Anda di halaman 1dari 56

TIROID/ STRUMA

Elizabeth Margaretha
11.2012.083
DEFINISI
Kelainan glandula thyroidea dapat berupa
gangguan fungsi, seperti tirotoksikosis, atau
perubahan susunan kelenjar dan
morfologinya, seperti penyakit noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid
umumnya disebut struma
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan
berdasarkan efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan
bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi :
Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala
klinis pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya
dapat dibagi lagi menjadi
Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi
seluruh lobus, seperti yang ditemukan pada Graves
disease.
Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya
mengenai salah satu lobus, seperti yang ditemukan pada
Plummers disease
Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak
menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat
dibagi lagi menjadi
Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik
goiter
Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan
tiroid

ETIOLOGI
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan
oleh : Hiperplasia dan Hipertrofi
Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan
mengalami kompensasi dengan cara
memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya.
Demikian juga dengan kelenjar tiroid pada saat
pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja
memproduksi hormon tiroksin sehingga lama
kelamaan akan membesar, misalnya saat
pubertas dan kehamilan.

Inflamasi atau Infeksi
Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti
pada tiroiditis akut, tiroiditis subakut (de
Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto)
Neoplasma
Jinak dan ganas

Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan
oleh perubahan kadar hormon tiroid di dalam
darah.
Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon
tiroid dalam kadar berlebih atau biasa disebut
hipertiroid
kadar kurang dari normal atau biasa disebut
hipotiroid.
Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah :
Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan
Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah
sehingga menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus
celler) dan dalam jangka panjang dapat menjadi fibrilasi
atrium
Tremor
Diare
Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada
pria
Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah
kebalikan dari hipertiroid :
Nafsu makan menurun dan berat badan
bertambah
Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan
tekanan nadi yang lemah
Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada
wajah, kelopak mata dan tungkai

KLASIFIKASI
Pembesaran tiroid selain keganasan menurut American Society for Study
of Goiter membagi:

1. Struma Difusa Toksik
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Graves Disease. Penyakit ini
juga biasa disebut Basedow.
Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan
eksoftalmus.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala
seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi
terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan
menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar).
Klinis sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang
terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia
ekstrabulbi.
Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti,
tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat
ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus
terhadap peningkatan hormon tiroid.
Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi
yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.
Patofisiologi Graves Disease merupakan suatu penyakit
yang disebabkan oleh kelainan sistem imun dalam tubuh, di
mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid
Receptor Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-
sel tiroid dan menstimulasinya secara berlebiham, sehingga
TSH tidak dapat menempati reseptornya dan kadar
hormone tiroid dalam tubuh menjadi meningkat.

Terapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian
keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian
antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol.
Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid
jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau
tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan
terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal
dengan kelenjar tiroid besar.
Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan
yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya
hipotiroidi dan komplikasi yang minimal.

2. Struma Nodosa Toksik
Struma nodosa toksik adalah pembesaran
kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang disertai
dengan tanda-tanda hipertiroid.
Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa
muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila
tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi
toksik.
Pertama kali dibedakan dari penyakit Graves oleh
Plummer, maka disebut juga Plummers disease.

Penyakit ini diawali dengan timbulnya
pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang
tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas,
namun jika tidak segera diobati, dalam 15-20
tahun dapat menimbulkan hipertiroid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah
nodul tersebut berubah menjadi otonom sendiri
(berhubungan dengan penyakit autoimun),
pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian
yodium radioaktif sebagai pengobatan.

Saat anamnesis, sulit untuk membedakan
antara Graves disease dengan Plummers
disease karena sama-sama menunjukan
gejala-gejala hipertiroid.
Yang membedakan adalah saat pemeriksaan
fisik di mana pada saat palpasi kita dapat
merasakan pembesaran yang hanya terjadi
pada salah satu lobus.
Terapi yang diberikan pada Plummers Disease juga sama
dengan Graves yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan
tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian antitiroid,
seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol.
Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid
jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau
tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan
terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal
dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik
biasanya memberikan kesembuhan yang permanen
meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan
komplikasi yang minimal.

3. Struma Difusa Nontoksik
Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan
pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu
populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan defisiensi
diet dalam harian.
Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang
lebih 5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent
(6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian
Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium dalam
diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah
pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan
ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian yodium
tambahan belum terlaksana dengan baik

Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh
adanya defisiensi intake iodin oleh tubuh.
Goiter juga dapat disebabkan oleh kelainan sintesis hormon
tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab goiter
seperti intake kalsium berlebihan maupun sayuran
familiBrassica).

Kurangnya iodin menyebabkan kurangnya hormon tiroid
yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu peningkatan
pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam
darah sebagai efek kompensatoriknya.
Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan
hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga terjadi
pembesaran tiroid secara makroskopik.
Pembesaran ini dapat menormalkan kerja
tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik
tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi.
Akan tetapi, pada beberapa kasus, seperti
defisiensi iodin endemik, pembesaran ini tidak
akan dapat mengompensasi penyakit yang
ada. Kondisi itulah yang dikenal dengan goiter
hipotiroid.
Goiter Difus
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk
satu buah pembesaran yang tampak tanpa membentuk
nodul.
Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik
(fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini
disebut juga goiter simpel.
Dapat juga disebut sebagai goiter koloid karena sel
folikel yang membesar tesebut umumnya dipenuhi
oleh koloid.
Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.

Sebagian besar manifestasi klinik
berhubungan dengan pembesaran kelenjar
tiroid. Sebagian besar pasien tetap
menunjukkan keadaan eutiroid, namun
sebagian lagi mengalami keadaaan hipotiroid.
Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anak-
anak dengan defek biosintetik sebagai
penyebabnya, termasuk defek pada transfer
yodium.

Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah
untuk mengecilkan struma dan mengatasi
hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan
pemberian SoL Lugoli selama 4-6 bulan.
Bila ada perbaikan, pengobatan dilanjutkan
sampai tahun dan kemudian tapering off dalam 4
minggu.
Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma tidak
juga mengecil maka pengobatan medikamentosa
tidak berhasil dan harus dilakukan tindakan
operatif.

4. Struma Nodosa Nontoksik
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar
tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses,
baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan
pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid.
Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,
maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma
nodosa nontoksik.
Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus
diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.

SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis.
Jika goiter endemis terjadi 10% populasi di
daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter
sporadis terjadi pada seseorang yang tidak tinggal
di daerah endemik beryodium rendah.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang
penting dalam sintesis hormon tiroid atau
konsumsi obat-obatan yang mengandung litium,
propiltiourasil, fenilbutazone, atau
aminoglutatimid.

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme.
Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak adanya
gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar
hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan adanya
pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus.
Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat
hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya
bilateral.
Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.
Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan
gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan
pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu
menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis
sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.

Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis
jenis-jenis struma antara lain sebagai berikut :
a. Operasi/Pembedahan
Jenis pembedahan tiroid adalah
Biopsi insisi : Struma difus pradiagnosis
Biopsi eksisi : Tumor (nodul) terbatas pradiagnosis
Tiroidektomi : Hipertiroid (Graves)
Subtotal : Struma nodusa benigna
Hemititroidektomi (ismolobektomi) : Kelainan unilateral
(adenoma)
Tiroidektomi total : Keganasan terbatas tanpa kelainan kelenjar
limfe
Tiroidektomi radikal : Keganasan tiroid dengan kemungkinan
metastasis ke kelenjar limfe regional

Indikasi tindak bedah struma nontoksik adalah
Kosmetik (tiroidektomi subtotal)
Eksisi nodulus tunggal (yang mungkin ganas)
Struma multinoduler yang berat
Struma yang menyebabkan kompresi laring atau
struktur leher lain
Struma retrosternal yang menyebabkan kompresi
trakea atau struktur lain

Indikasi tindak bedah pada hipertiroid adalah
- perlu mencapai hasil definitif yang cepat
- keberatan terhadap antitiroid
- penanggulangan dengan antitiroid tidak
memuaskan
- struma multinoduler dengan hipertiroid
- nodul toksik soliter.

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang
kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif.
Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak
mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.
Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk
pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon
tiroid total tampak meningkat.
Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh
protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4
sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.

Pembedahan dapat dilakukan biopsi insisi hal ini sudah
jarang dilakukan, Lobektomi total, lobektomi subtotal,
ismo-lobektomi, tiroidektomi dan Tiroidektomi total/radikal
biasanya pada karsinoma.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar
tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan
sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari.
Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid
yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon
dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium
untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah
tindakan pembedahan.

a. Yodium radioaktif
memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan.
Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.
Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar
tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan
tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker,
leukimia, atau kelainan genetik 35.
Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau
cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini
biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.

b. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran
struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel
kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH.
Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah
mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi
sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid.
Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini
adalah propiltiourasil (PTU) dan
metimasol/karbimasol.

Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT.
Macam-macam teknik operasinya antara lain :
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka
kelenjar disisakan seberat 3 gram
b. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus
diikuti oleh isthmus
c. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar
tiroid
d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan
sebagian lobus kanan dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram
di bagian posterior dilakukan untuk mencegah kerusakan pada
kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus

Diagnosis Banding
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak
terkontrol dari sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid.
Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4
tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller.
Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih
sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar.
Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid
bisa disembuhkan
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium
dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi
kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi
hipertiroidisme

Nodul tiroid ganas
Usia <40 tahun
Kelamin laki-laki
Benjolan tunggal
Lamanya baru
Terapi supresi mungkin berpengaruh
Diagnosis radioaktif dingin/fungsi (-)
USG tampak padat

Nodul tiroid jinak
>40 tahun
Perempuan
Multipel
Lama
Ada kemungkinan regresi
Pada USG mungkin kista

a. Papillary carcinoma
Karsinoma ini merupakan jenis karsinoma yang
banyak diderita pada umur muda.
Sebanyak 1/3 penderita umumnya menunjukkan
metastase intraglanduler lymphatic (yang
sebelumnya dianggap multisentrik).
Metastasis yang paling sering terutama ke
limfonodi servikal, namun karsinoma ini relatif
tidak terlalu ganas.

b. Karsinoma folikuler
Karsinoma folikuler biasanya terjadi pada
penderita yang lebih tua.
Karsinoma ini bersifat lebih ganas dibandingkan
tipe papiler.
Selain itu, karsinoma ini sering merupakan
komplikasi dari adenoma benigna soliter ataupun
struma multinoduler.
Metastasis jauh sering ditemukan terutama
secara hematogen ke dalam otot dan paru.

c. Anaplastic carcinoma
Karsinoma jenis ini merupakan tumor yang
tidak menunjukkan diferensiasi ke arah
folikuler ataupun papiler dan terdiri dari
rangkaian sel-sel solid yang tidak mempunyai
aspek khas untuk karsinoma meduler.
Biasanya diderita pada usia lanjut. Penyebaran
biasanya secara limfogen ataupun hematogen
pada stadium awal.

d. Medullary carcinoma
Karsinoma ini berasal dari sel parafolikuler C (derivat
dari corpus ultimobranchial) dan beberapa ragu-ragu
bahwa ini berasal dari jaringan tiroid. Ada 2 tipe, yaitu
familial dan sporadis.
Tipe familial sering melibatkan dua lobus dan dapat
berasal multifocal sebagai sel parafolikular pada
jaringan interstisial dari kelenjar tiroid.
Metastasis dengan limfonodi dalam persentase yang
tinggi penderita dan prognosis buruk. Tipe sporadis
biasanya unilobar dan kurang malignant.

Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas sekitar 5% struma nodosa mengalami
keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki
karakteristik :

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan
kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul
yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang
sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun
nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan
enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar
4. Sekitar 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang
ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar
progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berrys Sign)

GEJALA KLINIS
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa
berupa benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun
gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya.
Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus
digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau
lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas
dan perubahan suara.
Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan
hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal
pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada
kecendrungan ke arah struma endemik.
Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala
hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah
hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli
anterior, yang paling pertama dilakukan adalah
inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau
tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau
tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah
bejolan tersebut benar adalah kelenjar tiroid atau
kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat
pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran
tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan,
sementara jika tidak ikut bergerak maka harus
dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah
bening leher.
Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :
- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu
(multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea,
muskulus sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada
pembesaran atau tidak


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam
mendiagnosis penyakit tiroid terbagi atas :
Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan
untuk mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering
menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA
dalam serum atau plasma darah. Kadar normal T4 total pada
orang dewasa adalah 50-120 ng/dl. Kadar normal untuk T3
pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.
Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid yang
ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid
autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin dan thyroid
stimulating hormone antibody.

Pemeriksaan radiologis
- Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea
atau pembesaran struma retrosternal yang pada
umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga. Foto
rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya menjadi
pilihan.
- USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah
nodul, membedakan antara lesi kistik maupun padat,
mendeteksi adanya jaringan kanker yang tidak
menangkap iodium dan bisa dilihat dengan scanning
tiroid.
- FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal
ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi
definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.


- Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I
131 yang didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat
ditentukan teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama
ialah fungsi bagian-bagian tiroid (distribusi dalam kelenjar).
Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari hasil scanning
tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila
uptake nihil atau kurang dari normal dibandingkan dengan
daerah disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah
dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua
adalah warm nodule bila uptakenya sama dengan
sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodul sama dengan
bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake
lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang
pada neoplasma.

PENATALAKSANAAN
Tindakan Pembedahan
Indikasi operasi pada struma adalah :
Struma difus toksik yang gagal dengan terapi
medikamentosa
Struma uni atau multinodosa dengan
kemungkinan keganasan
Struma dengan gangguan kompresi
Kosmetik

Kontraindikasi pada operasi struma :
Struma toksik yang belum dipersiapkan sebelumnya
Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit
sistemik lain yang belum terkontrol
Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher
sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena
karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering
dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. Perlekatan
pada trakea ataupun laring dapat sekaligus
dilakukanreseksi trakea atau laringektomi, tetapi
perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit
dilakukan eksisi yang baik.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk
menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna
atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna,
maka dibedakan apakah kasus tersebut operable atau
inoperable.
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan
tidakan biopsi insisi untuk keperluan pemeriksaan
histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan
radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid
suspek maligna yang operable atau suspek benigna dapat
dilakukan tindakan isthmolobektomi atau lobektomi. Jika
setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi tersebut jinak
maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus
ditentukan terlebih dahulu jenis karsinoma yang terjadi.

Komplikasi pembedahan tiroid :
Perdarahan dari A. Tiroidea superior
Dispneu
Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-otot laring
terjadi kelemahan
Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita
menjadi lenih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi,
karena terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi M.
Krikotiroid. Kemungkinan nervus terligasi saat operasi

***********************************************************
*******
*********************************************************

Anda mungkin juga menyukai