Anda di halaman 1dari 6

CDK-191/ vol. 39 no. 3, th.

2012
172
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang
terdiri dari proteinuria masif, hipoalbumine-
mia (<2,5 g/dL), edema anasarka, dan hiper-
kolesterolemia. Sebagai pengobatan awal
biasanya diberikan prednison. Respons terha-
dap pengobatan dapat berbeda-beda, sehing-
ga secara klinis sindrom nefrotik dapat dibagi
menjadi sindrom nefrotik responsif steroid,
sindrom nefrotik relaps jarang, sindrom nefro-
tik relaps sering, sindrom nefrotik dependen
steroid, sindrom nefrotik resisten steroid, dan
sindrom nefrotik toksik steroid. Beberapa di
antaranya, seperti sindrom nefrotik relaps se-
ring, sindrom nefrotik dependen steroid, dan
sindrom nefrotik resisten steroid sering dise-
but sebagai sindrom nefrotik yang bermasalah
karena sulit diobati, dan memerlukan pembe-
rian steroid berulang dalam jangka lama dan
dosis tinggi atau pemberian imunosupresan
lain dengan risiko terjadinya berbagai efek
samping. Beberapa imunosupresan telah di-
gunakan dalam pengobatan sindrom nefrotik
bermasalah ini, antara lain kortikosteroid dosis
tinggi, siklofosfamid, klorambusil, levamisol,
takrolimus, vinkristin, atau siklosporin-A, baik
per oral maupun intravena, dengan respons
pengobatan yang berbeda-beda dan kurang
memuaskan. Hasilnya, sebagian pasien re-
sisten terhadap satu atau lebih obat imuno-
supresan tersebut, sedangkan yang lain masih
responsif tetapi menimbulkan berbagai efek
samping, seperti risiko infeksi, trombosis,
dan gagal ginjal.
1,2
Oleh sebab itu, diperlukan
imunosupresan lain yang lebih efektif dengan
efek samping seminimal mungkin.
Telah diketahui bahwa pada sindrom nefro-
tik, terjadi disfungsi limfosit T sistemik yang
mengeluarkan sitokin yang toksik terhadap
membran basalis glomerulus.
3
Sitokin ini me-
nyebabkan perubahan muatan dan ukuran
pada membran basalis glomerulus dan me-
nimbulkan peningkatan permeabilitas din-
ding glomerulus sehingga terjadi proteinuria.
4

Diperkirakan bahwa obat yang mempenga-
ruhi limfosit akan efektif dalam pengobatan
sindrom nefrotik.
5
Mikofenolat mofetil (mofetil mycophenolate,
MMF) merupakan imunosupresan yang dapat
Mikofenolat Mofetil sebagai Terapi
Sindrom Nefrotik Bermasalah pada Anak
Sudung O. Pardede
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Sindrom nefrotik relaps-sering, sindrom nefrotik dependen steroid, dan sindrom nefrotik resisten steroid pada anak merupakan sindrom nefrotik
bermasalah atau yang sulit diobati karena memerlukan steroid dosis tinggi atau imunosupresan lain dalam jangka lama yang dapat menim-
bulkan efek toksik. Berbagai imunosupresan, seperti siklofosfamid, klorambusil, levamisol, atau siklosporin-A, yang diberikan secara oral mapun
intravena, memberikan hasil berbeda-beda dan kurang memuaskan. Mikofenolat mofetil (MMF) merupakan imunosupresan baru yang meng-
hambat enzim inosine monophosphate dehydrogenase (IMPDH), yaitu enzim pada metabolisme purin, bekerja selektif, tidak kompetitif, dan re-
versibel. Pada glomerulonefritis, MMF dapat menurunkan proteinuria, meningkatkan laju fltrasi glomerulus, menyebabkan perbaikan klinis, dan
remisi. Pada sindrom nefrotik relaps-sering dependen steroid, dengan pemberian MMF sebagian pasien tidak mengalami relaps dan penurunan
fungsi ginjal saat pemberian siklosporin mengalami perbaikan hingga mencapai normal. Setelah pemberian MMF, 24/32 pasien (75%) tetap
dalam keadaan remisi dan terjadi relaps pada 8/32 pasien (25%). Di antara pasien yang mengalami remisi, 7 pasien tetap remisi, sedangkan 17
lainnya relaps setelah MMF dihentikan, dan 13/17 pasien diterapi kembali dengan MMF dan terjadi remisi pada 5 pasien, 6 mengalami relaps
jarang, dan 2 mengalami relaps sering. Dengan MMF, terjadi penurunan mean relapse rate dari 4,1 menjadi 1,3 relaps per tahun. Pada sindrom
nefrotik resisten steroid, proteinuria (yang diukur dengan rasio Up/c) turun dari 13,6 + 6 menjadi 3,5 + 2 dan menjadi 4 + 3 setelah 6 bulan dan
24 bulan pemberian MMF. Protein serum meningkat menjadi normal, dan hiperlipidemia (yang diukur dengan kadar kolesterol dan trigliserida)
mengalami perbaikan bermakna. Edema menghilang pada semua pasien dan jumlah perawatan turun dari 4 kali menjadi 1 kali per tahun sete-
lah pengobatan. Pada anak sindrom nefrotik bermasalah, MMF dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan imunosupresan
lain. MMF dapat menyebabkan remisi total, mengubah keadaan resisten steroid menjadi responsif steroid dan menurunkan kejadian relaps.
MMF dapat digunakan sebagai terapi sindrom nefrotik yang sulit diobati.
Kata kunci: sindrom nefrotik, relaps sering, dependen steroid, resisten steroid, mikofenolat mofetil
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 172 4/3/2012 11:47:34 AM
173
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
TINJAUAN PUSTAKA
menginhibisi proliferasi limfosit B dan T.
5
MMF
sudah digunakan untuk mengatasi reaksi pe-
nolakan pada transplantasi ginjal dan dalam
pengobatan penyakit autoimmun, termasuk
glomerulonefritis, nefritis lupus,
6-9
dan nefro-
pati membranosa idiopatik.
7
Pemakaian MMF
pada dewasa sudah sering dilaporkan, tetapi
pemakaian pada anak masih terbatas.
5,6,7
Be-
berapa penulis telah melaporkan pemberian
MMF pada anak dengan hasil yang menjanji-
kan. Pemberian MMF sebagai terapi sindrom
nefrotik pada anak pertama kali dilaporkan
oleh Chandra dkk. (2000).
10

Makalah ini merupakan tinjauan pemakaian
MMF pada sindrom nefrotik bermasalah pada
anak.
MEKANISME KERJA MMF
MMF bekerja menghambat enzim inosine
monophosphate dehidrogenase (IMPDH) pada
sintesis purin.
5,11,12
Sebagaimana diketahui,
sintesis purin dalam sel atau jaringan dapat
terjadi melalui dua jalur utama, yaitu jalur de
novo (de novo pathways) dan jalur penyela-
matan (salvage pathways). Penentuan jalur
yang digunakan bergantung pada enzim hy-
phoxantine-guanine phosphoribosyltransferase
(HGPRTase). Limfosit B dan T tergantung pada
jalur de novo, sedangkan sel lain dapat meng-
gunakan jalur salvage. Dengan demikian, da-
pat dimengerti bahwa sintesis purin melalui
jalur de novo sangat penting untuk respons
proliferasi limfosit T dan B terhadap mitogen.
Jalur salvage yang dikatalisasi HGPRTase tidak
diperlukan dalam proliferasi limfosit dan pada
jalur ini diperlukan 5-phosphoribosil-1-pyro-
phosphate (PRPP).
5

Jalur de novo dimulai dengan pembentukan
nukleotida purin ribosa fosfat yaitu PRPP yang
berasal dari sintesis ribosa-5P dan adenosin
trifosfat (adenosine triphosphate, ATP) oleh
enzim 5-phosphoribosyl-1-pyrophosphate syn-
thetase (PRPP synthase). PRPP akan diubah
menjadi inosin monofosfat (inosine mono-
phosphate, IMP). IMP ini dapat juga berasal
dari adenosin monofosfat (AMP) oleh enzim
adenosin deaminase (ADA). IMP akan diubah
menjadi guanosin monofosfat (GMP) oleh en-
zim inosine 5-monophosphate dehydrogenase
(IMPDH).
Enzim ribonukleotida difosfat reduktase akan
mengubah ribonukleotida difosfat (ADP dan
GDP) menjadi deoksiribonukleotida difosfat
(dADP dan dGDP), yang selanjutnya difosfo-
rilasi menjadi dATP dan dGTP. Defsiensi ADA
dapat menyebabkan penurunan jumlah dan
fungsi limfosit T dan B, tetapi jumlah neutro-
fl, eritrosit, dan trombosit normal. Nukleotida
guanosin (GMP, GDP, dan GTP) dan deoksiGTP
(dGTP) akan menstimulasi enzim PRPP syn-
thetase dan ribonukleotida reduktase dalam
limfosit, sedangkan AMP, adenosin difos-
fat (adenosine diphosphate, ADP), dan dATP
menghambat enzim PRPP synthetase dan
ribonukleotida reduktase. Kelebihan nukle-
otida adenosin dan atau kekurangan nukle-
otida guanosin dapat menurunkan pool PRPP.
Peningkatan dATP dan atau pengurangan
dGTP dapat menghambat aktivitas ribonuk-
leotida reduktase, sehingga menurunkan
pool substrat yang diperlukan untuk aktivitas
polimerase DNA. Dengan kata lain, nukleotida
guanosin dan deoksiguanosin dibutuhkan
untuk respons proliferasi limfosit terhadap
stimulasi antigenik dan mitogenik, sedangkan
peningkatan nukleotida adenosin dan deok-
siadenosin dapat menghambat proliferasi.
Kekurangan GMP (serta GTP dan dGTP) oleh
inhibisi IMPDH akan menimbulkan efek anti-
proliferatif limfosit.
5
MMF adalah prodrug yang dengan cepat
dihidrolisis menjadi bentuk aktif, yaitu asam
mikofenolat (mycophenolic acid, MPA). MPA
akan dimetabolisme menjadi bentuk inaktif,
yaitu glukuronida fenolik inaktif (mycophenolic
acid glucuronide, MPAG). Kurang dari 1% MPA
diekskresi melalui urin dan >87% diekskresi
melalui urin dalam bentuk MPAG. Konsentrasi
MPA dan MPAG akan meningkat pada insu-
fsiensi ginjal.
5

Sebagai inhibitor, MMF bekerja secara se-
lektif, tidak kompetitif, dan reversibel.
5,11,12

MMF mengurangi pool GTP dalam limfosit
dan monosit,
5
menghambat proliferasi dan
fungsi limfosit dan monosit serta mengham-
bat pembentukan antibodi oleh limfosit B.
Efek antiproliferatif MMF disebabkan oleh
berkurangnya atau tidak adanya GTP dan atau
dGTP. MMF juga menghambat rekruitmen
limfosit dan monosit ke tempat infamasi,
menghambat migrasi sel, serta menghambat
produksi sitokin dan growth factor dari limfosit
dan makrofag seperti transforming growth
factor (profbrotic peptide growth factor),
platelet-derived growth factor, dan tumor ne-
crosis factor-.
5,13
MMF dapat juga menurun-
Jalur de novo
RNA
GTP
GMP
deoksi GDP
deoksi GTP
DNA
RNA
ATP
AMP
deoksi ADP
deoksi ATP
DNA
Ribosa-5-P + ATP
5-phosphoribosyl-1-
pyrophosphat (PRPP)
Inosin MP
Mycophenolic acid
(MPA)
3 3
2
IMP dehydrogenase
(IMPDH)
Sintesis
glikoprotein
Salvage pathway
Guanosin
1
Gambar 1 Biosintesis purin
5
Keterangan:
1. HGRPTase PRPP
2. Adenosin deaminase (ADA)
3. Ribonuleotida reduktase
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 173 4/3/2012 11:47:34 AM
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
174
TINJAUAN PUSTAKA
kan jumlah fbronektin dan jaringan kolagen
pada interstitial ginjal sehingga mengurangi
fbrosis.
13

MMF menghambat glikosilasi molekul adhesi
selular dengan mengikat limfosit teraktivasi ke
sel endotel teraktivasi.
5,12,13
MMF akan mengu-
rangi GTP dan menghambat transfer fukosa
dan mannosa ke glikoprotein, yang merupa-
kan molekul adhesi yang diperlukan untuk
melekatkan leukosit ke sel endotel. Selain itu,
MMF juga menghambat glikosilasi pasase
protein yang disintesis melalui aparat Golgi
dan vesikel sekretori. Pasase vesikel ini diatur
oleh GTPase dan penurunan GTP akan meng-
halangi proses ini. Molekul adhesi permukaan,
selektin, berperan pada interaksi awal antara
leukosit dan sel endotel.
5

MMF juga menekan respons limfosit T terha-
dap sel allogenik dan antigen lain dan dapat
menginduksi apoptosis limfosit T teraktivasi.
Telah diketahui bahwa protein-G dapat mem-
pengaruhi transduksi sinyal mitogenik ter-
hadap limfosit T, dan penurunan GTP dapat
mempengaruhi sistem transduksi tersebut.
5

Selain mengurangi nukleotida guanosin,
MMF juga mengurangi tetrahidrobiopterin,
yaitu kofaktor terhadap bentuk inducible ni-
tric oxyde synthase (iNOS). Dengan demikian,
MMF menekan produksi iNOS oleh nitric
oxyde dan, akibatnya, terjadi kerusakan ja-
ringan yang dimediasi oleh peroksinitrit. MMF
juga mengurangi kadar GTP dalam monosit
dan menekan sintesis DNA di dalam sel darah
perifer. Efek jangka lama MMF dapat menu-
runkan produksi sitokin pro-infamatorik dan
meningkatkan produksi antagonis reseptor
IL-1. MMF tidak menghambat GMP synthetase,
enzim yang mengubah XMP menjadi GMP,
5

dan tidak mempengaruhi eritropoiesis karena
pada eritrosit, sintesis purin terjadi melalui ja-
lur salvage.
14

PEMAKAIAN MMF
MMF sebagai terapi sindrom nefrotik resisten
steroid atau relaps pertama kali digunakan
oleh Briggs dkk. (1998). Mereka melaporkan 8
pasien dewasa dengan sindrom nefrotik yang
terdiri dari 2 kelainan minimal, 1 glomerulo-
sklerosis fokal segmental (GSFS), 3 nefropati
membranosa, dan 2 dengan nefritis lupus.
MMF diberikan baik sebagai monoterapi mau-
pun kombinasi dengan steroid dosis rendah
dan menyebabkan penurunan proteinuria
dan stabilisasi kreatinin serum.
15

Pada tahun 2002, Choi dkk., melaporkan 46
pasien dewasa dengan sindrom nefrotik ber-
masalah yang diobati dengan MMF selama
>3 bulan. Dengan pemberian MMF, terdapat
penurunan proteinuria atau rasio Up/c secara
bermakna dari 4,7 menjadi 1,1; peningkatan
albumin serum secara bermakna dari 3,4 men-
jadi 4,1 g/dL, kolesterol serum turun dari 270
menjadi 220 mg/dL, dan terdapat perbaikan
fungsi ginjal pada 4 dari 23 pasien yang me-
ngalami penurunan fungsi ginjal. Tujuh pasien
mengalami remisi total, 17 pasien mengalami
remisi parsial, 5 pasien mengalami penurunan
proteinuria. Sebanyak 16 pasien sindrom
nefrotik mengalami perbaikan menjadi non-
nefrotik. Sebagai kesimpulan, pada sebagian
besar pasien glomerulopati primer, MMF da-
pat ditoleransi dan dapat memperbaiki sin-
drom nefrotik dengan fungsi ginjal yang tetap
stabil.
8
Meskipun pemakaian pada anak masih terba-
tas, MMF telah digunakan pada transplantasi
ginjal seperti dilaporkan oleh beberapa penu-
lis, antara lain Arbeiter dkk. (2000) melaporkan
pada anak umur 16 tahun,
14
Jacqz-Aigrain
dkk. (2000) melaporkan pada 9 anak beru-
mur 8,2 + 3,5 tahun,
11
Bunchman dkk. (2001)
melaporkan pada 100 anak berumur 3 bulan
18 tahun,
16
David-Neto dkk. (2003) melapor-
kan pada 22 anak berumur 7,7 + 2,9 tahun.

17
MMF juga telah digunakan pada penyakit
autoimun, seperti glomerulonefritis, vaskulitis,
penyakit jaringan kolagen, nefritis lupus, sin-
drom Goodpasture, dan lain-lain.
9,11,12,14,16-19

Filler dkk. (2003) melaporkan pemakaian
MMF pada 15 anak dengan vaskulitis dan pe-
nyakit jaringan kolagen yang terdiri dari LES
termasuk 1 dengan sindrom antibodi anti-
fosfolipid, granulomatosis Wagener, sindrom
Goodpasture, nefritis Henoch-Schonlein, dan
nefritis tubulointerstitial berat. MMF diberikan
dengan lama median 491 hari. Secara statistik
terdapat penurunan proteinuria, peningkat-
an laju fltrasi glomerulus (LFG), peningkatan
komplemen C
3
dan C
4
, serta perbaikan klinis
dan remisi selama pemberian MMF. Terdapat
1 pasien yang tidak mengalami perbaikan ka-
rena jangka pemberian yang pendek, dan 2
pasien mengalami relaps karena tidak patuh
berobat. Satu pasien menjalani hemodialisis
karena tidak responsif dengan metilpredni-
solon, dan dengan pemberian MMF terjadi
perbaikan yaitu pasien tidak lagi menjalani
hemodialisis dan LFG meningkat dari 7 men-
jadi 55 mL/menit/1,73 m
2
LPB.
18

Biasanya MMF diberikan dengan dosis 500 -
1200 mg/m
2
LPB/hari 2 kali sehari. Filler dkk.
(2003) menganjurkan pemberian MMF de-
ngan dosis 850-900 mg/m
2
LPB/hari atau 22
mg/kg berat badan, dengan rentang dosis
17-42 mg/kgbb/hari.
18
The Pediatric MMF study
group menganjurkan dosis MMF 15-30 mg/
kg BB atau 600 mg/m
2
LPB/hari.
7
Barletta dkk.
(2003) memberikan MMF dengan dosis inisial
800 mg/m
2
LPB/hari dan dinaikkan secara
titrasi hingga 1200 mg/m
2
LPB/hari.
14
Pemakaian MMF pada anak sebagai terapi
sindrom nefrotik belum banyak dilaporkan,
dan pertama kali dilaporkan oleh Chandra
dkk. (2000).
10
Kemudian beberapa peneliti
melaporkan pemakaian MMF sebagai terapi
sindrom nefrotik, yang dikombinasi dengan
imunosupresan lainnya, dengan hasil yang
baik.
12,19,20
Dari penelusuran kepustakaan,
MMF telah diberikan sebagai pengobatan sin-
drom nefrotik relaps sering, dependen steroid,
dan resisten steroid meskipun dengan jumlah
sampel yang terbatas.
PENGOBATAN SINDROM NEFROTIK
RELAPS SERING DAN DEPENDEN
STEROID
Barletta dkk. (2003) melaporkan pemberian
MMF pada 14 pasien sindrom nefrotik beru-
mur 41-190 bulan yang sudah diterapi de-
ngan imunosupresan lain, seperti siklofosf-
amid dan siklosporin A. Ke-14 pasien ini terdiri
dari 9 pasien sindrom nefrotik relaps-sering
dependen steroid dan 5 pasien sindrom ne-
frotik resisten steroid. Sepuluh pasien diterapi
dengan siklosporin A tetapi tidak dapat disa-
pih karena selalu terjadi relaps jika siklosporin
dihentikan, dan 4 lainnya tidak mendapat sik-
losporin A. MMF diberikan dengan dosis ini-
sial 800 mg/m
2
LPB/hari dan dinaikkan secara
titrasi hingga 1.200 mg/m
2
LPB/hari selama
leukosit >4.000/uL, diberikan 8-12 minggu.
Selain itu, diberikan juga obat penghambat
H
2
untuk mencegah efek samping gangguan
saluran cerna. Pada 10 pasien yang menda-
pat siklosporin, 5 pasien mendapat MMF
monoterapi sebagai pengganti siklosporin
dan mengalami remisi, dan pada 5 lainnya
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 174 4/3/2012 11:47:35 AM
175
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
TINJAUAN PUSTAKA
dilakukan penyapihan siklosporin dan steroid
yang dipantau selama 1-2 tahun dengan hasil
2 pasien tetap dalam keadaan remisi, 2 pasien
mengalami relaps 1 kali tetapi responsif terha-
dap steroid jangka pendek, siklosporin dan
MMF dihentikan pada 1 pasien dan tetap
dalam keadaan remisi selama 10 bulan. Pada
4 pasien yang tidak mendapat siklosporin A,
terdapat penurunan kejadian relaps per tahun
dari 4,25 + 0,63 menjadi 1,75 + 0,48, dan 1
pasien tetap dalam keadaan remisi meskipun
steroid dan MMF dihentikan. Pada penelitian
ini, secara umum, rerata relaps 12 bulan sebe-
lum dan saat pemberian MMF turun dari 2,85
+ 0,4 menjadi 1,07 + 0,3, dan perbedaan ini
bermakna secara statistik. Pada 2 pasien yaitu
1 dari kelompok yang mendapat siklosporin A
dan 1 dari yang tidak mendapat siklosporin A,
mengalami relaps 3 kali dalam 12 bulan pem-
berian MMF. Ada 6 pasien yang bebas dari sik-
losporin dan steroid setelah pemberian MMF
dan 2 pasien tanpa relaps meskipun MMF
dihentikan. Pada 2 pasien, MMF tidak dapat
ditoleransi dan terdapat efek samping berupa
sakit perut, diare, malaise, dan splenomegali.
Pada ke-14 pasien ini, tidak terdapat leukope-
nia atau komplikasi infeksi.
19

Gellerman dan Querfeld (2004) melaporkan
7 anak sindrom nefrotik relaps sering de-
ngan median umur 12,7 tahun (9-16 tahun)
yang terdiri dari 6 sindrom nefrotik kelainan
minimal dan 1 dengan GSFS. Semua pasien
ini sudah mendapat siklosporin jangka lama
dengan rerata 67,4 bulan dan 5 di antaranya
mendapat obat alkylating dengan atau tanpa
levamisol. Setelah terjadi remisi dengan ste-
roid, diberikan MMF dengan dosis 500 mg/
m
2
LPB 2 kali sehari dan dosis disesuaikan
dengan kadar asam mikofenolat dalam darah
antara 1,5 4,5 ug/ml. MMF diberikan selama
15,3 39 bulan (median 25,4 bulan). Selama
pengobatan, 5 dari 6 pasien tidak mengalami
relaps dan 1 pasien mengalami relaps dan
pada saat relaps kadar asam mikofenolat da-
lam darah hanya 1 ug/mL. Pada 5 dari 6 pasien
sindrom nefrotik kelainan minimal yang me-
ngalami penurunan fungsi ginjal saat pembe-
rian siklosporin terjadi perbaikan fungsi ginjal
hingga mencapai normal setelah siklosporin
dihentikan. Satu pasien GSFS dengan resisten
steroid mendapat siklosporin selama 6,5 ta-
hun yang mengalami remisi dengan steroid
puls dan plasmaferesis. Lima bulan kemudian
terjadi lagi relaps yang tidak responsif dengan
siklosporin, steroid puls, dan plasmaferesis.
Kemudian diberikan MMF sebagai tambahan
siklosporin dan 6 minggu kemudian terjadi
remisi total. Pasien tetap dalam keadaan re-
misi total selama 28 bulan dengan MMF dan
siklosporin dosis rendah. Efek samping beru-
pa akne konglobata juvenilis terjadi pada 1
pasien. Disimpulkan bahwa pada sindrom ne-
frotik relaps sering dengan kelainan minimal
dan GSFS, MMF dapat memberikan remisi to-
tal dengan perbaikan fungsi ginjal tanpa efek
samping yang berarti.
20
Hogg dkk. (2004) melaporkan pemberian
MMF pada 33 anak di 14 pusat nefrologi anak
di Amerika dengan diagnosis sindrom nefro-
tik dependen steroid (81%) atau relaps ser-
ing (19%) dengan efek samping steroid yang
serius. Penelitian ini dilakukan untuk menge-
tahui apakah MMF dapat mempertahankan
keadaan remisi tanpa steroid dan apakah
remisi dapat tetap bertahan apabila MMF di-
hentikan. MMF diberikan dengan dosis 600
mg/m
2
/hari dibagi 2 dosis selama 24 minggu
dan kemudian di-tapering-of selama 4 ming-
gu. Prednison dosis alternating diberikan se-
jak awal selama 16 minggu. MMF dihentikan
pada 1 pasien ketika ia mengalami relaps
hanya setelah 2 hari terapi, dan pasien ini tidak
diperhitungkan lagi dalam hasil penelitian.
Pada penelitian ini, didapatkan 8/32 pasien
(25%) mengalami relaps sewaktu mendapat
MMF (5 ketika mendapat MMF dan prednison
dan 3 ketika mendapat MMF saja). Sebanyak
24 (75%) tetap dalam keadaan remisi selama
pemberian MMF, 7 di antaranya tetap dalam
keadaan remisi selama rerata 18,5 bulan
(rentang 11-28 bulan) meskipun MMF telah
dihentikan, dan 17 mengalami relaps sete-
lah MMF dihentikan. Tiga belas di antara 17
pasien yang mengalami relaps ini mendapat
MMF lagi dan 5 di antaranya mengalami remi-
si, 6 mengalami relaps jarang dan 2 mengalami
relaps sering. Berdasarkan penelitian ini disim-
pulkan bahwa MMF efektif untuk mempertah-
ankan keadaan remisi pada sindrom nefrotik
dependen steroid dan frekuen relaps.
21

Al-Akash dan Al-Makadma (2004) melaporkan
pemberian MMF pada 9 pasien sindrom nefro-
tik dependen steroid dan relaps sering yang
berumur 2,9 - 10 tahun (rerata 5,8 tahun) yang
sudah mendapat levamisol atau siklofosfamid.
Biopsi ginjal dilakukan pada 7 pasien dengan
gambaran patologi anatomi glomerulonefri-
tis mesangial proliferatif. MMF diberikan de-
ngan dosis 500-1087 mg/m
2
LPB/hari (rerata
948 mg/m
2
/hari) dan difollow-up selama 4-20
bulan ( rerata 8,8 bulan). Delapan di antara 9
pasien mengalami perbaikan dengan menu-
runnya mean relapse rate dari 4,1 menjadi 1,3
relaps per tahun. Sampai akhir pengamatan, 6
pasien tidak mendapat prednison dan pada 3
pasien, prednison diturunkan. Hanya 1 pasien
yang gagal dengan terapi MMF dan diganti
dengan siklofosfamid. Disimpulkan bahwa
MMF efektif dan aman menurunkan insidens
dan risiko relaps sindrom nefrotik dependen
steroid dan atau relaps sering.
22
Okada dkk. (2004) melaporkan 6 anak sin-
drom nefrotik relaps sering dengan gamba-
ran patologi anatomi kelainan minimal dan
1 dengan sindrom nefrotik resisten steroid
dengan gambaran patologi anatomi GSFS. Se-
mua pasien ini sudah diterapi dengan steroid
dan siklosporin, dan 4 di antaranya mendapat
siklofosfamid. MMF diberikan dengan dosis
750-1.000 mg/m
2
/LPB/hari dibagi 2 dosis
dan dosis prednison diturunkan. Pada ke-6
pasien sindrom nefrotik relaps sering terjadi
penurunan angka relaps dari 1,6 + 0,8 men-
jadi 0,5 + 0,8 setelah terapi MMF, meskipun
siklosporin sudah dihentikan dan prednison
diturunkan, tetapi terdapat 1 pasien yang re-
sisten terhadap MMF. Pada pasien sindrom
nefrotik resisten steroid yang tidak responsif
dengan siklosporin, MMF menyebabkan remi-
si total meskipun steroid dihentikan. Efek sam-
ping berupa gangguan saluran cerna ringan
ditemukan pada 2 pasien dan tidak terdapat
leukopenia.
23
PENGOBATAN SINDROM NEFROTIK
RESISTEN STEROID
Chandra dkk. (2000) melaporkan pemberian
MMF pada seorang anak dengan sindrom
nefrotik sejak umur 2 1/2 tahun dengan gam-
baran patologi anatomi GSFS yang tidak re-
sponsif terhadap prednison. Sejak itu pasien
sering mengalami relaps dan pernah menda-
pat siklofosfamid, metilprednisolon intravena,
dan siklosporin A. Setelah didiagnosis sin-
drom nefrotik resisten steroid dan mendapat
enalapril, pasien diterapi dengan monoterapi
MMF yang dosisnya dinaikkan secara ber-
tahap. Gambaran laboratorium pada awal
pengobatan memperlihatkan proteinuria per-
sisten, rasio protein/kreatinin 1,3; albumin 4,0
g/dL; dan kolesterol 241 mg/dL. Enam bulan
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 175 4/3/2012 11:47:36 AM
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
176
TINJAUAN PUSTAKA
kemudian, rasio protein/kreatinin turun men-
jadi 0,11 dan kreatinin serum 1,0 mg/dL. Sebe-
las bulan kemudian kreatinin serum 1,3 mg/
dL; albumin 4,1 mg/dL; kolesterol 187 mg/dL;
dan rasio protein/kreatinin 0,38. Pasien tetap
dalam keadaan remisi selama 14 bulan den-
gan pertumbuhan yang normal disertai remisi
tanpa efek samping steroid. Pasien menga-
lami relaps sewaktu pasien masih mendapat
MMF, dan diterapi dengan metilprednisolon
intravena dan MMF, dan terjadi remisi. Selama
pemberian MMF, tidak terdapat gangguan
saluran cerna, leukopenia, atau peningkatan
enzim hati. Sebagai kesimpulan, MMF mono-
terapi dapat menyebabkan remisi total selama
14 bulan pada sindrom nefrotik resisten ste-
roid dan mengubah keadaan sindrom nefrotik
resisten steroid menjadi responsif steroid.
10

Montane dkk. (2003) melaporkan pemberian
MMF yang dikombinasi dengan pengham-
bat angiotensin pada anak dengan sindrom
nefrotik resisten steroid dengan gambaran
patologi anatomi GSFS. Ada 9 pasien dengan
awitan terjadinya sindrom nefrotik 2 hingga
15 tahun (rerata 9,2 + 5,4 tahun). Pasien ini
sudah mendapat terapi steroid dosis tinggi
baik per oral maupun intravena minimal 4
bulan. Semua pasien sudah diterapi dengan
siklosporin dan atau takrolimus, dan 5 pasien
diterapi dengan obat alkilating (siklofosfamid
atau klorambusil) dengan hasil yang tidak me-
muaskan. MMF diberikan dengan dosis 250
hingga 500 mg/m
2
/LPB

per hari, maksimum 2
gram per hari setelah metilprednisolon infus
dosis 15 mg/kgbb sekali seminggu, selama
4-8 minggu. Kemudian diberikan pengham-
bat angiotensin converting enzyme (enalapril
atau kaptopril) atau penghambat reseptor an-
giotensin II (losartan atau kandesartan). Fungsi
ginjal tetap stabil pada 8 pasien, tetapi pada 1
pasien terdapat penurunan fungsi ginjal men-
jadi gagal ginjal terminal karena tidak teratur
berobat. Rerata LFG sebelum pemberian MMF
118 + 35 mL/menit/1,73 m
2
dan menjadi 104
+ 37 mL/mnt/1,73 m
2
setelah 24 bulan. Pro-
teinuria yang diukur dengan rasio Up/c turun
dari 13,6 + 6 menjadi 3,5 + 2 setelah 6 bulan
dan menjadi 4 + 3 setelah 24 bulan pembe-
rian MMF. Tiga pasien mengalami remisi total
dan 6 mengalami remisi parsial setelah 6 bu-
lan. Protein serum meningkat menjadi normal
meskipun rerata albumin masih <3 g/dL pada
bulan ke-24. Selain itu, metabolisme lemak,
kolesterol, dan trigliserida plasma mengalami
perbaikan secara bermakna pada semua pa-
sien. Edema menghilang pada semua pasien
dalam 2 bulan pengobatan. Jumlah perawa-
tan menurun dari 4 kali pe tahun sebelum
pengobatan menjadi 1 kali per tahun sete-
lah pengobatan. Menghilangnya edema dan
penurunan jumlah perawatan merupakan
respons klinik yang sangat bermakna pada
pemberian kombinasi MMF dan pengham-
bat angiotensin. Efek samping steroid seperti
obesitas juga berkurang. Sebagai kesimpulan,
kombinasi MMF dan penghambat angioten-
sin dapat menanggulangi masalah pada GSFS
serta mengurangi efek samping pengobatan
konvensional, namun masih diperlukan pene-
litian lebih lanjut.
12
Voznosenskaya dkk., (2004) melaporkan 8
anak dengan sindrom nefrotik resisten steroid
berumur 11,6 + 0,87 tahun pada saat pembe-
rian MMF, dengan gambaran patologi anatomi
GSFS pada 3 pasien, glomerulonefritis mesan-
gial proliferatif 4 pasien, dan glomerulonefritis
kresentik pada 1 pasien. Pasien sudah diterapi
dengan metilprednisolon puls dan siklofosfa-
mid, dan 1 pasien pernah mendapat siklospo-
rin. MMF diberikan dengan rerata dosis 1000
mg/m
2
/hari (rentang dosis 843-1087) selama
12-24 bulan. Selain MMF diberikan juga in-
hibitor angiotensin converting enzyme serta
prednisolon dengan dosis yang di-tapering.
Setelah pengobatan, terdapat hasil berupa
remisi total pada 2 pasien, remisi partial pada
3 pasien, penurunan kadar proteinuria pada 3
pasien, dan 1 pasien tidak responsif.
24
Okada dkk. (2004) melaporkan 1 pasien sin-
drom nefrotik resisten steroid dengan gamba-
ran patologi anatomi GSFS dan sudah diterapi
dengan siklosporin. Pada pasien ini, MMF
menghasilkan remisi total meskipun steroid
telah dihentikan.
23
INTERAKSI DAN EFEK SAMPING MMF
Antasid aluminium dapat menghambat ab-
sorbsi MMF. Kolestiramin dapat menurunkan
kadar MPA plasma, mungkin karena mengikat
MPA dalam usus. Dengan demikian sebaiknya
dihindari pemberian MMF dengan antasid
dan kolestiramin. Asiklovir dan gansiklovir da-
pat berkompetisi dengan MPAG untuk sekresi
tubular sehingga meningkatkan kadar MPAG
dan antivirus tersebut dalam darah.
5

Efek samping MMF terutama adalah gang-
guan gastrointestinal dan hematologis, se-
perti muntah, diare, dan leukopenia. Selain itu,
kejadian infeksi meningkat terutama sepsis
oleh cytomegalovirus.
5
Meskipun disebutkan
bahwa eritropoiesis tidak dipengaruhi oleh
MMF, tetapi telah dilaporkan terjadinya anemia
setelah MMF. Arbeiter ddk. (2000) melaporkan
terjadinya aplasia eritroid setelah pemberian
MMF.
14
Filler dkk. (2003) melaporkan diare dan
leukopenia masing-masing pada 1 di antara
15, dan infeksi virus berat pada 2/15 pasien.
18

Barletta dkk. (2003) melaporkan efek samping
sakit perut, diare, malaise, dan splenomegali
pada 2/14 pasien, dan tidak terdapat efek
samping leukopenia dan infeksi.
19
Briggs dkk.,
(1998) melaporkan efek samping pada 3 di
antara 30 pasien berupa peningkatan enzim
hati, gastritis berat dan diare, dan limfoma se-
telah 6 bulan pemberian MMF.
6

Jacgz-Aigrain dkk. (2000) melaporkan gang-
guan gastrointestinal berupa nyeri abdo-
men, diare, mual, dan muntah pada 5 dari 9
pasien. Pada 1 pasien terjadi anoreksia berat,
penurunan berat badan, diare, dan pada 4
pasien terjadi nyeri abdomen yang menga-
lami perbaikan setelah dosis dikurangi atau
obat dihentikan.
11
Dosis MMF dikurangi 25%
sampai 33% bila terdapat gejala gastrointesti-
nal yang berat atau persisten. MMF dihentikan
untuk sementara bila jumlah leukosit <4.000/
uL, terjadi demam tinggi, atau gejala gastroin-
testinal yang tidak dapat ditanggulangi. Pem-
berian MMF dihentikan seterusnya jika enzim
hati meningkat >2 kali batas atas nilai normal
tanpa sebab lain atau jika terjadi keganasan.
8

Akne konglobata juvenilis sebagai efek sam-
ping MMF dilaporkan oleh Gellerman dan
Querfeld (2004).
20
PENUTUP
MMF adalah imunosupresan baru yang
menghambat enzim inosine monophosphate
dehidrogenase (IMPDH) pada sintesis purin.
Pada sindrom nefrotik relaps sering, depen-
den steroid, dan resisten steroid, MMF dapat
menginduksi dan mempertahankan remisi,
menyebabkan keadaan resisten steroid men-
jadi responsif steroid, menurunkan insidens
dan risiko relaps, dan menurunkan terpajan-
nya pasien terhadap steroid dan siklosporin.
MMF efektif dan aman sebagai terapi sindrom
nefrotik bermasalah pada anak dan dapat
digunakan sebagai terapi alternatif terhadap
obat alkylating atau siklosporin.
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 176 4/3/2012 11:47:37 AM
177
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1. Haycock G. The child with idiopathic nephrotic syndrome. In: Webb N, Postletheaite RJ, penyunting. Clinical paediatric nephrology, edisi ke-3, Exford University Press, New York, 2003, h.
341-66.
2. Niaudet P. Steroid resistant idiopathic nephrotic syndrome. In: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric nephrology, edisi ke-5, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004, h.557-
74.
3. Shalhoub RJ. Pathogenesis of lipoid nephrosis: a disorder of T-cell function. Lancet. 1974;7:556-9.
4. Bakker WW, van Luijk WHJ. Do circulating factors play a role in the pathogenesis of minimal change nephrotic syndrome? Pediatr Nephrol. 1989;3:341-9.
5. Allison AC, Eugui EM. Mycophenolate mofetil and its mechanisms of action. Immunopharmacology. 2000;47:85-118.
6. Briggs A, Choi MJ, Scheel PJ Jr. Successful treatment of glomerular disease with mycophenolate mofetil. Am J Kidney Dis. 1998;31:213-7.
7. Miller G, Zimmerman R, Radhakrishan J, Appel G. Use of mycophenolate mofetil in resistant membranous nephropathy. Am J Kidney Dis. 2000;36:250-7.
8. Choi MJ, Eustace JA, Gimenez LF, Atta MG, Scheel PJ, Sothinathan R, dkk. Mycophenolate mofetil treatment for primary glomerular diseases. Kidney Int. 2002;61:1098-114.
9. Chan TM, Li FK, Tang CSO, Wong RWS, Fang GX, Ji YL. dkk. Ef cacy of mycophenolate mofetil in patients with difuse proliferative lupus nephritis. N Engl J Med. 2000;343:1156-62.
10. Chandra M, Susin M, Abithol C. Remission of relapsing childhood nephrotic syndrome with mycophenolate mofetil. Pediatr Nephrol. 2000;14:224-6
11. Jacqz-Aigrain E, Shaghaghi EK, Baudouin V, Popon M, Zhang D, Maisin A, dkk. Pharmacokinetics and tolerance of mycophenolate mofetil in renal transplant children. Pediatr Nephrol.
2000;14:95-9.
12. Montane B, Abithol C, Chandar J, Strauss J, Zilleruolo. Novel therapy of glomerulosclerosis with mycophenolate and angiotensin blockade. Pediatr Nephrol. 2003;18:772-7.
13. Bayazit AK, Bayazit Y, Noyan A,Gonlusen G, Anarat A. Comparison of mycophenolate mofetil and azathioprine in obstructive nephropathy. Pediatr Nephrol. 2003;18:100-4.
14. Arbeiter K, Greenbaum L, Balzar E, Muller T, Hofmeister F, Bidmon B, dkk. Reproducible erythroid aplasia caused by mycophenolate mofetil. Pediatr Nephrol. 2000;14:195-7.
15. Briggs A, Choi MJ, Gimenez LF, Scheel PJ Jr. Treatment of primary glomerulopathies (1
0
GN) with mycophenolate mofetil (abstract). Abstract of the ASN 31
st
Annual Meeting, October 1998.
Philadelphia. 1998.: 437
16. Bunchman T, Navarro M, Broyer M, Sherbotie J, Chavers B, Tonshof B, dkk. The use of mycophenolate mofetil suspension in pediatric renal allograft recipients. Pediatr Nephrol. 2001;16:978-
84.
17. David-Neto E, Araujo LMP, Sumita NM, Mendes ME, Castro MCR, Alves CF, dkk. Mycophenolic acid pharmacokinetics in stable pediatric renal transplantation. Pediatr Nephrol. 2003;18;266-
72.
18. Filler G, Hansen M, LeBlanc C, Lepage N, Franke D, Mai I, dkk. Pharmacokinetics of mycophenolate mofetil for autoimmune disease in children. Pediatr Nephrol. 2003;18:445-9.
19. Barletta GM, Smoyer WE, Bunchman TE, Flynn JT, Kershaw DB. Use of mycophenolate mofetil in steroid-dependent and resistant nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2003;18:833-7.
20. Gellermann J, Querfeld U. Frequently relapsing nephrotic syndrome: treatment with mycophenolate mofetil. Pediatr Nephrol. 2004;19:101-4.
21. Hogg RJ, Fitzgibbon L, Bruick J, Bunke M, Ault B, Baqi N, dkk. Clinical trial of mycophenolate mofetil (MMF) for frequent relapsing nephrotic syndrome in children. Abstract. Pediatr Nephrol.
2004, 19:C66: OFC18.
22. Al-Akash SA, Al-Makadma AS. Mycophenolate mofetil (MMF) is efective in steroid-dependent or frequently relapsing nephrotic childrens. Abstract. Pediatr Nephrol. 2004, 19:C93: P002.
23. Okada M, Yagi K, Yanagida H, Kuwajima H, Tabata N, Sugimoto K, Takemura T. Therapeutic efects of mycophenolate mofetil (MMF) on multidrug-resistant intractable nephrotic syndrome.
Abstract. Pediatr Nephrol. 2004, 19:C102:P042.
24. Voznosenskaya T, Sergeeva T, Varshavskiy V, Tsyigin A. Efect of mycophenolate mofetil in nephrotic children. Abstract. Pediatr Nephrol. 2004, 19:C220:P514.
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 177 4/3/2012 11:47:37 AM

Anda mungkin juga menyukai