Anda di halaman 1dari 2

Peranan Pemerintah untuk Memajukan Pluralisme

Menurut Simon Blackburn dalam bukunya Oxford Dictionary of Philosophy (1995) pluralisme adalah
prinsip bahwa tidak ada pendapat yang benar, atau semua pendapat itu sama benarnya. Jika kita
kembangkan arti pluralisme dalam sebuah Negara maka semua individu di dalam sebuah Negara
memiliki kedudukan yang sama, tidak ada satu masyarakat atau golongan yang akan ditinggikan
ataupun direndahkan. Melihat kondisi Indonesia yang notabennya adalah sebuah negara yang terdiri
dari berbagai agama, budaya dan keyakinan, maka Indonesia dihadapkan pada satu pertanyaan besar
yaitu bagaimana membuat masyarakatnya bersatu dalam kerukunan sosial. Karena seringkali kata
multikultural yang melekat pada Negara ini menimbulkan rasa intimidasi terhadap suatu golongan
atau kelompok. Maka dari itu perlu adanyanya peranan pemerintah untuk mengatasi kemajemukan
masyarakat di Indonesia.

Jika dikembalikan lagi kepada pertanyaan bagaimana seharusnya pemerintah (Eksekutif & Legislatif)
bersikap untuk menjamin seluruh warga Negara bisa hidup secara berdampingan. Pada dasarnya
pemerintah sudah mengantisipasi masalah pluralisme di Indonesia dengan cara membuat sebuah
kebijakan ataupun hukum tertulis untuk mencegah hal tersebut. Tetapi tidak dapat dipungkiri
dikarenakan keberagaman etnis, suku, adat budaya, agama, yang jumlahnya cukup banyak dan tersebar
diseluruh Indonesia menyebabkan terjadinya pergesekan antar individu-individu yang berinteraksi di
dalamnya. Salah satu contoh yang mendasar adalah keberagaman agama di Indonesia. Tentu saja
agama adalah sebuah hal yang sangat sensitive untuk di bahas atau diperdebatkan karena agama
berkaitan dengan kepercayaan masing-masing individu yang menganutnya. Sejak negara ini berdiri
Pemerintah telah mengatur hal tentang Agama atau Kebebasan beragama dalam Konstitusi Negara ini
yaitu UUD 1945 Bab XI Pasal 29 ayat 2
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Sehingga dengan kata lain apabila ada seseorang atau sekelompok orang yang memaksakan sebuah
konsensus di negara ini berkenaaan dengan hal tersebut maka akan bertentangan langsung dengan
hukum atau dasar negara ini. Hukum sendiri merupakan alat yang bersifat objektif dan tidak memihak
kepada siapapun. Selain itu jika kita melihat dari sudut pandang agama misalnya Islam, Islam juga
mengindahkan kemajemukan dalam masyarakat. Hal ini terkandung dalam Surat Al-Hujaraat ayat 13
yang memiliki arti sebagai berikut:
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.
Menurut beberapa pakar agama makna substansial surat al-Hujaraat ayat 13 adalah, bahwa umat
manusia harus menerima kenyataan kemajemukan budaya. Surah ini menegaskan bahwa Allah
menciptakan manusia dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan, menjadikan mereka berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku (etnis), dengan tujuan agar mereka saling mengenal dan menghargai. Dari
kemajemukan itu yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertaqwa kepada-Nya.
Kemajemukan dalam ayat ini menunjuk pada keanekaragaman budaya seperti; gender, ras, suku, dan
bangsa dalam rangka mendatangkan kebaikan dan kediaman di muka bumi.

Namun meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa masih tetap saja ada konflik antar agama dan
etnis di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa masih rendahnya kesadaran akan pentingnya pluralisme
di dalam masyarakat. Ditambah dengan rendahnya pengontrolan dari pemerintah sendiri dan bahkan
terkadang pelaksana kebijakan Negara tidak tegas dalam menangani kasus-kasus yang berkenaan
dengan pencederaan pluralisme di Indonesia. Selain itu adanya kekeliruan suatu masyarakat dalam
memahami dan memaknai pluralisme sehingga menyebabkan tumbuhnya persepsi negatif terhadap
pluralisme. Salah satunya tercermin dalam Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Fatwa ini tentu saja memiliki dampak. Diakui atau tidak, dalam perkembangannya fatwa tersebut
semakin meningkatkan sikap intoleran di masyarakat dan mendorong berbagai kelompok melakukan
penceradaan terhadap pluralisme.

Seharusnya prinsip-prinsip yang menjadi dasar Negara ini tetap dijaga oleh pemerintah untuk
memajukan pluralisme. Perlu adanya penegasan ukuran keterlibatan Negara dalam implementasi
kewajiban Hak Asasi Manusia (HAM). Karena hampir semua hak-hak dasar individu yang terkait
pluralisme, baik dalam bidang keagamaan atau sosiologis, merupakan bagian dari hak-hak sipil dan
politik. Jika pemerintah tidak mengambil tindakan yang tegas maka dapat dipastikan bahwa tidak akan
ada lagi ruang yang memungkinkan untuk hidupnya perbedaan, keberagaman, dan kebebasan di
Indonesia. Alangkah baiknya jika pemerintah dapat mendorong kesadaran pluralis baik melalui proses
struktural maupun kultural, dan juga melembagakan tradisi toleransi. Pengakuan adanya perbedaan
identitas bahkan ideologi antar kelompok haruslah terfasilitasi ke dalam suatu model atau pola
bagaimana proyek pluralisme ini dikelola. Pemerintah harus bisa mengembangkan social trust
kepercayaan antar sesama disemua kalangan masyarakat dan golongan, sehingga masing-masing
kelompok/individu merasa aman tinggal ditengah kelompok yang lain. Selain itu pemerintah harus
menemukan cara untuk memperkokoh identitas nasional daripada identitas golongan/kelompok.
Hingga pada akhirnya identitas nasional sanggup digunakan sebagai penetrasi segala perbedaan untuk
tidak membedakan golongan yang kemudian juga akan memperkuat integrasi nasional.

DAFTAR PUSAKA
Blackburn, Simon, The Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford University Press, 1995.
Al Quran Terjemahan Indonesia.
Pasal 29, Undang-Undang Dasar 1945.
http://immcabangbskm.wordpress.com/2011/06/23/menyikapi-kebhinekaan-budaya-lokal/
http://kumanusiakan.blogspot.com/2007/06/pluralisme-dalam-implementasi-ham.html

Anda mungkin juga menyukai