Yoga Restyanto, ST Penataan Kembali Kawasan Ruang Terbuka Bawah Jembatan Kahayan Menjadi Nyaman Sesuai Dengan Aturan
Ir. Hibnu Mardhani, MT; Candra Gunawan, ST Penataan Kembali Kawasan Bersejarah Batu Banama
Lola Cassiophea, ST., M.Eng Pasar Mingguan Di Lingkungan Permukiman Jalan Putri Junjung Buih Kota Palangka Raya
Subrata Aditama, ST., MT; Eka Anggriani, ST Analisis Pengendalian Biaya dan Waktu Menggunakan Metode Konsep Earned Value (Studi Kasus Proyek Pembangunan Bundaran Seth Adjie)
Adelgrit Trisia Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja.
Yesser Priono, M.Sc Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling Berbasis Masyarakat
Mochammad Ichsan, ST Sistem Penunjang Keputusan Dengan Metode AHP dalam Menentukan Penerima Surat Keterangan Miskin dari Kelurahan atau Kecamatan di Kota Palangka Raya
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
i ISSN 1907 - 8536
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR
Volume 7 / No. 1, Juli 2012
Jurnal Perspektif Arsitektur merupakan media komunikasi keilmuan dan keprofesian bidang arsitektur. Majalah ini diterbitkan atas kerjasama Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya (UNPAR) dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Tengah. Jurnal ini terbit pada setiap bulan Juli dan Desember. R E D A K S I
Penerbit Publisher : Jurusan Arsitektur UNPAR
Pelindung Patron : Dekan Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Pusat
Penanggung Jawab Chairman : Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya
Pemimpin Redaksi Editor in Chif : Yesser Priono, ST., M.Sc
Sekertaris Secretary : Giris Ngini, ST
Redaksi Pelaksana Editorial Team : Theresia Susi, ST., MT Elis Sri Rahayu, ST., MT Wijanarka, ST., MT
Dewan Redaksi Editorial Board
: Dr. Indrawan Permana Kamis, ST., MA Ir. Syahrozi, MT Ir. Doddy Soedigdo, IAI Ir. Hibnu Mardani, MT., IAI
Alamat Redaksi Editors Address : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Jl. H Timang Kampus Tunjung Nyaho Unpar Palangka Raya 73112 Telp / Fax (0536) 3226487 e-mail : jurnalperspektifarsitektur@gmail.com
Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur
ISSN 1907 - 8536 ii
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR
Volume 7 / No. 1, Juli 2012
Daftar Isi
Redaksi i Daftar Isi ii Dari Redaksi iii
Nama Penulis Judul Hal Yoga Restyanto, ST Penataan Kembali Kawasan Ruang Terbuka Bawah Jembatan Kahayan Menjadi Nyaman Sesuai Dengan Aturan
1 14 Ir. Hibnu Mardhani, MT Candra Gunawan, ST Penataan Kembali Kawasan Bersejarah Batu Banama
15 24 Lola Cassiophea, ST., M.Eng
Pasar Mingguan Di Lingkungan Permukiman Jalan Putri Junjung Buih Kota Palangka Raya
25 28 Subrata Aditama, ST., MT Eka Anggriani, ST
Analisis Pengendalian Biaya dan Waktu Menggunakan Metode Konsep Earned Value (Studi Kasus Proyek Pembangunan Bundaran Seth Adjie)
29 38 Adelgrit Trisia
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja.
39 50 Yesser Priono, M.Sc
Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling Berbasis Masyarakat
51 67 Mochammad Ichsan, ST
Sistem Penunjang Keputusan Dengan Metode AHP dalam Menentukan Penerima Surat Keterangan Miskin dari Kelurahan atau Kecamatan di Kota Palangka Raya
68 75
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
iii ISSN 1907 - 8536
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR
Volume 7 / No. 1, Juli 2012
Dari Redaksi
Tahun ajaran baru telah berjalan, terbitan kali ini agak tersendat dari target waktu terbit, namun begitu Jurnal Perspektif Arsitektur tetap harus kami terbitkan, walaupun banyak waktu terbuang namun pada edisi kali ini kami berusaha mengangkat beragam bahasan bagi pembaca. Pada terbitan kali ini kami menyajikan beberapa tulisan dan beberapa penulis yang berkaitan dengan ke arsitekturan dan kajiannya serta ilmu teknik sipil dan ilmu yang bersifat universal, diantaranya adalah : Penataan Kembali Kawasan Ruang Terbuka Bawah Jembatan Kahayan Menjadi Nyaman Sesuai Dengan Aturan oleh Yoga Restyanto; Penataan Kembali Kawasan Bersejarah Batu Banama oleh Ir. Hibnu Mardhani, MT dan Candra Gunawan, ST; Pasar Mingguan Di Lingkungan Permukiman Jalan Putri Junjung Buih Kota Palangka Raya oleh Lola Cassiophea, ST., M.Eng; Analisis Pengendalian Biaya dan Waktu Menggunakan Metode Konsep Earned Value (Studi Kasus Proyek Pembangunan Bundaran Seth Adjie)oleh Subrata Aditama, ST., MT dan Eka Anggriani, ST; Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja oleh Adelgrit Trisia; Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling Berbasis Masyarakat oleh Yesser Priono, M.Sc; dan Sistem Penunjang Keputusan Dengan Metode AHP dalam Menentukan Penerima Surat Keterangan Miskin dari Kelurahan atau Kecamatan di Kota Palangka Raya oleh Mochammad Ichsan, ST. Kami berharap apresiasi dari tulis ini dapat semakin beragam sehingga dapat menambah khasanah pengetahuan kita dalam bidang arsitektur yang semakin maju dan tergali. Akhir kata, kami berharap agar tulisan-tulisan ilmiah ini dapat menjadi kontribusi pemikiran bagi semua kalangan. Semoga isi dan makna tulisan dapat menambah keanekaragaman wawasan dan pengetahuan.
PENATAAN KEMBALI KAWASAN RUANG TERBUKA BAWAH JEMBATAN KAHAYAN MENJADI NYAMAN SESUAI DENGAN PERATURAN
Yoga Restyanto, ST 1
Abstrak Ruang Terbuka Hijau di wilayah Kota Palangka Raya adalah meliputi Taman dan Jalur Hijau. Salah satu Taman yang dikenal oleh masyarakat Kota Palangka Raya adalah Kawsan Taman dibawah Jembatan Kahayan, dimana Kawasan tersebut setiap hari sangat ramai di kunjungi oleh masyarakat Kota Palangka Raya. Namun yang sangat di sayangkan adalah ketidak-nyamanan pengunjung yang berkunjung ke kawasan tersebut. Ketidak-nyamanan ini dapat di lihat dari ketidak-teraturan dari kawasan tersebut terhadap para pedagang kaki lima yang menempati kawasan tersebut. Selain itu kebersihan dari kawasan tersebut yang tidak terjaga dengan baik, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dari para pedagang dan pengunjung kawasan tersebut serta kurangnya pengawasan dari Pemerintah Kota Palangka Raya. Pentaan kembali di perlukan untuk kawasan ini sehingga dari segi kenyamanan dan kesesuaian terhadap peraturan yang ada agar kawasan tersebut dapat dikatakan sebagai ruang terbuka.
Kata Kunci : Penataan Kembali, Nyaman, Peraturan, Ruang Terbuka.
PENDAHULUAN Latar Belakang Palangka Raya adalah ibukota Provinsi Kalimantan Tengah yang merupakan sebuah kota yang sedang berkembang. Secara fisik perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari jumlah penduduknya yang bertambah dan semakin padat, bangunan semakin rapat dan wilayah terbangun terutama permukiman yang cenderung semakin luas, serta semakin lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi ( Branch, 1996 ). Dampak yang timbul dari perkembangan suatu kota adalah kurangnya ruang terbuka bagi masyarakat didalam lingkungannya, yang berfungsi sebagai wadah interaksi sosial dan juga ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis.
Maksud dan Tujuan Untuk menata dan mendapatkan kembali kawasan rang terbuka hijau yang nyaman khusunya untuk Kawasan Taman Bawah Jembatan Kahayan sehingga menjadi salah satu kawasan hijau kota yang nyaman untuk di kunjungi masyarakat kota.
Permasalahan Bagaimana menata kembali ruang terbuka Kawasan Taman Bawah Jembatan Kahayan menjadi tempat yang nyaman sesuai peraturan yang berlaku.
1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
2 ISSN 1907 - 8536
Lingkup Pembahasan Penelitian ini membahas mengenai konsep penataan kawasan taman bawah Jembatan Kahayan berdasarkan aspek kenyamanan dan peraturan yang berlaku, serta menentkan area yang ditetapkan sebagai kawasan taman bawah Jembatan Kahayan
TINJAUAN PUSTAKA Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan mapun dalam bentuk area memanjang jalur dimana dalam penggunannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan ( Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 ). Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekolgi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Peraturan Mendagri No.1 Tahun 2007 tentang RTHKP, yan di maksud dengan Ruang Terbuka adalah : - Ruang Terbuka pada dasarnya Tanpa Bangunan - Diisi oleh tumbuhan dan tanaman - Memiliki tanaman khas daerah - Tempat rekreasi aktif, seperti olahraga dan permainan lain yang banyak memerlukan pergerakan fisik - Tempat rekreasi pasif, bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional. - Sepadan sunai, guna memertahankaan kelestarian fungsi sungai Klasifikasi Ruang terbuka hijau ( Rustam Hakim;Arsitektur Lansekap, 2002 ) : - Ruang terbuka umum dan khusus - Ruang terbuka dan lingkungan hidup - Ruang terbuka ditinjau dari kegiatannya - Ruang terbuka ditinjau dari segi bentuk - Ruang terbuka ditinjau dari sifatnya. Fungsi Ruang Terbuka ( Rustam Hakim;Arsitektur Lansekap, 2002 ) : - Fungsi sosial Fungsi sosial dari ruang terbuka hijau antara lain : tempat bermain olehraga, komunikasi sosial, peralihan dan menunggu, untuk mendapatkan udara segar, sarana penghubung antara satu tempat dengan tempat yang lain dan pembatas massa bangunan. - Fungsi ekologis Fungsi ekologis dari ruang terbuka antara lain : penyegaran udara untuk memperbaiki iklim mikro, menyerap air hujan, pengendali bajir dan pengaturan tata air, memelihara ekosistem tertentu dan perlindungan plasma nuftah dan sebagai pelembut arsitektur bangunan
Kawasan Terbuka Hijau Kota Palangka Raya Kawasan terbuka hijau kota yang di rencakan diwilayah kawasan Kota Palangka Raya meliputi taman dan jalur hijau dan berdsrkan Peraturan Daerah Kota Palngka Raya No. 14 Tahun 2003 tentang pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Rencana pemanfaatan kedua jenis kawasan terbuka hijau kota tersebut adalah sebagai berikut : - Mempertahankan keberadaan taman lingkungan/taman kota dan jalur hijau eksisting. - Meneyediakan jalur hijau pada ruas-ruas jalan baru yang direncanakan ketersediannya. Jalur hijau tersebut dapat berupa media jalan, pulau jalan, serta tumbuhan/pepohonan yang ditanam Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 3
di kiri kanan jalan. Perhitungan penyediaan jalur hijau ini tidak dapat dishitung berdasarakan standar tertentu, karena luasnya kan meyesuaikan dengan desain bentuk jaringan jalan. - Menyediakan taman kota yang dapat berfungsi juga sebagai lapangan olahraga skala pelayanan kecamatan di pusat Kawasan Kota Palangka Raya. Rencana kebutuhan taman kota ini ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 03-6981-2004 Tahun 2004, yaitu untuk 30.000 Jiwa penduduk membutuhkan 1 unit taman kota dengan luas areal minimum 9.000 m 2 . - Menyediakan taman skala kecamatan pada sub pusat kecamatan, yaitu di Kelurahan Pahandut dan Kelurahan Palangka. Rencana kebutuhan taman skala kecamatan ini ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 03-6981-2004, yaitu untuk 2.000 Jiwa penduduk membutuhkan 1 unit taman dengan skala kecamatan dengan luas areal minimum 1.000 m 2 . - Menyediakan taman lingkungan secara tersebar pada pusat-pusat lingkungan di setiap kelurahan, terutama di kawasan pemukiman baru yang direncanakan. Secara kuantitatif penyediaan taman lingkungan di Kawasan Kota Palangka Raya ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 03-6981-2004, yaitu untuk 200 Jiwa penduduk membutuhkan 1 unit taman dengan luas areal minimum 200 m 2 .
Kenyamanan Kenyamanan adalah segala sesatu yang memeperlihatkan penggunaan ruang secara harmonis, baik dari segi bentu, tekstur, wrna, aroma, bunyi, suara, cahaya dan lainnya. Hubungan yang harmonis dimaksud adalah keteraturan, dinamis dan keragaman yang sling mendukung tehadao penciptaan ruang bagi manusia. Sehinggga mempunyai nilai keseluruhan yang mengandung keindahan. ( J.O. Simond, landscape architecture, 1997 ). Kenyamanan dapat pula dikatakan sebagai kenikmatan atau kepuasan manusia dalam melaksanakan kegiatannya. ( Albert Rutlegde, Anatomy of park ). Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain : a. Sirkulasi - Sirkulasi Kendaraan - Sirkulasi Manusia Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
4 ISSN 1907 - 8536
b. Iklim dan Kekuatan Alam - Radiasi sinar matahari - Angin - Bising - Aroma - Bentuk - Keamanan - Kebersihan
TINJAUAN LOKASI Kawasan ini berada di sekitar jalan S. Parman yaitu tepatnya berada di bawah jembatan kahayan, dengan berorientasi kearah jalan S. Parman dan ke Sungai Kahayan dengan batas-batas : - Sebelah Barat : Berbatasan deng Pertamina - Sebelah Timur : Berbatasan dengan Perumahan penduduk dan Monument Peletakan Batu Pertama Pembangunan Kota Palangka Raya - Sebelah Selatan : Berbatasan dengan perumahan jalan S. Parman - Sebelah Utara : Berbatasan dengan Sungai Kahayan.
Lokasi penelitian memeliki luas 800 m2 dengan panjang lokasi 100 meter dan lebar 80 meter, lokasi ini sudah terbangun dan sudah ada tetapi hanya berupa perkerasan yang berbentuk trap- trap bertingkat dan pada bagian depannya terdapat tempat berjualan dan tempat parkir.
1. Ciri ciri Alamiah Ciri alamiah dari daerah sekitar tamn bawah Jembatan Kahayan yaitu berda di daerah aliran Sungai Kahayan yang digunakan sebagai transportasi sungai bagi masyarakat Kalimantan, topografi bersifat campuran pasir dan tanah liat.
2. Ciri ciri buatan Ciri buatan dari daerah jembatan kahayan adalah Jembatan Kahayan, pedagang kaki lima, tempat parkir.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
6 ISSN 1907 - 8536
3. Potensi Tapak Daerah sekitar Jembatan Kahayan sangat berpotensi dijadikan sebagai Kawasan Pusat Rekreasi dan Taman Kota yang dapat digunakan sebagai tempat aktivitas masyarakat untuk melepas kejenuhan dan berbagai macam kegiatan.
4. Masalah Dalam Tapak Permasalahan yang terdapat dalam tapak : - Penataan warung-warung pedagang makanan dan kaki lima yang belum tertata - Area parkir yang masih kurang memadai baik daris segi luasan dan penataan - Kawasan yang tidak terurus baik dari segi kebersihan maupun pengelolaannya
PEMBAHASAN Berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Mendagri No. 1 Tahun 2007 tentng RTHKP, yang dimaksud dengan ruang terbuka adalah : - Ruang terbuka pada dasarnya Tanpa Bangunan - Diisi oleh tumbuhan dan tanaman ( vegetasi ) - Memiliki tanaman khas dearah Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 7
- Tempat rekreasi aktif, seperti olah raga dan permainan lain yang banyak memerlukan pergerakan fisik - Tempat rekreasi pasif, bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional - Sepadan sungai, guna mempertahankan kelestarian fungsi sungai - Memiliki pedestrian, area pejalan kaki
Tanpa Bangunan Data : Sesuai peraturan yang ada ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota yang bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Pada lokasi tapak memng tidak ada digunakannya bangunan massif hanya tend-tenda terpal sebagai tempat berjualan yang dapat dibongkar apabila selesai berjualan.
Diisi oleh Tanaman ( Vegetasi ) Data : Tidak ada vegetasinya yang ditanam pada lokasi tapak yang ada. Hanya ada rrerumputan yang ditanam pada area setengah lingkaran tengah site.
Memiliki Tanaman Khas Daerah Data : Tidak adanya vegetasi baik yang bersifat umum (banyak digunakan) ataupun yang khas daerah.
Tempat Rekreasi Aktif Data : Tidak adanya unsure dari rekreasi aktif yaitu berupa lapangan olah raga atau permainan lainnya yang memerlukan pergerakan fisik. Luasan lokasi yang terbatas sehingga perlu pemilihan jenis olah raga atau permainan yang memungkinkan untuk dilakukan dalam site. Keadaan lokasi yang berkontur.
Tempat Rekreasi Pasif Data : Dijadikan pengunjung sebagai tempat mengisi waktu senggang karena bentukan kawasan yang memang didesain untuk tempat duduk-duduk. Sebagai tempat duduk-duduk untuk tempat relaksasi dan ketenangan. Tidak adanya tempat olah raga atau jenis permainan lain yang memerlukan pergerakan fisik.
Sepadan Sungai Data : Merupakan area yang berbatasan langsung dengan sungai. Dipengaruhi oleh keadaan air sungai baik pada musim kemarau atau penghujan. Bila musim penghujan keadaan air sampai pada persisi dipinggir perkerasan kawasan atau beberapa meter dari pinggir perkerasan dan pada musim kemarau keadaan air berada jauh beberapa meter dari kawasan tersebut sehingga tercipta daratan pada bagian depan site.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
8 ISSN 1907 - 8536
Memiliki Pedestrian atau Area Pejalan Kaki Data : Trotoar pejalan kaki hanya ada pada bagian depan kawasan. Tidak ada akses pedestrian yang masuk kedalam kawasan.
Kenyamanan Analisa ini sangat erat hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menjadikan tempat tersebut Nyaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain : 1. Sirkulasi - Sirkulasi Kendaraan - Sirkulasi manusia 2. Iklim dan kekuatan alam - Radiasi sinar matahari - Angin - Curah Hujan 3. Bising 4. Aroma (bau-bauan) 5. Bentuk 6. Keamanan 7. Kebersihan 8. Keindahan
Sirkulasi Kendaraan Data : Arah masuk kedalam site melalui arah sebelah kanan yang langsung berhubungan dengan jalur utama sirkulasi kendaraan dalam kota. Arah keluar dalam site melalui arah sebelah kiri yang langsung berhubungan dengan jalur utama sirkulasi kendaraan dalam kota. Kedua jalur ini terpisah dengan jarak yang cukup jauh namun kadang-kadang ada dari pengunjung yang menggunakan jalur masuk sebagai jalur keluar sehingga terjadi bentrokkan antara pengunjung yang ingin masuk kedalam lokasi dan yang ingin keluar lokasi. Didalam site jalur sirkulasi hanya terjadi satu arah sejajar parkir tetapi kadand-kadang dapat terjadi seperti pada point diatas. Tempat parkir yang menjadi satu dengan tempat berjualan makanan namun tidak tertata sehingga sering terjadi penumpukan sirkulasi.
Sirkulasi Manusia Data : Sirkulasi manusia didalm site terbagi menjadi dua yaitu : - Sirkulasi pengunjung, pengunjung masuk kedalam site melalui area parkir yang terkadang terjadi penumpukan pengunjung karena area ini menjadi satu dengan tempat penjualan makanan dan memasuki area sirkulasi site yang berupa perkerasan atau pedestrian dengan arah yang bebas. - Sirkulasi penjual makanan, sirkulasi ini terjadi tidak setiap saat dan hanya sesekali namun arah pergerakannya kesegala arah dalam site. - Tidak adanya jalur yang jelas antara jalur masuk dan keluar untuk pengunjung. Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 9
Iklim dan Kekuatan Alam Radiasi Sinar Matahari Data : Lokasi terletak di daerah tropis sehingga memiliki radiasi sinar matahari yang cukup terik Terik matahari terasa menyengat pada daerah yang tidak terdapat perlindungan atau peneduh Tidak adanya bangunan penenduh Angin Data : Angin yang berhembus didalam site terlalau deras dan kadang-kadang menyejukan Tidak ada tanaman pelindung untuk menghalangi aliran angin bila aliran angin tersebut dalam keadaan kering Curah hujan Data : Sesuai dengan keadaan alamnya sehingga memiliki cura hujan yang cukup banyak Tidak adanya tempat berteduh bila terjadi hujan yang lebat Tidak adanya saluran drainase yang baik
Aroma ( bau-bauan ) Data : Aroma dan bau-bauan pada lokasi sering tidak sedap dikarenakan pengunjung dan pedagang membuang sampah sembarangan Tidak adanya tempat sampah yang berfungsi dengan baik di lokasi Tidak adanya peran serta dari pemerintah untuk menjaga kebersihan lokasi Bau-bauan juga disebabkan oleh drainase yang tidak baik
Bentuk Data : Site hanya bentuk perkeransa atau pedestrian yang diolah mengikuti kontur site tetapi ada bentukan yang menyerupai amphiteater yang dibentuk dari susunan anak tangga yang berfungsi sebagai sirkulasi dan tempat duduk Dalam site tidak terdapat bangku atau tempat duduk yang berbentuk kursi ataupun lansekap furniture lainnya serta tidak danya tanaman sebagai peneduh
Keamanan Data : Pada kawasan tida terdapat satuan keamanan yang berasal dari pihak yang berwenang sehingga kurang dirasa aman dan mengurangi kenyamanan dari kawasan tersebut
Kebersihan Data : Sampah yang berserakan hampir disemua tempat didalam kawasan Tidak adanya tempat sampah Kurangnya perhatian dari pemerintah Kurang pengertian dari pengunjung dan pedagang tentang kebersihan
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
10 ISSN 1907 - 8536
REKOMENDASI DAN KESIMPULAN Zonning Penzonningan kawasn dibagi menjadi beberapa yaitu : Area Parkir, Area Penerima, Area Pedagang dan Minuman, Area Rekreasi Aktif, Area Transisi, dan Area Rekreasi Pasif.
Bentuk Bentukan site mengalami perubahan terlebih pada penambahan luasan lahan. Hal ini di karena pada bagain samping kanan dan kiri dibuat untuk pengelompokan dari aktifitas yang berbeda yaitu pada samping kiri site sebagai tepat lapangan bola volly sebagai pemenuhan dari rekreasi aktif dan pada samping kiri digunakan sebagai tempat berjualan pedagang makanan agar lebih tertata dengan baik.
Keadaan Existing Keadaan Penataan ( zonning ) Bagian yang ditambah sebagai area lapangan bola volley dan tempat pedagang Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 11
Sirkulasi Kendaraan Srikulasi kendaraan hanya terjadi pda bagian depan site yaitu dengan urutan masuk parkir keluar. Sirkulasi yang digunakan adalah linier dengan arah pencapaian yang mengarah langsung ke suatu tempat masuk.
Sirkulasi Manusia Sirkulasi manusia yaitu arah sirkulasi pengunjung dari bagian depan site area penerima dan menyebar kesegala arah didalam site dengan pola Linier. Sirkulasi ini berupa kawasan itu sendiri karena pengunjung dapar bergerak bebas kesegala arah jika didalam site pada bagian area penerima terjadi pembagian antara sirkulasi yang masuk ke dalam site dan yang keluar site, hal ini berfungsi agar tidak adanya penumpukan dan bentrokan antara pengunjung yang ingin masuk dan yang ingin keluar site.
Vegetasi Fungsi vegetasi dibagi dua macam yaitu sebagai penerima kedatangan pengunjung dan sebagai penambah estetika kawasan. Vegetasi sebagai penerima kedatangan pengunjung diletakan pada bagain depan site dengan mengikuti pola bentukan site sehingga berkesan mengarahkan dan pada bagian tengah yang berbentuk setengah lingkaran dibuatkan taman dengan pelengkap simbol dan air mancur.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
12 ISSN 1907 - 8536
Elemen Lansekap
Elemen pelengkap lansekap disini adalah berupa elemen keras dan elemen lembut. Elemen ini menjadi kesatuan dalam desain yang berhubungan dengan bentuk dan vegetasi. Elemen keras berupa perkerasan, bahan statis seperti bangku taman dan lainnya dan elemen lembut berupa tanaman air.
Perletakan disesuaikan dengan fungsi area yang ada pada kawasan itu seperti pada area rekreasi pasif yang membutuhkan ketenangan lebih banyak ditempatkan bangku- bangku taman dan tanaman.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
14 ISSN 1907 - 8536
Dari berbagai parameter yang telah di analisa dan didapat suatu konsep penataan yang berdasarkan peraturan yang ada dan juga dari segi kenyamanan. Berikut adalah kesimpulan yang dismpaikan berdasarkan analisa dan parameter yang digunakan :
Parameter yang digunakan sebagai bahan analisa Sebelum Penataan Sesudah Penataan Berdasarkan Parameter Kepmendagri Nomor 1 Tahun 2007 a. Ruang terbuka pada dasarnya Tanpa Bangunan Sudah Terpenuhi Shelter b. Diisi oleh tumbuhan dan tanaman (vegetasi) Tidak ada vegetasi Vegetasi berupa tanaman hias c. Memiliki tanman khas daerah Tidak ada Ditanamai anggrek hitam d. Tempat rekreasi aktif, seperti olahraga dan permainan lain yang banyak memerlukan pergerakan fisik Tidak ada Lapangan olahraga bola volly e. Tempat rekreasi pasif, bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional Sudah, dari bentukan kawasan Penzoningan agar lebih optimal lagi serta elemen penunjangnya f. Sepadan seungai, guna mempertahankan kelestarian fungsi sungai Tidak ada Tongkat pembatasan area pada bagian depan kawasan g. Memiliki pedestrian, area pejalan kaki
Ada, tapi hanya pada bagian depan kawasan Penambahan akses pedestrian kedalam site
DAFTAR PUSTAKA
Ching, DK. 1999. Arsitektur, Bentuk Ruang dan Susunannya, Jakarta : Erlangga Draf Laporan Akhir Review RDTRK Kota Palngka Raya Tahun 1999-2009 Rustam Hakim. 2002. Arsitektur Lansekap Prinsip-unsur dan Aplikasi Desain. Jakarta : Bumi Aksara Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruag Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan White Edward. 1987. Buku Sumber Konsep, Intermatra, Bandung
Abstrak Membahas tentang Penataan Kembali Kawasan Bersejarah di tempat tertentu, tidak lepas dari sejarah, dan keberadaan situs-situs atau peninggalan. Pembangunan dewasa ini mengalami masalah penurunan kualitas bangunan kawasan bersejarah yang serius karena keterbatasan penataan dan fasilitas padahal kawasan bersejarah dapat mengangkat citra suatu daerah baik sisi Pariwisata, pembelajaran sejarah, tempat rekreasi alami, dan sebagainya. Ketidak perhatiannya terhadap situs/kawasan bersejarah, yang seharusnya dilestarikan, dijaga dan terus dikembangkan, dan dipublikasikan dapat menenggelamkan keberadaan situs, dan lambat laun keberadaan kawasan tersebut akan hilang bahkan tidak ditahui lagi sejarah awal keberadaannya. Sumber daya arkeologi atau benda cagar budaya beserta situsnya adalah sisa-sisa hasil budaya fisik peninggalan nenek moyang yang masih dapat dilihat di muka bumi sampai saat ini. Sumber daya arkeologi tersebut merupakan warisan budaya dan merupakan data yang sangat penting untuk rekonstruksi sejarah serta mengetahui proses perubahan masa lalu. Scovil, Gordon dan Anderson 1977:5) dan diketahui selama ini Kalimantan Tengah. Keberadaan kawasan bersejarah Batu Banama yang merupakan tempat yang disakralkan oleh penduduk setempat dan merupakan tempat makam leluhur. Tulisan ini mencoba untuk memberi masukan dalam penataan kawasan Bersejarah melalui penataan bangunan baik mengarah pada pembangunan yang rekreatif, penciptaan ruang, dan environment dan arah pengembangan kedepan merekomendasikan berbagai sasaran desain penataan pembangunan sebagai daya tarik kawasan.
PENDAHULUAN Latar Belakang Tinggi batu yang bagian bawahnya lancip seperti limas kapal itu, kira-kira 2 x tinggi orang dewasa, dan panjangnya 10 meter. Dari jauh nyaris tak tampak karena ditumbuhi pepohonan dan semak- semak, lengkap dengan akar-akar gantungnya. Namun kalau didekati, bentuknya yang seperti kapal itu memang tampak menyolok. Mungkin dari situlah berkembang cerita rakyat dengan berbagai versi, ada yang mengatakan bahwa sebuah batu yang berbentuk seperti perahu, konon ceritanya batu ini adalah sebuah perahu yang berubah menjadi batu (basaluh) oleh yang Maha kuasa karena terjadinya sebuah pali (pantangan) ceritanya hampir mirip dengan legenda sangkuring. Dan versi lain hampir sama hanya namanya yang berbeda batu itu dulunya bahtera si Tangkiling ratusan atau ribuan tahun yang lalu, ketika desa itu masih terletak di pinggir laut. Dan memang, pasir putih yang merupakan fundasi kota Palangkaraya sekarang dan struktur geologis bagian selatan Kalimantan dulunya masih berujud laut ketika pedalaman Kal-Teng sudah berujud hutan.
1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya 2 Staff Pengajar Tidak Tetap Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya / Biro Konsultan Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
16 ISSN 1907 - 8536
Keberadaannya menjadi suatu symbol tertentu yang mengepresikan karakteristik trans legenda budaya setempat. Berdasarkan Analisa rancangan Pelestarian Arkeologis yang di dalamnya juga memuat Analisis Nilai penting, Analisis SWOT, dan Analisis Pemanfaatannya, dapat disimpulkan bahwa sumberdaya arkeologi Kawasan Batu Banama memiliki potensi cukup tinggi untuk dikembangkan, dan selanjutnya dimanfaatkan bagi kepentingan pelestarian kawasan sendiri, maupun untuk tujuan pengembangan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta pengembangan objek sebagai daya tarik wisata di kota Palangka Raya pada Khususnya dan Kalimantan Tengah pada umumnya.
PENATAAN Penataan adalah kegiatan mengatur dan menata dalam suatu susunan yang sistematis dengan memperhatikan kegunaan, bentuk dan sifat. penataan kembali: kegiatan mengatur dan menata kembali yang dulunya kurang diperhatikan dan optimal menjadi jauh lebih baik. Baik dari sisi zoning/letak fungsi ruang, hingga pemanfaatannya. berbagai kegiatan kesenian tradisional diadakan dalam rangka - kebudayaan lama tujuan secara umum dalam tulisan ini yaitu mewujudkan kota Palangka Raya sebagai tujuan wisata dan mengangkat budaya setempat dengan keterpaduan sarana prasarana dan mendorong peran serta seluruh stakeholder dan pemerintah.
Visi Penataan dan Pengembangan Kawasan Bersejarah Banama selain sebagai lokasi/daerah tujuan wisata, sebagai sumberdaya arkeologi dan warisan budaya masa lalu wajib dilestarikan. Di dalam pengertian Lestari dan Pelestarian memuat keseluruhan upaya mulai dari perlindungan, pengembangan, sampai pemanfaatan. Misi Penataan dan Pengembangan a. Mengkaji keberadaan baik sejarah, tipologi bangunan maupun perkembangan sekarang dan yang akan datang. b. Mengidentifikasi bangunan bersejarah melalui konservasi c. Melindungi bangunan baik secara fisik dan hukum d. Mengembangkan dan memanfaatkan untuk kepentingan jangka pendek, menengah sampai jangka panjang Tujuan Penataan dan Pengembangan a. Memberikan pengetahuan akan keberadaan suatu situs bersejarah di Kalimantan Tengah dengan menggali nilai sejarah melalui kawasan bersejarah. b. Mengembangkan Potensi, peran dan kapasitas Kawasan bersarajan Batu Banama sehingga mampu berperan secara optimal baik bagi pengembangan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta pengembangan sebagai objek dan daya tarik wisata di Palangka Raya c. Meningkatkan fungsi kawasan sebagai salah satu titik simpul yang penting dalam menumbuhkan jaringan kegiatan pariwisata di Kalimantan Tengah Lingkup dan Target Penataan dan Pengembangan a. Fisik Kajian Jalan dan Pedestrian dalam Kawasan Penataan Fasilitas Pendukung Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 17
Fasilitas pendukungan berupa keberadaan infrastruktur yang memadai dan mendukung untuk tujuan kunjungan. b. Non Fisik Nilai historis dan arkeologi Pengembangan produk / atraksi Pengembangan basis data dan informasi Pengembangan pemasaraan dan pengembangan SDM Pengembangan Kelembagaan dan koordinasi Sedang target yang diharapkan; terciptanya produk kunjungan berupa kegiatan budaya, kegiatan bermuatan ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan kegiatan berwisata.
Permasalahan 1. Bagaimana Penataan/ dan Program yang diangkat untuk menarik wisatawan terhadap kawasan ini ?
IDENTIFIKASI KAWASAN BERSEJARAH BATU BANAMA Sejarah Tinggi batu yang bagian bawahnya lancip seperti limas kapal itu, kira-kira 2 x tinggi orang dewasa, dan panjangnya 10 meter. Dari jauh nyaris tak tampak karena ditumbuhi pepohonan dan semak- semak, lengkap dengan akar-akar gantungnya. Namun kalau didekati, bentuknya yang seperti kapal itu memang tampak menyolok. Mungkin dari situlah berkembang cerita rakyat dengan berbagai versi, ada yang mengatakan bahwa sebuah batu yang berbentuk seperti perahu, konon ceritanya batu ini adalah sebuah perahu yang berubah menjadi batu (basaluh) oleh yang Maha kuasa karena terjadinya sebuah pali (pantangan) ceritanya hampir mirip dengan legenda sangkuring. Dan versi lain hampir sama hanya namanya yang berbeda batu itu dulunya bahtera si Tangkiling ratusan atau ribuan tahun yang lalu, ketika desa itu masih terletak di pinggir laut. Dan memang, pasir putih yang merupakan fundasi kota Palangkaraya sekarang dan struktur geologis bagian selatan Kalimantan dulunya masih berujud laut ketika pedalaman Kal-Teng sudah berujud hutan. Namun pada tulisan ini bukan asal usul yang diangkat tapi bagaimana kawasan bersejarah ini menjadi kawasan yang lebih optimal dan berdaya guna lebih banyak menarik wisatawan untuk berkunjung
Pola Kehidupan Masyarakat Kehidupan masyarakat di kawasan ini bermata pencaharian sebagai petani, (karet, kerajian, pendulang batu).
Letak Bangunan (Orientasi Bangunan) Keraton Lawang Agung Bukit Indra Kencana ini sangat strategis berada di atas bukit
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
18 ISSN 1907 - 8536
A. Bentuk Site dan Fungsi Ruang Betukan site berupa linear ke bagian-bagian fungsi ruang.
PROGRAM-PROGRAM PENATAAN Program-program pengembangan disusun berdasarkan kerangka pengembangan yang telah dirumuskan. Program-program ini nantinya merupakan agenda kegiatan kawasan Batu Banama dan lingkungannya. Diharapkan program-program ini mampu menjadi daya tarik kunjungan ke Kawasan Batu Banama. Program-program tersebut : 1. Program Penataan Jalan dan Pedestrian Lingkungan 2. Program Penataan Fasilitas 3. Program Pengembangan Wisata a. Program Pengembangan Fisik : Perlindungan bangunan secara Hukum dan Fisik, Infrastruktur pendukung produk kegiatan, serta penataan lingkungan alami b. Program pengembangan nonfisik : Pengembangan Produk/ Atraksi c. Program Pendukung Pengembangan: Pengembagnan basis data informasi, pemasaran, SDM, dan kelembagaan. Batu Banama Souvenir Rg. Tunggu/Taman Batu Banama Parkir Motor Parkir Roda 4 Taman Pedestrian Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 19
Strategi Pengembangan a. Pengembangan Penataan Kawasan dengan melengkapi fasilitas berupa Gazebo santai tidak hanya terbatas di dalam lingkup pagar kompleks kawasan, melainkan perlu meluas ke areal di sekitar kawasan cagar sekitarnya dengan memperhatikan konsep Arsitektur Etnik setempat. Dimana fungsi sebagai tempat peristirahatan umum, tempat makan dan minum.
Bentukan yang diangkat merupakan Desain Arsitektur Khas Kalimantan Tengah dengan menampilkan ukuran dan bergaya Modern - Tradisional. Bentukan panggung dengan empat tiang kaki bulat. b. Bahan Cetakan berisi agenda kegiatan, tiket bermakna khas, kendaraan, bahan bawaan, dan cinderamata umum c. Infrastruktur sebagai pendukung keberadaan kegiatan dalam kawasan, berupa : lampu taman, penerangan jalan, km/wc umum, bak sampah, dll.
Tampak Depan Tampak Samping Tampak Perspektif GAZEBO Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
20 ISSN 1907 - 8536
d. Pembenahan tempat parkir, tempat peristirahatan umum, saat menunggu keluarga untuk berkumpul. Taman disebelah Parkir Roda Empat yang ada sebagai ruang terbuka, sebagai ruang tunggu, ruang beraktifitas olah raga dan sebagainya. Dan sebagai ruang istirahat saat menunggu kelurga yang belum turun dari bukit.
e. Taman Pedestrian dalam kawasan
f. Menyediakan fasilitas (asesoris) sebagai bagian dari daya tarik Berupa Bangunan Kios penjual asesoris dan atau minuman dan makanan.
Dengan adanya fasiitas kios dappat menambah daya tarik wisatawan untuk datang ke kawasan ini. g. Agenda Kegiatan: Kegiatan Budaya, kegiatan bermuatan ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan kegiatan wisata. Dapat berupa pementasan sanggar tari, kesenian, dan ajang kontes kesenian lainnya. Realisasinya dapat berupa ruang pementasan atau panggung. h. Pengembangan SDM : Tour agency, tour operator, tour guide, tourist information service, tourist services, dan public services i. Derajat kenyamanan sebagai bagian daya tarik kunjungan : Privasi pengunjung, menikmati keindahan dan suasana lingkungan, kenyamanan dan kegiatan j. Aturan sebagai kelengkapan informasi : Agenda tahunan, bulanan, mingguan, jenis dan jaringan atraksi, hak dan kebajiban pengunjung. (Dinas Kebudayaan 2004).
ARAHAN PROGRAM PENGEMBANGAN A. Program Pengembangan Fisik No. Sub Program Lokasi & Objek Aktivitas Tujuan dan lain-lain 1 Perlindungan Hukum bangunan Kompleks Keraton Kuning Bangunan Utama Usulan penetapan BCB dengan batas zonasinya (untuk bangunan), melalui pendaftaran dan pengusulan sesuai prosedur yang berlaku Bertujuan untuk menjamin perlindungan terhadap status dan eksistensi bangunan dari ancaman perubahan yang tidak sesuai UU yang berlaku, untuk kepentingan pelestarian 2 Perlindungan Fisik Bangunan Kompleks Keraton Kuning Bangunan Utama Bangunan lainnya Melakukan kegiatan pemeliharaan, konservasi, dan pemugaran sesuai dengan kaidah-kaidah pelerstarian bangunan Melakukan kegiatan inventarisir benda-benda peninggalan Untuk menjaga kondisi keterawatan bangunan dari pengaruh lingkungan Perawatan bangunan dengan mengeawatkan dan penanggulangan kerusakan Mempertahankan keaslian dan kekuatan bangunan
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
22 ISSN 1907 - 8536
3 Infrastuktur pendukung Kawasan kegiatan Kompleks Keraton Kuning Pembuatan, Perbaikaan dan pembenahan sarana prasaranan kegiatan kunjungan Pedestrian Tempat parkir Tempat istirahat Tempat makan dan minum Souvenir Sarana penerangan Sarana komunikasi Sarana penitipan barang Sarana memperoleh dan memberikan informasi 4 Penataan Lingkungan Alami Kompleks Keraton Kuning Pembenahan dan penataan vegetasi sesuai karakter bangunan sebagai bangunan tropis Pemilihan vegetasi dan menatanya sesuai dengan konsep filosofi bangunan
B. Program Pengembangan Non Fisik : Pengembangan Produk/ Atraksi No. Program Lokasi & Objek Kegiatan Aktivitas Lain-lain 1 Pengembangan Kebudayaan a. Ruang Pementasan Pergelaran Seni Budaya terpilih
Menampilkan Grup/ Kelompok Seni Terpilih Baik Yang Berkonsep Tradisonal Maupun Modern/Kontem porer Untuk Penampilan Secara Berkala, Meliputi : Pergelaran Seni Tari Dan Teater Pergelaran Seni Musik Pameran Seni Kerajinan, seni lukis, seni pahat, adat, dan tradisi Masuk dalam agenda kegiatan seni budaya (mingguan, bulanan, tahunan) Kegiatan budaya ini dapat dipadukan dengan kegiatan wisata Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 23
2 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan b. Batu Banama Persentasi Batu Banama dan lingkungannya 3berdasarkan sejarah dan hirarkinya Penayangan video/audiovisu al tentang potensi, peran, & kapasitas Bukit Batu Banama beserta lingkungannya, baik makro maupun mikro Untuk kepentingan kegiatan wisata studi dan kegiatan pemasaran Kegiatan dalam program ini dapat dipadukan dengan kegiatan budaya dan kegiatan wisata
C. Program Pendukung Pengembangan No. Program Sub Program Program Aksi 1 Pengembangan basis data dan informasi Pengembangan Pendataan potensi Batu Banama dan lingkungannya Bertujuan untuk menjamin perlindungan terhadap status dan eksistensi bangunan dari ancaman perubahan yang tidak sesuai UU yang berlaku, untuk kepentingan pelestarian 2 Perlindungan Fisik Bangunan Kompleks Batu Banama Batu banama Ruang Sajen Puri-puri Untuk menjaga kondisi keterawatan bangunan dari pengaruh lingkungan Perawatan bangunan dengan mengeawatkan dan penanggulangan kerusakan Mempertahankan keaslian dan kekuatan bangunan Menginentarisir dan mengupulkan kembali barang-barang peninggalan keraton yang ada maupun yang telah hilang 3 Infrastuktur pendukung produk kegiatan Kompleks Batu Banama Pedestian Tempat parkir Tempat istirahat Tempat makan dan minum Souvenir Sarana penerangan Sarana komunikasi Sarana penitipan barang Sarana memperoleh dan memberikan informasi
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
24 ISSN 1907 - 8536
4 Penataan Lingkungan Alami Kompleks Batu Banama Pemilihan vegetasi dan menatanya sesuai dengan konsep filosofi bangunan. Di sepanajang jalan menuju Batu Banama
DAFTAR PUSTAKA
Asdra, Lucia Rudwiartiini.
Arya Ronald, Kekayaan dan Kelenturan Arsitektur, November 2008.
Budiarjo, Eko. Kota Berkelanjutan. Alumni. Bandung. 1992
Hakim, Rustam. Unsur Perancangan dalam Arsitektur Landskap, Bumi Aksara. Jakarta, 1993
Hadi, Dwita dan Bakti Setiawan. Perancangan Kota Ekologi. Direktorat Jenderal Pendididkan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. 1999.
Laurie, Micheael. Pengantar Kepada Arsitektur Petamanan. Intermatra. Bandung. 1990
Pranowo, M. Bambang. Dkk. Stereo Tipe, Etnis, Asimiliasi dan Interaksi Sosial. Pustaka Grafika. Jakarta.
Pratiwo, Pemendang Pluralisme Sebuah Kota, Paper dipresentasikan pada Seminar Ikatan Arsitek Indonesia di Jawa Tengah, 1 Agustus 1998.
PASAR MINGGUAN DI LINGKUNGAN PERMUKIMAN JALAN PUTRI JUNJUNG BUIH KOTA PALANGKA RAYA
Lola Cassiophea, ST., M.Eng 1
Abstrak Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk mengunjungi tempat hiburan dan perbelajaan. Akan tetapi tempat hiburan dan perbelanjaan di kota palangkaraya tidak begitu banyak yang bisa dikunjungi. Masyarakat kota palangkaraya lebih memilih untuk tinggal dirumah pada akhir pekan, kalaupun berpergian hanya yang berada di dekat rumah saja. Salah satu pasar di area pemukiman yang ramai dikunjungi adalah pasar mingguan di jalan putri junjung buih palangakaraya. Pasar ini hanya beraktivitas satu kali dalam satu minggu yaitu pada sabtu sore menjelang magrib.Tulisan ini bertujuan untuk melihat peran dan nilai-nilai yang terkandung pada pasar mingguan. Bahasan dilakukan dengan mengkaji pasar mingguan area pemukiman jalan Putri Junjung Buih Kota Palangkaraya. Dibalik tampilan wadah yang kurang menguntungkan, pasar mingguan menyimpan banyak nilai-nilai positif. Keterbukaan, kebersamaan, kesetaraan dan keperdulian menjadi ciri pasar tradisional yang penting dalam membangun lingkungan hidup yang nyaman dan manusiawi. Selain sebagai ajang transaksi penjual pembeli, pasar mingguan berperanan dalam menjalin interaksi dan komuniasi para pelakunya. Membangun toleransi dan fleksibel dalam pemakaian dan bentukan keruangannya.
PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli dalam urusan transaksi. Pada pasar tradisional tawar menawar mencari kesesuaian menjadi warna dan ciri dari pasar. Namun dalam perkembangannya sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dalam jumlah dan keragaman kegiatan pasar ini tidak lagi hanya periodik melainkan menerus setiap hari. Pada pasar tradisional kegiatan utama bukan pada transaksinya, melainkan pada interaksi sosialnya (Setioko, 2010, hal 104-115). Pasar menurut Wiryomartono sangat penting keberadaannya dalam pertumbuhan kota. Pasar merupakan bagian hilir dari perkembangan kota atau kota merupakan bagian hulu dari kota. Pasar merupakan awal dari berdirinya sebuah kota (1995, 13). Untuk itu semua pasar perlu moderat agar semua dapat berjalan dengan lancar. Pasar harus memudahkan dalam urusan dan aturan serta menganggap semuanya dalam posisi yang sama dan sederajat. Pasar dalam skala besar menjadi simpul dari kebudayaan karena semua orang dari bermacam bangsa, suku, kedudukan, pekerjaan datang pada satu tempat untuk bertemu dan berhubungan langsung tanpa banyak penghalang. Dimana kebudayaan yang dibawa satu orang dapat ditularkan ke orang lain tanpa pemaksaan dan menjadi bawaan lain selain mata dagangan. Pasar menjadi tempat dimana akulturasi berjalan saling mengisi. Pasar tradisional menurut Geertz bukan sekedar pranata ekonomi, namun terlebih lagi adalah menyangkut sosial budaya. Menyangkut seluruh kegiatan pengolahan dan penjajaan secara kecil-kecilan. Menurut geertz pasar tradisional mempunyai tiga karakteristik, yakni : arus barang dan jasa menurut pola tertentu; mekanisme ekonomi untuk mengatur dan memeliharanya; sistem sosial budaya dimana mekanisme tersebut tertanam (Geertz, 1977: 31). Bagi Geertz pasar pasar tradisional merupakan perwujudan sistem sosial dan budaya masyarakat . Di kota-kota besar pembangunan
1 Dosen Jurusan Teknik Bangunan FKIP Universitas Palangka Raya Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
26 ISSN 1907 - 8536
lingkungan permukiman banyak dilakukan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan rumah tinggal. Sayang sekali pembangunan permukiman seringkali tidak diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fasilitas publik dan fasilitas sosialnya. Pasar sebagai salah satu fasilitas sosial sekaligus fasilitas publik jarang sekali dibangun pada skala lingkungan. Pada skala ini kegiatan perekonomian kemudian diserahkan pada masyarakat sendiri. Pasar lingkungan yang timbul kemudian lebih merupakan fenomena alami yang timbul karena kebutuhan masyarakat setempat dibanding fasilitas yang telah direncanakan dengan matang. Bahkan untuk tempat kegiatan inipun tidak tersedia, sehingga pasar seringkali menempati ruang-ruang marginal atau yang bukan peruntukannya. Namun keberadaan pasar lingkungan ini benar-benar dibutuhkan serta berperan dalam banyak aspek kehidupan bermasyarakat di lingkungan tersebut. Pentingnya keberadaan pasar dibalik kesederhanaan bentuk serta settingnya mengantar pada pertanyaan bagaimanakah bentuk dan kegiatan pasar di permukiaman dan bagaimana perannya dalam peri kehidupan masyarakat di lingkungan tersebut.
Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana bentuk setting pasar lingkungan serta aktifitas yang terjadi pada wadahnya serta mencoba mengambil makna dari kegiatan dan setting yang diamati. Pengamatan dilakukan pada pasar lingkungan yang berada pada areal perumahan.
Pasar Mingguan Di Jalan Putri Junjung Buih Palangkaraya Pasar mingguan di jalan putri junjung buih menempati perempatan di tengah areal permukiman tersebut. Yakni pada sebuah gang di jalan putri junjung buih. Para pedagang pasar memanfaatkan tepi jalan antara selokan dan badan jalan sebagai tempat usahanya. Pasar ini mulai beroperasi dari jam setengah enam sore sampai jam delapan malam. Pedagangnya sendiri baru datang kira-kira jam lima sore dan berakhir kira-kira jam sembilan malam ketika mereka membongkar lapak dan kemudian membersihkan tempat tersebut dari semua sampah sehingga kembali bersih seperti semula. Jumlah pedagang yang berjualan lebih kurang 30 orang. Jumlah ini tidak tetap setiap minggunya, namun mereka rupanya sudah mempunyai tempat yang tetap. Macam dagangan yang diperjual belikan juga sangat bervariasi. Beberapa pedagang yang cukup besar antara lain pedagang pakaian, pedagang macam-macam jajanan, pedagang aksesoris, pedagang buah serta pedagang lauk pauk dan sayuran, tempat jualan pedagang ini tidak terlalu besar serta mempunyai pelanggan yang cukup banyak. Pedagang yang lain adalah pedagang kaset, serta pedagang kelontong. Pedagang-pedagang tadi merupakan pedagang tetap yang hampir setiap hari menggelar dagangannya. Selain pedagang tetap tersebut juga terdapat pedagang yang datang hanya sekali-sekali seperti penjual mainan anak dengan sepeda, penjual leker, penjual bunga serta penjual perabot plastik yang menggunakan mobil bak terbuka. Tukang odong-odong dipinggir jalan di depan gang juga menjadi tempat yang selalu ramai. Penjual jasa ini menjadi jujugan anak-anak yang ikut belanja ibu atau pembantu rumah tangganya. Pedagang-pedagang ada yang berasal dari perumahan diarea pemukiman junjung buih sendiri seperti penjual masakan, penjual jajanan kering, dari warga kampung di sekitar perumahan seperti penjual sayuran, penjual buah, penjual gethuk atau dari tempat yang lebih jauh lagi seperti penjual kaset bajakan. Cara pedagang menggelar dagangan juga bermacam-macam. Ada yang menggelar dagangan langsung di atas alas terpal seperti pedagang sayuran. Dengan meja atau kotak dasaran seperti penjual masakan dan buah. Ada yang menggunakan sepeda seperti penjual mainan terdapat di tepi badan jalan terutama pada jalan gang dipinggir selokan atau pangaringan sehingga tidak mengganggu penghuni rumah yang ada di didalam gang. Kalaupun terpaksa ada di depan rumah, penjual harus seijin pemilik Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 27
rumah dan tidak menutup akses ke dalam rumah. Ada semacam toleransi antara pedagang dengan penghuni rumah yang ada di daerah tersebut. Pedagang tidak memakai tempat tersebut sepanjang malam, melainkan hanya sore sampai menjelang jam 8 malam saja. Tempat pun harus bersih seperti semula ketika pedagang selesai berjualan. Para penjual berasal dari beberapa tempat yang berbeda. Beberapa penjual masakan merupakan penghuni perumahan itu sendiri yang memanfaatkan pasar untuk berwiraswasta. Bahkan satu penjual masakan di jalan putri junjung buih memanfaatkan tempat di muka rumahnya sendiri untuk berjualan masakan, kebetulan rumahnya terletak tidak jauh dari perempatan tersebut. Penjual buah, penjual sayuran merupakan penghuni perkampungan di sekitar perumahan tersebut. Penjual bersepeda atau berkendaraan berasal dari tempat yang lebih jauh, mereka bukan penghuni tetap, melainkan berkeliling mencari pasar-pasar lingkungan yang ramai.
BAHASAN Terdapat dua aspek yang menarik pada pasar mingguan yakni aspek fisik keruangan pasar yang terwujud sebagai wadah dari kegiatan yang ada serta nilai-nilai yang terkandung dibalik aktifitas yang terjadi.
Ruang Pada Pasar Dari pola gelaran pasar tersebut bentuk setting jualan kemudian dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni: gelaran yang moveble yakni pada gelaran menggunakan kendaraan, baik sepeda, motor, maupun mobil. Pola movebel macam ini memungkinkan pedagang untuk setiap kali berpindah dengan mudah dari satu tempat ke tempat yang lain. Gelaran menetap bila bentuk gelaran mengharuskan pedagang untuk diam di satu tempat. Pola ini akan terdiri dari gelaran kecil, dimana barang yang digelar tidak perlu dibongkar dari wadahnya sehingga dapat dibawa maupun diletakkan dengan cepat, seperti bakulan, angkringan. Pedagang dengan gelaran kecil memungkinkan untuk berkeliling walaupun dengan jarak jangkau yang lebih terbatas. Gelaran luas akan memerlukan waktu untuk menata maupun pada saat mengepaknya. Pedagang gelaran luas cenderung menetap pada satu tempat dan membuat tempat yang relatif lebih permanen dibandingkan pedagang gelaran yang lain. Namun bagaimanapun setting dagangan menunjukkan bahwa tempat berjualan tersebut mudah untuk dibongkar pasang setiap harinya. Apa yang mengatur setting tersebut adalah kesepakatan serta tenggang rasa. Kesepakatan antara penjual, pembeli dan pemilik lahan atau masyaraka setempat. Tenggang rasa bahwa selain banyak keuntungan yang di dapatkan dengan adanya kegiatan pasar tersebut, juga terdapat resiko-resiko yang harus ditanggung bersama.
Pasar Sebagai Media Kekerabatan Keberadaan pasar lingkungan tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi masyarakat saja melainkan berkaitan pula dengan aspek sosial bahkan kebudayaan. Pasar lingkungan di jalan putri junjung buih menjadi tempat berkumpul dan bertemunya penghuni perumahan dengan masyarakat di sekitar lingkungan perumahan tersebut. Jarak pelayanan pasar lingkungan adalah sebatas jarak capai dari rumah penghuni tiap sore dengan berjalan kaki, sehingga tidak akan melebihi panjang 300 meter. Jarak yang lebih jauh mungkin ditempuh oleh penjual dari lingkungan sekitar serta yang lebih jauh lagi dari para penjual yang menggunakan kendaraan. Pasar lingkungan di jalan putri junjung buih menjadi tujuan belanja mingguan penghuni. Pasar sebagai tempat bertemunya penghuni perumahan dengan masyarakat di sekitarnya memberikan hubungan saling menguntungkan antara di permukiman tersebut. Pada pasar lingkungan ini kebutuhan- kebutuhan hidup masyarakat perumahan dapat terpenuhi tanpa harus pusat perbelanjaan. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
28 ISSN 1907 - 8536
Sementara bagi masyarakat perkampungan kebutuhan-kebutuhan masyarakat perumahan merupakan peluang usaha perdagangan maupun jasa yang dapat meningkatkan peri kehidupan mereka. Dengan adanya hubungan saling menguntungkan tersebut kesenjangan antara masyarakat perumahan dan perkampungan akan luruh dan menjadi satu ikatan sosial dan spasial yang kuat. Percampuran kebudayaan dalam skala kecil akan terjadi pada pasar tersebut. Penghuni perumahan sebagai masyarakat pendatang adalah masyarakat heterogen dengan asal suku, pekerjaan, pendidikan dan agama yang berbeda-beda berinteraksi dengan kehidupan agraris masyarakat pedesaan yang relatif homogen. Kepentingan ekonomi menjadi media untuk saling mengenal dan memahami kondisi masing-masing. Melalui perbincangan sambil lalu disela- sela serunya tawar menawar antara penjual dan pembeli, masyarakat perkampungan mengenal siapa pelanggannya, darimana berasal agama serta taraf perekonomiannya. Bahkan dialek bahasa asalpun bertukar dalam pergaulan tersebut. Kesetaraan dalam interaksi di pasar mendorong keterbukaan dan saling pengertian diantara warga perkampungan dengan warga perumahan.
PENUTUP Pada pasar lingkungan aktifitas lebih penting dari wadah resmi pasar tersebut. Setting pasar lebih perperan daripada bentuknya. Mobilisasi dan fleksibilitas pasar cukup besar. Pasar terselenggara karena hubungan saling menguntungkan antara masyarakat perkampungan dan masyarakat perumahan. Interaksi di pasar mendorong percampuran kebudayaan kebudayaan yang dibawa pelaku (penjual dan pembeli) sehingga menimbulkan pemahaman dan saling pengertian. Pasar lingkungan memberikan peluang interaksi dalam kesetaraan dan keterbukaan, menghilangkan kesenjangan.
DAFTAR PUSTAKA Geertz, Cliffort, 1977, Penjaja dan Raja, Gramedia, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, Jakarta.
Setioko, Bambang, 2010, Integrasi Ruang Perkotaan di Kelurahan Meteseh, PDTAP Undip, Semarang, Disertasi, tidak dipublikasikan.
Wiryomartono, Bagoes, 1995, Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia, Gramedia, Jakarta.
Sardjono, Agung Budi, 2011, Pasar di Lingkungan Pemukiman, modul vol 11. Universitas Diponegoro. Semarang.
Abstrak Pelaksanaan kegiatan proyek konstruksi merupakan rangkaian mekanisme kegiatan yang kompleks. Oleh karena itu dilakukan analisis pengendalian tentang biaya dan waktu pelaksanaan berdasarkan kinerja proyek agar diketahui prakiraan biaya dan waktu kegiatan proyek yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prakiraan total biaya dan waktu dalam menyelesaikan proyek dengan menggunakan metode Konsep Earned Value. Suatu metode pengendalian pelaksanaan pekerjaan yang dapat mengungkapkan atau mendeteksi penyimpangan yang terjadi sedini mungkin. Ada tiga parameter dasar yang digunakan dalam metode ini yaitu ACWP/ Actual Cost of Work Performed (Biaya Aktual Pekerjaan), BCWP/ Budgeted Cost of Work Performed (Biaya Pengeluaran Pada saat Pelaporan), BCWS/ Budgeted Cost of Work Scheduled (Biaya Pengeluaran Menurut Perencanaan). Dengan menggunakan ketiga parameter yang diperoleh pada saat pelaporan tersebut, maka dapat diketahui prakiraan total biaya dan waktu penyelesaian proyek Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Konsep Earned Value dari setiap pelaporan dari bulan ke-1 hingga bulan ke-5 diperoleh bahwa prestasi pekerjaan proyek dapat dikatakan baik, hal ini terlihat dari nilai Varian Biaya (CV) dan Varian Jadwal (SV) yang selalu bernilai positif serta nilai Indeks Kinerja Biaya (CPI) dan Indeks Kinerja Jadwal (SPI) yang selalu bernilai satu atau lebih dari satu, parameter ini menunjukkan bahwa biaya aktual proyek lebih kecil dari anggaran dan waktu penyelesaian pekerjaan lebih cepat dari jadwal yang direncanakan.
Kata Kunci : Pengendalian, Konsep Earned Value, ACWP, BCWP, BCWS, Kinerja Proyek.
PENDAHULUAN Latar Belakang Perencanaan pengendalian biaya dan waktu merupakan bagian dari manajemen proyek konstruksi secara keseluruhan. Selain penilaian dari segi kualitas, prestasi suatu proyek dapat pula dinilai dari segi biaya dan waktu. Biaya yang telah dikeluarkan dan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan harus diukur terus-menerus penyimpangannya terhadap rencana. Pelaksanaan kegiatan proyek dalam hal ini proyek konstruksi merupakan rangkaian mekanisme kegiatan atau pekerjaan yang rumit dan saling tergantung satu sama lainnya. Selain itu, sifat pekerjaannya sangat terurai, terbagi-bagi, terpisah-pisah sesuai dengan karakteristik dan profesi pekerjaannya. Pada kenyataanya, tidak pernah dijumpai suatu proyek yang semua kegiatannya berjalan sesuai dengan perencanaan dasar (berupa anggaran, jadwal, penetapan standar mutu, organisasi pelaksana, pengisian personil, serta urutan langkah pelaksanaan pekerjaan), terutama
1 Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Palangka Raya 2 Tenaga Sipil pada Biro Kontraktor Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
30 ISSN 1907 - 8536
bagi proyek besar dan kompleks. Hal ini disebabkan antara lain pada waktu menyusun perencanaan sebagian besar didasarkan atas asumsi keadaan yang akan datang. Dalam kegiatan proyek diperlukan sistem pengendalian yang dilengkapi dengan metode yang dapat segera memberikan petunjuk atau mengungkapkan adanya penyimpangan. Mengidentifikasi penyimpangan berarti menganalisa data-data pelaporan pelaksanaan kegiatan pada waktu tertentu dan membandingkannya dengan yang telah direncanakan. Untuk itu diperlukan metode pengendalian yang tepat, agar dapat mengungkapkan penyimpangan sedini mungkin. Metode yang dimaksud misalnya Konsep Earned Value. Konsep Earned Value merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pengelolaan proyek, khususnya pengendalian biaya dan waktu. Metode Konsep Earned Value ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan efektifitas dalam pemantauan dan pengendalian kegiatan proyek. Oleh karena itu, maka topik yang diambil untuk penelitian tugas akhir ini yaitu mengenai analisis proyek pembangunan Bundaran Seth Adjie Kota Palangka Raya khususnya analisis biaya dan waktu dengan menggunakan Konsep Earned Value.
Rumusan Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana hasil analisis biaya dan waktu dengan menggunakan metode Konsep Earned Value berdasarkan hasil kinerja kegiatan proyek? 2. Bagaimana prakiraan biaya dan waktu penyelesaian proyek dengan menggunakan metode Konsep Earned Value?
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hasil analisis biaya dan waktu dengan menggunakan metode Konsep Earned Value. 2. Mengetahui prakiraan total biaya dan waktu dalam penyelesaian proyek. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak terkait sehingga diharapkan proyek dapat berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak, terutama mengenai anggaran dan waktu pelaksanaan proyek. 2. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai pengendalian biaya dan waktu khususnya dengan metode Konsep Earned Value.
DASAR TEORI
Konsep Earned Value atau konsep nilai hasil merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pengelolaan proyek yang mengintegrasikan biaya dan waktu. Konsep ini menghitung besarnya biaya yang menurut anggaran sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan.
Metode ini banyak digunakan selain karena dapat memantau dan mengendalikan biaya dan waktu juga mampu menunjukkan kinerja dari kegiatan yang dilaksanakan, metode ini juga dapat dikembangkan untuk membuat prakiraan atau proyeksi keadaan masa depan proyek. Prakiraan ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa kecenderungan yang ada dan terungkap pada saat pelaporan terus berlangsung. Keterangan semacam ini, yaitu memberitahukan proyeksi masa depan hasil penyelenggaraan proyek, merupakan masukan yang sangat berguna bagi pengelola maupun pemilik proyek karena dengan demikian dapat disusun langkah-langkah yang perlu dihadapi. (Subrata,2005) Menurut Ervianto (2004), ada tiga parameter dasar yang menjadi acuan dalam menganalisa kinerja dari proyek berdasarkan konsep Earned Value adalah: a) BCWS ( Budgeted Cost For Work Schedule) BCWS merupakan anggaran biaya yang telah direncanakan berdasarkan jadwal pelaksanaan proyek. Untuk setiap periode yang diinginkan, anggaran biaya pada jadwal pekerjaan dihitung dengan menjumlahkan seluruh anggaran paket pekerjaan. b) BCWP (Budgeted Cost For Work Performance) BCWP atau Earned Value adalah anggaran biaya dari seluruh aktual pekerjaan yang sudah dilaksanakan sepanjang periode konstruksi. Biaya ini dapat dihitung pada masing-masing periode atau pada jumlah kumulatifnya. c) ACWP (Actual Cost For Work Performance) ACWP adalah biaya aktual yang dikeluarkan untuk penyelesaian pekerjaan pada periode waktu yang bersangkutan. Biaya aktual didapat dari laporan-laporan pada periode tertentu.
Varian Biaya dan Varian Jadwal Varian biaya (cost variant) adalah penyimpangan antara biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan biaya yang telah dikeluarkan. Bila varian biaya bernilai positif berarti proyek mengalami keuntungan disebut cost underrun, bernilai negatif berarti proyek mengalami kerugian disebut cost overrun, sedangkan nol menunjukkan pekerjaan terlaksana sesuai dengan biaya. (Siagian, 2005) Varian biaya dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini : CV = BCWP - ACWP (Soeharto,1995) Varian jadwal (Scheduled Variant) adalah penyimpangan biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan anggaran yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Varian jadwal bernilai positif berarti pelaksanaan lebih cepat dari rencana, bernilai negatif berarti pelaksanaan mengalami keterlambatan, sedangkan nol menunjukkan pelaksanaan sesuai dengan jadwal yang ditentukan. (Siagian,2005) Varian jadwal dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini : SV = BCWP BCWS (Soeharto,1995)
Tabel Analisis Varian Terpadu Varian Jadwal SV = BCWP - BCWS Varian Biaya CV = BCWP ACWP Keterangan Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
32 ISSN 1907 - 8536
Nol Positif Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran Positif Nol Pekerjaan terlaksana dengan biaya sesuai anggaran dan pelaksanaan pekerjaan lebih cepat dari jadwal Nol Nol Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dan biaya pengeluaran sesuai dengan anggaran Negatif Negatif Pekerjaan terlaksana terlambat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih besar dari anggaran Nol Negatif Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih besar dari anggaran Negatif Nol Pekerjaan terlaksana terlambat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran sesuai dengan anggaran Positif Negatif Pekerjaan terlaksan lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih besar dari anggaran (Sumber : Soeharto,1995)
METODE PELAKSANAAN Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Sekunder Data sekunder adalah data penunjang yang diperoleh dari informasi yang telah dihimpun baik dari lokasi dilaksanakannya penelitian, maupun data arsip perusahaan yang menyangkut objek penelitian. Data yang diperoleh di lapangan adalah laporan keuangan proyek, rencana kerja berupa kurva S, laporan presentase penyelesaian fisik proyek pada setiap pelaporan. 2. Studi Kepustakaan Studi pustaka memberikan referensi mengenai masalah yang akan dipecahkan sekaligus memberikan metode pemecahan masalah yang dijadikan objek. Referensi mengenai pengendalian biaya, dan waktu proyek, digunakan metode Konsep Earned Value sebagai metode penyelesaian masalah penelitian. Pengolahan Data dan Pembahasan Pengolahan data atau analisis dengan menggunakan metode Konsep Earned Value, sehingga dapat diketahui apakah waktu dan biaya pelaksanaan kegiatan selama pelaporan sesuai standar yang direncanakan. Kemudian hasil perhitungan tersebut akan dibahas dalam pembahasan. Analisis dan pembahasan pada penelian ini dijelaskan secara umum, sebagai berikut : Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 33
1. Analisis data antara lain prestasi yang direncanakan dengan prestasi realisasi selama bulan pelaporan, waktu rencana kegiatan, nilai kontrak serta biaya aktual tiap bulan pelaporan sebagai variabel yang perlu dipersiapkan sebelum dilakukan pembahasan. 2. Berdasarkan nilai kontrak, prestasi rencana, dan prestasi realisasi kumulatif, dilakukan perhitungan nilai hasil (BCWP) pada tiap waktu pelaporan. Penelitian ini menggunakan data pelaporan dalam periode bulanan. 3. Dari nilai anggaran yang direncanakan (BCWS) dan nilai biaya aktual (ACWP), serta nilai hasil (BCWP) maka didapat nilai varian biaya (CV) dan varian jadwal (SP) terpadu pada tiap bulan pelaporan 4. Menentukan nilai indeks kinerja biaya (CPI) dan indeks kinerja jadwal (SPI) pada tiap waktu pelaporan. 5. Berdasarkan nilai indeks kinerja biaya dan jadwal, serta analisis yang diperoleh pada saat pelaporan maka dapat dibuat prakiraan biaya dan jadwal penyelesaian proyek. 6. Dilakukan tinjauan perkembangan proyek selama bulan pelaporan berdasarkan analisis yang dilakukan untuk kemudian dilakukan kontrol kondisi akhir proyek (pelaporan bulan ke-5).
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Konsep Earned Value ( Konsep Nilai Hasil ) Pada proyek pembangunan Bundaran Seth Adjie Kota Palangka Raya, nilai kontrak sebesar Rp. 442.750.000,00 dengan lama pekerjaan 150 hari kalender. Data pelaporan prestasi dan biaya disajikan dalam periode bulanan. Untuk melihat prestasi pekerjaan keseluruhan proyek diambil data selama 5 periode pelaporan. Data anggaran didapat dari jumlah persentase bobot pekerjaan yang harus dicapai dikalikan dengan rencana anggaran biaya proyek. Berdasarkan fakta kondisi di lapangan maka terjadi pekerjaan tambah kurang untuk kegiatan pekerjaan selanjutnya. Namun hal ini tidak berpengaruh terhadap total biaya dan waktu yang direncanakan. Sebagai contoh pekerjaan drainase galian tanah biasa yang mengalami kurang bobot dari 144 m 3 menjadi 126,44 m 3 , serta kelebihannya dialihkan kepekerjaan tambahan, dapat dilihat pada lampiran laporan kemajuan bulan ketiga dan bulan selanjutnya.
Perhitungan Nilai Hasil Kegiatan pekerjaan pada bulan ke-1 adalah pekerjaan pendahuluan yang terdiri dari pekerjaan pembersihan lahan, pembuatan bangsal, pembuatan papan nama proyek, serta pengukuran dan pasang bouwplank. Adapun total persentase prestasi kegiatan pekerjaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Penyelesaian Fisik Proyek saat Pelaporan Bulan 1 Uraian Prestasi (%) Prestasi Rencana Kumulatif Bulan I Prestasi Realisasi Kumulatif Bulan I 1,516 1,516 (Sumber: Laporan Bulanan CV. Widya Wacana)
Prestasi Rencana Kumulatif Bulan 1 = 1,516 BCWS = Nilai Kontrak x % Prestasi = Rp. 442.750.000,00 x 1,516 % = Rp. 6.712.090,00
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
34 ISSN 1907 - 8536
Prestasi Realisasi Kumulatif Bulan1 = 1,516 BCWP = Nilai Kontrak x % Prestasi = Rp. 442.750.000,00 x 1,516 % = Rp. 6.712.090,00 Dari hasil perhitungan nilai hasil atau BCWP sebesar Rp. 6.712.090,00 sama dengan nilai anggaran atau BCWS. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan kegiatan bulan kesatu telah selesai dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan. Untuk bulan selanjudnya dihitung dengan cara yang sama.
Perhitungan Varians Biaya dan Jadwal Terpadu Varians biaya (CV) dan jadwal (SV) terpadu didapat dengan rumus: CV = BCWP ACWP SV = BCWP BCWS Perhitungan varians biaya dan jadwal terpadu bulan ke-1 dapat dilihat pada Tabel berikut : Nilai Hasil Pelaporan Bulan 1 Data Nilai Anggaran (BCWS) Nilai Hasil (BCWP) Rp. 6.712.090,00 Rp. 6.712.090,00 (Sumber: Hasil Perhitungan)
Perhitungan varian biaya dan jadwal terpadu di atas menunjukkan bahwa pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran. Untuk bulan selanjudnya dihitung dengan cara yang sama.
Perhitungan Indeks Kinerja Biaya dan Jadwal Untuk menghitung besarnya indeks kinerja biaya dan indeks kinerja jadwal, digunakan rumus : Indeks Kinerja Biaya (CPI) = ACWP BCWP
Indeks Kinerja Jadwal (SPI) = BCWS BCWP
Perhitungan indeks kinerja biaya dan jadwal bulan ke-1 dapat dilihat sebagai berikut : CPI = ACWP BCWP
= 1 Perhitungan indeks kinerja biaya (CPI) dan indeks kinerja jadwal (SPI) di atas menunjukkan bahwa biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran dan pelaksanaan kegiatan proyek bulan ke-1 telah selesai dilaksanakan sesuai jadwal. Untuk bulan selanjudnya dihitung dengan cara yang sama.
Proyeksi Biaya dan Jadwal Penyelesaian Berdasarkan hasil analisis indikator yang diperoleh pada saat pelaporan, maka dapat dibuat prakiraan biaya dan jadwal penyelesaian proyek dimana nantinya akan memberikan petunjuk tentang prakiraan total biaya sampai dengan akhir proyek (BEAC) dan petunjuk tentang prakiraan total waktu sampai dengan akhir proyek (SEAC).
Aspek Biaya Bulan ke-1 Anggaran keseluruhan = Nilai Kontrak = Rp. 442.750.000,00
Anggaran untuk pekerjaan tersisa : = Nilai Kontrak BCWP = Rp. 442.750.000,00 Rp. 6.712.090,00 = Rp. 436.037.910,00
Prakiraan Biaya Pekerjaan Tersisa dihitung dengan rumus sebagai berikut : BETC = CPI BCWP Kontrak Nilai
= 081 , 1 00 6.712.090, . Rp 00 , 000 . 750 . 442 . Rp
= Rp. 403.365.319,00
Prakiraan Total Biaya sampai Akhir Proyek dihitung dengan rumus sebagai berikut : BEAC = BETC + ACWP BEAC = Rp. 403.365.319,-+Rp. 6.208.300,- BEAC = Rp. 409.573.619,00
Berdasarkan proyeksi biaya bulan ke-1 perhitungan prakiraan total biaya sampai akhir proyek diperoleh Rp. 409.573.619,- , hal ini berarti bahwa total biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari anggaran (nilai kontrak).
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
36 ISSN 1907 - 8536
2. Aspek Waktu Bulan ke-1 Waktu rencana = 150 hari Waktu Pelaporan = tgl. 26 s/d 30 April = 5 hari Waktu pekerjaan tersisa : = Rencana Waktu Pelaporan = 150 5 = 145 hari
Prakiraan Waktu Pekerjaan Tersisa dihitung dengan rumus sebagai berikut : SETC = SPI Pelaporan Waktu ncana Re = 1 hari 5 hari 150
= 145 hari Perkiraan Total Waktu sampai Akhir Proyek dihitung dengan rumus sebagai berikut : SEAC = SETC + Waktu Pelaporan = 145 hari + 5 hari = 150 hari Berdasarkan proyeksi jadwal bulan ke-1 perhitungan prakiraan total waktu sampai akhir proyek diperoleh 150 hari kalender, hal ini berarti bahwa total waktu yang digunakan untuk menyelesaikan proyek sama dengan jadwal (150 hari kalender).
Tinjauan Perkembangan Proyek Selama Bulan Pelaporan Dalam Tabel berikut akan disajikan hasil perhitungan BCWP, BCWS dan ACWP selama pelaporan bulan 1, 2, 3, 4 dan 5 sehingga diperoleh nilai CV, SV, CPI, SPI, BEAC dan SEAC. Hasil Perhitungan Perkembangan Proyek Selama Bulan Pelaporan Keterangan Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Bulan 5 BCWP (Rp) 6.712.090 192.799.915 339.571.540 378.716.640 442.750.000 ACWP (Rp) 6.208.300 139.430.900 274.919.400 342.874.000 409.544.100 BCWS (Rp) 6.712.090 183.134.683 308.264.688 364.489.510 366.787.383 CV (Rp) 503.790 53.369.015 64.652.140 35.836.640 33.205.900 SV (Rp) 0 9.665.232 31.306.852 14.221.130 75.962.617 CPI 1,081 1,383 1,235 1,039 1,081 SPI 1 1,053 1,102 1,039 1,207 BEAC (Rp) 409.573.619 320.161.258 358.464.712 400.822.742 409.544.100 SEAC (Rp) 150 145 143 149 149 (Sumber : Hasil Perhitungan)
Kondisi Proyek Berdasarkan Nilai CV dan SV Pelaporan Varians Biaya (CV) Varians Jadwal (SV) Keterangan Bulan ke-1 Positif Nol Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran Bulan ke-2 Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran. Bulan ke-3 Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran. Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 37
Bulan ke-4 Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran. Bulan ke-5 Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran. (Sumber : Hasil Perhitungan) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada bulan ke-1 indeks kinerja jadwal (SPI) = 1, artinya pelaksanaan kegiatan telah selesai dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan dan indeks kinerja biaya (CPI) > 1, artinya bahwa pengeluaran lebih kecil dari anggaran (proyek mendapatkan keuntungan). Pada bulan ke-2 sampai bulan ke-5 indeks kinerja jadwal (SPI) dan indeks kinerja biaya (CPI) bernilai > 1, berarti bahwa pelaksanaan pekerjaan lebih cepat dari jadwal rencana dan pengeluaran lebih kecil dari anggaran (proyek mendapatkan keuntungan).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data pada proyek pembangunan Bundaran Seth Adjie Kota Palangka Raya, maka diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis kinerja kegiatan proyek untuk bulan ke-1 diperoleh nilai indeks kinerja biaya (CPI) > 1 dan indeks kinerja waktu (SPI) = 1, menunjukkan bahwa biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran dan waktu penyelesaian proyek lebih cepat dari jadwal yang direncanakan. Sedangkan untuk bulan ke-2 sampai bulan ke-4 nilai indeks kinerja biaya (CPI) > 1 dan indeks kinerja jadwal (SPI) > 1, menunjukkan bahwa biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran pelaksanaan proyek, serta jangka waktu penyelesaian proyek lebih cepat dari jadwal yang direncanakan. 2. Hasil kontrol pelaksanaan proyek baik dalam hal biaya maupun waktu penyelesaian proyek sesuai dengan hasil analisis metode Konsep earned value pada pelaporan bulan ke-5 (akhir proyek) didapat prakiraan total waktu (SEAC) selama 149 hari kalender dan prakiraan total biaya (BEAC) sebesar Rp. 409.544.100,00. Sehingga dapat disimpulkan proyek mempunyai prestasi baik, pelaksanaan proyek selesai lebih cepat dari jadwal rencana dan biaya lebih kecil dari anggaran.
SARAN 1. Pengawasan pada setiap pekerjaan produktivitas tenaga kerja perlu lebih ditingkatkan agar dapat dicapai hasil yang maksimal. 2. Dengan melakukan analisis Earned Value (nilai hasil) maka pihak pelaksana proyek dapat memprakirakan total biaya dan waktu penyelesaian proyek. Sehingga waktu dan biaya pelaksanaan kegiatan selama pelaporan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
38 ISSN 1907 - 8536
DAFTAR PUSTAKA
Ervianto, Wulfram (2004), Teori Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit ANDI, Yogyakarta Mujahid A., Yusri, (2004), Teori Akhir : Teknik Pengukuran Prestasi Kerja untuk Pengendalian Dengan Metode Varian dan Konsep Nilai Hasil pada Proyek Rehab Ruas Jalan Semaras Sekarambut Kabupaten Kotabaru, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru Siagian, S.J. (2005), Tugas Akhir : Analisa Pengendalian Biaya, Waktu dan Kinerja Pembangunan Gedung Kantor PT. Jamsostek Cabang Palangka Raya Dengan Menggunakan Metode Konsep Nilai Hasil(Earned Value Concept), Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Soeharto, Imam, (1992), Manajemen Proyek Industri (Persiapan, Pelaksanaan, Pengelolaan), Penerbit Erlangga, Jakarta Soeharto, Imam, (1995), Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta Subrata, T. (2005), Tugas Akhir : Pengendalian Biaya Pada Tahap Pelaksanaan Untuk Meningkatkan Kinerja Biaya Akhir Proyek (Studi Kasus Pembangunan MIN Model Pahandut Seluas 533 m 2 ), Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA
Adelgrit Trisia 1
Abstrak Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja. Hampir tak ada tempat kerja yang sama sekali bebas dari sumber bahaya. Potensi bahaya di tempat kerja dapat ditemukan mulai dari bahan baku, proses kerja, produk dan limbah (cair, padat dan gas) yang dihasilkan. Dengan adanya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat membantu dalam menangani permasalahan tersebut. Oleh karena itu keberadaan K3 berupaya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja serta lingkungan hidup agar terwujud nuansa kerja yang aman, sehat dan selamat. Akan tetapi, semua itu tidak terlepas dari keikutsertaan atau partisipasi baik seluruh pekerja maupun pihak manajemen perusahaan.
Kata Kunci : keselamatan dan kesehatan kerja (k3), konstruksi bangunan, pencegahan
PENDAHULUAN Secara historis, keselamatan kerja telah banyak diperhatikan sejak zaman dahulu. Hammurabi, raja Babilonia pada tahun 2040 SM telah membuat dan memberlakukan suatu peraturan bangunan yang dikenal sebagai The Code of Hammurabi. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut antara lain: (a) apabila seseorang membuat bangunan dan bangunan tersebut runtuh sehingga menimbulkan korbanjiwa maka pembuat bangunan tersebut harus dihukum mati dan (b) apabila bangunan yang dibuat runtuh dan menimbulkan kerusakan pada hak milik orang lain maka pembuat bangunan harus mengganti semua kerusakan yang ditimbulkannya.
Sedangkan di Indonesia, keselamatan kerja sudah diadakan sejak zaman penjajahan Belanda, namun sasarannya lebih banyak ke hasil kerja dan alat-alat kerja dibanding memperhatikan pekerjanya. Program itu lebih dikenal dengan kerja paksa. Setelah merdeka, perhatian tentang keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan pekerja mulai banyak diperhatikan terbukti dari peraturan-peraturan dan undang-undang yang dihasilkan. Bersumber dari pasal 27 ayat 2 UUD 1945, terbit beberapa UU dan kemudian PP dan Keputusan Menteri, yang antara lain sebagai berikut. UU Kerja tahun 1951, UU Kecelakaan tahun 1951, PP tentang istirahat bagi pekerja tahun 1954, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Per Menaker No. 01/1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan, SKB Men PU dan Menaker No. 174/Men/1986 104/kpts/1986 tentang Keselamatan & Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, Keputusan MenPU No. 195/kpts/1989 tentang K3 pada tempat konstruksi di lingkungan PU, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja., Surat Edaran Menteri PU Nomor: 03/SE/M/2005 Perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah TA 2005. Dengan demikian mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya serta penyakit yang dapat ditimbulkan dari kondisi kerja. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.13 Tahun 2003 tentang
1 Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
40 ISSN 1907 - 8536
ketenagakerjaan. Ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja tersebut diatur dalam pasal 86 UU No.13 Tahun 2003 :
1. Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan dan kesehatan kerja b. moral dan kesusilaan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama 2. Untuk melindungi keselamatan pekerja / buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain tentang K3 ternyata UU juga menjelaskan tentang pelaksanaan SMK3 yang berupa paksaan diatur dalam pasal 87 :
1. setiap perusahaan wajib menerapkan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. 2. ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
ISI Kecelakaan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan Di Tempat Kerja Jenis kecelakaan pada beberapa bidang industri 3 Manufaktur (termasuk elektronik, produksi metal dan lain-lain)
1. terjepit, terlindas 2. teriris, terpotong 3. jatuh terpeleset 4. tindakan yg tidak benar 5. tertabrak 6. berkontak dengan bahan yang berbahaya 7. terjatuh, terguling 8. kejatuhan barang dari atas 9. terkena benturan keras 10. terkena barang yang runtuh, roboh Elektronik (manufaktur) 1. teriris, terpotong 2. terlindas, tertabrak 3. berkontak dengan bahan kimia 4. kebocoran gas 5. Menurunnya daya pendengaran,daya penglihatan Petrokimia (minyak dan produksi batu bara, produksi karet, produksi karet, produksi plastik) 1. terjepit, terlindas 2. teriris, terpotong, tergores 3. jatuh terpelest 4. tindakan yang tidak benar 5. tertabrak 6. terkena benturan keras Konstruksi 1. jatuh terpeleset 2. kejatuhan barang dari atas 3. terinjak 4. terkena barang yang runtuh, roboh 5. berkontak dengan suhu panas, suhu dingin Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 41
6. terjatuh, terguling 7. terjepit, terlindas 8. tertabrak 9. tindakan yang tidak benar 10. terkena benturan keras Produksi alat transportasi bidang reparasi 1. terjepit, terlindas 2. tertusuk, terpotong, tergores 3. terkena ledakan
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja Melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit. Arah keselamatan dan kesehatan kerja 1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan sebelumnya. 2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja 3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja 4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi. Faktor penyebab berbahaya yang sering ditemui 1. Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun. 2. Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dingin, lingkungan yang beradiasi pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal. 3. Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan penerangan yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh peralatan. Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja 1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara. 2. Pengendalian administrasi: mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat. 3. Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.
Penyebab Kecelakaan Kerja Menurut H. W. Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, pelaksanaan diklat keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dapat mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi lingkungan yang tidak aman.
Tujuan pelatihan K3 Agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan kemampuan mencegah kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang ada di tempat kerja dan menggunakan langkah pencegahan kecelakaan kerja
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
42 ISSN 1907 - 8536
Pencegahan kecelakaan kerja Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, sebelumnya harus dimulai dari pengenalan bahaya di tempat kerja, estimasi, tiga langkah pengendalian, dalam pengenalan bahaya perlu adanya konfirmasi keberadaan bahaya di tempat kerja, memutuskan pengaruh bahaya; dalam mengestimasi bahaya perlu diketahui adanya tenaga kerja di bawah ancaman bahaya pajanan atau kemungkinan pajanan, konfirmasi apakah kadar pajanan sesuai dengan peraturan, memahami pengendalian perlengkapan atau apakah langkah manajemen sesuai persyaratan; dalam pengendalian bahaya perlu dilakukan pengendalian sumber bahaya, dari pengendalian jalur bahaya, dari pengendalian tambahan terhadap tenaga kerja pajanan, menetapkan prosedur pengamanan. Keamanan dan kesehatan tenaga kerja Berdasarkan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pemilik usaha harus memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang diperlukan di tempat kerja. Selain peralatan keselamatan dan kesehatan di area kerja, juga ada peralatan perorangan. Pada saat perusahaan merekrut pekerja, harus memberikan pendidikan dan pelatihan keselamatan, kesehatan dan pencegahan kecelakaan, termasuk langkah-langkah keselamatan kerja, bahaya yang mungkin dihadapi, hal-hal yang perlu diperhatikan, jalan keselamatan, pertolongan darurat, pemadam kebakaran, dan lain-lain serta menjaga keselamatan kerja dan kesehatan fisik dan psikis.
Menurut Veithzal Rivai (2003) pemantauan kesehatan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
1. Mengurangi timbulnya penyakit. Pada umumnya perusahaan sulit mengembangkan strategi untuk mengurangi timbulnya penyakit-penyakit, karena hubungan sebab-akibat antara lingkungan fisik dengan penyakit- penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan sering kabur. Padahal, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih merugikan, baik bagi perusahaan maupun pekerja. 2. Penyimpanan catatan tentang lingkungan kerja. Mewajibkan perusahaan untuk setidak-tidaknya melakukan pemeriksaan terhadap kadar bahan kimia yang terdapat dalam lingkungan pekerjaan dan menyimpan catatan mengenai informasi yang terinci tersebut. Catatan ini juga harus mencantumkan informasi tentang penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan dan jarak yang aman dan pengaruh berbahaya bahan-bahan tersebut. 3. Memantau kontak langsung. Pendekatan yang pertama dalam mengendalikan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan adalah dengan membebaskan tempat kerja dari bahan-bahan kimia atau racun. Satu pendekatan alternatifnya adalah dengan memantau dan membatasi kontak langsung terhadap zat-zat berbahaya. 4. Penyaringan genetik. Penyaringan genetik adalah pendekatan untuk mengendalikan penyakit-penyakit yang paling ekstrem, sehingga sangat kontroversial. Dengan menggunakan uji genetik untuk menyaring individu-individu yang rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu, perusahaan dapat mengurangi kemungkinan untuk menghadapi klaim kompensasi dan masalah-masalah yang terkait dengan hal itu. Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang disebabkan oleh kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini meliputi penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh pernafasan, penyerapan, pencernaan, atau kontak langsung dengan bahan kimia beracun atau pengantar yang berbahaya (Dessler, 2007). Masalah kesehatan karyawan sangat beragam dan kadang tidak tampak. Penyakit ini Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 43
dapat berkisar mulai dari penyakit ringan seperti flu, hingga penyakit yang serius yang berkaitan dengan pekerjaannya. (Malthis dan Jackson, 2002). Schuler dan Jackson (1999) menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, bahaya-bahaya di lingkungan tempat kerja dikaitkan dengan kanker kelenjar tiroid, hati, paru-paru, otak dan ginjal; penyakit paru-paru putih, cokelat, dan hitam; leukimia; bronkitis; emphysema dan lymphoma; anemia plastik dan kerusakan sistem saraf pusat; dan kelainan- kelainan reproduksi (misal kemandulan, kerusakan genetik, keguguran dan cacat pada waktu lahir). Menurut Bennet Silalahi (1995) perusahaan mengenal dua kategori penyakit yang diderita tenaga kerja, yaitu:
1. Penyakit umum Merupakan penyakit yang mungkin dapat diderita oleh semua orang, dan hal ini adalah tanggung jawab semua anggota masyarakat, karena itu harus melakukan pemeriksaan sebelum masuk kerja. 2. Penyakit akibat kerja Dapat timbul setelah karyawan yang tadinya terbukti sehat memulai pekerjaannya. Faktor penyebab bisa terjadi dari golongan fisik, golongan kimia, golongan biologis, golongan fisiologis dan golongan psikologis. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna Dewi, 2006). Menurut Rizky Argama (2006), program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Dessler (1992) mengatakan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu: 1. Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk memperingan penderitaan karyawan dan keluarganya yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 2. Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan penyakit fatal. 3. Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
44 ISSN 1907 - 8536
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen. 3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi. 4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim. 5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan ras kepemilikan. 6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra perusahaan. 7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.
Menurut Robiana Modjo (2007), manfaat penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain:
1. Pengurangan Absentisme. Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka risiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera dan sakit akibat kerja pun juga semakin berkurang. 2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan. Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang benar- benar memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami cedera atau sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan/ kesehatan dari mereka. 3. Pengurangan Turnover Pekerja. Perusahaan yang menerapkan program K3 mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjadi merasa lebih bahagia dan tidak ingin keluar dari pekerjaannya. 4. Peningkatan Produktivitas.
Malthis dan Jackson (2002) menyebutkan, manfaat program keselamatan dan kesehatan kerja yang terkelola dengan baik adalah:
1. Penurunan biaya premi asuransi, 2. Menghemat biaya litigasi, 3. Lebih sedikitnya uang yang dibayarkan kepada pekerja untuk waktu kerja mereka yang hilang, 4. Biaya yang lebih rendah untuk melatih pekerja baru. 5. Menurunnya lembur, 6. Meningkatnya produktivitas.
Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan. b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan. d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian kejadian lain yang berbahaya. e. Memberi pertolongan pada kecelakaan. f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu,kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran. Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 45
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,peracunan, infeksi dan penularan. i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik. k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup. l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang. o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang. q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Pedoman Praktis Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Bidang Kontruksi
1. Alat Pelindung Diri (APD) GUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Penutup Kepala/Helm Kacamata Pelindung Masker Identitas (ID) Baju Lengan Panjang Sarung Tangan Sabuk Keselamatan Sepatu Keselamatan
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
50 ISSN 1907 - 8536
KESIMPULAN Penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan Dengan demikian mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya serta penyakit yang dapat ditimbulkan dari kondisi kerja. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok- pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja tersebut diatur dalam pasal 86 UU No.13 Tahun 2003.
DAFTAR PUSTAKA
Endroyo B. Peranan Manajemen K3 Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja Konstruksi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Materi Pelajaran Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja Asing - Bidang Konstruksi
Kusuma I J. Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatankerja Karyawan Pt. Bitratex Industries Semarang
Suparno. Kajian Pemilihan Jenis Bahan Perancah Beton Pada Pembangunan Gedung Bertingkat. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang
ILO. Pedoman Praktis Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Bidang Kontruksi. Kantor Perburuhan Internasional, 2005
PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA BUKIT TANGKILING BERBASIS MASYARAKAT
Yesser Priono, M.Sc 1
Abstrak Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling merupakan salah satu destinasi pariwisata yang menjadi daya tarik wisata di kota Palangka Raya Kalimantan Tengah dengan konsep ekowisatanya. Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling dalam konstelasi produk wisata Kalimantan Tengah memegang peranan penting yang sangat signifikan karena merupakan pintu gerbang pariwisata di kota Palangka Raya Kalimantan Tengah. Kawasan taman wisata alam Bukit Tangkiling merupakan salah satu obyek unggulan kategori ekowisata di Kalimantan Tengah karena merupakan kawasan konservasi yang dilindungi. Konsep yang memanfaatkan kecenderungan pasar back to nature ini merupakan usaha pelestarian keanekaragaman hayati dengan menciptakan kerja sama yang erat antara masyarakat yang tinggal disekitar kawasan yang perlu dilindungi dengan industri pariwisata. Dalam mengembangkan ekowisata di Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling. Yang perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan pariwisata yang berbasis masyarakat berdasarkan konsep ekowisata adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia dan ketrampilan masyarakat lokal di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling.
Kata Kunci : Bukit Tangkiling, Ekowisata, Berbasis Masyarakat.
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu pengelolaan hutan yang diyakini baik oleh para pakar pembangunan maupun konservasi mampu memberikan manfaat ekonomi, budaya dan sosial secara berkelanjutan adalah pengembangan eco-tourism. Ecotourism adalah salah satu mekanisme pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Ecotourism merupakan usaha untuk melestarikan kawasan yang perlu dilindungi dengan memberikan peluang ekonomi kepada masyarakat yang ada disekitarnya. Konsep yang memanfaatkan kecenderungan pasar back to nature ini merupakan usaha pelestarian keanekaragaman hayati dengan menciptakan kerja sama yang erat antara masyarakat yang tinggal disekitar kawasan yang perlu dilindungi dengan industri pariwisata. Ecotourism adalah gabungan antara konservasi dan pariwisata di mana pendapatan yang diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan kepada kawasan yang perlu dilindungi untuk perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati serta perbaikan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya. Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling dalam konstelasi produk wisata Kalimantan Tengah memegang peranan penting yang sangat signifikan karena merupakan pintu gerbang pariwisata di kota Palangka Raya Kalimantan Tengah. Kawasan taman wisata alam Bukit Tangkiling merupakan salah sato obyek unggulan kategori ekowisata di Kalimantan Tengah karena merupakan kawasan konservasi yang dilindungi. Oleh karena itu daya tarik wisata Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling perlu dijaga karakter maupun kualitas obyek wisata, sehingga benar- benar mampu mewakili kekhasan produk ekowisata di Palangka Raya pada khususnya dan Kalimantan Tengah pada umumnya.
1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
52 ISSN 1907 - 8536
Dalam kaitan inilah, upaya-upaya pengembangan produk dan konservasi kawasan ekowisata diperlukan agar daya tarik Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling dan sekitarnya dapat dikembangkan lagi. Hal tersebut sangat penting agar pengembangan kawasan-kawasan lain di sekitarnya mampu memberikan manfaat dalam pengembangan wilayah maupun peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat setempat.
TINJAUAN TEORI Definisi Ekowisata Rumusan Ekowisata pertama kali dikemukan oleh dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain pada tahun 1987 yaitu sebagai berikut : "Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas." "Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini." Kemudian pada awal tahun 1990 disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) yaitu sebagai berikut: "Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the environment and improves the welfare of local people." "Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Westren dalam Fandeli (1998) mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan bertanggungjawab ke wilayahwilayah alami yang melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Fennell (1999) mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk berkelanjutan berbasis sumber daya alam pariwisata yang berfokus terutama pada mengalami dan belajar tentang alam, dan yang berhasil etis dampak rendah, non-konsumtif dan berorientasi lokal (kontrol, manfaat dan keuntungan dan skala).
Prinsip Pengembangan Ekowisata Secara konsepsual, ekowisata merupakan suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sehingga memberi manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Secara konseptual ekowisata menekankan pada prinsip dasar sebagai berikut yang terintergrasi : 1. Prinsip konservasi Pengembangan ekowisata harus mampu memelihara, melindungi dan atau berkontribusi untuk memperbaiki sumber daya alam. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhdap pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan. a. Prinsip Konservasi Alam Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian alam serta pembangunan harus mengikuti kaidah ekologis. Kriteria Konservasi Alam antara lain : Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 53
1. Memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui permintakatan (zonasi). 2. Mengelola jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan. 3. Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya. 4. Memanfaatkan sumber daya secara lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata. 5. Meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan. 6. Mengelola usaha secara sehat. b. Prinsip Konservasi Budaya Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. Criteria Konservasi Budaya antara lain : 1. Menerapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata. 2. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak lainnya (multi stakeholders dalam penyusunan kode etik wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata. 3. Melakukan pendekatan, meminta saran-saran dan mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses pengembangan ekowisata. 4. Melakukan penelitian dan pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai bagian terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. 2. Prinsip partisipasi masyarakat Pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai social budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat setempat di sekitar kawasan. Kriteria : a. Melakukan penelitian dan perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata. b. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. c. Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata. d. Memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bias menerima atau menolak pengembangan ekowisata. e. Menginformasikan secara jelas dan benar konsep dan tujuan pengembangan ekowisata. f. Membuka kesempatan untuk melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multi- stakeholders) dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. g. Membentuk kerjasama dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan yang berlaku. 3. Prinsip ekonomi Pengembangan ekowisata harus mampu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya untuk memastikan bahwa daerah yang masih alami dapat mengembangkan pembangunan yang berimbang (balance development) antara kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak. Pengembangan Ekowisata juga harus mampu memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat setempat dan berkelanjutan. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
54 ISSN 1907 - 8536
Kriteria : a. Membuka kesempatan kepada masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelaku-pelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif. b. Memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan usaha ekowisata untuk kesejahteraan penduduk setempat. c. Meningkatkan ketrampilan masyarakat setempat dalm bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata. d. Menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya. e. Meningkatkan pendapatan masyarakat. 4. Prinsip edukasi Pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah sikap atau perilaku seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan. Pengembangan ekowisata juga harus meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya, serta memberikan nilai tambah dan pengetahuan bagi pengunjung, masyarakat dan para pihak yang terkait. Kriteria : Pengembangan dan produk ekowisata harus : a. Mengoptimalkan keunikan dan kekhasan daerah sebagai daya tarik wisata. b. Memanfaatkan dan mengoptimalkan pengetahuan tradisional berbasis pelestarian alam dan budaya serta nilai-nilai yang dikandung dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sebagai nilai tambah. c. Mengoptimalkan peran masyarakat sebagai interpreter lokal dari produk ekowisata. d. Memberikan pengalaman yang berkualitas dan bernilai bagi pengunjung. e. Dikemas ke dalam bentuk dan teknik penyampaian yang komunikatif dan inovatif. 5. Prinsip wisata Pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan pengalaman kepada pengunjung untuk memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan. Selain itu pengembangan ekowisata juga harus mampu menciptakan rasa aman, nyaman dan memberikan kepuasan serta menambah pengalaman bagi pengunjung. Kriteria : a. Mengoptimalkan keunikan dan kekhasan daerah sebagai daya tarik wisata. b. Membuat Standar Prosedur Operasi (SPO) untuk pelaksanaan kegiatan di lapangan. c. Menyediakan fasilitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan pengunjung, kondisi setempat dan mengoptimalkan kandungan material lokal. d. Memprioritaskan kebersihan dan kesehatan dalam segala bentuk pelayanan, baik fasilitas maupun jasa. e. Memberikan kemudahan pelayanan jasa dan informasi yang benar. f. Memprioritaskan keramahan dalam setiap pelayanan. J. Stphen, Page dan Dowling K. Ross (2000) meringkas konsep dasar ekowisata menjadi lima prinsip inti. Mereka termasuk yang berbasis alam, berkelanjutan secara ekologis, lingkungan edukatif, dan lokal wisatawan bermanfaat dan menghasilkan kepuasan. a) Nature based (Berbasis alam) Pengembangan ekowisata ecotourism didasarkan pada lingkungan alam dengan focus pada lingkungan biologi, fisik dan budaya. b) Ecologically sustainable (Berkelanjutan secara ekologis) Ecotourism dapat memberikan acuan terhadap pariwisata secara keseluruhan dan dapat membuat ekologi yang berkesinambungan. Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 55
c) Environmentally educative (Pendidikan Lingkungan) Pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan atau perilaku seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan. d) Locally beneficial (Manfaat bagi Masyarakat Lokal) Pengembangan ecotourism harus dapat menciptakan keuntungan yang nyata bagi masyarakat sekitar. Pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai social budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar kawasan. e) Generates tourist satisfaction (Menghasilkan kepuasan wisatawan) Pengembangan ekowisata harus mampu memberikan kepuasan pengalaman kepada pengunjung untuk memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.
Selama lima prinsip diatas, dalam penerapan pengembangan ekowisata, juga diharuskan bagi para pengelola dan pengembang untuk memperhatikan aspek legalitas di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional, serta mengembangkan pola kemitraan antar pihak. 1. Aspek Legalitas Memperhatikan perjanjian, peraturan, perundang-undangan khususnya di tingkat lokal, regional dan nasional, maupun internasional. Kriteria memperhatikan : a. Peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat setempat maupun peraturan adat. b. Peraturan-peraturan tentang tata ruang di tingkat daerah, propinsi dan nasional. c. Peraturan-peraturan/undang-undang kepariwisataan yang berlaku di tingkat Daerah, Propinsi dan Nasional. d. GBHN Pariwisata e. Peraturan-peraturan/undang-undang lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam. f. Dokumen-dokumen internasional yang mengikat (Agenda 21, Habitat Agenda, Sustainable Tourism, dsb). g. Sanksi atas pelanggaran dan secara konsekuen melaksanakannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
2. Kemitraan Konsep ekowisata pada dasarnya mendorong adanya kerjasama antara pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu pola-pola kemitraan antara pemerintah, swasta, LSM dan masyarakat perlu terus ditingkatkan. Kerjasama yang lebih sinergi, adaftif antara pelaku ekowisata merupakan hal yang esensial untuk mendorong keberhasilan pengembangan ekowisata di Indonesia.
PROFIL TAMAN WISATA ALAM BUKIT TANGKILING Letak Geografis Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah. Secara administrasi pemerintahan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling berada di Wilayah Desa Tangkiling dan Desa Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kotamadya Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling terletak antara 11330 - 11345 BT sampai dengan 0145 - 0200 LS. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
56 ISSN 1907 - 8536
Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI nomor ; 046/Kpts/Um/1/1977 pada tanggal 25 Januari 1997 dengan luas 533 Ha.
Topografi Keadaan topografi Kawasan Bukit Tangkiling bervariasi mulai dari dataran rendah yang landai, bergelombang hingga berbukit dengan kelerengan yang sangat curam/terjal sekitar 2% - 45%, dengan ketinggian tempat 25 170 meter dari permukaan laut. Pada masing-masing kondisi topografi memiliki kekhasan penutupan lahan mulai dati tipe hutan rawa, hutan hujan tropika dataran rendah, padang rumput dan hutan hujan tropika perbukitan. Berdasarkan kenampakan vegetasinya merupakan hutan sekunder dan sebagian hutan tanaman. Dengan kondisi bentang alam yang demikian, kedua kawasan tersebut terlihat berbeda secara menyolok dibandingkan dengan bentang alam di sekitar Kota Palanga Raya yang umumnya berupa hamparan pasir kuarsa maupun lahan gambut dengan vegetasi belukar rawa. Terdapat 5 (lima) bukit dalam kawasan ini yaitu : Bukit Tangkiling, Bukit Baranahu, Bukit Liau, Bukit Buhis, dan Bukit Batu/Tunggal.
Tanah dan Geologi Jenis tanah didominasi tanah litosol-podsolik berwarna coklat kekuning-kuningan yang termasuk jarang ditemui di sekitar Kota Palangka Raya dan sebagian lainnya berupa tanah berpasir kuarsa. Secara geologi kawasan ini di deskripsikan tersusun atas Batuan Kwarter dan Meosen Atas. Gambar 1. Peta Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling Sumber : Masterplan Pariwisata Kota Palangka Raya Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 57
Atraksi Objek wisata ini dinilai memiliki daya tarik tersendiri karena menyimpan banyak spicies flora dan fauna. Sebagian besar Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling termasuk tipe ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah / hutan rawa. Jenis tumbuhan hutan hujan tropika dataran rendah seperti : Pelawan (Tristania obovata), Meranti (Shorea sp), Tengkawang (Shorea spp), Geronggang (Cratoxylon arborescens) dan lain-lain. Jenis satwa yang berada di Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling antara lain : Buaya sapit (Tomistoma schlenegelli), Burung Tekukur (Streptillia chinensis), Burung Cucak rowo (Pycnonotus zeylanicus) dan lain-lain. Kawasan Taman Wisata Alam Tangkiling merupakan kawasan tangkapan air (catchment area), walaupun tidak terdapat sungai di kawasan ini, namun secara hidrologis keberadaan kawasan ini sangat mempengaruhi proses ketersediaan air bagi di daerah di sekitarnya. Selain itu secara orografis diketahui bahwa kawasan ini memiliki peluang hujan yang cukup tinggi dibandingkan wilayah-wilayah lain di Kota Palangka Raya. Kawasan TWA Bukit Tangkiling memiliki tipe ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah. Dilihat dari dominansi jenis penyusun, sudah terjadi perubahan secara ekologi pada kawasan ini, dimana telah terjadi invasi jenis eksotik (Accacia mangium) untuk beberapa daerah yang relatif terbuka. Beberapa obyek dan daya tarik wisata yang terdapat di kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling ini sampai saat ini walaupun belum terdapat pengelolaan wisata alam yang intensif, kenyataannya hampir setiap hari kawasan ini dikunjungi oleh orang untuk tujuan berwisata. Beberapa atraksi menarik yang terdapat di dalam kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling antara lain : Batu Banama Batu Banama merupakan salah satu situs budaya yang mempunyai nilai sejarah yang menjadi daya tarik wisata pada kawasan Bukit Tangkiling. Obyek wisata ini terletak sekitar 35 Km dari pusat Palangka Raya, dengan waktu tempuh kira- kira 50 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Obyek wisata Batu Banama ini menawarkan panorama alam yang indah juga di kategorikan sebagai wisata budaya, karena pada areal lokasi Cagar Alam Batu Banama ini terdapat Ritus Kaharingan, Pura Agung Sali Paseban/Satya Dharma. Cagar Alam Batu Banama merupakan suatu cagar budaya yang di keramatkan oleh masyarakat setempat karena memiliki nilai nistoris. Di sekitar Cagar Budaya Alam Batu Banama juga terdapat Pasah Patahu (Tempat Sesajen) yang merupakan budaya dari masyarakat lokal sendiri yang menganut kepercayaan yaitu agama Kaharingan dari masyarakat Dayak itu sendiri.
Gambar 2. Batu Banama Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
58 ISSN 1907 - 8536
Pendakian dan Panjat Tebing Dengan panorama alam yang sangat menarik dari atas Bukit Tangkiling, maka kegiatan pendakian di bukit ini juga merupakan salah satu daya tarik wisata pada kawasan Bukit Tangkiling. Selain itu untuk wisatawan yang menyukai olahraga yang memiliki tantangan tinggi dan memicu andrenalin, dapat melakukan kegiatan panjat tebing sambil menikmati pemandangan alam yang ada di sekitar Bukit Tangkiling.
Wisata Alam Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah Dalam kawasan ini dijumpai beberapa jenis asli flora hutan hujan tropika dataran rendah. Kondisi ini akan menjadi obyek wisata minat khusus yang menarik bagi para pengunjung yang interest terhadap bidang ekologi. Selain dapat dilihat struktur hutan hujan tropika dataran rendah, juga dapat diamati proses ekologi yang terjadi sebagai akibat perubahan habitat dan sistem kompetasi antara tumbuhan yang hidup di dalamnya. Wisata alam dalam hutan hujan tropika dataran rendah ini juga dapat dijumpai beberapa jenis satwa seperti kera ekor panjang dan beberapa jenis burung.
Gambar 3. Pasah Patahu (Tempat Sesajen) Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010
Gambar 4. Mendaki Bukit Tangkiling Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010
Gambar 5. Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010
Pengamatan Aktivitas Satwa Kebereradaan beberapa jenis satwa yang merupakan hasil tangkapan dan penyerahan dari masyarakat, di tempatkan di dalam kawasan ini menjadi salah satu atraksi yang menarik bagi pengunjung/wisatawan. Secara langsung wisatawan dapat berinteraksi dengan satwa-satwa yang ada di kawasan ini. Beberapa jenis satwa yang pernah dijumpai di kawasan ini antara lain : Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Musang (Paradoxurus hermaproditus), Burung Tekukur (Streptopetia chinensis), Cucak Rowo (Pycononotus zeylanicus) dan lain- lain.
Penangkaran Buaya Di dalam Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling ini juga terdapat atraksi jenis satwa berupa penangkaran buaya. Terdapat 6 (enam) buaya yang di pelihara di kawasan ini yang termasuk ke dalam jenis buaya sapit yang merupakan hasil buruan dari masyarakat. Keberadaan satwa ini merupakan upaya pelestarian agar tidak punah, dan aktifitas buaya merupakan atraksi yang cukup menarik bagi para pengunjung yang ingin melihat lebih dekat keberadaan satwa ini.
Pentas Budaya Pada kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling terdapat panggung pertunjukkan yang biasanya di fungsikan sebagai tempat pertunjukkan kesenian dan budaya daerah. Di satu sisi kegiatan ini merupakan upaya melestarikan budaya dan kesenian daerah, sedangkan di sisi lain kegiatan ini juga merupakan salah satu atraksi yang menjadi daya tarik wisata pada kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling hanya saja pertunjukan budaya diadakan pada Gambar 6. Pengamatan Aktivitas Satwa Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010
Gambar 7. Penangkaran Buaya Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010 Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
60 ISSN 1907 - 8536
event-event tertentu. Selama peneliti mengadakan penelitian di Desa Tangkiling, tidak secara langsung dapat melihat pertunjukkan pentas budaya yang dilakukan.
Fasilitas Pendukung Daerah ini merupakan kumpulan perbukitan dengan 8 puncak dan memiliki pemandangan yang cukup indah. Di lokasi ini terdapat Guest House Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah. Selain itu juga terdapat area pembibitan berbagai jenis kayu hutan seperti tengkawang, dan ulin. Taman Alam Bukit Tangkiling juga dilengkapi dengan beberapa sarana pendukung wisata, diantaranya shelter, play ground, jalan setapak, dan sarana parkir.
Aksesibilitas Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling berjarak sekitar 34 Km dari Pusat Kota Palangka Raya, dengan waktu tempuh kira kira 45 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat, dengan melewati jalan aspal dan untuk mencapai ke puncak bukit dengan melewati jalan setapak. Desa Tangkiling Kecamatan Bukit Batu Provinsi Kalimantan Tengah dari aspek aksesibilitas mempunyai tingkat aksesibilitas yang tinggi karena melalui jalur arteri utama pada jalan Cilik Riwut dari Kota Palangka Raya menuju Kasongan dan Sampit. Gambar 8. Pertunjukan Budaya Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010
Gambar 9. Fasilitas Pendukung Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010 Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 61
Pasar Ekowisata Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling Untuk pasar wisata di kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling masih didominasi oleh wisatawan nusantara dibandingkan dengan wisatawan mancanegara, itu pun wisatawan lokal yang mengunjungi objek wisata Taman Alam Bukit Tangkiling yang frekuensi kunjungan yang besar terjadi pada hari libur dan akhir pekan. Yang menjadi permasalahan dalam pasar ekowisata Taman wisata alam Bukit Tangkiling adalah masih terbatasnya sistem informasi dan teknologi dalam hal pemasaran dan promosi, baik di tingkat regional, nasional maupun internasional.
PEMBAHASAN Isu-isu yang melekat pada kawasan ekowisata Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling apabila di kaitkan dengan prinsip-prinsip dalam ekowisata meliputi : Isu Konservasi Lingkungan dan Budaya Konservasi di kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah menjadi isu yang cukup penting dan memerlukan pengatasan. Isu ini erat dikaitkan dengan masalah ekonomi antara lain : a. Masalah kepemilikan tanah dari kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling. Disatu sisi kawasan TWA Bukit Tangkiling merupakan suatu kawasan konservasi sumber daya alam, disisi lain merupakan kepemilikan tanah oleh masyarakat lokal yang berasal dari tradisi turun temurun. b. Kurangnya kesadaran dari masyarakat lokal dalam upaya konservasi sumber daya alam. Hal ini dilihat dari aktifitas sosial masyarakat yang masih melihat potensi Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling sebagai sarana dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dengan adanya aktivitas penambangan batu telah berlangsung cukup lama pada kawasan ekowisata Bukit Tangkiling. c. Kurangnya kesiapan masyarakat menuju pengembangan kepariwisataan. Pengembangan kepariwisataan pada suatu kawasan tidak dapat lepas dari peran serta masyarakat lokal dalam pengembangannya, oleh karena itu kesiapan dan kesadaran masyarakat dalam menyambut makin majunya kondisi kepariwisataan di kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling harus segera dilakukan. d. Potensi adat dan budaya sebagi obyek dan daya tarik wisata bagi wisatawan. Atraksi adat dan budaya seperti pertunjukan budaya dan kesenian tradisional masyarakat lo\kal merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk memperkaya atraksi wisata yang ada selain dari wisata alam yang selama ini mulai dikembangkan di kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling. Gambar 10. Akses Menuju KawasanTaman Alam Bukit Tangkiling Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2010
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
62 ISSN 1907 - 8536
e. Belum adanya pengendalian terhadap pembangunan fisik pada kawasan wisata Taman Alam Bukit Tangkiling yang dapat mengikis kelestarian lingkungan.
Isu Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat dalam pengembangan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling masih terbatas pada hubungan ekonomi tanpa ikatan yang jelas. Peran serta masyarakat lokal pada kawasan wisata Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling hanya sebatas dalam penjualan makanan dan minuman. Hubungan kemitraan dengan industri pariwisata setempat belum terjalin. Bentuk kerjasama dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan dalam mengendalikan lingkungan dan pelanggaran aturan juga belum berlaku. Dalam rangka mengembangkan dan mengelola produk, masyarakat membutuhkan skill/keahlian, keterampilan, manajemen dan pengetahuan tentang perilaku, kebutuhan dan keinginan para wisatawan. Saat ini, ada kebutuhan dalam peningkatan keterampilan manajemen dan pengetahuan masyarakat setempat. Masyarakat harus menyadari bahwa mereka mempunyai potensi perlu pendampingan sehingga masyarakat dapat membantu dalam menyikapi pasar. Masyarakat belum melakukan kerjasama dengan pihak Pemerintah dalam mengembangkan Desa Wisata Tangkiling. Masyarakat hanya terfokus pada sumber daya alam yang dimiliki sebagai sumber pendapatan/penghasilan.
Isu Ekonomi Isu ekonomi pada kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling dengan adanya kesenjangan kesejahteraan masyarakat dengan potensi pariwisata. Potensi pariwisata pada kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling tidak mampu ditangkap sebagai peluang oleh masyarakat lokal. Dengan adanya potensi pariwisata dapat memberikan peluang kepada masyarakat lokal dalam memperoleh tambahan ataupun peningkatan pendapatan diperoleh melalui menjual cenderamata, menyediakan jasa angkutan dan sebagainya.
Isu Edukasi Secara umum kondisi atraksi di Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling Kecamatan Bukit Batu Provinsi Kalimantan Tengah di nilai cukup menarik, hanya saja potensi produk yang dimiliki belum dikembangkan secara optimal agar dapat menjadi daya tarik wisata Desa Tangkiling. Hanya saya atraksi wisata yang diberikan masih kurang melibatkan wisatawan secara aktif berinteraksi dengan alam dan masyarakat desa serta memberikan unsur edukasi untuk kualitas pengalaman kunjungan. Pemanfaatan dan optimalisasi pengetahuan tradisional yang berbasis pelestarian alam dan budaya serta nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat sehari-hari belum dapat tersampaikan kepada wisatawan.
Isu Wisata Image Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling sangat kuat dalam mengangkat produk pariwisata Kalimantan Tengah, karena Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling merupakan salah satu obyek ekowisata andalan di kota Palangka Raya. Isu-isu cukup banyak dalam pengembangan kawasan ekowisata Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling antara lain : - Keindahan alam tidak diimbangi dengan upaya menjaga lingkungan dengan terlihatnya keadaan kurangnya kebersihan dan fasilitas persampahan. Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 63
- Minimnya fasilitas pendukung kepariwisataan seperti pusat informasi, fasilitas akomodasi penginapan , fasilitas makan dan minum dan pusat cederamata yang masih belum dikembangkan. - Belum adanya diversifikasi atraksi pada kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah dalam memberikan kualitas pengalaman kunjungan pada wisatawan.
Evaluasi Pengembangan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling Dalam Prinsip-Prinsip Ekowisata I. Prinsip Konservasi Prinsip Konservasi Alam No Aspek Kondidi Existing Tinggi Sedang Rendah 1 Memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui permintakatan (zonasi).
2 Mengelola jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan.
3 Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya.
4 Memanfaatkan sumber daya secara lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata.
5 Meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan.
6 Mengelola usaha secara sehat. Prinsip Konservasi Budaya No Aspek Kondidi Existing Tinggi Sedang Rendah 1 Menerapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
2 Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak lainnya (multi stakeholders dalam penyusunan kode etik wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
3 Melakukan pendekatan, meminta saran-saran dan mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses pengembangan ekowisata.
4 Melakukan penelitian dan pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai bagian terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
II. Prinsip Partisipasi Masyarakat Prinsip Partisipasi Masyarakat No Aspek Kondidi Existing Tinggi Sedang Rendah 1 Melakukan penelitian dan perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata.
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
64 ISSN 1907 - 8536
2 Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
3 Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata.
4 Memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bisa menerima atau menolak pengembangan ekowisata.
5 Menginformasikan secara jelas dan benar konsep dan tujuan pengembangan ekowisata.
6 Membuka kesempatan untuk melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multi-stakeholders) dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
7 Membentuk kerjasama dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan yang berlaku.
III. Prinsip Ekonomi Prinsip Ekonomi No Aspek Kondidi Existing Tinggi Sedang Rendah 1 Membuka kesempatan kepada masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelaku-pelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif.
2 Memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan usaha ekowisata untuk kesejahteraan penduduk setempat.
3 Meningkatkan ketrampilan masyarakat setempat dalm bidang- bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata.
4 Menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah- rendahnya.
5 Meningkatkan pendapatan masyarakat.
IV. Prinsip Edukasi Prinsip Edukasi No Aspek Kondidi Existing Tinggi Sedang Rendah 1 Mengoptimalkan keunikan dan kekhasan daerah sebagai daya tarik wisata.
2 Memanfaatkan dan mengoptimalkan pengetahuan tradisional berbasis pelestarian alam dan budaya serta nilai-nilai yang dikandung dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sebagai nilai tambah.
3 Mengoptimalkan peran masyarakat sebagai interpreter lokal dari produk ekowisata.
4 Memberikan pengalaman yang berkualitas dan bernilai bagi pengunjung.
5 Dikemas ke dalam bentuk dan teknik penyampaian yang komunikatif dan inovatif.
V. Prinsip Wisata Prinsip Wisata No Aspek Kondidi Existing Tinggi Sedang Rendah 1 Mengoptimalkan keunikan dan kekhasan daerah sebagai daya tarik wisata.
2 Membuat Standar Prosedur Operasi (SPO) untuk pelaksanaan kegiatan di lapangan.
3 Menyediakan fasilitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan pengunjung, kondisi setempat dan mengoptimalkan kandungan material lokal.
4 Memprioritaskan kebersihan dan kesehatan dalam segala bentuk pelayanan, baik fasilitas maupun jasa.
5 Memberikan kemudahan pelayanan jasa dan informasi yang benar.
6 Memprioritaskan keramahan dalam setiap pelayanan.
REKOMENDASI Dalam mengembangkan ekowisata di Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling. Yang perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan pariwisata yang berbasis masyarakat berdasarkan konsep ekowisata adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia dan ketrampilan masyarakat lokal di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling. Hal ini terkait dengan relatif rendahnya tingkat pendidikan masyarakat lokal. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini perlu dilakukan melalui pelatihanpelatihan secara berkala bagi masyarakat lokal. Selain itu masyarakat perlu mendapat kemudahan dalam mengakses usahausaha untuk meningkatkan potensi yang dimiliki. Selama ini masyarakat local relatif sulit untuk mengakses sumbersumber pembiayaan atau lembagalembaga keuangan untuk menambah modal ekonomi mereka. Kemudahan permodalan ini dapat dilakukan dengan kerjasama atau melalui sistem kemitraan dengan pihakpihak terkait.
Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi ini meliputi beberapa aspek, yaitu : 1) Aspek Pengembangan Produk Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dalam rangka meningkatkan kualitas produk Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling antara lain : a. Atraksi dan fasilitas pada obyek wisata yang diharapkan akan lebih menunjang kualitas pengalaman dan kenyamanan wisatawan selama berada di lokasi obyek wisata Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling seperti pengembangan pertunjukkan budaya (even budaya), pengembangan fasilitas penjualan cenderamata/souvenir sebagai kenang- kenangan yang dapat memberikan kesan kepada wisatawan. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
66 ISSN 1907 - 8536
b. Dalam upaya konservasi budaya, oleh karena itu dalam pengembangan fasilitas pendukung kepariwisataan Bukit Tangkiling dengan karakteristik arsitektur lokal dan bahan fisik fasilitas yang ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan alam. c. Meningkatkan kemudahan dalam (aksesibilitas) pencapaian ke Desa Tangkiling. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan trayek angkutan umum ke Desa Tangkiling Kecamatan Bukit Batu Kalimantan Tengah dan perbaikan penambahan sign and posting. d. Meningkatkan komunikasi dan informasi terhadap pasar melalui berbagai media serta melakukan kerjasama dengan pihak pelaku industry (agen perjalanan) untuk mengembangkan obyek melalui paket-paket wisata. e. Peningkatan peran serta dan komitmen pemerintah terhadap pariwisata yang diwujudkan melalui kebijakan penciptaan iklim berinvestasi yang kondusif di bidang pariwisata.
2) Aspek Pengelolaan Lingkungan. Aspek pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan assessment awal terlebih dahulu sebelum dilakukan langkah-langkah lebih lanjut dalam upaya konservasinya. Kebijakan dalam pengembangan kawasan wisata alam Bukit Tangkiling yang harus mencerminkan aspek lingkungan alam, keunikan, keindahan lingkungan dan adat istiadat masyarakat setempat. Upaya pengelolaan lingkungan juga dimulai dengan sosialisasi sadar wisata kepada masyarakat dalam konservasi terhadap potensi kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling. Kemudian upaya perlindungan lingkungan melalui upaya untuk meningkatkan kepedulian wisatawan terhadap lingkungan melalui menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah pada kawasan TWA Bukit Tangkiling, tidak merusak keanekaragaman flora dan fauna pada kawasan dan pembatasan pengembangan fasilitas yang berlebihan pada kawasan wisata alam Bukit Tangkiling.
3) Aspek Pemberdayaan Masyarakat Pengadaan pelatihan manajemen dan ketrampilan secara berkala. a) Pelatihan yang berkaitan dengan pemahaman ekowisata. Pelatihan dilakukan agar seluruh pihak yang berkepentingan dalam kepariwisataan mempunyai pemahaman yang sama mengenai ekowisata sehingga akan berpengaruh positif terhadap pengembangan kegiatan ekowisata yang berbasis masyarakat di kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling. b) Pelatihan yang berkaitan dengan pemahaman tentang sumber daya alam dan lingkungan serta pengelolaan lingkungan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling agar kelestariannya dapat tetap terjaga. c) Pelatihan dan ketrampilan yang berkaitan dengan pengelolaan bisnis ekowisata di Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling, meliputi : Pelatihan pengetahuan kepariwisataan. Pengembangan dan pengelolaan obyek wisata. Pelatihan guiding wisatawan. Pengetahuan dan pengembangan bisnis/kewirausahaan. Pelatihan manajemen pemasaran. Pelatihan manajemen kualitas dan pengemasan produksi (packaging). Pelatihan teknis pelayanan wisata. Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 67
Pengembangan sistem kemitraan (partnership). a) Bentuk kemitraan dilakukan dalam bentuk : Pemberian bantuan modal bagi masyarakat Kota Batu Bantuan promosi dan penjualan secara cuma cuma Penumbuhan sense of business dan manajemen melalui persyaratan dan pengenalan iklim persaingan Pembukaan akses pasar Pelatihan pengembangan bisnis/kewirausahaan b) Pihak/instansi yang terkait yaitu lembaga keuangan dan perbankan, pengusaha dan masyarakat lokal di kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling. 4) Aspek Pemasaran Kebijakan dalam aspek pemasaran antara lain Pengembangan sistem dan akses pemasaran dan promosi Kegiatan promosi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung ke berbagai saluran distribusi pariwisata terutama pada travel agent, tour operator dan perhotelan, seperti : pengadaan event dan pameran khusus secara berkala seperti festival keanekaragaman flora dan fauna, pameran tanaman khas Kalimantan.
DAFTAR PUSTAKA Boyd, S. and Butler, R., 1996, Managing Ecotourism : An Opportunity Spectrum Approach, Tourism Management, 17:557-66. Dowling, R.K., 1997, Plans for the Development of Regional Ecotourism : Theory and Practice, Irwin Publishers, Sydney. Dowling, R.K. and Page, S.J., 2002, Ecotourism, Prenctice Hall, London. Eagles, P. and Higgins, B., 1998, Ecotourism Market and Industry Structure, Ecotourism : a Guide for Planners and Managers, Vol.2, The Ecotourism Society, Vermont. Fandeli, C., 1999, Pengembangan Kepariwisataan Alam : Prospek dan Problematikanya, Seminar dalam rangka memperingati Hari Bumi, Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Fennel, David A.,1999, Ecotourism : An Introduction, Routledge, London and New York. Gunn, Clare, A., Tourism Planing, (1994) 2 nd Ed., Taylor and Francis, USA Holden,A. and Kealy,H., 1996, A Profile of UK Outbound Environmentally Friendly Tour Operators,Tourism Management, 17:60-4. Inskeep, Edward, 1991, Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, Van Nostrand Reinhold, New York. Lindberg, K., 1991, Policies for Maximising Nature Tourisms Ecological and Economic Benefits, World Resources Institute, Washington DC. Mowforth, M., 1993, Ecotourism : Terminology and Definitions, Occasional Paper Series, University of Plymouth. Wight, P., 1993, Ecotourism : Ethical or Eco-sell, Journal of Tourism Research, 31:3-9. Wood, M.E., 2002, Ecotourism : Principles, Practices & Policies for Sustainability, UNEP. Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
68 ISSN 1907 - 8536
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DENGAN METODE AHP DALAM MENENTUKAN PENERIMA SURAT KETERANGAN MISKIN DARI KELURAHAN ATAU KECAMATAN DI KOTA PALANGKARAYA
Mochammad Ichsan, ST
Abstract Probability Theory (fuzzy set) plays an important role to resolve the uncertainty resolution. One form is the application of Decision Support Systems (DSS) is a system that can assist a person in making accurate decisions and targeted. Many problems can be solved by using the DSS, one of which is the determination of election poor Certificate Recipients. There are several methods that can be used in building a DSS such as Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP is the most widely used method to solve problems that are multicriteria, such as the determination of the DSS recipients Election poor Certificate. This study uses AHP method to determine the selection of poor Certificate Recipients. In determining Receiver Certificate poor, there are some criteria on which to base decisions such as employment status is not fixed, low income, and the number of families is too much. Productivity job means if the business is carried on productive or not, the views of the business, type of business, and the monthly income to help finance poor families receiving the Certificate. Conditions were a little income and the number of families that too many families are considered poor enabling. The end result of this research is the result of a family priority criteria, which are sorted from the highest to the lowest, so the district or village may publish this letter to see the results of that analysis.
Keyword : AHP, DSS, receiver, Poor Certificate
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 hingga akhir abad ke-20 teori probabilitas memegang peranan penting untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian. Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk merepresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekurangan informasi dan kebenaran parsial (Tettanzi,2001) informasi yang sudah sedemikian pesat. Tidak hanya perangkat komputernya saja yang berkembang pesat, Salah satu Teori himpunan fuzzy yang cukup berkembang saat ini adalah metode sistem pengambilan keputusan (Decisions Support System). Dalam teknologi informasi, sistem pengambilan keputusan merupakan cabang ilmu yang letaknya diantara sistem informasi dan sistem cerdas. Sistem pengambilan keputusan juga membutuhkan teknologi informasi, hal ini dikarenakan adanya era globalisasi, yang menuntut semua para pengambil keputusaan untuk bergerak cepat dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan. Dengan mengacu kepada solusi yang diberikan oleh metode AHP (Analytical Hierarcy Process) dalam membantu membuat keputusan, seorang decision maker dapat mengambil keputusan tentang pemilihan supplier secara objektif berdasarkan multi kriteria yang ditetapkan. Metode AHP adalah metode pengambilan keputusan yang multi kriteria, Dalam penentuan Penerima Surat Keterangan Miskin, ada beberapa kriteria yang menjadi dasar pengambilan keputusan antara lain status pekerjaan tidak tetap, penghasilan rendah, dan jumlah keluarga yang Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 69
terlalu banyak. Dengan melihat adanya kriteria-kriteria yang dipergunakan untuk mengambil keputusan, maka akan sangat cocok untuk menggunakan metode AHP dengan multikriteria.
Batasan dan Perumusan Masalah Keterbatasan dalam jumlah penerima dalam penentuan yang paling berhak menerima surat keterangan miskin adalah kendala dalam penelitian ini. Adapun permasalahan yang timbul ini disebabkan seseorang menemui berbagai kesulitan dalam mengambil keputusan dalam pemilihan kriteria diantaranya adalah kesulitan dalam kriteria dalam pemilihan Penerima Surat Keterangan Miskin yaitu : Penerima Surat Keterangan Miskinnya memiliki kriteria yang mengikuti syarat yang telah ditentukan.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan ini adalah memberi pengetahuan tentang arti dari metode AHP dan untuk membuat keputusan yang dapat membantu pihak-pihak tertentu dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk mencapai hasil yang maksimal.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini secara umum memiliki kontribusi terhadap masalah yang sering dihadapi yaitu: 1. Menyumbang suatu model pengambil keputusan yang dapat digunakan dalam penerbitan surat keterangan miskin. 2. Meminimalisasi penyalahgunaan surat keterangan miskin yang diterbitkan oleh kelurahan atau kecamatan yang biasanya digunakan untuk mendapatkan bea siswa atau bantuan pemerintah agar dana-dana terserbut benar-benar diterima oleh orang yang berhak menerima.
METODE Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut ke dalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993). Proses hierarki adalah suatu model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Ada dua alasan utama untuk menyatakan suatu tindakan akan lebih baik dibanding tindakan lain. Alasan yang pertama adalah pengaruh-pengaruh tindakan tersebut kadang-kadang tidak dapat dibandingkan karena sutu ukuran atau bidang yang berbeda dan kedua, menyatakan bahwa pengaruh tindakan tersebut kadang-kadang saling bentrok, artinya perbaikan pengaruh tindakan Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
70 ISSN 1907 - 8536
tersebut yang satu dapat dicapai dengan pemburukan lainnya. Kedua alasan tersebut akan menyulitkan dalam membuat ekuivalensi antar pengaruh sehingga diperlukan suatu skala luwes yang disebut prioritas.
Prinsip Dasar dan Aksioma AHP AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu : a. Dekomposisi Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian-bagian secara hierarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus. Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif mungkin akan dibagi lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail, mencakup lebih banyak kriteria yang lain. Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang terdiri atas satu elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, di mana elemen-elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki kepentingan yang hampir sama dan tidak memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level yang baru. b. Perbandingan penilaian/pertimbangan (comparative judgments). Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen. Penilaian menghasilkan skala penilaian yang berupa angka. Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan menghasilkan prioritas. c. Sintesa Prioritas. Sintesa prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas dari kriteria bersangkutan di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau dikenal dengan prioritas global yang kemudian digunakan untuk memboboti prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan kriterianya.
AHP didasarkan atas 3 aksioma utama yaitu : a. Aksioma Resiprokal Aksioma ini menyatakan jika PC (EA,EB) adalah sebuah perbandingan berpasangan antara elemen A dan elemen B, dengan memperhitungkan C sebagai elemen parent, menunjukkan berapa kali lebih banyak properti yang dimiliki elemen A terhadap B, maka PC (EB,EA)= 1/ PC (EA,EB). Misalnya jika A 5 kali lebih besar daripada B, maka B=1/5 A. b. Aksioma Homogenitas Aksioma ini menyatakan bahwa elemen yang dibandingkan tidak berbeda terlalu jauh. Jika perbedaan terlalu besar, hasil yang didapatkan mengandung nilai kesalahan yang tinggi. Ketika hirarki dibangun, kita harus berusaha mengatur elemen-elemen agar elemen tersebut tidak menghasilkan hasil dengan akurasi rendah dan inkonsistensi tinggi. c. Aksioma Ketergantungan Aksioma ini menyatakan bahwa prioritas elemen dalam hirarki tidak bergantung pada elemen level di bawahnya. Aksioma ini membuat kita bisa menerapkan prinsip komposisi hirarki
Kelebihan dan Kekurangan dalam Metode AHP a. Kelebihan 1. Struktur yang berhierarki sebagai konskwensi dari kriteria yang dipilih sampai pada sub-sub kriteria yang paling dalam. Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur ISSN 1907 - 8536 71
2. Memperhitungkan validitas sampai batas toleransi inkonsentrasi sebagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Metode pairwise comparison AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang diteliti multi obyek dan multi kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari tiap elemen dalam hierarki. Jadi model ini merupakan model yang komperehensif. Pembuat keputusan menetukan pilihan atas pasangan perbandingan yang sederhana, membengun semua prioritas untuk urutan alternatif. Pairwaise comparison AHP mwenggunakan data yang ada bersifat kualitatif berdasarkan pada persepsi, pengalaman, intuisi sehigga dirasakan dan diamati, namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk memodelkan secara kuantitatif.
b. Kelemahan 1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. 2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistic sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
Tahapan Dalam Metode AHP a. Langkah-langkah AHP Langkah langkah dan proses Analisis Hierarki Proses (AHP) adalah sebagai berikut 1. Memdefinisikan permasalahan dan penentuan tujuan. Jika AHP digunakan untuk memilih alternatif atau menyusun prioriras alternatif, pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. 2. Menyusun masalah kedalam hierarki sehingga permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terukur. 3. Penyusunan prioritas untuk tiap elemen masalah pada hierarki. Proses ini menghasilkan bobot atau kontribusi elemen terhadap pencapaian tujuan sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Prioritas dihasilkan dari suatu matriks perbandingan berpasangan antara seluruh elemen pada tingkat hierarki yang sama. 4. Melakukan pengujian konsitensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatan pada tiap tingkat hierarki. Sedangkan langkah-langkah pairwise comparison AHP adalah 1. Pengambilan data dari obyek yang diteliti. 2. Menghitung data dari bobot perbandingan berpasangan responden dengan metode pairwise comparison AHP berdasar hasil kuisioner. 3. Menghitung rata-rata rasio konsistensi dari masing-masing responden. 4. Pengolahan dengan metode pairwise comparison AHP. 5. Setelah dilakukan pengolahan tersebut, maka dapat disimpulkan adanya konsitensi dengan tidak, bila data tidak konsisten maka diulangi lagi dengan pengambilan data seperti semula, namun bila sebaliknya maka digolongkan data terbobot yang selanjutnya dapat dicari nilai beta (b).
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
72 ISSN 1907 - 8536
PEMBAHASAN Kasus Penentuan dari beberapa orang yang mengajukan permohonan untuk menerima Surat Keterangan Miskin. dalam pemilihan Penerima Surat Keterangan Miskin yang nantinya akan disalurkan yaitu : Penerima Surat Keterangan Miskinnya memiliki Penghasilan yang kurang, pekerjaan tidak tetap dan Jumlah keluarga keluarga yang terlalu banyak.
Penyelesaian a. Tahap pertama Menentukan botot dari masing masing kriteria. Penghasilan lebih penting 2 kali dari pada pekerjaan tidak tetap Penghasilan lebih penting 3 kali dari pada Jumlah keluarga pekerjaan tidak tetap lebih penting 1.5 kali dari pada Jumlah keluarga
Pair Comparation Matrix Kriteria Penghasilan pekerjaan tidak tetap Jumlah keluarga Priority Vector Penghasilan 1 2 3 0,5455 pekerjaan tidak tetap 0,5 1 1,5 0,2727 Jumlah keluarga 0,333 0,667 1 0,1818 Jumlah 1,833 3,667 5,5 1,0000 Pricipal Eigen Value (lmax) 3,00 Consistency Index (CI) 0 Consistency Ratio (CR) 0,0%
Dari gambar diatas, Priority Vector (kolom paling kanan) menunjukan bobot dari masing-masing kriteria, jadi dalam hal ini Penghasilan merupakan bobot tertinggi/terpenting, disusul pekerjaan tidak tetap dan yang terakhir adalah Jumlah keluarga. Cara membuat tabel seperti di atas 1. Untuk perbandingan antara masing masing kriteria berasal dari bobot yang telah di berikan pertama kali. 2. Sedangkan untuk Baris jumlah, merupakan hasil penjumalahan vertikal dari masing masing kriteria. 3. Untuk Priority Vector di dapat dari hasil penjumlahan dari semua sel disebelah Kirinya (pada baris yang sama) setelah terlebih dahulu dibagi dengan Jumlah yang ada dibawahnya, kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan angka 3. 4. Untuk mencari Principal Eigen Value (lmax) Rumusnya adalah menjumlahkan hasil perkalian antara sel pada baris jumlah dan sel pada kolom Priority Vector. 5. Menghitung Consistency Index (CI) dengan rumus CI = (lmax-n)/(n-1) 6. Sedangkan untuk menghitung nilai CR 7. Menggunakan rumuas CR = CI/RI , nilai RI didapat dari
Jadi untuk n=3, RI=0.58. Jika hasil perhitungan CR lebih kecil atau sama dengan 10% , ketidak konsistenan masih bisa diterima, sebaliknya jika lebih besar dari 10%, tidak bisa diterima.
b. Tahap Kedua Petugas memberikan penilaian ( disebut sebagai pair-wire comparation) Penghasilan lebih penting 2 kali dari pada pekerjaan tidak tetap Penghasilan lebih penting 3 kali dari pada Jumlah keluarga pekerjaan tidak tetap lebih penting 1.5 kali dari pada Jumlah keluarga
Si A 4 kali lebih Mapan daripada Si B Si A 3 kali lebih Mapan dari pada Si C Si B 1/2 kali lebih Mapan dari pada Si C
Si A 1/3 kali lebih Banyak Penghasilannya daripada Si B Si A 1/4 kali lebih Banyak Penghasilannya dari pada Si C Si B 1/2 kali lebih Banyak Penghasilannya dari pada Si C
Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat di buat tabel (disebut Pair-wire comparation matrix)
Mapan (Pekerjaan) Si A Si B Si C Priority Vector Si A 1 4 3 0,6233 Si B 0,25 1 0,5 0,1373 Si C 0,333 2 1 0,2394 Jumlah 1,583 7 4,5 1,0000 Pricipal Eigen Value (lmax) 3,025 Consistency Index (CI) 0,01 Consistency Ratio (CR) 2,2%
Penghasilan Si A Si B Si C Priority Vector Si A 1 0,333 0,25 0,1226 Si B 3 1 0,5 0,3202 Si C 4 2 1 0,5572 Jumlah 8 3,333 1,75 1,0000 Pricipal Eigen Value (lmax) 3,023 Consistency Index (CI) 0,01 Consistency Ratio (CR) 2,0%
Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012
74 ISSN 1907 - 8536
Penghasilan Si A Si B Si C Priority Vector Si A 1,00 0,010 0,10 0,0090 Si B 100,00 1,00 10,0 0,9009 Si C 10,00 0,100 1,0 0,0901 Jumlah 111,00 1,11 11,10 1,0000 Pricipal Eigen Value (lmax) 3 Consistency Index (CI) 0 Consistency Ratio (CR) 0,0%
c. Tahap ketiga Setelah mendapatkan bobot untuk ketiga kriteria dan skor untuk masing-masing kriteria bagi ketiga kandidat pilihan, maka langkah terakhir adalah menghitung total skor untuk ketiga kandidat tersebut. Untuk itu perlu merangkum semua hasil penilaian tersebut dalam bentuk tabel yang disebut Overall composite weight, seperti berikut.
Overall composit weight weight Si A Si B Si C Mapan/Pekerjaan 0,5455 0,6233 0,1373 0,2394 Penghasilan 0,2727 0,1226 0,3202 0,5572 Jumlah Keluarga 0,1818 0,0090 0,9009 0,0901 Composit Weight 0,3751 0,3260 0,2989
Cara membuat Overall Composit weight adalah: 1. Kolom Weight diambil dari kolom Priority Vektor dalam matrix Kriteria. 2. Ketiga kolom lainnya (A, B dan C) diambil dari kolom Priority Vector ketiga matrix Mapan/Pekerjaan, Penghasilan dan Jumlah Keluarga. 3. Baris Composite Weight diperoleh dari jumlah hasil perkalian sel diatasnya dengan weight. Berdasarkan table di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa yang memiliki skor paling tinggi adalah Si A yaitu 0,3751 , sedangkan disusul Si B dengan skor 0,3260 dan yang terakhir adalah Si C dengan skor 0,2989. Akhirnya Si C adalah orang yang paling berhak untuk menerima Surat Keterangan Miskin karena memiliki skor paling rendah.
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil bahwa metode ini mampu untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan ketika pengambilan keputusan seperti kesalahan dalam menentukan siapa yang berhak menerima surat keterangan miskin dapat berkurang.
SARAN Berdasarkan temuan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka beberapa saran yang dapat dijadikan rekomendasi antara lain: 1. Penambahan kriteria yang digunakan dalam pengembangan lebih lanjut. 2. Perlu pengembangan kebentuk komputerisasi untuk memudahkan para pengambil keputusan dalam penerapan metode nantinya.