KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU RSUD ARIFIN ACHMAD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2014
BAB I PNDAHULUAN
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara pada rongga pleura yaitu diantara jaringan paru dan dinding dada. Kondisi ini termasuk kegawatdaruratan medik, karena mengakibatkan gangguan fungsi pernapasan secara akut dan bermakna. Diagnosis yang tepat harus diikuti dengan tindakan medik sesegera mungkin untuk menghindari mortalitas. 1
Pneumothoraks dapat terjadi secara traumatik, iatrogenik, maupun terjadi secara spontan. Pneumothoraks spontan dapat dibagi menjadi pneumotoraks primer dan sekunder. Pneumothoraks spontan primer adalah pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya ataupun trauma dan dapat terjadi pada individu yang sehat. Sedangkan pneumothoraks spontan sekunder berkaitan dengan kelainan paru atau riwayat penyakit paru sebelumnya, misalnya penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan tuberkulosis paru (TB paru). 1 Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak dan tidak diketahui. Perbandingan pria dan wanita 5:1. Pneumotoraks spontan merupakan jenis pneumotoraks yang paling banyak ditemukan dengan kecenderungan semakin meningkat. 1 Pada penelitian terkini dari 505 pasien di Israel dengan pneumothoraks spontan sekunder didapatkan penyebab terbanyak adalah PPOK 348 orang, tumor 93 orang, sarkoidosis 26 orang, tuberkulosis 9 orang, penyakit infeksi paru lainya 16. Data di RSU dr.Soetomo tahun 2000-2004 menyebutkan terdapat 392 orang pasien pneumotoraks spontan sekunder yang dirawat di bangsal paru, dan pasien dengan penyakit dasar tuberkulosis paru sebanyak 304 orang (76%). 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pnemothoraks Pneumothoraks adalah keadaan dimana kavum pleura terisi udara, yang mengakibatkan paru-paru kolaps atau menguncup sehingga mengganggu respirasi. 2 Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh: 3 1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang memasuki alveolus akan memasuki rongga pleura. Pneumotoraks seperti ini disebut dengan closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tidak bisa keluar lagi dari cavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum ke arah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks. 2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung melewati lubang tersebut dibandingkan dengan traktus respiratorius yang sebenarnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan paru kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks.
Gambar 2.1 Pneumothoraks
2.2 Klasifikasi Pneumothoraks Pneumothraks berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 2
1. Pneumotoraks spontan a. Pneumotoraks spontan primer; Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya. Umumnya disebabkan oleh pecahnya suatu bleb subpleura yang biasanya terdapat di daerah apeks paru. b. Pneumotoraks spontan sekunder; Terjadi sebagai komplikasi penyakit paru dasarnya (underlying lung disease). Beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab pneumotoraks antara lain PPOK tipe emfisema dan tuberkulosis paru. 2. Pneumotoraks traumatik a. Non iatrogenik; terjadi sebagai akibat trauma, baik trauma tumpul maupun trauma tajam di dinding dada. b. Iatrogenik; terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleura dan lain-lain. Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 1. Pneumotoraks tertutup (Simple pneumothorax) Pneumotoraks tertutup merupakan suatu pneumotorak dengan tekanan udara di kavum pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfir. 2. Pneumotorak terbuka (open pneumothorax) Pneumotoraks terbuka terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. 3. Tension pneumothorax Tension pneumothoraks terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi
udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Pada keadaan ini dapat mengakibatkan gagal napas. 2.3 Pneumothoraks spontan sekunder Pneumothoraks spontan sekunder terjadi karena terdapatnya penyakit paru yang mendasari. Pneumothoraks ini merupakan komplikasi dari penyakit paru tersebut. 2.3.1 Etiologi pneumothoraks spontan sekunder 3
Penyakit yang dapat menyebabkan penumothoraks spontan sekunder meliputi : - Penyakit paru obstruksi kronis - Tuberkulosis - Asma - Pneumonia - Karsinoma bronkogenik atau metastase 2.3.2 Patogenesis pneumothoraks spontan sekunder Mekanisme terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah akibat peningkatan tekanan intrabronkial yang diteruskan hingga ke alveolar yang melebihi tekanan interstisial paru dan menyebabkan udara dari alveolus berpindah ke rongga interstisial kemudian menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Kemudian udara akan berpindah melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura sehingga menimbulkan pneumotoraks. Selain itu tekanan yang tinggi pada alveolar akan mengakibatkan alveoli robek sehingga merobek pleura disekitarnya, hal ini mengakibatkan udara masuk ke kavum pleura. Pada PPOK saat proses inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkus kembali menyempit sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. Akibat hilanya elastisitas dinding bronkiolus dan juga terjadinya emfisema yang mengakibatkan kolaps premature, sehingga udara terperangkap pada segmen paru yang terkena, dan akhirnya berakibat terjadinya distensi berlebihan serta penggabungan beberapa alveolus yang membentuk bula. Pembentukan bula ini terjadi akibat fragmentasi jaringan elastik
intralveolar, disertai rusaknya sekat intraalveolar yang menipis. Bleb yang terbentuk akibat rupturnya alveoli dapat pecah ke rongga pleura yang dapat mengakibatkan pneumotoraks spontan. 2.3.3 Diagnosis 2,3
a. Anamnesis : Sesak nafas (80-100% kasus) Nyeri dada (75-90% kasus) Batuk-batuk (25-35% kasus) b. Pemerikasaan fisik Pada pemeriksaan fisik thoraks ditemukan: - Inspeksi : dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat. - Palpasi : pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit. - Perkusi : suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar. Batas jantung terdorong kearah toraks yang sehat, apabila tekanan itrapleura tinggi. - Auskultasi : pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang. Suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka. c. Pemeriksaan penunjang : Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Gambaran radiologis foto toraks pada pneumotoraks berupa bayangan udara dalam rongga pleura yang memberikan gambaran bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopaque tipis berasal dari pleura viseralis. Jika pneumotoraks luas, akan menekan paru kearah hilus sehingga paru kolaps dan mendorong kearah kontralateral serta didapatkan pelebaran sela iga. 5
2.3.4 Penatalaksanaan 4
Penatalaksanaan bertujuan : 1. Menghilangkan udara dalam rongga pleura. 2. Menurunkan atau mencegah kemungkinan terjadinya pneumothoraks spontan berulang. Penatalaksanaan pneumothoraks (bergantung dari derajat atau luasnya pneumotoraks tersebut) mulai dari yang ringan sampai dengan berat adalah sebagai berikut: - Non operatif a. Observasi Pasien dengan luas pneumothoraks <15% saja yang dapat dilakukan terapi observasi ini, karena proses absorbsi ini berjalan lambat dan bertahap. Kirtchel dan Swartzel melaporkan bahwa 1,25% udara dalam rongga pleura diabsorbsi selama 24 jam. b. Pemberian O 2
Pemberian O 2 mempercepat rasio absorbsi udara rongga pleura. Berdasarkan penelitian pada pasien dengan pneumotoraks spontan yang diberi oksigen konsentrasi tinggi memperlihatkan absorbsi udara rongga pleura 4 kali lebih cepat.
Gambar 2.2 Foto polos thoraks AP pneumothoraks
c. Aspirasi Aspirasi dilakukan dengan cara menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk ke rongga pleura, sehinggta tekanan udara positif pada rongga pleura akan keluar melalui jarum tersebut. Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan luas pneumothoraks >15%. d. Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD) Pemasangan WSD dilakukan untuk mengalirkan udara dari dalam rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga pleura. Pemasangan WSD dilakukan pada ICS 6 linea mid aksilaris pada hemitoraks yang terkena. Untuk WSD dicabut apabila ketika pasien disuruh untuk batuk, undulasi cairan pada botol WSD sudah tidak terdapat lagi. Untuk mengevaluasi keberhasilan WSD dalam mengembangkan paru, maka dilakukan pemeriksaan rontgen kembali. - Operatif a. Pleurodesis Dilakukan pada pneumotoraks berulang atau habitualis. Dilakukan dengan merekatkan pleura parietal dan pleuran viseral. b. Torakoskopi Torakoskopi merupakan suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks menggunakan alat bantu torakoskop. Torakoskopi bisa untuk diagnosis maupun untuk terapi. c. Torakotomi Torakotomi merupakan tindakan pembedahan pada rongga toraks. Terapi ini digunakan bila terapi dengan torakospoi gagal dilakukan.
2.3.5 Komplikasi pneumothoraks 2 1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema, hidropneumotoraks. 2. Gangguan hemodinamika. Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak output, sehingga dapat menimbulkan syok kardiogenik.
3. Emfisema, dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.
2.3.6 Prognosis pneumothoraks Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien PSS tergantung dari penyakit paru yang mendasarinya. 2
BAB III ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. R Umur : 83 tahun 9 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : - Status : Menikah Alamat : Tualang Siak Masuk RS : 20 April 2014 Tanggal Pemeriksaan : 28 April 2014
ANAMNESIS KELUHAN UTAMA Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG - 1 tahun SMRS pasien sering mengeluhkan batuk kering dan berdahak yang hilang timbul, dahak berwarna putih, darah pada dahak (-), keluhan pasien juga mengeluhkan sesak nafas ringan yang hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh waktu dan suhu, pasien tidak mengeluhkan demam, tidak ada mengeluhkan keringat pada malam hari serta penurunan nafsu makan. - 2 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas yang terus menerus, sesak dirasakan saat beraktivitas dan tidak menghilang dengan istirahat. Pasien juga merasakan nyeri pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar, nyeri saat beraktivitas (-) nyeri bertambah terutama saat pasien batuk. Kemudian pasien dirawat di RS Siak dan keluhan menghilang.
- Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien kembali mengeluhkan sesak nafas yang semakin lama semakin berat, sesak dirasakan terus menerus, sesak saat beraktivitas (+) namun tidak menghilang dengan istirahat dan perubahan posisi, sesak tidak dipengaruhi suhu dingin dan debu. Nyeri pada dada sebelah kiri (+) terutama saat pasien batuk dan menarik nafas dalam. Batuk berdahak (+) Demam (-), riwayat trauma (-), mual dan muntah (-), tidak ada keluhan BAB dan BAK.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal sama. Riwayat asma tiak diketahui. Riwayat hipertensi tidak diketahui.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI Pasien tidak bekerja lagi. Pasien seorang perokok selama 40 tahun, 3 bungkus dalam sehari. Riwayat penggunaan alkohol (-).
PEMERIKSAAN UMUM Kesadaran : Komposmentis Tekanan darah :110/70 mmHg Nadi : 104x/ menit Pernapasan : 30 x/menit Suhu : 36,7 C
PEMERIKSAAN FISIK Kepala Kulit dan Wajah : Wajah tidak sembab. Wajah tidak terlihat pucat. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor dengan diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+ Leher :KGB tidak membesar, tidak ada peningkatan JVP, deviasi trakea (-).
Thorak Paru : - Inspeksi : Jejas (-), barrel chest (-), bentuk dan gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak ada bagian yang tertinggal. Tampak selang WSD terpasang pada sela iga 6 kiri, undulasi (+), bubble (+), cairan (-). - Palpasi : Vocal fremitus kiri melemah dibandingkan kanan. - Perkusi : hipersonor pada lapangan paru bagian kiri dan sonor pada lapangan paru bagian kanan. - Auskultasi : suara nafas melemah pada paru kiri, vesikuler pada paru kanan. Wheezing (+/+), ronkhi (+/+). Jantung : - Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat. - Palpasi : Ictus cordis tidak teraba. - Perkusi : Batas jantung DBN - Auskultasi : Bunyi jantung (S1 dan S2) normal, bising jantung (-) Abdomen : - Inspeksi : Perut cembung, tidak ada venektasi, scars, lesi dan ruam. - Auskultasi : Bising usus (+) - Palpasi : supel, nyeri tekan dan nyeri ketok tidak ada. Hepar dan lien tidak teraba. - Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Ekstremitas : - akral hangat - Capillary refill time < 2 sekon. - tidak ada edema.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal 20 April 2014 - Darah Rutin WBC : 14.300/l HGB : 13 gr/dl HCT : 39,9 % PLT : 207.000/l - Kimia Darah AST : 31,1 U/L ALT : 29 U/L Glukosa : 135 mg/dl Kreatinin : 1,35 mg/dl Ureum : 49,9 mg/dl BUN : 23,3 mg/dl ALB : 3,81 g/dL - Pemeriksaan sputum SPS : Negatif - Foto thoraks AP
Kesan : terlihat garis putih tipis pada tepi paru kiri, pleura viseral (pleural line). Tidak terdapat corakan paru antara tepi paru kiri dan dinding dada kiri (gambaran radiolusen tanpa corakan paru). Corakan vaskuler meningkat pada paru kanan. Luas pneumothorak : 40%
RESUME Tn. R datang ke RSUD AA pada tanggal 20 April 2014 dengan keluhan sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS. Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan 1 tahun SMRS pasien sering mengeluhkan batuk kering dan batuk berdahak dan disertai sesak nafas ringan yang berkurang dengan istirahat. 2 bulan SMRS pasien dirawat di RS Siak karena mengeluhkan sesak nafas yang terus menerus, sesak dirasakan saat beraktivitas dan tidak menghilang dengan istirahat. Pasien juga merasakan nyeri pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan bertambah terutama saat pasien batuk. Sejak 1 minggu SMRS pasien kembali mengeluhkan sesak nafas yang semakin lama semakin berat, sesak dirasakan terus menerus, sesak saat beraktivitas (+) namun tidak menghilang dengan istirahat dan perubahan posisi, Nyeri pada dada sebelah kiri (+) terutama saat pasien batuk dan menarik nafas dalam. Batuk berdahak (+). Kemudian pasien dibawa ke RSUD AA. Dari pemeriksaan fisik pada paru kiri didapatkan tampak selang WSD terpasang pada sela iga 6 dengan undulasi (+) dan bubble (+), vocal fremitus kiri melemah, hipersonor, suara paru kiri melemah, wheezing (+). Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan peningkatan leukosit dan pada pemeriksaan radiologi terlihat garis putih tipis pada tepi paru kiri, pleura viseral (pleural line). Tidak terdapat corakan paru antara tepi paru kiri dan dinding dada kiri (gambaran radiolusen tanpa corakan paru). Corakan vaskuler paru meningkat pada paru kanan.
RENCANA PENATALAKSANAAN Non Farmakologi - Tirah baring - Hindari kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan peningkatan tekanan intra pleura ( teriak, bersin keras, mengejan dan batuk keras ) - Pemberian oksigen nasal kanul 4 liter per menit - Diet makanan lunak tinggi kalori tinggi protein
FOLLOW UP Tanggal 29 April 2014 Subjektif : sesak (+), nyeri dada (+), batuk berdahak (+) Objektif : Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : komposmentis Vital sign : TD : 110/80 mmHg Nadi : 98 x/menit RR : 30 x/menit T : 36,3 C Paru Inspeksi : gerakan nafas simetris, pada WSD undulasi (+), bubble (+), cairan (-). Palpasi : vocal fremitus kiri melemah
Perkusi : dekstra : sonor Sinistra : hipersonor Auskultasi : suara nafas melemah pada lapangan paru kiri, suara napas vesikuler pada lapangan paru kiri. Wheezing (+/+), ronkhi (-/-).
A : Pneumothoraks sinistra spontan sekunder P : - O2 4 liter/menit dengan nasal kanul - IVFD RL 20 tpm - Cefotaksim 1mg 2x1 IV - Salbutamol 2mg 3x1 - Codein 10mg 2x1
Tanggal 30 April 2014 Subjektif : sesak berkurang, nyeri dada berkurang, batuk berdahak (+) Objektif : Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : komposmentis Vital sign : TD : 110/80 mmHg Nadi : 98 x/menit RR : 28 x/menit T : 36,5 C Paru Inspeksi : gerakan nafas simetris, pada WSD undulasi (+), bubble (+), cairan (-). Palpasi : vocal fremitus kiri melemah Perkusi : dekstra : sonor Sinistra : hipersonor Auskultasi : suara nafas melemah pada lapangan paru kiri, suara napas vesikuler pada lapangan paru kiri. Wheezing (+/+), ronkhi (-/-).
Pemeriksaan radiologi: Belum terjadi pengembangan paru.
A : Pneumothoraks sinistra spontan sekunder P : - O2 4 liter/menit dengan nasal kanul - IVFD RL 20 tpm - Cefotaksim 1mg 2x1 IV - Salbutamol 2mg 3x1 - Codein 10mg 2x1
Tanggal 2 May 2014 Subjektif : sesak berkurang, nyeri dada (-), batuk berdahak (+) Objektif : Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : komposmentis Vital sign : TD : 110/70 mmHg Nadi : 96 x/menit RR : 28 x/menit T : 36,3 C Paru Inspeksi : gerakan nafas simetris, pada WSD undulasi (+), bubble (+), cairan (-). Palpasi : vocal fremitus kiri melemah Perkusi : dekstra : sonor
Sinistra : hipersonor Auskultasi : suara nafas melemah pada lapangan paru kiri, suara napas vesikuler pada lapangan paru kiri. Wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
A : Pneumothoraks sinistra spontan sekunder P : - O2 4 liter/menit dengan nasal kanul - IVFD RL 20 tpm - Cefotaksim 1mg 2x1 IV - Salbutamol 2mg 3x1 - Codein 10mg 2x1
BAB IV PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis pneumotoraks sinistra spontan sekunder dapat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan sesak nafas yang semakin lama semakin memberat, batuk dan dada sebelah kiri terasa nyeri. Dari pemeriksaan fisik thorak yang dilakukan pada tanggal 28 April 2014, pada paru kiri didapatkan tampak selang WSD terpasang pada sela iga 6 dengan undulasi (+) dan bubble (+), vocal fremitus kiri melemah, hipersonor pada perkusi, suara napas melemah, dan didapakan wheezing (+). Pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan pada tanggal 20 April 2014 terlihat garis putih tipis pada tepi paru kiri, pleura viseral (pleural line). Tidak terdapat corakan paru antara tepi paru kiri dan dinding dada kiri (gambaran radiolusen tanpa corakan paru). Corakan vaskuler paru meningkat pada paru kanan. Luas pnemotoraks pada pasien ini adalah 40%. Pneumothoraks spontan sekunder pada pasien ini diduga disebabkan oleh karena penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Hal ini didasari adanya faktor resiko kejadian PPOK pada pasien yaitu merokok selama 40 tahun dengan 3 bungkus perhari. Dari anamnesis juga didapatkan pasien sering mengeluhkan adanya batuk berdahak. Pada PPOK saat proses inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkus kembali menyempit sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. Akibat hilanya elastisitas dinding bronkiolus dan juga terjadinya emfisema yang mengakibatkan kolaps premature, sehingga udara terperangkap pada segmen paru yang terkena, dan akhirnya berakibat terjadinya distensi berlebihan serta penggabungan beberapa alveolus yang membentuk bula. Pembentukan bula ini terjadi akibat fragmentasi jaringan elastik intralveolar, disertai rusaknya sekat intraalveolar yang menipis. Bleb yang terbentuk akibat rupturnya alveoli dapat pecah ke rongga pleura yang dapat mengakibatkan pneumotoraks spontan.
Keluhan lain yang membantu diagnosis pneumothoraks adalah nyeri dada. Nyeri dada terjadi karena adanya udara intrapleura yang menyebabkan regangan pada pleura parietal, nyeri juga dapat terjadi akibat perdarahan yang terjadi akibat robekan pleura viseralis dan darah yang menimbulkan iritasi pada pleura parietalis. Pada pasien ini indikasi dilakukan pemasangan WSD, karena dari hasil pemeriksaan radiologis didapatkan luas pneumothoraks yang > 15%. Dengan dilakukan pemasangan WSD diharakan pengeluaran udara yang terjadi terus- menerus sampai terjadi penutupan fistel bronkopleura. Setelah pemasangan WSD dilakukan pemeriksaan radilogis untuk menentukan keberhasilan pemasangan, dan setelah klinis membaik dilakukan pemeriksaan ulang untuk menilai pengembangan paru. Jika paru telah mengembang sempurna, dilakukan uji coba dengan menjepit pipa 2x24 jam, dan setelah itu dilakukan rontgen ulang sebelum dicabut. Terapi lainnya berupa pemakaian oksigen dengan konsentrasi tinggi. Berdasarkan literature diperoleh bahwa pemberian oksigen 100% akan meningkatkan resorbsi oksigen enam kali lipat. Pemberian antibiotik ditujukan untuk mencegah infeksi sekunder akibat pemasangan WSD. Codein merupakan opium (turunan morfin) dari golongan fenantrena yang memiliki efek anti nyeri, meredakan batuk dan sesak nafas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Leman MM, Thabrany Z, Amrie Y. Water Seald Drainase mini dengan catheter intravena dan modifikasi fiksasi pada kasus hidropneumotoraks sekunder. Laporan kasus. RS Paru Dr. M Goenawan Partowidigdo; Bogor. No.11 tahun XXXIII, November 2007. p.774 2. FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid II. Jakarta: 2007 3. Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. 2005. p.169. 4. Sahn S, Heffner J. Spontaneus Pneumothorax. NEJM. 2000 5. Kusumawidjaja. Pleura dan Mediastinum. Dalam: Radiologi Diagnostik, Ekayuda I, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.119-20.
Tabel 1rekomendasi Antibiotik Pada Pasien Yang Diterapi Inisial Dengan Antibiotik Atau Yang Telah Gagal 48 - 72 Jam Pada Terapi Inisial Dengan Antibiotik Atau Observasi
Tabel 1rekomendasi Antibiotik Pada Pasien Yang Diterapi Inisial Dengan Antibiotik Atau Yang Telah Gagal 48 - 72 Jam Pada Terapi Inisial Dengan Antibiotik Atau Observasi