Anda di halaman 1dari 90

BIODEGRADASI BAHAN KOMPOSIT POLIPROPILENA DENGAN

PENGISI SERAT LIMBAH PADAT (FIBRE RECOVERY) DARI


PABRIK PULP DAN KERTAS

TESIS

Oleh

ABUBAKAR
067006001/KM







SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

BIODEGRADASI BAHAN KOMPOSIT POLIPROPILENA DENGAN
PENGISI SERAT LIMBAH PADAT (FIBRE RECOVERY) DARI
PABRIK PULP DAN KERTAS


TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara



Oleh

ABUBAKAR
067006001/KM






SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

Judul Tesis : BIODEGRADASI BAHAN KOMPOSIT
POLIPROPILENA DENGAN PENGISI SERAT
LIMBAH PADAT (FIBRE RECOVERY) DARI
PABRIK PULP DAN KERTAS
Nama Mahasiswa : Abubakar
Nomor Pokok : 067006001
Program Studi : Kimia




Menyetujui
Komisi Pembimbing




(Prof. Dr. Harlem Marpaung) (Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D)
Ketua Anggota





Ketua Program Studi, Direktur,



(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.)


Tanggal lulus : 18 April 2009
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

Telah diuji pada
Tanggal 18 April 2009





















PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Harlem Marpaung
Anggota : 1. Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D
2. Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc
3. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil
4. Dr. Morpongahtun, M.Sc
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

ABSTRAK



Telah dilakukan penelitian pembuatan bahan komposit yang mudah
terbiodegradasi dari matrik polipropilena (PP) dengan bahan pengisi serat limbah
padat (fibre recovery, FR) dari pabrik pulp dan kertas dengan maleat anhidrida
(MAH) sebagai coupling agent dan benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator. Pada
penelitian ini divariasi komposisi bahan pengisi FR dalam matriks PP (PP:FR)%.
Komposit dibuat dengan cara direfluks pada suhu 170C selama 3 jam dan dicetak
dalam bentuk film. Untuk mengetahui kualitas komposit yang dihasilkan maka
dilakukan analisis uji tarik, DTA, FT-IR, SEM, dan uji biodegradasi. Hasil analisis uji
menunjukkan bahwa bahan komposit PP-FR yang optimum pada rasio (90:10)%
dengan kekuatan tarik sebesar 17,7 MPa. Kekuatan tarik bahan komposit PP-FR
meningkat dengan penambahan 3% coupling agent maleat anhidrida (MAH)
menghasilkan kekuatan tarik optimal sebesar 20,9 MPa pada rasio (60:40)% dan
dengan penambahan benzoil peroksida sebagai inisiator, kekuatan tarik komposit PP-
FR meningkat lagi menjadi 24,0 MPa pada rasio optimum (70:30)%. Hal ini
disebabkan terjadinya reaksi esterifikasi antara PP-MAH dengan bahan pengisi FR
yang didukung oleh uji FT-IR dan uji SEM yang memperlihatkan dispersi, wetting,
dan adhesi yang lebih baik antara serat dan matriks. Hasil uji DTA menunjukkan
adanya penurunan temperatur dekomposi bahan komposit. Dari analisa uji
biodegradasi dengan metode pengomposan selama 60 hari menunjukkan adanya
penurunan berat komposit. Hilangnya gugus C=O ester setelah pengomposan
dideteksi dengan FT-IR. Hasil uji SEM menunjukkan serat yang telah pecah pada
permukaan komposit dan didukung oleh data DTA yang berarti bahan tersebut
bersifat biodegradabel.

Kata kunci : Polipropilena, serat limbah padat, maleat anhidrida, biodegradasi
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

ABSTRACT



The research of preparing biodegradable composite materials from
polypropylene (PP) filled by fibre recovery (FR) from solid waste pulp and paper mill
with meleic anhydride (MAH) as coupling agent and benzoil peroxide (BPO) as
initiator has been examined. In this study, fillers composition were variaed
(PP:FR)%. Composites were obtained by reflux at 170C for 3 hour and formed to
film. The charaterization were done by tensile test, DTA, FT-IR, SEM, and
biodegradable test. The result showed that the optimum ratio of composite PP-FR
was (90:10)% with tensile strength 17.7 MPa. The tensile strength increased by
adding 3% MAH, obtained optimum tensile strength 20.9 MPa at ratio (60:40)% and
by adding BPO, the tensile strength more increased to 24.0 MPa at optimum ratio
(70:30)%. The reason for this improvement was detected by FT-IR studies of
esterification reactions between PP-MAH with filler FR. SEM studies of the surface
showed better dispersion of fibres in the matrix, a more effective wetting of fibres by
the matrix, and a better adhesion between the two phases. DTA result showed
decreasing of decomposition temperature of composite materials. From
biodegradation analysis by composting methode in 60 days showed weight loss
percentage of composite. The lost of C=O ester group after composting was detected
by FT-IR. SEM studies showed that degraded fibres at composites surface and
supported by DTA analysis which is revealed biodegradable materials.

Key words : Polypropylene, fibre recovery, meleic anhydride, biodegradation


















Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam semoga keberkahan senantiasa dilimpahkan oleh
Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari pembuatan tulisan ilmiah ini adalah sebagai salah satu
syarat untuk mencapai kelulusan jenjang Strata-2 dalam Program Studi Ilmu Kimia
pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Melalui kata pengantar ini kami menghaturkan rasa hormat berupa ungkapan
terima kasih seikhlasnya atas doa dan bantuan dari berbagai pihak antara lain kepada:
Ayahanda Muhammad Yusuf (Alm) dan ibunda Syamsidar tercinta, kakanda Idrus,
Armis dan Nurbayanis, serta istriku Siti Agusmar, anakku tersayang Ariani Azra Absi
dan Arya Assyifa Absi yang selalu mendoakan, memberi perhatian, dan menjadi
inspirasi di setiap langkah hidup kami.
Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung dan Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, M.Sc.,
Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan dan
bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.
Bapak Ibu staf pengajar pada Program Studi Ilmu Kimia yang telah memberikan
pengetahuannya kepada kami selama di bangku perkuliahan dan selama penelitian.
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K),
Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M. Sc., dan
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

Ketua Program Studi Ilmu Kimia SPs USU, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D.
atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan program magister.
Kepada semua teman, sahabat, dan semua pihak yang membantu terlaksana dan
selesainya studi dan tesis ini, terima kasih atas segalanya selama ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Rektor Universitas Muhammadiyah
Tapanuli Selatan (UMTS) Padangsidimpuan yang telah memberikan bantuan
finansial, sehingga dapat meringankan beban kami dalam menyelesaikan studi ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya atas kebaikan
Bapak/ Ibu dan Saudara-saudara sekalian.
Dengan menyadari keterbatasan pengalaman kemampuan yang dimiliki
penulis, sudah tentu terdapat kekurangan serta kemungkinan jauh dari sempurna.
Untuk itu tidak menutup diri dan mengharapkan adanya saran serta kritik dari
berbagai pihak yang sifatnya membangun dan menyempurnakan penulisan ilmiah ini.
Akhir kata semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
bersangkutan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.
Medan, April 2009

Penulis



Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Abubakar
Tempat/ tanggal lahir : Kampung Panjang / 13 November 1969
Riwayat pendidikan : SDN 003 Desa Sawah Kabupaten Kampar Riau 1983
SMPN Air Tiris Kabupaten Kampar Riau 1986
SMAN Air Tiris Kabupaten Kampar Riau 1989
Srata Satu (S1) Kimia FMIPA USU Medan 1996 dan
S2 Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana USU Medan.
Pekerjaan : Dosen Kopertis Wilayah I NAD SUMUT Dpk. UMTS
Padangsidimpuan
Status : Sudah menikah dan memiliki 2 orang putra putri

Nama orang tua
Ayah : Muhammad Yusuf
Ibu : Syamsidar






Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

DAFTAR ISI


Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2.Permasalahan .................................................................................. 3
1.3.Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4.Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
1.5.Metodologi Penelitian ..................................................................... 5
1.6.Lokasi Penelitian ............................................................................. 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7
2.1.Serat Kayu sebagai Penguat Komposit ............................................ 7
2.2.Matriks Komposit ............................................................................ 9
2.3.Polipropilena .................................................................................... 11
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

2.3.1.Sifat - sifat Polipropilena .................................................. 13
2.3.2.Penggunaan Polipropilena ................................................ 14
2.4.Kompatibiltas Campuran Polimer ................................................... 14
2.5.Stabilitas Panas Polimer .................................................................. 16
2.6.Metode Modifikasi Permukaan Serat Alam ................................... 18
2.7.Degradasi Bahan Polimer ................................................................ 20
2.8.Biodegradasi Polimer ...................................................................... 23
2.9.Sifat Mekanis Bahan Polimer .......................................................... 27
2.9.1.Kekuatan Tarik UTS (Ultimate Tensile Strength) ........... 27
2.9.2.Kekuatan Lentur UFS (Ultimate Flexural
Strength) ........................................................................... 29
2.10.Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) .................................. 30
2.11.Analisis Termal Bahan Polimer .................................................... 31
2.12.Mikroskop Elektorn Payaran (SEM) ........................................... 32
2.13.Diagram Kerangka Konsep ........................................................... 33

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...................................... 34
3.1.Alat ................................................................................................... 34
3.2.Bahan ............................................................................................... 35
3.3.Prosedur Penelitian ........................................................................... 35
3.3.1.Pembuatan Bahan Komposit ............................................. 35
3.3.2.Pengolahan Campuran Polimer Polipropilena dengan
Serat (PP-FR) .................................................................... 36
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

3.3.3.Pengolahan Campuran Polipropilena, Serat, dan
MAH (PP-FR-MAH) ....................................................... 36
3.3.4.Pengolahan Campuran Polipropilena,Serat,MAH,
dan Benzoil Peroksida (PP-FR-MAH-BPO) .................... 36
3.3.5.Pembuatan Film ................................................................ 37
3.3.6.Analisis dan Karakterisasi ................................................. 37
3.3.6.1.Analisis FT-IR ....................................................... 37
3.3.6.2.Analisis SEM .......................................................... 38
3.3.6.3.Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran ........................ 38
3.3.6.4.Uji Biodegradasi ..................................................... 38
3.4.Bagan Penelitian ................................................................................ 40
3.4.1.Pembuatan Komposit Polipropilena dengan
Serat/ Fiber Recovery ................................................. 40
3.4.2.Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/
Fiber Recovery dengan Bahan Penghubung,
Maleat Anhidrat ......................................................... 41
3.4.3.Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/
Fiber Recovery dengan Bahan Penghubung
Maleat Anhidrat dan Pemicu Benzoil
Peroksida ................................................................... 42
3.4.4.Uji Biodegradasi Komposit Polipropilena
dengan Serat/ Fiber Recovery ..................................... 43

Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 44
4.1.Analisa Morfologi dan Kimia Serat Limbah Pabrik Pulp dan
Kertas (Fibre Recovery) .................................................................. 44
4.2.Karakterisasi Fisika dan Kimia Komposit PP dan FR ..................... 45
4.2.1.Uji Tarik ................................................................................... 45
4.2.2.Uji FT-IR ................................................................................. 48
4.2.3.Uji DTA ................................................................................... 54
4.2.4.Uji SEM .................................................................................. 55
4.3.Uji Biodegradabilitas ....................................................................... 58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 67
5.1.Kesimpulan ...................................................................................... 67
5.2.Saran ............................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 69







Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Sifat Mekanis dari Serat Alam Dibandingkan dengan Serat
Penguat Konvensional ....................................................................... 7

2. Plastik-plastik Komoditi .................................................................... 11

3. Hasil Analisa Morfologi dan Kimia dari Serat Limbah Pulp dan
Kertas (Fiber Recovery) .................................................................... 44

4. Hasil Perhitungan Kekuatan Tarik dan Kemuluran Bahan
Komposit ........................................................................................... 45

5. Analisis Gugus Fungsi Senyawa Komposit Polipropilena ................ 49

6. Hasil Pengujian Bahan Komposit Menggunakan DTA .................... 54

7. Data Perubahan Berat Spesimen Uji Setelah Penguburan selama
60 Hari ............................................................................................... 59

8. Hasil Analisis Gugus Fungsi Spesimen dengan FT-IR ..................... 60

9. Hasil Pengujian Bahan Komposit Menggunakan DTA
setelah Dikomposkan selama 60 Hari ................................................ 62








Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Proyeksi Haworth pada Struktur Selulosa ........................................ 9

2. Polimerisasi Polipropilena ................................................................. 12

3. Struktur Isotaktik Polipropilena ......................................................... 13

4. Mekanisme Aktivasi Kopolimer Polipropilena ................................. 19

5. Mekanisme Reaksi Esterifikasi Selulosa ........................................... 19

6. Kerangka Konsep ............................................................................... 33

7. Spesimen Uji Tarik Berdasarkan ASTM D-638-72 Type IV ............ 38

8. Grafik Hasil Pengukuran Kuat Tarik Spesimen Komposit dengan
Variasi Komposisi Serat .................................................................... 47

9. Spektrum IR Komposit Polipropilena ................................................ 53

10. Foto SEM Permukaan PP .................................................................... 56

11. Foto SEM Permukaan PP-FR .............................................................. 56

12. Foto SEM Permukaan PP-MAH-FR .................................................... 57

13. Foto SEM Permukaan PP-MAH-FR-BPO ........................................... 57

14. Foto SEM Permukaan PP-FR Setelah Dikomposkan Selama 60 Hari . 63

15. Foto SEM Permukaan PP-MAH-FR Setelah Dikomposkan
Selama 60 Hari .................................................................................... 64






Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

16. Foto SEM Permukaan PP-MAH-FR-BPO Setelah Dikomposkan
Selama 60 Hari ..................................................................................... 64

17. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR Sebelum dan
Setelah Dikomposkan selama 60 Hari .................................................. 65

18. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR-MAH Sebelum dan
Setelah Dikomposkan selama 60 Hari ............................................... 65

19. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR-MAH-BPO Sebelum
dan Setelah Dikomposkan selama 60 Hari ......................................... 66

















Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

DAFTAR LAMPIRAN


Nomor Judul Halaman
1. Hasil Analisa Uji Tarik Spesimen Komposit ...................................... 73

2. Termogram Hasil Uji DTA Spesimen PP ............................................ 74

3. Spektrum FT-IR Spesimen PP ................................................................ 78

4. Data Hasil Pengukuran Berat Spesimen Komposit setelah
Pengomposan ........................................................................................ 82

5. Gambar Alat Mikroskop Metalurgi ...................................................... 83

Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Komposit polipropilena dengan serat kayu (fibre wood) dapat digunakan sebagai
pengganti bahan komposit konvensional yang mahal dan kurang bersahabat
dengan lingkungan (Andrzej K, dkk, 2004). Komposit polipropilena dengan
penguat serat kayu mempuyai kelemahan, seperti: adhesi antarmuka yang rendah,
keseimbangan impact yang rendah, dispersi serat tidak homogen dan rentan
terhadap air. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian coupling agent seperti asam
maleat anhidrat, isosianat, silena, dan lain-lain (Bledzki, A.K., dkk, 1999).
Penambahan alat bantu dispersi atau coupling agent efektif mendispersikan serat
di dalam termoplastik (Woodhams, dkk,1990 dan Myers, dkk, 1992). Industri
komposit plastik serat didasarkan pada landasan pemikiran pada penggunaan
bahan biaya rendah (pengisi dan penguat) terhadap pembuatan bahan komposit
(Stokke, 2002).
Polipropilena adalah matriks polimer yang dapat didaur ulang sedangkan serat
kayu (fiber wood) diperoleh dari sumber yang dapat diperbaharui dan dapat
terbiodegradasi (Andrzej K, dkk, 2004). Dewasa ini, komposit plastik serat kayu
digunakan secara luas dalam industri otomotif (Vesey dan Datta, 1997) dan dalam
pabrikasi bermacam barang konsumsi (English, dkk, 1996).
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009


erat kayu yang merupakan serat alami (natural fiber) sebagai penguat
(reinforcement) polipropilena mempunyai keuntungan dibandingkan dengan fiber
glass, yaitu biaya rendah, berat jenis (density) rendah, mempunyai kekakuan dan
ekuatan yang spesifik, sifat termal yang baik, mempunyai nilai tambah dari hasil
produksi pertanian yang rendah dan bersahabat dengan lingkungan seperti recovery
energi dengan pembakaran yang bersih dan biodegradasi (Bledzki, A.K., dkk, 1999).
Penelitian tentang pemakaian serat lignin selulosa berpotensi untuk digunakan
sebagai pengisi di dalam termoplastik (Aquino, dkk.., 2001). Keuntungan yang
utama menggunakan serat lignin-selulosa sebagai bahan tambahan di dalam
plastik karena bersifat densitas rendah, biaya rendah, tidak bersifat abrasif,
kemungkinan sebagai pengisi (filler) yang tinggi, mempunyai sifat spesifik yang
tinggi, biodegradabilitas, ketersediaan serat yang banyak, dan generasi ekonomi
agrokultur (Sanadi, dkk., 1995). Serat alami, yang secara tradisional digunakan
untuk pengisi dan penguat termoset, kini dengan pertumbuhan yang lebih cepat
sebagai bahan tambahan untuk termoplastik (Mohanty, dkk., 2002).
Serat konvensional seperti gelas/ kaca, karbon, aramid, dan lain-lainnya, dapat
dihasilkan dengan suatu kisaran sifat yang terbatas sedangkan serat alam
mempuyai kisaran sifat yang sangat bervariasi (Bledzki, dkk.,1996). Serat gelas/
kaca (fibre glass) mempunyai dentsitas 2,5 g/cm
2
sedangkan serat kayu 1,5 g/cm
2
.
Peningkatan modulus Young dengan penambahan serat selulosa bergantung pada
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

banyak faktor seperti: jumlah serat yang digunakan, orientasi serat, interaksi dan
modulus, dan lain-lain (Hull, 1981). Di dalam komposit, serat bertindak sebagai
penguat dengan penambahan kekuatan dan kekakuan dari struktur komposit yang
dihasilkan (Oksman dan Clemons, 1998).
Serat kayu dari fibre recovery (FR) adalah pengambilan kembali serat
(fibre) yang terdapat dalam air limbah pabrik pulp dan kertas, di mana dalam
air limbah buangan pabrik pulp dan kertas masih banyak mengandung serat
yang bisa dimanfaatkan dan juga dapat mengurangi beban limbah padat (solid
waste) yang dihasilkan pengolahan limbah, yang tentunya ini mengurangi
pembuangan limbah pada ke tempat pembuangan (landfill). Proses fiber
recovery dilakukan dengan memompakan air limbah ke bak pengendap (basin)
dan kemudian endapan (sludge) dipompakan ke mesin belt press (dewatering
machine) dan screw press pada proses pengolahan limbah (waste water
treatment). Fiber recovery mempunyai harga jual sangat rendah dibandingkan
dengan pulp yang dihasil langsung dari pabrik pulp. Dengan demikian fiber
recovery yang sebelumnya dipakai sebagai bahan baku pembuatan kertas atau
karton mutu rendah, bisa sebagai alternatif penggunaannya untuk serat pengisi
(filler) komposit polipropilena.
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009


1.2. Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh komposisi fibre recovery (FR) dari limbah padat
pengolahan limbah pabrik pulp dan kertas sebagai penguat komposit
termoplastik polipropilena terhadap sifat mekanik dari komposit.
2. Bagaimanakah pengaruh coupling agent asam maleat anhidrat (MAH)
terhadap morfologi dan sifat mekanik dari komposit termoplastik
polipropilena dengan bahan pengisi fibre recovery (FR) dari limbah padat
pengolahan limbah pabrik pulp dan kertas.
3. Bagaimanakah hubungan antara sifat dan struktur-mikro dari komposit
termoplastik polipropilena dengan bahan pengisi fibre recovery (FR) dari
limbah pada pengolahan limbah pabrik pulp dan kertas yang diperiksa dengan
uji tarik, FT-IR, SEM, DTA, dan uji biodegradasi.

1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Menyelidiki komposisi optimal fibre recovery (FR) dari limbah padat
pengolahan limbah pabrik pulp dan kertas sebagai bahan pengisi komposit
termoplastik polipropilena terhadap sifat mekanik dari komposit.
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

2. Menyelidiki pengaruh asam maleat anhidrat (MAH) sebagai coupling agent
terhadap morfologi dan sifat mekanik dari komposit termoplastik dengan
bahan pengisi fibre recovery (FR) dari limbah padat pengolahan limbah
pabrik pulp dan kertas.
3. Menyelidi hubungan antara sifat dan struktur-mikro dari komposit
termoplastik polipropilena dengan bahan pengisi fibre recovery (FR) dari
limbah pada pengolahan limbah pabrik pulp dan kertas yang diperiksa dengan
uji tarik, FT-IR, SEM, dan uji biodegradasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian diharapkan bermanfaat untuk:
1. Pemanfaatan fibre recovery (FR) dari limbah padat pabrik pulp dan kertas
yang harganya lebih murah sebagai bahan altenatif pengisi komposit
termoplastik polipropilena.
2. Mengurangi beban limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan limbah
pabrik pulp dan kertas.
3. Mendapatkan informasi ilmiah dari pemanfaatan alternatif fibre recovery (FR)
dari limbah padat pabrik pulp dan kertas.

1.5. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, di mana bahan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah polipropilena (PP) yang ditambahkan fibre
Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

recovery (FR) yang berasal dari limbah padat pengolahan limbah pabrik pulp dengan
cara direfluks pada suhu 170C selama 3 jam untuk menghasilkan film campuran
polimer/ serat (komposit) dengan berbagai perbandingan PP : FR. Penelitian juga
dilakukan dengan mencampurkan asam maleat anhidrat (MAH) dan benzoil
peroksida (BPO) dalam pelarut silena. Film tersebut kemudian dikarakterisasi dengan
menggunakan uji tarik, FT-IR, uji DTA, uji SEM, dan uji biodegradasi.

1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU,
Laboratorium Penelitian FMIPA USU, Laboratorium PTKI Medan, Laboratorium
Kimia Bea dan Cukai Belawan, dan Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas
Bandung.

Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009

Abubakar : Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari
Pabrik Pulp Dan Kertas, 2009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Serat Kayu sebagai Penguat Komposit
Serat-serat alami dibagi berdasarkan sumbernya, berasal dari nabati dan
hewani atau mineral-mineral. Secara umum, tumbuhan atau serat nabati digunakan
untuk penguat plastik. Serat tumbuhan termasuk kapas/ kapuk, tumbuhan dikotil dan
mono kotil, yaitu rami dan serat kasar.
Tabel 1. Sifat Mekanis dari Serat Alam Dibandingkan dengan Serat Penguat
Konvensional

Serat

Densitas
(g/ cm
3
)
Perpanjangan
(%)
Kekuatan
Regang
Modulus
Young
Kapas 1,5 1,6 7,0 8,0 287 597 5,5 12,6
Guni 1,3 1,5 1,8 393 773 26,5
Flaks 1,5 2,7 3,2 345 1035 27,6
Serat nenas - 1,6 690 -
Rami - 3,6 3,8 400 938 61,4 128
Serat karung 1,5 2,0 2,5 511 635 9,4 22,0
Sabut 1,2 30,0 175 4,0 6,0
Sutera (tali) - 11,4 593 11,0
Kraft kayu lunak 1,5 - 1000 40,0
Kaca-E 2,5 2,5 2000 3500 70,0
Kaca-S 2,5 2,8 4570 86,0
Aramid (normal) 1,4 3,3 3,7 3000 3150 63,0 67,0
Karbon (standar) 1,4 1,4 1,8 4000 230,0 240,0


Ketersediaan serat dalam jumlah besar dengan sifat mekanis yang baik adalah
suatu prasyarat yang umum untuk penggunaannya dan salah satu kelemahannya pada
penggunaan di bidang teknik perlu ada modifikasi secara khusus, seperti:
a. Homogenisasi dan sifat-sifatnya;
b. Derajat polimerisasi dan penghabluran;
c. Adhesi yang baik antara serat dan matriks;
d. Kelembaban (Bledzki, A.K., dan Gassan, J., 1999).
Penerapan serat alami harus dengan perlakuan pendahuluan. Dalam banyak
kasus, pengalihan fiber glass dengan serat alami disebakan faktor ekonomis. Tetapi,
serat alami memiliki beberapa keuntungan, antara lain:
a. Harga yang lebih murah
b. Densitas rendah
c. Mempunyai kekuatan spesifik
d. Sifat termal yang baik
e. Fleksibel selama proses produksi
f. Serat alami dapat diperbaharui ketersediaannya
g. Plastik yang diperkuat dengan serat alami mudah terdegradasi
h. Serat alami dengan plastik dapat daur ulang
i. Plastik diperkuat serat alami adalah ramah lingkungan (Bledzki, A.K., dan
Gassan, J., 1999).

34


Dan mempunyai beberapa kelemahan, seperti:
a. Adhesi antarmuka yang rendah
b. Keseimbangan impact yang rendah
c. Dispersi serat yang kurang
d. Rentan terhadap air.
Selulosa adalah komponen penting padat serat alami, yang memiliki gugus -
1,4-glikosidik. Rumusan proyeksi Haworth dari selulosa adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Proyeksi Haworth pada Struktur Selulosa
Struktur selulosa bagian utama dari makro molekul dari serat dan mempunyai
derajat polimerisasinya di atas 14.000. Sifat mekanis selulosa bergantung pada tipe
dan geometrinya.

2.2. Matriks Komposit
Serat tidak dapat menyebarkan beban dari satu ke lainnya dan mempunyai
penggunaan terbatas dalam bidang teknik. Ketika serat ditempelkan atau diisi ke
35

dalam bahan matriks dalam bentuk suatu komposit. Matriks terikat bersama dengan
serat, memindahkan beban ke serat dan melindungi serat dari pengaruh lingkungan
dan kerusakan karena penanganannya. Matriks yang kuat berpengaruh terhadap sifat
mekanis dari komposit seperti regangan dan modulus Young serta dalam
kompresinya. Karakteristik fisika dan kimia dari matriks seperti titik lebur,
kekentalan, dan reaktifitasnya dengan serat/ fibre berpengaruh terhadap pemilihan
proses pembuatan komposit.
Polipropilena, matriks termoplastik terbesar kedua setelah polietilena.
Pemakaian polipropilena di dunia setiap tahunnya meningkat. Matriks polipropilena
memiliki titik lebur 173C, indeks lebur 10,5 g/ 10 menit pada 230C dan berat
jenisnya pada temperatur kamar 0,905 g/cm
3
.
Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan ekonomis dan kegunaannya, yaitu plastik komoditi dan plastik teknik.
Plastik komoditi dicirikan oleh volumenya yang tinggi dan harga yang murah, plastik
ini biasa diperbandingkan dengan baja dan alumunium dalam indutri logam. Mereka
sering dipakai dalam bentuk barang yang bersifat pakai buang, seperti lapisan
pengemas, namun ditemukan juga pemakaiannya dalam barang-barang yang tahan
lama. Plastik teknik lebih mahal harganya dan volumenya lebih rendah, tetapi
memiliki sifat mekanik yang unggul dan daya tahan yang lebih baik.



36



Tabel 2. Plastik-plastik Komoditi

Tipe Singkatan Kegunaan utama
Polietilena massa jenis rendah LDPE
Lapisan pengemas, isolasi kawat dan kabel, barang
mainan, botol fleksibel, perabotan, bahan pelapis.
Polietilena massa jenis tinggi HDPE
Botol, drum, pipa saluran, lembaran film, isolasi
kawat dan kabel.
Polipropilena PP
Bagian-bagian mobil dan perkakas, tali, anyaman,
karpet, film.
Poli(vinil klorida) PVC
Bahan bangunan, pipa tegar, bahan untuk lantai,
isolasi kawat dan kabel, film dan lembaran.
Polistirena PS
Bahan pengemas (busa dan film), isolasi busa,
perkakas, perabotan rumah, barang minuman
(Stevens, 2001)

2.3. Polipropilena
Polipropilena adalah suatu polimer yang dibentuk melalui reaksi kimia
polimerisasi dari monomer yang merupakan senyawa vinil. Polipropilena termasuk
jenis plastik komoditas yaitu jenis plastik dengan volume yang tinggi dan harganya
murah. Plastik komoditas mewakili sekitar 90% dari seluruh produk termoplastik
(Malcom P. Stevens, 1998). Produk polipropilena mempunyai konduktivitas panas
yang rendah (0,12 W/m), tegangan permukaan rendah, kekuatan benturan yang tinggi
dan ketahanan yang tinggi terhadap pelarut organik, bahan kimia anorganik dan
37

mempunyai sifat isolator yang baik. Polipropilena digunakan untuk bagian-bagian
mobil, botol kemasan, wadah margarin, tali, anyaman karpet, dan film. Penggunaan
polipropilena pada mobil dan suku cadang otomotif sangat dipengaruhi oleh panas.
Dalam waktu lama akan menimbulkan kerusakan dan kestabilan panasnya akan
menurun sehingga dengan demikian, pada proses pembuatan/ pengolahan produk
polipropilena akan terdegradasi. Agar pemakaiannya dapat lama, pada proses
pembuatan/ pengolahan produk polipropilena perlu ditambahkan stabiliser panas
sehingga kerusakan dan degradasi polimer dapat dicegah atau ditunda.
Polipropilena disusun oleh monomer-monomer yang merupakan senyawa
vinil jenuh dengan struktur (CH
2
=CH-CH
3
). Polipropilena yang dibentuk dengan
monomer ini melalui proses polimerisasi adisi secara umum ditunjukkan pada
Gambar 2 (Rosen, 1982). Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai
linier berbentuk A-A-A-A-A dengan A adalah polipropilena yang merupakan
polimer hidrokarbon.
Gambar 2. Polimerisasi Polipropilena
H
C C
CH
3
H H
n
H
C C
CH
3
H H
n
n = unit perulangan
Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer yang
menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi
menyebabkan regangannya tinggi dan kaku (Al-Malaika, 1983). Dalam polipropilena,
38

rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf
yang mana atom-atom terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar
109,5C dan membentuk rantai zig-zag planar (Cowd, 1991). Struktur rantai zig-zag
planar tiga dimensi dapat terjadi dalam struktur isotaktik dan ataktik (Meyer, 1984).
Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintesis isotaktik sehingga
kekristalinnya tinggi. Karena keteraturan ruang ini rantai dapat terjejal sehingga
menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas.
C
H
H
C
CH
3
H
C
H
C
CH
3
H
H
C
H
H
C
CH
3
H
C
H
H
C
CH
3
H
C
H
H
C
CH
3
H
Gambar 3. Struktur Isotaktik Polipropilena

2.3.1. Sifat-sifat Polipropilena
Polipropilena mempunyai konduktifitas panas yang rendah (0,12 w/m),
tegangan permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap
pelarut organik, bahan kimia anorganik, uap air, minyak, asam dan basa, isolator yang
baik tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang
lambat. Titik leleh 160C dan suhu dekomposisi 380C (Cowd, 1991).
Pada suhu kamar polipropilena nyaris tidak larut dalam toluena, dalam silena
larut dengan pemanasan, akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat
pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida (Al-Malaika, 1983).
39

Polipropilena isotaktik memiliki sifat kekakuan yang tinggi, daya rentang yang baik,
resistensi terhadap asam, alkali, dan pelarut. Densitas polipropilena berkisar antara
0,90 0,91, titik leleh (T
m
) dari 165 170C, dan dapat digunakan sampai 120C.

2.3.2. Penggunaan polipropilena
Propilena diproduksi sejak tahun 1958 dengan menggunakan katalis Ziegler.
Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintesis isotaktik sehingga
kekristalannya tinggi. Karena keteraturan ruang polimer ini rantai dapat terjejal
sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Sebagai jenis plastik
komoditas, polipropilena banyak digunakan untuk bagian dalam mesin pencuci,
komponen mobil dan suku cadang otomotif, botol kemasan, margarin, isolator listrik,
kemasan (berupa lembaran tipis) makanan dan barang (Cowd, 1991). Juga dapat
digunakan untuk membuat tali, karpet, kursi, tangkai pegangan, dan film. Sedangkan
polipropilena daur ulang dapat digunakan untuk membuat sikat gigi, corong minyak,
dan kabel baterai.

2.4. Kompatibilitas Campuran Polimer
Secara teknologi, kompatibilitas merupakan beberapa proses yang
mempertinggi sifat-sifat campuran untuk membuatnya lebih berguna. Polimer yang
lebih kompatibel secara termodinamika memberikan pencampuran yang lebih baik.
Hal ini mungkin disebabkan ukuran partikel yang dihasilkan selama pencampuran
lebih kecil dan volume antar fase juga lebih kecil.
40

Campuran polimer yang dihasilkan dengan metode campuran lelehan (melt
mixing) lebih baik daripada pencampuran dalam larutan. Buruknya interaksi antara
bagian-bagian molekul menyebabkan tingginya tegangan antar muka lelehan yang
mengakibatkan sulitnya mendispersikan komponen penyusun sebagaimana mestinya
selama pencampuran dan rendahnya adhesi antar muka komponen-komponen
tersebut. Gejala berakibat dininya kegagalan mekanik, dan kerapuhan campuran
polimer. Cara untuk mengatasi hal ini disebut kompatibilisasi (Al-Malaika, 1997).
Dalam teknologi material, batasan kompatibilitas sering digunakan untuk
menggambarkan layak atau menguntungkannya sifat-sifat yang terjadi bila polimer
dicampur. Suhu transisi kaca dari kedua polimer berubah bila campuran tersebut
kompatibel. Metode peningkatan kompatibilitas poliblen antara lain:
1. Rekristalisasi
2. Pengikatan silang secara in-situ
3. Penambahan pengkompatibel
4. Pembentukan kopolimer dari reaksi gugus fungsi pada bagian spesifik kedua
polimer (pembentukan kopolimer pengkompatibel) (Brown, 1992).
Tingkat kompatibilitas dari suatu campuran polimer diuji dengan mengukur
kekuatan tarik, foto miksroskop elektron payaran (SEM), dan DTA. Dan untuk
melihat mekanisme ikatan bahan pengkompatibel pada polimer, hasil reaksi
diidentifikasi menggunakan spektroskopi infra merah (Wirjosentono, 1996).

41

Kompatibilitas pemlastis dengan bahan polimer adalah hal yang penting.
Kompatibilitas yang baik menunjukkan campuran pemlastis dan polimer yang stabil
dan homogen. Kompatibilitas campuran ditentukan oleh interaksi molekul polimer-
pemlastis, bahan aditif, tekanan, suhu, kelembaban, dan cahaya. Kompatibilitas
campuran dapat ditentukan melalui panas reaksi campuran, suhu transisi gelas,
morfologi, sifat mekanikal dinamis, dan secara viskometrik (Chattopadhyay, 2000:
Lee, 1997).
Pemlastis bisa saja kompatibel pada suhu proses namun dapat keluar kembali
dari polimer (blooming) pada suhu kamar. Polimer-pemlastis selalu berada dalam
kesetimbangan dinamis pada suhu tertentu, begitu suhu berubah efektifitas gaya-gaya
juga berubah. Pada kondisi normal, difusi selalu terjadi yaitu sejumlah tertentu
pemlastis berada di permukaan polimer karena kesetimbangan adsorpsi/ desorpsi
antara polimer dan pemlastis terganggu (Zhong, dkk, 1998).

2.5. Stabilitas Panas Polimer
Ketika zat organik dipanaskan sampai suhu tinggi mereka memiliki
kecenderungan untuk membentuk senyawa-senyawa aromatik. Hal ini mengikuti
fakta bahwa polimer-polimer aromatik mesti tahan terhadap suhu tinggi.
Agar suatu polimer layak dianggap stabil panas atau tahan panas, ia harus
tidak terurai di bawah suhu 400C dan dapat mempertahankan sifat-sifatnya yang
bermanfaat pada suhu di daerah suhu dekomposisinya sehingga polimer-polimer yang
demikian harus memiliki suhu transisi gelas atau peleburan kristal yang tinggi.
42

Stabilitas panas utamanya merupakan fungsi dari energi ikatan, ketika suhu naik ke
titik di mana energi getaran menimbulkan putusnya ikatan, polimer yang
bersangkutan akan terurai.
Dalam kasus ini polimer tangga atau semi tangga memiliki stabilitas panas
yang lebih tinggi daripada polimer-polimer dengan rantai terbuka, seperti
polipropilena karena dalam kasus unit-unit ulang siklik, putusnya ikatan dalam suatu
cincin tidak menghasilkan penurunan berat molekul, kemungkinan putusnya dua
ikatan dalam satu cincin adalah rendah (Stevens, 1989).
Dekomposisi dalam udara merupakan suatu ukuran untuk stabilitas
termooksidatif bahan polimer yang pada umumnya mengikuti mekanisme yang
berbeda. Akan tetapi, adanya oksigen memiliki efek kecil terhadap suhu dekomposisi
awal, oleh karena itu putusnya ikatan, utamanya merupakan sebuah proses termal
bukan oksidatif.
Berbagai jenis polimer aromatik dan organometalik yang stabil panas telah
dikembangkan, karena struktur rangkanya yang kaku, polimer aromatik secara
karakteristik memperlihatkan suhu transisi gelas yang sangat tinggi, viskositas
leburan yang tinggi, kelarutan rendah sehingga lebih menyulitkan terdegradasi
daripada sebagian besar jenis polimer lainnya (Malcom P. Steven, 1989).




43

2.6. Metode Modifikasi Permukaan Serat Alam
Kualitas antarmuka seratmatriks adalah penting penerapannya dalam aplikasi
kompositnya. Metoda-metoda kimia dan fisika dapat digunakan untuk
mengoptimalkan hubungan ini.
a. Metode Fisika
Metoda-metoda secara fisik, seperti peregangan, calandering, perlakuan
dengan menggunakan panas. Perlakuan fisika mengubah struktural dan sifat
permuakaan dari serat dan mempengaruhi ikatan mekanis dengan polimernya.
b. Metode Kimia
Polarisasi serat selulosa tidak kompatibel dengan polimer hidrofobik.
Ketika dua bahan tidak cocok sehingga diperlukan bahan yang lain untuk dapat
menghubungkan sifat antara polimer dengan serat alam, dapat dilakukan dengan
beberapa cara:
1. Lapisan batas lemah coupling agent mengurangi atau menghilangkannya.
2. Lapisan bisa mengubah bentuk agen penggandeng menghasilkan lapisan
yang fleksibel.
3. Ikatan kimia copling agent membentuk ikatan kovalen antara serat dengan
polimer.
Satu metoda modifikasi kimia yang penting adalah metoda coupling kimia,
yang memperbaiki adhesi antar muka. Permukaan serat diolah dengan campuran yang
membentuk ikatan kima antara serat dengan matriks. Sebagai contoh, perlakuan serat
selulosa dengan polipropilenamaleat anhidrida (MAHPP) kopolimer panas, yang
44

menyediakan ikatan silang kovalen. Mekanisme reaksi itu dapat dibagi menjadi dua
langkah:
a. Aktivasi kopolimer dengan pemanasan (170C) (sebelum dicampur dengan serat).
Gambar 4. Mekanisme Aktivasi Kopolimer Polipropilena

b. Esterifikasi Selulosa
Gambar 5. Mekanisme Reaksi Esterifikasi Selulosa
Setelah perlakuan ini, energi permukaan dari serat meningkat pada suatu
tingkatan yang jauh lebih dekat kepada energi permukaan dari matriks. Jadi dengan
demikian, dihasilkan adhesi antar muka yang lebih tinggi.



45


2.7. Degradasi Bahan Polimer
Kestabilan polimer akan terganggu dan berkurang bahkan hilang seiring
berjalannya waktu, proses ini lebih dikenal dengan proses degradasi polimer.
Penggunaan bahan polipropilena dalam lingkungan suhu tinggi, misalnya sebagai
suku cadang mesin dan industri otomotif, selalu diharapkan dengan masalah
degradasi termal.
Tahap pertama degradasi ini merupakan proses pembentukan radikal bebas,
yang diikuti dengan mekanisme oksidatif dengan adanya oksigen. Kenaikan energi
kinetik molekul pada suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan rantai
polimer (R-R) membentuk makroradikal, yang memicu degradasi selanjutnya, seperti
ditunjukkan pada reaksi (1).
R
______
R 2R* (1)
Mekanisme pemutusan termal dari rantai polipropilena telah dilaporkan (Tsuchinya &
Sumi, 1969) yang menyatakan bahwa pada proses tersebut terbentuk radikal primer
(I) dan radikal sekunder (II).
--CH
2
-CH-CH
2
-CH-CH
2
-- -CH
2
-CH
2
-CH-(C*)H
2
+ (C*)H-CH
2
-CH- (2)

R R R R R
I II
46

Reaksi perpindahan radikal primer atau sekunder secara intra molekul akan
menghasilkan radikal tersier (III), yang selanjutnya akan mengalami pemecahan
untuk menghasilkan alkena dan alkana.
-CH
2
-CH-CH + -CH
2
-CH-CH
2
-CH-R -CH
2
-CH-CH
2
-C-CH
2
-CH-R (3)

R R R R R R
(I) (III)
-C*H-CH
2
-CH- + -CH
2
-CH-CH
2
-CH-R CH-CH
2
-CH-CH
2
-C*-CH
2
-CH-R (4)

R R R R R R R R
Bila terdapat spesi oksidatif (oksigen), pemutusan termal rantai polimer
tersebut diikuti dengan tahap kedua yang melibatkan proses oksidasi membentuk
hidroperoksida sebagai hasil utama. Sebagaimana ditunjukkan reaksi berikut:
R* + O
2
ROO*
ROO* + RH ROOH + R* (5)
Berdasarkan gejala di atas dan mekanisme oksidasi senyawa hidrokarbon
sederhana (Stivala, dkk., 1983), mengusulkan mekanisme umum dari degradasi
termal poliolefin yang diawali tahap inisiasi pembentukan radikal oksi/ peroksi, dan
diikuti dengan tahap propagasi pembentukan peroksida. Selanjutnya hasil utama dari
degradasi termal poliolefin adalah senyawa yang mengandung gugus C=O dan
hidroksida yang mungkin terbentuk dari dekomposisi senyawa hidroksida.
47

Degradasi polimer merupakan suatu proses kerusakan atau penurunan mutu
yang pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat, karena putusnya
ikatan rantai. Selama proses pengolahan menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi, bahan polimer ini juga mengalami degradasi oleh pengaruh radiasi ultra violet
dalam sinar matahari. Di samping itu kondisi lingkungan seperti adanya oksigen dan
bahan-bahan kimia oksidator turut pula mempengaruhi kecepatan degradasi (Scott
dan Chakrabrty, 1977).
Jika bahan baku polimer dikenakan terhadap kondisi tertentu maka akan
mengalami degradasi. Perubahan yang diamati selama degradasi dapat dihasilkan dari
perubahan struktur dari bahan polimer, kehilangan atau perubahan dalam setiap bahan
senyawa dan perubahan sifat-sifat mekanis (Kudoh, 1996).
Proses degradasi polimer dapat dipercepat ataupun diperlambat. Fakttor-faktor
yang dapat mempercepat terjadinya degradasi polimer adalah antara lain: panas
(degaradasi termal), penyinaran (degradasi UV), gesekan, bakteri (biodegradasi),
oksigen (bahan kimia) waktu atau umur polimer (Gerald dan Norman, G, 1985)
Penurunan kestabilan/ degradasi polimer ini tidak hanya membuat suatu
polimer itu hancur tetapi juga dengan terjadinya penurunan sifat seperti menurunnya
elastisitas (kehilangan kekenyalan sehingga jadi lembut/ lengket), perubahan warna
(jadi buram) dan terjadinya proses oksidasi bahkan polimer bisa mengalami proses
depolimerisasi yang lebih dikenal dengan perombakan polimer. Misalnya bila
dipanaskan beberapa polimer terurai akibat kehilangan kesatuan monomernya satu
48

persatu pada reaksi yang ada pada dasarnya merupakan reaksi kebalikan dari
polimerisasi.
Polimerisasi
Monomer Polimer
Depolimerisasi
Penguraian polimer oleh energi bahang biasanya terabaikan pada suhu normal
karena energi pengaktifan bagi depolimerisasi sangat tinggi dibandingkan dengan
polimerisasinya. Namun pada suhu tinggi laju depolimerisasi dan polimerisasi
menjadi sama. Kemerosotan mutu polimer seringkali terjadi karena pengaruh
gabungan dari sinar matahari dan oksigen. Pengaruh gabungan ini mengeraskan
permukaan polimer sehingga polimer menjadi rapuh. Adakalanya bahan bening
menjadi berwarna gelap karena atom hidrogen berlepasan dari rantai sebagai radikal,
membentuk gas hidrogen atau air, akibat oksidasi menghasilkan sederetan ikatan
ganda yang terbentuk dalam polimer (Cowd, 1991).

2.8. Biodegradasi Polimer
Polimer terbiodegradasi bila ditempatkan di lingkungan bioaktif, seperti
kompos, akan pecah menjadi gas karbon dioksida dan air di bawah aksi bakteri dan
jamur. Ada dua langkah utama di dalam proses biodegradasi. Pertama melibatkan
depolimerisasi atau pemutusan rantai polimer menjadi oligomer, dan yang kedua
adalah mineralisasi dari oligomer yang dihasilkan. Langkah depolimerisasi secara
normal terjadi di luar mikroorganisme dan melibatkan endo and ekso enzim. Endo
49

enzim menyebabkan pembelahan acak di rantai utama, sementara ekso enzim
menyebabkan pemutusan urutan dari terminal monomer dalam rantai polimer utama.
Begitu depolimersisasi terjadi, fragmen oligomer ukuran kecil terbentuk. Fragmen ini
diangkut ke dalam sel di mana mineralisasi terjadi. Mineralisasi digambarkan sebagai
konversi polimer ke dalam biomassa, mineral, air, CO
2
, CH
4
, dan N
2
. Langkah
mineralisasi biasanya terjadi secara intraseluler.
Persyaratan yang utama untuk memulai proses biodegradasi adalah bahwa
rantai polimer harus berisi ikatan kimia yang bersifat rentan terhadap hidrolisis atau
oksidasi yang enzimatik. Gugus fungsi kimia yang paling umum dengan sifat ini
adalah ester. Ikatan peptida di dalam protein dapat juga dihidrolisis secara enzimatis.
Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan degradasi adalah pencabangan,
hidrofilisitas/ hidrofobisitas, berat molekul, kristalinitas, stereokimia, kelenturan
rantai, dan morfologi. Polisakarida dan protein adalah substrat yang baik untuk
serangan enzimatik karena sifatnya yang hidrofilik. Ketiadaan pencabangan dan
menurunnya kristalinitas juga meningkatkan biodegradabilitas. Persyaratan
berikutnya untuk biodegradasi adalah keberadaan dari mikroorganisme yang sesuai
untuk manyatukan enzim spesifik yang diperlukan untuk depolimerisasi dan
mineralisasi polimer target. Dua langkah ini dalam proses biodegradasi mungkin
tidak melibatkan mikroorganisme yang sama. Polimer alami, seperti polisakarida,
protein, dan selulosa, dengan mudah terbiodegradasi karena banyak mikroorganisme
menghasilkan enzim yang diperlukan untuk metabolisme senyawa ini tersedia secara
alami. Persyaratan terakhir untuk proses biodegradasi adalah suatu lingkungan yang
50

dengan baik diatur di mana mikroorganisme yang diinginkan dapat tumbuh dengan
subur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme termasuk
kisaran suhu yang sesuai, kelembaban, garam (tipe dan tingkatan), oksigen (aerob dan
anaerob), logam, pH, potensial redoks, kestabilan lingkungan, dan tekanan. Bila ada
faktor ini kecepatan biodegradasi akan berkurang atau berhenti sampai kondisi yang
tepat terjadi lagi. Selokan, air laut, kompos, dan tanah, semua lingkungan ini sangat
berbeda, dan oleh karena itu tingkat degradasi juga berbeda untuk lingkungan yang
berbeda. Itu mungkin bahwa beberapa polimer yang terdegradasi dalam satu
lingkungan dapat atau tidak terdegradasi pada lingkungan yang lain.
Plastik sampai ke tanah dengan dua cara yaitu secara sengaja (pengkomposan
dan keperluan pertanian) dan secara tidak disengaja (pembuangan). Faktor
lingkungan pada tanah dibagi menjadi dua kelas:
a. Faktor permukaan (sinar matahari: efek irradiasi UV dan efek panas, curah
hujan dan irigasi, makroorganisme).
b. Faktor bawah tanah (struktur tanah: tekstur, sifat kimia-fisika tanah:
temperatur, mineral dan kapasitas penukar kation, bahan organik, air, pH,
kandungan gas, sifat biologi tanah).
Degradasi mengubah kimia polimer sehingga material yang aman sebelumnya
bisa bersifat racun setelah biodegradasi. Produk intermediet dapat berupa monomer,
oligomer, turunan metabolik dan dapat berinteraksi dengan organisme hidup.
51

Sehingga penting untuk mengetahui pengaruh ekotoksik polimer terhadap tanah.
Metode-metode yang dapat dilakukan antara lain:

a. Keracunan pada hewan (nematoda, oligochaeta, arthropoda, dan
gastropoda).
b. Keracunan pada tumbuhan.
c. Keracunan pada mikroba (metabolisme, jumlah, pertumbuhan, kelakuan).
(Bastioli, 2005).
Berbagai simulasi di laboratorium digunakan untuk mengukur biodegradasi
plastik. Degradasi dilakukan di kompos, tanah, atau air laut, dalam sebuah reaktor
terkontrol. Walaupun lingkungannya sangat berbeda dengan kondisi uji di lapangan,
parameter eksternal (temperatur, pH, kelembaban, dll) dapat dikontrol dan ditentukan,
dan peralatan analitik dapat difungsikan lebih baik (misalnya analisis residu dan
intermediet, penentuan evaluasi CO
2
atau konsumsi O
2
). Untuk mengurangi waktu
pengujian, penambahan nutrisi dapat meningkatkan aktivitas mikroba dan
mempercepat degradasi (Pagga, 1998).
Prosedur analitik untuk mengamati biodegradasi antara lain dengan:
pengamatan visual, perubahan sifat mekanik dan massa molar, pengukuran
pengurangan berat (penentuan polimer residu), konsumsi O
2
/ perubahan CO
2
,
penentuan biogas, pelabelan radio aktif, pembentukan daerah nyata (pada cawan
agar), pengukuran DOC, penurunan densitas optik, penurunan ukuran partikel, dan
52

penentuan asam bebas. Standardisasi uji biodegradasi terbagi berdasarkan lingkungan
uji yakni:
a. Pengujian kompos
b. Pengujian biodegradasi anaerobik
c. Pengujian biodegradasi di tanah
Metode Skrining mikroorganisme dan zona terang (clear zone) diaplikasikan
untuk mengetahui penyebaran mikroorganisme pengurai polimer plastik dan
perbandingannya terhadap jumlah total mikroorganisme (Mller, 2005).

2.9. Sifat Mekanis Bahan Polimer
Pada pengujian suatu sampel secara mekanis yang diamati adalah sifat
kekuatan tarik, tegangan, regangan, modulus, dan perpanjangan yang menunjukkan
pada kekuatan bahan. Penggunaan bahan polimer baik itu dalam industri maupun
dalam kehidupan sehari-hari sangat tergantung pada sifat mekanis dari bahan polimer
tersebut. Sifat mekanis ini merupakan perpaduan antara kekuatan tarik yang tinggi
dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis khas untuk setiap polimer, ini disebabkan
karena adanya dua macam ikatan dalam bahan polimer, yaitu ikatan kimia yang kuat
antara atom dan interaksi antara rantai yang lebih lemah (Wirjosentono, 1995).

2.9.1. Kekuatan Tarik UTS (Ultimate Tensile Strength)
53

Kekuatan tarik/ tekan merupakan salah salah satu sifat dasar bahan polimer
yang penting dan sering digunakan untuk karakterisasi suatu bahan polimer.
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui perubahan bentuk pada sampel atau
bahan yang diuji. Pada uji tarik beban kakas sesumbu yang bertambah secara
perlahan-lahan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati
pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Pertambahan panjang () yang
terjadi akibat kakas tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut dengan deformasi
sedangkan regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang dengan
panjang semula.
100%

0
=
l
l
(1)
Keterangan :
= Regangan (%)

o
= Panjang mula-mula (mm)
= Pertambahan panjang (mm)
Dengan demikian regangan merupakan ukuran kekenyalan (kemuluran) suatu
bahan yang biasanya dinyatakan dalam %. Besarnya kekuatan tarik dapat diperoleh
dari kurva aluran tegangan atau regangan. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari
besarnya beban maksimum (F
maks
) yang digunakan untuk memutuskan/ mematahkan
spesimen bahan dibagi dengan luas penampang awal (A
o
) dan secara matematis
ditulis sebagai berikut :
54

0
maks
A
F
= (2)
Keterangan :
= tegangan atau kekuatan tarik (kgf/mm
2
)
F
maks
= beban maksimum (kgf)
A
0
= luas penampang awal (mm
2
)

2.9.2. Kekuatan Lentur UFS (Ultimate Flexural Strength)
Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui ketahanan suatu bahan terhadap
pembebanan pada titik lentur dan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.
Pembebanan yang diberikan adalah pembebanan dengan tegak lurus dengan titik-titik
sebagai penahanan berjarak tertentu dan titik pembebanan diletakkan pada titik
tengah sampel di mana besarnya pelengkungan ini disebut defleksi (). Persamaan
untuk mendapatkan kekuatan lentur adalah:
2
2
3
lt
PL
MOR = (3)
t
yl
L P
MOE
4
4
'
= (4)
MOR = modulus patah (kg/cm
2
)
MOE = modulus elastisitas (kg/cm
2
)
55

P = beban patah (kg)
P = beban lentur (kg)
L = jarak sanggah (cm)
l = lebar spesimen (cm)
t = tebal spesimen (cm)
y = jarak defleksi (cm) (Haygreen, 1996)



2.10. Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)
Spektroskopi IR merupakan suatu metoda analisis yang dipakai untuk
karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Dengan cara menentukan dan
merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik dalam
daerah sinar infra merah. Daerah infra merah didefenisikan sebagai daerah yang
memiliki panjang gelombang 1-500 nm. Setiap gugus dalam molekul umumnya
mempunyai karakteristik sendiri, sehingga spektroskopi IR dapat digunakan untuk
mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita serapan merupakan
ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh polimer (Seymour, 1975).
Untuk dapat mengindentifikasi data infra merah dari bahan polimer,
diperlukan suatu persyaratan yaitu zat yang diselidiki harus homogen secara kimia.
Tahap awal identifikasi bahan polimer, serapan yang karakteristik untuk masing-
masing bahan polimer harus diketahui dengan membandingkan spektrum yang telah
56

dikenal. Pita serapan yang khas akan ditunjukkan oleh monomer penyusun material
dan struktur molekulnya (Billmeyer, 1984).
Metoda ini didasarkan pada interaksi antara radiasi infra merah dengan materi
(interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik). Interaksi ini berupa
absorpsi pada frekwensi atau panjang gelombang tertentu yang berhubungan dengan
energi transisi antara berbagai keadaan energi vibrasi, rotasi, dan molekul. Radiasi
infra merah yang penting dalam penentuan struktur atau analisa gugus fungsi terletak
pada 400 cm
-1
- 650 cm
-1
.

2.11. Analisis Termal Bahan Polimer
Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang
perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi juga terjadi proses
kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi dan sebagainya.
Differensial Thermal Analysis (DTA) adalah suatu metoda yang dapat digunakan
untuk menentukan sifat termal suatu bahan polimer. DTA merupakan suatu metode
yang dapat mencatat perbedaan suhu antara sampel dan senyawa pembanding, baik
terhadap waktu ataupun suhu.
Dalam bidang polimer, DTA sering digunakan untuk menentukan temperatur
leleh (T
m
) dan temperatur gelas (T
g
). Temperatur leleh adalah temperatur pada saat
polimer mengalamni pelelehan secara sempurna, sedangkan temperatur transisi gelas
(T
g
) adalah temperatur pada saat terjadinya perubahan sifat fisik polimer dari elastis
menjadi kaku.
57

Metode DTA mempunyai kelebihan dapat memberikan hasil yang spesifik
untuk suatu sampel, karena tidak ada dua material yang memberikan suatu kurva
yang sama persis walaupun mempunyai perbedaan yang sangat kecil dari struktur
kristal dan komposisi kimia. Puncak-puncak yang dihasilkan akan berbeda baik dari
luas atau bentuk puncak sehingga kurva yang dihasilkan khas untuk setiap jenis
material. Kekurangan DTA adalah terlihat perbedaan yang nyata pada jangkauan
temperatur yang lebar sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai
jangkauan tersebut, dan kurva yang dihasilkan sangat tergantung pada peralatan dan
teknik penentuan sehingga untuk jenis material yang sama jika dianalisis dengan dua
alat yang berbeda akan memberikan kurva yang sedikit berbeda.

2.12. Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut
dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat
perubahan dalam bahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, di mana
alat yang biasa digunakan adalah SEM.
Teknik SEM merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan spesimen.
Gambar tampilan permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan
tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan, gambar topografi diperoleh dari
penangkapan sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder
yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor sehingga
58

diperoleh gambar khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen,
selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan film hitam putih.
Pada dasarnya SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan yang dipantulkan
atau berkas sinar elektrom sekunder. SEM menggunakan prinsip scanning di mana
berkas elektron diarahkan pada titik-titik pada permukaan spesimen. Gerakan
elektron tersebut dinamakan scanning atau gerakan membaca.
Sampel yang akan dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan
dengan konduktifitasnya rendah sehingga saat analisa SEM, bahan polimer harus
dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Konduktor yang biasa digunakan adalah
perak, tetapi untuk analisa pada jangka waktu yang lama penggunaan emas atau
campuran emas dan paladium akan lebih baik.
59


2.13. Diagram Kerangka Konsep

Fibre Recovery
(Karakteristik)
Fibre Glass
(Karakteristik)



Penyediaan
Komposit
Polipropilena










Gambar 6. Kerangka Konsep

Coupling Agent
Kondisi optimum
Uji Karakteristik sebagai
Bahan Teknis
Uji
Biodegradasisi

Rekomendasi
60

61
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat
a. Neraca Analitik Sartorius
b. Oven Memmert
c. Hot Plate Stirrer Ika Ret BC
d. Termometer Ika - Ret BC
e. Botol Akuades
f. Corong Pisah Pyrex
g. Labu Leher Tiga Pyrex
h. Alat-alat gelas
i. Pendingin Liebig Pyrex
j. Seperangkat Alat Vakum 2XZ-4 rotary vane
k. Plat Aluminium
l. Seperangkat Alat FTIR Shimadzu FTIR 8201PC
m. Seperangkat Alat DTA Shimadzu DT - 30
n. Seperangkat Alat SEM
o. Seperangkat Alat Uji Tarik MFG SC 2DE
p. Seperangkat Alat Mikroskop Metalurgi Meiji Techno



3.2. Bahan
a. Serat Kayu (Fibre Recovery/ FR)
b. Asam Maleat Anhidrat (MAH) p.a.E.Merck
c. Polipropilena (PP)
d. Silena p.a.E.Merck
e. Benzoil Peroksida (BPO) p.a.E.Merck
f. Aseton p.a.E.Merck

3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Bahan Komposit
Serat kayu (fiber recovery) diperoleh dari pengolahan limbah PT. Indah Kiat
Pulp and Paper Corporation. Sebelum diproses, FR dicuci, dibersihkan kotorannya
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100C selama 48 jam. FR tersebut
dihaluskan dan dianalisis morfologi dan sifat kimianya. Matriks PP disiapkan dengan
melarutkannya dalam silena dengan perbandingan 1 : 15, kemudian diaduk dan
dipanaskan pada suhu 175C.
Pencampuran PP dan FR dengan penambahan asam maleat anhidrat (MAH)
dan benzoil peroksida (BPO) dilakukan dengan menggunakan metode refluks dengan
pelarut silena pada suhu 175C selama 3 jam. Perbandingan antara PP : FR adalah 90
: 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50 (% w/w). MAH yang diberikan adalah 3 % dari
berat pencampuran (PP : FR) sedangkan BPO yang diberikan adalah 1 % dari berat
MAH yang ditambahkan.
44

3.3.2. Pengolahan Campuran Polimer Polipropilena dengan Serat (PPFR)
PP dilarutkan dalam pelarut silena, lalu ditambahkan FR dengan variasi
perbandingan yang ditentukan. Kemudian direfluks pada suhu 175C dengan waktu
pencampuran selama 3 jam. Hasil pencampuran akan diperoleh campuran PPFR.
Campuran ini kemudian diuapkan pelarut silenanya, lalu dicetak panas pada suhu
175C dan akan didapat film campuran polimer-serat (komposit) yang menjadi
spesimen.

3.3.3. Pengolahan Campuran Polipropilena, Serat, dan MAH (PPFRMAH)
MAH dilarutkan dalam aseton lalu ditambahkan ke dalam PP yang telah
dilarutkan. Kemudian hasilnya dicampurkan dengan FR. Hasilnya adalah campuran
PPFRMAH dan campuran ini dicetak tekan pada suhu 175C sehingga diperoleh
film komposit yang menjadi spesimen. Perlakuan yang sama dilakukan untuk semua
perbandingan PP : FR.

3.3.4. Pengolahan Campuran Polipropilena, Serat, MAH, dan Benzoil
Peroksida (PP-FR-MAH-BPO)
MAH dilarutkan dalam aseton lalu ditambahkan ke dalam PP yang telah
dilarutkan. FR ditambahkan pelarut yang sesuai (silena) dan ditambah benzoil
peroksida. Kemudian kedua campuran di atas dicampurkan sehingga diperoleh
campuran PPFRMAHBPO, lalu campuran ini dicetak tekan pada suhu 175C,
45

sehingga diperoleh film komposit yang menjadi spesimen. Perlakuan yang sama
dilakukan untuk semua perbandingan PP : FR.

3.3.5. Pembuatan Film
Alat hot press diatur pada temperatur 175C. Campuran ditimbang sebanyak
10 gram dan diletakkan di tengah cetakan yang berada dua glassy plate. Kemudian
dimasukkan ke tempat sampel pada alat hot press dan dibiarkan selama 5 menit.
Setelah itu diberi tekanan 50 kgf/cm
2
dan dibiarkan selama 5 menit. Sampel diambil
dari alat hot press dan didinginkan. Perlakuan ini dilakukan untuk semua komposisi
campuran.

3.3.6. Analisis dan Karakterisasi
Film campuran polimer-serat digunakan untuk karakterisasi spektra FT-IR,
SEM, dan uji sifat mekanik. Pengambilan foto permukaan campuran untuk melihat
sifat morfologi komposit yang dilakukan dengan alat SEM. Alat uji sifat mekanik
dengan menggunakan alat Tensile Meter Testing Machine untuk uji tarik.

3.3.6.1. Analisis FT IR
Film hasil pencampuran dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada
alat ke arah sinar Infra Red. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa
aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

46

3.3.6.2. Analisis SEM
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel.
Dalam hal ini dapat dilihat rongga-rongga hasil pencampuran material polipropilena
dengan serat kayu. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran dari
seberapa baik bahan kimia yang digunakan meresap ke dalam pori.

3.3.6.3. Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran
Film hasil spesimen dipilih dengan ketebalan 0,1 mm dan dipotong
membentuk spesimen untuk pengujian kekutan tarik dan kemuluran.







Gambar 7. Spesimen Uji Tarik Berdasarkan ASTM D-638-72 Type IV

3.3.6.4.UjiBiodegradasi
Pengujian biodegradasi dilakukan dengan uji biodegradasi dalam tanah tanpa
kontrol. Uji biodegradasi penguburan di dalam tanah dimulai dengan menimbang
64 mm
33 mm
115 mm
6 mm
19 mm
25,5 mm
47

berat awal spesimen lalu menguburkan setiap spesimen sampel dalam wadah tanah
sampah (kompos). Pengkomposan dilakukan selama 60 hari. Setelah 60 hari,
spesimen uji diambil dan dibersihkan, kemudian diamati perubahan massa spesimen
(D 6002 96 (Reapproved 2002)) sesudah penguburan dan diuji menggunakan teknik
SEM, DTA, dan FT-IR.

















48

3.4.BaganPenelitian
3.4.1. Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery 3.4.1. Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery







Serat/ Fiber Recovery (FR) Polipropilena (PP)
ditambah pelarut silena
(padatan : silena = 1 : 15)
ditambah pelarut silena
(padatan : silena = 1 : 15)

diaduk dan dipanaskan
pada suhu 175C
diaduk dan dipanaskan
pada suhu 175C


dicampur dengan perbandingan PP : FR =
90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50
dicampur dengan perbandingan PP : FR =
90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50

diaduk pada suhu 175C selama 3 jam diaduk pada suhu 175C selama 3 jam




pelarut silena diuapkan pelarut silena diuapkan

dicetak tekan dicetak tekan




dikarakterisasi dikarakterisasi











Film Komposit
Polipropilena-Serat
Uji Tarik SEM DTA
Komposit Polipropilena-Serat
FT-IR
49

3.4.2. Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery dengan
Bahan Penghubung Maleat Anhidrat



Serat/ Fiber Recovery (FR) Polipropilena (PP)
ditambah pelarut silena
(padatan : silena = 1 : 15)

ditambah MAH 3%
(terhadap jumlah komposit)
dalam pelarut aseton

diaduk dan dipanaskan
pada suhu 175C

dicampur dengan perbandingan PP : FR =
90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50

diaduk dan dipanaskan terus selama 3 jam


pelarut diuapkan
dicetak tekan


dikarakterisasi




Film Komposit
Polipropilena-MAH-Serat
Uji Tarik SEM DTA
Komposit Polipropilena-MAH-Serat
FT-IR
50

3.4.3. Pembuatan Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery dengan
Bahan Penghubung Maleat Anhidrat dan Pemicu Benzoil Peroksida




Serat/ Fiber Recovery (FR) Polipropilena (PP)
ditambahkan pelarut ditambah pelarut silena
silena (padatan : silena = 1 : 15)

ditambah benzoil ditambah MAH 3%
peroksida 1% (terhadap jumlah komposit)
(terhadap jumlah MAH) dalam pelarut aseton

diaduk dan dipanaskan
pada suhu 175C


dicampur dengan perbandingan PP : FR =
90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50

diaduk pada suhu 175C selama 3 jam



pelarut diuapkan
dicetak tekan


dikarakterisasi




Film Komposit
Polipropilena-MAH-Serat
Uji Tarik SEM DTA
Komposit Polipropilena-MAH-Serat
FT-IR
51

3.4.4. Uji Biodegradasi Komposit Polipropilena dengan Serat/ Fiber Recovery




dibentuk menjadi spesimen uji

ditimbang (berat awal)




dikubur dalam tanah sampah/ kompos

dibiarkan selama 60 hari



ditimbang
dikarekterisasi

Film Komposit
Polipropilena-MAH-Serat
Spesimen Uji
DTA
Spesimen Hasil Degradasi
SEM

FT-IR




52

53
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Morfologi dan Kimia Serat Limbah Pabrik Pulp dan Kertas (Fibre
Recovery)
Analisa morfologi dan sifat kimia dari serat limbah pabrik pulp dan kertas
(fibre recovery) dilakukan di Laboratorium Balai Selulosa, Bandung, yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Analisa Morfologi dan Kimia dari Serat Limbah Pulp dan Kertas
(Fiber Recovery)

No. Parameter Hasil Uji
(%)
Metode Uji
1. Kadar Abu 3,15 SNI 14-1031-1989
2. Kadar Lignin (Metode Klason) 2,15 SNI 14-0492-1990
3. Kadar Sari 2,57 SNI 14-1032-1989
4. Kadar -Selulosa 77,41 SNI 14-0444-1989
5. Kadar Total Selulosa 91,50 Metoda Internal BBPK
6. Kadar Pentosan sebagai Hemiselulosa 14,09 SNI 01-1561-1989
7. Panjang Serat 0,525 mm SNI 01-1840-1990
8. Diameter 19,10 m SNI 14-4350-1996

Dari hasil analisa morfologi dan kimia serat limbah pulp dan kertas (fibre
recovery) menunjukkan kadar selulosa yang tinggi di mana kadar -selulosa 77,41 %
dan total selulosa 91,50 %. Hasil analisa morfologi menunjukkan bahwa panjang
serat 0,525 mm dan diameter serat 19,10 m.



4.2. Karakterisasi Fisika dan Kimia Komposit PP dan FR
Karakterisasi ini terbagi secara fisika dan kimia, di mana secara fisika
diperiksa sifat kekuatan mekanis dan gambaran permukaan bahan, sedangkan secara
kimia diperiksa adanya gugus-gugus fungsi dan ikatan-ikatan yang terbentuk dan sifat
degradasi bahan.

4.2.1. Uji Tarik
Analisa kekuatan tarik dan kemuluran komposit PP dengan variasi komposisi
pengisi yang berbeda merupakan faktor penting untuk menentukan sifat mekanis
bahan yang diinginkan. Hasil dari pengujian didapatkan kurva tegangan versus
regangan, dapat dilihat pada Lampiran 1. Harga tegangan dalam satuan kgf/mm dan
regangan dalam satuan mm. Hasil pengujian ini diolah kembali untuk mendapatkan
nilai kekuatan tarik dan kemuluran.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Kekuatan Tarik dan Kemuluran Bahan Komposit

No.
PP : FR
(% berat)
MA
(% berat)
BPO
(% berat)

(MPa)

(%)
1. 100 : 0 0 0 28,4 15,3
0 0 17,7 3,4
0 0 12,2 2,0
0 0 10,4 1,9
0 0 7,9 1,4
2.
90 : 10
80 : 20
70 : 30
60 : 40
50 : 50 0 0 8,2 2,0
3 0 19,9 2,1
3 0 9,6 4,5
3 0 16,3 1,6
3 0 20,9 3,2
3.
90 : 10
80 : 20
70 : 30
60 : 40
50 : 50 3 0 10,7
2,6

67

Lanjutan Tabel.4
3 1 11,0 13,4
3 1 11,9 6,0
3 1 24,0 3,2
3 1 18,3 2,7
4.
90 : 10
80 : 20
70 : 30
60 : 40
50 : 50 3 1 7,7 1,8

Dari hasil perhitungan kekuatan tarik dan kemuluran dengan variasi
kandungan matriks dan bahan pengisi, maka diketahui bahwa dengan perbandingan
PP dan FR (90:10)% diperoleh sifat mekanis yang optimum. Dengan penambahan
bahan penghubung (MAH) sebanyak 3 % diketahui bahwa perbandingan PP dan FR
(60:40)% merupakan perbandingan yang paling baik sifat mekanisnya. Sedangkan
dengan penambahan bahan pemicu (BPO) sebanyak 1 % dari MAH, diketahui bahwa
perbandingan PP dan FR (70:30)% menunjukkan sifat mekanis yang paling baik. Dari
grafik (Gambar 7) di bawah tampak bahwa secara keseluruhan, yang memiliki sifat
mekanis paling baik adalah komposit dengan perbandingan PP dan FR (70:30)%
dengan penambahan MAH dan BPO yang memiliki kekuatan tarik 24,0 MPa,
sehingga tampak bahwa penambahan coupling agent dan inisiator memiliki peranan
yang besar terhadap proses pengolahan dan hasil yang diperoleh.

68

17,7
12,2
10,4
7,9
8,2
19,9
9,6
16,3
20,9
10,7
11,0
11,9
24,0
18,3
7,7
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
0 10 20 30 40 50 60
Komposisi Serat (%)
K
u
a
t

T
a
r
i
k

(
M
P
a
)
PP-FR
PP-FR-MAH
PP-FR-MAH-BPO

Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran Kuat Tarik Spesimen Komposit dengan
Variasi Komposisi Serat

Pencampuran PP dengan fibre recovery dan dengan penambahan MAH
sebagai kompatibilitas menghasilkan bahan komposit yang lebih baik dibanding
tanpa MAH. Ini terbukti dari data yang menunjukkan bahwa kekuatan uji tariknya
lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena adhesi antar muka antara serat dengan matriks
lebih baik dibandingkan tanpa modifikasi kimia antara serat dengan matriks (Felix, J
dan Gatebholm, P., 1991). Gassan, dkk., juga melaporkan meningkatnya kekuatan uji
tarik komposit PP dengan serat (Gassan, J. and Bledzki, A. K., 1997) dan Karmaker,
dkk., melaporkan kekuatan uji tarik meningkat dengan terbentuknya ikatan kovalen
karena penambahan MAH sebagai pengkopling. Perbaikan sifat mekanik (regangan
dan impak) juga diteliti oleh Avella dkk., untuk komposit MAHPP (injection
molding) dengan penguat serat jerami (Avella, dkk., 1995).
69

Dari hasil uji tarik di atas, diambil perbandingan spesimen dengan kekuatan
terbaik untuk dilakukan analisis selanjutnya.

4.2.2. Uji FT-IR
Karakterisasi dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa
polipropilena dan senyawa-senyawa komposit polipropilena. Analisis ini juga
digunakan untuk melihat peningkatan pengisi serat dalam matriks PP. Spektrumnya
dapat dilihat pada Lampiran 2 dan hasil analisis gugus fungsi dapat dilihat pada tabel
berikut.













70

Tabel 5. Analisis Gugus Fungsi Senyawa Komposit Polipropilena

No. Senyawa Bilangan Gelombang Gugus Fungsi
2951,63 C-H (regangan)
1458,69 dan 1376,28 -CH
3
(tekukan)
1167,15 C-O
1. PP
997,62 C-C (regangan)
3340,63 O-H (ikatan hidrogen)
2950,15 C-H (regangan)
2839,82 C-H (aldehid)
1455,26 dan 1376,43 -CH
3
1166,93 C-O
2. PP-FR
997,92 C- C (regangan)
3344,52 O-H (ikatan hidrogen)
2923,32 C-H (regangan)
2722,62 C-H (aldehid)
1715,95 C=O
1456,05 dan 1375,96 -CH
3
1165,88 dan 1058,88 C-O (asimetris)
3. PP-FR-MAH
899,12 C-C (regangan)
3344,56 O-H (ikatan hidrogen)
2917,83 C-H (regangan)
2723,03 C-H (aldehid)
1783,65 C-O (anhidrida)
1735,00 C=O (ester)
1713,48 C=O (karboksilat)
1455,06 dan 1376,96 -CH
3

1166,59 dan 1060,15 C-O (asimetris)
4.
PP-FR-MAH-
BPO
841,18 C-C (regangan)

71

Dari spektrum PP, terdapat bilangan gelombang yang khas yaitu pada pita
dengan bilangan gelombang 2951,63 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus CH
alifatik yang didukung sidik jari pada 1458,69 dan 1376,28 cm
-1
yang menunjukkan
adanya gugus CH
3
dan pada bilangan gelombang 997,62 cm
-1
menunjukkan adanya
gugus CH alkena. Sedangkan pada bilangan gelombang 1167,15 cm
-1
yang
menunjukkan adanya gugus C-O kemungkinan merupakan gugus fungsi dari bahan
aditif yang ditambahkan pada saat pembuatan bahan.
Pada spektrum hasil analisa FT-IR komposit PP-FR menghasilkan serapan
baru yakni pada 3340,63 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus OH, pada 1166,93
cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C-O, dan pada 2839,82 cm
-1
yang
menunjukkan adanya gugus C-H (aldehid). Ketiga gugus ini berasal dari bahan
pengisi serat (fibre recovery) yang ditambahkan yaitu pada atom C
6
. Ini berarti
terdapat perbedaan yang nyata dari hasil spektrum PP komersil. Hanya saja pada
spektrum ini serapan C-O masih lemah yang menandakan bahwa belum terjadi
interaksi kimia antara PP dan FR. Pada perlakuan ini hanya terjadi interaksi fisika
yang kemungkinan berupa ikatan hidrogen antara rantai polimer matriks dan pengisi.
Spektrum FT-IR pada analisa PP-FR-MAH menghasilkan serapan baru yakni
pada 1715,95 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C=O. Gugus ini berasal dari
asam maleat anhidrida (MAH) yang ditambahkan pada campuran sebagai coupling
agent yakni pada gugus karboksilatnya. Selain itu terjadi pergeseran serapan dari
bilangan gelombang 1166,93 cm
-1
(Lampiran 4.b) menjadi 1165,88 cm
-1
dan
penguatan pada bilangan gelombang 1059,89 cm
-1
(Lampiran 4.b) menjadi 1058,88
72

cm
-1
dengan intensitas yang lebih tinggi. Ini merupakan gugus C-O asimetris yang
bertambah jumlahnya dari gugus karboksilat pada asam maleat anhidrida. Dengan
adanya pemanasan, ikatan C-O-H akan terputus dan menghasilkan ikatan baru berupa
gugus eter sehingga melepaskan molekul air. Pergeseran ini juga bisa terjadi karena
terbentuknya ikatan antara gugus eter pada maleat anhidrida dengan gugus OH pada
rantai pengisi FR. Reaksi ini juga menghasilkan gugus eter baru dan melepaskan
molekul air. Ini sebabnya pada komposit PP-FR-MAH dapat dikatakan terdapat
ikatan kimia. Dengan demikian, MAH yang dipakai dalam komposit ini bekerja
dengan baik sebagai coupling agent.
Reaksi esterifikasi antara PP-MAH dan serat yang diteliti dalam larutan
dengan adanya suatu katalis dan reaksi yang terbentuk menunjukkan fakta bahwa
terbentuk pita serapan baru sekitar 1729-1750 cm
-1
pada spektroskopi IR (Felix, J.M
dan Gatenholm, J., 1991) dan pita serapan pada 1710-1725 cm
-1
adalah gugus
karbonil dari karboksilat (Yang, 1993 ; Bolker dan Somerville, 1963 ; Kolbe dan
Ellefsen., 1962 : Barry, dkk., 1991; Szymanski dan Alpert, 1964; Rensch dan Riedl,
1993). Dalam penelitian ini juga menunjukkan hasil analisa FT-IR untuk komposit
PP-FR-MAH-BPO memberikan tambahan serapan baru yakni pada bilangan
gelombang 1735,00 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C=O (ester). Gugus ini
dimungkinkan berasal dari ikatan yang terbentuk melalui reaksi antara gugus
karboksilat dari maleat anhidrida (MAPP) dengan gugus OH dari selulosa (Zhang,
F., dkk. 2005). Pada analisa FT-IR sebelumnya, yang terdeteksi gugus eternya saja,
namun dari spektrum ini terlihat bahwa gugus eter tersebut merupakan bagian dari
73

gugus ester. Dengan penambahan BPO pada reaksi pencampuran, maka membantu
pemutusan ikatan OH pada rantai selulosa FR. Bertambahnya jumlah gugus eter
yang terbentuk mengakibatkan semakin banyak juga gugus ester yang terbentuk,
sehingga serapannya dapat terdeteksi pada spektrum FT-IR. Ini menjelaskan bahwa
semakin banyak ikatan kimia yang terbentuk pada komposit PP-FR-MAH-BPO
dibandingkan pancampuran sebelumnya dan BPO yang dipakai dalam komposit ini
bekerja dengan baik sebagai inisiator.
Dari hasil analisa FT-IR dapat disimpulkan bahwa anhidrida dari MAPP
berinteraksi dengan serat melalui ikatan hidrogen dan ikatan ester, sehingga
berperanan penting untuk memperbaik adhesi antara serat dan matriks PP
(Paunikallio, T., 2003).








74


1.
2.
3.
4.
Gambar 9. Spektrum IR Komposit Polipropilena
75

4.2.3. Uji DTA
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat komponen campuran
komposit PP. Analisa sifat termal dapat memberikan informasi-informasi tentang
perubahan fisik sampel, misalnya titik-leleh dan penguapan, terjadinya proses kimia
yang mencakup polimerisasi, degradasi, dan dekomposisi (Basuki, 1995). Salah satu
karakteristik penting dari polimer adalah perubahan yang terjadi selama transisi dari
padat ke cair, pada saat suatu bahan polimer dipanaskan, maka energi kinetik
molekul-molekulnya bertambah. Tetapi geraknya masih dibatasi sampai vibrasi dan
rotasi daerah pendek sepanjang polimer tersebut dapat mempertahankan struktur
gelasnya. Apabila suhu dinaikkan lagi, maka muncul satu batasan di mana terjadi
suatu perubahan yang jelas, bahan-bahan polimer melepaskan sifat-sifat gelas
menjadi elastomer, yang disebut dengan suhu transisi gelas (Tg). Jika pemanasan
dilanjutkan, maka polimer tersebut akhirnya akan melepaskan sifat-sifat elastomernya
dan melebur menjadi cairan yang dapat mengalir (Stevens, 2001). Hasil analisis
termogram DTA bahan komposit dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Hasil Pengujian Bahan Komposit Menggunakan DTA

No. Spesimen
Temperatur Leleh
(C)
Temperatur Dekomposisi
(C)
1. PP 165 420
2. PP-FR 165 390
3. PP-FR-MAH 165 370
4. PP-FR-MAH-BPO 165 350

76

Dari termogram DTA PP tanpa pengisi (Lampiran 2.a) memperlihatkan
adanya puncak pada temperatur 165C. Puncak ini merupakan temperatur leleh yang
terjadi dengan adanya penurunan temperatur (endoterm) dan adanya puncak pada
temperatur 420C merupakan temperatur dekomposisi yang terjadi dengan adanya
kenaikan temperatur (eksoterm). Sedangkan termogram DTA PP-FR (Lampiran 2.b)
menunjukkan temperatur leleh pada 165C dan terdekomposisi pada 390C.
Temperatur dekomposisi komposit menurun karena adanya serat (fiber recovery).
Pada komposit campuran PP-FP-MAH memperlihatkan temperatur leleh pada
165C dan temperatur dekomposisi pada 370C. Sedangkan PP-FP-MAH-BPO
memperlihatkan temperatur leleh pada 165C dan temperatur dekomposisi pada
350C. Di sini juga terjadi penurunan temperatur dekomposi dibandingkan dengan PP
dan komposit PP-FR. Dari hasil uji DTA, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
penurunan temperatur dekomposisi disebabkan kompatibilitas yang baik antara
matriks dengan serat di mana penambahan MAH dan BPO dengan nyata
meningkatkan interaksi antara matriks dan serat.

4.2.4. Uji SEM
Dalam analisis foto SEM dapat diketahui bentuk dan perubahan permukaan
dari suatu bahan. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya
patahan, lekukan, dan perubahan struktur, maka bahan tersebut cenderung mengalami
perubahan energi. Energi yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan, dan
77

diserap serta diubah bentuknya menjadi gelombang elektron yang dapat ditangkap
dan dibaca hasilnya pada foto SEM.
Gambar di bawah ini adalah foto SEM permukaan spesimen PP yang
diperbesar 400 kali. Dari Gambar 9 memperlihatkan polimer PP 100 % yang
permukaannya memiliki sedikit serat dan merata serta tidak mempunyai pori-pori, hal
ini membuktikan bahwa polimer PP dapat dijadikan sebagai film dan botol plastik
yang kedap udara dalam industri kemasan.

Gambar 10. Foto SEM Permukaan PP


Gambar 11. Foto SEM Permukaan PP-FR
78

Dari Gambar 10 di atas adalah foto SEM mikroskopi permukaan komposit
polipropilena dengan pengisi serat limbah industri pulp dan kertas (PP-FR) yang
memperlihatkan bahwa permukaan yang menonjol adalah serat limbah industri pulp
dan kertas (fibre recovery), hal ini menunjukkan bahwa komposit PP-FR belum
kompatibel dan juga didukung uji tarik dan uji FT-IR.


Gambar 12. Foto SEM Permukaan PP-FR-MAH


Gambar 13. Foto SEM Permukaan PP-FR-MAH-BPO

79

Gambar 11 adalah foto SEM permukaan komposit polipropilena dengan
pengisi serat limbah padat industri pulp dan kertas dan coupling agent maleat
anhidrida (PP-FR-MAH) sedangkan Gambar 12 adalah foto SEM permukaan
komposit polipropilena dengan pengisi serat limbah padat industri pulp dan kertas
dan coupling agent maleat anhidrida serta inisiator benzoil peroksida (PP-FR-MAH-
BPO). Dari foto mikroskopi PP-FR-MAH terlihat bahwa antara komposit polimer
polipropilena dengan fiber recovery belum begitu kompatibel sedang untuk foto
mikroskopi PP-FR-MAH-BPO terlihat bahwa serat (fibre recovery) lebih merata di
seluruh bagian komposit, hal ini disebabkan terjadinya adhesi antar muka antara serat
dengan matriks (Felix, J. dan Gatebholm, P., 1991). Foto SEM secara jelas dapat
memperlihatkan pengaruh coupling agent terhadap perubahan adhesi antar muka
antara serat dengan matriks (Correa dkk., 2007).

4.3. Uji Biodegradabilitas
Penguburan spesimen yang dilakukan pada jenis tanah sampah bertujuan
untuk melihat tingkat biodegradasinya di alam. Tingkat biodegradasi dalam tanah ini
diamati setelah penguburan selama 60 hari.
Uji biodegradasi pada penguburan dalam tanah memperlihatkan laju degradasi
yang nyata selama 60 hari untuk semua spesimen. Besarnya penurunan berat
spesimen sejalan dengan penambahan bahan aditif pada pembuatan komposit. Harga
penurunan berat yang paling besar pada spesimen PP : FR (70 : 30) dengan
penambahan MAH dan BPO yakni 2,15 %. Kemungkinan faktor penyebabnya adalah
80

tanah sampah lebih banyak nutrisinya dan adanya kerja sinergis antara kegiatan
beberapa mikroba (jamur dan bakteri) (Wirjosentono, 1999).
Tabel 7. Data Perubahan Berat Spesimen Uji Setelah Penguburan selama 60
Hari

No. Spesimen
Penurunan Berat
(%)
1. PP 0,07
2. PP-FR 1,39
3. PP-FR-MAH 1,54
4. PP-FR-MAH-BPO 2,15

Syarat biodegradasi berikutnya adalah adanya mikroorganisme yang sesuai
untuk mensintesis enzim tertentu untuk depolimerisasi dan mineralisasi polimer
target. Dua langkah ini tidak boleh melibatkan mikroorganisme yang sama. Biasanya
polimer seperti polisakarida, protein, dan selulosa dengan mudah terbiodegradasi
selama mikroorganisme yang menghasilkan enzim yang dibutuhkan untuk
memetabolisme senyawa tersebut tersedia banyak di alam.
Persyaratan terakhir untuk proses biodegradasi adalah lingkungan yang baik
di mana mikroorganisme dapat tumbuh subur. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme termasuk kisaran temperatur yang sesuai, tingkat
kelembaban, garam (tipe dan tingkat), oksigen (aerobik ke anaerobik), logam, pH,
potensial redoks, stabilitas atau fluktuasi lingkungan, dan tekanan. Jika beberapa dari
faktor ini tidak pada kisaran yang sesuai, laju proses biodegradasi bisa menurun atau
terhenti hingga kondisi yang diinginkan tercapai kembali (Kaplan, 1993).
81

Selanjutnya spesimen dikarakterisasi dengan spektrofotometri FT-IR untuk
melihat puncak serapan gugus fungsi yang ada dan analisis SEM untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada permukaan bahan. Pada analisis FT-IR diamati ada
tidaknya perubahan (penambahan/ pengurangan) gugus fungsi serta intensitas
(transmitansi) serapan yang diperoleh. Dari data ini dapat diamati aktivitas fakto-
faktor biodegradasi terutama mikroba terhadap komposisi bahan komposit.
Tabel 8. Hasil Analisis Gugus Fungsi Spesimen dengan FT-IR
Senyawa
Bilangan Gelombang
(cm
-1
)
Gugus Fungsi
3338,72 O-H (ikatan hidrogen)
2951,17 C-H (regangan)
2839,65 C-H (aldehid)
1458,48 dan 1376,13 -CH
3

1166,64 C-O
PP-FR
997,64 C-C (regangan)
3334,37 O-H (ikatan hidrogen)
2919,57 C-H (regangan)
2723,11 C-H (aldehid)
1714,91 C=O
1454,99 dan 1376,91 -CH
3

1165,90 C-O
PP-FR-MAH
841,08 C-C (regangan)
3340,76 O-H (ikatan hidrogen)
2916,65 C-H (regangan)
2722,68 C-H (aldehid)
1713,73 C=O
1599,19 C=C
1455,76 dan 1375,96 -CH
3

1166,83 C-O
PP-FR-MAH-BPO
841,05 C-C (regangan)


82

Dari spektrum PP-FR memberikan informasi pada bilangan gelombang
3338,72 cm
-1
menunjukkan adanya gugus -OH. Bilangan gelombang 2951,17 cm
-1

menunjukkan adanya gugus C-H alifatik yang didukung sidik jari pada 1458,48 dan
1376,13 cm
-1
menunjukkan adanya gugus CH
3
. Pada bilangan gelombang 1166,64
cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-O ester.
Dari spektrum PP-FR-MAH memberikan informasi pada bilangan
gelombang 3334,37 cm
-1
menunjukkan adanya gugus -OH. Bilangan gelombang
2919,57 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-H alifatik yang didukung sidik jari pada
1454,99 dan 1376,91 cm
-1
menunjukkan adanya gugus CH
3
. Pada bilangan
gelombang 1165,90 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-O ester. Pada bilangan
gelombang 1714,91 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C=O karboksilat.
Komposit PP-FR dengan MAH dan BPO memiliki serapan pada bilangan
gelombang 1735,00 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C=O ester. Namun pada
spektrum serapan setelah uji biodegradasi, serapan tersebut tidak terdeteksi. Hal ini
menjelaskan bahwa selama proses pengkomposan terjadi proses degradasi
(pemutusan) ikatan ester antara MAH dan FR yang artinya bahan komposit yang
dihasilkan memang bersifat biodegradabel.
Syarat utama dalam menentukan proses biodegradasi adalah bahwa rantai
polimer harus mengandung ikatan kimia yang peka terhadap hidrolisis atau oksidasi
enzimatik. Gugus fungsi kimia yang paling umum dengan sifat ini adalah ester.
Ikatan peptida pada protein dapat juga dihidrolisis secara enzimatik. Faktor lain yang
mempengaruhi laju degradasi adalah percabangan, hidrofilisita/ hidrofobisitas, berat
83

molekul, kristalinitas, stereokimia, fleksibilitas cincin, dan morfologi. Polisakarida
dan protein merupakan substrat yang baik bagi serangan enzimatik berdasarkan sifat
hidrofiliknya. Ketiadaan percabangan dan kristalinitas yang rendah juga
meningkatkan biodegradabilitas (Kaplan, 1993).
Spektrum serapan komposit PP-FR baik dengan maupun tanpa MAH dan
BPO setelah uji biodegradasi memperlihatkan serapan gugus hidroksida (-OH) pada
bilangan gelombang 3334,37 cm
-1
sampai 3340,76 cm
-1
yang melemah dan serapan
gugus karbonil ester C=O yang melemah pada 1735,00 cm
-1
.
Hasil pengujian DTA bahan komposit polipropilena setelah dikomposkan
selama 60 hari, terlihat pada tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Hasil Pengujian Bahan Komposit Menggunakan DTA Setelah
Dikomposkan selama 60 Hari

No. Spesimen
Temperatur Leleh
(C)
Temperatur Dekomposisi
(C)
1. PP-FR 170 390
2. PP-FR-MAH 165 365
3. PP-FR-MAH-BPO 165 365

Dari termogram DTA komposit PP-FR (Lampiran 2.e) memperlihatkan
adanya puncak pada temperatur 170C. Puncak ini merupakan temperatur leleh yang
terjadi dengan adanya penurunan temperatur (endoterm) dan adanya puncak pada
temperatur 390C merupakan temperatur dekomposisi yang terjadi dengan adanya
kenaikan temperatur (eksoterm). Pada komposit campuran PP-FP-MAH dan PP-FP-
84

AH-BPO memperlihatkan temperatur leleh pada 165C dan temperatur dekomposisi
pada 365C.
Dari data termogram DTA untuk komposit PP-FP-MAH-BPO setelah
pengomposan 60 hari, temperatur dekomposisinya adalah 365C lebih tinggi jika
dibandingkan dengan sebelum dikomposkan, yaitu sebesar 350C, hal ini disebabkan
oleh biodegradasi dari fibre recovery.
Dari uji DTA untuk komposit polipropilena setelah pengomposan, dapat
disimpulkan bahwa biodegradasi yang terjadi hanya pada serat (fibre recovery) bukan
pada matriks komposit polipropilena. Hasil ini diperoleh karena waktu uji yang relatif
singkat belum cukup untuk mendegradasi rantai polipropilena. Namun sebagai
langkah awal proses degradasi, hasil ini cukup baik karena terbentuknya rongga pada
permukaan akan memicu proses degradasi pada tahap berikutnya.
Hasil uji SEM untuk komposit polipropilena-serat setelah pengomposan
selama 60 hari dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 14. Foto SEM Permukaan PP-FR Setelah Dikomposkan selama 60 Hari

85

Jika dibandingkan dengan foto permukaan spesimen sebelum pengomposan,
maka permukaan PP-FR setelah dikomposkan selama 60 hari tampak lebih kasar dan
tidak teratur. Bagian yang berwarna putih merupakan serat, sedangkan yang berwarna
hitam adalah polipropilena yang permukaannya (serat) telah terdegradasi sehingga
membentuk rongga.

Gambar 15. Foto SEM Permukaan PP-FR-MAH Setelah Dikomposkan selama
60 Hari


Gambar 16. Foto SEM Permukaan PP-FR-MAH-BPO Setelah Dikomposkan
selama 60 Hari

Dari data foto SEM untuk komposit PP-FR-MAH dan PP-FR-MAH-BPO
setelah dikomposkan selama 60 hari tampak perubahan yang sangat nyata jika
dibandingkan dengan sebelum dikomposkan. Permukaan yang berwarna putih (serat)
tampak jauh berkurang dan morfologi permukaan yang semakin kasar. Dengan
86

adanya BPO, ikatan ester yang terbentuk antara MAH dan selulosa akan mendorong
matriks ikut terdegradasi. Hal ini yang menyebabkan permukaan spesimen PP-FR-
MAH-BPO tampak sangat kasar dengan rongga-rongga yang besar dan minimnya
permukaan yang berwarna putih. Data foto SEM di atas dapat didukung dengan
fotografi mikroskopis menggunakan mikroskop metalurgi.

Sebelum Sesudah
Gambar 17. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR Sebelum dan Setelah
Dikomposkan selama 60 Hari



Sebelum Sesudah
Gambar 18. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR-MAH Sebelum dan
Setelah Dikomposkan selama 60 Hari



87


Sebelum Sesudah
Gambar 19. Fotografi Mikroskopis Permukaan PP-FR-MAH-BPO Sebelum dan
Setelah Dikomposkan selama 60 Hari
88

89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Komposisi optimum fibre recovery (FR) sebagai penguat komposit termoplastik
polipropilena (PP) yang diperoleh adalah 10% dengan kekuatan tarik 17,7 MPa.
Dengan penambahan asam meleat anhidrat (MAH) sebagai coupling agent
diperoleh komposisi FR yang optimum adalah 40% dengan kekuatan tarik 20,9%.
Sedangkan dengan penambahan inisiator benzoil peroksida (BPO) diperoleh
komposisi FR yang optimum adalah 30% dengan kekuatan tarik 24,0 MPa.
2. Penambahan coupling agent MAH mempengaruhi perubahan adhesi antar muka
antara serat dengan matriks sehingga dispersi serat lebih merata dan kompatibel.
Sifat mekanik komposit menunjukkan peningkatan dengan penambahan coupling
agent dan semakin baik dengan bantuan inisiator BPO.
3. Secara umum, kekuatan tarik komposit PP dengan pengisi FR menurun jika
dibandingkan dengan PP murni dari 28,4 MPa menjadi 17,7 MPa. Namun dengan
penambahan aditif MAH dan BPO dapat ditingkatkan menjadi 24,0 MPa. Uji FT-
IR dan uji SEM membuktikan bahwa komposit PP-FR-MAH-BPO dapat
kompatibel secara fisika dan kimia. Dari uji DTA dan uji biodegradasi
menunjukkan kelebihan bahan ini yakni lebih mudah terdekomposisi di alam.


5.2. Saran
1. Untuk penelitian lanjutan perlu dilakukan pemanfaatan komposit popropilena
yang dihasilkan dalam aplikasinya sebagai pallet.
2. Untuk penelitian lanjutan perlu dilakukan pengujian menggunakan matriks dan
coupling agent lainnya untuk menghasilkan komposit yang lebih kompatibel.
3. Untuk mengetahui tingkat degradabilitas bahan yang dihasilkan perlu dilakukan
uji biodegradasi dengan berbagai analisis dan metode.
4. Dalam upaya memperluas aplikasi komposit perlu ditambahkan bahan aditif yang
sesuai dengan penggunaannya.


69

70
DAFTAR PUSTAKA



Al Malaika, S. 1997. Reactive Modifier for Polymer. Aston University, Birmingham:
Blackie Academic & Profesional p 4, 22, 85, 92-117.

Aquino, R. C. M. P., D Almeido, J. R. M., dan S. N. Monteiro. 2001. Mechanical
Behavior of Cellulignin Based Composites. Journal of Material Science 36(1):
pp. 231-236.

Avella, M., Bozzi, C., dellEbra, R., Focher, B., Marzetti, A., and Martuscelli, E.,
1995. Steamexploded Wheat Straw Fibers as Reinforcing Material for
Polypropylene-based Composite. Die Angewandte Makromolekulare Chemie
233, 149.

Baillie, Caroline. 2004. Green Composites, Polymer Composites and The
Environment. Woodhead Publishing, Ltd. and CRC Press. Cambridge,
England.

Baary, A. O., Zoran, Z., Kaliaguine, S. 1991. Infrared Study of Sulfonated
Chemithermo-Mechanical Pulp. Celluloses Chem. Technol. 25: 121-130.

Bastioli, C. 2005. Handbook of Biodegradable Polymer. Rapra Technology Limited.
Crewe, UK. p. 4-12, 57-83.

Bill Meyer, F. W. 1984. Textbook of Polymer Scient. Ed. 3, John Wiley & Son, New
York.

Bledzki, A. K., Gassan, J. 1999. Composites Reinforced with Cellulose Based Fibres.
Prog. Polym. Sci. 24, p 221274.

Bledzki, A. K., Reihmane, S., and Gassan. J. 1996. Properties and Modification
Methods for Vegetable Fibers for Natural Fiber Composites. Journal of
Applied Polymer Science 8(59): pp. 1329-1336.

Bledzki, A. K., Faruk, O., dan Huque, M. 2002. Physico-Mechanical Studies of Wood
Fiber Reinforced Compoistes. Polymer-Plastics Technology Eng. 41(3), 435-
451.

Bolker, H. I., Somerville, N. G. 1993. Infrared Spectroscopy of Lignins Part II:
Lingins in Unbleached Pulps. Pulp Paper Mag Can. 61: T187 T193.
70
Brown, S. B. 1992. Strategis for Compabilization of Imiscible Polymer Blends.
Proceeding of 43
rd
IUPAC International Symposium on Macromolecules,
Prague.

Chattopadhyay, S. 2000. Compatibility Studies on Solution of Polymer Blends by
Viscometeric and Phase-Separation Technique. J. Appl. Polym. Sci., 77, 880-
889.

Correa, C. A., Razzino, C. A., dan Hage, E. Jr. 2007. Role of Maleated Coupling
Agent on the Interface Adhesion of Polypropylenen-Wood Composites. Vol.
20, 325-339.

Cown, M. A. 1991. Kimia Polimer. Terjemahan oleh Firman, H. ITB. Bandung, hal.
43-56.

Felix, J. M., Gatenholm, P., dan Schreiber, H. P. 1993. Controlled Interactions in
Cellulose-Polymer Composites. I: Effect on Mechanical Properties, Polymer
Composites. 14, 449.

Felix, J. dan Gatenholm, P. 1991. The Nature of Adhesion in Composites of Modified
Cellulose Fibers and Polypropylene. J. Appl. Polymer Sci. 42, 609.

Gassan, J. dan Bledzki, A. K. 1997. The Influence of Fibre-Surface Treatment on the
Mechanical Properties of Jute-Polypropylene Composites. Composites A28,
1001.

Hatakeyama, T. dan Quinn, F.X. 1994. Thermal Analysis: Fundamentals and
Applications to Polymer Science. Jhon Willey & Sons Ltd. England.

Kaplan, D. L., Mayer, J. M., Ball, D., McCassie, J., Allen A. L. and Stenhouse, P.
1993. In. Biodegradable Polymers and Packaging. C. Ching, D. Kaplan and
E. Thomas, eds, Technomic Publishing Co., Inc., Lancaster, PA, pp. 142.

Kolbe, S., Ellenfsen, O. 1962. Infrared investigations of lignin. A discussion of some
recent result. Tappi J., 45: 163-166.

Mohanty, A. K., Misra, M., and Drzal, T. 2002 a. Engineered Natural Fiber
Reinforced Polypropylene Composites: Influence of Surface Modifications
and Novel Powder Impregnation Processing. J. Adhesion Sci. Technol 8(16):
pp. 999-1015.



Mohanty, A. K., Misra, M., and Drzal, T. 2002 b. Sustainable Bio-Composites from
Renewable Resouces: Opportunities and Challenges in the Green Materials
World. Journal of Polymers and the Environment, 10(12): pp.19-26.

Mller, R. J. 2005. Biodegradability of Polymers: Regulations
and Methods for Testing. Standard Article. Wiley-VCH Verlag
GmbH & Co. KGaA.

Pagga, U. 1998. Biodegradability and Compostability of Polymeric Materials in The
Context of the European Packaging Regulation. Polym. Degrad. Stab. 59(1-
3), 371376.

Paunikallio, T., Kasanen, J., Suvanto, M., dan Pakkanen, T. T. 2003. Influence of
Maleated Polypropylene on Mechanical Properties of Composites Made of
Viscose Fiber and Polypropylene. Jounal of Applied Polymer Science, Vol
87, 1985-1900.

Oksman, K., dan C. Clemons. 1998. Mechanical Properties and Morphology of
Impact Modified Polypropylene-Wood Flour Composites. Journal of Applied
Polymer Science 67: pp. 1503-1513.

Rensch, H. P., Riedl, B. 1993. An Infrared Spectroscopy Study of Chemical Modified
Chemithermomechanical Pulp. J.Wood Chem. Technol. 13: 167-186.

Sanadi, A. R., Caulfield, D. F., dan Rowell, R. M.1994. Reinforcing Polypropylene
with Natural Fibers. Plastic Engineering. Volume L (4): pp. 27.

Sanadi, A. R., Caulfield, D. F., Jacobson, R. E., dan Rowell, R. M. 1995. Renewable
Agricultural Fibers as Reinforcing Fillers in Plastics: Mechanical Properties
of Kenaf FiberPolypropylene Composites. Ind. Eng. Chem. Res. 34 (5): pp.
1889- 1896.

Smith, Ray. 2005. Biodegradable Polymer for Industrial Applications. Woodhead
Publishing, Ltd. and CRC Press, Cambridge, England.

Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Terj. Sriati Djaprie. Universitas Indonesia,
Jakarta. Penerbit Erlangga, hal. 295.

Seymour, R. B. 1975. Modern PlasticTechnology, Reston Publishing Co. Inc.
Virginia.

71

72
Szymanski, H. A, Alpert, N. L. 1964. IR theory and practice of infrared
spectroscopy. New York, Plenum Press.

Ugbolue, S. C. O. 1990. Textile Progress: Structure/ Property Relationship in Textile
Fibres. Journal of the Textile Institute 20(4), 1.

Wirjosentono, B., Guritno, P., dan Ismail. 2003. Oil Palm Empty Fruit Bunch Filled
Polypropylene Composites. International Journal of Polymeric Material.

Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakteristik Polimer. Edisi I. USU Press, hal
75-82, 95-102.

Wirjosentono, B. 1996. Compatibilation of Foller in Polyethylene Matrix, in
Proceeding of International Workshop on Green Polymer. Bandung-Bogor.

Woodhams, R. T., Law, S., dan Balatineez, J. J. 1990. Properties and Possible
Applications of Wood Fiber-Polypropylene Composites. Proceedings
Symposium on Wood Adhesives. Madison, WI.

Yang, C. Q. 1993. Infrared Spectroscopy Studies of the Effects of the Catalyst on the
Ester Cross-Linking of Celluloses by Poly(carboxylic acids). Journal of
Applied Polymer Science 50: 2047 2053.

Zhang, F., Endo, T., dan Hirotsu, T. 2005. Effect of Maleated Polypropylene on the
Performance of Polypropylene/ Cellulose Composites. Polymer Composites,
hal: 448 453.

Zheng Ying. 2005. A Review of Plastic Waste Biodegradation Critical Reviews in
Biotechnology. 25: 243250.

Anda mungkin juga menyukai