Anda di halaman 1dari 23

How

How To
To Write
Write Book
Book
Report
Report
Oleh Diana AV Sasa
(aktivis buku)
Meresensi buku? Apa sih!?
• Meresensi adalah sebuah usaha seorang pembaca untuk
memberikan komentar atas kesan buku yang sudah
dibacanya. Komentar itu bisa berupa kritik dan pujian.
Namun dalam perkembangannya, resensi telah menjadi
metode tersendiri untuk memetakan jalan pikiran sebuah
buku yang sedang dibaca.
• Meresensi adalah menuliskan kembali apa saja yang sudah
kita serap dari buku. Dengan demikian meresensi sebetulnya
adalah usaha memperpanjang ingatan kita akan sebuah buku
lantaran ingatan manusia amatlah terbatas. Dengan
meresensi, sebtulnya kita sudah menempuh jalan
memperpanjang ingatan yang pendek dan mengabadikan
ingatan yang fana.
Apa keuntungannya??
• Meresensi buku memberi 3 keuntungan: psikologi, ekonomi, dan
jaringan. Menulis itu memberi suntikan spiritualitas kepada
penulisnya, apalagi resensi itu mendapatkan sambutan dari
pembacanya. Siapa sih yang tak senang tulisannya dibaca orang lain.
Dengan dikenalnya nama sebagai penulis (resensi buku) secara
otomatis jaringan pergaulan kita meluas.
• Jika sebuah resensi dimuat di media cetak komersial, kemampuan
meresensi itu bisa memberikan asupan ekonomis. Bahkan beberapa
media massa nasional membayar sebuah resensi yang dimuatnya
dengan jutaan rupiah. Selain itu, beberapa penerbit yang bukunya
diresensi kerap memberi tambahan honor dan sejumlah buku
sebagai ucapan atas diresensinya buku mereka.
• Jadi, kenapa tak dimulai saja.
1. Memilih buku
• Memilih buku memang susah-susah mudah. Tapi pilihlah buku
yang disukai. Biasanya, gairah membaca kita menaik jika buku
yang kita baca adalah buku yang tema-temanya kita sukai.
Jika suka membaca karya-karya fiksi, tentu akan mogok jika
diserahkan buku-buku ekonomi atau sains. Demikian pula, jika
kamu suka buku bertema non fiksi seperti filsafat, akan
susah dipaksa betah membaca buku anak-anak.
• Karena itu, dalam dunia penulisan resensi buku, kerap sebuah
tema menjadi alamat seorang peresensi. Di sebuah blog,
seorang peresensi buku hanya mau meresensi kalau buku itu
buku anak-anak atau buku sastra saja. Bahkan ada yang
spesialis meresensi buku-buku ekonomi dan manajemen.
• Jadi, pilihlah buku bertema yang sesuai dengan minat dan
meresensilah.
Cantumkan data buku
• Data buku yang dimaksud adalah: judul buku, penulis (jika buku
terjemahan, tuliskan judul asli dan penerjemahnya), penerbit
(dan kotanya), waktu terbit, jumlah halaman, dan jika perlu
juga cantumkan harga buku. Contoh:

CREATIVE WRITING: 72 Jurus Seni Mengarang


Penulis: Naning Pranoto
Penerbit: Primamedia Pustaka, Jakarta
Cetakan: I, Februari 2004
Tebal: 168 hlm
Harga: Rp 23.000
3. Membuat judul
• Pentingnya judul resensi seperti pentingnya penunjuk arah dalam
rambu lalu lintas. Bayangkan jika ke sebuah kota yang tak kita
kuasai petanya tak ada rambu besar petunjuk di perempatan di
depan sebelah kanan mau ke mana, sebelah kiri mau ke mana dan
kalau terus maju akan berujung ke mana.
• Judul adalah pintu pembuka seorang pembaca untuk masuk dalam
tulisan kita. Ada beberapa jenis judul yang biasanya dijumpai dalam
resensi-resensi yang sudah dipublikasikan. Kita bisa belajar dari
sana. Ciri umumnya adalah:
a. Judul yang diolah dari judul buku itu sendiri. Misalnya,
"Lima Pertanyaan yang Selalu Mengusik" (dikutip dari 5 Tantangan
Abadi terhadap Agama, karya Saiyad Fareed Ahmad dan Saiyad
Salahuddin Ahmad, Mizan, 2008. Dimuat Ruang Baca Koran Tempo
Edisi 27 Oktober 2008)
… membuat judul
b. Rangkuman dari tema utama yang diulas oleh buku. Ini pun dibagi dalam pelbagai jenis lagi
seperti:
- judul yang sarkastis
• "Konduktor Orkes Ekonomi Tamak" (Abad Prahara, Ramalan Kehancuran Ekonomi Dunia Abad
Ke-21, karya Alan Greenspan, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, Ruang Baca Kortem Edisi
04 Desember 2008, peresensi: EH Kartanegara

- judul yang menunjuk langsung pada tindakan tokoh utama dalam buku. Umumnya berlaku pada
buku-buku biografi.
"Menyelami Pikiran Kiki Syahnakri" (Aku Hanya Tentara karya Kiki Syahnakri, Kompas 2008.
Dimuat di Harian Jawa Pos edisi 18 Januari 2009; peresensi: Moh. Samsul Arifin)

- judul yang memberitahu sebuah buku serial


"Akhir Pengembaraan Laskar Pelangi" (Maryamah Karpov karya Andrea Hirata, Bentang,
2008. Dimuat di Harian Koran Tempo edisi 07 Desember 2008; peresensi: Erwin Dariyanto)

• Dan macam-macam lagi. Silakan dikembangkan


4. Paragraf Pembuka
• Paragraf pembuka mestilah memikat. Ia seperti
resepsionis di sebuah hotel yang bertugas memberi
rasa tenang, penasaran, dan mengait tamu agar tak
pindah ke hotel lain. Paragraf pembuka, dalam hal
ini, adalah pengait pertama dan utama agar
pembaca penasaran. Paragraf pembuka yang buruk
membikin kita malas baca. Padahal resensi yang
baik adalah memiliki pembuka yang bagus. Maka
cari apa yang paling menarik dari buku itu yang
perlu diletakkan di paragraf pembuka.
… paragraf pembuka
Ada macam-macam paragraf pembuka:

A. Deskripsi
"Emboss palu-arit tercetak samar di kertas putih bersih itu
menghadirkan kembali rasa getir trauma masa lalu. Judul
dengan warna merah menyala di samping logo penerbit bak
darah mengalir, mengingatkan pada betapa banyak darah
tertumpah yang menjadi tumbal gambar itu." (Lekra Tak
Membakar Buku karya Muhidin M Dahlan & Rhoma Ria,
Merakesumba, 2008. Dimuat di situs iddaily dan beberapa
situs lain; peresensi: Diana AV Sasa)
… paragraf pembuka
B. Pertanyaan
"Ya, buku yang dikemas elok dengan tata visual ‘nyeni’ ini
merupakan kumpulan kolom yang pernah dimuat di Suara
Merdeka tiap Minggu di halaman depan tepi kiri, di rubrik
''Celathu Butet''. Belum sampai membaca jauh, kita sudah
digelitik sebuah informasi. Khususnya di halaman cover
dalam. Di tempat ini di bawah judul buku dan penulis, tertulis
informasi: Kolom Celathu Suara Merdeka September 2007-
September 2009. Lho, ini guyonan apa sungguhan? Kalau
guyonan, ya maklum; kalau sungguhan, kan masih perlu
setidaknya satu tahun lagi untuk menuju September 2009?"
(Presiden Guyonan karya Butet Kartaredjasa, Kitab Sarimin,
2008. Dimuat di Harian Suara Merdeka edisi 16 November
2008; peresensi: Triyanto Triwikromo)
… paragraf pembuka
C. Keterangan umum
"Layaknya pedang dan senapan, media komunikasi memainkan
peran penting dalam pergolakan di Prancis pada abad ke-16.
Kaum Protestan berpaling kepada pers untuk
menyebarluaskan gagasan mereka. Kertas dan plakat yang
menyerang massa Katolik dicetak di Swiss, diselundupkan ke
Prancis, dan ditempelkan di tempat-tempat umum." (Sejarah
Sosial Media: Dari Gutenberg sampai Internet karya Asa
Briggs dan Peter Burke, Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Dimuat di Harian Koran Tempo edisi 30 November 2008;
peresensi: Dian R Basuki)
… paragraf pembuka
D. Kutipan tidak langsung
"Terus terang saya terpikat dengan ''provokasi'' Sukardi
Rinakit -dalam kata pengantar buku ini-- yang menyamakan
sosok Letnan Jenderal (purn.) Kiki Syahnakri dengan Livius,
ksatria Romawi yang berkarakter kuat, sayang pada rakyat,
dan mempunyai kepemimpinan kuat. Inilah yang mengantar
saya menuntaskan halaman pertama hingga akhir buku sang
jenderal ini." (Aku Hanya Tentara karya Kiki Syahnakri,
Kompas, 2008. Dimuat di Harian Jawa Pos edisi 18 Januari
2009; peresensi: Moh. Samsul Arifin)
… paragraf pembuka
E. Kutipan langsung
"Anda, pada suatu titik dalam perjalanan hidup, barangkali pernah
terjebak jalan buntu. Anda terperangkap di persimpangan jalan. Ke
kiri menuju neraka. Ke kanan mengarah ke neraka. Maju ke depan
mengantarkan ke neraka. Berbalik arah Anda akan sampai di neraka
juga. Tidak ada lagi yang bisa Anda lakukan. Anda sungguh
mendamba jalan keluar. Dan, Anda beruntung. Malaikat penolong
datang menyelamatkan Anda dari situasi kritis, dilematis, atau
kematian.” Metafora Peter Kingsley dalam buku In the Dark Places
of Wisdom dengan tepat menggambarkan pergulatan Cordula Maria
Rien Kuntari menekuni jurnalisme. (Timor Timur Satu Menit
Terakhir karya Cordula Maria Rien Kuntari, Mizan, 2008. Dimuat di
Harian Jawa Pos edisi 25 Januari 2009; peresensi: J. Sumardianta)

F. Silakan dikembangkan lagi...


5. Memaparkan Isi Buku
• Diperlukan keluwesan menulis dalam memaparkan isi buku. Ada
yang memaparkan berdasarkan bab demi bab yang berarti linear
atau lurus. Ada juga yang memaparkan hanya hal-hal pokok yang
menonjol dalam buku. Jadi tak mesti semuanya. Yang penting
dari seluruh proses membaca buku itu adalah menemukan ide-ide
pokok.

• Yang penting juga di sini adalah kelancaran menyambung antar


kalimat dan kalimat sehingga pergantian antar paragraf terlihat
bulat. Umumnya mereka yang tak terlatih, pergantian antar
paragraf itu seperti roda kereta yang tiba-tiba seperti persegi.
Bayangkan saja gimana rasanya menaiki kereta beroda seperti
itu.
6. Beri kritik
• Seorang peresensi bukan juru bicara sebuah penerbit atau
juru bicara penulis. Ia berada di antara pembaca umum
dengan produsen buku (penerbit dan penulis). Peresensi
adalah mata bagi pembaca umum untuk melihat secara kritis
buku yang diterbitkan dan bakal calon dikonsumsi
masyarakat. Kalau buku itu buruk, peresensi akan
mengatakannya buruk. Bila baik, peresensi tak segan-segan
mengatakannya baik. Umumnya yang dikritik adalah salah
cetak, gaya penulisan, sampul, bahkan logika atau kutipan-
kutipan yang tersaji dalam buku. Jika buku terjemahan,
maka biasanya yang dikritik adalah kualitas terjemahan.
… kritik
Berikut ini diberikan satu contoh kritik:

Judul Buku: Jalan Raya Pos, Jalan Daendels


Peresensi: Diana AV Sasa

Pada halaman akhir dilampirkan beberapa sumber tulisan, sehingga nampak


bahwa karya ini ilmiah. Akan tetapi sumber itu tidak benar-benar dirujuk,
hanya sekadar dicantumkan saja. Jadi tidak jelas pada bagian mana sumber
itu memberi kontribusi pada tulisan di dalam buku. Tidak ada foot note, apa
lagi referensi. Sehingga, jika kita ingin menggali data lebih banyak, kita harus
membaca sumber data itu lebih jauh-yang mayoritas berbahasa asing. >>
… kritik
<< Ada juga dilampirkan sebuah peta kuno, tapi tak banyak
membantu karena nyaris tak terbaca. Ketika mencoba
merunutkan jalur jalan itu pada peta modern, terjadi
kebingungan ketika menemukan beberapa persimpangan jalan
alternatif. Jadi tidak ada gambaran jelas, apakah jalan itu
masih ada mengingat perubahan luas wilayah selama kurang
lebih 2 abad itu cukup signifikan.

Kota-kota seperti Anyer, Lasem, Surabaya adalah kota yang


paling banyak berubah. Karena bencana, karena kondisi alam,
atau juga karena pembangunan. Di Surabaya misalnya, tidak
jelas yang mana Jalan Daendels yang menghubungkan
Tambaklangun – Gresik - Surabaya dan Sidoarjo itu, karena
memang saat ini ada beberapa jalur yang menghubungkan. >>
… kritik
<< Ketika disebut Wonokromo, semakin bingung dibuatnya, karena Wonokromo
kini telah menjadi bagian dari Surabaya dan Tambaklangun masuk wilayah
Gresik. Tidak ada informasi akurat mengenai hal ini. Demikian pula dengan
jalur Tuban-Gresik. Ada dua jalur yang bisa ditempuh, dan jika merunut info
dari Pram, maka jalurnya bukanlah jalan yang sering dilalui jalur trayek
kendaraan umum, melainkan jalur alternatif yang melalui tanjung kodok (itu
jika persepsi dan pemahaman saya benar).

Ketidakjelasan ini dikarenakan, semakin ke belakang, bahasan dari tiap bab


semakin seadanya, informasi mengenai jalan Daendels juga minim, lebih
banyak sejarah secara umum tentang kota itu, seakan hanya apa yang
terlintas di ingatan saja yang diungkapkan. Kisah genosida yang sejak awal
didengungkan, tidak banyak diungkap pada bagian-bagian akhir. Hanya secuil
informasi di awal-awal penulisan bahwa pada beberapa ruas, terjadi
kematian pekerja besar-besaran karena kelelahan, kelaparan, dan juga
karena serangan malaria. >>
… kritik
<< Dengan sebuah kalimat “saya tidak pernah berjalan di atas
bumi Panarukan” Pram mengakhiri penuturannya. Sebuah
akhiran yang semakin membuat rancu ketika karya ini sering
disebut—dan dinyatakan sendiri oleh penyusun—sebagai
catatan perjalanan. Jika catatan perjalanan, maka perjalanan
dari mana ke mana. Dari Blora ke Rembang atau Lasem?
Jakarta - Bogor? Anyer - Bandung? Jakarta - Surabaya?
Tidak jelas. Jika yang dimaksudkan adalah perjalanan hidup
Pram, maka buku ini tengah kesulitan mencari genrenya.
7. Mengunci Tulisan

Umumnya kalimat pengunci tulisan adalah


bagi siapa buku ini diperuntukkan.
Peresensi yang sudah membaca buku itu
dengan tuntas tentu mengetahui kalangan
mana yang ingin disasar buku ini dan
berguna bagi apa. Contoh: >>
… mengunci
<< "Hendaknya buku ini menjadi pijakan awal bagi generasi
selanjutnya untuk menyusun literasi yang lebih
komprehensif, terstruktur baik, dan ilmiah mengenai Jalan
Raya Pos, Jalan Daendels. Sebuah jalan yang telah membawa
pengaruh perubahan besar di sektor ekonomi, budaya, dan
sosial bangsa ini hingga sekarang. Sehingga nanti akan ada
sebuah literasi sejarah yang bisa lebih layak untuk dijadikan
referensi pelajaran sejarah formal yang selama ini hanya
berpaku pada satu sumber. Maka anak cucu kita akan
mendapat informasi yang tepat mengenai sejarah bangsanya.
Dan tidak sekali-sekali melupakannya." (Jalan Raya Pos, Jalan
Daendels; Peresensi: Diana AV Sasa)
8. Panjang tulisan
Panjang dan pendek itu tergantung. Kalau
menulis di surat kabar harian atau majalah
berita, biasanya maksimum 900 kata
diketik di MS Word atau 2.5 halaman satu
spasi. Jika menulis di jurnal ilmiah, bisa
sampai 20 halaman. Jika menulis di internet
tentu lebih pendek sekira 600 kata atau
1.5 halaman kwarto.
NAH SILAKAN MENCOBA

Anda mungkin juga menyukai