Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah medik, sosial dan ekonomi
yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang
sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk membiayai pasien
dengan gagal ginjal kronik (Vijay, 2002). Penyakit gagal ginjal kronik akan
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan berakhir dengan gagal
ginjal terminal. Banyak pasien dengan gagal ginjal terminal berlanjut dengan
kematian karena mahalnya biaya pengobatan untuk hemodialisa. Keadaan
ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya serta penyesuaian diri terhadap
kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan sosial dan menurunkan kualitas
hidup pasien akibat penyakit gagal ginjal kronik.
Jumlah penderita GGK di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya,
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun (Rahardjo, 1996). Jumlah
pasien dengan ESRD (End Stage Renal Disease) diprediksi terus meningkat dari
340.000 pada tahun 1999 dan mencapai 651.000 pada tahun 2010. Dari data di
beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidensi GGK berkisar antara
100-150/ 1juta penduduk. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrati et al.(1999) di RS
Dr. Soetomo mengungkapkan bahwa karakteristik pasien GGK berumur antara 32-75
tahun dengan rata-rata berumur 52 tahun. Menurut USRDS (United States Renal Data
System), Insidensi tertinggi penyakit ginjal kronik terjadi pada usia lebih dari 65
tahun. Usia merupakan faktor resiko terjadi GGK. Proses menua tersebut dapat
berpengaruh pada perubahan fungsi ginjal. Pada usia 70 tahun atau lebih ditemukan
penurunan fungsi ginjal sebanyak 30-50% (Pradeep A, 2010).
2

Umumnya GGK disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik difus dan menahun.
Glomerulonefritis, hipertensi esensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling
sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60% (Sukandar, 2006). Menurut Steven dan
Levey (2005), 47% penderita gagal ginjal kronis yang berusia lebih dari 60 tahun
lebih banyak disebabkan karena gangguan metabolik seperti diabetes melitus.
Berdasarkan data USRDS tahun 2000, hipertensi merupakan penyebab ESRD yang
paling besar, yaitu sebanyak 21% dari total kasus.
GGK merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadiannya
masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering tanpa keluhan maupun dengan
gejala klinis. Evaluasi yang dilakukan pada pasien penyakit ginjal kronis dengan
pemeriksaan laboratorium selain untuk menetapkan diagnosa jenis penyakit ginjal,
juga untuk mengetahui adanya penyakit penyerta, derajat penyakit dengan menilai
fungsi ginjal, serta komplikasi yang terkait dengan derajat fungsi ginjal.
Penyakit gagal ginjal kronik dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Saat
terjadi penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) sedang, akan terjadi komplikasi
berupa hiperfosfatemia, hipokalsemia, hipertensi, anemia dan hiperurikemia (Sudoyo
et al, 2009). Hiperurikemia sering terjadi pada GGK. Kelainan ini dapat disebabkan
oleh gangguan eksresi asam urat akibat penurunan fungsi ginjal. Evaluasi
pemeriksaan laboratorium pada gagal ginjal kronik ini dilakukan untuk mengetahui
peningkatan kadar asam urat dalam darah. (Sukandar, 2006).
Anemia merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada 80-90% pasien
GGK (Sudoyo et al, 2009). Apabila terjadi kerusakan ginjal yang berat akan
menyebabkan gangguan produksi eritropoietin di ginjal sehingga produksi sel darah
merah berkurang. Seiring dengan kerusakan ginjal yang disertai dengan penurunan
laju filtrasi glomerulus, maka derajat anemianya akan meningkat (Naskah Lengkap
Penyakit DalamPIT, 2010). Anemia yang ditemukan pada pasien GGK sangat
bervariasi terdiri dari anemia normokrom normositer, anemia defisiensi besi dengan
gambaran mikrositik hipokrom, anemia defisiensi asam folat dan B
12
dengan
3

gambaran makrositik hipokrom. Evaluasi terhadap anemia tersebut dapat dilakukan
dengan pemeriksaan hemoglobin dan morfologi darah untuk mengetahui penyebab
anemia (Drawz P, 2009).
Jika terjadi penurunan LFG berat akan terjadi komplikasi berupa asidosis
metabolik dan gangguan keseimbangan elektrolit berupa hiperkalemia dan
hiponatremia. Pada pemeriksaan laboratorium elektrolit darah akan menunjukkan
penurunan kadar natrium dan peningkatan kadar kalium darah. Keadaan hiponatremia
dapat ditemukan pada pasien GGK yang mengalami deplesi cairan atau dehidrasi.
Sedangkan hiperkalemia merupakan komplikasi GGK, umumnya sering terjadi pada
pasien dengan ESRD (Sudoyo et al, 2009). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
hiperkalemia adalah pada keadaan gagal jantung kongestif, hipertensi berat, deplesi
garam dan air serta penggunaan diuretika (Sukandar, 2006). Pada populasi yang
menjalani dialysis, prevalensi hiperkalemia di estimasi antara 5-10%. Hiperkalemia
menyebabkan kematian pada 2-5% pasien dengan ESRD (Clinical Journal of the
American Society of Nephrology, 2010).
Pada saat terjadi kegagalan ginjal stadium akhir maka gejala uremia mulai
terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinalis, gangguan
neurologik, dan gangguan serebral yang dapat terjadi pada keadaan ureum yang
sangat tinggi dan dapat berakhir dengan koma. Koma uremikum merupakan salah
satu bentuk progresivitas penyakit GGK yang dapat mengakibatkan kematian jika
tidak dilakukan hemodialisis segera (DN Baron, 1995).
Pemeriksaan dasar dan paling penting untuk mengevaluasi kerusakan fungsi
ginjal adalah dengan menggunakan GFR (Glomerular Filtration Rate/Laju filtrasi
Glomerulus). Salah satu pemeriksaan yang di gunakan untuk mengetahui GFR adalah
dengan klirens kreatinin. Namun, penanda yang ideal untuk pengukuran GFR adalah
inulin. Tetapi inulin hanya dipakai dalam penelitian tertentu, karena pengukuran
inulin sangat jarang ditemukan dalam pemeriksaan laboratorium sehari-hari
(AmerindBio Clinic, 2011).
4

Pemeriksaan yang mudah dan merupakan alternatif lain untuk menentukan
derajat kerusakan ginjal serta monitor progresivitas penyakit GGK adalah dengan
pemeriksaan eGFR (estimation Glomerular Filtration Rate). Dalam menentukan
stadium GGK, sangat penting untuk memperkirakan GFR. Perhitungan estimasi GFR
tersebut mengunakan rumus Cockroft-Gault berdasarkan rekomendasi oleh
NKF/DOQI (National Kidney Foundation) untuk menghitung eGFR dengan
menggunakan serum kreatinin, usia, jenis kelamin, dan berat badan (Sudoyo et al,
2009); (Sacher, 2004). Rumus persamaan Cockroft-Gault sering digunakan oleh para
tenaga medis karena relatif sederhana dan akurat. Jika didapatkan hasil estimasi GFR
menurun maka dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit dan
komplikasi yang mungkin terjadi pada GGK seperti anemia, hiperkalemia, asidosis
metabolik dan sindrom azotemia.
Salah satu faktor penyebab meningkatnya angka penderita gagal ginjal dari
tahun ke tahun di dunia, karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap deteksi
dini penyakit tersebut. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah
diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap komplikasi GGK (Noviani,
2009).
Pemeriksaan laboratorium penting untuk memberi gambaran tentang
komplikasi yang ditimbulkan dan tidak boleh diabaikan agar derajat penyakit GGK
tidak semakin berat. Banyaknya kejadian GGK perlu mendapat perhatian, karena
dapat menimbulkan berbagai komplikasi sesuai dengan derajat penurunan fungsi
ginjal antara lain anemia, gangguan keseimbangan elektrolit, hiperfosfatemia,
osteodistrofi renal, asidosis dan uremia. Dalam penelitian ini karakteristik
pemeriksaan laboratorium pasien gagal ginjal kronik yang diteliti adalah eGFR,
ureum, asam urat, hemoglobin, natrium, kalium dan adanya proteinuria, oleh karena
keterbatasan dari sarana pemeriksaan di RS.Bhaktiyudha.
RSU Bhaktiyudha depok merupakan rumah sakit rujukan terbaik di Depok
yang memiliki jaringan institusi pelayanan luas dengan pusat unggulan pelayanan
kesehatan dengan penyakit degeneratif, dan di rumah sakit tersebut tercatat bahwa
5

banyak kasus gagal ginjal kronik yang meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
karakteristik pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal ginjal kronik di rumah sakit
Bhakti Yudha Depok.

I.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan dapat dirumuskan masalah sebagai berikut,
a. Bagaimanakah distribusi proporsi pasien GGK di RS. Bhaktiyudha Depok
berdasarkan usia?
b. Bagaimanakah distribusi pasien berdasarkan derajat GGK pada pasien GGK
di RS. Bhaktiyudha Depok?
c. Bagaimanakah karakteristik gambaran laboratorium (ureum, asam urat, kadar
Hb, proteinuria dan elektrolit darah (Na dan K)) pada pasien GGK RS. Bhakti
Yudha Depok berdasarkan derajat GGK?
d. Apakah terdapat hubungan antara estimasi GFR dengan kadar ureum pada
pasien GGK di RS. Bhaktiyudha Depok?
e. Apakah terdapat hubungan antara estimasi GFR dengan kadar Hb pada pasien
GGK RS. Bhaktiyudha Depok?
f. Apakah terdapat hubungan antara derajat penurunan fungsi ginjal (eGFR)
dengan kadar asam urat pada pasien GGK di RS. Bhaktiyudha Depok?
g. Apakah terdapat hubungan antara derajat penurunan fungsi ginjal (eGFR)
dengan kadar natrium pada pasien GGK di RS. Bhaktiyudha Depok?
h. Apakah terdapat hubungan antara derajat penurunan fungsi ginjal (eGFR)
dengan kadar kalium pada pasien GGK di RS. Bhaktiyudha Depok?
i. Apakah terdapat hubungan antara derajat penurunan fungsi ginjal (eGFR)
dengan proteinuria pada pasien GGK di RS. Bhaktiyudha Depok?


6

I.3 Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan masalah tersebut penelitian ini memiliki tujuan sebagai
berikut:
I.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik pemeriksaan laboratorium pada pasien
gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Baktiyudha Depok.
I.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi proporsi pasien GGK di RS. Bhaktiyudha Depok
berdasarkan usia
b. Mengetahui distribusi proporsi pasien GGK di RS. Bhaktiyudha Depok
berdasarkan derajat GGK
c. Mengetahui distribusi proporsi kadar asam urat darah dan hubungannya
dengan derajat penurunan fungsi ginjal pada pasien GGK di RS.
Bhaktiyudha Depok
d. Mengetahui distribusi proporsi kadar hemoglobin darah pada pasien GGK
di RS. Bhaktiyudha Depok berdasarkan derajat GGK
e. Mengetahui distribusi proporsi hiponatremia dan hubungannya dengan
derajat penurunan fungsi ginjal pada pasien GGK di RS. Bhaktiyudha
Depok
f. Mengetahui distribusi proporsi hiperkalemia dan hubungannya dengan
derajat penurunan fungsi ginjal pada pasien GGK di RS. Bhaktiyudha
Depok
g. Mengetahui distribusi proporsi proteinuria dan hubungannya dengan
derajat penurunan fungsi ginjal pada pasien GGK di RS. Bhaktiyudha
Depok
h. Mengetahui hubungan antara eGFR dengan kadar ureum pasien GGK di
RS. Bhaktiyudha Depok
i. Mengetahui hubungan antara eGFR dengan kadar hemoglobin pasien
GGK di RS. Bhaktiyudha Depok
7

I.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk :
I.4.1 Bagi Petugas Pelayanan Kesehatan dan Penanggung Jawab Setempat
Dapat menjadi masukan dan tambahan ilmu pengetahuan tentang
karakteristik pemeriksaan laboratorium pasien gagal ginjal kronik, agar lebih
memperhatikan komplikasi yang terjadi pada GGK. Sehingga tenaga medis
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pasien
dengan melakukan upaya pencegahan terhadap komplikasi gagal ginjal
kronik.
I.4.2 Masyarakat umum
Sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan sehingga masyarakat
diharapkan mengetahui pemeriksaan laboratorium yang penting untuk
penyakit gagal ginjal kronik untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi lebih
lanjut pada GGK.
1.4.3 Bagi Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Memberi gambaran mengenai pemeriksaan laboratorium gagal ginjal
kronik berdasarkan parameter pemeriksaan laboratorium yang tepat.
I.4.4 Bagi peneliti
Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian yang dapat menjadi
acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai karakteristik pemeriksaan
laboratorium pasien gagal ginjal kronik.

Anda mungkin juga menyukai