Anda di halaman 1dari 17

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan bayi yang lazim,
akibat dari obstruksi radang saluran nafas kecil.Penyakit ini terjadi selama
umur 2 tahun pertama, insiden dengan puncak pada sekitar umur 6
bulan.Penyakit ini paling sering menyebabkan rawat-inap bayi di rumah
sakit.Insiden terbanyak di negara-negara berkembang terjadi pada musim
dingin atau musim hujan di negara-negara tropis.
1

Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada
bayi laki-laki berusia 3-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI , dan hidup
di lingkungan padat penduduk. Selain oresnstein, Louden menyatakan
bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki dari
pada anak perempuan.
2

Bronkiolitis terutama disebabkan oleh respiratory Syncitial Virus
(RSV), 60-90% dari kasus dan sisanya disebabkan oleh virus
Parainfluenza, mikoplasma, adenovirus, sangat jarang infeksi primer
bakteri.
3

Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak
berusia 1-2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini
menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan menyebabkan 4500
kematian setiap tahunnya.Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis
biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis
berat mungkin oleh karena kadar maternal ( maternalneutralizing
antibody) yang rendah.
4

Kemampuan tenaga kesehatan dalam diagnosis dan tatalaksana
bronkiolitis pada anak menjadi penting dalam menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang efektif dan efisien.Tindakan
pencegahan juga penting karena tindakan sederhana dapat dilakukan untuk
2

mengurangi angka kesakitan.Oleh karena itu penulis menyusun paper ini
agar dapat membahas bronkiolitis pada anak, terutama dalam praktek
klinis.


1.1 Tujuan
Untuk memahami bronkopneumonia berdasarkan definisi, etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa, diagnosa
banding,penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan dan prognosisnya






















3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil
(bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insiden
tertinggi sekitar usia 6 bulan.
5


2.2 Etiologi
Bronkiolitis 50% disebabkam oleh respiratory syncytial virus
(RSV).Penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent
(mycoplasma pneumonia), adenovirus, dan beberapa virus lainnya.
7

RSV tumbuh dalam sejumlah jenis biakan jaringan, dimana virus
ini menghasilkan sitopatologi sinsitial khas, specimen untuk biakan harus
diantar dengan cepat dalam es basah ke laboratorium karena virus adalah
labil terhadap panas dan amat rentan pada penghancuran oleh pembekuan
atau pencairan
.1


2.3 Epidemiologi
RSV tersebar ke seluh dunia dan tampak dalam epidemic
tahunan.Pada iklim sedang epidemi ini terjadi setiap musim dingin dan
berakhir 4-5 bulan.Bronkiolitis akibat RSV paling sering pada anak laki-
laki dari pada anak perempuan dengan rasio sekitar 1.5:1. Penyakit saluran
pernafasan bawah, terjadi lebih sering dan lebih awal pada kehidupan
sosioekonomi rendah dan keadaan tempat tinggal yang penuh sesak.
1

Penyebaran melalui infeksi droplet ke membrane mukosa, melalui
udara atau kontak langsung, pertumbuhan virus berlangsung selama 1
minggu. RSV juga dapat menyebabkan pneumonitis berat pada orang
berusia lanjut.
1

Kenaikan jumlah perawatan karena bronkiolitis dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu perubahan kriteria perawatan anak dengan IRA,
4

kebiasaan pengasuhan dengan lebih banyak anak yang dititpkan ditempat
penitipan anak.
1


2.4 Patofisiologi
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respon
inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi
mucus, timbunan debris seluler/ sel-sel mati yang terkelupas, kemudian
diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submokosa.
Karena tahanan udara berbanding terbalik dengan diameter penampung
saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan
hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki
penampang saluran respirasi yang kecil. Resistensi pada bronkiolus
meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran
respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air
trapping dan hiperinflasi. Atelectasis dapat terjadi pada saat terjadi
obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.
6

Proses patologis ini akan menganggu pertukaran gas normal di
paru. Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbagan
ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya
akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia
jaringan.Retensi karbodioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali
pada beberapa pasien.Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin
rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat selama
end-expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun.
Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila repirasi mencapai 60x/menit.
6

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan
diganti setelah dua minggu.jaringan mati akan dibersihkan oleh makrofag.
6





5

2.5 Manifestasi Klinis
Karakteristik bronkiolitis RSV adalah
4
:
- Demam, pilek, dan batuk mendahului terjadi gawat nafas selama 1-2
hari
- Demam besifat intermiten dan jarang melampaui 39
o
C
- Pucat, takipneu, takikardia, dan kegelisahan yang berlebihan
- Sianosis yang diperbarat oleh batuk atau usaha saat diberi makan,
terjadi pada kasus berat.
- Pada auskultasi terdengar mengi

Gejala dapat berupa
2
:
- Batuk
- Wheezing (bunyi nafas mengi)
- Sesak nafas atau gangguan pernafasan
- Sianosis ( warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen)
- Takipneu (pernafasan yang cepat)
- Pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)
- Demam
- Retraksi interkotalis (otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi
berusaha keras untuk bernafas) (bronkiolitis available from

2.6 Diagnosa
2.6.1 Anamnesis
3

- Sering terjadi pada anak usia< 2 tahun. Insiden tertinggi pada usia 3-6
bulan
- Anak yang menderita bronkiolitis menderita demam atau riwayat
demam, namun jarang terjadi demam tinggi
- Rhinorrhea, nasal dischange (pilek), sering timbul sebelum gejala lain
seperti batuk, takipneu, sesak nafas, dan kesulitan makan
- Batuk kering dan mengi khas untuk bronkiolitis
6

- Poor feeding. Banyak penderita bronkiolitis mempunyai kesulitan
makan yang berhungan dengan sesak nafas, namun hal tersebut bukan
hal yang mendasar untuk diagnosis bronkiolitis
- Bayi dengan bronkiolitis jarang tampak toksik. Bayi dengan
penampilan toksis seperti mengantuk, letargis, gelisah, pucat

2.6.2 Pemeriksaan fisik
3

- Nafas cepat merupakan gejala utama pada lower respiratory tract
infection (LRTI) terutama pada bronkiolitis dan pneumonia
- Retrasi dinding dada (subkosta, interkosta, dan supraklavikula) sering
terjadi pada pasien bronkiolitis. Bentuk dada tampak hiperinflasin dan
keadaan tersebut membedakan bronkiolitis dari pneumonia.
- Fine inspiratory crackles pada seluruh lapangan paru sering ditemukan
(tapi tidak selalu) pada penderita bronkiolitis.
- Adanya mengi
- Apneu dapat terjadi pada bronkiolitis, terutama pada usia yang sangat
muda, bayi prematur, atau berat badan lahir rendah.

2.6.3 Pemeriksaan laboraturium dan penunjang
Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya
normal, demikian pula dengan elektrolit. Analisa gas darah diperlukan untuk anak
dengan sakit berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik.
3

Pada foto rontgen toraks didapat gambarn hiperinflasi dan infiltrat, tetapi
gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau
atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada
saat konvalesens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang
menyumbat,airtrapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter antero-
posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection
tests (direct immunofluorescence assary dan enzyme-linked immunosorbent
assay, ELISA) atau polymerase chain reaction (PCR), dan pengkuran titer
antibody pada fase akut dan konvelesens.
3

7

Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan
berbabagai skala klinis, misalnya Respiratori Distress Assessment Instrument
(RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju pernafasan / respiratory rate
(RR), usaha nafas, beratnya wheezing, dan oksigenasi.
6

Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratori
Distress Assessment Instrument(RDAI), yang menilai distress napas berdasarkan
2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15
dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan.
8


Tabel 1Respiratori Distress Assessment Instrument (RDAI)
Skor Skor
0 1 2 3 4 mak
sima
l
Wheezing
- Ekspirasi
- Inspirasi
- Lokasi

(-)
(-)
(-)

Akhir
Sebagian
2dr4 lap paru


Semua
3dr4 lap
paru




semua

4
2
2

Retraksi
- Supraklavikular
- Intercostal
- Subcostal

(-)
(-)
(-)

Ringan
Ringan
Ringan

Sedang
Sedang
sedang

Berat
Berat
berat

3
3
3
Total 17


2.7 Diagnosa banding
Dalam penegakan diagnosis, perlu memperhatikan manifestasi klinis
yang dapat menyerupai penyakit lain. Diagnose banding sebaiknya dipikirkan,
misalnya asma bronkial, benda asing dalam trakea, pertussis.
1
Bronkiolitis juga
harus dibedakan dengan bronkopneumonia.
7





2.8 Penatalaksanaan
8

8

Sebagian besar tatalaksanaan bronkiolitis pada bayi bersifat suportif yaitu
pemberian oksigen, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi, dan nutrisi yang
adekuat.Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan
peroral yang adekuat.Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat
inap.Penderita resiko tinggi harus dirawat inap diantaranya berusia kurang dari 3
bulan, premature, kelainan jantung, kelaianan neurologi, penyakit paru kronis,
defisiensi imun, distress napas.Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi
suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi atau bila perlu pemberian antivirus.

2.8.1 Terapi oksigen
Oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk
kasus yang sangat ringan.Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan
afinitas haemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat
diberikan melalui nasal prongs (2liter/menit), masker (minimal
4liter/menit) atau head box. Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan
saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SaO
2
) pad suhu ruangan stabil
diatas 94%. Pemberian oksigen pada saat masuk sangat berpengaruh pada
skor beratnya penyakit dan lama perawatan di rumah sakit.
Penderita bronkiolitis kadang-kadang membutuhkan ventilasi
mekanik, yaitu pada kasus gagal napas, serta apnea berulang.CPAP biasa
digunakan untuk mempertahankan tekanan positif paru. CPAP mungkin
memberi keuntungan dengan cara membuka saluran napas kecil,
mencegah air trapping dan obstruksi. Bayi dengan hipoksemia berat yang
tidak membaik dengan ventilasi konvensional membutuhkan ventilasi
dengan high-frequency jet ventilation atau extracorporeal membrane
oxygenation (ECMO).




2.8.2 Terapi cairan
9

Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan
infus dan diet sonde/nasogastric).Jumlah cairan disesuaikan dengan berat
badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.Cairan intravena diberikan bila
pasien muntah dan tidak dapat minum, panas, distress napas untuk
mencegah terjadinya dehidrasi.Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan
2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak
akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic
Hormone).Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap asam basa dan
elektrolit yang mungkin timbul.

2.8.3 Antibiotik
Apabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita,
peningkatan leukosit atau pergeseran hitung jenis, atau tersangka sepsis
maka diperiksa kultur darah, urin, feses dan cairan serebrospinal,
secepatnya diberikan antibiotic yang memiliki prektrum luas. Pemebrtian
antibiotic secara rutin tidak menujukkan pengaruh terhadap perjalan
bronkiolitis. Akan tetapi keterlambatan dalam mengetahui virus RSV atau
virus lain sebgai penyebab bronkiolitis dan menyadari bahwa infeksi virus
merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder dengan bakteri dapat
menjadi alasan untuk memberikan antibiotika.

2.8.4 Anti virus (Ribavirin)
Ribavirin adalah synthetic nucleoside analogue, menghambat
aktivitas virus termasuk RSV.Ribavirin menghambar translasi messenger
RNA (Mrna) virus kedalam protein virus dan menekan aktivitas
polymerase RNA.Titer RSV meningkat dalam tiga hari setelah gejala
timbul atau sepuluh hari setelah terkena virus.Karena mekanisme ribavirin
menghambat replikasi virus selama fase replikasi aktif, maka pemberian
ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi.

2.8.5 Bronkodilator
10

Penggunaan bronkodilator untuk terapi bronkiolitis telah lama
diperdebatkan selama hamper 40 tahun. Terapi farmakologis yang paling
sering diberikan untuk pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan
kortiosteroid.
Obat-obat beta2 agonis sangat berguna pada penyakit dengan
penyempitan saluran napas karena menyebabkan efek bronkodilati,
mengurangi pelepasan mediator dari sel mast, menurunkan tonus
kolinergik, mengurangi sembab mukosa dan meningkatkan pergeseran
silia saluran napas sehingga efektivitas dari mukosilier akan lebih baik.
Walaupun pemakaian nevulasi dengan beta2 agonis sampai saat ini
masih kontroversi, tetapi masih bias dianjurkan dengan alasan
- Pada bronkiolitis selain terdapat proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian perifer saluran napas (bronkioli)
- Beta2 agonis dapat meningkatkan mukosilier
- Sering tidak mudah membedakan antara bronkiolitis dengan serangan
pertama asma
- Efek samping nebulasi beta agonis yang minimal dibandingkan
epinefrin
Dibagian anak RS Dr. Soetomo menggunakan dosis salbutamol
0,1mg/kg/dosis (0,1 ml larutan 0,1%/kg/dosis).


2.8.6 Kortikosterid
melakukan penelitian pada penderita bronkiolitis yang rawat jalan
mendapat hasil bahwa dengan pemberian deksametason oral 1mg/kg
mengurangi angka rawat inap penderita bronkiolitis

11


2.9 Komplikasi
Pada RSV primer, 1% kasus membutuhkan perawatan di rumah
sakit.Komplikasi utama adalah gagal nafas, yang jarang terjadi pada anak-anak
yang sebelumnya sehat.Sampai dengan dua pertiga kasus fatal terjadi pada pasien
dengan penyakit jantung paru atau yang mengalami imunosupresi.Apneu dan
hipoksia tidak jarang terjadi pada bayi yang dirawat di rumah sakit, karena infeksi
sekunder sering terjadi.Hiperaktivitas saluran nafas dan asma mungkin berkaitan
dengan bronkiolitis pada bayi. Bronkiolitis obliterans sangat jarang terjadi.
4


12

2.10 Pencegahan
Dalam rumah sakit, cara-cara yang paling penting ditujukan pada
penghentian penyebaran nosocomial. Selama musim RSV bayi beresiko tinggi
harus dipisahkan dari bayi-bayi dengan gejal-gejala pernafasan. Jas dan sarung
tangan tersendiri serta cuci tangan yang cermat harus digunakan untuk perawatan
semua bayi dengan infeksin RSV yang dicurigai atau yang pasti.
1

Upaya-upaya untuk mengembangkan vaksin inaktif atau dilemahkan
yang berguna belum berhasil.Sebenarnya, ketidakcukupan proteksi pasca infeksi
RSV alamiah menghilangkan kemungkinan bahwa vaksin yang dilemahkan akan
mencegah penyakit selanjutnya.
1


2.11 Prognosis
1

Mortalitas bayi yang dirawat inap dengan infeksi RSV saluran pernafasan
bawah sekitar 2%.Prognosis lebih buruk pada bayi premature, muda atau mereka
dengan penyakit neuromuscular, paru, kariovaskuler atau sistem imunologis yang
mendasari.
Banyak anak dengan asma mempunyai riwayat bronkiolitis pada masa
bayi.Ada mengi berulang pada 33-50% anak dengan bronkiolitis RSV khas pada
bayi.Kemungkinan kumat bertambah bila ada penyakit alergi.












13

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil
(bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insiden
tertinggi sekitar usia 6 bulan.
Bronkiolitis 50% disebabkam oleh respiratory syncytial virus
(RSV).Penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma
pneumonia), adenovirus, dan beberapa virus lainnya.
Bronkiolitis secara klini ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding
dada dan wheezing.Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboraturium dan penunjang.
Sebagian besar penatalksanaan bronkiolitis pada bayi bersifat suportif,
yaitu pemberian oksigen, pemberian cairan, antibiotic, anti virus, bronkodilator,
dan kortikosteroid.
Mortalitas bayi yang dirawat inap dengan infeksi RSV saluran pernafasan
bawah sekitar 2%.Prognosis lebih buruk pada bayi premature, muda atau mereka
dengan penyakit neuromuscular, paru, kariovaskuler atau sistem imunologis yang
mendasari.

3.2 Saran
Kemampuan tenaga kesehatan dalam diagnosis dan tatalaksana
bronkiolitis pada anak menjadi penting dalam menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas.Tindakan pencegahan juga penting karena tindakan sederhana dapat
dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan.





14

Daftar Pustaka

1. Behrman, Richard. C. Victor. 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Ilmu Anak
edisi 15 volume 2. Jakarta: EGC Hal 1112-1113, 1484
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Bronkiolitis Akut dalam
Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI hal 1233
3.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Bronkiolitis dalam Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Edisi 1: penerbit IDAI hal 30-31
5. Mandal dkk. 2004. Lecture Note Penyakit Infeksi edisi 6. Jakarta:
Erlangga hal 55-56
6. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 2.
Jakarta: FKUI hal 468
7. Rahajoe, Nastiti dkk. Buku Ajar Respiratori Anak edisi1. Ikatan Dokter
Anak Indonesia: Badan penerbit IDAI
8. Setiawati Landia, MS Makmuri. 2005. Tatalaksana Bronkiolitis. Dalam
Contioning Education, Ilmu Kesehatan Anak XXXV, Kapita Selekta Ilmu
Kesehatan Anak IV, Hot Topics in Pediatrics. Surabaya: FK UNAIR













15

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : AKRAM YASSAR
Usia : 13 BULAN
JenisKelamin : Laki-laki
Alamat : jl. Pancing III NO 68 Medan
Agama : Islam
Masuk RS : 29 April 2014
ANANMNESA
KeluhanUtama : demam
KeluhanTambahan: sesak dan sulit menelan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
OS dating ke RS Haji Medan diantar orang tuanya dengan keluhan demam
seak 2 hari yang lalu, demam diraskan naik turun Os uga mengeluhkan sesak seak
2 ari ini. Os Juga merasakan sulit menelan. BAK (+) BAB (+) normal muntah (-),
mual(-).
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU :-
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :-
RIWAYAT PENGOBATAN : pernah berobat ke dokter tapi tidak berkurang
RIWAYAT PERSALINAN : persalinan pervaginam, cukup bulan, BB 3500g
RIWAYAT IMUNISASI : tidak lengkap
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : Nadi: 120x/i, pernafasan :24x/i, suhu: 38,6
0
C
Status Gizi : gizi



16

PEMERIKSAAN PENUNJANG (16 APRIL 2014)
DarahLengkap
Haemoglobin : 10,9g/dl
Hitung eritrosit : 3,7juta/ul
Hitungleukosit : 12.300/ul
Hematokrit : 30,2%
Trombosit : 528.000/ul
MCV : 82,1FL
MCH : 29,5pg
MCHC : 36 %
Eosinofil : 1 %
Basophil : 0%
N. segmen : 63%
N. batang : 0%
Limfosit : 30%
Monosit : 6%
LajuEndapDarah : 19mm/jam
DIAGNOSA BANDING :
Bronkiolitis
Bronkopneumonia
DIAGNOSA KERJA:
Bronkiolitis + delay psikomotor

PENATA LAKSANAAN
IVFD D5% Nacl 0,25% 12gtt/i
Nebul ventolin 1fl/8jam
Injeksi ceftriaxon
Betarhim 2x cth
Diet m1
17

FOLLOW UP
4 Mei 2014
Sensorium : compos mentis
Temperature : 37,1
0
C
HR : 110x/i
RR : 32x/i
Keterangan :
Demam menurun
Terapi :
- Nebul ventolin
- cefadroxsil
- betarhim
- diet m1

Anda mungkin juga menyukai