Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki
kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses
menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari
bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan
terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir
ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama,
yakni sikap dan perilaku seseorang.
Nabi Muhammad saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di
muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah
masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata
untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi
melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu
Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana
inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam
pada waktu itu.
Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman
yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki
komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-
hari (moral action). Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika,
dan karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang
ditekuninya di kehidupannya kelak di tengah masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Urgensi akhlak saat ini ?
2. Bagaimana fungsi akhlak dalam membentuk perilaku manusia ?
3. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlaq manusia ?
4. Bagaimana cara untuk membentuk diri agar memiliki akhlaq yang mulia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui urgensi akhlak saat ini.
2. Untuk mengetahui fungsi akhlak dalam membentuk perilaku manusia.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlaq manusia.
4. Untuk mengetahui cara untuk membentuk diri agar memiliki akhlaq yang mulia.


BAB II
ISI
A. Pengertian Akhlak
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata Khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata
khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).
Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlaq, diantaranya adalah
1. Imam alghazali
Ahlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan prbuatan dengan
gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemkiran dan pertimbangan.
2. Ibrahim anis
Ahlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3. Abdul Kharim Zaidan
Ahlaq adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan
timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih
melakukan atau meninggalkannya.
Ketiga definisi yang dikutip diatas sepakat menyatakan bahwa Ahlaq atau Khuluq itu adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara sepontan bila mana
diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak
memerlukan dorongan dari luar.
Sifat spontanitas dari akhlaq tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh berikut ini. Bila
seseorang menyummbang dalam jumlah besar untuk pembangunan mesjid setelah mendapat
dorongan dari seorang dai (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan
membangun mesjid didunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah,
karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar, dan belum tentu
muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia tidak aka
menyumbang, kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah sedikit. Tapi manakala tidak ada
doronganpun dia tetap menyumbang, kapan dan dimana saja, barulah bisa dikatakan dia
memiliki sifat pemurah.
Contoh lain, dalam menerima tamu.bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan
yang lain atau kadang kala ramah dan kadang kala tidak, maka orang tadi belum bisa dikatakan
mempunyai sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak memuliakan
tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Dari keterangan diatas jelaslah bagi kita bahwa Ahlak itu harus bersifat konstan, spontan, tidak
temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Sekalipun dari beberapa definisi di atas kata akhlak bersifat netral, belum menunjukan kepada
baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat
tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. ( Yunahar, 1999: hlm. 1-2 )
B. Ruang Lingkup Akhlak
Ahmad Azhar Basyir menyebutkan cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan
manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk
penghuni dan yang memperoleh bahan kehidupannya dari alam, serta sebagai makhuluk ciptaan
Allah SWT. Dengan kata lain, akhlak meliputi akhlak pribadi, akhlak keluarga, akhlak sosial,
akhlak politik, akhlak jabatan, akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap alam.
Dalam islam akhlak ( prilaku ) manusia tidak dibatasi pada perilaku sosial, namun juga
menyangkut pada seluruh ruang lingkup kehidupan manusia. Oleh karena itu konsep akhlak
islam mengatur pola kehidupan manusia yang meliputi:
1. Hubungan antara manusia dengan Allah SWT seperti akhlak terhadap Tuhan. Misalnya:
Mengabdi hanya kepada Allah, bertaqwa dan mengabdi hanya kepada Allah, tidak akan
mempersekutukan-Nya dengan apa pun dalam bentuk apa pun, serta dalam keadaan situasi dan
kondisi yang bagaimanapun.
Artinya: Dan Aku (Allah) tidak ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah kepada-Ku.(QS. Adz-Dzariyat: 56).
2. Hubungan manusia dengan sesamanya
Hubungan manusia dengan sesamanya meliputi hubungan seseorang terhadap keluarganya
maupun hubungan sesorang terhadap masyarakat
a. Akhlak terhadap keluarga yang meliputi akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap istri, akhlak
terhadap suami, akhlak terhadap anak, dan akhlak terhadap sanak keluarga.
Misalnya saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling
menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu bapak, mendidik anak-anak
dengan kasih sayang dan memelihara hubungan silaturrahim.
b. Akhlak terhadap masyarakat yang meliputi: akhlak terhadap tetangga, akhlak terhadap tamu dll.
Misalnya memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa, menganjurkan anggota
masyarakat termasuik dirin sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan mencegah orang
lain melakukan perbuiatan jahat dan munkar dan bermusyawarah dalam segala urusan mengenai
kepentingan bersama.
3. Hubungan manusia dengan lingkungannya
Akhlak terhadap manusia lain seperti akhlak terhadap binatang, akhlak terhadaptumbuh-
tumbuhan, dan akhlak terhadap alam sekitar.
Misalnya sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam
terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang sengaja diciptakan tuhan untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainnya, sayang pada sesama makhluk.
4. Akhlak terhadap diri sendiri.
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan
penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah,
menjauhi larangan dan ketikaditimpa musibah.
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung
banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan
adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan
dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
( Alwan, 2005: hlm. 17-18 )
C. kedudukan dan keistimewaan akhlaq dalam islam
Dalam keseluruhan ajaran islam akhlaq menempati kedudukan yang istimewa dan sangat
penting. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa nomor berikut ini :
1. Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan akhlaq yang mulia sebagai misi pokok risalah
Islam. Beliau bersabda : sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia:
(HR. Baihaqi)
2. Akhlaq merupakan salah satu ajaran pokok agama islam, sehingga Rasulullah SAW pernah
mendefinisikan agama itu dengan akhlaq yang baik. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah SAW : ya Rasulullah, apakah agama itu? Beliau menjawab :
(Agama adalah) akhlaq yang baik. Pendefinisian agama (Islam) dengan akhlaq yang baik itu
sebanding dengan pendefinisian ibadah haji dengan wuquf di Arafah. Rasulullah SAW
menyebutkan, Haji adalah wuquf di Arafah. Artinya tidak sah haji seseorang tanpa wuquf di
Arafah.
3. Akhlaq yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat.
Rasulullah SAW bersabda : Tidak ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan
(kebaikan) seoran hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik.. (HR.
Tirmidzi). Dan yang paling dicintai serta dekat dengan Rasulullah SAW nanti pada hari kiamat
adalah yang paling baik akhlaqnya.
4. Rasulullah SAW menjadikan baik buruknya akhlaq seseorang sebagai ukuran kualitas imannya.
Hal ini dapat kita perhatikan dalam beberapa hadist berikut
a. Rasulullah SAW bersabda : orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaqnya (HR. Tirmidzi)
b. Rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Islam menjadikan akhlaq yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT.
Misalnya shalat, puasa, zakat, dan haji. Perhatikanlah beberapa nash berikut ini :
a. Firman Allah SWT : ..dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. (QS.Al-Ankabut 29:45)
b. Sabda Rasulullah SAW : bukanlah puasa itu hanya menahan makan dan minum saja, tapi puasa
itu menahan diri dari perkataan kotor dan keji. Jika seseorang mencaci atau menjahilimu maka
katakanlah: sesungguhnya aku sedang berpuasa.(HR. Ibnu Khuzaimah)
c. Firman Allah SWT :Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka..(QS.At-Taubah 9:103)
Dari beberapa ayat dan hadist di atas kita dapat melihat adanya kaitan langsung antara
shalat, puasa, zakat, dan haji dengan akhlaq. Seseorang yang mendirikan shalat tentu tidak akan
mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan mungkar. Sebab apalah arti shalatnya
kalau dia tetap saja mengerjakan kekejian dan kemungkaran. Seseorang yang benar-benar
berpuasa demi mencari ridha Allah SWT, di samping menahan keinginanya untuk makan dan
minum tentu juga akan menahan dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbuatan yang
tercela. Sebab tanpa meninggalkan perbuatan yang tercela itu tidak akan mendapatkan apa-apa
dari puasanya, kecuali hanya rasa lapar dan haus semata. Begitu juga dengan ibadah zakat dan
haji, dikaitkan oleh Allah SWR hikmahnya dengan segala aspel akhlaq. Ringkasnya, akhlaq yang
baik adalah buah dari ibadah yang baik, atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT
tentu akan melahirkan akhlaq yang baik dan terpuji.
6. Nabi Muhammad SAW selalu berdoa agar Allah SWT membaikkan akhlaq beliau. Salah satu
doa beliau adalah: (Ya Allah) tunjukillah aku (jalan menuju) akhlaq yang baik karena
sesungguhnya tidak ada yang dapat member petunuk (menuju jalan) yang baik selain Engkau.
Hindarkanlah aku dan akhlaq yang buruk karena sesungguhnya tidak ada yang dapat
menghindarkan aku dari akhlaq yang buruk kecuali Engkau.(HR.Muslimin)
7. Di dalam Al-Quran banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlaq, baik berupa
perintah untuk berakhlaq yang baik serta pujian dan pahala yang diberikan kepada orang-orang
yang mematuhi perintah itu, maupun larangan berakhlaq yang buruk serta celaan dan dosa bagi
orang-orang yang melanggarnya. Tidak diragukan lagi bahwa banyaknya ayat-ayat Al-quran
tentang akhlaq ini membuktikan betapa pentingnya kedudukan akhlaq di dalam Islam. ( Yunahar,
1999: hlm. 6-10 )



D. Urgensi Akhlak
Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni media, revolusi iptek tidak hanya mampu
menghadirkan sejumlah kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia modern, melainkan
juga mengundang serentetan permasalahan dan kekhawatiran. Teknologi multimedia misalnya,
yang berubah begitu cepat sehingga mampu membuat informasi cepat didapat, kaya isi, tak
terbatas ragamnya, serta lebih mudah dan enak untuk dinikmati. Namun, dibalik semua itu,
sangat potensial untuk mengubah cara hidup seseorang, bahkan dengan mudah dapat merambah
kebilik-bilik keluarga yang semula sarat norma susila. Kita harus kaya informasi dan tak boleh
ketinggalan, jika tidak mampu dikatakan tertinggal. Tetapi terlalu naif rasanya jika mau
mengorbankan kepribadian hanya untuk mengejar informasi dan hiburan. Disinilah akhlak harus
berbicara, sehingga mampu menyaring ampas negatif teknologi dan menjaring saripati
informasi positif.
Dengan otoritas yang ada pada akhlakul karimah, seorang muslim akan berpegang kuat
pada komitmen nilai. Komitmen nilai inilah yang dijadikan modal dasar pengembangan akhlak,
sedangkan fondasi utama sejumlah komitmen nilai adalah akidah yang kokoh, akhlak pada
hakikatnya merupakan manifestasi akidah. Akidah yang kokoh berkorelasi dengan akhlakul
karimah. Mencermati fenomena aktual di tengah masyarakat kita dapat diperoleh kesimpulan
sementara bahwa hegemoni media secara umum, hegemoni televisi terasa lebih memunculkan
dampak negatif bagi kultur masyarakat kita. Tidak di pungkiri adanya dampak positif dalam hal
ini, meski terasa belum seimbang dengan pengorbanan yang ada. Televisi yang sarat muatan
hedonistis menebarkan jala untuk menjaring pemirsa dengan berbagai tayangan yang seronok
penuh janji kenikmatan, keasyikan, dan kesenangan. Belum lagi penayangan film laga yang
berbau darah, atau iklan yang mengeksploitasi aurat. Adanya sekat-sekat kultur dipandang tidak
relevan di era global ini, sehingga sensor dipandang sebagai sesuatu yang aneh dan tidak
diperlukan lagi. Menghadapai fenomena seperti ini hanya satu tumpuan harapan kita, yakni
pendarah dagingan akhlak melalui keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Adanya fenomena sosial yang muncul dalam beberapa tahun belakangan ini
membutuhkan terapi yang harus dipikirkan bersama. Banyaknya mall, maraknya hiburan malam,
beredarnya minuman keras dan obat terlarang, munculnya amukan massa, merupakan fenomena
yang harus dicermati dan dicari solusinya. Munculnya mall dikota-kota besar, satu sisi membuat
orang betah berbelanja diruang-ruang sejuk yang sarat dengan dagangan tertata rapi dan warna-
warni, tetapi disisi lain sebagian mall mulai di fungsikan untuk mejeng bagi ABG dan mencari
sasaran pasangan sesaat dengan imbalan materi maupun kepuasan badani. Menghadapi
kenyataan ini gerakan bina moral serentak untuk menanamkan akhlakul karimah serasa tidak
dapat ditunda lagi.
Belum lagi munculnya tempat hiburan malam yang dilengkapi dengan minuman keras serta
peredaran obat-obat terlarang yang banyak menimbulkan korban-korban generasi muda.
Menghadapi persoalan ini disamping perlunya pengawasan orang tua terhadap putra-puterinya
dirumah disertai contoh yang baik dalam berakhlakul karimah, juga diperlukan tindakan refresif
dari aparat terkait.Upaya menumbuh kembangkan akhlakul karimah merupakan tanggung jawab
bersama, yakni keluarga, sekolah, pemerinah dan masyarakat. Keempat institusi tersebut
memiliki tanggung jawab bersama untuk mendarah dagingkan akhlakul karimah, terutama
dikalangan generasi muda.
Urgensi akhlak semakin terasa jika dikaitkan dengan maraknya aksi perampokan,
penjambretan, penodongan, korupsi, manipulasi, dan berbagai upaya untuk cepat kaya tanpa
kerja keras. Untuk mengatasi semua kenyataan tersebut tidak cukup hanya dilakukan tindakan
represif melalui penanaman akhlakul karimah. Tanpa upaya prefentif, segala bentuk upaya
represif tidak akan mampu menyelesaikan masalah, karena semua pelaku kejahatan selalu patah
tumbuh hilang berganti. Serangkaian fenomena miring tersebut merupakan dampak negatif
dari modernitas yang ada di tengah-tengah kita. Hidup di era global ini tidak memungkinkan
untuk melarikan diri dari kenyataan modernitas. Modernitas tidak perlu dijauhi, karena
kesalahannya tidak terletak pada modernitasnya itu sendiri, tetapi pada tingkat komitmen nilai
dari moralitas bangsa dan umat dalam merespon arus modernitas yang semakin sulit dibendung.
Di dalam menyongsong kemajuan zaman, manusia harus memiliki moral kualitas unggul.
Bangsa yang unggul dalam perspektif Islam adalah bangsa yang berakhlakul karimah. Hal ini
selaras dengan sabda Rasulullah:

Artinya: Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah orang yang paling baik
akhlaknya. ( H.R. Bukhari )
Bahkan dalam hadist lain Rasulullah bersabda:

Artinya: Yang disebut bagus adalah bagus akhlaknya. ( H.R. Muslim ). (Alwan, 2005 : 21-24)
E. Fungsi akhlak dalam membentuk perilaku manusia
Menghadapi kehidupan yang makin garang akibat adanya transformasi sosial-budaya
yang melahirkan nilai-nilai budaya mondial, yang sering jauh dari nilai moral agama itu, iman
dan taqwalah yang mampu menjadi benteng terakhir bagi manusia dari berbagai godaan duniawi.
Dalam hal ini, akhlak merupakan sesuatu yang harus diindahkan. Sebab, akhlak merupakan
indikasi kemuliaan seorang mukmin.Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaknya.(H.R. Tirmidzi). Ada juga hadist yang mengatakan bahwa Rasa
malu dan iman itu sebenarnya berpadu menjadi satu, maka jika lenyap salah satunya hilang
pulalah yang lain. (H.R. Hakim dan Thabrani)
Imam al-Hasan al-bashri mendefinisikan akhlak terpuji dengan definisi yang singkat, namun
padat, akhlak terpuji, wajah berseri-seri, penuh kemurahan hati, dan menahan diri dari
menyakiti orang lain.. ( Abdul, 2009 )
Jika direnungkan, sebetulnya konsep akhlak mulia juga tidaklah hanya berhenti pada
sikap dan perilaku santun, luhur dan bajik saja seperti yang kita pahami selama ini. Di dalam
konteks dunia modern seperti saat ini maka pengertian akhlak mulia mencakup pula nilai-nilai
dan tindakan-tindakan positif lain yang membangun ciri-ciri manusia modern. Beberapa contoh
akhlak mulia tersebut misalnya ialah rajin, tekun, ulet, disiplin, tepat waktu, hemat dalam
pengeluaran, menabung, senantiasa ingin belajar, menghargai orang lain, mampu merumuskan
tujuan hidup, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itulah yang merupakan etika sekaligus ciri-ciri
manusia modern sebagai bagian dari konsep akhlak mulia itu sendiri. Akhlak mulia semacam itu
mampu membangun pribadi manusia serta meningkatkan keandalan diri kita sebagai individu.
Pentingnya memiliki keandalan diri melalui pembiasaan akhlak mulia karena ia merupakan
faktor yang sangat diperlukan oleh setiap orang dalam menghadapi tantangan hidupnya di dunia
ini. Dengan begitu akhlak mulia merupakan bentuk respon positif seseorang dalam menjawab
tantangan internal dirinya maupun tantangan eksternal lingkungannya yang senantiasa berubah.
Respon tersebut dilakukan secara aktif dan kreatif dengan mendayagunakan potensi dirinya. Dan
pada kenyataannya Tuhan memang telah memberikan anugerah potensi dan bakat kepada
manusia untuk kepentingan hidup mereka di dunia. Namun hanya melalui hidup berakhlak mulia
saja potensi dan bakat itu bisa berkembang. Dengan demikian akhlak mulia merupakan faktor
strategis dalam membangun keandalan diri setiap orang sekaligus harus dibiasakan dalam diri
setiap orang. Individu yang berhasil meraih sukses, salah satunya karena ia ditopang oleh faktor
akhlak-akhlak yang positif dan membangun. Sebaliknya, individu yang gagal dalam mengisi
kualitas hidupnya juga sebetulnya dipengaruhi oleh faktor akhlak dan kebiasaan-kebiasaannya
yang kurang positif dalam sikap dan tindakannya
F. faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlaq manusia
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap akhlak kita, yaitu pertama adalah Lingkungan
(masyarakat), Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pembentukan akhlak seseorang, baik
itu lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut Ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati,agar kamu bersyukur (Q.S An Nahl : 78) .Dalam ayat
tersebut memberi petunjuk bahwa seorang manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui
segala sesuatu oleh sebab itu manusia memiliki potensi untuk dididik. Potensi tersebut bisa
dididik melalui pengalaman yang timbul dilingkungan sekitar anak. Jika lingkungan tempat
tinggal ia tinggal bersikap baik maka anak pun akan cendrung bersikap baik. Sebaliknya jika
lingkungannya buruk maka anak akan cenderung bersikap buruk. Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi yahudi, nasrani
atau majusi (H.R. Bukhari). Hadits tersebut menjelaskan bahwa lingkungan keluarga (dalam
hal ini adalah kedua orang tua) adalah sebagai pelaksana utama dalam pendidikan akhlak anak.
Ajaran Islam sudah memberi petunjuk yang lengkap kepada orang tua dalam membina akhlak
anak. Jadi apabila orng tua ingin anaknya berakhlak mulia, maka sedari dini hendaklah anak-
anaknya ditanami dengan nilai-nilai Islam. Sebagai orng tua yang berpengaruh terhadap
pembentukan dan keprobadian anak, seharusnyalah orang tua memperhatikan pada pergaulan
anak dilingkungan sekolah maupun di masyarakat. Karena lingkungan sangat berpengaruh pada
proses pembentukan akhlak seseorang. Melalui kerja sama yang baik antara orang tua, guru
disekolah dan tokoh-tokoh masyarakat, maka aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang
diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Lingkungan termasuk konsekuensi pada akhlak
sesorang, jika Allah mengadzab suatu kaum, maka bisa saja orang yang soleh sekalipun apabila
Allah berkehendak, maka ia juga takkan luput dari adzab tersebut. Oleh karena itu, perhatikan
dan mawas lingkunganlah selalu agar tidak terjadi apa yang ditakutkan dari buruknya akhlak
seseorang.
Kedua adalah Sifat sombong, sebagaimana sabda Raslullh Shallallhu 'Alaihi
Wasallam : Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.Mengapa
sifat ini berpengaruh pada buruknya akhlak?Ya, karena jika seseorang telah menolak kebenaran,
berarti ia telah membuang akhlak baiknya dan menampakkan keburukan akhlaknya. Dan
melecehkan atau meremehkan orang yang menyampaikan kebenaran merupakan akhlak yang
sangat buruk sekali, dan tak ada yang memungkiri hal ini. Ketiga adalah Ilmu yang benar,
Inilah faktor yang paling berpengaruh dalam baiknya akhlak seseorang. Jika seseorang telah
membekali dirinya dengan ilmu yang benar, maka konsekwensinya adalah mengamalkan ilmu
tersebut. Semakin berilmu seseorang, semakin tawadhu pula sifatnya. Dan ini mendorongnya
untuk selalu mengintropeksi akhlaknya dengan ilmu-ilmu yang telah ia dapatkan. Karena
konsekwensi dari ilmu adalah amal, maka demikian pula sebaliknya, jika seseorang tidak
membekali dirinya dengan ilmu, maka ia akan buta terhadap akhlak yang baik, ia tidak dapat
membedakan antara yang buruk dengan yang baik. Sebagaimana orang dungu yang tidak
mengetahui antara siang dan malam. Inilah yang akan menjerumuskannya ke dalam jurang
keburukan akhlak. Keempat adalah Wirotsah (keturunan), Maksudnya adalah Berpindahnya
sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak
merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian
besar dari salah satu sifat orang tuanya .Rasulullah bersabda setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah,maka kedua orang tuanya yang menjadikan yahudi, nasrani atau maju.(HR.
Buchari). Kelima adalah Insting (Naluri), Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa
manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator
penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku. Manusia itu diberi hasrat atau keinginan,
misalnya kepada wanita, anak-anak dan kekayaan yang melimpah. (Q.S Ali Imran : 14).
Segenap naluri insting manusia merupakan paket intern dengan kehidupan manusia yang secara
fitrah sudah ada dan tanpa perlu dipelajari lebih dahulu. Dengan potensi naluri tersebut manusia
dapat menghasilkan aneka corak perilaku yang sesuai dengan corak instingnya.
G. Cara untuk membentuk diri agar memiliki akhlaq yang mulia
Kita harus membentuk diri kita agar memiliki akhlaq yang mulia, caranya, yaitu
pertama adalah adanya niat dan kemauan, Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya amal itu
tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya akan mendapatkan sesuai
dengan niatnya. Semua tindakan yang dilakukan sebaiknya didasari oleh niat yang tulus. Niat
baik itu adalah segala sesuatu yang kita lakukan didasarkan karena Allah SWT. dari niat, maka
munculkan kemauan untuk mulai bertindak baik. Niat baik tentu akan membawa hasil yang baik
pula. Nah, kesadaran ini seharusnya timbul pada diri kita tanpa ada perintah dari orang lain.
Kedua adalah selalu belajar, Rasulullah bersabda : Barangsiapa menghendaki kehidupan
dunia maka dengan ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat maka dengan
ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya (kehidupan dunia dan akhirat) maka
dengan ilmu.. Salah satu kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain ciptaan Allah SWT
adalah dikaruniai akal pikiran. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita memanfaatkan potensi
yang diberikan Allah. Caranya adalah dengan belajar karena dengan menuntut ilmu secara tidak
langsung mampu mengasah seseorang menuju perilaku yang berakhlak mulia.
Ketiga adalah mendidik diri untuk berakhlak mulia, Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur [QS. Al-
Qalam : 4]. Nabi Muhammad merupakan suri tauladan bagi umatnya yang memiliki akhlak yang
mulia. Contohnya dalam bidangn politik Nabi Muhammad SAW telah mampu menunjukan
kelasnya sebagai politikus terkemuka, semua keputusan dan langkah politiknya
mengindikasikan muatan akhlakul karimah. Hal tersebut tercermin melalui kemampuannya
untuk meredam konflik antar etnis serta fiksi yang bermuara pada pluralitas, serta penampilannya
sebagai sosok demokratis sejati yang mampu mengakomodasi aspirasi dan potensi umat.
(Alwan, 2005: hlm 28 )
Sudah sepantasnya, kita sebagai umat Beliau meneladani sikap Beliau. Namun, berbuat
dan berperilaku mulia memang bukan sesuatu yang mudah. banyak godaan yang akan merintangi
jalan kita. Awalnya, kita memang harus memaksakan diri meskipun hati belum ikhlas
.memaksakan diri di sini dalam arti mendidik diri sendiri dalam mencapai peringkat akhlak
mulia. Keempat adalah saling memngingatkan dan mendoakan, sudah kodratnya manusia
sebagai makhluk yang khilaf dan penuh salah. Oleh sebab itu, kita perlu saling menjaga dan
mengingatkan dalam kebaikan agar akhlak kita pun ikut terjaga. Selain itu, tanamkan kebiasaan
saling mendoakan kepada saudara-saudara kita agar tetap pada perlindungan dan limpahan
hidayah Allah SWT. Kelima adalah Berdoa kepada Allah SWT, Doa merupakan pintu
kemuliaan, apabila doa telah dikabulkan untuk seorang hamba, maka kebaikan akan silih
berganti datang dan keberkahan turut mengalir darinya. Siapa yang ingin berperilaku mulia dan
lepas dari akhlak yang hina, hendaklah kembali kepada Tuhannya. Doa sangat bermanfaat dalam
kondisi seperti ini maupun dalam kondisi lainnya. Sehingga Nabi SAW banyak berharap dan
memohon kepada Rabb-Nya agar diberi karunia akhlak yang mulia. Doa beliau adalah sebagai
berikut :Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kelemahan, kemalasan, rasa penakut,
kelupaan dan kekikiran. Dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur serta fitnah cobaan
hidup dan mati.
Keenam adalah Mujahadah (Perjuangan) Akhlak mulia adalah salah satu bentuk
hidayah yang dapat diraih dengan perjuangan seperti, firman Allah SWT berikut ini :Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik.(Q.S. Al-Ankabut : 69). Akhlak ada yang berupa insting (Naluri) dan ada
juga yang berupa Iktisab (perolehan) hasil dari kebiasaan dan latihan. Seorang bijak berkata
Lakukanlah kebiasaan yang baik maka kebiasaan itu nanti akan membentuk pribadi mu.
Makna berjuang bukan berarti berjuang melawan nafsu dirinya satu kali, dua kali atau beberapa
kali. Akan tetapi ia harus berjuang melawan nafsu dirinya sampai mati, sebab perjuangan
melawan hawa nafsu tersebut masuk dalam kategori ibadah. Ketujuh adalah Muhasabah
(Intropeksi Diri), Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengoreksi diri sendiri ketika berbuat
akhlak tercela, serta menahannya agar tidak kembali melakukan akhlak tersebut dilain waktu.
Ada baiknya Muhasabah (intropeksi diri) dilakukan ketika kita ingin beranjak tidur dan dibarengi
dengan rasa taubat dan penyesalan atas Akhlak tercela yang telah kita perbuat dan berjanji di
dalam hati dengan kesungguhan tidak akan mengulanginya lagi karena boleh jadi ruh kita akan
dicabut pada saat kita sedang dalam keadaan tidur. (Shaleh, 2002 : 287)
H. Hukuman kerusakan akhlak manusia
Islam berpendapat, bahwa untuk menyingkirkan yang mengganggu fitrah yang baik
cukup dengan mewujudkan terciptanya generasi yang baik dan menjunjung tinggi keutamaan.
Fitrah manusia pada dasarnya memang baik. Hal itu tidak berarti manusia itu sama dengan
Malaikat yang keadaannya semua baik, tetapi artinya ialah, bahwa kebaikan manusia itu sesuai
dengan keaslian tabuiatnya. Berdasarkan pada fitrahnya orang lebih suka mengamalkan
kebajikan, seperti burung yang lebih suka terbang melayang-layang bila dibebaskan dari
sangkarnya. Menurut pandangan islam, tindakan yang tepat dan pertama-tama harus diambil
ialah menghancurkan belenggu-belenggu dan menyingkirkan beban berat yang menindih jiwa
manusia,. Jika setelah itu manusia lalu terkapar di atas tanah dan tidak dapat meningkat, Islam
memandang sebagai penderita sakit, kemudian diberi sarana pengobatan untuk
menyembuhkannya. Islam tidak akan menetapkan hukuman untuk mengucilkan manusia seperti
itu dari masyarakat kecuali setelah jelas keberadaannya ditengah-tengah masyarakat akan
membahayakan orang lain. Dalam batas-batas lingkaran itulah Islam memerangi kerusakan
akhlak. Yaitu dimulai dari mengharuskan manusia supaya hidup dengan cara yang terhormat. Ia
harus dapat hidup dengan buah berusaha dan jerih payahnya sendiri, yakni tidak mendasarkan
perbuatannya atas perbuatan mencuri.
Apakah sebenarnya yang mendorong manusia sampai berbuat mencuri? Kebutuhan untuk
meringankan beban hidupnya? Keperluan-keperluan yang dibutuhkan untuk kesejahteraan itulah
yang diperbanyak dan ditinggalkan. Perbuatan itu menjadi kewajiban masyarakat seluruhnya.
Jika tidak, warga memaksa orang harus menempuh jalan pencurian, maka hal ini dosa
kesalahannya terletak pada masyarakat itu, bukan pada orang yang terpaksa mencuri. Jelaslah
bahwa hukuman yang syariatkan oleh Is;am adalah untuk melindungi masyarakat yang adil dan
berusaha mengadakan perbaikan.
Percontohan tersebut di atas kami kemukakan agar menjadi jelas bahwa hukuman
terhadap kerusakan akhlak tidak disyariatkan oleh agama untuk memaksakan keutamaan. Dan
bukan pula mensyariatkan jalan kekerasan untuk mendorong manusia supaya mau menempuh
jalan hidup yang baik. Cara yang ideal bagi Islam adalah berdialog dengan hati nurani manusia,
membangkitkan kerinduannya yang terpendam kepada keluhuran dan kesempurnaan, dan
mengembalikannya kepada Allah Maha Penciptanya, dengan cara-cara baik dan meyakinkan
yang penuh rasa cinta kasih, serta menyadarkannya bahwa keutamaan yang mulia dan luhur itu
adalah hasil yang wajar dari semuanya itu. Situasi lingkungan yang memelihara kehidupan
manusia wajib dijaga baik-baik, agar dapat membantu mematangkan pekerti dan perangai yang
baik. Islam memikul tanggung jawab yang besar kepada lingkungan atas perilaku seseorang, baik
yang mengarahkan ke ebajkan maupun yang menuju ke keburukan. Demikian pula tanggung
jawab atas meluasnya perbuatan-perbuatan yang rendah maupun keutamaan-keutamaan.
Tujuannya ialah untuk menguasai kunci pelaksanaan hukum guna dapat membentuk masyarakat
yang sanggu membantu terwujudnya kehidupan yang bersih dan lurus. (Muhammad, 1995: 52-
55)





BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Di dalam menyongsong kemajuan zaman, manusia harus memiliki moral kualitas unggul.
2. fungsi akhlak diantaranya mampu membangun pribadi manusia serta meningkatkan keandalan
diri kita sebagai individu, akhlak menjawab tantangan internal dirinya maupun tantangan
eksternal lingkungannya yang senantiasa berubah.
3. faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlaq manusia Lingkungan
(masyarakat), Sifat sombong, Ilmu yang benar, Wirotsah (keturunan), Insting (Naluri)
4. cara untuk membentuk diri agar memiliki akhlaq yang mulia diantaranya adalah adanya niat
dan kemauan, selalu belajar, mendidik diri untuk berakhlak mulia, saling memngingatkan dan
mendoakan, Berdoa kepada Allah SWT, Mujahadah (Perjuangan), Muhasabah (Intropeksi Diri)






DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghozali, Muhammad. Akhlak Seorang Muslim. Bandung: PT Al-Muarif. 1995.
Al-Hasyimi, Abdul Munim. Akhlak Rosul Menurut Bukhori dan Muslim. Jakarta: Gema Insani. 2009.
Asy-Syaami, Sholeh Ahmad. Berakhlak dan Beradab Mulia. Jakarta: Al-Maktab Al-Islami. 2002
Khoiri A., Tulus M., Moh D. Akhlak/Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik. 2005.
Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI UMY. 1999.

Anda mungkin juga menyukai