Anda di halaman 1dari 34

1

LATAR BELAKANG
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru dapat dikembang-kempiskan melalui dua
cara : (1) dengan gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil
rongga dada, dan (2) dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau
memperkecil diameter antero-posterior rongga dada.
1

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga pleura,
yaitu, di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru-paru. Hasilnya adalah
kolaps dari paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisa masuk ruang intrapleural melalui
komunikasi dari dinding dada (yaitu, trauma) atau melalui parenkim paru-paru di pleura
viceralis.
Hasil dari terapi pada 480 penderita dengan fraktur multiple costa dan
dihubungkan pada trauma dada yang telah dianalisa. Berdasarkan dari trauma; 55 (25,5%)
pasien pneumotoraks yang berkembang menjadi 71 (32,8%) - hemathorax, 90 (41,7% -
hemopneumotoraks. Terapi konservatif dari pneumo dan hemotoraks dalam beberapa
kasus kebanyakan (biasanya dilakukan tusukan pada rongga pleura, jarang dilakukan
drainage). Pada 47 penderita yang berkaitan dengan trauma yang dengan forced position
(posisi setengah duduk), Bertujuan untuk kateterisasi pada cavum pleura dengan
menggunakan stiletto trocar melengkung dibawah sudut 60 derajat. Pada terapi clotting
hematothoraks digunakan streptokinase yang tercatat berefek positif pada 6 dari 7 pasien.
Indikasi untuk torakotomi dibatasi pada pasien dengan trauma dada yang berhubungan
dengan shock dan kehilangan darah akut. (Rebecca B, 2011).


2

TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan fisiologi sistem respiratorius

Dinding Thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang. Kerangka dinding
thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru,
dan beberapa organ rongga abdomen. Kerangka thorax terdiri dari vertebra thoracica dan
discus intervertebralis, costae dan cartilago costalis, serta sternum. Beberapa otot
pernafasan yang melekat pada dinding dada antara
lain :
Otot-otot inspirasi : M. intercostalis externus, M. levator costae, M. serratus posterior
superior, dan M. scalenus
Otot-otot ekspirasi : M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus
posterior inferior, M. subcostalis


3

Traktus Respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian atas
dan bagian bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring,
hingga orofaring. Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring,
trachea, bronchus (primarius, sekundus, dan tertius), bronchiolus, bronchiolus
respiratorius, ductus alveolaris, dan alveolus. Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus
(superior, anterior, inferior), sementara paru-paru kiri terdiri atas 2 lobus (superior dan
inferior).
2

Rongga thoraks atau cavitas thoracis berisi organ vital paru dan jantung. Paru-paru
dan pleura mengisi sebagian besar rongga thoraks dengan jantung di antaranya, sedangkan
aorta descendens serta oeshophagus terletak di belakang jantung. Pleura terbagi atas 2
lapisan, yaitu: pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis merupakan selaput
tipis dari membrana serosa yang melapisi rongga pleura. Pada daerah yang menghadap
mediastinum, pleura ini beralih meliputi paru-paru sehingga disebut pleura visceralis atau
pleura pulmonalis. Pleura visceralis ini membugkus paru-paru dan melekat erat pada
permukaannya. Ruangan potensial antara kedua lapisan pleura ini disebut cavitas pleuralis
yang hanya berisi lapisan tipis cairan untuk lubrikasi.
2

Volume dan kapasitas paru-paru dapat diukur dengan menggunakan alat yang
disebut spirometer. Dengan menggunakan alat ini, volume paru diklasifikasikan menjadi
4, yaitu:
- Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali
bernapas normal; besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.
- Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah
dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya mencapai 3000
mililiter.
- Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstar maksimal yang dapat
diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal; jumlah normalnya
adalah sekitar 1100 mililiter.
4

- Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah
ekspirasi paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.
Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi
karena gerak otot pernapasan yaitu m.intercostalis dan diafragma yang menyebabkan
rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus
.
3

Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan mengempis
bergantung pada membesar atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang membesar
akan akan menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara akan terhisap ke dalam
alveolus. Sebaliknya bila m.intercostalis melemas maka dinding dada akan mengecil
sehingga udara akan terdorong keluar. Sementara itu, karena adanya tekanan
intraabdominal maka diafragma akan terdorong ke atas apabila tidak berkontraksi. Ketiga
faktor ini yaitu lenturnya dinding thoraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan
intraabdominal menyebabkan ekspirasi jika m.intercostalis dan diafragma kendur dan
tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan
yang pasif.
3

Jika pernapasan gagal karena otot pernapasan tidak bekerja, ventilasi paru dapat
dibuat dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang di dalam thoraks bersamaan
dengan mengembangnya thoraks. Kekuatan tiupan harus melebihi kelenturan dinding
dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdominal. Hal ini dilakukan pada
ventilasi dengan respirator atau pada resusitasi dengan bantuan napas dari mulut ke mulut
Adanya lubang di dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara
masuk ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru
tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding thoraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada
pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup yang diberikan tekanan negatif maka udara
ini akan terhisap dan paru dapat dikembangkan lagi.
3



5

PNEUMOTORAKS
Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura
yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.
4

(Dikutip dari no.5)
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkan oleh
5
:
1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai closed pneumotoraks.
Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk
saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya,
udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.
5

6

2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum
pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter
trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus
respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada
menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan
menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada
meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi
ini disebut sebagai open pneumotoraks.
5
Epidemiologi
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.
6
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumotoraks spontan dan
traumatik. Pneumotoraks spontan merupakan pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa
atau dengan adanya penyakit paru yang mendasari. Pneumotoraks jenis ini dibagi lagi
menjadi pneumotoraks primer (tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari)
maupun sekunder (terdapat riwayat penyakit paru sebelumnya).
5

Insidensinya sama antara pneumotoraks primer dan sekunder, namun pria lebih
banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko
pneumotoraks spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding non perokok.
Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada
dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).
5

Sementara itu, pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung
maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik
maupun non-iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik merupakan tipe pneumotoraks yang
sangat sering terjadi .
5

Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun
Seks : Lebih sering pada pria
7

Pneumotoraks spontan primer
Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia 10-30 tahun
Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun pada laki-
laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan
Pneumotoraks spontan sekunder
Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per 100.000 orang per
tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan 26 per
100.000 pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik per tahun.
Kejadian pneumotoraks spontan primer adalah 18 per 100.000 orang per tahun dan 6
per 100.000 perempuan per tahunnya.
Hal ini terjadi paling sering di usia 20-an, dan pneumotoraks spontan primer jarang
terjadi di atas usia 40.
Pneumotoraks spontan sekunder biasanya terjadi antara usia 60 dan 65.
Antara Tahun 1991 dan 1995 tingkat MRS di UK Hospitalbaik untuk pneumotoraks
spontan primer dan sekunder adalah 16,7 per 100.000 orang per tahun dan 5,8 per
100.000 perempuan per tahun.
Rekurensiakan terjadi pada sekitar 30% dari 45% primer dan sekunder pneumotoraks.
Hal ini sering terjadi dalam 6 bulan, dan biasanya dalam waktu 3 tahun.
7


Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah 7,4
kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2
kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-
laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks
traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin
meningkat.Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 30 tahun dengan puncak
insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering
terjadi pada usia 60 65 tahun.
6



8

Klasifikasi
Pneumotoraks spontan
1. Pneumotoraks Spontan Primer
Pneumotoraks ini merupakan pneumotoraks yang terjadi pada paru-paru yang
sehat dan tidak ada pengaruh dari penyakit yang mendasari. Angka kejadian
pneumotoraks spontan primer (PSP) sekitar 18-28 per 100.000 pria pertahun dan 1,2-6 per
100.000 wanita pertahun Umumnya, kejadian ini terjadi pada orang bertubuh tinggi,
kurus, dan berusia antara 18-40 tahun. Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP
adalah ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru. Udara yang terdapat di ruang
intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis.
Namun banyak pasien yang dinyatakan mengalai PSP mempunyai penyakit paru-paru
subklinis. Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan merokok
meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini.
8

Faktor yang saat ini diduga berperan dalam mekanisme PSP adalah terdapat
sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya. Peningkatan porositas
menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau tanpa perubahan emfisematous paru-
paru. Hubungan tinggi badan dengan peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena
gradien tekanan pleura meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks
paru-paru orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang dapat
mendahului proses pembentukan kista subpleura
9

PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya karena tidak
adanya penyakit paru-paru yang mendasari Pada sebagian besar kasus PSP, gejala akan
berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam. Kecepatan absorpsi spontan udara
dari rongga pleura sekitar 1,25-1,8% dari volume hemitoraks per hari, dan suplementasi
oksigen sebesar 10 lpm akan meningkatkan kecepatan absorpsi sampai dengan empat kali
lipat Beberapa macam terapi yang dapat dilakukan pada pasien PSP antara lain observasi,
drainase interkostal dengan atau tanpa pleurodesis, dan video-assisted thoracoscopic
surgery (VATS).
8,9

Panduan terapi untuk PSP dikeluarkan oleh British Thoracic Society (BTS) dan
American College of Chest Physician (ACCP). Terdapat perbedaan untuk besar-kecilnya
9

pneumotoraks dan jenis terapi untuk PSP kecil simtomatik dan PSP simtomatik yang
stabil di antara keduanya. Berikut adalah ringkasan gabungan panduan terapi menurut
BTS dan ACCP .
9

a. Clinically stable small pneumotoraks
Kedua panduan menyatakan terapi untuk pasien stabil dengan pneumotoraks kecil
(<2 cm, BTS; <3 cm, ACCP) dan gejala minimal adalah dengan melakukan
observasi. Panduan ACCP menyarankan dilakukannya observasi sekitar 3-6 jam,
foto rontgen paru-paru dan pasien diminta untuk kontrol dalam dua hari berikutnya.
9


b. Large pneumotoraks and symptomatic small pneumotoraks
Pasien yang tergolong dalam PSP ini membutuhkan intervensi. BTS
merekomendasikan aspirasi sederhana sebagai terapi lini pertama pada PSP luas
dengan kondisi stabil dan pneumotoraks kecil simtomatis. CXR dilakukan setelah
aspirasi untuk menentukan apakah terdapat perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan
atau pasien masih simtomatis dan jumlah aspirasi awal kurang dari 2,5 liter aspirasi
ulangan dapat dilakukan. Apabila aspirasi pertama sudah lebih dari 2,5 liter atau
aspirasi ulangan tidak berhasil maka pemasangan drain interkostal harus dilakukan.
9

c. Clinically unstable patients with a large pneumotoraks
Pada pasien yang termasuk dalam kategori ini sebaiknya dilakukan pemasangan
drain interkostal dan di-MRS-kan. Paru-paru harus dapat mengembang sepenuhnya
24 jam sebelum drain dilepas. CXR dilakukan setiap 24 jam.
9

d. Surgical intervention
Terapi pembedahan harus mulai dipikirkan apabila terdapat kebocoran udara
persisten atau paru-paru gagal melakukan re-ekspansi setelah 3-5 hari.Indikasi
dilakukannya operasi meliputi terjadinya pneumotoraks ipsilateral yang kedua,
pneumotoraks kontralateral yang pertama, dan adanya reiko pekerjaan seperti
penyelam atau pilot. Pasien dengan profesi tersebut sebaiknya menjalani tindakan
operasi bilateral. Pilihan terapi pembedahan yang dapat dilakukan seperti VATS,
pleural abrasion, surgical talc pleurodesis, pleurectomy, dan open thoracostomy.
9
10

Pada pemasangan drain interkostal, ukuran kateter pleura tidak mempengaruhi
efektivitas drain pada terapi PSP. Selain itu, tidak ada korelasi antara ukuran drain dan
tingkat komplikasi, rekurensi, dan lamanya pasien dirawat. Namun kateter dengan
diameter kecil tidak dapat digunakan apabila terdapat cairan pleura (karena dapat
menyumbat) dan adanya kebocoran udara (menyebabkan reekspansi yang tidak adekuat).
Suction hanya dapat dipertimbangkan 48 jam setelah pemasangan drain untuk mengurangi
resiko terjadinya edema re-ekspansi paru-paru dan harus dikonsulkan kepada dokter ahli
paru-paru. BTS merekomendasikan sistem suction dengan volume besar dan tekanan
rendah (-10 to -20 cm H
2
O). Drain sebaiknya tidak diklem kecuali diminta oleh ahli paru
atau spesialis bedah TKV. Pengekleman drain dapat berbahaya dan tidak ada bukti yang
menunjukkan peningkatan angka keberhasilan atau penurunan resiko rekurensi. Indikasi
klem drain adalah apabila terdapat kebocoran udara terus menerus karena berpotensi
menyebabkan tension pneumotoraks.
9


2. Pneumotoraks Spontan Sekunder
PSS merupakan pneumotoraks yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru
yang mendasari. Umumnya PSS terjadi sebagai komplikasi COPD, fibrosis kistik,
tuberkulosis, pneumocystits pneumonia, dan menstruasi. PSS juga dapat terjadi ada
penyakit intersisial paru seperti sarcoidosis, lymphangioleiomyomatosis, langerhans cell
histiocytosis and tuberous sclerosis. Secara umum udara pada PSS memasuki rongga
pleura melalui alveoli yang melebar atau rusak. Perburukan klinis dan sequelae biasanya
terjadi akibat adanya kondisi komorbid.
8

Causa terbanyak PSS adalah COPD, khususnya COPD sedang-berat. Apabila
pneumotoraks terjadi pasien COPD gejala sesak napas yang progresif muncul dan
biasanya bersamaan dengan nyeri pleuritik. PSS merupakan penanda signifikan untuk
mortalitas pasien COPD. Setiap kejadian pneumotoraks meningkatkan resiko kematian
sampai dengan empat kali lipat. Sekitar 40-50% pasien akan mengalami PSS yang kedua
apabila pleurodesis tidak dilakukan.
8

Untuk penangan PSS, ACCP merekomendasikan pemasangan chest tube untuk
setiap pasien PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna mencegaj rekurensi.
Sedangkan rekomendasi BTS merekomendasikan aspirasi dengan syringe dan kateter
11

untuk pasien pneumotoraks kecil dengan penyakit paru yang mendasari ringan. Sebagian
besar pasien membutuhkan drainase melalui chest tube. Pelepasan chest tube dilakukan
setelah terjadi re-ekspansi paru dan resolusi kebocoran udara. Pleurodesis merupakan
terapi pilihan terakhir dan dilakukan pada pasien dengan kebocoran udara yang tidak
teratasi dan mengalami pneumotoraks rekuren.
9

Pneumotoraks Traumatik
1. Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik
Pneumotoraks iatrogenik merupakan pneumotoraks yang terjadi akibat
pembukaan rongga paru secara paksa saat tindakan diagnosis atau terapi invasif dilakukan.
Tindakan seperti thoracocentesis, biopsi pleura, pemasangan kateter vena sentral, biopsi
paru perkutan, bronkoskopi dengan biopsi transbronkial, aspiasi transtoracic, dan ventilasi
tekanan positif dapat menjadi etiologinya. Akibatnya, pasien perlu lebih lama dirawat di
rumah sakit.
10

Penyebab utama terjadinya pneumotoraks iatrogenik adalah aspirasi jarm halus
transthoracic. Dua faktor yang memegang perang penting adalah ukuran dan kedalaman
lesi. Apa bila lesi kecil dan dalam maka resiko pneumotoraks meningkat. Penyebab kedua
terbanyak adalah pemasangan kateter vena sentral. Penyebab lainnya antara lain akupuntur
transthoracic, resusitasi jantung-paru, dan penyalahgunaan obat melalui vena leher.
10

2. Pneumotoraks Traumatik Non Iatrogenik
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak
pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara dapat masuk
ke rongga pleura langsung ke dinding toraks atau memenuju pleura viseralis melalui
cabang-cabang trakeobronkial. Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai
paru-paru perifer menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari
80% lesi di dada akibat benda tajam.
10

Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis terobek oleh
fraktur atau dislokasi costa. Kompresi dada tiba-tiba menyebabkan peningkatan tekanan
alveolar secara tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk
ke rongga intersisiel dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum.
12

Pneumotoraks terjadi saat terjadi ruptur pada pleura viseralis atau mediastinum dan udara
masuk ke rongga pleura. Manifestasi klinisnya dapat berupa Fallen lung sign/peptic lung
sign di mana hilus paru terletak lebih rendah dari normal atau terdapat pneumotoraks
persisten dengan chest tube terpasang dan berfungsi dengan baik.
10

Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik juga dapat terjadi akibat barotrauma.
Pada suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan tekanannya, sehingga
apabila ditempatkan pada ketinggian 3050 m, volume udara yang tersaturasi pada tubuh
meningkat 1,5 kali lipat daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan
tekanan tersebut, udara yang terjebak dapat mengalami ruptur dan menyebabkan
pneumotoraks. Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada
penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui regulator dan
sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat terjadi seiring dengan penurunan tekanan
secara cepat sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat menyebabkan
pneumotoraks.
10


Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistulanya
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi
negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru
belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan
di dalamnya sudah kembali negatif.Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis
dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena
tekanan vakum pleura negatif .
11

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)
Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara
rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar karena
13

terdapat luka terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh
gerakan pernapasan.Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi
dinding dada yang terluka (sucking wound) .
11

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang
positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta
percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka.
Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan
atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal napas.
11


(Dikutip dari no.11)
14

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
11
:
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil
paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).

Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen
dengan rumus sebagai berikut:
Rumus mengukur volumenya : (A x B) (a x b) X 100%
(A x B)





15

Patofisiologi
Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik,
iatrogenik. Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan
sekunder. Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan
pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun
terapeutik.
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural
ditemukan pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-
assisted thoracoscopic surgery dan torakotomi. Kasus pneumotoraks spontan primer sering
dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari pembentukan bula subpleural,
namun pada sebuah penelitian dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan
bahwa 89% kasus dengan bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus
adalah bukan perokok.
Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori
menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang
kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan-antioksidan serta
menginduksi terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan
meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial
paru menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan
meningkat dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh
udara akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya
keseimbangan tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan
bertambah kecil dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini
adalah timbulnya sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2.
Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam
patogenesis terjadinya pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks
16

spontan primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan,
homosisteinuria, serta sindrom Birt-Hogg-Dube.
Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/penyakit paru yang
sudah ada sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar
yang melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke interstitial
menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara akan berpindah
melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan
pneumotoraks. Beberapa penyebab terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah:
Penyakit saluran napas
o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
Penyakit infeksi paru
o Pneumocystic carinii pneumonia
o Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram negatif
atau staphylokokus)
Penyakit paru interstitial
o Sarkoidosis
o Fibrosis paru idiopatik
o Granulomatosis sel langerhans
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
Penyakit jaringan penyambung
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
o Polimiositis dan dermatomiosis
o Sleroderma
o Sindrom Marfan
o Sindrom Ethers-Danlos

17

Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
Endometriosis toraksis
Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun non-
penetrasi.Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Bila terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes karena tidak ada lagi
tarikan ke luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti
dengan pengembangan paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali.
Tekanan pleura yang normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan
ventilasi pada bagian yang mengalami pneumotoraks.
Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis atau
bedah.Salah satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic
needle aspiration), torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif
(positive pressure mechanical ventilation).Angka kejadian kasus pneumotoraks meningkat
apabila dilakukan oleh klinisi yang tidak berpengalaman.
Pneumotoraks ventil (tension pneumotoraks) terjadi akibat cedera pada
parenkim paru atau bronkus yang berperan sebagai katup searah.Katup ini mengakibatkan
udara bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara
tersebut.Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada perawatan intensif yang dapat
menyebabkan terperangkapnya udara ventilator (ventilasi mekanik tekanan positif) di
rongga pleura tanpa adanya aliran udara balik.
Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura
sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral.
Hal ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung turun
karena venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan
pertukaran udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral.
Hipoksia dan turunnya curah jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang akan
berakibat fatal jika tidak ditangani secara tepat.


18

Diagnosis
a. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah
12
:
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal,
pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada
sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya
pada jenis pneumotoraks spontan primer.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan
6,11
:
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi dinding
dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
19

4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan
dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami
pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami
pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak.
Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks dipisahkan
oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura
visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white line.


Gambar 1. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line.

(Dikutip dari no.13)

20


Gambar 2. Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak
panah merupakan bagian paru yang kolaps.

(Dikutip dari no.13)

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa
maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.Normalnya, sudut
kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke
bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada
rongga pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada
biasanya. Oleh karena itu, seorang klinisi harus lebih berhati-hati saat
menemukan sudut kostofrenikus yang lebih dalam daripada biasanya atau jika
menemukan sudut kostofrenikus menjadi semakin dalam dan lancip pada foto
dada seri. Jika hal ini terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang dengan posisi
tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks berupa tepi
jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya terjadi pada posisi
supine di mana udara berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya daerah
medial.
14

21



Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi
mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).


(Dikutip dari no.13)

- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau
paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong jantung
yang dapat menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani
akan menyebabkan kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu,
sela iga menjadi lebih lebar.
15

22


Gambar 5. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).

(Dikutip dari no.6)

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat masuk
ke dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura (menempelnya pleura
parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi sebelumnya maka
kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien
dengan penyakit paru difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak
memungkinkan kolaps paru komplit. Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai
terjadinya loculated pneumothorax atau encysted pneumothorax. Keadaan ini
terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura.
Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di
daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur.
23


Gambar 6. Loculated Pneumotoraks.

(Dikutip dari no.16)

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi tegak
sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi. Selain itu,
foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.
14


Gambar 3. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi (kiri)
dan dalam keadaan ekspirasi (kanan).

(Dikutip dari no.6)
24

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif menjadi
lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan sehingga lebih
mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang berukuran lebih
kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh
akan terlihat lebih besar daripada ukuran sebenarnya.
14

Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan foto
lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat tertinggi pada
hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah terlihat dibandingkan
pada posisi tegak.
14

Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini
- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung
mulai dari basis sampai ke apeks.

Gambar 7. CT-Scan thoraks yang menunjukkan pneumomediastinum.

(Dikutip dari no.17)


25

- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah kulit.

Gambar 8. Emfisema subkutan.

(Dikutip dari no.18)

- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada kasus
Hidropneumotoraks.

Gambar 9. Hidropneumothoraks.

(Dikutip dari no.19)
26

Dalam kasus pneumotoraks ini kita juga perlu mengetahui bagaimana cara
menghitung luas pneumothoraks. Perhitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama
dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa
cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-
masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus
12
.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus
rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus
adalah :

8
3
512
______
=
________
= 50 %
10
3
1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan
jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan
dikalikan sepuluh
(2)
.



% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)

=
__________________
x 10
3
27

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks

2. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
13


Gambar 10. CT-Scan pneumothoraks.

(Dikutip dari no.13)


(L) hemitorak (L) kolaps paru
(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB
28

Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O
2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi.
Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O
2
. Observasi
dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama
selama 2 hari.Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan
terbuka
11.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar
dengan cara
12
:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut
12

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan
tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus
set yang berada di dalam botol
11,12

2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di
29

dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan
kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan
pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol
yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di
dalam botol
11,12


3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris
atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela
iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah trokar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter
toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung
kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di
botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan
tekanan tersebut
6,11
30

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negatif sebesar 10-20 cm H
2
O, dengan tujuan agar paru cepat
mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan
intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat
dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau
ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali
menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal
12


31



3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan
alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
11




32

Pengobatan tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap
bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
11


Rehabilitasi

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan
secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu
keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak
napas.
11


Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang
dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik,
umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung
penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih
berhati-hati karena sangat berbahaya.

33

Daftar Pustaka

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.
2. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi Tubuh
Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220.
3. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta : EGC. 2005. P.404-419.
4. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).
Cited : [26 September 2011]. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
5. Berck, M. 2010. Pneumothorax.
http://nefrologyners.com/2010/11/03/pneumothorax-2/. Diakses tanggal 25
September 2011 jam 15.20
6. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [26 September 2011]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
7. Korom S, Conyurt H, Missbach A, et al. 2011. Pneumothorax.
http://www.patient.co.uk/doctor/Pneumothorax.htm. Diakses tanggal 25
September 2011. jam 15.15
8. Heffner, JE and Huggins, JT. 2004. Management of Secondary Spontaneous
Pneumthorax: Therss Confusion in the Air. Chest Journal; 125; 190-1192.
9. Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007. Primary Spontaneous Pneumothorax: why all
the confusion over first-line treatment?. Journal of Royal College of Physicians of
Edinburgh; 37:335-338
10. Ylmaz, A, Bayramgrler, B, Yazcolu, O, nver, M, Erturul, M, Gngr, N,
Baran, R. 2002. Iatrogenic Pneumothorax: Incidence and Evaluation of the
Therapy. Turkish Respiratory Journal, August 2003, Vol.3, No.2
11. Alsagaff H, Mukty HA. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
12. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti
34

(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. P. 1063-1068.
13. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [26 September 2011].
Available from www.emedicine.com
14. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology Second
Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.
15. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.
16. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [28 September 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-pneumothorax
17. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [28 September 2011]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
18. DSouza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [28 September 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema
19. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [28 September 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-hydropneumothorax-1

Anda mungkin juga menyukai