Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DBD (Demam Berdarah Dengue)
DBD adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus
Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi
perdarahan, hepatomegali, tanda-tanda sebagai akibat dari kebocoran kegagalan
sirkulasi sampai timbulnya renjatan plasma yang dapat menyebabkan kematian.
(Soegeng, 2000).
DBD merupakan manifestasi klinis yang berat dari penyakit Arbo virus. Istilah
DBD di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina tahun 1953 Kasus-kasus
oleh Quintos dkk, Pada tahun 1954 yaitu pada waktu terdapatnya epidemi demam
yang menyerang anak-anak disertai manifestasi perdarahan dan renjatan biasanya
penyakit memburuk pada dua hari pertama. Uji tourniquet positif dengan atau tanpa
timbulnya ruam disertai beberapa atau semua gejala klinis, seperti petekie spontan
yang timbul secara ekstensif, purpura, ekimosis, epistaksis, hematemesis, melena,
trombositopeni, waktu perdarahan memanjang, hematokrit meningkat dan
berhentinya proses maturasi megakariosit. (FKUI, 2002).
a. Perubahan Hematologi
1) Hematokrit dan Hemoglobin
Nilai hematokrit biasanya meningkat pada hari ke 3 pada perjalanan
penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalalan penyakit
DBD. Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan nilai hematokrit
merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran
plasma ke ruang ekstravaskular disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler
yang rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma jadi berkurang yang dapat
mengakibatkan terjadinya syok hipovolumik dan kegagalan sirkulasi. Pada
kasus-kasus berat yang disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak
meningkat bahkan malah menurun. (FKUI,2002)
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit
menurun tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan
hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat
ditemukan pada DBD. (FKUI, 2002)
2) J umlah Lekosit dan Hitung J enis
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis
sedang, leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan
hitung jenis yang masih dalam batas normal, tetapi granulosit menurun pada
hari ketiga sampai kedelapan. Pada syok berat, dapat dijumpai leukositosis
dengan neutropenia absolut. Hal lain yang menarik ialah ditemukannya cukup
banyak (20 50%) limfosit bertransformasi atau atipik dalam sediaan apus
darah tepi penderita DBD, terutama pada infeksi sekunder. Limfosit ini
merupakan sel berinti satu dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat
serta sitoplasma yang relatif lebar dan berwarna biru tua. Limfosit ini sudah
dapat ditemukan pada hari ketiga.terjadinya panas, dan merupakan penunjang
diagnosis DBD. (FKUI, 2002)
3) Trombosit
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan
WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD. J umlah trombosit biasanya
masih normal selama tiga hari pertama. Trombositopenia nampak pada
beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase syok.
(FKUI,2002)
Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial. Mekanisme
yang menyebabkan peningkatan destruksi dan gangguan fungsi trombosit
belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan
trombosit diduga sebagai akibat agregasi trombosit yang kemudian akan
dimusnahkan oleh sistem retikulo endotelial khususnya dalam limfa dan hati.
(FKUI, 2002)
4) Sistem Koagulasi, Fibrinolisis, Kinin dan Komplemen
Sistem koagulasi disusun oleh faktor-faktor koagulasi berupa protein
inaktif yang beredar dalam darah apabila terjadi aktivasi normal ataupun
abnormal, faktor koagulasi akan diaktifkan secara berurutan, mengikuti suatu
kaskade yang diawali dengan aktivasi faktor XII menjadi XIIa, mulai dari
sedikit kemudian makin lama makin banyak (terjadi amplifikasi) sehingga
akhirnya terbentuk fibrin. Kompleks virus Ab atau mediator dari fagosit yang
terinfeksi virus pada DBD juga dapat mengaktifkan sistem koagulasi ini.
(FKUI,2002)
Selain gejala-gejala di atas, pada kasus DBD anak juga dapat terjadi
pembesaran hati (hepatomegali). Pembesaran hati pada umumnya dapat
ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari tangan dapat diraba
sampai 2 4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat besarnya hati tidak
sesuai dengan derajat beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati,
harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas
pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan. Besar hati
yang normal tidak melewati arkus kosta (pada anak berumur >6 th) atau
tidak lebih dari 1/3 1/3 (pada anak berumur <6 th). (FKUI,2002)
5) Komplikasi dan manifestasi yang tidak lazim yaitu pada enselopati dengue
dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT dan SGPT). Serum
biokimia dan enzim pada umumnya normal, tetapi enzim hati dapat
meningkat. (FKUI, 2002)
Komplikasi dan manifestasi yang tidak lazim pada DBD yaitu terjadi
ensefalopati yang dapat terjadi karena trombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh.
Keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut dan dijumpai
paningkatan kadar transaminase (SGOT dan SGPT) (FKUI, 2002)



B. SGOT dan SGPT
Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar. Hati mempunyai fungsi yang
sangat penting dan kompleks. Hati penting untuk mempertahankan hidup dan
berperan pada hampir setiap fungsi metabolisme tubuh. Kerusakan total atau
pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam waktu 10 jam. Hati mempunyai
kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Pembuangan hati sebagian, pada
kebanyakan kasus sel hati yang mati atau sakit diganti dengan jaringan hati yang
baru. (IPD, 1996).
Fungsi hati dibagi menjadi 4 macam yaitu :
1. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu : ini merupakan fungsi utama hati.
2. Fungsi metabolik : hati memegang penting dalam metabolisme karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan juga memproduksi energi dan tenaga.
3. Fungsi pertahanan tubuh : fungsi pertahanan tubuh terdiri dari fungsi
detoksifikasi dan fungsi perlindungan.
4. Fungsi vaskular hati.

1. Periksaan biokimia hati
Pemeriksaan biokimia hati pada pasien penyakit hati atau kelainan fungsi hati
diharapkan untuk :
a. Menemukan adanya kelainan hati (deteksi)
b. Memastikan penyebab penyakit hati (diagnosis)
c. Mengetahui derajat beratnya kelainan hati (prognosis)
d. Mengetahui perjalanan penyakit hati, serta membuat penilaian hasil
pengobatan (evaluasi)
2. Pemeriksaan biokimiawi hati sering dilakukan di laboratorium.
Serum Transaminase
Transaminase adalah sekelompok enzim dan bekerja sebagai katalisator
dalam proses pemindahan gugusan amino antara asam alfa amino dengan asam
alfa keto. Dua transaminase yang sering digunakan dalam menilai penyakit hati
adalah serum glutamic oxaloacetic transaminase (serum aspartate amino
transferase) yaitu SGOT dan serum glutamic pyruvic transaminase (serum alanine
amine transferase) yaitu SGPT. (IPD, 1996).
Enzim GOT terdapat dalam sel-sel organ tubuh, yang terbanyak otot
jantung, kemudian sel-sel hati, otot tubuh, ginjal dan pankreas. Sedangkan GPT
banyak terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh dan sumber utama adalah sel-sel
hati. Kenaikan kadar transaminase mengalami nekrosis atau hancur. Enzim-enzim
tersebut masuk dalam peredaran darah. Serum transaminase adalah indikator yang
peka pada kerusakan sel-sel hati. SGOT adalah enzim sitosolik, sedangkan SGPT
adalah enzim mikrosomal. (IPD, 1996).
Pada pemeriksaan SGOT dan SGPT ada beberapa cara yaitu metode kimia
basah (enzymatic) dan binding cassette. (www.ihop-net.org/unipub/i
Hop/95/86165.html-42k). Pada metode kimia basah (enzimatik) GOT akan
mengkatalisis perpindahan amino dan kelompok keto antara zat alpha-amino dan
zat alpha-keton, oleh karenanya merupakan transferase.Metode untuk penentuan
enzim ini memerlukan zat aspartic dan zat alpha-ketoglutaric sebagai
substrat.Pada metode klasik zat oxalacetic yang dibentuk mengoksidasi bentuk
coenzyme nicotinamide adenine dinucleotide (NADH) yang berkurang dihadapan
dehydrogenase malic. Metode sederhana dimana asam oxalacetic dikarboksilasi
dengan sitrat anilin untuk membentuk zat pyruvic. Metode dengan versi yang
paling sederhana melibatkan kombinasi langsung dari zat oxaloacetic degan
dinitropenilhidrazin dan pengukuran warna dalam solusi alkali. (J oseph S.
Annino, 1976)
Pada GPT hampir sama dengan GOT dan ditentukan oleh metode yang
sama kecuali substrat yang berisi DL-ALANINE sebagai pengganti zat aspartic
dan produk yang diukur adalah zat pyruvic bukan zat oxalacetic. (J oseph S.
Annino, 1976)

Anda mungkin juga menyukai