Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN MRPT LAPANGAN

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi dunia peternakan Indonesia antara lain adalah masih rendahnya
produktifitas dan mutu genetik ternak. Keadaan ini terjadi karena sebagian besar peternakan di
Indonesia masih merupakan peternakan konvensional, dimana mutu bibit, penggunaan teknologi
dan keterampilan peternak relatif masih rendah, pemeliharaan ternak dilakukan secara sambilan
(bukan menjadi sumber ekonomi utama) dengan kepemilikan ternak 1-3 ekor. Rendahnya
produktifitas ternak sapi ditandai dengan rendahnya pertambahan bobot badan harian yang rata-
rata masih dibawah 0,4 kg/hari. Dari aspek reproduksi antara lain, panjangnya jarak beranak (calving
interval) sapi betina produktif yang rata-rata diatas 18 bulan serta angka kelahiran (calving rate)
yang masih dibawah 60 % dari sapi betina produktif yang akan berdampak terhadap rendahnya
perkembangan populasi sapi per tahun dan rendahnya pendapatan petani dari usaha ternak sapi.
Faktor keberhasilan ternak salah satunya tergantung pada penampilan reproduksi. Penampilan
reproduksi menyangkut reproduktivitas. Penampilan reproduksi berhubungan dengan efisiensi
reproduksi. Penampilan reproduksi yang baik akan menunjukkan nilai efisiensi reproduksi yang tinggi
. Produktivitas yang masih rendah tersebut dapat diakibatkan oleh berbagai faktor terutama yang
berkaitan dengan manajemen reproduksi. Variabel yang berpengaruh seperti umur pertama kali
melahirkan, umur pertama dikawinkan, jumlah perkawinan per kebuntingan dan jarak kelahiran.
Manajemen reproduksi yang rendah akan menunjukkkan nilai efisiensi reproduksi yang rendah.
Efisiensi reproduksi yang rendah dapat diakibatkan oleh berbagai faktor terutama yang berkaitan
dengan manajemen reproduksi. Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki
peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produksi
ternak, dan sebagai salah satu faktor dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya saing
tinggi. Untuk dapat menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses
manajemen pemeliharaan, pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan hewan ternak yang
terarah dan berkesinambungan. Produksi bibit ternak tersebut diarahkan agar mampu menghasilkan
bibit ternak yang memenuhi persyaratan mutu untuk didistribusikan dan dikembangkan lebih lanjut
oleh instansi pemerintah, masyarakat maupun badan usaha lainnya yang memerlukan dalam upaya
pengembangan peternakan secara berkelanjutan dan berdaya saing.
Peningkatan produksi ternak ruminansia seperti ternak potong sudah merupakan hal yang
seharusnya dilakukan dalam mewujudkan swasembada daging dan meningkatkan pendapatan
masyarakat. Dilihat dari potensi ternak yang ada, produksi daging sapi dalam negeri saat ini belum
menunjukan kemampuan yang sebenarnya, karena kebutuhan dalam negeri belum bisa dipenuhi
dari produksi sendiri, untuk memenuhi kebutuhan terpaksa melakukan impor sekitar 30%. Melalui
fenomena ini pemerintah mengambil kebijakan yakni swasembada daging tahun 2010 yang dikenal
dengan program percepatan swasembada daging sapi (P2SDS). P2SDS menuntut peningkatan
populasi sapi dalam negeri sekitar 1,55 juta ekor dari populasi saat ini 11,28 juta ekor. Upaya
peningkatan populasi ini dapat berasal dari kontribusi peternakan rakyat, perusahaan dan
pemerintah. Tingkat kelahiran berdasarkan data Dinas Peternakan Kota Padang hanya 40%.
Permasalahan perningkatan populasi ternak tidak terlepas dari persoalan reproduksi. Pada
peternakan sapi salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan populasi adalah dengan cara
meningkatkan efsiensi reproduksi. Peningkatan reproduksi dilakukan dengan cara meningkatkan
kelahiran. Peningkatan kelahiran dapat dilakukan dengan mengoptimalkan kemampuan atau potensi
reproduksi. Untuk mencapai sasaran tersebut antara lain dengan cara mengetahui manajemen
reproduksi. Hal ini bertujuan untuk memperpendek jarak kelahiran.
Peningkatan produktivitas sangat tergantung kepada bibit yang baik, ketersediaan makanan yang
kontinu dan bernilai gizi, sistem pemeliharaan dan tata laksana perkawinan yang baik serta
manajemen reproduksi dan penanganan kesehatan yang baik. Upaya yang dapat dilakukan salah
satunya adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sapi potong dari segi pemuliaan,
reproduksi dan manajemen.

1.2. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui manajemen reproduksi ternak di peternakan yang dikunjungi
dan membandingakan dengan materi yang ada di kuliah.

1.3. Waktu dan Tempat
Praktikum lapangan manajemen reproduksi ternak dilaksanakan pada hari Senin, 4 Juni 2012
di Banteran Rt 01/ Rw 03 Kecamata Sumabang Kabupaten Banyumas.





II. TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi reproduksi adalah ukuran kemampuan seekor sapi untuk bunting dan me nghasilkan
keturunan yang layak (Niazi, 2003). Sedangkan menurut Hafez (1993) efisiensi reproduksi adalah
penggunaan secara maksimum kapasitas reproduksi. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi reproduksi terutama melalui penerapan bioteknologi atau mengembangkan
teknologi praktis dan praktek-praktek manajemen yang dapat meningkatkan efisiensi reproduksi
(Basyir, 2009).
Manajemen perkawinan ternak yang baik juga merupakan hal yang sangat penting untuk
meningkatkan efisiensi reproduksi termasuk perbaikan keturunan. Salah satu cara untuk
memperbaiki manajemen ternak adalah dengan inseminasi buatan (IB). Dengan hal ini berarti
meningkatkan efisiensi reproduksi pada hewan donor tersebut (Wijaya, 2008).
Ukuran efesiensi reproduksi dalam usaha peternakan sangatlah penting, dengan adanya beberapa
ukuran efesiensi reproduksi sapi perah berdasarkan penampilan reproduksi (Djagra, 1989 ): periode
kosong yaitu periode atau selang waktu sejak sapi beranak sampai dikawinkan kembali dan terjadi
kelahiran, kawin pertama setelah beranak yaitu selang waktu sejak sapi beranak sampai dikawinkan
kembali, jumlah kawin pada setiap kelahiran yaitu berapa kali sapi dikawinkan sampai terjadi
kelahiran. Lama bunting yaitu selang waktu sejak sapi dikawinkan dan terjadi kelahiran sampai sapi
beranak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi reproduksi antara lain pakan nutrisi yang terkandung di
dalam ransum berpengaruh pada organ-organ reproduksi dan fungsi kelenjar-kelenjar yang
memproduksi hormon. Manajemen atau tatalaksana sangatlah berpengaruh terhadap ternak sapi.
Penyakit dan suhu udara dan musim sangat berpengaruh terhadap sifat reproduksi (Suyasa, 1999).






III. METODE DAN CARA KERJA
3.1. Metode
3.1.1. Alat
a. Alat tulis
3.1.2. Bahan
b. Kuisioner
c. Tempat yang dikunjungi
3.2. Cara Kerja
a. Tempat peternakan yang akan disurvei ditentukan
b. Janji pertemuan dengan pemilik ternak dibuat
c. Peternakan dikunjungi
d. Kondisi peternakan diamati
e. Sistem perkawinan pada peternakan tersebut sesuai kuisioner didiskusikan.





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
A. Identitas Peternak
Nama : Bapak Supar
Alamat : Banteran Rt 01/ Rw 03 Kecamatan
Sumabang Kabupaten Banyumas
Jenis Ternak : Sapi
Lama Beternak : 25 Tahun
Alasan Beternak : Untuk meraih keuntungan
Jumlah Ternak : 3 ekor
B. Manajemen Perkawinan Ternak Jantan
Jenis Ternak : Sapi
Bangsa : Simental
Jumlah Ternak Jantan : 1
Umur pertama kali : 5 bulan
di kawinkan
Berapa kali dalam : 2 x 1 bulan
seminggu
C. Manajemen Perkawinan Ternak Betina
Jenis Ternak : Sapi
Bangsa : Simental dan Limosin
Jumlah Ternak Induk : 2
Umur pertama kali : 3 tahun
di kawinkan
Sistem Perkawinan : IB
(IB/KA)
Alasan IB/KA : Mudah



Bangsa pejantan : Simental dan Limosin
yang digunakan
Biaya mengkawinkan : Rp. 100.000,00
Kendala-kendala : Saat menunggu waktu birahi
dalam mengkawinkan

Tingkat Keberhasilan : 2x perkawinan baru jadi
Umur mengkawinkan : 2 tahun
ternak dara
Berapa kali : 2 x 1 bulan
dikawinkan
Kendala-kendakla : Makanan yang dibutuhkan harus penuh gizi
saat kebuntingan
Lama bunting : 9 bulan
Kendala-kendala : -
saat beranak
Anakan yang : Jantan
Diharapkan (J/B)
Alasannya : Lebih mahal
Waktu dikawinkan : 3 bulan
setelah beranak
Alasannya : Agar cepat menghasilkan keturunan
Umur anakan dijual : 5
Alasannya : Bagus, harga tinggi dari sapi lokal.








4.2. Pembahasan
Keberhasilan reproduksi merupakan cermin keberhasilan suatu usaha peternakan. Berkembangnya
populasi sangat tergantung pada induk dan bibit yang berkualitas serta jumlah kelahiran sapi yang
banyak. Hal ini tentu sangat ditunjang oleh manajemen reproduksi yang optimal. Produksi dan
reproduksi sangat berkaitan erat bagi berkembang dan tersedianya ternak sapi. Kegagalan seekor
ternak untuk menjadi bunting pada satu atau lebih perkawinan akan menghilangkan produk
konsepsi pada satu atau lebih periode kebuntingan (Salibury dan Vandermark, 1985).
Manajemen perkawinan yang tepat merupakan salah satu cara untuk memperoleh tingkat
keberhasilan kebuntingan pada hewan ternak. Manajemen ini meliputi pola perkawinan,
pengamatan waktu berahi, pemilihan sapi jantan yang tepat, serta keterampilan dan pengetahuan
petugas maupun peternak dalam teknik perkawinan. Dipeternakan perkawinan dilakukan secara
alami atau melalui kawin suntik atau IB ( Fikar, 2010).
Kemampuan untuk mempunyai anak yang hidup bukanlah suatu aktifitas fisilogik yang mutlak
efisien. Efisiensi reproduksi dalam populasi ternak tidak dapat diukur semata-mata oleh proporsi
ternak yang tidak mampu memproduksi anak. Banyak induk yang melahirkan anak dengan interval
panjang, atau mati pad awaktu bunting maupun saat melahirkan sehingga menyebabkan masalah
penurunan efisiensi reproduksi. Tampaknya keanekaragaman peristiwa mungkin dapat merintangi
proses kelahiran seekor anak yang normal sejak perkawinan sampai waktu beranak (Yedi, 2003).
Pada praktikum manajemen reproduksi peternakan sapi yang kami survei milik Bapak Supar yang
beralamat di Banteran Rt 01/ Rw 03 Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas. Beliau beternak
sapi sudah 25 tahun. Alasan beliau beternak sapi adalah untuk meraih keuntungan. Jumlah ternak
yang ada saat ini hanya 3 ekor. Beliau beternak untuk dijual lagi saat sapi yang diternaknya sudah
memiliki anak. Bapak Supar awal memiliki ternak dengan membeli indukan sapi potong lokal. Karena
harga jual yang rendah maka beliau beralih pada sapi impor.
A. Manajemen Perkawinan Ternak Jantan
Sapi jantan yang dipelihara oleh Bapak Supar adalah bangsa simental. Jumlah nya 1 ekor dan
berumur 5 bulan. Jika akan dikawinkan pejantan harus berumur 2 tahun dan dikawinkan 2x 1bulan.
Beliau dahulu memelihara pejantan untuk dikawinkan didesanya jika ada sapi betina yang estrus,
tetapi saat ini beliau memelihara untuk dijual dan beliau menggunakan IB untuk sapi betinanya yang
sedang estrus.
Pubertas adalah umur atau waktu dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan
perkembangbiakan dapat terjadi. Pada hewan jantan, pubertas ditandai oleh kesanggupan
berkopulasi dan menghasilkan sperma disamping perubahan-perubahan kelamin skunder lain.

Ciri-ciri atau bentuk luar sapi potong jantan yang baik:
Kurus tapi sehat sehingga pada waktu digemukkan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih
cepat (pertumbuhan kompensasi)
Memiliki kerangka tubuh yang besar, ukuran badan panjang dan dalam, punggung lurus, jarak
antara dua kaki belakang lebar. Rusuk tumbuh panjang yang memungkinkan sapi mampu
menampung jumlah makanan yang banyak. Sapi yang demikian menunjukkan kapasitas produksi
yang baik
Bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan belakang
Tidak boleh memperlihatkan cacat tubuh yang akan mempengaruhi kemampuan produksi,
misalnya pincang dan kelainan rahang.

B. Manajemen Perkawinan Ternak Betina
Sapi betina (induk) yang dipelihara Pak Supar adalah bangsa simental dan limosin. Jumlah nya ada 2
berumur 3 tahun. Pertama kali dikawinkan umur 2 tahun, sistem perkawinannya menggunakan IB
karena pengggunaan IB dianggap lebih mudah dibanding kawin alami walau beliau harus
mengeluarkan biaya Rp. 100.000,00 untuk IB. Bangsa sapi betina yang yang dipelihara yaitu ada 1
sapi simental dan 1 limosin.
Kendala saat perkawinann adalah saat menggu waktu berahi yang lama. Tingkat keberhasilan yaitu
paling sering 2x dalam 1 bulan IB baru ternak bisa bunting. Kendala-kendala yang dialami peternak
pada umumnya tidak ada karena sistem pemeliharaannya yang baik tetapi beliau hanya
menyebutkan makanan yang dibutuhkan harus penuh gizi saat sapi bunting agar sapi bisa beranak
dengan baik. Lama bunting yang diperlukan yaitu 9 bulan. Anak yang diharapkan oleh peternak yaitu
sapi jantan karena harga jualnya yang lebih mahal. Jarak waktu dikawinkan setelah beranak yaitu 3
bulan. Alasannya agar cepat menghasilkan keturunan. Umur anakan dijual 5 bulan.karena bagus,
harga tinggi dari sapi lokal.
Reproduksi merupakan proses fisiologis pada makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan. Hewan
tingkat tinggi, termasuk ternak sapi, bereproduksi secara seksual, dan proses reproduksinya meliputi
beberapa tingkatan fisiologik yang meliputi fungsi-fungsi yang sangat komplek dan terintegrasi
antara proses yang satu dengan yang lainnya. Tingkatan-tingkatan fisiologik tersebut meliputi: 1)
Pembentukan sel-sel kelamin ( gamet ), 2) Pelepasan sel-sel gamet yang telah berdiferensiasi secara
fungsional, 3) Perkawinan untuk mempertemukan gamet jantan dan gamet betina, 4) Fertilisasi, fusi
antara kedua pronuclei, 5) Pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan zigote sampai kelahiran
normal. Dalam bidang peternakan, produktivitas ternak tidak dapat dipisahkan dengan proses
reproduksi. Sebagai contoh, untuk menghasilan telur, susu dan ternak muda, haruslah melalui
serangkaian proses reproduksi yang dimulai dengan pembentukan sel telur/ sel sperma, ovulasi,
fertilisasi, pertumbuhan dan perkembangan fetus sampai dengan dilahirkan (partus).
Pengetahuan tentang reproduksi ternak sangat penting diketahui oleh seorang peternak. Dengan
manajemen reproduksi yang baik peternak dapat meningkatkan efisiensi reproduksi termasuk
perbaikan keturunannya. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi
terutama melalui penerapan bioteknologi atau mengembangkan teknologi praktis dan praktek-
praktek manajemen yang dapat meningkatkan efisiensi reproduksi. (Basyir, 2009). Salah satu cara
untuk memperbaiki manajemen ternak adalah dengan inseminasi buatan (IB) yang kini efisiensinya
sudah puluhan tahun dinikmati. Dengan teknik IB dapat ditingkatkan perbaikan mutu genetik secara
cepat, untuk pencegahan kemajiran ternak, pencegahan penyebaran penyakit. Teknik lainnya untuk
meningkatkan efisiensi reproduksi adalah dengan embrio transfer (TE). Teknik ini dilakukan secara
bersamaan dengan superovulasi. Dengan teknik superovulasi, betina yang berkualitas baik yang
dipakai sebagai donor embrio dipacu agar dapat mengovulasikan banyak sel telur, setelah sel-sel
telur itu dibuahi dan berkembang menjadi zigot-zigot. Zigot-zigot tersebut kemudian ditransfer pada
beberapa resipien. Dengan cara ini berarti meningkatkan efisiensi reproduksi pada hewan donor
tersebut
Pubertas (Dewasa Kelamin)
Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Sebelum pubertas,
saluran reproduksi betina dan ovarium perlahan-lahan bertambah ukuran dan tidak menunjukkan
aktivitas fungsional.
Pertumbuhan dan perkembangan organ-organ kelamin betina sewaktu pubertas dipengaruhi oleh
hormon-hormon gonadotropin dan hormon-hormon gonadal. Rata-rata ternak sapi mengalami masa
pubertas pada umur 16-20 bulan. Pada sapi potong, pubertas rata-rata terjadi pada saat berat badan
sapi mencapai 45-55% dari berat dewasa. Untuk mendapatkan induk yang baik dan anak yang sehat
maka perkawinan pertama pada sapi dara baru boleh dilakukan pada saat sapi sudah mengalami
dewasa tubuh, kira-kira pada berat antara 170-240 kg, disamping juga sudah mencapai dewasa
kelamin.
Estrus
Estrus ialah suatu periode yang ditandai dengan kelakuan kelamin seekor ternak betina dan
penerimaan pejantan untuk kopulasi (Partodihardjo, 1987). Menurut Prihatno (2006), pengamatan
berahi merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen reproduksiternak sapi. Kegagalan
dalam deteksi berahi dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan. Problem utama deteksi berahi
yang sering dijumpai adalah sapi-sapi yang subestrus atau silent heat (berahi tenang), karena tidak
semua peternak mampu mendeteksinya. Pengamatan berahi pada sapi betina sebaiknya dilakukan 2
kali sehari yaitu pagi dan sore. Disamping itu berahi pada sapi dara juga sulit diamati. Menurut
Hosein and Gibson (2006), deteksi estrus pada sapi dara biasanya sedikit lebih sulit karena
pendeknya periode estrus. Karena itu kemungkinan tanda-tanda estrus pada sapi dara lebih sulit
diamati dibandingkan dengan sapi yang pernah bunting. Maka dari itu di sarankan pada para
peternak untuk memeriksa tanda-tanda berahinya 3 kali sehari pada sapi dara.
Beberapa tanda-tanda sapi berahi antara lain:
1. Kemaluan terlihat membengkak dan kemerahan, jika diraba terasa hangat, dan mengeluarkan
mucus (lendir) bening yang menggantung dari vulva atau terlihat di pangkal ekor
2. Kurang nafsu makan
3. Urinasi berkali-kali
4. Gelisah dan teriak-teriak
5. Kadang-kadang menaiki sapi lain dan diam jika dinaiki sapi lain (standing heat)
Tanda-tanda yang disebutkan diatas sama seperti yang disebutkan oleh peternak yang kita kunjungi.
Siklus berahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan
spesies (Partodiharjo, 1992). Pada keadaan normal, siklus berahi pada sapi berkisar antara 18-24 hari
atau rata-rata 21 hari, dengan lama berahi antara 12-28 jam atau rata-rata 18 jam. Sapi dara menjadi
berahi sekali dalam 20 hari, dengan variasi 18-22 hari. Menurut Toelihere (1979), siklus berahi pada
umumnya dibagi dalam 4 fase, yaitu : proestrus (lamanya 3 hari), estrus atau berahi (lamanya 18
jam), metestrus(lamanya 3-5 hari), dan diestrus (lamanya 13 hari). Sementara terjadinya ovulasi 10-
14 jam setelah estrus.
Perkawinan
Salah satu faktor penyebab rendahnya perkembangan populasi sapi adalah manajemen perkawinan
yang tidak tepat, diantaranya: (1) pola perkawinan yang kurang benar, (2) pengamatan berahi dan
waktu kawin tidak tepat, (3) rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam
kawin alam dan (4) kurang terampilnya petugas serta (5) rendahnya pengetahuan peternak tentang
kawin suntik/IB (Affandhy et al, 2007).
Teknik perkawinan yang berkembang saat ini ada 2 (dua) yaitu:
1. Kawin alam
Upaya peningkatan populasi ternak sapi dapat dilakukan dengan intensifikasi kawin alam melalui
distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi lokal atau impor.
Setelah 6-12 jam terlihat gejala berahi, sapi induk dibawa dan diikat ke kandang kawin yang dapat
dibuat dari besi atau kayu, kemudian didatangkan pejantan dan dikawinkan dengan induk yang
berahi tersebut minimal dua kali ejakulasi.
Kawin alam dapat juga dilakukan di kandang kelompok dengan perbandingan jumlah pejantan
dengan induk betina 1:10 ekor. Penggabungan pejantan dengan betina dilakukan selama 2 bulan.
Jika telah terjadi kebuntingan, sapi betina dipindahkan ke kandang individu. Selain itu kawin alam
juga dapat dilakukan di padang penggembalaan.
2. Inseminasi buatan (IB)
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani
(sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari
ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus
yang disebut 'insemination gun'.
Tujuan Inseminasi Buatan :
a) Memperbaiki mutu genetika ternak
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga
mengurangi biaya
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang
lebih lama
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.

Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding)
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang
lama
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu
besar
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan
kelamin.
Waktu pelaksanaan IB yang ideal adalah 10-22 jam setelah awal terlihat gejala berahi induk, yakni
bila berahi pagi dikawinkan pada sore hari dan bila berahi sore hari dapat dikawinkan pada besok
paginya (Affandhy et al, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan diantaranya :
1. Kondisi betina, meliputi kesehatan dan anatomi organ reproduksi, Body Condition Score (BCS),
lingkungan dan pakan, ektoparasit dan endoparasit.
2. Spermatozoa, dilihat dari total sperma yang motil (% motilitas dan konsentrasinya)
3. Ketepatan waktu IB (siklus berahi)
4. Penempatan posisi semen saat IB (tepat di depan cervik 3 cm)
Pada peternakan yang kami kunjungi milik Bapak Supar menggunakan perkawinan secara
inseminsi buatan (IB). Perkawinan secara IB digunakan oleh pemilik ternak karena lebih praktis untuk
dijalankan. Selain itu peternak juga tidak memiliki sapi jantan yang dewasa untuk dikawinkan.

Kebuntingan
Kebuntingan merupakan suatu peristiwa semenjak terjadinya pembuahan sampai masa kelahiran
atau selama perkembangan janin sampai menjadi fetus di dalam uterus. Berdasarkan ukuran
individu dan perkembangan jaringan serta organ, periode kebuntingan dibedakan atas tiga bagian.
Pertama adalah periode ovum/blastula, dimulai dari fertilisaasi sampai terjadi implantasi. Segera
setelah terjadi fertilisasi, ovum yang dibuahi akan mengalami pembelahan di ampullaryisthnic
junctionmenjadi morula. Pada sapi, masuknya morula ke dalam uterus terjadi pada hari ke 3-4
setelah fertilisasi. Setelah hari ke 8, blastosit mengalami pembesaran secara pesat, misalnya embrio
domba pada hari ke 12 panjangnya 1 cm, 3 cm pada hari ke 13, dan 10 cm pada hari ke 14. Lama
periode ini pada sapi sampai 12 hari. Pada periode ini, embrio yang defektif akan mati dan diserap
oleh uterus. Periode kedua adalah periode embrio/organogenesis, dimulai dari implantasi sampai
saat dimulainya pembentukan organ tubuh bagian dalam. Pada sapi berkisar pada hari ke 12-45
setelah fertilisasi. Selama periode ini terjadi pembentukan lamina germinativa, selaput
ekstraembrionik, dan organ-organ tubuh. Periode ketiga adalah periode fetus/ perkembangan fetus,
dimulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam, terbentuknya ekstremitas, sampai lahir.
Selama periode ini terjadi perubahan dan diferensiasi organ, jaringan dan sistem tubuh (Hafez,
1993).
Kebuntingan dapat diketahui dengan melakukan pengamatan berahi terhadap induk sapi pada hari
ke 18-24 setelah dilakukan perkawinan. Jika pada waktu tersebut tidak terdapat gejala berahi,
kemungkinan pembuahan telah terjadi. Disamping itu kebuntingan juga dapat diketahui dengan cara
palpasi perektal terhadap uterus. Ovarium dan pembuluh darah uterus adalah cara diagnosa
kebuntingan yang paling praktis dan akurat pada sapi. Pada peternakan Bapak Supar sapi yang
bunting perlakuannya tidak terlalu berbeda dengan sapi biasa. Namun pada pakan lebih diutamakan.
Sapi selama 9 bulan bunting benar-benar dijaga agar anak yang ada didalamnya tetap terjaga dan
berkembang dengan baik.
Pemeliharaan Pedet
Saat pedet lahir di peternakan milik Bapak Supar, beliau menanganinya sendiri. Beliau memanggil
mantri untuk penyuntikan mempermudah pedet keluar dan saat placenta pada sapi tidak ikut keluar
bersama pedetnya. Manajemen pemeliharaan pedet merupakan salah satu bagian dari proses
penciptaan bibit sapi yang bermutu. Untuk itu maka sangat diperlukan penanganan yang benar
mulai dari sapi itu dilahirkan sampai mencapai usia sapi dara.
Pada saat pedet lahir, bersihkan semua lendir yang ada dimulut dan hidung harus dibersihkan
demikian pula yang ada dalam tubuhnya menggunakan handuk yang bersih. Buat pernapasan
buatan bila pedet tidak bisa bernapas. Potong tali pusarnya sepanjang 10 cm dan diolesi dengan
iodin untuk mencegah infeksi lalu diikat. Berikan jerami kering sebagai alas. Beri colostrum
secepatnya paling lambat 30 menit setelah lahir.
Nutrisi yang baik saat pedet akan memberikan nilai positif saat lepas sapih, dara dan siap jadi bibit
yang prima. Sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai. Pedet yang lahir dalam kondisi sehat
serta induk sehat di satukan dalam kandang bersama dengan induk dengan diberi sekat agar
pergerakan pedet terbatas. Diharapkan pedet mendapat susu secara ad libitum, sehingga nutrisinya
terpenuhi. Selain itu pedet dapat mulai mengenal pakan yang dikonsumsi induk yang kelak akan
menjadi pakan hariannya pedet tersebut setelah lepas sapih. Bagi pedet yang sakit, pedet dipisah
dari induk dan dalam perawatan sampai sembuh sehingga pedet siap kembali di satukan dengan
induk atau induk lain yang masih menyusui.
PENYAKIT REPRODUKSI
Dipeternakan sapi yang kami survey tidak pernah mengalami penyakit yang kronis. Contoh penyakit
reproduksi yang sering ditemui di lapangan adalah:
1. Brucellosis
Disebabkan oleh bakteri brucella abortus, bersifat zoonosis (dapat menular pada manusia) melalui
lendir alat kelamin, lendir mata, makanan dan air yang tercemar, dan IB. gejala yang tampak adalah
kematian janin pada 6-9 bulan kebuntingan. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan kandang, vaksinasi, pemberian antiseptic dan antibiotika pada ternak yang sakit,
pengasingan ternak yang terinfeksi, fetus dan plasenta yang digugurkan dibakar dan dikubur.
2. Distokia (kesulitan melahirkan)
Merupakan suatu kondisi stadium pertama kelahiran (dilatasi cervik) dan kedua (pengeluaran fetus)
lebih lama dan menjadi sulit dan tidak mungkin lagi bagi induk untuk mengeluarkan fetus.
Penanganan dapat dilakukan dengan cara: 1) Mutasi, mengembalikan posisi fetus, memutar, dan
menarik, 2) penarikan paksa, 3) operasi cecar.
3. Leptospirosis
Penyebabnya yaitu Leptospira pomona, Leptospira gripothyposa, Leptospira conicola, Leptospira
hardjo. Cara penularannya melalui kulit terbuka/ selaput lendir (mulut, pharynx, hidung, mata)
karena kontak dengan makanan dan minuman yang tercemar. Gejala yang nampak diantaranya :
anoreksia (tidak mau makan), produksi susu turun, abortus pada pertengahan kebuntingan.
4. Endometritis (radang uterus)
Merupakan peradangan pada endometrium (dinding rahim). Uterus (rahim) sapi biasanya
terkontaminasi dengan berbagai mikroorganisme (bakteri) selama masa puerpurium (masa nifas).
Gejalanya meliputi : leleran berwarna jernih keputihan sampai purulen (kekuningan) yang
berlebihan, uterus mengalami pembesaran (peningkatan ukuran). Penderita bisa nampak sehat,
walaupun dengan leleran vulva purulen dan dalam uterusnya tertimbun cairan. Pengaruh
endometritis terhadapfertilitas (pembuahan) adalah dalam jangka pendek, menurunkan kesuburan,
Calving Interval dan S/C naik, sedangkan jangka panjang menyebabkan sterilitas (kemajiran) karena
terjadi perubahan saluran reproduksi.Faktor predisposisi (pendukung)terjadinya endometritis adalah
distokia, retensi plasenta, musim, kelahiran kembar, infeksi bakteri serta penyakit metabolit.
Penanganannya dengan injeksi antibiotik, hormon (PGF2) dan irigasi/ pemasukan antiseptik intra
uterina (Ratnawati et al, 2007).
Berbagai penyebab gangguan reproduksi tidak diketahui pasti, dan sering ganguan ini disebabkan
oeh kombinasi dari beberapa faktor sehingga menimbulkan penurunan fertilitas. Memelihatra
tingkat kesuburan yang memuaskan merupakan dasar bagi berhasilnya program reproduksi ternak.
Beberapa penyebab penurunan fertilitas akan dibahas dibab ini berkaitan dengan faktor genetika
kelainan anatomik, fisiologik, dan patologik, setra upaya peningkatan efisiensi reproduksi yang
dijelaskan dengan beberapa indikator fertilitas.

PENYEBAB KEGAGALAN REPRODUKSI
Secara garis besar ada tiga faktor yang menyebabkan kegagalan reproduksi sehingga menurunkan
efisiensi reproduksi pada ternak, yaitu kelainan anatomi dan keturunan, fisiologik dan psikologik,
serta infeksi penyakit.
Kelainan anatomi dan keturunan
Peranan genetik terhadap efisiensi reproduksi masih banyak didiskusikan. Diperkirakan bahwa
pengaruh gen letal sedikit memegang pernanan karena gen latal merupakan penyebab kematian jiak
gen ini diturunkan dari kedua tetuanya. Beberapa abnormalitasana anatomik berasal dari
keturunaan (genetik), namun sedikit diketahui peranan genetik yang menyebebkan perubahan
fisiologik hingga mempengaruhi fertilitas. Abnormalitas anaomik karena keturunan sering ditemukan
seperti abnormalitas kelenjar gonad (hipoplasia testis dan ovarium) yang kurang
berkembang,saluran reproduksi yang tidak tumbuh atau kurang sempurna seperti pada freemartin,
serta abnormalitas primer dari spermatozoa, sehingga ternak yang mempunyai sifat ini memiliki
fertilitas rendah. Kelainan karena faktor keturunan (kongetial) pada dasarnya menyebabkan
kegagalan dalam reproduksi.
Upaya perbaikan efisiensi reproduksi
Upaya peningkatan produktifitas ternak dengan meningkatkan efisiensi reproduksi dapat
dilakukan melalui cara-cara sebagai beikut.
1. Perbaikan sistem pemeliharaan ternak secara umum, termasuk pakan dan tatalaksana,
mernagsang tingkat pertumbuhan dan laktasi, pengendalian penyakit.
2. Perbaikan mutu genetik untuk menyediakan ternak yang dapat memanfaatkan secara maksimal
sistem pemeliharaan yang diberikan.
3. Mengembangkan teknologi untuk memaksimumkan potensi kinerja reproduksi ternak jantan
dan betia dengan cara mengurangi kerugian karena kegagalan konsepsi, kematian embrio,dan fetus,
dan kematian sekitar kelahiran
4. Mengurangi kerugian produksi hasil ternak melalui penyimpanan dan pengawetan yang baik.

Faktor yang paling penting dapat mempengaruhiproduktifitas ternak adalah tingat
reproduktifitasnya. Tingkat reproduksi didefinisikan sebagai jumlah ternak betina yang hidup sampai
umur yang dapat bereproduksi dibagi dengan jumlah induk. Manajemen berperan penting dalam
efisiensi reproduksi yang diperoleh dari jantan dan betina. Manajemen sebaik apa pun tidak
mungkin mencapai efisiensi 100%, namun manajemen yang jelek dapat mengakibatkan menurunkan
secara drastis efisiensi reprosuksi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi reproduksi, perlu
diperbaiki beberapa hal berikut ini :
1. Manajemen reproduksi, selama ini perhatian pada ternak secara kontinyu masih kurang,
terutama ketepatan waktu perkawinan, pengamatan estrus, pemeriksaan kebuntingan.
Melaksanakan seleksi ternak (genetik) dengan meghindari perkawinan inbreeding juga perlu
diperhatikan, selain mengikuti kemajuan teknologi dibidang reproduksi seperti sinkronisasi estrus,
superovulasi, inseminasi buatan, dan induksi kelahiran.
2. Manajemen lingkungan dilakukan dengan memodifikasi lingkungan untuk menurunkan stres.
3. Manajemen pakan, perlu diperhatikan komponen nutien yang diseduaikan dengan kondisi
fisiologis ternak saat pertumbuhan, kawin, birahi, bunting, lahir, dan laktasi (Yedi,2003).




V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Peternakan yang kami kunjungi yaitu dipeternakan sapi milik Bapak Supar di Banteran
Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas memiliki manajemen pemeliharaan yang cukup baik
karena beliau sangat teliti dalam mengurus ternaknya dari kebersihan kandang, asupan makanan
yang diberikan dan manajemen perkawinan. Manajemen reproduksi cukup baik, karena beliau
sangat jeli saat melihat ternaknya sedang estrus dan beliau langsung memanggil orang untuk mengIB
sapinya. Saat sapinya bunting asupan makanannya lebih diperhatikan untuk mendapatkan
keturunan yang memiliki kualitas yang baik. Saat akan melahirkan beliau menanganinya sendiri
kecuali ada kelainan pada ternaknya.

5.2. Saran
Untuk mengembangkan peternakan diperlukan manajemen yang baik dalam pemeliharaan
ternak, khususnya dibidang manajemen reproduksinya. Karena reproduksi merupakan salah satu hal
yang terpenting dalam keberhasilan pengembangbiakan ternak. Oleh karena itu dalam menjalankan
peternakan harus memiliki manajeman yang baik.
Diposkan oleh LUKISAN HATI di 19.00
0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Welcome to my blog, hope you enjoy reading.
Blog Archive

2013 (36)

2012 (91)
Desember (6)
November (10)
Oktober (3)
September (2)
Agustus (1)
Juli (22)
HORMON YANG BERPERAN DALAM KEHAMILAN
KANDUNGAN GIZI PRODUK PETERNAKAN
Mencintanya
Katakan Tidak
DIA
Ragu / Madu
BERHALA
PERGUNJINGAN MAWAR
CERMIN
BARA
takut
LELAH
Angan
UNTUK IBU MU
Satu bulan tlah terlewati
SIRNA
MAKALAH ILMU TERNAK UNGGAS "SEXING"
MAKALAH OSTEOLOGI
LAPORAN MRPT LAPANGAN
LAPORAN MRPT KELINCI
laporan praktikum ilmu ternak potong
MAKALAH PENGENDALIAN AI (AVIAN INFLUENZA)
Juni (2)
Mei (5)
April (6)
Maret (34)

Mengenai Saya
Foto Saya

LUKISAN HATI
Purwokerto, Purwokerto, Indonesia
ingin kesuksesan ku diraih bagaikan metamorfosa kupu2. dengan proses dari bawah dan akhirnya
menemukan kesuksesan yang diinginkan...

Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright 2009 Merangkai Isi Hati.
Blogger Templates by Deluxe Templates
WP Themes designed by EZwpthemes

Anda mungkin juga menyukai