Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS REMAJA DENGAN

PERILAKU MEROKOK AKTIF DI KOTA SEMARANG



Bani Syabani
Jurusan Psikologi FIP Universitas Negeri Semarang
e-mail : banisyabani93@gmail.com

Abstrak: Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa. Dalam masa transisi itu, remaja mulai meninggalkan masa
kanak-kanak yang telah dilewatinya dan harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki
ambang kedewasaan. Masa remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan dinamika dan
gejolak bila dibandingkan dengan masa-masa atau fase-fase perkembangan manusia lainnya.
Individu pada masa ini sudah tidak mau lagi disebut dan diperlakukan sama seperti anak-
anak, karena secara fungsi fisik atau fisiologis mereka sudah sama dengan manusia dewasa,
yang ditandai dengan ciri utama yaitu sempurnanya fungsi reproduksi. Sementara itu, remaja
juga tidak bisa dan belum bisa disebut sebagai manusia dewasa atau belum bisa termasuk
dalam masa perkembangan manusia dewasa, karena mereka belum matang dari segi
emosional dan belum mandiri secara sosial.
Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai
penyimpangan dan ketidakwajaran. Secara statistik, angka-angka remaja yang berada dalam
ekstrim kiri (negatif) semakin banyak jumlahnya dan semakin hari jumlahnya terus
meningkat. Diantara salah satu contoh permasalahan yang banyak ditemui pada kehidupan
remaja adalah perilaku merokok.
Menurut Perry dkk (Smet, 1994), merokok itu pertama-tama dimulai pada masa
remaja dan percobaan itu terus berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun
waktu beberapa tahun awal. Sejumlah studi seperti yang telah dilakukan oleh Laventhal dan
Dhuyvettere(Smet, 1994) menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara usia 11 dan
13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85 % sampai 90 % sebelum usia 18 tahun.
Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di
Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin
serius. Meskipun remaja sudah cukup mengetahui akibat negatif dari merokok, akan tetapi
jumlah remaja perokok bukan semakin menurun, melainkan semakin meningkat dan
usiamerokok pun semakin bertambah muda. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi
perilaku merokok pada remaja. Menurut Kurt Lewin (Komarasari & Helmi, 2000), perilaku
merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain
disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan.
Menurut Erikson (Komarasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan
adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu pada masa
ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai
masa badai dan topan karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial.
Upaya-upaya untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan
harapan masyarakat.

Kata Kunci : Konformitas, Remaja, Perilaku Merokok.

Abstract: Adolescence is a period of transition or the transition from childhood into
adulthood. In the transition period, teen began leaving childhood that have been passed and
should start preparing to enter the threshold of adulthood. Adolescence is a period full of
dynamics and volatility when compared with periods or phases of the development of other
human beings. Individuals in this age no longer wanted to called and treated the same as
1
children, because of physical or physiological functions they are the same as adult
humans,which is characterized by key attributes of reproductive function flawlessly.
Meanwhile, teenagers can not and can not be called as an adult or can not include in its
infancy adult humans, because they have not matured in terms of emotional and socially
dependent.
Adolescence is often associated with myths and stereotypes about the irregularities
and impropriety. Statistically, the numbers adolescents who are in the extreme left (negative)
the greater the number and getting the numbers continue to rise. Among one example of the
problems that were encountered in the life of a teenager is smoking behavior.
According to Perry et al (Smet, 1994), smoking it first begins in adolescence and
continues to evolve into a trial that regularly use within a few years early. A number of such
studies that have been done by Laventhal and Dhuyvettere (Smet, 1994) confirms that most
smokers start between the ages of 11 and 13 years with the first cigarette, and 85 % to 90 %
before the age of 18 years.
The increasing prevalence of smoking in developing countries, including in Indonesia,
especially among teenagers causing smoke problems become increasingly serious. Although
teenagers is enough to know the negative effects of smoking, but the number of teen smokers
will not decrease, but rather increased and age of smoking was growing younger. There are
several reasons behind smoking behavior in adolescents. According to Kurt Lewin
(Komarasari & Helmi, 2000), smoking behavior is a function of the environment and the
individual. That is, in addition to smoking behavior is caused by factors from within also be
caused by environmental factors. According to Erikson ( Komarasari & Helmi, 2000), teens
start smoking related to the psychosocial aspects of the crisis experienced in their
development during the time when they are searching for their identity. In this stage, often
described as a period of storm and cyclone because of the mismatch between the
psychological and social development. Efforts to find the identity, not all can be run in
accordance with community expectations.

Keywords : The conformity, Adolescents, Smoking Behavior.

PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Dalam masa transisi itu, remaja mulai meninggalkan masa kanak-kanak yang
telah dilewatinya dan harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki ambang kedewasaan.
Masa remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan dinamika dan gejolak bila
dibandingkan dengan masa-masa atau fase-fase perkembangan manusia lainnya. Individu
pada masa ini sudah tidak mau lagi disebut dan diperlakukan sama seperti anak-anak, karena
secara fungsi fisik atau fisiologis mereka sudah sama dengan manusia dewasa, yang ditandai
dengan ciri utama yaitu sempurnanya fungsi reproduksi. Sementara itu, remaja juga tidak bisa
dan belum bisa disebut sebagai manusia dewasa atau belum bisa termasuk dalam masa
perkembanganmanusia dewasa, karena mereka belum matang dari segi emosional dan belum
mandiri secara sosial.
Perubahan-perubahan pada remaja ini secara langsung maupun tidak langsung pasti
akan mempengaruhi perubahan pada area kognisi dan perilaku dari kepribadiannya, serta
2
kehidupan sosialnya. Hal ini tentu akan menimbulkan perasaan yang tidak menentu dan stres
serta kebingungan peran dalam diri remaja. Dan pada akhirnya, remaja pun berusaha
menemukan identitas diri mereka yang sebenarnya.
Menurut teori Erikson (Hurlock, 1999), menjelaskan bahwa pada masa ini remaja
berusaha untuk menemukan jati diri atau identitas dirinya. Pada masa ini, individu
dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan ke mana
mereka menuju dalam kehidupannya. Anak remaja dihadapkan dengan banyak peran baru
dan status orang dewasa seperti misalnya dalam hal pekerjaan dan romantika.
Remaja terus berkembang sesuai dengan pemahaman mereka sendiri dan lebih
cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya. Masa remaja seringkali
dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran.
Secara statistik, angka-angka remaja yang berada dalam ekstrim kiri (negatif) semakin
banyak jumlahnya dan semakin hari jumlahnya terus meningkat. Diantara salah satu contoh
permasalahan yang banyak ditemui pada kehidupan remaja adalah perilaku merokok.
Meski setiap orang sangat mengetahui akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok,
akan tetapi perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merokok merupakan
perilakuyang masih dapat ditolerir oleh masyarakat di negara ini. Hal ini dapat dirasakan
dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali dijumpai orang yang sedang merokok di
lingkungan sekitar, baik di kantor, di pasar, di sekolah, di kampus, dan di tempat umum
lainnya atau bahkan di lingkungan rumah tangga kita sendiri. Hal yang lebih memprihatinkan
lagi adalah usia mulai merokok yang setiap tahunnya semakin muda.
Menurut Perry dkk (Smet, 1994), merokok itu pertama-tama dimulai pada masa
remaja dan percobaan itu terus berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun
waktu beberapa tahun awal. Sejumlah studi seperti yang telah dilakukan oleh Laventhal dan
Dhuyvettere(Smet, 1994) menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara usia 11 dan
13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85 % sampai 90 % sebelum usia 18 tahun.
Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di
Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin
serius. Meskipun remaja sudah cukup mengetahui akibat negatif dari merokok, akan tetapi
jumlah remaja perokok bukan semakin menurun, melainkan semakin meningkat dan
usiamerokok pun semakin bertambah muda. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi
perilaku merokok pada remaja. Menurut Kurt Lewin (Komarasari & Helmi, 2000), perilaku
merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain
disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan.
3
Menurut Erikson (Komarasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan
adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu pada masa
ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai
masa badai dan topan karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial.
Upaya-upaya untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan
harapan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Brigham (Komarasari dan Helmi,
2000)bahwa perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari
kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Tuakli dkk
(Nasution, 2007) mengemukakan bahwa perilaku merokok pertama kali dipengaruhi oleh
adanya perasaan ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Sejalan dengan itu, Sarafino
(Nasution, 2007) menegaskan bahwa modelling atau meniru perilaku orang lain menjadi
salah satu determinan seseorang mulai pertama kali merokok. Sedangkan menurut Smet
(1994), seseorang mulai merokok dikarenakan pengaruh lingkungan sosial.
Oskamp dkk (Smet, 1997) mengungkapkan bahwa seseorang yang merokok awalnya
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, seperti teman-teman, kawan-kawan sebaya, orang
tua, saudara, rekan sejawat, dan media. Tekanan dari teman-teman sebaya merupakan salah
satu diantara faktor yang paling penting memepengaruhi perilaku merokok pada remaja.
Pengaruh keluarga merupakan faktor penentu selanjutnya yang paling penting.
Dengan mencermati berbagai pemaparan dan penjelasan pada uraian yang telah
disampaikan tersebut di atas mengenai banyaknya perilaku merokok yang ditemukan pada
diri remaja berkaitan dengan persepsi merokok dan konformitas yang terjadi serta dimiliki
oleh para remaja, maka dari itu penting kiranya untuk dilakukan penelitian ini, sehingga
dapat diketahui mengenai bagaimana terjadinya korelasi atau hubungan antara persepsi
merokok terhadap perilaku merokok dan konformitas pada remaja perokok aktif. Berdasarkan
pemaparan permasalahan tersebut, peneliti memiliki keinginan untuk melakukan penelitian
dengan judul Hubungan Antara Konformitas Remaja terhadap Perilaku Merokok Aktif
di Kota Semarang.

METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian mengenai hubungan konformitas remaja
terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang ini adalah dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif. Sedangkan desain penelitian yang digunakan pada penelitian
hubungan konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang ini
menggunakan desain korelasional. Metode korelasional digunakan untuk menemukan ada
4
tidaknya hubungan antar variabel, yaitu variabel bebas berupa perilaku merokok dan variabel
terikatnya adalah konformitas remaja, jika terdapat hubungan maka seberapa eratkah
hubungan anatar dua variabel tersebut serta berarti atau tidakkah hubungan dari dua variabel
tersebut. Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki hubungan antar dua variabel
atau lebih berdasarkan koefisien korelasi.
Untuk mengetahui jenis-jenis variabel yang digunakan pada penelitian korelasional
ini maka diperlukan adanya identifikasi pada masing-masing variabel penelitian. Identifikasi
variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama dalam penelitian dan
penentuan masing-masing fungsinya. (Azwar, 1997:61) Variabel penelitian adalah suatu
atribut atau sifat ataupun objek yang mempunyai variasi nilai antara satu dengan yang lainnya
dalam kelompok itu (Sugiyono, 2002). Dalam penelitian korelasional terdapat dua variabel
yaitu variabel bebas/variabel independen dan variabel terikat/variabel dependen. Variabel
bebas/independen berfungsi sebagai variabel yang mempengaruhi terhadap suatu gejala yang
kemudian disebut dengan variabel (X) (Arikunto, 1998:97), atau sebagai variabel prediktor
yang mempengaruhi atau menjadi sebab/pemicu (anteseden) pada timbulnya atau berubahnya
variabel dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel bebas
adalah Konformitas Remaja. Sedangkan variabel terikat atau dependen atau yang disebut juga
dengan variabel kriterion merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas (independen).Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi
oleh variabel bebas yang disebut dengan variabel (Y) (Arikunto,1998:97). Dalam penelitian
ini yang merupakan variabel terikat adalah Perilaku Merokok Aktif di Kota Semarang.
Adapun subjek populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja perokok aktif
yang bersekolah di SMAN 1 Pedurungan Kota Semarang. Sedangkan jumlah sampel yang
ditentukan oleh peneliti yaitu sebanyak 100 subjek. Mengenai teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik random sampling (simple random
sampling), yang dalam prosedur pengambilannya, yaitu setiap anggota populasi memiliki
peluang yang sama dan independen untuk dipilih menjadi anggota populasi. Semakin besar
ukuran sampel random, maka semakin besar kemungkinan untuk representatif terhadap
populasi. (Purwanto, 2011:62).
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode skala.
Dalam penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala Perilaku merokok dan skala konformitas.
Metode skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model likert.
Modelskala ini disusun dengan pernyatan favorable (pernyataan yang mendukung) dan
unfavorable (pernyataan tidak mendukung), dimana setiap pernyataan mempunyai empat
5
pilihan jawaban yaitu SL (selalu), SR (sering), JR (jarang) dan TP (tidak pernah). Skor yang
diberikan bergerak dari 1 sampai 4. Penilaian untuk pernyataan favorable dan unfaforable
adalah sebagai berikut:
No. Pernyataan Nilai
SL SR JR TP
1. Favorable 4 3 2 1
2. Unfavorable 1 2 3 4
Penyusunan skala pada penelitian ini, terdapat dua skala yaitu:
1. Skala Konformitas Remaja,dan
2. Skala Perilaku Merokok Aktif
Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji
validitas eksternal. Validitas eksternal berkaitan dengan generalisasi dari hasil penelitian,
yaitu sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan pada subjek, situasi, dan waktu di luar
situasi penelitian (Seniati, 2008, h.68-75).
Pengujian validitas aitem skala perilaku merokok menggunakan bantuan program
SPSS 20.0 for windows.
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,879
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 5497,651
Df 703
Sig. ,000

Dari perhitungan dengan menggunakan uji KMO ditemukan ataupun diperoleh hasil
sebesar 0,879 yang berarti data tersebut menunjukkan valid. Azwar (1997:158) menyatakan
bahwa data dapat dikatakan valid apabila hasil KMO sebesar 0,5 dan karena semua aspek
tidak terwakili, dan hanya ada 8 aspek yang valid maka peneliti harus kembali mengambil
data ke lapangan, namun karena kepentingan untuk latihan maka dilakukan uji konsistensi
internal untuk memperoleh data. Hasil yang diperoleh dari uji konsistensi menunjukkan
bahwa aitem yang valid terdiri dari aitem no 6, 8, 10, 12, 13, 14, 27, 28. Langkah selanjutnya
adalah menyeleksi butir-butir aitem yang valid maupun gugur untuk tahap uji reliabilitas.
Uji reliabilitas diperlukan untuk mengetahui tingkat keajegan alat ukur yang dipakai.
Alat ukur dapat dikatakan reliable (dapat dipercaya), bila hasil pengukurannya tetap atau nilai
6
yang diperoleh konsisten, walaupun dilakukan pengukuran ulang pada subyek yang sama
(Sutrisno Hadi, 1993).
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (Arikunto, 2010).
Dalam penelitian ini koefisien reliabilitas skala dihitung dengan menggunakan
bantuan program SPSS. Nilai koefisien dalam uji reliabilitas ini angkanya antara 0 1,00.
Semakin nilai koefisiennya mendekati 1,00 berarti reliabilitasnya semakin tinggi. Hasil
perhitungan dengan menggunakan SPSS 20,0 menunjukkan hasil signifikansi reliabilitas
sebesar 0,731 yang berarti menunjukkan bahwa data tersebut reliabel.
Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa uji
kuantitatif dengan menggunakan metode statistik. Data yang didapatkan dari penelitian
berupa angka dan bersifat interval sehingga teknika analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan metode statistik korelasi product moment. Dengan teknik ini
akan diketahui mengenai hubungan antara konformitas remaja terhadap perilaku merokok
aktif di Kota Semarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program
statistik SPSS 20,0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di daerah Pedurungan Kota Semarang tepatnya pada
beberapa siswa Sekolah Menengah Atas SMAN 1 Pedurungan yang mempunyai fokus
permasalahan pada aspek konformitas remajadan perilaku merokok aktif, yaitu pada tanggal
13-14 November 2013. Selanjutnya ditentukan jumlah subjek yang akan dijadikan responden
penelitian yaitu sejumlah 100 responden yang menjadi sampel penelitian dengan
menggunakan tehnik simple random sampling untuk diberikan skala penelitian perilaku
merokok. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian skala perilaku merokok oleh
responden yang telah di tentukan pada saat menjelang aktivitas belajar mengajar sekolah akan
selesai atau sebelum jam pulang sekolah, yaitu saat jam pelajaran terahir akan ditutup peneliti
akan meminta waktunya kepada guru kelas untuk memberikan sejumlah lembar kertas yang
berisi skala konformitas remaja dan perilaku merokok aktif. Selanjutnya para siswa mengisi
skala yang telah diberikan oleh peneliti. Pada kesempatan lain peneliti melakukan pengujian
kembali skala tersebut kepada responden yang sama, namun pada saat kondisi suasana yang
berbeda yaitu ketika sedang berkumpul dan terlihat sedang mengobrol sambil merokok,
kemudian mereka diberikan lagi sejumlah lembar skala konformitas remaja dan perilaku
7
7
merokok aktif untuk kemudian di isi. Penulis memberikan kenang-kenangan berupa sebuah
ballpoint sebagai kompensasi kepada masing-masing subjek.
Untuk menganalisis hasil penelitian, peneliti menggunakan angka yang dideskripsikan
dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode
statistik. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kategorisasi berdasarkan
model distribusi normal (Azwar, 2007: 108). Sesuai dengan rumusan masalah pada bab 1,
permasalahan yang ingin diungkapkan adalah Hubungan Konformitas Remaja terhadap
Perilaku Merokok aktif di Kota Semarang.
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai deskripsi hubungan konformitas remaja
terhadap perilaku merokok aktifdi Kota Semarang, dengan jenis penelitian ini adalah jenis
korelasional. Untuk menganalisis hasil penelitian, peneliti menggunakan angka yang
dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan
metode statistik. Metode statistik digunakan untuk menghitung besarnya Mean Hipotetik
(Mean Teoritik), dan Standard Deviasi () dengan mendasarkan pada jumlah aitem, dan skor
minimal pada masing-masing alternatif jawaban. Kriteria yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan kategorisasi model distribusi normal (Azwar, 2010 dalam Dewi, 2013).
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan teknik One-Sample Kolmogorov-
Smirnov Test.Untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran jika p > 0,05 maka sebaran
dinyatakan normal dan jika p < 0,05 maka dinyatakan tidak normal. Pada uji normalitas
terhadap skala perilaku merokok aktif, diperoleh koefisiensi K-SZ sebesar 1,257 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,085 (p > 0,05 signifikansi) yang berarti menunjukkan bahwa sebaran
data skala perilaku merokok berdistribusi normal.
Pada uji normalitas terhadap konformitas remaja diperoleh koefisiensi K-SZ sebesar
1,021 dengan signifikansi sebesar 0,248 yang menunjukkan bahwa sebaran data
terdistribusisecara normal (asumsi normalitas terpenuhi) karena signifikansi kedua variabel
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan taraf signifikansi 0,05 (5%).
Dari hasil uji linieritas diperoleh hasil nilai F sebesar 6349,919 dan signifikansinya
sebesar 0,000. Angka angka tersebut menunjukkan angka yang signifikan karena
signifikansi 0,000 lebih kecil dibandingkan taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti bahwa ada
hubungan yang linier antara perilaku merokok terhadap konformitas remaja perokok aktif.
Semakin tinggi perilaku merokok yang dimunculkan oleh seorang remaja perokok aktif maka
semakin tinggi pula konformitas yang dimiliki remaja tersebut pada remaja perokok aktif
lainnya, sebaliknya semakin rendah perilaku merokok pada seorang remaja maka semakin
rendah pula konformitas remaja tersebut pada remaja perokok aktif lainnya.
8
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode korelasi product
moment dengan menggunakan bantuan program SPSS 20,0 yang digunakan untuk menguji
hubungan variabel (X) perilaku merokok dengan variabel (Y) konformitas remaja perokok
aktif. Berdasarkan analisis korelasi product moment dengan menggunakan SPSS 20,0
diperoleh koefisiensi korelasi (r) 0,986 angka tersebut menunjukkan angka signifikan 0,000
yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan taraf signifikansi 0,05 yang menunjukkan bahwa
data tersebut memiliki koefisien korelasi yang signifikan. Berdasarkan perhitungan korelasi
tersebut dapat disimpulkan adanya hubungan antara konformitas remaja terhadap perilaku
merokok aktif di Kota Semarang. Sehingga hipotesis yang diajukan diterima.
Pembahasan yang akan dipaparkan oleh peneliti pada penelitian ini terdiri dari dua
bagian yaitu pembahasan mengenai hasil deskriptif dan pembahasan hasil uji hipotesis.
Berikut ini pembahasan yang akan dipaparkan oleh peneliti:
1. Pembahasan Analisis Deskriptif Perilaku merokok aktif di Kota Semarang.
Perilaku merokok adalah suatu wujud manifestasi perilaku berupa kegiatan atau
aktivitas membakar rokok, kemudian menghisap dan menghembuskannya, yang
menimbulkan keluarnya asap rokok yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
Perilaku merokok remaja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala perilaku
merokok, semakin tinggi skor total yang diperoleh maka menunjukkan semakin tinggi
perilaku merokok yang dimunculkan subjek. Demikian sebaliknya, semakin rendah skor total
yang diperoleh subjek menunjukkan semakin rendah perilaku merokok pada diri subjek.
Secara umum perilaku merokok remaja perokok aktif di Kota Semarang berada pada kategori
sedang dengan persentase 70%. Hasil ini berarti bahwa sebagian besar subjek sering
memunculkan perilaku merokok sebagai bentuk konformitas mereka pada remaja perokok
aktif lainnya.
2. Pembahasan Uji Hipotesis
Dalam pengujian hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan SPSS 20,0
menunjukkan bahwa koefisiensi korelasi (r) 0,986 angka tersebut menunjukkan angka
signifikan 0,000 yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan taraf signifikansi 0,05 yang
menunjukkan bahwa data tersebut memiliki koefisien korelasi yang signifikan. Berdasarkan
perhitungan korelasi tersebut dapat disimpulkan adanya hubungan antara konformitas remaja
terhadap perilaku merokok aktif.
Ini berarti sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kekompakan merupakan aspek
penting dalam pembentukan konformitas remaja. Konformitas sendiri adalah penyesuaian
perilaku remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-
9
9
aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku, karena remaja lebih banyak berada
di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah
dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan dan perilaku terkadang lebih besar daripada pengaruh keluarga.Hal tersebut
menjadikan remaja menjadi seseorang yang mudah dalam menirukan perilaku yang sering
dimunculkan oleh kelompok sosialnya diantaranya yaitu perilaku merokok, ketika saat
sedang berkumpul dan berinteraksi dengan teman sebayanya.
Konformitas pada remaja perokok aktif tidak akan terjadi dengan baik apabila remaja
tidak ikut serta dalam memunculkan perilaku merokok dihadapan teman sebayanya yang juga
seorang perokok. Seorang remaja yang conform terhadap kelompok sosialnya akan berbuat
apa saja sehingga bisa diterima oleh kelompok sosialnya, yang notabene adalah
kebanyakanseorang perokok aktif, diantara yang menjadi alasan sehingga seorang remaja
ingin dapat diterima dalam anggota kelompok sosialnya yaitu dengan memunculkan perilaku
merokok.

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan anlisis pada hasil penelitian dan pengujian hiptesis, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok terhadap konformitas remaja
perokok aktif di Kota Semarang
2. Perilaku merokok remaja di Kota Semarang berada pada kategori sedang dengan
persentase sebesar 70%.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran yang dapat disampaikan oleh
peneliti terhadap para remaja yang masih bersekolah pada tingkatan Sekolah Menengah Atas
(SMA) yaitu bahwa perilaku merokok yang merupakan sebagai bentuk perilaku konformis
kepada remaja perokok aktif tidaklah selalu harus diberikan dan dimunculkan oleh remaja
dengan ikut merokok bersama temannya yang perokok, namun bisa dengan sikap dan
perilaku saling menghormati dan menghargai antara sesama, apabila seorang remaja yang
memang bukan seorang perokok, perilaku konformis yang bisa dilakukan yaitu bisa dengan
cara tetap menghormati teman lainnya dan tetap saling menerima satu sama lain yang
notabene adalah perokok aktif.


10
DAFTAR PUSTAKA
Indri Kemala Nasution. 2007. Perilaku Merokok pada Remaja, [Online],
(http://library.usu.ac.id:8080) diakses pada 20 Juli 2008).
Susanti, Y. K. 2004. Hubungan antara Konformitas dan Kepercayaan Diri dengan Perilaku
Merokok Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.
Azwar, S.1997. Reliabilitas dan Validitas (Edisi ke-3).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

11

Anda mungkin juga menyukai