Anda di halaman 1dari 2

MENYIKAPI PLURALISME

Pluralisme adalah sebuah fakta social dimana di dalam sebuah kelompok masyarakat terdapat beberapa
pandangan yang berbeda (plural), sehingga masyarakat di Indonesia dapat kita bilang bahwa termasuk sudah
mengalami pluralisme, karena Indonesia sendiri adalah negara multi - agama dan multi - kultural. Yang menjadi
masalah di sini bukanlah mengenai pluralisme ini sendiri tetapi bagaimana kita menindaki pluralisme tersebut.
Menurut saya, dalam menghadapi kenyataan bahwa Indonesia adalah Negara yang mengalami pluralisme,
solusi terbaik adalah dengan bertoleransi terhadap perbedaan dari masing masing golongan itu sendiri. Karena hal
itu sesuai dengan semboyan Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti meskipun berbeda beda tetapi
tetap satu, dan juga karena Indonesia menganut sistem demokrasi yang juga artinya kita harus menghargai pendapat
orang lain.
Namun di dalam pelaksanaannya, kita masih sering mendapati terjadinya konflik dari masyarakat di
Indonesia yang terjadi karena didasari oleh perbedaan pendapat, terutama mengenai agama. Seperti halnya konflik
yang terjadi di Maluku, Poso, dll. Kalau menurut saya, konflik konflik ini dapat terjadi karena masing masing
pemeluk agama yang berkonflik sama sama menyalahartikan pesan yang mereka dapatkan, karena memang
mayoritas agama akan memiliki perintah dimana mereka dianjurkan untuk mengajak orang lain untuk ikut memeluk
agama tersebut, yang akhirnya dalam implementasinya berujung kepada terjadinya sebuah konflik.
Dalam sepengetahuan saya, meskipun terdapat pesan untuk mengajak orang orang lain mengikuti agama
mereka masing masing, setiap agama juga memiliki pesan di mana mereka harus saling menghormati dan
menghargai perbedaan pendapat, termasuk juga di dalam agama. Saya juga meyakini bahwa setiap agama tentu saja
mengajarkan umatnya untuk menyayangi setiap makhluk ciptaan Tuhan, dan menurut saya itu tidak terkecuali orang
lain yang berbeda agama dengan kita.
Contohnya adalah dalam agama Protestan, di dalam Injil Matthew 22:37-40:
37 Jawab Yesus kepadanya: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri. 40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Lalu dalam agama Kristen, di dalam Injil Apostles 17:26:
Adapun segala bangsa itu merupakan satu masyarakat dan asalnya pun satu juga, karena Tuhan
menjadikan seluruh bangsa manusia untuk menghuni seluruh bumi."
Dan juga dalam Islam, Al Baqarah : 139:


bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu
Dari tiga kutipan dari kitab agama agama tersebut, saya menyimpulkan bahwa meskipun masing
masing agama memang menyuruh umatnya untuk mengajak orang orang lain untuk memasuki agama mereka,
tetapi tetap saja ada batas toleransi yang harus kita jaga, yang mana dengan adanya toleransi antar agama tersebut,
umat manusia di seluruh Indonesia, atau bahkan dunia, akan dapat hidup berdampingan dengan damai.
Di luar konflik yang terjadi berdasarkan perbedaan agama tersebut, terdapat juga konflik yang terjadi
berdasarkan etnis seperti konflik, yang lebih kita kenal sebagai Konflik Sampit, antara suka Dayak dan Madura.
Alasan dari konflik tersebut adalah bagaimana suku Dayak merasa bahwa orang orang transmigran dari suku
Madura mulai menguasai mereka di tanah mereka sendiri dan perbedaan pendapat yang sudah sering terjadi antara
suku Dayak dan Madura. Dari perbedaan pendapat yang tak kunjung selesai tersebut akhirnya mulailah terjadi
tindak kekerasan, yang akhirnya memicu tindak tindak kekerasan lain yang akhirnya berujung kepada
pembantaian.
Dari contoh contoh di atas, saya mengambil kesimpulan bahwa Indonesia memang masyarakat yang
plural tetapi masyarakatnya sendiri masih belum bisa untuk bertoleransi terhadap satu sama lain. Menurut saya, hal
tersebut dapat dimaklumi karena setiap golongan di muka bumi ini tentu saja menginginkan awareness dari orang
lain dan dari hal tersebutlah keinginan untuk menjadi lebih dari golongan lain timbul. Selain itu, ada juga keinginan
untuk melakukan suatu hal dari golongan kita yang mana tidak dapat kita lakukan jika bersama dengan golongan
lain, seperti yang saya rasakan saat saya pertama kali masuk ITB, di mana saya yang beretnis Jawa dan sudah
terbiasa berbicara menggunakan bahasa Jawa tidak dapat mempraktekkan bicara bahasa Jawa terhadap teman
teman baru. Dari keinginan keinginan kecil tersebutlah yang pada akhirnya dibesar besarkan hingga akhirnya
dapat terjadi konflik konflik yang menimbulkan banyak korban mati berjatuhan.
Kalau menurut saya secara pribadi, mencegah konflik antar budaya sedikit lebih mudah dibandingkan
agama, karena dalam suatu lokasi tentu saja terdapat budaya yang diutamakan, seperti misalnya di Jawa, budaya
yang diutamakan tentu saja budaya suku Jawa, atau misalnya di Bali maka budaya yang diutamakan adalah budaya
dari suku Bali, sedangkan dalam agama akan lebih susah untuk dilakukan hal seperti tersebut, dan lagi untuk
menerapkan sistem pemisahan lokasi berdasarkan menurut agama yang akan digunakan pada lokasi tersebut
menurut saya bukanlah solusi yang tepat. Karena itu menurut saya hal yang paling penting untuk dilakukan adalah
bagaimana penyuluhan terhadap masyarakat Indonesia mengenai fakta bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri
dari banyak etnis, banyak budaya, dan banyak agama, dan diperlukannya toleransi terhadap perbedaan pendapat.
Setelah itu, untuk mencegah terjadinya konflik konflik lain di kemudian hari, diperlukan sebuah hukum yang
mengatur dengan tegas mengenai toleransi ini. Dengan begitu, diharapkan masyarakat Indonesia akan dapat hidup
berdampingan satu sama lain tanpa terjadinya konflik dengan tetap menggunakan prinsip pluralisme.

Referensi:
Al Quran, Al Baqoroh:139
Injil Matthew 22:37-40
Injil Apostles 17:26

Anda mungkin juga menyukai