya semakin sadar bahwa manusia bukanlah domba. Manusia adalah mahluk yang setara
dengan kita. Makanya, mereka menuntut perlakuan yang bermartabat dan rasa hormat dari
atasannya. Saat martabat dan rasa hormat itu mereka dapat, maka mereka tidak lagi berselera
untuk menjadi bawahan yang sulit.

Anda mungkin juga menyukai