Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

PNEUMOTHORAKS SPONTAN SEKUNDER












Oleh :
Elvicha Dwi Novertha
0908151699


Pembimbing :
dr. Surya Hajar, SpP




KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU RSUD ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014





BAB I
PNDAHULUAN

Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara pada rongga pleura
yaitu diantara jaringan paru dan dinding dada. Kondisi ini termasuk
kegawatdaruratan medik, karena mengakibatkan gangguan fungsi pernapasan
secara akut dan bermakna. Diagnosis yang tepat harus diikuti dengan tindakan
medik sesegera mungkin untuk menghindari mortalitas.
1

Pneumothoraks dapat terjadi secara traumatik, iatrogenik, maupun terjadi
secara spontan. Pneumothoraks spontan dapat dibagi menjadi pneumotoraks
primer dan sekunder. Pneumothoraks spontan primer adalah pneumothoraks yang
terjadi tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya ataupun trauma dan dapat terjadi
pada individu yang sehat. Sedangkan pneumothoraks spontan sekunder berkaitan
dengan kelainan paru atau riwayat penyakit paru sebelumnya, misalnya penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) dan tuberkulosis paru (TB paru).
1
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak dan
tidak diketahui. Perbandingan pria dan wanita 5:1. Pneumotoraks spontan
merupakan jenis pneumotoraks yang paling banyak ditemukan dengan
kecenderungan semakin meningkat.
1
Pada penelitian terkini dari 505 pasien di
Israel dengan pneumothoraks spontan sekunder didapatkan penyebab terbanyak
adalah PPOK 348 orang, tumor 93 orang, sarkoidosis 26 orang, tuberkulosis 9
orang, penyakit infeksi paru lainya 16. Data di RSU dr.Soetomo tahun 2000-2004
menyebutkan terdapat 392 orang pasien pneumotoraks spontan sekunder yang
dirawat di bangsal paru, dan pasien dengan penyakit dasar tuberkulosis paru
sebanyak 304 orang (76%).
2









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pnemothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan dimana kavum pleura terisi udara, yang
mengakibatkan paru-paru kolaps atau menguncup sehingga mengganggu
respirasi.
2
Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
3
1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang memasuki
alveolus akan memasuki rongga pleura. Pneumotoraks seperti ini disebut
dengan closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi
sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tidak bisa keluar lagi
dari cavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya udara semakin lama
semakin banyak sehingga mendorong mediastinum ke arah kontralateral
dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.
2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar
dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung melewati lubang tersebut
dibandingkan dengan traktus respiratorius yang sebenarnya. Pada saat
inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan paru kolaps
pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat,
akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi
ini disebut sebagai open pneumotoraks.









Gambar 2.1 Pneumothoraks


2.2 Klasifikasi Pneumothoraks
Pneumothraks berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu:
2

1. Pneumotoraks spontan
a. Pneumotoraks spontan primer; Pneumotoraks spontan primer
terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya. Umumnya disebabkan oleh pecahnya suatu bleb
subpleura yang biasanya terdapat di daerah apeks paru.
b. Pneumotoraks spontan sekunder; Terjadi sebagai komplikasi
penyakit paru dasarnya (underlying lung disease). Beberapa
penyakit yang sering menjadi penyebab pneumotoraks antara lain
PPOK tipe emfisema dan tuberkulosis paru.
2. Pneumotoraks traumatik
a. Non iatrogenik; terjadi sebagai akibat trauma, baik trauma tumpul
maupun trauma tajam di dinding dada.
b. Iatrogenik; terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan
parasentesis dada, biopsi pleura dan lain-lain.
Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi
3, yaitu:
1. Pneumotoraks tertutup (Simple pneumothorax)
Pneumotoraks tertutup merupakan suatu pneumotorak dengan tekanan udara
di kavum pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada
sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari
tekanan atmosfir.
2. Pneumotorak terbuka (open pneumothorax)
Pneumotoraks terbuka terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga
pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut.
3. Tension pneumothorax
Tension pneumothoraks terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat
inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi


udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Pada keadaan ini dapat
mengakibatkan gagal napas.
2.3 Pneumothoraks spontan sekunder
Pneumothoraks spontan sekunder terjadi karena terdapatnya penyakit paru
yang mendasari. Pneumothoraks ini merupakan komplikasi dari penyakit paru
tersebut.
2.3.1 Etiologi pneumothoraks spontan sekunder
3

Penyakit yang dapat menyebabkan penumothoraks spontan sekunder
meliputi :
- Penyakit paru obstruksi kronis
- Tuberkulosis
- Asma
- Pneumonia
- Karsinoma bronkogenik atau metastase
2.3.2 Patogenesis pneumothoraks spontan sekunder
Mekanisme terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah akibat
peningkatan tekanan intrabronkial yang diteruskan hingga ke alveolar yang
melebihi tekanan interstisial paru dan menyebabkan udara dari alveolus berpindah
ke rongga interstisial kemudian menuju hilus dan menyebabkan
pneumomediastinum. Kemudian udara akan berpindah melalui pleura parietalis
pars mediastinal ke rongga pleura sehingga menimbulkan pneumotoraks. Selain
itu tekanan yang tinggi pada alveolar akan mengakibatkan alveoli robek sehingga
merobek pleura disekitarnya, hal ini mengakibatkan udara masuk ke kavum
pleura.
Pada PPOK saat proses inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara
dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus.
Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkus kembali menyempit sehingga sumbatan
dapat menghalangi keluarnya udara. Akibat hilanya elastisitas dinding bronkiolus
dan juga terjadinya emfisema yang mengakibatkan kolaps premature, sehingga
udara terperangkap pada segmen paru yang terkena, dan akhirnya berakibat
terjadinya distensi berlebihan serta penggabungan beberapa alveolus yang
membentuk bula. Pembentukan bula ini terjadi akibat fragmentasi jaringan elastik


intralveolar, disertai rusaknya sekat intraalveolar yang menipis. Bleb yang
terbentuk akibat rupturnya alveoli dapat pecah ke rongga pleura yang dapat
mengakibatkan pneumotoraks spontan.
2.3.3 Diagnosis
2,3

a. Anamnesis :
Sesak nafas (80-100% kasus)
Nyeri dada (75-90% kasus)
Batuk-batuk (25-35% kasus)
b. Pemerikasaan fisik
Pada pemeriksaan fisik thoraks ditemukan:
- Inspeksi : dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit. Pada
waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal. Trakea dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat.
- Palpasi : pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat. Fremitus suara
melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
- Perkusi : suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar. Batas jantung terdorong kearah toraks yang sehat, apabila
tekanan itrapleura tinggi.
- Auskultasi : pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang. Suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura
yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.
c. Pemeriksaan penunjang :
Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan.
Gambaran radiologis foto toraks pada pneumotoraks berupa bayangan
udara dalam rongga pleura yang memberikan gambaran bayangan
radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan
batas paru berupa garis radioopaque tipis berasal dari pleura viseralis. Jika
pneumotoraks luas, akan menekan paru kearah hilus sehingga paru kolaps
dan mendorong kearah kontralateral serta didapatkan pelebaran sela iga.
5











2.3.4 Penatalaksanaan
4

Penatalaksanaan bertujuan :
1. Menghilangkan udara dalam rongga pleura.
2. Menurunkan atau mencegah kemungkinan terjadinya pneumothoraks spontan
berulang.
Penatalaksanaan pneumothoraks (bergantung dari derajat atau luasnya
pneumotoraks tersebut) mulai dari yang ringan sampai dengan berat adalah
sebagai berikut:
- Non operatif
a. Observasi
Pasien dengan luas pneumothoraks <15% saja yang dapat dilakukan
terapi observasi ini, karena proses absorbsi ini berjalan lambat dan
bertahap. Kirtchel dan Swartzel melaporkan bahwa 1,25% udara dalam
rongga pleura diabsorbsi selama 24 jam.
b. Pemberian O
2

Pemberian O
2
mempercepat rasio absorbsi udara rongga pleura.
Berdasarkan penelitian pada pasien dengan pneumotoraks spontan yang
diberi oksigen konsentrasi tinggi memperlihatkan absorbsi udara rongga
pleura 4 kali lebih cepat.

Gambar 2.2 Foto polos thoraks AP pneumothoraks



c. Aspirasi
Aspirasi dilakukan dengan cara menusukkan jarum melalui dinding dada
sampai masuk ke rongga pleura, sehinggta tekanan udara positif pada
rongga pleura akan keluar melalui jarum tersebut. Tindakan ini
dilakukan pada pasien dengan luas pneumothoraks >15%.
d. Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD)
Pemasangan WSD dilakukan untuk mengalirkan udara dari dalam
rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga pleura.
Pemasangan WSD dilakukan pada ICS 6 linea mid aksilaris pada
hemitoraks yang terkena. Untuk WSD dicabut apabila ketika pasien
disuruh untuk batuk, undulasi cairan pada botol WSD sudah tidak
terdapat lagi. Untuk mengevaluasi keberhasilan WSD dalam
mengembangkan paru, maka dilakukan pemeriksaan rontgen kembali.
- Operatif
a. Pleurodesis
Dilakukan pada pneumotoraks berulang atau habitualis. Dilakukan
dengan merekatkan pleura parietal dan pleuran viseral.
b. Torakoskopi
Torakoskopi merupakan suatu tindakan untuk melihat langsung ke
dalam rongga toraks menggunakan alat bantu torakoskop. Torakoskopi
bisa untuk diagnosis maupun untuk terapi.
c. Torakotomi
Torakotomi merupakan tindakan pembedahan pada rongga toraks.
Terapi ini digunakan bila terapi dengan torakospoi gagal dilakukan.

2.3.5 Komplikasi pneumothoraks
2
1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema,
hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika. Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh
mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan
mengakibatkan penurunan kardiak output, sehingga dapat menimbulkan
syok kardiogenik.


3. Emfisema, dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.

2.3.6 Prognosis pneumothoraks
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien pneumotoraks yang
dilakukan torakotomi terbuka. Pasien PSS tergantung dari penyakit paru yang
mendasarinya.
2


























BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 83 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Status : Menikah
Alamat : Tualang Siak
Masuk RS : 20 April 2014
Tanggal Pemeriksaan : 28 April 2014

ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
- 1 tahun SMRS pasien sering mengeluhkan batuk kering dan berdahak
yang hilang timbul, dahak berwarna putih, darah pada dahak (-), keluhan
pasien juga mengeluhkan sesak nafas ringan yang hilang timbul, tidak
dipengaruhi oleh waktu dan suhu, pasien tidak mengeluhkan demam,
tidak ada mengeluhkan keringat pada malam hari serta penurunan nafsu
makan.
- 2 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas yang terus menerus, sesak
dirasakan saat beraktivitas dan tidak menghilang dengan istirahat. Pasien
juga merasakan nyeri pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dan tidak menjalar, nyeri saat beraktivitas (-) nyeri
bertambah terutama saat pasien batuk. Kemudian pasien dirawat di RS
Siak dan keluhan menghilang.


- Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien kembali mengeluhkan
sesak nafas yang semakin lama semakin berat, sesak dirasakan terus
menerus, sesak saat beraktivitas (+) namun tidak menghilang dengan
istirahat dan perubahan posisi, sesak tidak dipengaruhi suhu dingin dan
debu. Nyeri pada dada sebelah kiri (+) terutama saat pasien batuk dan
menarik nafas dalam. Batuk berdahak (+) Demam (-), riwayat trauma (-),
mual dan muntah (-), tidak ada keluhan BAB dan BAK.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat asma (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat keganasan (-)
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat TB paru (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal sama.
Riwayat asma tiak diketahui.
Riwayat hipertensi tidak diketahui.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien tidak bekerja lagi.
Pasien seorang perokok selama 40 tahun, 3 bungkus dalam sehari.
Riwayat penggunaan alkohol (-).

PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah :110/70 mmHg
Nadi : 104x/ menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 36,7 C


PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Kulit dan Wajah : Wajah tidak sembab. Wajah tidak terlihat pucat.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor dengan diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+
Leher :KGB tidak membesar, tidak ada peningkatan JVP, deviasi
trakea (-).

Thorak
Paru :
- Inspeksi : Jejas (-), barrel chest (-), bentuk dan gerakan
dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak ada bagian yang
tertinggal. Tampak selang WSD terpasang pada sela iga 6 kiri,
undulasi (+), bubble (+), cairan (-).
- Palpasi : Vocal fremitus kiri melemah dibandingkan kanan.
- Perkusi : hipersonor pada lapangan paru bagian kiri dan
sonor pada lapangan paru bagian kanan.
- Auskultasi : suara nafas melemah pada paru kiri, vesikuler pada
paru kanan. Wheezing (+/+), ronkhi (+/+).
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
- Perkusi : Batas jantung DBN
- Auskultasi : Bunyi jantung (S1 dan S2) normal, bising jantung
(-)
Abdomen :
- Inspeksi : Perut cembung, tidak ada venektasi, scars, lesi dan ruam.
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi : supel, nyeri tekan dan nyeri ketok tidak ada. Hepar dan
lien tidak teraba.
- Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)





Ekstremitas :
- akral hangat
- Capillary refill time < 2 sekon.
- tidak ada edema.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 20 April 2014
- Darah Rutin
WBC : 14.300/l
HGB : 13 gr/dl
HCT : 39,9 %
PLT : 207.000/l
- Kimia Darah
AST : 31,1 U/L
ALT : 29 U/L
Glukosa : 135 mg/dl
Kreatinin : 1,35 mg/dl
Ureum : 49,9 mg/dl
BUN : 23,3 mg/dl
ALB : 3,81 g/dL
- Pemeriksaan sputum SPS : Negatif
- Foto thoraks AP





Kesan : terlihat garis putih tipis pada tepi paru kiri, pleura viseral (pleural
line). Tidak terdapat corakan paru antara tepi paru kiri dan dinding dada
kiri (gambaran radiolusen tanpa corakan paru). Corakan vaskuler
meningkat pada paru kanan.
Luas pneumothorak : 40%

RESUME
Tn. R datang ke RSUD AA pada tanggal 20 April 2014 dengan keluhan
sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS. Berdasarkan hasil
anamnesis didapatkan 1 tahun SMRS pasien sering mengeluhkan batuk kering dan
batuk berdahak dan disertai sesak nafas ringan yang berkurang dengan istirahat. 2
bulan SMRS pasien dirawat di RS Siak karena mengeluhkan sesak nafas yang
terus menerus, sesak dirasakan saat beraktivitas dan tidak menghilang dengan
istirahat. Pasien juga merasakan nyeri pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk dan bertambah terutama saat pasien batuk. Sejak 1 minggu
SMRS pasien kembali mengeluhkan sesak nafas yang semakin lama semakin
berat, sesak dirasakan terus menerus, sesak saat beraktivitas (+) namun tidak
menghilang dengan istirahat dan perubahan posisi, Nyeri pada dada sebelah kiri
(+) terutama saat pasien batuk dan menarik nafas dalam. Batuk berdahak (+).
Kemudian pasien dibawa ke RSUD AA. Dari pemeriksaan fisik pada paru kiri
didapatkan tampak selang WSD terpasang pada sela iga 6 dengan undulasi (+) dan
bubble (+), vocal fremitus kiri melemah, hipersonor, suara paru kiri melemah,
wheezing (+). Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan
peningkatan leukosit dan pada pemeriksaan radiologi terlihat garis putih tipis pada
tepi paru kiri, pleura viseral (pleural line). Tidak terdapat corakan paru antara tepi
paru kiri dan dinding dada kiri (gambaran radiolusen tanpa corakan paru).
Corakan vaskuler paru meningkat pada paru kanan.

DAFTAR MASALAH
1. Sesak nafas
2. Batuk berdahak



DIAGNOSIS
Pneumothoraks sinistra spontan sekunder e.c PPOK

RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
- Tirah baring
- Hindari kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan peningkatan
tekanan intra pleura ( teriak, bersin keras, mengejan dan batuk
keras )
- Pemberian oksigen nasal kanul 4 liter per menit
- Diet makanan lunak tinggi kalori tinggi protein

Farmakologi
- IVFD RL 20 tpm
- Cefotaksim 1mg 2x1 IV
- Salbutamol 2mg 3x1
- Codein 10mg 2x1

FOLLOW UP
Tanggal 29 April 2014
Subjektif : sesak (+), nyeri dada (+), batuk berdahak (+)
Objektif :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Vital sign : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
RR : 30 x/menit
T : 36,3 C
Paru
Inspeksi : gerakan nafas simetris, pada WSD undulasi (+),
bubble (+), cairan (-).
Palpasi : vocal fremitus kiri melemah


Perkusi : dekstra : sonor
Sinistra : hipersonor
Auskultasi : suara nafas melemah pada lapangan paru kiri,
suara napas vesikuler pada lapangan paru kiri.
Wheezing (+/+), ronkhi (-/-).

A : Pneumothoraks sinistra spontan sekunder
P :
- O2 4 liter/menit dengan nasal kanul
- IVFD RL 20 tpm
- Cefotaksim 1mg 2x1 IV
- Salbutamol 2mg 3x1
- Codein 10mg 2x1

Tanggal 30 April 2014
Subjektif : sesak berkurang, nyeri dada berkurang, batuk berdahak (+)
Objektif :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Vital sign : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 36,5 C
Paru
Inspeksi : gerakan nafas simetris, pada WSD undulasi (+),
bubble (+), cairan (-).
Palpasi : vocal fremitus kiri melemah
Perkusi : dekstra : sonor
Sinistra : hipersonor
Auskultasi : suara nafas melemah pada lapangan paru kiri,
suara napas vesikuler pada lapangan paru kiri.
Wheezing (+/+), ronkhi (-/-).


Pemeriksaan radiologi: Belum terjadi pengembangan paru.



A : Pneumothoraks sinistra spontan sekunder
P :
- O2 4 liter/menit dengan nasal kanul
- IVFD RL 20 tpm
- Cefotaksim 1mg 2x1 IV
- Salbutamol 2mg 3x1
- Codein 10mg 2x1

Tanggal 2 May 2014
Subjektif : sesak berkurang, nyeri dada (-), batuk berdahak (+)
Objektif :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 36,3 C
Paru
Inspeksi : gerakan nafas simetris, pada WSD undulasi (+),
bubble (+), cairan (-).
Palpasi : vocal fremitus kiri melemah
Perkusi : dekstra : sonor


Sinistra : hipersonor
Auskultasi : suara nafas melemah pada lapangan paru kiri,
suara napas vesikuler pada lapangan paru kiri.
Wheezing (-/-), ronkhi (-/-).

A : Pneumothoraks sinistra spontan sekunder
P :
- O2 4 liter/menit dengan nasal kanul
- IVFD RL 20 tpm
- Cefotaksim 1mg 2x1 IV
- Salbutamol 2mg 3x1
- Codein 10mg 2x1






















BAB IV
PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pneumotoraks sinistra spontan sekunder dapat
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis didapatkan adanya keluhan sesak nafas yang semakin lama semakin
memberat, batuk dan dada sebelah kiri terasa nyeri.
Dari pemeriksaan fisik thorak yang dilakukan pada tanggal 28 April 2014,
pada paru kiri didapatkan tampak selang WSD terpasang pada sela iga 6 dengan
undulasi (+) dan bubble (+), vocal fremitus kiri melemah, hipersonor pada
perkusi, suara napas melemah, dan didapakan wheezing (+). Pada pemeriksaan
radiologi yang dilakukan pada tanggal 20 April 2014 terlihat garis putih tipis pada
tepi paru kiri, pleura viseral (pleural line). Tidak terdapat corakan paru antara tepi
paru kiri dan dinding dada kiri (gambaran radiolusen tanpa corakan paru).
Corakan vaskuler paru meningkat pada paru kanan. Luas pnemotoraks pada
pasien ini adalah 40%.
Pneumothoraks spontan sekunder pada pasien ini diduga disebabkan oleh
karena penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Hal ini didasari adanya faktor
resiko kejadian PPOK pada pasien yaitu merokok selama 40 tahun dengan 3
bungkus perhari. Dari anamnesis juga didapatkan pasien sering mengeluhkan
adanya batuk berdahak. Pada PPOK saat proses inspirasi, lumen bronkiolus
melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa
dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkus kembali
menyempit sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. Akibat
hilanya elastisitas dinding bronkiolus dan juga terjadinya emfisema yang
mengakibatkan kolaps premature, sehingga udara terperangkap pada segmen paru
yang terkena, dan akhirnya berakibat terjadinya distensi berlebihan serta
penggabungan beberapa alveolus yang membentuk bula. Pembentukan bula ini
terjadi akibat fragmentasi jaringan elastik intralveolar, disertai rusaknya sekat
intraalveolar yang menipis. Bleb yang terbentuk akibat rupturnya alveoli dapat
pecah ke rongga pleura yang dapat mengakibatkan pneumotoraks spontan.


Keluhan lain yang membantu diagnosis pneumothoraks adalah nyeri dada.
Nyeri dada terjadi karena adanya udara intrapleura yang menyebabkan regangan
pada pleura parietal, nyeri juga dapat terjadi akibat perdarahan yang terjadi akibat
robekan pleura viseralis dan darah yang menimbulkan iritasi pada pleura
parietalis.
Pada pasien ini indikasi dilakukan pemasangan WSD, karena dari hasil
pemeriksaan radiologis didapatkan luas pneumothoraks yang > 15%. Dengan
dilakukan pemasangan WSD diharakan pengeluaran udara yang terjadi terus-
menerus sampai terjadi penutupan fistel bronkopleura. Setelah pemasangan WSD
dilakukan pemeriksaan radilogis untuk menentukan keberhasilan pemasangan,
dan setelah klinis membaik dilakukan pemeriksaan ulang untuk menilai
pengembangan paru. Jika paru telah mengembang sempurna, dilakukan uji coba
dengan menjepit pipa 2x24 jam, dan setelah itu dilakukan rontgen ulang sebelum
dicabut.
Terapi lainnya berupa pemakaian oksigen dengan konsentrasi tinggi.
Berdasarkan literature diperoleh bahwa pemberian oksigen 100% akan
meningkatkan resorbsi oksigen enam kali lipat. Pemberian antibiotik ditujukan
untuk mencegah infeksi sekunder akibat pemasangan WSD. Codein merupakan
opium (turunan morfin) dari golongan fenantrena yang memiliki efek anti nyeri,
meredakan batuk dan sesak nafas.












DAFTAR PUSTAKA


1. Leman MM, Thabrany Z, Amrie Y. Water Seald Drainase mini dengan
catheter intravena dan modifikasi fiksasi pada kasus hidropneumotoraks
sekunder. Laporan kasus. RS Paru Dr. M Goenawan Partowidigdo; Bogor.
No.11 tahun XXXIII, November 2007. p.774
2. FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid II. Jakarta: 2007
3. Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. 2005. p.169.
4. Sahn S, Heffner J. Spontaneus Pneumothorax. NEJM. 2000
5. Kusumawidjaja. Pleura dan Mediastinum. Dalam: Radiologi Diagnostik,
Ekayuda I, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.119-20.

Anda mungkin juga menyukai