Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari Pabrik Pulp Dan Kertas
Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari Pabrik Pulp Dan Kertas
0
=
l
l
(1)
Keterangan :
= Regangan (%)
o
= Panjang mula-mula (mm)
= Pertambahan panjang (mm)
Dengan demikian regangan merupakan ukuran kekenyalan (kemuluran) suatu
bahan yang biasanya dinyatakan dalam %. Besarnya kekuatan tarik dapat diperoleh
dari kurva aluran tegangan atau regangan. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari
besarnya beban maksimum (F
maks
) yang digunakan untuk memutuskan/ mematahkan
spesimen bahan dibagi dengan luas penampang awal (A
o
) dan secara matematis
ditulis sebagai berikut :
54
0
maks
A
F
= (2)
Keterangan :
= tegangan atau kekuatan tarik (kgf/mm
2
)
F
maks
= beban maksimum (kgf)
A
0
= luas penampang awal (mm
2
)
2.9.2. Kekuatan Lentur UFS (Ultimate Flexural Strength)
Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui ketahanan suatu bahan terhadap
pembebanan pada titik lentur dan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.
Pembebanan yang diberikan adalah pembebanan dengan tegak lurus dengan titik-titik
sebagai penahanan berjarak tertentu dan titik pembebanan diletakkan pada titik
tengah sampel di mana besarnya pelengkungan ini disebut defleksi (). Persamaan
untuk mendapatkan kekuatan lentur adalah:
2
2
3
lt
PL
MOR = (3)
t
yl
L P
MOE
4
4
'
= (4)
MOR = modulus patah (kg/cm
2
)
MOE = modulus elastisitas (kg/cm
2
)
55
P = beban patah (kg)
P = beban lentur (kg)
L = jarak sanggah (cm)
l = lebar spesimen (cm)
t = tebal spesimen (cm)
y = jarak defleksi (cm) (Haygreen, 1996)
2.10. Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)
Spektroskopi IR merupakan suatu metoda analisis yang dipakai untuk
karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Dengan cara menentukan dan
merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik dalam
daerah sinar infra merah. Daerah infra merah didefenisikan sebagai daerah yang
memiliki panjang gelombang 1-500 nm. Setiap gugus dalam molekul umumnya
mempunyai karakteristik sendiri, sehingga spektroskopi IR dapat digunakan untuk
mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita serapan merupakan
ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh polimer (Seymour, 1975).
Untuk dapat mengindentifikasi data infra merah dari bahan polimer,
diperlukan suatu persyaratan yaitu zat yang diselidiki harus homogen secara kimia.
Tahap awal identifikasi bahan polimer, serapan yang karakteristik untuk masing-
masing bahan polimer harus diketahui dengan membandingkan spektrum yang telah
56
dikenal. Pita serapan yang khas akan ditunjukkan oleh monomer penyusun material
dan struktur molekulnya (Billmeyer, 1984).
Metoda ini didasarkan pada interaksi antara radiasi infra merah dengan materi
(interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik). Interaksi ini berupa
absorpsi pada frekwensi atau panjang gelombang tertentu yang berhubungan dengan
energi transisi antara berbagai keadaan energi vibrasi, rotasi, dan molekul. Radiasi
infra merah yang penting dalam penentuan struktur atau analisa gugus fungsi terletak
pada 400 cm
-1
- 650 cm
-1
.
2.11. Analisis Termal Bahan Polimer
Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang
perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi juga terjadi proses
kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi dan sebagainya.
Differensial Thermal Analysis (DTA) adalah suatu metoda yang dapat digunakan
untuk menentukan sifat termal suatu bahan polimer. DTA merupakan suatu metode
yang dapat mencatat perbedaan suhu antara sampel dan senyawa pembanding, baik
terhadap waktu ataupun suhu.
Dalam bidang polimer, DTA sering digunakan untuk menentukan temperatur
leleh (T
m
) dan temperatur gelas (T
g
). Temperatur leleh adalah temperatur pada saat
polimer mengalamni pelelehan secara sempurna, sedangkan temperatur transisi gelas
(T
g
) adalah temperatur pada saat terjadinya perubahan sifat fisik polimer dari elastis
menjadi kaku.
57
Metode DTA mempunyai kelebihan dapat memberikan hasil yang spesifik
untuk suatu sampel, karena tidak ada dua material yang memberikan suatu kurva
yang sama persis walaupun mempunyai perbedaan yang sangat kecil dari struktur
kristal dan komposisi kimia. Puncak-puncak yang dihasilkan akan berbeda baik dari
luas atau bentuk puncak sehingga kurva yang dihasilkan khas untuk setiap jenis
material. Kekurangan DTA adalah terlihat perbedaan yang nyata pada jangkauan
temperatur yang lebar sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai
jangkauan tersebut, dan kurva yang dihasilkan sangat tergantung pada peralatan dan
teknik penentuan sehingga untuk jenis material yang sama jika dianalisis dengan dua
alat yang berbeda akan memberikan kurva yang sedikit berbeda.
2.12. Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut
dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat
perubahan dalam bahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, di mana
alat yang biasa digunakan adalah SEM.
Teknik SEM merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan spesimen.
Gambar tampilan permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan
tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan, gambar topografi diperoleh dari
penangkapan sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder
yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor sehingga
58
diperoleh gambar khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen,
selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan film hitam putih.
Pada dasarnya SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan yang dipantulkan
atau berkas sinar elektrom sekunder. SEM menggunakan prinsip scanning di mana
berkas elektron diarahkan pada titik-titik pada permukaan spesimen. Gerakan
elektron tersebut dinamakan scanning atau gerakan membaca.
Sampel yang akan dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan
dengan konduktifitasnya rendah sehingga saat analisa SEM, bahan polimer harus
dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Konduktor yang biasa digunakan adalah
perak, tetapi untuk analisa pada jangka waktu yang lama penggunaan emas atau
campuran emas dan paladium akan lebih baik.
59
2.13. Diagram Kerangka Konsep
Fibre Recovery
(Karakteristik)
Fibre Glass
(Karakteristik)
Penyediaan
Komposit
Polipropilena
Gambar 6. Kerangka Konsep
Coupling Agent
Kondisi optimum
Uji Karakteristik sebagai
Bahan Teknis
Uji
Biodegradasisi
Rekomendasi
60
61
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat
a. Neraca Analitik Sartorius
b. Oven Memmert
c. Hot Plate Stirrer Ika Ret BC
d. Termometer Ika - Ret BC
e. Botol Akuades
f. Corong Pisah Pyrex
g. Labu Leher Tiga Pyrex
h. Alat-alat gelas
i. Pendingin Liebig Pyrex
j. Seperangkat Alat Vakum 2XZ-4 rotary vane
k. Plat Aluminium
l. Seperangkat Alat FTIR Shimadzu FTIR 8201PC
m. Seperangkat Alat DTA Shimadzu DT - 30
n. Seperangkat Alat SEM
o. Seperangkat Alat Uji Tarik MFG SC 2DE
p. Seperangkat Alat Mikroskop Metalurgi Meiji Techno
3.2. Bahan
a. Serat Kayu (Fibre Recovery/ FR)
b. Asam Maleat Anhidrat (MAH) p.a.E.Merck
c. Polipropilena (PP)
d. Silena p.a.E.Merck
e. Benzoil Peroksida (BPO) p.a.E.Merck
f. Aseton p.a.E.Merck
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Bahan Komposit
Serat kayu (fiber recovery) diperoleh dari pengolahan limbah PT. Indah Kiat
Pulp and Paper Corporation. Sebelum diproses, FR dicuci, dibersihkan kotorannya
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100C selama 48 jam. FR tersebut
dihaluskan dan dianalisis morfologi dan sifat kimianya. Matriks PP disiapkan dengan
melarutkannya dalam silena dengan perbandingan 1 : 15, kemudian diaduk dan
dipanaskan pada suhu 175C.
Pencampuran PP dan FR dengan penambahan asam maleat anhidrat (MAH)
dan benzoil peroksida (BPO) dilakukan dengan menggunakan metode refluks dengan
pelarut silena pada suhu 175C selama 3 jam. Perbandingan antara PP : FR adalah 90
: 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50 (% w/w). MAH yang diberikan adalah 3 % dari
berat pencampuran (PP : FR) sedangkan BPO yang diberikan adalah 1 % dari berat
MAH yang ditambahkan.
44
3.3.2. Pengolahan Campuran Polimer Polipropilena dengan Serat (PPFR)
PP dilarutkan dalam pelarut silena, lalu ditambahkan FR dengan variasi
perbandingan yang ditentukan. Kemudian direfluks pada suhu 175C dengan waktu
pencampuran selama 3 jam. Hasil pencampuran akan diperoleh campuran PPFR.
Campuran ini kemudian diuapkan pelarut silenanya, lalu dicetak panas pada suhu
175C dan akan didapat film campuran polimer-serat (komposit) yang menjadi
spesimen.
3.3.3. Pengolahan Campuran Polipropilena, Serat, dan MAH (PPFRMAH)
MAH dilarutkan dalam aseton lalu ditambahkan ke dalam PP yang telah
dilarutkan. Kemudian hasilnya dicampurkan dengan FR. Hasilnya adalah campuran
PPFRMAH dan campuran ini dicetak tekan pada suhu 175C sehingga diperoleh
film komposit yang menjadi spesimen. Perlakuan yang sama dilakukan untuk semua
perbandingan PP : FR.
3.3.4. Pengolahan Campuran Polipropilena, Serat, MAH, dan Benzoil
Peroksida (PP-FR-MAH-BPO)
MAH dilarutkan dalam aseton lalu ditambahkan ke dalam PP yang telah
dilarutkan. FR ditambahkan pelarut yang sesuai (silena) dan ditambah benzoil
peroksida. Kemudian kedua campuran di atas dicampurkan sehingga diperoleh
campuran PPFRMAHBPO, lalu campuran ini dicetak tekan pada suhu 175C,
45
sehingga diperoleh film komposit yang menjadi spesimen. Perlakuan yang sama
dilakukan untuk semua perbandingan PP : FR.
3.3.5. Pembuatan Film
Alat hot press diatur pada temperatur 175C. Campuran ditimbang sebanyak
10 gram dan diletakkan di tengah cetakan yang berada dua glassy plate. Kemudian
dimasukkan ke tempat sampel pada alat hot press dan dibiarkan selama 5 menit.
Setelah itu diberi tekanan 50 kgf/cm
2
dan dibiarkan selama 5 menit. Sampel diambil
dari alat hot press dan didinginkan. Perlakuan ini dilakukan untuk semua komposisi
campuran.
3.3.6. Analisis dan Karakterisasi
Film campuran polimer-serat digunakan untuk karakterisasi spektra FT-IR,
SEM, dan uji sifat mekanik. Pengambilan foto permukaan campuran untuk melihat
sifat morfologi komposit yang dilakukan dengan alat SEM. Alat uji sifat mekanik
dengan menggunakan alat Tensile Meter Testing Machine untuk uji tarik.
3.3.6.1. Analisis FT IR
Film hasil pencampuran dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada
alat ke arah sinar Infra Red. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa
aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.
46
3.3.6.2. Analisis SEM
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel.
Dalam hal ini dapat dilihat rongga-rongga hasil pencampuran material polipropilena
dengan serat kayu. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran dari
seberapa baik bahan kimia yang digunakan meresap ke dalam pori.
3.3.6.3. Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran
Film hasil spesimen dipilih dengan ketebalan 0,1 mm dan dipotong
membentuk spesimen untuk pengujian kekutan tarik dan kemuluran.
Gambar 7. Spesimen Uji Tarik Berdasarkan ASTM D-638-72 Type IV
3.3.6.4.UjiBiodegradasi
Pengujian biodegradasi dilakukan dengan uji biodegradasi dalam tanah tanpa
kontrol. Uji biodegradasi penguburan di dalam tanah dimulai dengan menimbang
64 mm
33 mm
115 mm
6 mm
19 mm
25,5 mm
47
berat awal spesimen lalu menguburkan setiap spesimen sampel dalam wadah tanah
sampah (kompos). Pengkomposan dilakukan selama 60 hari. Setelah 60 hari,
spesimen uji diambil dan dibersihkan, kemudian diamati perubahan massa spesimen
(D 6002 96 (Reapproved 2002)) sesudah penguburan dan diuji menggunakan teknik
SEM, DTA, dan FT-IR.
48
3.4.BaganPenelitian
3.4.1. Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery 3.4.1. Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery
Serat/ Fiber Recovery (FR) Polipropilena (PP)
ditambah pelarut silena
(padatan : silena = 1 : 15)
ditambah pelarut silena
(padatan : silena = 1 : 15)
diaduk dan dipanaskan
pada suhu 175C
diaduk dan dipanaskan
pada suhu 175C
dicampur dengan perbandingan PP : FR =
90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50
dicampur dengan perbandingan PP : FR =
90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50
diaduk pada suhu 175C selama 3 jam diaduk pada suhu 175C selama 3 jam
pelarut silena diuapkan pelarut silena diuapkan
dicetak tekan dicetak tekan
dikarakterisasi dikarakterisasi
Film Komposit
Polipropilena-Serat
Uji Tarik SEM DTA
Komposit Polipropilena-Serat
FT-IR
49
3.4.2. Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery dengan
Bahan Penghubung Maleat Anhidrat
Serat/ Fiber Recovery (FR) Polipropilena (PP)
ditambah pelarut silena
(padatan : silena = 1 : 15)
ditambah MAH 3%
(terhadap jumlah komposit)
dalam pelarut aseton
diaduk dan dipanaskan
pada suhu 175C
dicampur dengan perbandingan PP : FR =
90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50
diaduk dan dipanaskan terus selama 3 jam
pelarut diuapkan
dicetak tekan
dikarakterisasi
Film Komposit
Polipropilena-MAH-Serat
Uji Tarik SEM DTA
Komposit Polipropilena-MAH-Serat
FT-IR
50
3.4.3. Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery dengan
Bahan Penghubung Maleat Anhidrat dan Pemicu Benzoil Peroksida
Serat/ Fiber Recovery (FR) Polipropilena (PP)
ditambahkan pelarut ditambah pelarut silena
silena (padatan : silena = 1 : 15)
ditambah benzoil ditambah MAH 3%
peroksida 1% (terhadap jumlah komposit)
(terhadap jumlah MAH) dalam pelarut aseton
diaduk dan dipanaskan
pada suhu 175C
dicampur dengan perbandingan PP : FR =
90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50
diaduk pada suhu 175C selama 3 jam
pelarut diuapkan
dicetak tekan
dikarakterisasi
Film Komposit
Polipropilena-MAH-Serat
Uji Tarik SEM DTA
Komposit Polipropilena-MAH-Serat
FT-IR
51
3.4.4. Uji Biodegradasi Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery
dibentuk menjadi spesimen uji
ditimbang (berat awal)
dikubur dalam tanah sampah/ kompos
dibiarkan selama 60 hari
ditimbang
dikarekterisasi
Film Komposit
Polipropilena-MAH-Serat
Spesimen Uji
DTA
Spesimen Hasil Degradasi
SEM
FT-IR
52
53
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Morfologi dan Kimia Serat Limbah Pabrik Pulp dan Kertas (Fibre
Recovery)
Analisa morfologi dan sifat kimia dari serat limbah pabrik pulp dan kertas
(fibre recovery) dilakukan di Laboratorium Balai Selulosa, Bandung, yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Analisa Morfologi dan Kimia dari Serat Limbah Pulp dan Kertas
(Fiber Recovery)
No. Parameter Hasil Uji
(%)
Metode Uji
1. Kadar Abu 3,15 SNI 14-1031-1989
2. Kadar Lignin (Metode Klason) 2,15 SNI 14-0492-1990
3. Kadar Sari 2,57 SNI 14-1032-1989
4. Kadar -Selulosa 77,41 SNI 14-0444-1989
5. Kadar Total Selulosa 91,50 Metoda Internal BBPK
6. Kadar Pentosan sebagai Hemiselulosa 14,09 SNI 01-1561-1989
7. Panjang Serat 0,525 mm SNI 01-1840-1990
8. Diameter 19,10 m SNI 14-4350-1996
Dari hasil analisa morfologi dan kimia serat limbah pulp dan kertas (fibre
recovery) menunjukkan kadar selulosa yang tinggi di mana kadar -selulosa 77,41 %
dan total selulosa 91,50 %. Hasil analisa morfologi menunjukkan bahwa panjang
serat 0,525 mm dan diameter serat 19,10 m.
4.2. Karakterisasi Fisika dan Kimia Komposit PP dan FR
Karakterisasi ini terbagi secara fisika dan kimia, di mana secara fisika
diperiksa sifat kekuatan mekanis dan gambaran permukaan bahan, sedangkan secara
kimia diperiksa adanya gugus-gugus fungsi dan ikatan-ikatan yang terbentuk dan sifat
degradasi bahan.
4.2.1. Uji Tarik
Analisa kekuatan tarik dan kemuluran komposit PP dengan variasi komposisi
pengisi yang berbeda merupakan faktor penting untuk menentukan sifat mekanis
bahan yang diinginkan. Hasil dari pengujian didapatkan kurva tegangan versus
regangan, dapat dilihat pada Lampiran 1. Harga tegangan dalam satuan kgf/mm dan
regangan dalam satuan mm. Hasil pengujian ini diolah kembali untuk mendapatkan
nilai kekuatan tarik dan kemuluran.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Kekuatan Tarik dan Kemuluran Bahan Komposit
No.
PP : FR
(% berat)
MA
(% berat)
BPO
(% berat)
(MPa)
(%)
1. 100 : 0 0 0 28,4 15,3
0 0 17,7 3,4
0 0 12,2 2,0
0 0 10,4 1,9
0 0 7,9 1,4
2.
90 : 10
80 : 20
70 : 30
60 : 40
50 : 50 0 0 8,2 2,0
3 0 19,9 2,1
3 0 9,6 4,5
3 0 16,3 1,6
3 0 20,9 3,2
3.
90 : 10
80 : 20
70 : 30
60 : 40
50 : 50 3 0 10,7
2,6
67
Lanjutan Tabel.4
3 1 11,0 13,4
3 1 11,9 6,0
3 1 24,0 3,2
3 1 18,3 2,7
4.
90 : 10
80 : 20
70 : 30
60 : 40
50 : 50 3 1 7,7 1,8
Dari hasil perhitungan kekuatan tarik dan kemuluran dengan variasi
kandungan matriks dan bahan pengisi, maka diketahui bahwa dengan perbandingan
PP dan FR (90:10)% diperoleh sifat mekanis yang optimum. Dengan penambahan
bahan penghubung (MAH) sebanyak 3 % diketahui bahwa perbandingan PP dan FR
(60:40)% merupakan perbandingan yang paling baik sifat mekanisnya. Sedangkan
dengan penambahan bahan pemicu (BPO) sebanyak 1 % dari MAH, diketahui bahwa
perbandingan PP dan FR (70:30)% menunjukkan sifat mekanis yang paling baik. Dari
grafik (Gambar 7) di bawah tampak bahwa secara keseluruhan, yang memiliki sifat
mekanis paling baik adalah komposit dengan perbandingan PP dan FR (70:30)%
dengan penambahan MAH dan BPO yang memiliki kekuatan tarik 24,0 MPa,
sehingga tampak bahwa penambahan coupling agent dan inisiator memiliki peranan
yang besar terhadap proses pengolahan dan hasil yang diperoleh.
68
17,7
12,2
10,4
7,9
8,2
19,9
9,6
16,3
20,9
10,7
11,0
11,9
24,0
18,3
7,7
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
0 10 20 30 40 50 60
Komposisi Serat (%)
K
u
a
t
T
a
r
i
k
(
M
P
a
)
PP-FR
PP-FR-MAH
PP-FR-MAH-BPO
Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran Kuat Tarik Spesimen Komposit dengan
Variasi Komposisi Serat
Pencampuran PP dengan fibre recovery dan dengan penambahan MAH
sebagai kompatibilitas menghasilkan bahan komposit yang lebih baik dibanding
tanpa MAH. Ini terbukti dari data yang menunjukkan bahwa kekuatan uji tariknya
lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena adhesi antar muka antara serat dengan matriks
lebih baik dibandingkan tanpa modifikasi kimia antara serat dengan matriks (Felix, J
dan Gatebholm, P., 1991). Gassan, dkk., juga melaporkan meningkatnya kekuatan uji
tarik komposit PP dengan serat (Gassan, J. and Bledzki, A. K., 1997) dan Karmaker,
dkk., melaporkan kekuatan uji tarik meningkat dengan terbentuknya ikatan kovalen
karena penambahan MAH sebagai pengkopling. Perbaikan sifat mekanik (regangan
dan impak) juga diteliti oleh Avella dkk., untuk komposit MAHPP (injection
molding) dengan penguat serat jerami (Avella, dkk., 1995).
69
Dari hasil uji tarik di atas, diambil perbandingan spesimen dengan kekuatan
terbaik untuk dilakukan analisis selanjutnya.
4.2.2. Uji FT-IR
Karakterisasi dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa
polipropilena dan senyawa-senyawa komposit polipropilena. Analisis ini juga
digunakan untuk melihat peningkatan pengisi serat dalam matriks PP. Spektrumnya
dapat dilihat pada Lampiran 2 dan hasil analisis gugus fungsi dapat dilihat pada tabel
berikut.
70
Tabel 5. Analisis Gugus Fungsi Senyawa Komposit Polipropilena
No. Senyawa Bilangan Gelombang Gugus Fungsi
2951,63 C-H (regangan)
1458,69 dan 1376,28 -CH
3
(tekukan)
1167,15 C-O
1. PP
997,62 C-C (regangan)
3340,63 O-H (ikatan hidrogen)
2950,15 C-H (regangan)
2839,82 C-H (aldehid)
1455,26 dan 1376,43 -CH
3
1166,93 C-O
2. PP-FR
997,92 C- C (regangan)
3344,52 O-H (ikatan hidrogen)
2923,32 C-H (regangan)
2722,62 C-H (aldehid)
1715,95 C=O
1456,05 dan 1375,96 -CH
3
1165,88 dan 1058,88 C-O (asimetris)
3. PP-FR-MAH
899,12 C-C (regangan)
3344,56 O-H (ikatan hidrogen)
2917,83 C-H (regangan)
2723,03 C-H (aldehid)
1783,65 C-O (anhidrida)
1735,00 C=O (ester)
1713,48 C=O (karboksilat)
1455,06 dan 1376,96 -CH
3
1166,59 dan 1060,15 C-O (asimetris)
4.
PP-FR-MAH-
BPO
841,18 C-C (regangan)
71
Dari spektrum PP, terdapat bilangan gelombang yang khas yaitu pada pita
dengan bilangan gelombang 2951,63 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus CH
alifatik yang didukung sidik jari pada 1458,69 dan 1376,28 cm
-1
yang menunjukkan
adanya gugus CH
3
dan pada bilangan gelombang 997,62 cm
-1
menunjukkan adanya
gugus CH alkena. Sedangkan pada bilangan gelombang 1167,15 cm
-1
yang
menunjukkan adanya gugus C-O kemungkinan merupakan gugus fungsi dari bahan
aditif yang ditambahkan pada saat pembuatan bahan.
Pada spektrum hasil analisa FT-IR komposit PP-FR menghasilkan serapan
baru yakni pada 3340,63 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus OH, pada 1166,93
cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C-O, dan pada 2839,82 cm
-1
yang
menunjukkan adanya gugus C-H (aldehid). Ketiga gugus ini berasal dari bahan
pengisi serat (fibre recovery) yang ditambahkan yaitu pada atom C
6
. Ini berarti
terdapat perbedaan yang nyata dari hasil spektrum PP komersil. Hanya saja pada
spektrum ini serapan C-O masih lemah yang menandakan bahwa belum terjadi
interaksi kimia antara PP dan FR. Pada perlakuan ini hanya terjadi interaksi fisika
yang kemungkinan berupa ikatan hidrogen antara rantai polimer matriks dan pengisi.
Spektrum FT-IR pada analisa PP-FR-MAH menghasilkan serapan baru yakni
pada 1715,95 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C=O. Gugus ini berasal dari
asam maleat anhidrida (MAH) yang ditambahkan pada campuran sebagai coupling
agent yakni pada gugus karboksilatnya. Selain itu terjadi pergeseran serapan dari
bilangan gelombang 1166,93 cm
-1
(Lampiran 4.b) menjadi 1165,88 cm
-1
dan
penguatan pada bilangan gelombang 1059,89 cm
-1
(Lampiran 4.b) menjadi 1058,88
72
cm
-1
dengan intensitas yang lebih tinggi. Ini merupakan gugus C-O asimetris yang
bertambah jumlahnya dari gugus karboksilat pada asam maleat anhidrida. Dengan
adanya pemanasan, ikatan C-O-H akan terputus dan menghasilkan ikatan baru berupa
gugus eter sehingga melepaskan molekul air. Pergeseran ini juga bisa terjadi karena
terbentuknya ikatan antara gugus eter pada maleat anhidrida dengan gugus OH pada
rantai pengisi FR. Reaksi ini juga menghasilkan gugus eter baru dan melepaskan
molekul air. Ini sebabnya pada komposit PP-FR-MAH dapat dikatakan terdapat
ikatan kimia. Dengan demikian, MAH yang dipakai dalam komposit ini bekerja
dengan baik sebagai coupling agent.
Reaksi esterifikasi antara PP-MAH dan serat yang diteliti dalam larutan
dengan adanya suatu katalis dan reaksi yang terbentuk menunjukkan fakta bahwa
terbentuk pita serapan baru sekitar 1729-1750 cm
-1
pada spektroskopi IR (Felix, J.M
dan Gatenholm, J., 1991) dan pita serapan pada 1710-1725 cm
-1
adalah gugus
karbonil dari karboksilat (Yang, 1993 ; Bolker dan Somerville, 1963 ; Kolbe dan
Ellefsen., 1962 : Barry, dkk., 1991; Szymanski dan Alpert, 1964; Rensch dan Riedl,
1993). Dalam penelitian ini juga menunjukkan hasil analisa FT-IR untuk komposit
PP-FR-MAH-BPO memberikan tambahan serapan baru yakni pada bilangan
gelombang 1735,00 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C=O (ester). Gugus ini
dimungkinkan berasal dari ikatan yang terbentuk melalui reaksi antara gugus
karboksilat dari maleat anhidrida (MAPP) dengan gugus OH dari selulosa (Zhang,
F., dkk. 2005). Pada analisa FT-IR sebelumnya, yang terdeteksi gugus eternya saja,
namun dari spektrum ini terlihat bahwa gugus eter tersebut merupakan bagian dari
73
gugus ester. Dengan penambahan BPO pada reaksi pencampuran, maka membantu
pemutusan ikatan OH pada rantai selulosa FR. Bertambahnya jumlah gugus eter
yang terbentuk mengakibatkan semakin banyak juga gugus ester yang terbentuk,
sehingga serapannya dapat terdeteksi pada spektrum FT-IR. Ini menjelaskan bahwa
semakin banyak ikatan kimia yang terbentuk pada komposit PP-FR-MAH-BPO
dibandingkan pancampuran sebelumnya dan BPO yang dipakai dalam komposit ini
bekerja dengan baik sebagai inisiator.
Dari hasil analisa FT-IR dapat disimpulkan bahwa anhidrida dari MAPP
berinteraksi dengan serat melalui ikatan hidrogen dan ikatan ester, sehingga
berperanan penting untuk memperbaik adhesi antara serat dan matriks PP
(Paunikallio, T., 2003).
74
1.
2.
3.
4.
Gambar 9. Spektrum IR Komposit Polipropilena
75
4.2.3. Uji DTA
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat komponen campuran
komposit PP. Analisa sifat termal dapat memberikan informasi-informasi tentang
perubahan fisik sampel, misalnya titik-leleh dan penguapan, terjadinya proses kimia
yang mencakup polimerisasi, degradasi, dan dekomposisi (Basuki, 1995). Salah satu
karakteristik penting dari polimer adalah perubahan yang terjadi selama transisi dari
padat ke cair, pada saat suatu bahan polimer dipanaskan, maka energi kinetik
molekul-molekulnya bertambah. Tetapi geraknya masih dibatasi sampai vibrasi dan
rotasi daerah pendek sepanjang polimer tersebut dapat mempertahankan struktur
gelasnya. Apabila suhu dinaikkan lagi, maka muncul satu batasan di mana terjadi
suatu perubahan yang jelas, bahan-bahan polimer melepaskan sifat-sifat gelas
menjadi elastomer, yang disebut dengan suhu transisi gelas (Tg). Jika pemanasan
dilanjutkan, maka polimer tersebut akhirnya akan melepaskan sifat-sifat elastomernya
dan melebur menjadi cairan yang dapat mengalir (Stevens, 2001). Hasil analisis
termogram DTA bahan komposit dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Hasil Pengujian Bahan Komposit Menggunakan DTA
No. Spesimen
Temperatur Leleh
(C)
Temperatur Dekomposisi
(C)
1. PP 165 420
2. PP-FR 165 390
3. PP-FR-MAH 165 370
4. PP-FR-MAH-BPO 165 350
76
Dari termogram DTA PP tanpa pengisi (Lampiran 2.a) memperlihatkan
adanya puncak pada temperatur 165C. Puncak ini merupakan temperatur leleh yang
terjadi dengan adanya penurunan temperatur (endoterm) dan adanya puncak pada
temperatur 420C merupakan temperatur dekomposisi yang terjadi dengan adanya
kenaikan temperatur (eksoterm). Sedangkan termogram DTA PP-FR (Lampiran 2.b)
menunjukkan temperatur leleh pada 165C dan terdekomposisi pada 390C.
Temperatur dekomposisi komposit menurun karena adanya serat (fiber recovery).
Pada komposit campuran PP-FP-MAH memperlihatkan temperatur leleh pada
165C dan temperatur dekomposisi pada 370C. Sedangkan PP-FP-MAH-BPO
memperlihatkan temperatur leleh pada 165C dan temperatur dekomposisi pada
350C. Di sini juga terjadi penurunan temperatur dekomposi dibandingkan dengan PP
dan komposit PP-FR. Dari hasil uji DTA, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
penurunan temperatur dekomposisi disebabkan kompatibilitas yang baik antara
matriks dengan serat di mana penambahan MAH dan BPO dengan nyata
meningkatkan interaksi antara matriks dan serat.
4.2.4. Uji SEM
Dalam analisis foto SEM dapat diketahui bentuk dan perubahan permukaan
dari suatu bahan. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya
patahan, lekukan, dan perubahan struktur, maka bahan tersebut cenderung mengalami
perubahan energi. Energi yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan, dan
77
diserap serta diubah bentuknya menjadi gelombang elektron yang dapat ditangkap
dan dibaca hasilnya pada foto SEM.
Gambar di bawah ini adalah foto SEM permukaan spesimen PP yang
diperbesar 400 kali. Dari Gambar 9 memperlihatkan polimer PP 100 % yang
permukaannya memiliki sedikit serat dan merata serta tidak mempunyai pori-pori, hal
ini membuktikan bahwa polimer PP dapat dijadikan sebagai film dan botol plastik
yang kedap udara dalam industri kemasan.
Gambar 10. Foto SEM Permukaan PP
Gambar 11. Foto SEM Permukaan PP-FR
78
Dari Gambar 10 di atas adalah foto SEM mikroskopi permukaan komposit
polipropilena dengan pengisi serat limbah industri pulp dan kertas (PP-FR) yang
memperlihatkan bahwa permukaan yang menonjol adalah serat limbah industri pulp
dan kertas (fibre recovery), hal ini menunjukkan bahwa komposit PP-FR belum
kompatibel dan juga didukung uji tarik dan uji FT-IR.
Gambar 12. Foto SEM Permukaan PP-FR-MAH
Gambar 13. Foto SEM Permukaan PP-FR-MAH-BPO
79
Gambar 11 adalah foto SEM permukaan komposit polipropilena dengan
pengisi serat limbah padat industri pulp dan kertas dan coupling agent maleat
anhidrida (PP-FR-MAH) sedangkan Gambar 12 adalah foto SEM permukaan
komposit polipropilena dengan pengisi serat limbah padat industri pulp dan kertas
dan coupling agent maleat anhidrida serta inisiator benzoil peroksida (PP-FR-MAH-
BPO). Dari foto mikroskopi PP-FR-MAH terlihat bahwa antara komposit polimer
polipropilena dengan fiber recovery belum begitu kompatibel sedang untuk foto
mikroskopi PP-FR-MAH-BPO terlihat bahwa serat (fibre recovery) lebih merata di
seluruh bagian komposit, hal ini disebabkan terjadinya adhesi antar muka antara serat
dengan matriks (Felix, J. dan Gatebholm, P., 1991). Foto SEM secara jelas dapat
memperlihatkan pengaruh coupling agent terhadap perubahan adhesi antar muka
antara serat dengan matriks (Correa dkk., 2007).
4.3. Uji Biodegradabilitas
Penguburan spesimen yang dilakukan pada jenis tanah sampah bertujuan
untuk melihat tingkat biodegradasinya di alam. Tingkat biodegradasi dalam tanah ini
diamati setelah penguburan selama 60 hari.
Uji biodegradasi pada penguburan dalam tanah memperlihatkan laju degradasi
yang nyata selama 60 hari untuk semua spesimen. Besarnya penurunan berat
spesimen sejalan dengan penambahan bahan aditif pada pembuatan komposit. Harga
penurunan berat yang paling besar pada spesimen PP : FR (70 : 30) dengan
penambahan MAH dan BPO yakni 2,15 %. Kemungkinan faktor penyebabnya adalah
80
tanah sampah lebih banyak nutrisinya dan adanya kerja sinergis antara kegiatan
beberapa mikroba (jamur dan bakteri) (Wirjosentono, 1999).
Tabel 7. Data Perubahan Berat Spesimen Uji Setelah Penguburan selama 60
Hari
No. Spesimen
Penurunan Berat
(%)
1. PP 0,07
2. PP-FR 1,39
3. PP-FR-MAH 1,54
4. PP-FR-MAH-BPO 2,15
Syarat biodegradasi berikutnya adalah adanya mikroorganisme yang sesuai
untuk mensintesis enzim tertentu untuk depolimerisasi dan mineralisasi polimer
target. Dua langkah ini tidak boleh melibatkan mikroorganisme yang sama. Biasanya
polimer seperti polisakarida, protein, dan selulosa dengan mudah terbiodegradasi
selama mikroorganisme yang menghasilkan enzim yang dibutuhkan untuk
memetabolisme senyawa tersebut tersedia banyak di alam.
Persyaratan terakhir untuk proses biodegradasi adalah lingkungan yang baik
di mana mikroorganisme dapat tumbuh subur. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme termasuk kisaran temperatur yang sesuai, tingkat
kelembaban, garam (tipe dan tingkat), oksigen (aerobik ke anaerobik), logam, pH,
potensial redoks, stabilitas atau fluktuasi lingkungan, dan tekanan. Jika beberapa dari
faktor ini tidak pada kisaran yang sesuai, laju proses biodegradasi bisa menurun atau
terhenti hingga kondisi yang diinginkan tercapai kembali (Kaplan, 1993).
81
Selanjutnya spesimen dikarakterisasi dengan spektrofotometri FT-IR untuk
melihat puncak serapan gugus fungsi yang ada dan analisis SEM untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada permukaan bahan. Pada analisis FT-IR diamati ada
tidaknya perubahan (penambahan/ pengurangan) gugus fungsi serta intensitas
(transmitansi) serapan yang diperoleh. Dari data ini dapat diamati aktivitas fakto-
faktor biodegradasi terutama mikroba terhadap komposisi bahan komposit.
Tabel 8. Hasil Analisis Gugus Fungsi Spesimen dengan FT-IR
Senyawa
Bilangan Gelombang
(cm
-1
)
Gugus Fungsi
3338,72 O-H (ikatan hidrogen)
2951,17 C-H (regangan)
2839,65 C-H (aldehid)
1458,48 dan 1376,13 -CH
3
1166,64 C-O
PP-FR
997,64 C-C (regangan)
3334,37 O-H (ikatan hidrogen)
2919,57 C-H (regangan)
2723,11 C-H (aldehid)
1714,91 C=O
1454,99 dan 1376,91 -CH
3
1165,90 C-O
PP-FR-MAH
841,08 C-C (regangan)
3340,76 O-H (ikatan hidrogen)
2916,65 C-H (regangan)
2722,68 C-H (aldehid)
1713,73 C=O
1599,19 C=C
1455,76 dan 1375,96 -CH
3
1166,83 C-O
PP-FR-MAH-BPO
841,05 C-C (regangan)
82
Dari spektrum PP-FR memberikan informasi pada bilangan gelombang
3338,72 cm
-1
menunjukkan adanya gugus -OH. Bilangan gelombang 2951,17 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-H alifatik yang didukung sidik jari pada 1458,48 dan
1376,13 cm
-1
menunjukkan adanya gugus CH
3
. Pada bilangan gelombang 1166,64
cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-O ester.
Dari spektrum PP-FR-MAH memberikan informasi pada bilangan
gelombang 3334,37 cm
-1
menunjukkan adanya gugus -OH. Bilangan gelombang
2919,57 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-H alifatik yang didukung sidik jari pada
1454,99 dan 1376,91 cm
-1
menunjukkan adanya gugus CH
3
. Pada bilangan
gelombang 1165,90 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-O ester. Pada bilangan
gelombang 1714,91 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C=O karboksilat.
Komposit PP-FR dengan MAH dan BPO memiliki serapan pada bilangan
gelombang 1735,00 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C=O ester. Namun pada
spektrum serapan setelah uji biodegradasi, serapan tersebut tidak terdeteksi. Hal ini
menjelaskan bahwa selama proses pengkomposan terjadi proses degradasi
(pemutusan) ikatan ester antara MAH dan FR yang artinya bahan komposit yang
dihasilkan memang bersifat biodegradabel.
Syarat utama dalam menentukan proses biodegradasi adalah bahwa rantai
polimer harus mengandung ikatan kimia yang peka terhadap hidrolisis atau oksidasi
enzimatik. Gugus fungsi kimia yang paling umum dengan sifat ini adalah ester.
Ikatan peptida pada protein dapat juga dihidrolisis secara enzimatik. Faktor lain yang
mempengaruhi laju degradasi adalah percabangan, hidrofilisita/ hidrofobisitas, berat
83
molekul, kristalinitas, stereokimia, fleksibilitas cincin, dan morfologi. Polisakarida
dan protein merupakan substrat yang baik bagi serangan enzimatik berdasarkan sifat
hidrofiliknya. Ketiadaan percabangan dan kristalinitas yang rendah juga
meningkatkan biodegradabilitas (Kaplan, 1993).
Spektrum serapan komposit PP-FR baik dengan maupun tanpa MAH dan
BPO setelah uji biodegradasi memperlihatkan serapan gugus hidroksida (-OH) pada
bilangan gelombang 3334,37 cm
-1
sampai 3340,76 cm
-1
yang melemah dan serapan
gugus karbonil ester C=O yang melemah pada 1735,00 cm
-1
.
Hasil pengujian DTA bahan komposit polipropilena setelah dikomposkan
selama 60 hari, terlihat pada tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Hasil Pengujian Bahan Komposit Menggunakan DTA Setelah
Dikomposkan selama 60 Hari
No. Spesimen
Temperatur Leleh
(C)
Temperatur Dekomposisi
(C)
1. PP-FR 170 390
2. PP-FR-MAH 165 365
3. PP-FR-MAH-BPO 165 365
Dari termogram DTA komposit PP-FR (Lampiran 2.e) memperlihatkan
adanya puncak pada temperatur 170C. Puncak ini merupakan temperatur leleh yang
terjadi dengan adanya penurunan temperatur (endoterm) dan adanya puncak pada
temperatur 390C merupakan temperatur dekomposisi yang terjadi dengan adanya
kenaikan temperatur (eksoterm). Pada komposit campuran PP-FP-MAH dan PP-FP-
84
AH-BPO memperlihatkan temperatur leleh pada 165C dan temperatur dekomposisi
pada 365C.
Dari data termogram DTA untuk komposit PP-FP-MAH-BPO setelah
pengomposan 60 hari, temperatur dekomposisinya adalah 365C lebih tinggi jika
dibandingkan dengan sebelum dikomposkan, yaitu sebesar 350C, hal ini disebabkan
oleh biodegradasi dari fibre recovery.
Dari uji DTA untuk komposit polipropilena setelah pengomposan, dapat
disimpulkan bahwa biodegradasi yang terjadi hanya pada serat (fibre recovery) bukan
pada matriks komposit polipropilena. Hasil ini diperoleh karena waktu uji yang relatif
singkat belum cukup untuk mendegradasi rantai polipropilena. Namun sebagai
langkah awal proses degradasi, hasil ini cukup baik karena terbentuknya rongga pada
permukaan akan memicu proses degradasi pada tahap berikutnya.
Hasil uji SEM untuk komposit polipropilena-serat setelah pengomposan
selama 60 hari dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 14. Foto SEM Permukaan PP-FR Setelah Dikomposkan selama 60 Hari
85
Jika dibandingkan dengan foto permukaan spesimen sebelum pengomposan,
maka permukaan PP-FR setelah dikomposkan selama 60 hari tampak lebih kasar dan
tidak teratur. Bagian yang berwarna putih merupakan serat, sedangkan yang berwarna
hitam adalah polipropilena yang permukaannya (serat) telah terdegradasi sehingga
membentuk rongga.
Gambar 15. Foto SEM Permukaan PP-FR-MAH Setelah Dikomposkan selama
60 Hari
Gambar 16. Foto SEM Permukaan PP-FR-MAH-BPO Setelah Dikomposkan
selama 60 Hari
Dari data foto SEM untuk komposit PP-FR-MAH dan PP-FR-MAH-BPO
setelah dikomposkan selama 60 hari tampak perubahan yang sangat nyata jika
dibandingkan dengan sebelum dikomposkan. Permukaan yang berwarna putih (serat)
tampak jauh berkurang dan morfologi permukaan yang semakin kasar. Dengan
86
adanya BPO, ikatan ester yang terbentuk antara MAH dan selulosa akan mendorong
matriks ikut terdegradasi. Hal ini yang menyebabkan permukaan spesimen PP-FR-
MAH-BPO tampak sangat kasar dengan rongga-rongga yang besar dan minimnya
permukaan yang berwarna putih. Data foto SEM di atas dapat didukung dengan
fotografi mikroskopis menggunakan mikroskop metalurgi.
Sebelum Sesudah
Gambar 17. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR Sebelum dan Setelah
Dikomposkan selama 60 Hari
Sebelum Sesudah
Gambar 18. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR-MAH Sebelum dan
Setelah Dikomposkan selama 60 Hari
87
Sebelum Sesudah
Gambar 19. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR-MAH-BPO Sebelum dan
Setelah Dikomposkan selama 60 Hari
88
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Komposisi optimum fibre recovery (FR) sebagai penguat komposit termoplastik
polipropilena (PP) yang diperoleh adalah 10% dengan kekuatan tarik 17,7 MPa.
Dengan penambahan asam meleat anhidrat (MAH) sebagai coupling agent
diperoleh komposisi FR yang optimum adalah 40% dengan kekuatan tarik 20,9%.
Sedangkan dengan penambahan inisiator benzoil peroksida (BPO) diperoleh
komposisi FR yang optimum adalah 30% dengan kekuatan tarik 24,0 MPa.
2. Penambahan coupling agent MAH mempengaruhi perubahan adhesi antar muka
antara serat dengan matriks sehingga dispersi serat lebih merata dan kompatibel.
Sifat mekanik komposit menunjukkan peningkatan dengan penambahan coupling
agent dan semakin baik dengan bantuan inisiator BPO.
3. Secara umum, kekuatan tarik komposit PP dengan pengisi FR menurun jika
dibandingkan dengan PP murni dari 28,4 MPa menjadi 17,7 MPa. Namun dengan
penambahan aditif MAH dan BPO dapat ditingkatkan menjadi 24,0 MPa. Uji FT-
IR dan uji SEM membuktikan bahwa komposit PP-FR-MAH-BPO dapat
kompatibel secara fisika dan kimia. Dari uji DTA dan uji biodegradasi
menunjukkan kelebihan bahan ini yakni lebih mudah terdekomposisi di alam.
5.2. Saran
1. Untuk penelitian lanjutan perlu dilakukan pemanfaatan komposit popropilena
yang dihasilkan dalam aplikasinya sebagai pallet.
2. Untuk penelitian lanjutan perlu dilakukan pengujian menggunakan matriks dan
coupling agent lainnya untuk menghasilkan komposit yang lebih kompatibel.
3. Untuk mengetahui tingkat degradabilitas bahan yang dihasilkan perlu dilakukan
uji biodegradasi dengan berbagai analisis dan metode.
4. Dalam upaya memperluas aplikasi komposit perlu ditambahkan bahan aditif yang
sesuai dengan penggunaannya.
69
70
DAFTAR PUSTAKA
Al Malaika, S. 1997. Reactive Modifier for Polymer. Aston University, Birmingham:
Blackie Academic & Profesional p 4, 22, 85, 92-117.
Aquino, R. C. M. P., D Almeido, J. R. M., dan S. N. Monteiro. 2001. Mechanical
Behavior of Cellulignin Based Composites. Journal of Material Science 36(1):
pp. 231-236.
Avella, M., Bozzi, C., dellEbra, R., Focher, B., Marzetti, A., and Martuscelli, E.,
1995. Steamexploded Wheat Straw Fibers as Reinforcing Material for
Polypropylene-based Composite. Die Angewandte Makromolekulare Chemie
233, 149.
Baillie, Caroline. 2004. Green Composites, Polymer Composites and The
Environment. Woodhead Publishing, Ltd. and CRC Press. Cambridge,
England.
Baary, A. O., Zoran, Z., Kaliaguine, S. 1991. Infrared Study of Sulfonated
Chemithermo-Mechanical Pulp. Celluloses Chem. Technol. 25: 121-130.
Bastioli, C. 2005. Handbook of Biodegradable Polymer. Rapra Technology Limited.
Crewe, UK. p. 4-12, 57-83.
Bill Meyer, F. W. 1984. Textbook of Polymer Scient. Ed. 3, John Wiley & Son, New
York.
Bledzki, A. K., Gassan, J. 1999. Composites Reinforced with Cellulose Based Fibres.
Prog. Polym. Sci. 24, p 221274.
Bledzki, A. K., Reihmane, S., and Gassan. J. 1996. Properties and Modification
Methods for Vegetable Fibers for Natural Fiber Composites. Journal of
Applied Polymer Science 8(59): pp. 1329-1336.
Bledzki, A. K., Faruk, O., dan Huque, M. 2002. Physico-Mechanical Studies of Wood
Fiber Reinforced Compoistes. Polymer-Plastics Technology Eng. 41(3), 435-
451.
Bolker, H. I., Somerville, N. G. 1993. Infrared Spectroscopy of Lignins Part II:
Lingins in Unbleached Pulps. Pulp Paper Mag Can. 61: T187 T193.
70
Brown, S. B. 1992. Strategis for Compabilization of Imiscible Polymer Blends.
Proceeding of 43
rd
IUPAC International Symposium on Macromolecules,
Prague.
Chattopadhyay, S. 2000. Compatibility Studies on Solution of Polymer Blends by
Viscometeric and Phase-Separation Technique. J. Appl. Polym. Sci., 77, 880-
889.
Correa, C. A., Razzino, C. A., dan Hage, E. Jr. 2007. Role of Maleated Coupling
Agent on the Interface Adhesion of Polypropylenen-Wood Composites. Vol.
20, 325-339.
Cown, M. A. 1991. Kimia Polimer. Terjemahan oleh Firman, H. ITB. Bandung, hal.
43-56.
Felix, J. M., Gatenholm, P., dan Schreiber, H. P. 1993. Controlled Interactions in
Cellulose-Polymer Composites. I: Effect on Mechanical Properties, Polymer
Composites. 14, 449.
Felix, J. dan Gatenholm, P. 1991. The Nature of Adhesion in Composites of Modified
Cellulose Fibers and Polypropylene. J. Appl. Polymer Sci. 42, 609.
Gassan, J. dan Bledzki, A. K. 1997. The Influence of Fibre-Surface Treatment on the
Mechanical Properties of Jute-Polypropylene Composites. Composites A28,
1001.
Hatakeyama, T. dan Quinn, F.X. 1994. Thermal Analysis: Fundamentals and
Applications to Polymer Science. Jhon Willey & Sons Ltd. England.
Kaplan, D. L., Mayer, J. M., Ball, D., McCassie, J., Allen A. L. and Stenhouse, P.
1993. In. Biodegradable Polymers and Packaging. C. Ching, D. Kaplan and
E. Thomas, eds, Technomic Publishing Co., Inc., Lancaster, PA, pp. 142.
Kolbe, S., Ellenfsen, O. 1962. Infrared investigations of lignin. A discussion of some
recent result. Tappi J., 45: 163-166.
Mohanty, A. K., Misra, M., and Drzal, T. 2002 a. Engineered Natural Fiber
Reinforced Polypropylene Composites: Influence of Surface Modifications
and Novel Powder Impregnation Processing. J. Adhesion Sci. Technol 8(16):
pp. 999-1015.
Mohanty, A. K., Misra, M., and Drzal, T. 2002 b. Sustainable Bio-Composites from
Renewable Resouces: Opportunities and Challenges in the Green Materials
World. Journal of Polymers and the Environment, 10(12): pp.19-26.
Mller, R. J. 2005. Biodegradability of Polymers: Regulations
and Methods for Testing. Standard Article. Wiley-VCH Verlag
GmbH & Co. KGaA.
Pagga, U. 1998. Biodegradability and Compostability of Polymeric Materials in The
Context of the European Packaging Regulation. Polym. Degrad. Stab. 59(1-
3), 371376.
Paunikallio, T., Kasanen, J., Suvanto, M., dan Pakkanen, T. T. 2003. Influence of
Maleated Polypropylene on Mechanical Properties of Composites Made of
Viscose Fiber and Polypropylene. Jounal of Applied Polymer Science, Vol
87, 1985-1900.
Oksman, K., dan C. Clemons. 1998. Mechanical Properties and Morphology of
Impact Modified Polypropylene-Wood Flour Composites. Journal of Applied
Polymer Science 67: pp. 1503-1513.
Rensch, H. P., Riedl, B. 1993. An Infrared Spectroscopy Study of Chemical Modified
Chemithermomechanical Pulp. J.Wood Chem. Technol. 13: 167-186.
Sanadi, A. R., Caulfield, D. F., dan Rowell, R. M.1994. Reinforcing Polypropylene
with Natural Fibers. Plastic Engineering. Volume L (4): pp. 27.
Sanadi, A. R., Caulfield, D. F., Jacobson, R. E., dan Rowell, R. M. 1995. Renewable
Agricultural Fibers as Reinforcing Fillers in Plastics: Mechanical Properties
of Kenaf FiberPolypropylene Composites. Ind. Eng. Chem. Res. 34 (5): pp.
1889- 1896.
Smith, Ray. 2005. Biodegradable Polymer for Industrial Applications. Woodhead
Publishing, Ltd. and CRC Press, Cambridge, England.
Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Terj. Sriati Djaprie. Universitas Indonesia,
Jakarta. Penerbit Erlangga, hal. 295.
Seymour, R. B. 1975. Modern PlasticTechnology, Reston Publishing Co. Inc.
Virginia.
71
72
Szymanski, H. A, Alpert, N. L. 1964. IR theory and practice of infrared
spectroscopy. New York, Plenum Press.
Ugbolue, S. C. O. 1990. Textile Progress: Structure/ Property Relationship in Textile
Fibres. Journal of the Textile Institute 20(4), 1.
Wirjosentono, B., Guritno, P., dan Ismail. 2003. Oil Palm Empty Fruit Bunch Filled
Polypropylene Composites. International Journal of Polymeric Material.
Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakteristik Polimer. Edisi I. USU Press, hal
75-82, 95-102.
Wirjosentono, B. 1996. Compatibilation of Foller in Polyethylene Matrix, in
Proceeding of International Workshop on Green Polymer. Bandung-Bogor.
Woodhams, R. T., Law, S., dan Balatineez, J. J. 1990. Properties and Possible
Applications of Wood Fiber-Polypropylene Composites. Proceedings
Symposium on Wood Adhesives. Madison, WI.
Yang, C. Q. 1993. Infrared Spectroscopy Studies of the Effects of the Catalyst on the
Ester Cross-Linking of Celluloses by Poly(carboxylic acids). Journal of
Applied Polymer Science 50: 2047 2053.
Zhang, F., Endo, T., dan Hirotsu, T. 2005. Effect of Maleated Polypropylene on the
Performance of Polypropylene/ Cellulose Composites. Polymer Composites,
hal: 448 453.
Zheng Ying. 2005. A Review of Plastic Waste Biodegradation Critical Reviews in
Biotechnology. 25: 243250.