Bidang Cipta Karya PEMERINTAH KOTA LHOKSEUMAWE BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2012
http://www.bappedalhokseumawe.web.id Bappeda Kota Lhokseumawe BAB I
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-1
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional harus dilaksanakan secara merata diseluruh wilayah Indonesia, bersama seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. Salah satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana dan terpadu dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. Pendayagunaan sumber daya yang sinergis diharapkan mampu mengoptimalisasikan pelaksanaan dan hasil pembangunan untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi nasional, peningkatan derajat kesehatan, peningkatan kualitas perumahan dan permukiman, penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan serta pengembangan wilayah baik diperkotaan maupun perdesaan. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu disiapkan perencanaan program infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan sanitasi, air minum dan lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan program yang dimaksud khususnya Bidang PU/ Cipta Karya melalui penyiapan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sebagai embrio terwujudnya perencanaan program infrastruktur yang lebih luas. Dengan adanya RPIJM tersebut, Kota Lhokseumawe dapat menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan daerah, mendorong dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (liveable). BAB
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-2
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 RPIJM yang disusun perlu memperhatikan aspek kelayakan program dari masing-masing kegiatan dan kelayakan spasialnya sesuai skenario pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang yang ada, serta kelayakan sosial dan lingkungannya. Disamping itu RPIJM yang disusun daerah harus mempertimbangkan kemampuan pendanaan dan kapasitas kelembagaan dalam mendukung pelaksanaan program investasi yang telah disusun. Dengan demikian Rencana Program Investasi Jangka Menengah Kota Lhokseumawe diharapkan dapat mengakomodasikan dan merumuskan kebutuhan pembangunan Kota Lhokseumawe secara spesifik, sesuai dengan karakteristik dan potensi Kota Lhokseumawe agar dapat mendorong pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dapat dicapai.
1.2. Landasan Hukum Penyusunan RPIJM Kota Lhokseumawe bertitik tolak (mengacu) pada peraturan perundangan maupun kebijakan yang berlaku pada saat RPIJM disusun. Adapun acuan peraturan dan perundangan maupun kebijakan tersebut sebagai berikut: 1.2.1 Peraturan Perundangan 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Lhokseumawe (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3851; 2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air; 5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 8. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-3
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 9. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; 10. Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; 11. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
1.2.2 Kebijakan dan Strategi 1. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009; 2. Permen PU 494/ PRT/ M/ 2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman, bahwa pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara berencana dan terpadu; 3. Permen PU 20/ PRT/ M/ 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KNSP) Sistem Penyediaan Air Minum; 4. Permen PU 21/ PRT/ M/ 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KNSP-SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan; 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun Anggaran 2008; 6. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11); 7. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007-2012; 8. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 4 Tahun 2009 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan Kota.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-4
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 1.3. Tujuan dan Pentingnya RPIJM Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/ Cipta Karya atau disingkat sebagai RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya merupakan dokumen rencana kerjasama pembangunan infrastruktur (Infrastruktur Development Plan: IDD ) di Kota Lhokseumawe yang bersifat lintas sektoral. RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya merupakan dokumen teknis bidang PU/ Cipta Karya sebagai Considated Feasibility Study (CFS) yang berisi rencana penyelenggaraan pembangunan infrastruktur bidang PU/ Cipta Karya dengan pendekatan keterpaduan dan pengembangan wilayah berkelanjutan. Tujuan RPIJM adalah untuk mewujudkan kemandirian kota dalam penyelenggaraan pembangunan yang layak huni, berkeadilan, berbudaya, produktif dan berkelanjutan, menciptakan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik yang selaras dengan tujuan pembangunan nasional. RPIJM menjadi penting artinya bagi pembangunan infrastruktur Kota Lhokseumawe mengingat: RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya merupakan penjabaran program investasi infrastruktur Kota Lhokseumawe dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menjabarkan Visi, Misi, Program Walikota Terpilih. RPJMD Kota Lhokseumawe yang merupakan pedoman bagi dinas/ instansi dalam menyusun Rencana Startegis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dinas/ instansi lingkup Kota Lhokseumawe; RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya menjadi bahan masukan pada Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang bersifat tahunan. RKPD Kota Lhokseumawe merupakan penjabaran dari RPJMD Kota Lhokseumawe dan rangkuman hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) serta kebijakan pembangunan kota yang disinkronkan dengan kebijakan nasional dan provinsi; Penyusunan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya merupakan Penguatan Peran Pemerintah Kota dalam menetapkan berbagai kebijakan pembangunan infrastruktur kota mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-5
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pembangunan infrastruktur kota khususnya dibidang PU/ Cipta Karya (Perencanaan Partisipatif). Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat mengambil keputusan secara mandiri tentang program-program infrastruktur bidang PU/ Cipta Karya yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas permasalahan yang dihadapi pemerintah Kota Lhokseumawe, sedangkan pemerintah pusat akan memfasilitasi dan meningkatkan kapasitas manajemen pembangunan daerah untuk mendorong terwujudnya kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur ke PU-an guna mendukung pembangunan permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, berbudaya, berproduktif dan berkelanjutan serta saling memperkuat dalam mendukung pengembangan wilayah; Penyusunan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya merupakan dasar evaluasi penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perkotaan sebelumnya, sehingga pembangunan infrastruktur selanjutnya menjadi lebih terpadu, efektif dan efisien sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat luas; Dalam penyusunan RPIJM selain memuat Rencana dan Program Pembangunan juga menyiapkan Rencana Pembiayaan/ Investasi secara terintegrasi yang dapat dimobilisasi dari berbagai sumber pembiayaan terkait, baik potensi daerah, Provinsi, maupun dunia usaha dan Pemerintah Pusat melalui Program Pembangunan Infrastruktur Permukiman bidang PU/ Cipta Karya; RPIJM penting untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pembangunan di daerah. RPIJM akan menjadi dokumen kelayakan dan kerjasama program dan anggaran pembangunan bidang PU/ Cipta Karya di daerah antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota Lhokseumawe.
1.4. Mekanisme dan Framework Penyusunan RPIJM Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Pembangunan Infrastruktur (bidang PU/ Cipta Karya) 2013-2017 harus dapat disiapkan oleh
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-6
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Pemerintah Daerah Kabupaten sesuai dengan arahan RENSTRA Departemen PU (Permen PU No. 51/ PRT/ M/ 005 tanggal 7 Maret 2005), melalui proses partisipatif yang mengakomodasikan kebutuhan nyata masyarakat sesuai dengan strategi dan arah pembangunan Kota yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, serta memperhatikan karakteristik dan potensi daerah masing-masing untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas pelayanan. Dalam menyusun RPIJM, selain menyusun Rencana dan Program Pembangunan juga harus disiapkan Rencana Pembiayaan/ Investasi secara terintegrasi yang dapat dimobilisasi dari berbagai sumber pembiayaan terkait baik potensi daerah kota, provinsi, maupun dunia usaha dan pemerintah pusat melalui Program Pembangunan Infrastruktur. Mekanisme penyusunanan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya dilakukan oleh Bappeda dan instansi lain yang terkait dengan membentuk Satgas RPIJM Kota Lhokseumawe yang dibentuk dengan Keputusan Walikota. Untuk dapat melaksanakan penyiapan RPIJM diatas, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah menyiapkan suatu jalur bantuan teknis yang didukung oleh program dan sumber tenaga ahli yang sesuai untuk kebutuhan setiap sektor pembangunan Pekerjaan Umum/ Cipta Karya dan untuk mewujudkan rencana dan program yang integratif berdasarkan Rencana Tata Ruang. Pada tingkat Pusat, dibentuk Satgas RPIJM tingkat Pusat yang terdiri dari pejabat yang mewakili Direktorat Bina Program, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Tata Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Air Minum dan Direktorat Pengembangan PLP. Satgas RPIJM tingkat Pusat tidak akan bekerja secara langsung dengan memfasilitasi dan kemudian bekerjasama dengan Satgas RPIJM Kota dan Kabupaten, tetapi akan bekerja melalui Satgas RPIJM Provinsi yang ketua dan anggotanya terdiri atas pejabat yang mewakili instansi cerminan Satgas RPIJM Pusat dan juga RPIJM Kota. Satgas RPIJM tingkat Provinsi dapat dibentuk dengan SK Gubernur. RPIJM ini merupakan produk daerah, dimana RPIJM merupakan pedoman perencanaan dan penganggaran pembangunan khususnya di Kota
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-7
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Lhokseumawe. Sebagai tindak lanjutnya, penganggaran akan mengacu kepada dokumen RPIJM. Hanya Kabupaten/ Kota yang mempunyai RPIJM yang akan mendapatkan prioritas APBN. Dengan demikian dokumen RPIJM harus dapat diselesaikan pada tahun 2012 ini.
1.5. Sistematika Pembahasan Dokumen RPIJM Kota Lhokseumawe Sistematika Pembahasan Dokumen RPIJM Kota Lhokseumawe ini dibuat berdasarkan Pedoman Penyusunan RPIJM Mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya No. Pr.02.03-Dc/ 496 Tanggal 9 Desember 2005 tentang Penyusunan RPIJM Bidang CK/ PU Kab./ Kota yang diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN Pada Bab ini diuraikan secara rinci mengenai latar belakang penyusunan RPIJM bidang PU/ Cipta Karya, landasan hukum, tujuan dan pentingnya penyusunan RPIJM dan mekanisme framework penyusunan RPIJM serta sistematika dokumen RPIJM bidang PU/ Cipta Karya Kota Lhokseumawe.
BAB II : GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE
Berisikan gambaran umum dan kondisi wilayah Kota Lhokseumawe serta penataan ruang wilayah dan struktur pengembangan wilayah yang berkaitan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi maupun Kota, meliputi administratif, demografi, sosial budaya serta kondisi sarana dan prasarana daerah.
BAB III : RENCANA STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE
Berisikan pokok-pokok perencanaan strategis Kota Lhokseumawe yang berkaitan dengan struktur pengembangan wilayah berdasarkan RTRW dan struktur pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi dan lingkungan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-8
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 BAB IV : RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR KOTA LHOKSEUMAWE
Pada Bab ini diuraikan tentang rencana program investasi infrastruktur Kota Lhokseumawe yang meliputi; rencana pengembangan permukiman, rencana investasi penataan bangunan dan lingkungan, rencana investasi sub-bidang air limbah, rencana investasi sub-bidang persampahan, rencana investasi sub- bidang drainase dan rencana investasi sub-bidang air minum.
BAB V : SAFEGUARD SOSIAL DAN LINGKUNGAN Berisikan mengenai dukungan daerah dalam menilai kelayakan rencana investasi pada bidang infrastruktur ditinjau melalui dampak lingkungan, pemantauan lingkungan, serta pengelolaan lingkungan, baik yang berupa dampak fisik ataupun dampak sosial.
BAB VI : KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN
Pada bab ini menguraikan kondisi kemampuan daerah dalam hal pendanaan serta pendapatan asli daerah untuk dapat diketahui seberapa besar kemampuan daerah dalam melakukan pembiayaan pembangunan khususnya pada bidang infrastruktur.
BAB VII : KELEMBAGAAN DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN
Pada Bab ini diuraikan tentang kondisi struktur kelembagaan daerah Kota Lhokseumawe serta rencana peningkatan kapasitas kelembagaan, sehingga dapat mewujudkan sistem kelembagaan yang baik, efisien dan efektif yang mampu mendorong peningkatan kinerja antar instansi terkait terhadap pembangunan.
BAB VIII : RENCANA KESEPAKATAN (MEMORANDUM) PROGRAM INVESTASI KOTA LHOKSEUMAWE
Berisikan tentang rencana kesepakatan (memorandum) program investasi bidang PU/ Cipta Karya Kota Lhokseumawe serta uraian matrik program serta pembiayaan jangka menengah mulai tahun 2013 hingga tahun 2017.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 I-9
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
http://www.bappedalhokseumawe.web.id Bappeda Kota Lhokseumawe BAB II
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-1
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE
2.1. Kondisi Umum Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di Provinsi Aceh yang berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera, di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi Aceh. Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi pemerintah kota berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001.
Sejarah Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk di bawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati. Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km yang dipisahkan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa BAB
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-2
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 secara jamak disebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan. Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, Cunda serta Pidie. Pada tahun 1956 dengan Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah Provinsi Sumatera Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe. Kemudian Pada Tahun 1964 dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh Nomor 34/ G.A/ 1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe menjadi Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara dejure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87 km yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu dan Kecamatan Blang Mangat. Sejak tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-3
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan Blang Mangat.
2.1.1 Profil Geografi Secara Geografis Kota Lhokseumawe berada pada posisi 04 54 05 18 Lintang Utara dan 96 20 97 21 Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai berikut: - Sebelah Utara dengan Selat Malaka. - Sebelah Barat dengan Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. - Sebelah Selatan dengan Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara. - Sebelah Timur dengan Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara. Kota Lhokseumawe memiliki luas wilayah 181,10 km, yang secara Administratif Kota Lhokseumawe terbagi kedalam 4 Kecamatan dan 68 Gampong. Kecamatan-kecamatan di Kota Lhokseumawe: 1. Kecamatan Banda Sakti 2. Kecamatan Muara Dua 3. Kecamatan Blang Mangat 4. Kecamatan Muara Satu
2.1.2 Profil Demografi Kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan. Dalam nilai universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta mobilitasnya harus dikendalikan. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai kekuatan pembangunan bangsa, maka perlu ditingkatkan upaya pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan potensi sumber daya manusia serta upaya meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai sektor yang mendorong perluasan lapangan kerja. Dengan usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tercipta manusia-manusia pembangunan yang tangguh,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-4
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 berbudi luhur, terampil, percaya diri dan bersemangat membangun dalam berbagai lapangan kerja produktif.
2.1.2.1 Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Struktur Umur Jumlah total penduduk pada wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 berjumlah 159.239 jiwa, terjadi kenaikan sebesar 7% bila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010 yaitu berjumlah 171.163 jiwa. Penyebaran penduduk pada tiap kecamatan belum merata, di mana jumlah penduduk tertinggi berada pada Kecamatan Banda Sakti yaitu pada tahun 2009 berjumlah 71.749 jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah 73.542 jiwa, sedangkan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Blang Mangat yaitu pada tahun 2009 berjumlah 18.869 jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah 21.689 jiwa. Struktur penduduk menurut jenis kelamin di wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 terdiri dari 79.254 jiwa laki-laki dan 79.985 jiwa perempuan dan untuk tahun 2010 terdiri dari 85.436 jiwa laki-laki dan 85.727 jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2009 - 2010 Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total 1 Blang Mangat 9,426 9,443 18,869 10,836 10,853 21,689 2 Muara Dua 18,466 18,666 37,132 21,929 22,280 44,209 3 Muara Satu 15,677 15,812 31,489 15,815 15,908 31,723 4 Banda Sakti 35,685 36,064 71,749 36,856 36,686 73,542 Total 79,254 79,985 159,239 85,436 85,727 171,163 Sumber : Lhokseumawedalam Angka 2009-2010 No 2010 2009 Tahun Kecamatan Selanjutnya struktur penduduk menurut kelompok umur di wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun 2010, di mana usia 0-4 tahun merupakan jumlah penduduk terbanyak, yakni terdiri dari 9.502 jiwa laki-laki dan 9.018 jiwa perempuan dan usia penduduk yang paling sedikit adalah usia di atas 75 tahun yakni sebesar 419 jiwa laki-laki dan 799 jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-5
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
2.1.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan selama 5 (lima) tahun terakhir yakni dari tahun 2005- 2010 sebesar 2,11 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Muara Dua adalah yang tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Lhokseumawe yakni sebesar 4,52%. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Muara Satu yakni sebesar 0,63 persen. Laju pertumbuhan Kecamatan Blang Mangat sebesar 3,54 persen dan Kecamatan Banda Sakti sebesar 1,03 persen. Sementara konsentrasi penduduk lebih banyak berada di Kecamatan Banda Sakti sebagai pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe dan sekaligus masih merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Penduduk di Kecamatan ini mencapai 73.542 jiwa (42,96 %) dari total penduduk Lhokseumawe, disusul oleh Kecamatan Muara Dua, penduduknya adalah 44.209 jiwa (25,82%) dan Kecamatan Muara Satu Jumlah penduduk 31.723 jiwa
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-6
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 (18,53%). Sementara penduduk yang paling sedikit adalah di Kecamatan Blang Mangat, yaitu hanya 21.689 jiwa (12,67 %)
2.1.2.3 Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Struktur penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kota Lhokseumawe untuk tingkat pendidikan SD/ MI dan SMP/ MTs, terlihat bahwa Kecamatan Banda Sakti yang memiliki Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang tinggi, yakni sebesar 121,08 untuk tingkat SD/ MI dan 154,25 untuk tingkat SMP/ MTs. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2011/2012 Kota Lhokseumawe
Jlh Murid Usia 7 - 12 Tahun Jlh Pdd Usia 7 - 12 Tahun APS Jlh Murid Usia 13 - 15 Tahun Jlh Pdd Usia 13 - 15 Tahun APS 1 Banda Sakti 9,484 8,806 121.08 3,600 4,196 154,25 2 Muara Dua 4,121 5,867 76.68 1,799 2,992 100,33 3 Blang Mangat 2,308 2,745 97.16 1,144 1,361 133,83 4 Muara Satu 3,726 4,524 96.73 1,842 2,272 145,98 SD/MI SMP/MTs Kecamatan No Sumber: Disdikpora Kota Lhokseumawe, 2012
2.1.3 Profil Ekonomi Kota Lhokseumawe selain sebagai pusat pemerintahan, pendidikan dan perekonomian juga termasuk pusat perdagangan. Banyak perusahaan barang dan jasa yang melakukan aktifitas kegiatannya di Kota Lhokseumawe. Selain perusahaan besar, pedagang usaha menengah dan kecil yang berskala mikro tampak mewarnai kehidupan perekonomian di sektor perdagangan yang marak berkembang disebagian besar masyarakat Kota Lhokseumawe. Secara kuantitas mungkin perkembangan tersebut tidak merupakan masalah, tetapi dari segi kualitas masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan melalui penciptaan usaha yang kondusif dalam memanfaatkan setiap peluang yang ada bagi para pengusaha untuk mampu bersaing dan meningkatkan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-7
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 produksinya dengan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumber daya yang tersedia, terutama sumber daya lokal.
2.1.3.1 Struktur Ekonomi A. Dengan Minyak dan Gas Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe jika memasukkan komponen minyak bumi dan gas pada tahun 2010 paling besar didominasi oleh kelompok sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih, serta sektor konstruksi. Kelompok ini menyumbang sebesar 57,76 persen dari total PDRB Kota Lhokseumawe. Besarnya sumbangan sektor sekunder disebabkan oleh sektor industri pengolahan yang memberikan sumbangan mencapai 49,92 persen pada tahun 2010. Besarnya sumbangan sektor tersebut terutama disumbangkan oleh industri pengolahan gas alam, meskipun dalam kurun waktu 2007-2010 sektor ini cenderung menurun yang diakibatkan semakin berkurangnya produksi gas alam cair. Kelompok tersier yang terdiri dari empat sektor merupakan penyumbang kedua terbesar komponen PDRB Kota Lhokseumawe. Kelompok ini menyumbangkan 37,33 persen dari total PDRB Kota Lhokseumawe. Nilai ini terus mengalami peningkatan selama kurun waktu 2007-2010. Sektor yang paling dominan dalam kelompok tersier yaitu dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai angka sebesar 26,77 persen. Sementara itu, sektor-sektor pada kelompok primer yang terdiri dari sektor pertanian dan pertambangan penggalian pada tahun 2010 hanya memberikan kontribusi sebesar 4,91 persen yang sebesar 4,74 persen berasal dari pertanian dan sisanya 0,17 persen berasal dari sektor pertambangan dan penggalian. Secara umum struktur ekonomi Kota Lhokseumawe dengan memasukkan unsur migas masih di dominasi oleh sektor-sektor pada kelompok sekunder selama periode 2007-2010, walaupun mempunyai kecenderungan menurun setiap tahunnya pada periode 2007-2010.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-8
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Dari tabel 2.4 terlihat bahwa sejak tahun 2007 ada kecenderungan sumbangan kegiatan tersier terhadap PDRB terus meningkat sehingga menempati urutan kedua setelah sumbangan sektor sekunder yang cenderung terus menurun. Untuk lebih jelasnya tentang struktur perekonomian dengan minyak dan gas tahun 2007-2010 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.4 Struktur Perekonomian dengan Minyak & Gas Tahun 2007-2010 (persen)
*Angka Diperbaiki **Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011
B. Tanpa Minyak dan Gas Peranan sektor minyak dan gas semakin menurun setiap tahunnya sebagaimana penjelasan sebelumnya. Tetapi, hal ini disertai dengan peningkatan peran sektor pada kelompok tersier seperti yang dapat kita lihat pada Tabel 2.5 Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe dengan tidak memasukkan unsur minyak dan gas pada perhitungan PDRB tahun 2010 didominasi oleh kelompok tersier sebesar 72,50 persen dan 52,00 persen disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-9
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel 2.5 Struktur Perekonomian Tanpa Minyak dan Gas Tahun 2007-2010 (persen)
*Angka Diperbaiki **Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar dari total PDRB tanpa migas. Sektor ini terus meningkat dari tahun ke tahun, sama halnya dengan sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan & komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang juga semakin meningkat dalam kurun waktu 2007-2010. Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar peranannya dalam pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe. Pada tahun 2010 kelompok primer ini memberikan kontribusi sebesar 9,53 persen. Namun, kontribusi yang diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya saja pada tahun 2007 kontribusi kelompok ini mencapai angka 13,80 persen. Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah sektor pertanian dimana pada tahun 2010 memberikan kontribusi sebesar 9,20 persen. Sementara itu sumbangsih sektor pertambangan dan penggalian tidak menyumbang lebih dari setengah persen sejak periode 2007-2010.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-10
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Yang berada di posisi ketiga adalah kelompok sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih serta sektor konstruksi. Kelompok sekunder ini lebih didominasi oleh sektor konstruksi yang memberikan kontribusi sebesar 15,06 persen pada tahun 2010. Sektor konstruksi juga menunjukkan kecenderungan meningkat peranannya setiap tahun. Sementara itu sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 2,74 persen pada tahun 2010. Sedangkan sektor listrik dan air bersih kontribusinya masih sangat kecil baru mencapai 0,17 persen terhadap pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe tahun 2010. Sektor ini juga merupakan sektor yang paling kecil kontribusinya. Untuk lebih jelas tentang peranan sektoral PDRB dengan Migas dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Grafik 2.1 Peranan Sektoral PDRB dengan Migas Tahun 2010 (persen)
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-11
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Sementara ini peranan sektoral PDRB tanpa Migas dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut Grafik 2.2 Peranan Sektoral PDRB tanpa Migas Tahun 2010 (persen)
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2011
2.1.3.2 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri, terutama industri minyak dan gas. Selama kurun waktu 2007 hingga 2010, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan yang menurun seiring dengan menurunnya pertumbuhan sektor industri pengolahan di Kota Lhokseumawe yang didominasi industri gas alam cair oleh PT. Arun N.G.L. Untuk lebih jelasnya tentang laju pertumbuhan sektor ekonomi Kota Lhokseumawe tahun 2007-2010 dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-12
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel 2.6 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahun 2007-2010 (persen)
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010* 1 2 3 4 5 1. Pertanian (2,39) 1.23 1.54 2.22 2. Pertambangan & Penggalian 4,35 2.81 3.29 5.26 3. a. Industri Pengolahan (16,37) (12.56) (15.08) (17.19) 3. b. Industri Pengolahan (Tanpa Migas) 2,12 4.05 2.35 2.29 4. Listrik, Gas & Air Bersih 38,20 7,13 10,76 12,26 5. Konstruksi 7,31 6,64 4,29 4,41 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 21,28 9,41 7,94 8,07 7. Pengangkutan & Komunikasi 13,03 3,96 4,58 5,02 8. Keuangan, Persewaan & J asa Perusahaan 17,03 5,43 5,51 8,75 9. Jasa-jasa 3,01 3,05 3,51 2,85 PDRB dengan Migas (7,81) (5,69) (6,57) (6,45) PDRB tanpa Migas 12,11 6,38 5,66 5,93
*Angka Sementara Sumber: BPS Kota Lhokseumawe, 2010
Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe tahun 2010 sebesar 5,93 persen yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan 2000. Pertumbuhan PDRB tersebut tanpa memasukkan unsur minyak dan gas. Sedangkan dengan memasukkan unsur minyak dan gas, pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe masih minus yaitu minus 6,45 persen. Tanpa penghitungan dengan minyak dan gas, secara sektoral di tahun 2010 seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif dan pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut dialami oleh sektor listrik dan air bersih sebesar 12,26 persen; sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sebesar 8,75 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 8,07 persen; pertambangan dan penggalian 5,26 persen; pengangkutan dan komunikasi 5,02 persen; konstruksi 4,41 persen; jasa-jasa 2,85 persen; industri pengolahan 2,29 persen; serta sektor pertanian tumbuh terkecil yaitu sekitar 2,22 persen. Sedangkan pertumbuhan industri pengolahan dengan memperhitungkan minyak dan gas pada tahun 2010 minus 17,19 persen.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-13
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Jika dilihat, pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe periode 2006- 2009, pertumbuhan dengan minyak dan gas mengalami pertumbuhan negatif setiap tahunnya. Sementara itu pertumbuhan tanpa memasukkan komponen minyak dan gas, setiap tahun mengalami pertumbuhan yang positif. Grafik 2.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Sektor Tahun 2010 (persen)
Keterangan: 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3a. Sektor Industri Pengolahan (dengan minyak dan gas) 3b. SektorIndustriPengolahan (tanpa minyak dan gas) 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum 5. Sektor Bangunan/ Konstruksi 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-jasa
2,22 5,26 (17,19) 2,29 12,26 4,41 8,07 5,02 8,75 2,85 (20,00) (15,00) (10,00) (5,00) - 5,00 10,00 15,00 01 02 03a 03b 04 05 06 07 08 09 P e r s e n Growth without oil and gas =5.93% Growth with oil and gas =-6,45 %
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-14
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2.1.3.3 Pendapatan Per Kapita A. Dengan Minyak dan Gas Pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe yang diperoleh dari PDRB dengan minyak dan gas mempunyai nilai yang cukup besar, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada tahun 2010 tercatat pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku sebesar 58,78 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 22,43 juta rupiah. Grafik 2.4 Pendapatan Regional Perkapita dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 2010 (juta rupiah).
Pendapatan per kapita senilai tersebut di atas bukanlah langsung berarti pendapatan perkapita riil masyarakat Kota Lhokseumawe setiap tahunnya, melainkan hanya jumlah PDRB Kota Lhokseumawe dibagi dengan jumlah penduduk setiap tahunnya. B. Tanpa Minyak dan Gas Pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe yang diperoleh dari PDRB tanpa minyak dan gas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 56,29 28,85 58,94 26,66 58,01 24,41 58,78 22,43 M i l l i o n s 2007 2008 2009 2010 PendapatanRegional Per Kapita Harga Berlaku PendapatanRegional Per Kapita Harga Konstan 2000
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-15
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Berdasarkan harga berlaku pendapatan perkapita tahun 2007 tercatat sebesar 19,05 juta rupiah, kemudian meningkat menjadi 23,06 juta rupiah pada tahun 2008. Tahun 2009 meningkat menjadi 26,3 juta rupiah dan pada tahun 2010 naik lagi menjadi 30,26 juta rupiah. Secara rata-rata terjadi laju pertumbuhan pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku sebesar 16,7 persen setiap tahunnya pada periode 2007-2010. Sedangkan pendapatan per kapita atas dasar harga konstan 2000 juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,94 persen pada periode 2007-2010. Pada tahun 2007 pendapatan perkapita atas dasar harga konstan 2000 tercatat sebesar 10,85 juta rupiah, kemudian meningkat menjadi 11,32 juta pada 2008, kembali meningkatmencapai nilai 11,7 juta rupiah tahun 2009, dan naik menjadi 12,2 pada 2010. Tren pendapatan perkapita dari PDRB tanpa minyak dan gas dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut. Grafik 2.5 Pendapatan Regional Perkapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 2010 (juta rupiah).
- 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 19,05 10,85 23,06 11,32 26,31 11,72 30,26 12,19 M i l l i o n s 2007 2008 2009 2010 PendapatanRegional Per Kapita Harga Berlaku PendapatanRegional Per Kapita Harga Konstan 2000
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-16
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2.1.3.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung untuk mengetahui total produksi barang dan jasa suatu daerah pada periode tertentu. Yang dimaksud dengan produksi adalah aktivitas ekonomi menggunakan sumber daya yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa. PDRB merupakan neraca makro ekonomi yang dihitung secara konsisten dan terintegrasi dengan berdasar pada konsep, definisi, klasifikasi dan cara perhitungan yang telah disepakati secara internasional. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu. Perubahan PDRB dari waktu ke waktu terjadi karena dua hal, yaitu terjadinya perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan volume. Penggunaan harga yang berlaku pada periode yang telah lalu menghasilkan PDRB atas harga konstan. PDRB atas harga konstan disebut sebagai PDRB volume atau PDRB real. Dalam publikasi ini selain disajikan PDRB atas harga berlaku yang bisa menggambarkan pergeseran struktur ekonomi, juga disajikan PDRB dengan menggunakan tahun dasar 2000 yang bisa menggambarkan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam perhitungan PDRB, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Pendekatan produksi menghitung nilai tambah sumbangan tiap sektor produksi terhadap total output dengan cara mengurangkan output dengan barang dan jasa yang dibeli dari unit produksi lain dan habis digunakan untuk menghasilkan output tersebut (dinamakan konsumsi antara). Hasil penghitungan tersebut adalah nilai tambah. Nilai tambah dapat dinyatakan dalam nilai bruto dan netto tergantung apakah sudah dikurangi dengan penyusutan barang modal. Sektor produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Listrik, Gas dan Air Bersih,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-17
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 5. Bangunan/ Kontruksi, 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7. Pengangkutan dan Komunikasi, 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, 9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Pendekatan pengeluaran menghitung PDRB dengan menjumlahkan seluruh permintaan akhir yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), perubahan stok dan ekspor neto. Pendekatan pendapatan menghitung PDRB sebagai penjumlahan dari balas jasa faktor produksi (kompensasi pekerja, sewa, penyusutan, bunga dan keuntungan) dalam wilayah. Hal ini menunjukkan dua hal dalam perekonomian suatu daerah. Pertama, menunjukkan pembagian PDRB menurut berbagai pendapatan seperti balas jasa tenaga kerja, keuntungan serta balas jasa barang modal lainnya, dan pajak produksi setalah dikurangi subsidi. Kedua, membantu menjelaskan perbedaan antara PDRB dengan pendapatan yang dapat digunakan. PDRB mencakup: 1. Semua barang dan jasa yang penghasilannya mendapatkan kompensasi. 2. Produksi yang ilegal dan tersembunyi. 3. Produksi barang untuk dikonsumsi sendiri. 4. Jasa yang dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga nirlaba. 5. Jasa sewa rumah yang dihuni oleh unit rumah tangga sendiri. 6. Jasa rumah tangga dan perseorangan untuk konsumsi sendiri oleh pekerja rumah tangga yang dibayar. PDRB tidak mencakup: 1. Produksi jasa perseorangan dan rumah tangga untuk digunakan sendiri yang dihasilkan oleh anggota rumah tangga yang tidak dibayar. 2. Aktivitas sosial, budaya serta sukarela dari lembaga nirlaba atau pemerintah yang tidak dibayar. 3. Dekorasi, perbaikan besar dan kecil barang tahan lama dan rumah yang dilakukan sendiri oleh rumah tangga.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-18
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2.1.3.5 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional Beberapa manfaat statistik pendapatan untuk level regional adalah: 1. PDRB nominal (harga berlaku) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB menunjukkan semakin besar kekuatan ekonomi wilayah tersebut; 2. Distribusi PDRB nominal (harga berlaku) menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian dan menunjukkan peranan masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah. Semakin besar peranan suatu sektor menunjukkan basis perekonomian dalam wilayah tersebut; 3. PDRB riil (harga konstan) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi atau sektor ekonomi dari periode ke periode; 4. PDRB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan penggunaan produk barang dan jasa menurut konsumsi, investasi, dan perdagangan luar wilayah; 5. Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjukkan besarnya peranan kelembagaan dalam menggunakan hasil produksi barang dan jasa. PDRB penggunaan atas harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan regional.
2.1.4 Profil Sosial dan Budaya Upaya penanggulangan kemiskinan difokuskan pada: Pertama, perluasan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar dan kesempatan memperoleh pekerjaan dan berusaha. Kedua, upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang bersifat pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat miskin menjadi penting karena akan menempatkan mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat miskin, diperlukan berbagai upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Selain itu diperlukan upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan terhadap masyarakat miskin dari beban (liabilities) menjadi potensi (assets). Berbagai
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-19
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 proses pemenuhan kebutuhan dasar dan pemberdayaan tersebut di atas perlu didukung oleh perbaikan sistem bantuan dan jaminan sosial serta kebijakan ekonomi yang pro-poor termasuk tata kelola pemerintahan yang baik. Beberapa masalah pokok yang dihadapi oleh masyarakat miskin antara lain sebagai berikut: Pertama, rendahnya kemampuan daya beli dan kesadaran masyarakat akan pangan dengan gizi yang layak yang merupakan persoalan utama bagi masyarakat miskin. Kedua, terbatasnya akses atas kebutuhan dasar terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Selama ini kelompok masyarakat miskin dihadapkan pada masalah tingginya biaya pendidikan, oleh karena itu telah menyebabkan tingginya angka putus sekolah. Hal ini masih terjadi terutama pada jenjang pendidikan menengah, karena alasan anak harus membantu orang tua mencari nafkah. Kelompok masyarakat miskin juga dihadapkan pada mahalnya biaya pengobatan dan perawatan, jauhnya tempat pelayanan kesehatan, dan rendahnya jaminan kesehatan. Ketiga, masih minimnya penanganan dibidang kesejahteraan sosial, baik ditingkat perorangan, keluarga maupun kelompok masyarakat. Perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, khususnya fakir miskin dan PMKS, diperlukan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri dan dapat mengakses sistem pelayanan sosial dasar, penyandang cacat, anak terlantar, anak korban penyalahgunaan NAPZA, gelandangan dan wanita rawan sosial ekonomi. Kelima, belum adanya rasa aman terhadap masyarakat yang tertimpa bencana, serta terjaminnya ketersediaan bantuan dan relokasi korban dalam situasi darurat sehingga dapat mengurangi penderitaan masyarakat yang terkena bencana. Fenomena ini merupakan realitas yang harus mendapat perhatian serius dalam program pembangunan tahun 2013-2017. Pembangunan diselenggarakan secara holistik yang memiliki keterkaitan (linkages) dengan kegiatan sektoral melalui pendekatan multiplayer effect dengan membuat skala prioritas dari kegiatan yang dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi kemasyarakatan. Penduduk miskin yang umumnya berpendidikan rendah harus bekerja apa saja untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan lemahnya
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-20
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 posisi tawar masyarakat dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang merugikan disamping itu juga harus menerima pekerjaan dengan imbalan yang sangat rendah, tanpa sistem kontrak atau tidak adanya kepastian perlindungan hukum terhadap pekerja informal tersebut. Kantong-kantong kemiskinan pada umumnya terdapat pada zona pesisir dan desa-desa terpencil dengan sumber mata pencaharian sebagai nelayan dan petani tradisional dengan upah dan pendapatan yang relatif kecil. Oleh karena itu perlu paradigma baru dalam memanfaatkan sumberdaya lokal sebagai potensi yang dapat dikembangkan dalam proses percepatan pembangunan serta mengurangi ketimpangan pembangunan. Potensi tersebut adalah pemanfaatan pengembangan kawasan-kawasan secara optimal sebagai pusat-pusat pertumbuhan (growth center) melalui pembentukan pengelompokan pemukiman baru sebagai daerah pertumbuhan ekonomi dan pengembangan perluasan kesempatan berusaha.
2.1.4.1 Penduduk Miskin Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kemiskinan itu sendiri dapat didefinisikan di antaranya, kemiskinan absolut adalah situasi di mana penduduk tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif adalah situasi ataupun kondisi dimana penduduk miskin terjadi karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan, dan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan disebabkan dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan tetapi (lebih lanjut dari itu) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. (Suyanto, 1995:59).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-21
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang pelik dan multidimensional. Ianya merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan dan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Setiap upaya penanggulangan masalah kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai ke akar masalah, tak ada jalan pintas untuk menanggulangi masalah kemiskinan ini. Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan, pemerintah sangat memerlukan data jumlah penduduk terutama jumlah rumah tangga miskin yang akan digunakan sebagai tolok ukur penyusunan kebijakan sampai pada tingkat yang paling kecil. Dengan berpedoman pada data jumlah penduduk miskin, pemerintah akan berusaha mengatasi dan mengurangi ketertinggalan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya. Dalam rangka mengurangi angka kemiskinan di Kota Lhokseumawe Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2007-2012 telah menetapkan tujuh Misi Pembangunan Jangka Menengah, salah satunya adalah mendorong pengembangan sektor-sektor ekonomi kerakyatan meliputi perdagangan, jasa, dan industri guna memperluas kesempatan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat. Untuk mencapai misi tersebut kebijakan umum yang ditempuh di antaranya yaitu dengan meningkatkan kemandirian petani dalam berusaha dan peningkatan kapasitas kelembagaan petani, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi angka kemiskinan. Di Kota Lhokseumawe jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 berjumlah 22.530 jiwa, terjadi penurunan sebesar 3,3% bila dibandingkan pada tahun 2010 berjumlah 21.770 jiwa. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 14,00 % dan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 sebesar 12,00 %, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-22
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Miskin Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010 No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) Persentase (%) 1 2009 159,238 22,530 14,00 % 2 2010 171,163 21,770 12,00 % Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
2.1.4.2 Jumlah Tenaga kerja Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia, karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Oleh karenanya, setiap upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan lapangan usaha, dengan harapan penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Tenaga kerja di Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 berjumlah 53.808 jiwa mengalami kenaikan sebesar 8.7% dibandingkan tenaga kerja tahun 2010 yang berjumlah 58.478 jiwa. Namun bila dilihat dari persentase jumlah tenaga kerja terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2009 sebesar 33,8% dan persentase jumlah tenaga kerja terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 34,0 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut: Tabel 2.8 Jumlah Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010 No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Tenaga Kerja (jiwa) Persentase (%) 1 2009 159,238 53,808 33.8% 2 2010 171,163 58,478 34,0% Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-23
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2.1.4.3 Jumlah Pengangguran Masalah pengangguran umumnya lebih banyak dicirikan oleh daerah perkotaan sebagai efek dari industrialisasi. Pengangguran terjadi sebagai akibat dari tidak sempurnanya pasar tenaga kerja, atau tidak mampunya pasar tenaga kerja dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Akibatnya timbul sejumlah pekerja yang tidak diperdayakan dalam kegiatan perekonomian. Ini merupakan akibat tidak langsung dari penawaran (supply) tenaga kerja di pasar tenaga kerja melebihi permintaan (demand) untuk mengisi kesempatan kerja yang tercipta. Di Kota Lhokseumawe tingkat pengangguran pada tahun 2009 berjumlah 8.228 jiwa mengalami penurunan sebesar 4.6% dibandingkan tahun 2010 yaitu berjumlah 7.848 jiwa. Sedangkan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk Kota Lhokseumawe terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 5,2% dan pada tahun 2010 persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah total penduduk sebesar 4,0 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut: Tabel 2.9 Jumlah Pengangguran Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010 No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Pengangguran (jiwa) Persentase (%) 1 2009 159.238 8.228 5,2% 2 2010 171.163 7.848 4,0 % Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
2.2. Kondisi Prasaran Bidang PU/Cipta Karya 2.2.1 Sub Bidang Air Minum Sistem penyediaan air minum di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara dikelola oleh operator yang sama yaitu PDAM Tirta Mon Pase dengan sistem IPA lengkap. Pada sistem IPA lengkap terdapat sumber air baku, sistem transmisi, pengolahan lengkap, dan distribusi yang sebagian besar sudah dibuat dengan system zona pada pelayanannya. Sumber air baku yang
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-24
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 digunakan berasal dari air permukaan yaitu sungai Krueng Pase dengan kapasitas debit 100 lt/ detik, Kreung Mane kapasitas debit 200-300 lt/ detik, dan Krueng Keureutau kapasitas debit 100-300 lt/ detik. Total produksi air minum yang dikelola PDAM Tirta Mon Pase pada saat ini adalah sebesar 305 lt/ detik yang berasal dari 8 IPA dan 1 sumur bor yang masih beroperasi. IPA Krueng Pase dengan konstruksi beton yang dibangun tahun 2003 memiliki kapasitas terpasang 100 lt/ detik dan total produksi 95 lt/ detik yang beroperasi selama 18 jam sehari. Pendistribusian dari IPA Krueng Pase melayani kota Lhokseumawe. Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2010 sekitar 171.163 jiwa, sedangkan jumlah pelanggan PDAM Tirta Mon Pase untuk tahun 2010 sejumlah 6.746 pelanggan. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kota Lhokseumawe dan jumlah penduduk yang mengakses air bersih pada PDAM, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air bersih yang didistribusikan ke Kota Lhokseumawe sangat kecil, belum lagi tingginya angka kebocoran air seluruhnya diperkirakan mencapai 45 %. Selain IPA Krueng Pase, PDAM Tirta Mon Pase juga menyediakan air bersih di Kota Lhokseumawe dengan sumur bor di Simpang Keramat dengan kapasitas terpasang 65 lt/ detik dan total produksi 30 lt/ detik yang beroperasi selama 22 jam sehari. Air permukaan (sungai) dapat dimanfaatkan sebagai air baku melalui pengolahan. Mengenai jenis dan tingkat pengolahannya dibutuhkan masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu sumber air tanah yang berasal dari air tanah umum terdapat secara merata di seluruh penjuru kota. Namun perlu diingat bahwa air tanah ini kurang baik dijadikan sebagai sumber air baku, karena sebagian sumbersumber air tanah yang ada telah terintrusi air laut dan berwarna kekuningkuningan. Berdasarkan standar air bersih dan target kebutuhan tersebut dapat diketahui rencana kebutuhan air bersih di Kota Lhokseumawe tahun 2011 yaitu sebesar 46.067.550 liter/ hari atau 460,68 liter/ detik, dengan jumlah sambungan sebanyak 49.139 sambungan. Pelayanan sambungan ini terdiri dari kebutuhan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-25
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 domestik dan non domestik yang meliputi kebutuahan untuk rumah tangga, kebutuhan sosial, kebutuahan komersial, institusi dan lain-lain. Sementara itu kebutuhan untuk saluran umum (kran umum) 10 % dari kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 46,07 liter/ detik, kebutuhan fasilitas (perkantoran, komersial, umum dan sosial) sebesar 20 % dari kebutuhan rumah tangga yaitu sebasar 92,14 liter/ detik, dan kebutuhan industri 20 % dari kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 92,14 liter/ detik. Tingkat kebocoran keseluruhannya diasumsikan sekitar 20% dari total pemakai yakni 20 % x (460,68 + 46,07 + 92,14 + 92,14 liter/ detik) dengan jumlah 138,21 liter/ detik. Total kebutuhan air bersih keseluruhannya adalah 829,24 lt/ dt. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut ini.
Table 2.10 Jumlah Pelanggan PDAM Tirta Mon Pase di Kota Lhokseumawe Tahun 2010 No Kategori Pelanggan Jumlah Pelanggan 1 Rumah Tangga 6.157 2 Badan Sosial/ Rumah Sakit 36 3 Fasilitas Umum 9 4 Toko, Industri dan Perusahaan 468 5 Instansi Pemerintah 76 JUMLAH 6.746
Sumber: Lhokseumawe Dalam Angka, 2010
Sementara banyaknya air minum yang disalurkan ke pelanggan setiap bulan di Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-26
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Table 2.11 Banyaknya Air Minum yang Disalurkan ke Pelanggan Setiap Bulan di Kota Lhokseumawe 2010 No Bulan Operasi Air Minum yang Disalurkan (M3) 1 Januari 135.892 2 Februari 118.988 3 Maret 104.952 4 April 128.994 5 Mei 124.272 6 Juni 132.994 7 Juli 129.376 8 Agustus 131.749 9 September 126.335 10 Oktober 140.544 11 November 78.195 12 Desember 146.210 JUMLAH 1.498.501 Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka, 2010
Untuk mengantisipasi perkembangan penduduk dimasa yang akan datang, perlu ditingkatakan ruang lingkup atau jangkauan pelayanannya yaitu berupa penambahan langganan dan jaringan di wilayah yang belum terjangkau oleh sistem distribusi. Rencana program sistem penyediaan air bersih Kota Lhokseumawe diuraikan sebagai berikut: a. Pengoperasian dan pengoptimalan kapasitas instalasi pengolahan air bersih, guna didistribusikan ke wilayah perkotaan dengan target awal 40% penduduk dilayani. b. Pembangunan reservoir distribusi. c. Pengadaan dan pemasangan jaringan pipa distribusi. d. Pendistribusian pelayanan berupa sambungan rumah maupun kran umum. e. Pembuatan sarana kran umum bagi kawasan pemukiman yang padat dan berpenghasilan rendah. f. Peyuluhan pada masyarakat, mengenai arti pentingnya air bersih berkaitan dengan sistem yang mungkin diterapkan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-27
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 g. Penelitian lebih lanjut tentang keberadaan sumber-sumber air potensial bagi air baku. h. Peningkatan pelayanan ke penduduk hingga melebihi 80%, dengan menekan angka bocoran sampai dibawah 20%. i. Perlindungan secara ketat daerah resapan air bagi kelestarian kontinuitas air tanah. Sementara mulai tahun 2011 Kota Lhokseumawe telah memiliki PDAM sendiri yang bernama Ie Beusare Rata, namun sampai saat ini belum lagi beroperasi, karena masih dalam tahap pembicaraan atau negosiasi mengenai asset dengan PDAM Tirta Mon Pase Kabupaten Aceh Utara.
2.2.2 Sub Bidang Sampah Sampah yang dihasilkan di Kota Lhokseumawe terdiri dari sampah yang berasal dari domestik dan non domestik. Sampah yang berasal dari domestik ditampung ditempat penampungan sementara yang berupa bak-bak sampah yang selanjutunya diangkut oleh truk sampah (dump truck) menuju ke tempat pembuangan akhir yang berada di Alue Lim dengan sistem open dumping. Dengan standar besaran jumlah sampah yang ditimbulkan oleh rumah tangga (domestik) sebesar 1,5 liter/ hari, maka dapat diperoleh jumlah produksi sampah domestik Kota Lhokseumawe hingga akhir tahun 2026 yaitu sebesar 345.172 liter/ hari. Jumlah sampah non-domestik adalah 40% dari sampah domestik, yaitu sebesar 138.070 liter/ hari. Total produksi sampah ini keluruhannya adalah sebesar 483.242 liter/ hari. Saat ini sarana persampahan yang terdapat di Kota Lhokseumawe masih jauh dari cukup untuk melayani produksi sampah Kota Lhokseumawe. Kondisi pelayanan sarana persampahan yang ada hampir sepenuhnya digunakan untuk melayani produksi sampah di kawasan pusat kota saja. Untuk lebih jelasnya mengenai sarana persampahan dapat dilihat pada tabel 2.12 berikut:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-28
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel 2.12 Sarana dan Prasarana Sampah di Kota Lhokseumawe
No Kecamatan Sarana dan Prasarana Vol / Unit Jumlah TPS/ Drum 2.250 Jumlah TPS/ Bak 29 Jumlah TPS/ Gerobak Sampah 8 Jumlah TPS/ Container 13 Mobil Kijang Pick Up 5 Truck 8 Jumlah TPS/ Drum 950 Jumlah TPS/ Bak 11 Jumlah TPS/ Gerobak Sampah 2 Jumlah TPS/ Container 1 Truck 3 Jumlah TPS/ Drum 250 Jumlah TPS/ Bak 5 Jumlah TPS/ Gerobak Sampah 2 Jumlah TPS/ Container 1 Truck 3 Jumlah TPS/ Drum 250 Jumlah TPS/ Bak 4 Jumlah TPS/ Gerobak Sampah 2 Jumlah TPS/ Container 1 Truck 3 Sumber : BLHK Kota Lhokseumawe, 2010 Blang Mangat 2 3 4 Banda Sakti 1 Muara Satu Muara Dua
Selanjutnya berbagai sarana lainnya dalam persampahan dapat dilihat pada tabel 2.13 berikut ini. Tabel 2.13 Sarana Lainnya Dalam Persampahan
No Sarana dan Prasarana Ket 1 Tempat Pengolahan Akhir - Lokasi Desa Alue Lim - Sistem yang digunakan Open dumping - Jarak Dari Kota, Luas dan Status TPA Jarak 20 Km dari Pusat Kota, Luas 8 ha, dan Status Milik Pemerintah Kota Lhokseumawe yang dikelola oleh BLHK Kota Lhokseumawe - Volume sampah yang masuk ke TPA 202 m3/ hari - Alat Berat 2 Unit (Beco dan Buldozer) Dalam Kondisi Baik 2 Fasilitas Pendukung - Ketersediaan instalasi pengolahan air lindi (leachate) 1 Unit - Sumur Pantau 3 Unit Sumber : BLHK Kota Lhokseumawe, 2010
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-29
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Permasalahan dibidang sampah antara lain adalah minimnya sistem perencanaan persampahan termasuk database persampahan. Database ini tentunya sangat berguna bagi pemerintah dalam upaya melakukan forecasting terhadap permasalahan sampah. Kemudian sarana dan prasarana sampah belum mampu menjawab kebutuhan akan pelayanan persampahan yang baik. Lokasi TPA misalnya, bila masih menggunakan model pengelolaan sampah hanya dengan menggunakan metode open dumping saja, maka dalam waktu yang tidak begitu lama, pemerintah harus mencari lokasi baru atau melakukan perluasan lokasi TPA. Artinya life time penggoperasian TPA tidak begitu lama. Permasalahan selanjutnya terdapat beberapa wilayah di Kota Lhokseumawe yang belum terjangkau oleh layanan persampahan. Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada semua anggota masyarakat membuat masalah persampahan menjadi tidak tuntas ditangani. Artinya pelayanan ini masih bersifat parsial. Kemudian permasalahan juga dikarenakan masih terbatas pada pemanfaatan sampah yang masih dapat dijual kembali bukan secara langsung mendaur ulang sampah tersebut. Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan kegiatan persampahan umumnya. 2.2.3 Sub Bidang Air Limbah Pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan di perkotaan dan perdesaan Kota Lhokseumawe belum begitu mendapatkan perhatian dan prioritas. Penanganan masalah limbah masih terbatas pada tahap konsep penanganan dan belum diwujudkan ke dalam pembangunan fisik. Selain itu, pengelolaan limbah manusia secara sistematik belum dilakukan. Penanganan limbah pada tingkat rumah tangga dilayani melalui jamban dengan tangki septik, sedangkan masyarakat yang tidak memiliki jamban menggunakan tempat pembuangan limbah tradisionil seperti sungai, saluran drainase kota, dan lain- lain. Perkembangan jumlah penduduk berakibat meningkatnya kebutuhan permukiman baru sehingga mendorong adanya penciptaan permukiman- permukiman baru maupun bertambah padatnya permukiman yang sudah ada.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-30
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Hal yang tidak bisa dihindari adanya peningkatan jumlah limbah cair yang dihasilkan pada lingkungan permukiman tersebut. Limbah cair rumah tangga pada permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air badan air dan air tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun penurunan tingkat estetika suatu wilayah. Ketika jumlah penduduk masih sedikit, maka daya dukung lingkungan masih mampu melalukan pembersihan sendiri (self purification), namun dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan debit limbah cair yang dihasilkan maka diperlukan metode pengelolaan sehingga yang terbuang pada lingkungan diharapkan sudah memenuhi syarat. Instansi Pemerintah Kota Lhokseumawe yang menangani masalah Limbah Cair adalah, Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Kota Lhokseumawe dan Dinas Pekerjaan Umum. Sesuai dengan hasil survei kesehatan lingkungan maka di wilayah Kota Lhokseumawe dapat kita ketahui bahwa ada 31.415 jamban dengan berbagai jenis jamban dan juga terdapat 26.377 unit SPAL. Secara umum semua fasilitas jamban dan SPAL dibangun secara swadaya oleh masyarakat sendiri. Pemerintah Kota telah melakukan pengadaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pengelolaan limbah ini. Dari data Badan Kebersihan dan Lingkungan Hidup bahwa Kota Lhokseumawe telah memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) sebanyak 1 unit. Pemerintah pun telah memiliki 2 unit mobil penyedot dan pengangkut tinja. Volume lumpur tinja yang dibuang ke ILPT ini berkisar 8 m 3 / hari. Masyarakat mempunyai perannya masing-masing sesuai dengan tingkat kesadaran akan kesehatan lingkungan dan kemampuan finansialnya masing- masing. Masyarakat yang telah mampu, umumnya telah memiliki fasilitas penanganan limbah cair dengan baik. Namun masyarakat yang belum memiliki kemampuan finansial, penyediaan sarana ini menjadi sulit bagi mereka. Sehingga dapat kita katakan dengan kondisi masyarakat dengan berbagai latar belakang yang dimilikinya, penanganan limbah ini belum maksimal. Hal ini
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-31
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 terlihat dari data kesehatan lingkungan bahwa 36.119 rumah yang disurvei, hanya 14.201 rumah yang memiliki SPAL. Bahkan dari total 14.201 SPAL tersebut, 53,84 % SPAL berada dalam kondisi memadai, sedangkan sisanya sebesar 46,16 % berada dalam kondisi tidak memadai. Untuk penangganan air limbah ini ada beberapa permasalahan yang dijumpai, diantaranya adalah masih ada pandangan dari masyarakat yang beranggapan bahwa pengelolaan limbah ini tidak begitu mendesak atau tidak menjadi fokus utama bagi mereka. Masyarakat masih menggunakan cara yang tidak sehat yaitu dengan memanfaatkan badan sungai atau saluran drainase untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana pengelolaan limbah cair ini. Kemudian untuk wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan juga ketersediaan lahan yang tidak begitu luas bagi penyediaan SPAL, tentunya sistem SPAL berskala rumah tangga lebih sulit diterapkan karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Target pengelolaan air limbah diarahkan melalui upaya-upaya intensif baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kondisi sanitasi lingkungan yang baik, dalam hal ini perlu dilanjutkan terus dengan memperhatikan kegiatan penyuluhan secara intensif serta menggunakan cara yang sesuai dengan lingkungan setempat. Untuk lebih jelasnya tentang Rencana Pelayanan Air limbah di Kota Lhokseumawe dapat di lihat pada tabel 2.15 berikut :
Tabel 2.14 Rencana Pelayanan Air Limbah Kota Lhokseumawe
Target Pelayanan Air Limbah (m 3 ) No Kecamatan 2012 2017 2022 2027 1 Blang Mangat 14.958 15.528 16.119 16.732 2 Banda Sakti 59.254 61.509 63.851 66.281 3 Muara Dua 30.270 31.423 32.619 33.860 4 Muara Satu 26.916 27.941 29.004 30.108 TOTAL 131.398 136.401 141.593 146.981 Sumber: Hasil Analisis (RPIJM Kota Lhokseumawe 2009-2013)
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-32
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2.2.4 Sub Bidang Drainase Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/ atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti gorong-gorong, jembatan air (aquaduct), pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa. Dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan peningkatan taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan. Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial. Pembangunan rencana sistem drainase saat ini antara lain belum memadainya jaringan drainase baik dalam jumlah maupun kapasitas. Sistem drainase eksisting baru mencakup sebagian kecil dari daerah pelayanan dan sebagian besar berada di daerah pusat-pusat kegiatan saja. Dapat dikatakan banyak terdapat fungsi saluran drainase yang masih digunakan bersama-sama dengan sistem penyaluran air limbah baik domestik maupun industri (sistem tercampur) sehingga terjadi penurunan kapasitas aliran pada saat musim hujan. Rencana pengembangan prasarana drainase disesuaikan dengan tingkat perkembangan kawasan terbangun dan prasarana jalannya serta terintegrasi dengan pengendalian banjir dan program perbaikan jalan. Perencanaan sistem drainase di Kota Lhokseumawe meliputi pembuatan sistem saluran primer, sekunder, dan tersier (kawasan permukiman), rehabilitasi saluran yang kondisinya buruk, pemasangan pompa dan pemasangan pintu- pintu air. Saluran drainase primer mengikuti jalan utama (arteri primer, arteri sekunder dan kolektor primer), sedangkan saluran drainase sekunder mengikuti
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-33
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 jalan kolektor sekunder dan jalan lokal, sementara saluran drainase tersier mengikuti jalan lingkungan permukiman penduduk. Sementara itu, untuk kondisi drainase di Kota Lhokseumawe saat ini khususnya di Kecamatan Banda Sakti yang merupakan pusat perkantoran dan perdagangan hampir semua drainase rampung dikerjakan pada tahun 2011.
2.2.5 Sub Bidang Tata Bangunan Lingkungan Penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau melestarikan bangunan dan lingkungan/ kawasan tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara optimal, yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung dan lingkungan. Lahan terbangun di Kota Lhokseumawe untuk permukiman seluas 10.877 ha, perdagangan dan jasa 49,36 ha, industri besar 923,76 ha, pendidikan 0,60 ha dan perkantoran 14,35 ha. Bangunan di Kota Lhokseumawe meliputi permukiman dan perumahan, sarana kesehatan, pendidikan umum, pendidikan agama, dan peribadatan. Untuk sarana kesehatan yang tersedia di Kota Lhokseumawe terdiri dari 5 Puskesmas, 12 Puskesmas Pembantu, 32 Polindes, 85 praktik dokter, 9 praktik dokter gigi dan 77 toko obat. Sarana pendidikan umum yang ada di Kota Lhokseumawe sampai dengan tahun 2007, terdiri dari Taman Kanak-kanak 25 unit (swasta 24 unit), Sekolah Dasar sebanyak 59 unit, SLTP 15 unit serta SMU/ SMK sebanyak 13 unit, Akademi/ Perguruan Tinggi 10 unit. Sarana pendidikan agama yang ada 8 unit Madrasah Ibtidaiyah (5 negeri dan 3 swasta), 6 unit Madrasah Aliyah (1 negeri dan 5 swasta). Di Kota Lhokseumawe memiliki 26 unit Pondok Pasantren dan 189 unit Balai Pengajian. Sarana peribadatan yang dimiliki Kota Lhokseumawe adalah 180 unit, yang terdiri 42 unit mesjid, 70 unit meunasah, 70 unit mushalla, 2 unit gereja dan 1 unit vihara. Secara umum
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-34
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 kondisi bangunan fasilitas umum Kota Lhokseumawe dalam keadaan baik dan terawat. Kawasan permukiman di Kota Lhokseumawe tersebar diseluruh kecamatan dengan persebaran kepadatan penduduk berbeda-beda untuk setiap kecamatan. Tingkat kepadatan persebaran dan persebaran rumah tangga penduduk mempengaruhi tingkat kepadatan permukiman penduduk. Berdasarkan jumlah penduduk Kota Lhokseumawe termasuk dalam klasifikasi kawasan perkotaan sedang dengan jumlah penduduk tahun 2010 adalah 171.163 jiwa. Pengembangan perumahan diarahkan ke pinggiran kota yaitu wilayah- wilayah yang masih memiliki banyak lahan kosong dan merupakan lahan tidak produktif. Di pusat kota tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan kawasan perumahan dikarenakan sudah terbatasnya lahan karena memiliki kepadatan penduduk tinggi dan permukiman padat serta daerah pusat kota sudah banyak digunakan untuk untuk pembangunan fasilitas pelayanan umum dan pusat pemerintahan Kota Lhokseumawe. Untuk menjaga kelestarian lingkungan di Kota Lhokseumawe adanya kawasan perlindungan setempat yang kebanyakan berupa kawasan penyangga dalam bentuk sempadan pantai seluas 24,90 ha. Selain sempadan pantai juga terdapat sempadan sungai dengan luas 109,79 ha dan kawasan sekitar danau/ waduk dengan luas 26,59 ha.
2.2.6 Sub Bidang Pengembangan Permukiman Luas wilayah Lhokseumawe 18.106 ha telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan atau kebutuhan oleh 171,163 jiwa penduduk. Dilihat dari tata guna pemanfaatan lahan (wilayah) yang ada, peruntukan untuk kebutuhan pemukiman sangat menonjol, yaitu sekitar 10.887 ha atau sekitar 60,12 % dari luas wilayah seluruhnya, berarti terjadi peningkatan dari tahun 2004 dimana lahan yang digunakan untuk pemukiman hanya 8.491 Ha (47 %). Untuk lebih jelasnya tentang luas wilayah dan tingkat kepadatan penduduk menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada tabel 2.16 berikut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 II-35
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel 2.15 Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kota Lhokseumawe
No. Kecamatan Penduduk Luas Wilayah (Km2) Kepadatan 1. 2. 3. 4. Banda Sakti Muara Satu Muara Dua Blang Mangat 73.543 31.723 44.209 21.689 11,24 55,90 57,80 56,12 6543 567 765 386
Jumlah 171,163 181,08 945 Sumber : Lhokseumawe Dalam Angka, Tahun 2010 Dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi untuk pemukiman menimbulkan permasalahan menjadi begitu kompleks. Permasalahan yang timbul antara lain adalah, persampahan, genangan banjir, kurangnya luasan ruang terbuka hijau, termasuk penanganan masalah kebakaran, telah mencuat sebagai hal yang sangat memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh. Lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang Kota Lhokseumawe, telah menciptakan wajah kota yang semakin semberaut. Perlu adanya peningkatan kinerja dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) sehingga terjadinya sinkronisasi terhadap pelaksanaaan dan pengawasan pelaksanaan tata ruang yang ada. Catatan terakhir di empat Kecamatan menunjukkan 2.390 unit rumah warga mengalami kerusakan, dimana sekitar 603 unit rumah yang rusak total dan 380 unit yang rusak berat, disamping rumah yang rusak ringan sebanyak 1.409 unit. Kewenangan pemukiman dan perumahan diarahkan kepada peningkatan sarana air bersih, penataan kawasan pemukiman yang indah dan nyaman, perkembangan perumahan bagi keluarga yang kurang mampu dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap keserasian pemukiman. http://www.bappedalhokseumawe.web.id Bappeda Kota Lhokseumawe BAB III
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-1
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
RENCANA PEMBANGUNAN KOTA
3.1. Strategi Pengembangan Kota Lhokseumawe 3.1.1 Fungsi dan Peran Kota Lhokseumawe Berdasarkan Rencana Penataan Tata Ruang (RTRW)
Sistem Perkotaan Struktur Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe dibentuk oleh: Sistem perkotaan, yang terdiri dari pusat kota dan sub-sub pusat dengan fungsinya masing-masing dalam lingkup pengembangan wilayah. Sistem jaringan prasarana wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan spasial antar kota-kota yang akan dikembangkan. Pengembangan sistem perkotaan di Kota Lhokseumawe didasarkan pada kriteria: Meningkatkan pemerataan kawasan terbangun di wilayah Kota Lhokseumawe; Pengurangan beban pusat kota dengan mendistribusikan fungsi kegiatan di Kecamatan Banda Sakti ke wilayah lainnya; Meningkatkan akses antar wilayah dengan penyediaan sarana dan prasarana transportasi; Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor, terutama sektor ekonomi dalam rangka merubah orientasi sektor basis dari industri pengolahan migas menjadi industri pengolahan hasil pertanian; Meningkatkan penyediaan infrastruktur penunjang kegiatan perekonomian; Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat; BAB
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-2
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Secara teknis aman dari bahaya bencana alam dan memiliki akses yang berorientasi dalam skala pelayanan regional dan lokal; Mengoptimalkan eksplorasi potensi sumberdaya alam. Secara konseptual struktur ruang wilayah Kota Lhokseumawe pada awalnya merupakan pola konsentrik, dimana terjadi pemusatan kegiatan pada satu titik (wilayah Banda Sakti), sehingga pada masa yang akan datang sistem perkotaan yang akan dikembangkan di Kota Lhokseumawe adalah pola multi pusat (multiplenuclei) yang dilakukan dengan mempertimbangkan: 1. Kebijaksanaan tata ruang yang telah ada, baik dalam lingkup nasional (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) dan Provinsi (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Aceh); 2. Kecenderungan pemusatan yang terjadi di wilayah Kecamatan Banda Sakti baik yang menyangkut kegiatan ekonomi, maupun fisik tata ruang dalam dekade terakhir serta sebaran penduduk perkotaan dan gampong-gampong yang mempunyai sifat perkotaan (desa urban); 3. Rencana pengembangan kegiatan fungsional perkotaan dan kawasan terbangun yang dapat menarik minat investasi di sektor non migas; 4. Fungsi kota sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberikan manfaat meningkatkan ketersediaan untuk pengembangan wilayahnya, meningkatkan perkembangan lintas sektor, terutama sektor ekonomi, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat; 5. Daya dukung lahan terkait dengan kawasan rawan bencana disekitar pusat- pusat pemukiman yang ada; 6. Kemudahan akses yang berorientasi pada skala pelayanan regional dan lokal. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian ditentukan hirarki dari masing-masing kota di wilayah Kota Lhokseumawe seperti terlihat pada tabel 3.1 berikut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-3
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel 3.1 Sistem Perkotaan di Kota Lhokseumawe
Hirarki I (Pusat) Hirarki II (Sub Pusat 1) Hirarki III (Sub Pusat 2) Pusong Baru Banda Sakti Ujung Blang Muara Satu (Batuphat Timu) Cot Trieng Blang Panyang Muara Dua (Blang Poroh) Alue Awe Meunasah Uteunkot Meunasah Panggoi Pusat Kota (Banda Sakti ) Blang Mangat (Keude Punteut) Alue Lim Blang Peunteut
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Pengembangan wilayah Kota Lhokseumawe tidak hanya diarahkan pada kawasan perkotaan melainkan mencakup pula kawasan bukan perkotaan. Sistem perkotaan merupakan arahan untuk menetapkan sistem perwilayahan dengan hirarki pusat-pusat pelayanan jasa dan produksi sesuai dengan fungsi, kecenderungan perkembangan dan orientasi perkembangannya. Sistem perkotaan dilakukan melalui pengembangan pusat-pusat permukiman sebagai pusat pelayanan jasa ekonomi, jasa pemerintahan dan jasa sosial lainnya, bagi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, maupun dalam hubungan interaksi antar pusat-pusat permukiman dengan wilayah-wilayah yang dilayaninya secara hirarkis. Dengan demikian, pusat-pusat permukiman sebagaimana dimaksud diatas meliputi pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan penentuan sistem perkotaan di atas, homogenitas kawasan, serta interaksi antar wilayah, maka sistem kota disusun dalam Bagian Wilayah Kota. Wilayah pengembangan di Kota Lhokseumawe dibagi atas 4 (empat) Bagian Wilayah Kota (BWK), yang masing-masing meliputi beberapa Sub Bagian Wilayah Kota (Sub BWK).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-4
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
1. Pusat Kota Bagian Wilayah Kota Pusat Kota ini mencakup seluruh wilayah administrasi Kecamatan Banda Sakti. Bagian ini merupakan kawasan pusat kota yang menjadi pusat kegiatan regional (primer) maupun lokal (sekunder). Pusat kota ini didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa (komersial), perkantoran, pariwisata, dan permukiman. Pusat dari Bagian Wilayah Kota ini terdapat pada kawasan perdagangan dan jasa di Kelurahan Kampung Jawa Lama. Bagian wilayah kota ini meliputi Sub Bagian Wilayah Kota PK1 di bagian selatan dan Sub Bagian Wilayah Kota PK2 di bagian utara. 2. Barat Kota Bagian wilayah kota yang terletak di sebelah barat Kota Lhokseumawe ini didominasi oleh fungsi kegiatan industri dan pertanian/ perkebunan serta didukung oleh fungsi kawasan permukiman. Pusat dari bagian wilayah kota ini terletak pada daerah yang terpadat yaitu di Gampong Batuphat Timu, dan terdiri dari tiga sub bagian wilayah kota yang berpusat di Gampong Cot Trieng (B1) dan Gampong Blang Panyang (B2). 3. Selatan Kota Bagian wilayah kota Selatan mencakup seluruh wilayah administrasi Kecamatan Blang Mangat yang fungsi utama kotanya adalah kegiatan pendidikan, pertanian/ perkebunan dan hutan. Pusat dari bagian Selatan Kota terletak pada Gampong Keude Punteut, sedangkan pusat dari sub bagian wilayah kotanya adalah Gampong Blang Punteut untuk sub bagian wilayah kota S1 dan Gampong Alue Lim untuk sub bagian wilayah kota S2. 4. Tenggara Kota Bagian wilayah kota ini meliputi seluruh wilayah administrasi Kecamatan Muara Dua. Bagian wilayah kota ini direncanakan untuk menampung fungsi kegiatan pusat pemerintahan, permukiman, pertanian/ perkebunan dan hutan. Pusat dari bagian wilayah kota ini terletak pada daerah yang direncanakan sebagai daerah relokasi kawasan pemerintahan. Bagian wilayah kota ini terbagi menjadi 3 sub bagian wilayah kota dengan pusat sub
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-5
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 bagian wilayah kotanya terletak di Gampong Cot Panggol (B1), Gampong Meunasah Utenkot (B2) dan Gampong Alu Awe (B3). Untuk mewujudkan struktur ruang dan arah pengembangan di tiap kota maupun tiap bagian wilayah kota maka perlu adanya fungsi pengembangan yang harus ditetapkan agar ada ketegasan dalam kebijaksanaan pengembangan di masa mendatang. Penetapan fungsi didasarkan pada pertimbangan: Hiraki kota/ kawasan perkotaan; Jangkauan pelayanan perkotaan tersebut terhadap wilayah belakangnya; Basis ekonomi kota/ kawasan perkotaan dalam wilayah yang lebih luas; Kedudukan perkotaan tersebut dalam skala regional; Berdasarkan pertimbangan di atas, rencana struktur kegiatan fungsional kota di Kota Lhokseumawe meliputi: 1. Komplek Pemerintahan Kota Lhokseumawe; 2. Kawasan Perkantoran Komersial dan perdagangan eceran di Kecamatan Banda Sakti; 3. Kawasan Pendidikan Tinggi di Bukit Rata; 4. Kawasan Industri di Batuphat Timur; 5. Kawasan Militer di Muara Dua.
Arahan fungsi kota untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Arahan Fungsi Kawasan Pusat-pusat Pertumbuhan di Kota Lhokseumawe
No Bagian Wilayah Kota Pusat Pertumbuhan Fungsi Utama Kawasan Hirarki I 1 BWK Pusat Kota (Banda Sakti) Ujung Blang Pusong Baru Perdagangan dan Jasa Perikanan Permukiman Pariwisata 2 BWK Barat Kota (Muara Satu) Batuphat Timu Blang Panyang Cot Trieng Industri Perdagangan dan Jasa Permukiman Pertanian Perkebunan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-6
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 No Bagian Wilayah Kota Pusat Pertumbuhan Fungsi Utama Kawasan Hirarki I 3 BWK Tenggara Kota (Muara Dua) Meunasah Panggol Meunasah Utenkot Alu Awe Pemerintahan Pertahanan & Keamanan Permukiman Pertanian Perkebunan Hutan 4 BWK Selatan Kota (Blang Mangat) Blang Peunteut Alue Lim Bukit Rata Pendidikan Permukiman Pertanian Perkebunan Hutan Pariwisata
Sumber: Hasil Analisis, 2012
3.1.2 Visi dan Misi Pembangunan Kota Lhokseumawe Apabila dilihat dari capaian pembangunan tahap pertama, ada beberapa permasalahan yang masih dihadapi Kota Lhokseumawe kedepan, antara lain: 1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan. Permasalahan Pembangunan Daerah dalam kaitannya dengan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, perluasan kesempatan kerja dan penanggulangan Kemiskinan merupakan isu strategis dan mendesak yang menjadi agenda untuk diprioritaskan penanganan pada tahun 2012-2017, karena berkaitan langsung dengan aktifitas perekonomian dan kehidupan social masyarakat, diantaranya yang terpenting adalah Pertama, masih rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan masih sangat tergantung kepada belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat. Kedua, masih rendahnya peran sector swasta termasuk Sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap perkonomian daerah. Ketiga tingginya tingkat kemiskinan dan sebaran penduduk miskin lebih dominan di gampong-gampong. Keempat, tingginya tingkat pengagguran dan rendahnya persentase tenaga kerja formal; 2. Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber Daya Energi Pendukung Investasi. Permasalahan pembangunan dan pemeliharaan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-7
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 infrastruktur dan sumber daya energy pendukung investasi yang perlu menjadi perhatian dan penanganan mendesak, anatara lain: Pertama, masih banyaknya jumlah rumah yang tidak layak huni. Kedua, masih adanya kawasan pemukiman kumuh (Pusong). Ketiga, belum optimalnya penyediaan air bersih, penanganan air limbah, pengelolaan persampahan dan drainase kota. Keempat, masih adanya keterbatasan kewenangan dan regulasi. Kelima, Alih fungsi lahan eksistin jalur kereta api. Keenam, Terbatasnya perluasan dan pemerataan jangkauan masyarakat akan informasi dan komunikasi. 3. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar. Pembangunan bidang Pendidikan di Kota Lhokseumawe masih diharapkan pada empat kelompok permasalahan yang perlu menjadi perhatian dan penanganan mendesak sebagai berikut: Pertama, pemerataan kesempatan belajar belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Kedua masih rendahnya kualitas, relevansi dan daya saing lulusan lembaga pendidikan. Ketiga, masih lemahnya manajemen pelayanan pendidikan yang ditandai dengan tata kelola dan tingkat akuntabilitas yang belum optimal. Keempat, implementasi pendidikan yang bernuansa islami belum berjalan sesuai dengan harapan; 4. Pelaksanaan Nilai-nilai Dinul Islam di Kota Lhokseumawe yang belum maksimal, terutama disebabkan karena masih kurangnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama dikalangan masayrakat. Berbagai prilaku masyarakat masih banyak yang bertentangan dengan moralitas dan etika agama. Pemahaman dan pengamalan agama dikalangan peserta didik (sekolah umun dan agama) juga belum memuaskan disebabkan antara lain: masih kurangnya materi dan jam pelajaran agama dibandingkan dengan pelajaran umum. Disisi lain, derasnya arus globalisasi yang umumnya tidak sejalan bahkan bertentangan dengan tuntutan moral Islam, telah mempengaruhi dan mendorong perilaku masyarakat kearah yang negatif; 5. Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah dalam bidang Kesehatan yang perlu menjadi perhatian dan penanganan mendesak adalah pelayanan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-8
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 kesehatan dan disparitas status kesehatan. Dimana dalam hal ini mempunyai beberapa permasalahan seperti kinerja pelayanan kesehatan yang masih rendah dan akses pelayanan kesehatan masih terbatas; 6. Penciptaan Pemerintah yang Bersih serta penyehatan Birokrasi Pemerintah. Sejalan dengan dinamika pembangunan, dalam penyelenggaraan Pemerintahan terdapat berbagai hambatan antara lain: Pertama, masih rendahnya kesadaran dan disiplin aparatur daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kedua, belum proporsionalnya tugas SKPK sesuai dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya dan Ketiga, penempatan pegawai aparatur daerah belum professional sesuai bidang keahliannya; 7. Keterlibatan Peran Swasta dalam Pembangunan Aceh Masih Rendah. Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe masih didominasi oleh konsumsi pemerintah. Partisipasi pihak swasta belum menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pembangunan Kota Lhokseumawe. Pihak swasta masih sangat tergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Disisi lain, pemerintah daerah sangat mengharapkan investasi swasta, baik yang bersumber dari pengusaha lokal yang ada di daerah, atau pengusaha daerah yang berada di luar daerah, ataupun kemampuan pengusaha daerah untuk menarik pengusaha luar daerah bahkan dari luar negeri untuk berinvestasi. Sinkronisasi investasi pembangunan menjadi imperative agar terjadi sinergi yang optimal anatara berbagai pelaku ekonomi melalui pembentukan kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat. Kemitraan tersebut ditujukan untuk mensinergikan aktivitas yang dilakukan oleh dunia usaha dengan program pembangunan daerah. Implementasi dari hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan yang sesuai dengan sifat, kondisi budaya dan kearifan lokal. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi agenda utama pembangunan Kota Lhokseumawe akan dituangkan dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Lhokseumawe Tahun 2012-2017.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-9
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 3.1.2.1. Visi Dalam menentukan arah pandang ke depan yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pembangunan, penataan kelolaan pemerintah daerah, pengutan struktur ekonomi, pengefektifan peyelenggaraan Dinul Islam dan pemberdayaan masyarakat, serta guna menyatukan persepsi, interprestasi serta komitmen seluruh komponen masyarakat dalam penyeleggaraan pembangunan daerah, maka perlu ditetapkan Visi Pemerintah Kota Lhokseumawe 2012-2017. Memperhatikan berbagai indikator serta kondisi dan karakteristik lokal Aceh dengan berbagai permasalahan yang ada di Pemerintah Kota Lhokseumawe saat ini, maka dapatlah dilakukan analisis berbagai hambatan dan tantangan serta upaya solutif dalam mengatasinya serta meningkatkan potensi pembangunan daerah secara komprehensif. Berdasarkan potensi yang dimiliki, baik potensi sumberdaya alam maupun potensi sumberdaya manusia termasuk potensi sosial budaya dan sinergitas diantara berbagai sumberdaya tersebut serta didukung oleh kuatnya partisipasi aktif dan seluruh stakeholder pembangunan di Kota Lhokseumawe, maka dengan mengucapkan Bismillahirrahmanir-rahim dengan mengharap Ridha Allah SWT, kami menetapkan Visi Pemerintah Kota Lhokseumawe Periode Tahun 2012-2017 adalah: KOTA LHOKSEUMAWE YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN DAN MANDIRI BERLANDASKAN UUPA SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI. Kata-kata yang tergabung di dalam kalimat membentuk visi tersebut, bermakna; Bermartabat, dapat diwujudkan dengan berpedoman melalui peraturan- peraturan hasil turunan UUPA dan peraturan perundangan lainnya, pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta penegakan supremasi hukum dan HAM, mengangkat kembali budaya Aceh, khususnya Kota Lhokseumawe yang islami
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-10
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 dan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Sejahtera, adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kota Lhokseumawe melalui pembangunan ekonomi berazaskan pada potensi unggulan lokal dan budaya saing, pengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan geopolitik, peningkatan indeks pembangunan manusia dan mengembangkan kemampuan menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkeadilan, adalah terwujudnya pembangunan yang adil dan merata yang dilakkukan secara partisipatif, proporsional dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kebutuhan dan azas manfaat bagi masyarakat Kota Lhokseumawe. Mandiri, adalah Kota Lhokseumawe mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah dan keunggulan geostrategis melalui penguatan kapasitas sumberdaya manusia, efesiensi dan efektifitas anggaran, serta penguasaan teknologi informasi, sehingga bermanfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Kota Lhokseumawe. Berdasarkan UUPA sebagai wujud MoU Helsinki, adalah mewujudkan pelaksanaan Pemerintahan Kota Lhokseumawe yang efektif dan efesien sebagaimana yang telah dituangkan dalam Undang-Undang tersebut guna tercapainya masyarakat Kota Lhokseumawe yang mandiri, makmur dan sejahtera. 3.1.2.2. Misi Dalam mewujudkan visi Kota Lhokseumawe tersebut ditempuh melalui 6 (enam) misi pembangunan Kota Lhokseumawe sebagai berikut: Misi Pertama, Menjalankan tata kelola Pemerintahan Kota Lhokseumawe yang amanah dengan mengimplementasikan UUPA. Ini bermaksud mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan amanah melalui implementasi peraturan-peraturan turunan UUPA. Selanjutnya, peningkatan profesionalisme
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-11
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 dan pengelolaan sumber daya aparatur, peningkatan kualitas pelayanan publik, membangun transparansi dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Menjadikan UUPA dan turunan peraturannya sebagai acuan pelaksanaan dan percepatan pembangunan Kota Lhokseumawe secara menyeluruh serta mewujudkan perdamaian abadi; Misi Kedua, Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan masyarakat adalah membangun masyarakat Kota Lhokseumawe yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, beretika dan berkarakter, dengan mengangkat kembali budaya Aceh yang bernafaskan Islami dalam upaya pengembalian harkat dan martabat masyarakat Aceh. mengimplementasikan budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat secara efektif dan tepat; Misi Ketiga, Memperkuat struktur ekonomi dan kualitas sumber daya manusia adalah mengembangkan kerangka ekonomi kerakyatan melalui peningkatan potensi sektor unggulan daerah dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat secara optimal; menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, memperluas kesempatan kerja melalui pembangunan infrastruktur ekonomi sektor riil dan pemihakan kepada UKM dan koperasi. Pembangunan ekonomi yang di fokuskan kepada sektor pertanian yang berbasis potensi lokal masing- masing kecamatan; Misi Keempat, Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat Kota Lhokseumawe adalah mewujudkan pemerataan kualitas pelayanan pendidikan, mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui meningkatnya angka harapan hidup, menurunkan angka kematian bayi, menurunkan angka prevalensi gizi buruk serta efektifitas penanganan penyakit menular; Misi Kelima, Melaksakan pembangunan Kota Lhokseumawe yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan adalah terwujudnya pembangunan daerah yang berbasis kebutuhan dan kemanfaatan melalui perencanaan yang tepat, fokus dan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-12
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 tuntas. Terwujudnya penanganan tata ruang terpadu dalam pelaksanaan pembangunan daerah melalui pembangunan berbasis lingkungan, pengelolaan dan pengendalian bencana, perbaikan sistem dan jaringan sarana dan prasarana transportasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata; Misi Keenam, Mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan SDA adalah terwujudnya masyarakat Kota Lhokseumawe yang mampu memanfaatkan potensi-potensi sumberdaya alam yang berdayaguna dan berhasil guna secara optimal dengan mendorong masyarakat yang lebih produktif, kreatif dan inovatif.
Sasaran dan Kebijakan Pembangunan Kota Lhokseumawe 2012-2017 merupakan perwujudan visi dan misi Kepala Daerah yang akan dilaksanakan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Untuk menerjemahkan visi dan misi yang telah kami susun diatas maka perlu kami rumuskan dan dijabarkan lebih operasional ke dalam sejumlah dan sasaran dan kebijakan, sehingga lebih mudah di implementasikan dana diukur tingkat keberhasilannya. Misi Pertama, Menjalankan tata kelola Pemerintahan Kota Lhokseumawe yang amanah dengan mengimplementasikan UUPA, dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terwujudnya implementasi UUPA secara cepat dan akurat melalui implementasi berbagai turunan UUPA yang mengikat dalam upaya pencapaian keutuhan, perdamaian abadi dan percepatan pembangunan yang berkelanjutan; 2. Terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang bermartabat, baik bersih dan amanah serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme, dengan mengedepankan kualitas kerja dan profesionalisme; 3. Terwujudnya birokrasi yang kuat melalui mengoptimalkan pelayanan publik, menjaga kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan serta tersedianya ruang dialog publik yang bebas dan bertanggung jawab serta peningkatan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-13
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 peran serta dan partisipasi masyarakat sipil dalam kehidupan politik dan kegiatan pembangunan; 4. Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai dengan peraturan perundang- undangan dengan penguatan sistem kelembagaan yang memiliki nilai-nilai demokrasi yang diitik-beratkan kepada prinsip-prinsip trnsparansi, akuntabilitas, non-diskriminasi dan kemitraan.
Kebijakan 1. Melaksanakan UUPA secara sungguh-sungguh dan menyeluruh sebagai konsekwensi logis dari hasil MoU Helsinki; 2. Membangunn transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan melalui peningkatan kualitas sumber daya aparatur sesuai dengan potensi dan profesionalisme bidang tugasnya; 3. Memperkuat birokrasi pemerintahan dengan penguatan sistem penataan kelembagaan satuan kerja dan semangat demokrasi untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan seluruh stakeholder dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan; 4. Fasilitasi penguatan pengawasan keuangan daerah dan pembinaan administrasi anggaran daerah secara transparan dan akuntabel. Misi Kedua, Menerapkan budaya-budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam disemua sektor kehidupan dengan sasaran sebagai berikut: 1. Membangkitkan kembali pemahaman dan penghayatan masyarakat terhadap sejarah Aceh sebagai nilai budaya dalam tatanan kehidupan; 2. Terwujudnya masyarakat Aceh berkualitas, memiliki karakter islami yang dicirikan dengan sehat jasmani, rohani dan sosial, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki moral dan etika yang baik, rajin, tangguh, cerdas dan memiliki kompetensi dan daya saing, toleransi tinggi, berbudi luhur, peduli lingkungan, patuh kepada hukum, serta mencintai perdamaian;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-14
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 3. Meningkatnya pemahaman, penghayatan, pengamalan dan ketaatan masyarakat serta aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam; 4. Meningkatnya peran ulama terhadap penetapan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan untuk pengefektifan penerapan nilai-nilai Dinul Islam dan mengangkat kembali budaya-budaya Aceh yang Islami. }} Kebijakan 1. Membangun kembali pengetahuan dan wawasan sejarah dan nilai-nilai budaya Aceh dalam kehidupan masyarakat; 2. Melaksanakan secara baik dan bersih serta di dalam kehidupan pemerintahan secara baik dan bersih serta di dalam kehidupan masyarakat secara komprehensif dengan mengedepankan kearifan lokal; 3. Mensosialisasikan qanun dan aturan yang berkenaan dengan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam; 4. Meningkatkan kapasitas aparatur pelaksana nilai-nilai Dinul Islam dan peran serta ulama dalam penyelenggaran pemerintahan yang berfungsi menegakkan amar makruf nahi mungkar; 5. Meningkatkan kerjasama antar lembaga terutama dengan lembaga pendidikan dalam upaya membangun pemahaman dan pengetahuan tentang nilai-nilai Dinul Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan; 6. Menjamin hak-hak kerukunan beragama dalam upaya peninkatan toleransi dan kedamaian. Misi Ketiga, Memperkuat Struktur Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif serta terwujudnya sektor pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditas unggulan yang berkualitas;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-15
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2. Menurunnya angka kemiskinan absolut dengan perbaikan pendapatan dan pemberdayaan kemandirian melalui perluasan lapangan usaha; 3. Meningkatnya luasan areal baru lahan pertanian dan produktivitas lahan pertanian dengan penyediaan prasarana dan pengendalian dalam mendukung peningkatan produki pertanian; 4. Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat dengan penyediaan fasilitas usaha mikro dan kawasan pesisir; 5. Meningkatnya pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah terpencil dan pesisir melalui pengolahan hasil pertanian dan perikanan budidaya yang berkelanjutan dengan penguatan peran dan fungsi lembaga otoritas investasi dalam mengembangkan usaha penjamin hasil produksi pertanian dan perikanan; 6. Pengembangan sektor pertanian berbasis komoditi unggulan sesuai dengan sumberdaya alam dan agro ekosistem wilayah; 7. Terwujudnya pendidikan yang berkualitas pada pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan dayah dan pendidikan tingi dalam menjawab tantangan global dan kebutuhan ketenagakerjaan; 8. Tersalurnya pemberian bantuan subsidi dan beasiswa bagi keluarga miskin dan penerapan pendidikan dasar dan menengah gratis; 9. Terwujudnya layanan kesehatan yang berkualitas melalui pemenuhan kebutuhan fasilitas dan infrastruktur kesehatan.
Kebijakan 1. Menumbuhkembangkan komoditas unggulan daerah yang sesuai dengan agro ekosistem wilayah dalam upaya menciptakan mata pencaharian tetap kepada masyarakat dengan skala usaha menguntungkan; 2. Pengembangan industri dan pariwisata berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, menurunkan pengangguran dan mendorong pertumbuhan ekonomi; 3. Perluasan areal pertanian serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-16
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4. Pembangunan dan pemeliharaan pengairan dan sistem irigasi yang melayani daerah-daerah serta produki pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi; 5. Pengembangan investasi swasta, baik yang bersumber dari pengusaha lokal yang ada di daerah, atau pengusaha yang berada di luar daerah, ataupun kemampuan pengusaha daerah untuk menarik pengusaha luar daerah bahkan luar negeri untuk berinvestasi melalui pembentukan kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat; 6. Tercapainya perluasan dan pemerataan akses pendidikan pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan dayah yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas secara merata dan proporsional antar lembaga pendidikan; 7. Peningkatan kualitas layanan pendidikan daerah melalui penyediaan yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis muatan lokal (IPTEK dan IMTAQ); 8. Peningkatan pelayanan pendidikan melalui pemberian bantuan beasiswa dan penerapan pendidikan dasar dan menengah gratis; 9. Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui pemenuhan kebutuhan fasilitas dan infrastruktur kesehatan. Misi Keempat, Melaksanakan Pembangunan Kota Lhokseumawe yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan, dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terciptanya pembangunan terintegrasi dengan berbagai sektor pembangunan secara berkelanjutan melalui berbagai komitmen terhadap pemanfaatan tata ruang dan dokumen perencanaan yang telah ditetapkan; 2. Terwujudnya pembangunan infrastruktur daerah yang seimbang, merata dan proporsional sesuai dengan kebutuhan dan kemanfaatan masyarakat.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-17
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Kebijakan 1. Menciptakan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan pembangunan daerah; 2. Pengembangan seluruh potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup secara seimbang dan berdaya guna. Misi Kelima, Mewujudkan Peningkatan Nilai Tambah Produksi Masyarakat dan Optimalisasi pemanfaatan SDA, dengan sasaran sebagai berikut: 1. Terwujudnya ketahanan pangan daerah melalui pemanfaatan SDA secara berkelanjutan dengan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah dan daya saing daerah; 2. Terwujudnya produktivitas dan nilai tambah pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan serta hasil pertambangan yang dapat berfungsi sebagai lumbung energi daerah dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem; 3. Terwujudnya pusat pertumbuhan (growth pole and growth centre) sebagai daya saing wilayah dengan menciptakan produk unggulan lokal yang kreatif, inovatif, serta memiliki nilai kekhasan yang kuat tanpa merusak lingkungan. Kebijakan 1. Meningkatkan inovasi dan kreativitas yang memberikan nilai tambah pada produksi masyarakat dengan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan berdasarkan keseimbangan wilayah; 2. Menumbuhkembangkan konsep agribisnis dan agroindustri dengan memanfaatkan investasi untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan menyerap tenaga kerja; 3. Mengembangkan kawasan potensi perikanan tangkap untuk menjadi kawasan minapolitan dengan memanfaatkan investasi usaha perikanan dalam upaya membuka lapangan kerja dan nilai tambah masyarakat;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-18
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4. Meningkatkan dukungan inovasi teknologi untuk menciptakan pemanfaatan sumber daya alam terbarukan melalui pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan nilai tambah dari produktivitas; 5. Membangun sistem pengolahan dan pemanfaatan hasil pertambangan sebagai kawasan industri dengan memperhatikan dampak lingkungan dan risiko bencana; 6. Mengembangkan kawasan industri wisata melalui pemanfaatan sumber daya alam dengan membangun prinsip ekonomi kreatif berdasarkan komoditi unggulan daerah; 7. Melakukan pembinaan dan penguatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk mengembangkan hasil pemanfaatan sumber daya alam yang berdaya saing.
3.1.3 Arahan Pengembangan Struktur Kota Lhokseumawe Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku kepentingan. Untuk itu pelaksanaan penyesuaian Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe akan dilakukan didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif. Secara administratif wilayah Kota Lhokseumawe, merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-19
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 wilayah provinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidaksinambungan pemanfaatan ruang. Pengembangan Kota Lhokseumawe kedepan merupakan pengembangan lanjutan dari keadaan yang ada saat sekarang ini, dengan kata lain bukanlah pengembangan kota baru. Pola pemanfaatan ruang yang ada akan lebih banyak mempengaruhi struktur ruang kota daripada sebaliknya. Skenario pengembangan untuk mewadahi atau memberi bingkai bagi strategi pengembangan tata ruang wilayah Kota Lhokseumawe adalah skenario pengembangan yang berorientasi ke luar dengan sistem outlet hirarkis fungsional dan dengan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan. Pengembangan tata ruang yang berorientasi keluar berarti melihat Kota Lhokseumawe sebagai wilayah terbuka yang berinteraksi dengan wilayah lain di luar Kota Lhokseumawe, baik secara regional maupun nasional. Untuk itu perekonomian Kota Lhokseumawe harus didorong untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal dan mengoptimalkan potensi-potensi internal yang dimiliki, sehingga potensi yang dimiliki oleh Kota Lhokseumawe semakin besar dan semakin berperan secara regional dan nasional. Dengan skenario ini, diharapkan pembangunan Kota Lhokseumawe dapat menjawab tantangan regional, nasional bahkan secara global. Dalam berhubungan dengan dunia luar, Kota Lhokseumawe akan memiliki pintu-pintu yang secara fungsional berhirarki, artinya akan ada beberapa terminal, dermaga pedalaman dan peningkatan kapasitas bandara Malikussaleh Aceh Utara, yang saling berintegrasi dan memiliki saling jalinan simpul. Hirarki ini dimaksudkan untuk efisiensi pergerakan barang dan orang, serta menghemat pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. Untuk menyeimbangkan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-20
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pertumbuhan dan pemerataan, maka di dalam wilayah Kota Lhokseumawe harus diupayakan terjadi interaksi antara pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya. Secara konseptual, hubungan ini merupakan jabaran dari konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan (growthpoles). Prasarana transportasi selain akan berfungsi sebagai media berlangsungnya spread effect, juga berperan untuk melayani (peran pasif) sekaligus membangkitkan (peran aktif) kegiatan sosial ekonomi pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Kondisi wilayah-wilayah yang masih relatif belum maju dan tertinggal sangat membutuhkan intervensi kebijakan pembangunan dari pemerintah, sehingga diharapkan dapat mempercepat pembangunan di wilayah-wilayah ini yang pada akhirnya dapat meningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Sasaran dari pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah: 1. Terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis serta wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis; 2. Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antara kota dengan wilayah pedesaan kecil secara hirarkis dalam suatu sistem pembangunan perkotaan; 3. Terwujudnya percepatan pembangunan wilayah kota dengan wilayah pedesaan, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai motor penggerak pembangunan di wilayah-wilayah pengaruhnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi, termasuk dalam melayani kebutuhan masyarakat warga kotanya; 4. Terkendalinya pertumbuhan kota-kota dalam suatu sistem wilayah pembangunan kota yang compact, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan; 5. Terwujudnya keterkaitan kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan perdesaan dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang saling menguntungkan;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-21
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 6. Terwujudnya keserasian pemanfaatan dan pengendalian ruang dalam suatu sistem wilayah pembangunan yang berkelanjutan; 7. Terwujudnya sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta terlaksananya penegakan hukum terhadap hak atas tanah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi dan demokrasi.
3.1.4. Rencana Sistem Jaringan Prasarana 3.1.4.1. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk mencapai sistem transportasi yang efisien dan efektif, terselenggaranya pelayanan angkutan yang aman, tertib, nyaman, teratur, lancar dan efisien serta sesuai dengan perkembangan teknologi transportasi.
3.1.4.1.1. Transportasi Darat 3.1.4.1.1.1. Jaringan Jalan Rencana Pengembangan sistem prasarana jaringan jalan meliputi penataan fungsi dan hirarki jaringan jalan, pembangunan terminal dan lainnya. Rencana pengembangan jaringan jalan di Kota Lhokseumawe mengikuti pola yang sudah ada baik berdasarkan kondisi saat ini yang membentuk pola linier dan radial atau bersifat radial simetris. Dasar pembentukan pola jaringan jalan ini adalah bentuk dan morfologi lahannya, efisiensi pemanfaatan lahan, kemudahan dalam sistem utilitas dan aksebilitas yang ditimbulkannya lebih baik. Arahan pengembangan jaringan jalan adalah sebagai berikut: 1. Penambahan jaringan jalan, terutama jalan kolektor yang menghubungkan pusat bagian wilayah kota dengan pusat sub bagian wilayah kota yang baru. 2. Peningkatan fungsi jalan, yaitu menyesuaikan fungsi jalan dengan sistem perkotaan yang baru. 3. Perbaikan kualitas jalan negara, provinsi dan kabupaten/ kota yang rusak berat, sedang dan ringan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-22
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4. Pengembangan jalan alternatif, dimaksudkan untuk mengurangi beban lalu lintas jalan raya utama (jalan negara) yang selama ini menghubungkan Banda Aceh - Medan. Pengembangan sistem jaringan transportasi di Kota Lhokseumawe berperan penting untuk: Memudahkan interaksi dan proses koleksi distribusi antar wilayah/ sub- wilayah, sehingga diperoleh manfaat sosial ekonomi dan tata ruang perwilayahan seperti peningkatan mobilitas penduduk, pengembangan sektor-sektor produktif. Membuka isolasi sub-sub wilayah yang terbelakang, sehingga wilayah secara keseluruhan akan berkembang.
3.1.4.1.1.2. Terminal Terminal merupakan prasarana transportasi tempat naik dan/ atau turunnya penumpang. Prasarana terminal yang ada di Kota Lhokseumawe meliputi; terminal transit angkutan regional, terminal angkutan dalam kota dan sub terminal angkutan kota. Sistem terminal di Kota Lhokseumawe dibedakan dalam dua bagian yaitu terminal angkutan regional (primer) dan terminal angkutan dalam kota. Pemisahan ini bertujuan untuk memisahkan lalu lintas angkutan yang mempunyai jangkauan regional dan angkutan yang hanya melayani dalam kota saja. Rencana pengembangan dan penetapan lokasi terminal adalah sebagai berikut: 1. Terminal Transit Angkutan Regional Terminal ini direncanakan di kawasan Alue Awe dan berlokasi pada jalur jalan regional dan jalan elak. Terminal ini akan berfungsi sebagai terminal angkutan penumpang dan barang yang bersifat regional. Fasilitas pendukung yang akan dibutuhkan untuk pengambangan terminal ini adalah sebagai berikut:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-23
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 a. Terminal Angkutan Penumpang: Bangunan terminal dan ruang tunggu penumpang Tempat parkir kendaraan (bus dan mobil) Kantor Fasilitas umum b. Terminal Angkutan Barang: Terminal bongkar muat barang Gudang Tempat parkir kendaraan (truk dan mobil) Kantor Fasilitas umum
3.1.4.1.1.3. Sarana Transportasi Pengembangan sarana transportasi dimaksudkan untuk memberikan pelayanan pergerakan barang dan manusia didalam lingkup lokal maupun regional. Penyediaan jumlah sarana ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat dan kegiatan sosial ekonomi, sehingga mampu meningkatkan kegiatan perekonomian kota. Jenis sarana transportasi darat yang akan dikembangkan dibedakan berdasarkan skala pelayanannya, yaitu: Untuk pelayanan regional, jenis angkutan orang/ penumpang dengan skala pelayanan regional direncanakan sarana ukuran besar ( 30 penumpang). Sedangkan untuk jenis angkutan barang diperlukan truk ukuran minimum 3 ton. Untuk pelayanan lokal/ kota, dapat digunakan jenis kendaraan roda empat yang mampu mengangkut minimal 12 penumpang dan kendaraan bermotor roda dua.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-24
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 3.1.4.1.2. Rencana Pengembangan Jaringan Utilitas Kota 3.1.4.1.2.1. Air Bersih Pelayanan jaringan air bersih yang disediakan PDAM di wilayah Kota Lhokseumawe baru menjangkau sebagian kecil kebutuhan penduduk. Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, sebagain besar penduduk masih memanfaatkan sumur galian, pompa dan sungai. Sistem pelayanan air bersih yang di Kota Lhokseumawe dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Mon Pase yang bergabung pengelolaannya dengan Kabupaten Aceh Utara. Namun saat ini Kota Lhokseumawe sudah memiliki PDAM sendiri yaitu PDAM Ie Beusare Rata, namun belum beroperasi maksimal karena masih dalam proses pengalihan aset dengan PDAM Mon Pase. Sumber air PDAM berasal dari sungai atau air permukaan dan air tanah, sedangkan air permukaan berasal dari luar kota yaitu dari daerah Krueng Mane, Krueng Peusangan dan Krueng Pase. Untuk melayani kebutuhan konsumsi air bersih yang masih sangat kurang untuk kebutuhan kota terutama daerah pusat Kota Banda Sakti, maka rencana pendistribusian air bersih dimasa yang akan datang akan dilakukan dengan sistem bercabang dengan menambah langgaan dan jaringan terutama pada wilayah yang belum terjangkau oleh sistem distribusi. Target pelayanan air bersih sampai dengan tahun 2027 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.3 Rencana Pelayanan Air Bersih Kota Lhokseumawe Target Pelayanan Air Bersih (l/ hari) No.
Kecamatan 2012 2017 2022 2027 1 Blang Mangat 2.243.730 2329141 2417804 2509842 2 Banda Sakti 8.888.071 9226410 9577630 9942219
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-25
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 3 Muara Dua 4.540.547 4713390 4892814 5079067 4 Muara Satu 4.037.408 4191099 4350640 4516255 5 Total Rumah Tinggal 19.709.755 20460041 21238888 22047383 6 Fasilitas Sosial/ Pemerintahan 3.941.951 4092008 4247778 4409477 7 Total Kebutuhan 23.651.706 24552049 25486665 26456859 8 Kebocoran 4.730.341 4910410 5097333 5291372 9 Jumlah Total 28.382.047 29462459 30583998 31748231 10 Debit yang dibutuhkan (l/ dtk) 328 341 354 367 Sumber: Hasil Analisa, 2012 Rencana program pengembangan sistem penyediaan air bersih antara lain: 1. Pengoptimalan kapasitas instalasi pengolahan air bersih 2. Pembangunan jaringan pipa distribusi 3. Penyuluhan sadar air bersih 4. Eksplorasi sumber-sumber air potensial serta perlindungan daerah sumber air 5. Peningkatan kualitas pelayanan
3.1.4.1.2.2. Jaringan dan Kapasitas Listrik Kapasitas listrik untuk Kota Lhokseumawe saat ini masih belum memadai, sehingga untuk kebutuhan dimasa yang akan datang perlu adanya penambahan pemasangan daya listrik ini. Sumber listrik bagi Kota Lhokseumawe saat ini berasal dari PLN jaringan Sumatera Utara-Aceh. Rencana kebutuhan listrik dimasa mendatangnya adalah sebesar 95.819.880 watt atau 95.819,88 Kilo Watt (KWH). Angka ini diperoleh dari rata-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-26
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 rata kebutuhan penduduk yaitu sekitar 900 sampai 1.300 Watt/ KK, yang disesuaikan dengan kondisi kota (baik jumlah penduduk dan bangunan, serta kondisi perekonomiannya). Perhitungan kebutuhan ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap KK pada akhir tahun perencanaan terdiri 5 jiwa. Sementara itu juga ditunjang oleh kebutuhan listrik untuk fasilitas sosial diasumsikan sebesar 30 % dari kebutuhan listrik rumah tangga, sedangkan untuk industri dan penerangan jalan diasumsikan menyerap masing-masing 10 % dari kebutuhan rumah tangga. Faktor keserempakan adalah 80 % dari jumlah kebutuhan keseluruhan. Untuk menunjang realisasi di atas, maka sistem penerangan listrik ditekankan pada faktor-faktor : a. Rehabilitasi sistem yang ada, yakni : - Jumlah pemadaman per tahun yang sekecil mungkin. - Waktu pemadaman per gangguan yang sependek mungkin. b. Kualitas tegangan yang baik, tegangan yang stabil pada titik beban. c. Efisiensi sistem yang baik, dengan memperkecil kerugian di saluran tegangan tinggi, menengah dan rendah. d. Fleksibilitas sistem yang baik, mampu menampung penambahan beban yang diakibatkan oleh peningkatan penduduk dan aktivitasnya. e. Ekonomis, dalam arti sistem yang direncanakan secara ekonomis, dan sejauh mungkin memanfaatkan sistem yang telah ada. Untuk memenuhi kebutuhan listrik sebagaimana tertera dalam tabel diatas, perlu diupayakan penambahan dari sumber tenaga yang baru. Sistem jaringan listrik disalurkan dari gardu pembangkit kepada gardu bagi (travo feeder). Kapasitas dari travo feeder tergantung dari kebutuhan pelayanan tiap- tiap travo. Dari travo bagi ini disalurkan kepada setiap pelanggan.
3.1.4.1.2.3. Jaringan Telepon Sarana telekomunikasi pada saat ini sangat penting untuk menunjang hampir seluruh aspek kehidupan, terutama untuk menunjang kegiatan ekonomi. Saat ini di wilayah Kota Lhokseumawe, selain sistem telepon sistem kabel, juga
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-27
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 telah tersedia fasilitas telepon bergerak (handphone) yang dilayani oleh operator Telkomsel, Excelcomindo, Indosat dan Telkomflexi. Dari aspek jangkauan, maka kedepan yang diperlukan adalah memperluas jaringan dan jangkauan cakupan area yang mampu tercover layanan telepon selular, dengan menambah jumlah jaringan BTS sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah Kota Lhokseumawe.
3.2. Strategi Pengembangan Infrastruktur Kota A. Infrastruktur Pengelolaan Air Limbah Kota Setiap hari manusia menghasilkan air limbah rumah tangga (domestic waste water). Air limbah tersebut ada yang berasal dari kakus atau yang disebut black water. Ada pula yang berasal dari kamar mandi, tempat mencuci pakaian, tempat mencuci piring dan peralatan dapur yang disebut juga grey water. Secara umum ada dua tipe sistem pengolahan air limbah. Pertama, sistem pembuangan setempat (On Site Sanitation). Pada setiap pembuangan setempat ini, air limbah dialirkan ke tempat pembuangan atau pengolahan yang terletak di sekitar pekarangan rumah atau bangunan. Istilah lain dari sistem setempat ini disebut juga sebagai sistem individual. Adapun jenis sarana yang termasuk tipe ini, misalnya cubluk, septic tank, dan lain-lain. Kedua, sistem pembuangan terpusat (Off Site Sanitation). Pada sistem pembuangan terpusat ini, air limbah disalurkan ke saluran air limbah kota yang mengalir menuju pengolahan air limbah kolektif di Gampong Mon Geudong. Sistem ini juga dikenal dengan istilah sistem komunal. Jelasnya, pada sistem komunal air limbah dialirkan dari sumbernya menuju ke tempat pengolahan terpusat dengan mempergunakan pipa riol. Adapun riol yang dipakai untuk mengalirkan air limbah tersebut dinamakan dengan Sewerage System.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-28
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Perencanaan sistem jaringan air limbah dilakukan dengan cara sebagai berikut :Sistem tertutup pada tempat-tempat tertentu (misalnya permukiman, perkantoran, dll) atau pada kawasan pusat kota Sistem terpisah yang dilengkapi dengan kolam penampungan/ pengolahan di daerah yang karakteristik air buangannya buruk (misalnya kawasan industri, pasar, dll) Membuat saluran berdasarkan hirarki sehingga dapat mengalirkan seluruh air buangan Mengatur dan membangun lokasi penampungan Sistem saluran air limbah disesuaikan dengan keadaan topografinya, yang dalam penanganannya memanfaatkan gaya gravitasi Pembuangan air limbah dapat menimbulkan dampak, yaitu dapat merugikan makhluk hidup (manusia, tumbuhan dan binatang) yang berada dalam badan penerima air limbah. Berdasarkan asal buangannya air limbah terbagi atas 2 kategori, yaitu : 1. Air limbah domestik, yang berasal dari kegiatan rumah tangga 2. Air limbah non domestik, yang berasal dari selain kegiatan rumah tangga, seperti kawasan komersil, industri dan sebagainya Air limbah domestik umumnya mengandung zat organik dan BOD yang cukup tinggi. Sedangkan air limbah industri mengandung zat kimia yang beragam dan terkadang berwarna, tergantung jenis industrinya, bahkan ada yang mengandung bahan B3 (Buangan Beracun dan Berbahaya). Penanganan air limbah di Kota Lhokseumawe dilakukan dengan cara sebagai berkut : Penanganan limbah yang berasal dari industri, rumah sakit, hotel, dan lain- lain dilakukan dengan cara Instalasi Pengolahan Air Limbah. Setelah melalui beberapa tahap proses pengolahan di instalasi tersebut air limbah yang sudah bebas dari zat beracun dapat dialirkan melalui badan sungai yang terdekat sehingga badan sungai tersebut bebas dari pencemaran lingkungan. Penanganan limbah manusia dilakukan melalui 2 cara, yaitu untuk limbah padat dapat menggunakan septik tank terpusat melalui saluran riol induk yang dikelola oleh instansi pengelola dan limbah cairnya dialirkan ke saluran
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-29
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 air buangan. Cara kedua adalah dengan membuat beberapa septik tank pada setiap rumah tangga dengan pengolahan sendiri sehingga hasil dari tahap penjernihan dapat dibuang melalui saluran-saluran drainase pada setiap rumah atau lingkungan permukiman. Untuk pengelolaan limbah cair, targetnya diarahkan melalui upaya- upaya intensif baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kondisi sanitasi lingkungan yang baik, dalam hal ini perlu dilanjutkan terus dengan memperhatikan kegiatan penyuluhan secara intensif serta menggunakan cara yang sesuai dengan lingkungan setempat. Sistem penanganan air limbah di Kota Lhokseumawe menggunakan sistem pembuangan on site, sehingga dianjurkan menggunakan metode septic tank atau cubluk (tunggal atau kembar). Penanganan pembuangan sistem on site memerlukan transportasi lumpur tinja untuk pengosongan tanki dengan menggunakan truk berkapasitas 2-4 atau 6 meter kubik atau menggunakan trailer untuk melayani penyedotan daerah padat dengan jalan relatif sempit. Tabel 3.4 Rencana Pelayanan Air Limbah Kota Lhoseumawe Target Pelayanan Air Limbah (m 3 ) No Kecamatan 2007 2012 2017 2022 2027 1 Blang Mangat 14.410 14.958 15.528 16.119 16.732 2 Banda Sakti 57.081 59.254 61.509 63.851 66.281 3 Muara Dua 29.160 30.270 31.423 32.619 33.860 4 Muara Satu 25.929 26.916 27.941 29.004 30.108 TOTAL 126.580 131.398 136.401 141.593 146.981 Sumber : Hasil Analisis, 2012 Pada tahun 2007 menunjukkan bahwa Kecamatan Banda Sakti merupakan kecamatan yang membutuhkan pelayanan air buangan terbesar yaitu 57.081 m 3 . Sedangkan Blang Mangat merupakan kecamatan terendah yang membutuhkan pelayanan air limbah yaitu sebesar 14.410 m 3 . Selanjutnya tahun
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-30
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2012 hingga tahun 2027 menunjukkan bahwa kebutuhan pelayanan air limbah terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Strategi peningkatan pengelolaan air limbah di Lhokseumawe juga ikut mengacu pada target-target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yaitu : 1) Target Nasional Target/ sasaran pambangunan masalah air limbah diarahkan untuk dapat dilaksanakan melalui beberapa cara : yaitu dengan pengelolaan pembuangan limbah sistem setempat (on site sanitation disposal system) a. Sistem Individual Sistem pembuangan setempat, yang dilakukan masyarakat dengan jamban/ kakus cubluk atau dengan tangki septic perlu didukung dengan usaha penyuluhan dan perbaikan serta pemeliharaan kondisi dari fasilitas tersebut. Fasilitas pengurasan tangki septic dan pengadaan tempat pembuangan lumpur tinja harus disediakan untuk melayani masyarakat pemakai. b. Sistem Komunal Sistem pembuangan limbah setempat secara komunal yang sudah dikenal berupa fasilitas MCK disamping memberikan manfaat yang nyata juga menimbulkan dampak negatif yang umumnya disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dalam hal kebersihan dan kesehatan lingkungan. Program penyediaan fasilitas MCK perlu disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat dan didukung oleh program penyuluhan kesehatan yang intensif. Fasilitas MCK terutama diarahkan untuk daerah-daerah dengan tingkat ekonomi rendah. 2) Kebijaksanaan dan Strategi Penanganan Air Limbah Domestik a) Peningkatan pembangunan, pengelolaan prasarana dan sarana sanitasi, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menjaga kelestarian lingkungan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-31
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 b) Penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi yang terjangkau oleh masyarakat luas sampai kepada yang berpenghasilan rendah. c) Pengembangan rekayasa teknis untuk mendapatkan teknologi tepat guna yang sederhana. d) Penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan Iingkungan dan berkelanjutan. e) Penetapan dan penerapan pemberlakuan harus memenuhi baku mutu lingkungan di kawasan perumahan dan pemukiman. f) Peningkatan peran serta swasta dan masyarakat. g) Pemantapan kelembagaan. h) Peningkatan pemanfaatan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah dibangun. i) Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penyediaan dan penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana. 3) Strategi Teknis a) Menentukan spesifikasi teknis minimum prasarana dan sarana dasar sanitasi. b) Menentukan standar baku mutu lingkungan permukiman yang sehat. c) Mendorong terlaksananya operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana dasar sanitasi. d) Menyiapkan rencana pengelolaan secara terpadu sebelum pelaksanaan. 4) Strategi Finansial/ Pendanaan Perlu menciptakan iklim pendanaan yang memungkinkan dan menarik dunia usaha maupun dana lain yang tidak mengikat untuk ikut serta membiayai penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-32
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Peta 3.1 Jaringan Air Limbah Kota Lhokseumawe
B. Infrastruktur Persampahan Kota Penanganan akhir sampah di Kota Lhokseumawe menggunakan sistem open dumping. Tempat Pembangunan Akhir (TPA) terletak di Alue Lim. Dalam proses pengumpulan sampah, di rencanakan pengembangan TPS di setiap pusat sub kota. Luas TPA 8 ha dengan volume sampah yang masuk ke TPA 202 m 3 / hari, jarak TPA dari pusat kota 20 Km. Pengelolaan persampahan Kota Lhokseumawe dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Mekanisme Sistem pengelolaan sampah di Kota Lhokseumawe dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: 1. Pewadahan Pola pewadahan yang direncanakan berupa pola pewadahan individual yang diletakkan dekat rumah untuk permukiman dan diletakkan di belakang untuk pertokoan serta pola pewadahan komunal yang diletakkan sedekat mungkin dengan sumber sampah di tepi jalan besar.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-33
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2. Pengumpulan Sampah Pengumpulan sampah sama dengan pola pewadahan, rencana sistem pengumpulan sampah mengunakan dua sistem yaitu pengumpulan individual yang dilakukan dengan sistem pelayanan door to door (dengan truk kecil dikumpulkan ke depo atau langsung diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir) dan sistem pelayanan door to door (dengan gerobak dan dikumpulkan di depo atau Tempat Pembuangan Sementara yang akan disediakan pada setiap pusat sub kota). Cara lain dengan sistem individual adalah dengan mengumpulkan sekaligus memusnahkan sampah sendiri. Sistem pengumpulan komunal adalah masyarakat mengantarkan sampah ke tempat yang telah ditentukan. 3. Pengangkutan Sampah Pengangkutan dilakukan dengan dump truk, arm rool truk dan mobil patrol dari Tempat Pembuangan Sementara ke Tempat Pembuangan Akhir. 4. Tempat Pembuangan Akhir Tempat pembuangan akhir berlokasi di Gampong Alue Lim dengan sistem open dumping, lokasi ini dianggap cukup representatif karena jauh dari permukiman penduduk dan memiliki areal yang cukup luas. Pengolahan sampah menjadi pupuk kompos sudah dilakukan sebagai upaya pengelolaan persampahan. Lokasi komposting terdapat di lokasi TPA Alue Lim. Komposting persampahan masih dalam skala kecil, pembuatan dilakukan hanya apabila ada pemesanan dari konsumen. Pupuk kompos yang diolah belum ada jaminan kualitas, sistem pengolahan yang digunakan masih sederhana. Dalam rangka pengelolaan persampahan di Kota Lhokseumawe juga sudah diselenggarakan bank sampah dibeberapa sekolah dasar, hal ini juga sebagai upaya pemahaman untuk mengelola sampah dan mencintai lingkungan sejak dini kepada para siswa-siswi di sekolah. Sampah dikumpulkan dibeberapa titik tertentu guna memudahkan pengangkutan ke lokasi TPA. Bin kontainer diletakkan di beberapa tempat yaitu bin container misbahul yang berlokasi di Cot Panggoi Kecamatan Muara Dua. Bin Kontainer Pasar Cunda di Kecamatan Banda Sakti, Bin Kontainer Dayah
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-34
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Ulumuddin di Uteuen Kot Kecamatan Muara Dua. Bin kontainer ini berfungsi untuk penampungan sampah sementara sebelum diangkut ke TPA. Jalur pengangkutan sampah dilakukan melalui titik-titik penampungan persampahan, dikumpulkan kemudian diangkut ke TPA dengan angkutan truck yang sudah disediakan oleh pihak pengelolaan persampahan. Tabel 3.5 Jumlah Sanana Eksisting Dibandingkan Dengan Standar Ketersediaan Sarana
No Kecamatan Jumlah KK Sarana Jumlah Standar Jumlah sarana Kekurangan
Persampahan
yang harus ada Sarana Eksisting I Banda Sakti 16,893 Kontainer 13 1 m/ 200 kk 84.47 71.47 Gerobak 8 1 m/ 200 kk 84.47 76.47 Truk 8 8m/ 1000 kk 16.89 8.89
II Muara Satu 16,838 Kontainer 1 1 m/ 200 kk 84.19 83.19 Gerobak 2 1 m/ 200 kk 84.19 82.19 Truk 3 8m/ 1000 kk 16.84 13.84
III Muara Dua 21,507 Kontainer 1 1 m/ 200 kk 107.54 106.54 Gerobak 2 1 m/ 200 kk 107.54 105.54 Truk 3 8m/ 1000 kk 21.51 18.51
IV Blang Mangat 4,830 kontainer 1 1 m/ 200 kk 24.15 23.15 Gerobak 2 1 m/ 200 kk 24.15 22.15 Truk 3 8m/ 1000 kk 4.83 1.83 Sumber: Hasil Analisis, 2012 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sarana persampahan dibandingkan dengan standar ketersediaan sarana eksisting di Kota Lhokseumawe yautu
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-35
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 kontainer, gerobak, truk masih mengalami kekurangan sarana yang menunjang pengelolaan persampahan Kota Lhokseumawe. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) tersedia 1 (satu) TPA untuk 100.000 penduduk, di Kota Lhokseumawe dengan jumlah penduduk Tahun 2010 170.150 memiliki 1 unit TPA. Kedepan pengelalaan TPA direncanakan dari open dumping akan menggunakan sistem controlled lanfild menuju sanitary landfild. C. Sistem Infrastruktur Drainase Kota Pengembangan sistem jaringan drainase erat kaitannya dengan badan air penerima. Untuk wilayah perencanaan badan air penerima yang sesuai bagi air buangan adalah sungai, tapi untuk kasus Kota Lhokseumawe menggunakan reservoir yang berada di Teluk Pusong. Perencanaan sistem jaringan drainase dilakukan dengan cara sebagai berikut : Membuat saluran berdasarkan hirarki sehingga dapat mengalirkan seluruh air buangan Sistem saluran drainase disesuaikan dengan keadaan topografinya, yang dalam penanganannya memanfaatkan gaya gravitasi Pengembangan saluran drainase dilakukan secara bertahap, yaitu pengembangan saluran air limbah bagi permukiman baru dan perbaikan saluran-saluran, terutama yang terdapat di pusat kegiatan. Pengembangan di wilayah perencanaan diatur sebagai berikut : Saluran induk yang berfungsi sebagai pengumpul untuk dialirkan ke badan air penerima ditempatkan disepanjang jalan arteri sekunder. Saluran sekunder yang berfungsi sebagai perantara saluran tersier dengan riol induk ditempatkan di jalan kolektor. Saluran tersier yang berfungsi sebagai penyalur langsung air buangan dari catchment area ditempatkan di jalan lokal.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-36
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 10/29/2010 27 Aceh and Nias Sea Defence, Flood Protection, Refuges and Early Warning Project Sistem jaringan drainase merupakan suatu sistem saluran yang berfungsi untuk memindahkan air hujan secepat mungkin dari suatu daerah tangkapan air (catchment area) ke badan air penerima tanpa menimbulkan erosi. Sistem jaringan drainase ini bertujuan untuk mencegah terjadinya banjir dan genangan yang akan memberikan dampak negatif pada segala aspek kehidupan, seperti: longsor, berkembangnya wabah penyakit, rusaknya jalan dan sarana penting lainnya. Perencanaan sistem drainase suatu wilayah selalu berkaitan dengan sistem drainase sekitarnya. Keterpaduan jaringan tersebut merupakan bagian dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dimana dalam satu Daerah Aliran Sungai, pengaliran air dari hulu sampai hilir beserta anak sungainya ditinjau sebagai satu kesatuan, sebab buangan air daerah-daerah yang dilewati dari hulu sampai hilir akan saling mempengaruhi. Sistem drainase di Kota Lhokseumawe diarahkan dengan menggunakan pola sebagai berikut: Air limpasan mengalir secara gravitasi dari catchment area ke saluran tersier, saluran sekunder dan bertemu disaluran primer dan berakhir di reservoir raksasa yang berukuran 60 ha. Sistem ini dapat digunakan untuk daerah yang berada cukup jauh dari badan penerima air, misalnya daerah permukiman, perkantoran, perdagangan dan lain-lain. Untuk daerah sekitar sungai, air limpasan dapat mengalir secara langsung ke badan penerima air (sungai).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-37
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Berdasarkan fungsi pelayanan, sistem drainase perkotaan dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut : Sistem drainase lokal, adalah sistem saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu, seperti komplek permukiman, areal pasar, perkantoran areal industri dan komersial. Sistem ini melayani area <dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainnya. Sistem drainase utama, adalah saluran drainase primer, sekunder beserta bangunan kelengkapannya yang melayani sebagian besar kawasan perkotaan. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota. a. Dimensi Saluran Drainase yang Tidak Memadai
Drainase Kota terutama di Kecamatan Banda Sakti yang ada masih belum mampu berfungsi sebagaimana mestinya dan perlu dilakukan penyempurnaan untuk menghindari banjir musiman yang disebabkan karena Kota Lhokseumawe berada dibawah permukaan laut. Dengan semakin banyaknya kawasan-kawasan yang menjadi daerah banjir maka akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, sanitasi lingkungan dan tentunya terhadap kenyamanan serta keindahan Kota Lhokseumawe.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-38
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Dimensi saluran drainase di sebagian area sudah memadai, tetapi masih sangat banyak dimensi saluran yang tidak sesuai dengan besarnya debit air yang harus ditampung. Kondisi ini disebabkan karena dimensi saluran penerima lebih kecil dibandingkan saluran penyalur dan kemiringan saluran pada saluran penerima lebih datar daripada saluran penyalur. Hal ini dapat menyebabkan berbaliknya arah aliran atau terjadi over flow, yang menyebabkan aliran sulit mencapai saluran pembuang utama dan terjadi genangan yang relatif lama pada daerah hulu. Selain itu dengan pesatnya pembangunan fisik kota mengakibatkan semakin berkurangnya area terbuka dan area resapan kota (catchment area), bahkan apabila diperhatikan dengan lebih seksama, Kota Lhokseumawe memiliki sangat sedikit area terbuka hijau. Pembangunan fisik yang semakin pesat menyebabkan semakin bertambahnya luasan area yang ditutupi oleh perkerasan baik itu berupa bangunan maupun jalan. Dengan demikian air hujan yang meresap ke dalam tanah semakin sedikit dan beban saluran drainase menjadi semakin besar dengan semakin banyaknya air limpasan. Apabila kondisi ini tidak didukung oleh saluran yang memadai tentu dapat menimbulkan overflow air yang dapat menimbulkan genangan dan banjir.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 III-39
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
D. Penyediaan Infrastruktur Jaringan Pejalan Kaki Prasarana dan sarana pejalan kaki adalah berupa trotoar di sisi jaringan jalan. Fungsi trotoar adalah agar pejalan kaki merasa nyaman dari arus lalu lintas kendaraan bermotor. Rencana penyediaan jalur pejalan kaki di Kota Lhokseumawe diarahkan dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Keamanan, kenyamanan dan segi estetika melalui pengendalian pemanfaatan trotoar dari pemanfaatan yang tidak pada tempatnya seperti pedagang kaki lima dan kendaraan bermotor yang parkir 2. Dilengkapi dengan vegetasi sebagi peneduh 3. Hirarki jalan sekitarnya 4. Penyediaan Jalur Pedestrian diarahkan pada kawasan pusat kegiatan kota dan pusat kegiatan kemasyarakatan. Sarana yang lain untuk pejalan kaki adalah pengadaan zebra cross untuk menyeberang jalan pada jalur jalan dan persimpangan yang padat arus lalu lintasnya dilengkapi rambu lalu lintas dan traffic light. Daerah Genanggan Daerah Genanggan Daerah Genanggan http://www.bappedalhokseumawe.web.id Bappeda Kota Lhokseumawe BAB IV
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-1
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR
4.1Rencana Pengembangan Permukiman Kawasan perkotaan dan perkembangannya adalah sesuatu yang tidak terpisahkan. Kawasan perkotaan dengan kompleksitas kegiatannya akan berkembang seiring waktu dan meliputi semua bidang pembangunan. Adanya perkembangan pembangunan fasilitas diperkotaan akan menimbulkan daya tarik masyarakat untuk tinggal di kota. Hal ini akan menimbulkan arus migrasi dan urbanisasi yang menambah beban kawasan perkotaan dari segi keruangan maupun intensitas kegiatan urban. 4.1.1 Petunjuk Umum Dalam membuat sebuah perencanaan perumahan yang dapat menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat, perlu dipertimbangkan secara menyeluruh aspek-aspek dalam perencanaannya. Peran pemerintah diperlukan sebagai pembangun perumahan atau paling tidak memfasilitasi pembangunan perumahan, serta sebagai pengendali pembangunan perumahan. Arahan pembangunan tersebut tidak hanya berhenti sampai membangun perumahan saja, tetapi juga ditujukan pada pembangunan permukiman. 4.1.2. Profil Pembangunan Permukiman Profil Pembangunan Kota Lhokseumawe baik dengan kondisi eksistingnya maupun rencana pengembangannya akan dijabarkan dalam subbab berikut ini:
BAB IV
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-2
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.1.2.1 Kondisi Umum Secara umum kondisi perumahan yang ada selama ini akan dibagi dalam deskripsi secara umum, prasarana dan sarana permukiman yang telah tersedia, parameter teknis wilayah, aspek pendanaan hingga aspek kelembagaannya yang mengelola perumahan selama ini. 4.1.2.1.1 Gambaran Umum Dengan mengacu pada angka pertumbuhan penduduk selama periode 2005-2010 dan diasumsikan tidak mengalami dinamika penduduk yang cukup luar biasa, maka proyeksi jumlah penduduk Kota Lhokseumawe hingga tahun 2030 mencapai 258.343 jiwa. Oleh karena itu, diperkirakan konsentrasi penduduk akan semakin lebih besar terutama di Kecamatan Banda Sakti, kondisi ini berlaku apabila tidak diikuti oleh pengembangan permukiman dan pengembangan aktifitas-aktifitas ekonomi ke wilayah-wilayah luar Kecamatan Banda Sakti. Tabel 4.1 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Lhokseumawe
Tahun Proyeksi jumlah Penduduk (jiwa) 2012 177,420 2013 181,171 2014 185,001 2015 188,874 2020 209,659 2025 232,732 2030 258,343 Sumber: RTRW Kota Lhokseumawe, 2010 Konsentrasi penduduk lebih banyak berada di Kecamatan Banda Sakti sebagai pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe dan sekaligus masih merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Data mengenai luas wilayah dibandingkan dengan jumlah penduduk, kepadatan penduduk rata-rata dan prosentasi persebaran penduduk tiap kecamatan dapat dilihat kembali pada Tabel 2.16. Berdasarkan data kependudukan dari dokumen RTRW Kota Lhokseumawe 2010, terdapat rumah tangga miskin di Kota Lhokseumawe. Pada
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-3
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 tahun 2008 mencapai 13.269 Rumah Tangga (RT) miskin yang mencakup 51.978 jiwa. Jumlah ini mencapai 39,03 % dari jumlah rumah tangga yang ada. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Kategori Miskin menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2008
Jumlah Kategori Miskin Kecamatan Desa RT Jiwa RT Jiwa % RTM Blang Mangat 22 4,103 18,744 2,491 9,059 60.71 Muara Dua 17 7,559 36,881 3,336 13,275 44.13 Muara Satu 11 7,486 31,249 2,769 11,133 36.99 Banda Sakti 18 14,847 71,295 4,673 18,511 31.47 Jumlah 68 33,995 158,169 13,269 51,978 39.03 Sumber: RTRW Kota Lhokseumawe, 2010 Penggunaan lahan terbesar di Kota Lhokseumawe adalah untuk pemukiman seluas 10.877 ha atau sekitar 60,07% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha persawahan 3.747 ha atau sekitar 20,69%, industri 894 ha (4,94%), semak dan hutan belukar 778 ha (4,29%), perkebunan rakyat 749 ha (4,14%), perairan darat 626 ha (3,46%), Data selengkapnya penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Penggunaan Lahan di Kota Lhokseumawe
No Jenis Penggunaan Luas (ha) % Prosentasi 1 Pemukiman 10.877 60,07 2 Industri 894 4,94 3 Persawahan 3.747 20,69 4 Pertanian semusim 308 1,70 5 Perkebunan Rakyat 749 4,14 6 Semak & Hutan Belukar 778 4,29 7 Perairan Darat 626 3,46 8 Lain-lain 127 0,70 Jumlah 18.106 100,00 Sumber : BPS, Kota Lhokseumawe Dalam Angka, 2010
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-4
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.1.2.1.2 Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman a. Sarana Air Bersih Permasalahan air bersih di Kota Lhokseumawe dapat kita lihat dari bagaimana pola masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya. Masyarakat menggunakan berbagai macam cara dalam memenuhi kebutuhan airnya. Dari data profil kesehatan lingkungan terlihat bahwa sebanyak 25.039 atau 82,91 % rumah menggunakan sumur gali (pada kategori memenuhi syarat). Sedangkan ada juga rumah yang menggunakan sumur gali yang tidak memenuhi syarat sebanyak 5.162 atau 17,09% rumah. Metode lain yang digunakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya adalah dengan mengandalkan sumur pompa. Masyarakat yang menggunakan sumur jenis sebanyak 264 rumah atau 98,51% yang berada dalam kondisi memenuhi syarat. Namun ada juga masyarakat yang menggunakan sumur ini pada kategori tidak memenuhi syarat sebanyak 1,49% atau 4 rumah. Sumber air bersih lainnya yang digunakan oleh masyarakat adalah PAH (Penampungan Air Hujan). Menurut hasil survei, wilayah yang banyak menggunakan fasilitas ini adalah masyarakat di wilayah Kecamatan Muara Dua dengan jumlah rumah adalah 532 rumah dengan kondisi memenuhi syarat. Seluruh wilayah Kota Lhokseumawe diprioritaskan untuk pengembangan jaringan air minum ini karena Kota Lhokseumawe tidak memiliki sumber air permukaan dan sumur dangkal yang kualitas airnya memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi.
b. Pengelolaan Sampah Masih belum meratanya pengelolaan sampah di Kota Lhokseumawe merupakan permasalahan yang besar dalam penyediaan sarana dan prasarana permukiman yang ada. Kecamatan Banda Sakti menyumbang timbulan sampah tertinggi di Kota Lhokseumawe dengan tingkat timbulan sampah mencapai 5,69 kg/ hari/ rumah. Hal ini didukung dengan jumlah kepadatan penduduk yang tinggi di kecamatan tersebut. Kecamatan Muara Satu menyumbang timbulan sampah kedua terbesar yaitu 2,37 kg/ hari/ rumah. Dua kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan Blang Mangat masing-masing
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-5
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 menyumbang timbulan sampah sebesar 2,16 kg/ hari/ rumah dan 2,02 kg/ hari/ rumah. Sampah pasar adalah sampah yang paling banyak menimbulkan timbulan sampah di Kota Lhokseumawe. Sampah yang berasal dari pasar menghasilkan timbulan sampah sampai 18.100 kg/ hari. Pada rangking kedua, sampah sarana pendidikan menyumbangkan timbulan sampah mencapai 2.447,25 kg/ hari. Secara berturut-turut terlihat bahwa sampah perhotelan, sampah rumah sakit, sampah perbengkelan dan sampah perkantoran menyumbangkan timbulan sampah dengan nilai 1.412,50 Kg/ hari, 885,06 Kg/ hari, 332,76 Kg/ hari, dan 325,66 Kg/ hari.
c. Drainase Sistem drainase yang direncanakan adalah sistem saluran terbuka dan tertutup. Untuk mengatasi masalah banjir dan genangan di kawasan pusat kota dan permukiman disekitarnya, telah dibuat reservoir di Teluk Pusong yang digunakan sebagai kolam penampungan air sebelum dialirkan ke laut. Reservoir ini dibuat dengan kedalaman 1 meter di bawah permukaan air laut sehingga air limpasan dari kota dapat mengalir ke reservoir. Saluran primer akan langsung terhubung dengan reservoir Teluk Pusong. Untuk saluran sekunder perlu direncanakan ulang secara keseluruhan agar dapat terkoneksi dengan saluran primer yang telah dibuat. Tahun 2008 curah hujan tertinggi sebesar 402,1 mm yang terjadi pada bulan November dan yang terendah pada bulan Juni sebesar 3,1 mm dengan rata-rata sebesar 102,4 mm, dan dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan peningkatan taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan. Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial. Setelah reservoir selesai, masih ditemukan genanggan banjir pada Gampong Lancang Garam Kecamatan Banda Sakti. Sementara pada Kecamatan Blang Mangat daerah genangan terdapat pada Alue Raya dimana terjadi
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-6
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 penyempitan saluran (bottle neck) yang berbentuk leher botol. Dan pada Kecamatan Muara Satu terdapat pada Gampong Ujong Pacu dan Cot Trieng.
d. Sarana dan Prasarana Transportasi Sarana dan prasarana transportasi yang ada di Kota Lhokseumawe adalah transportasi darat, laut dan transportasi udara. Transportasi darat atau angkutan umum yang tersedia terutama melayani jalur antar kota dalam provinsi, maupun antar provinsi. Jenis aarmada yang dipergunakan meliputi kendaraan bus, mini bus dan untuk jarak pendek berupa angkutan kota (angkot). Angkutan darat lain yang tengah dipersiapkan adalah jalur kereta api yang rencananya akan menghubungkan kota Banda Aceh, Medan hingga Lampung di Sumatera Selatan. Pelabuhan udara yang ada di Kota Lhokseumawe merupakan pelabuhan udara domestik yang melayani penumpang dalam negeri dengan operator penerbangan yang masih terbatas, walau pun direncanakan adanya penambahan operator penerbang dalam waktu dekat ini. Pelabuhan udara Malikussaleh ini awalnya hanya memenuhi kebutuhan transportasi yang terkait dengan adanya perusahaan gas alam cair PT. Arun NGL, namun dengan tingginya animo masyarakat untuk menggunakan pesawat udara dalam berpergian, maka Bandara Malikussaleh ini secara rutin juga melayani masyarakat umum. Sedangkan untuk transportasi laut yang terletak di Krueng Geukuh, selain sebagai pelabuhan yang melayani pergerakan barang dan penumpang dari dan ke Lhokseumawe, pelabuhan ini juga berfungsi sebagai pelabuhan TNI Angkatan Laut. 4.1.2.1.3 Parameter Teknis Wilayah Menciptakan lingkungan perkotaan berkelanjutan sangat krusial karena aktivitas perkotaan berkontribusi terhadap permasalahan lingkungan dan memegang peranan penting dalam perbaikan kesejahteraan manusia dengan memfasilitasi pembangunan sosial, kultural dan ekonomi (Urban and Regional Development Institute, URDI, 2002). Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan perpaduan antara aspek teknis, ekonomis,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-7
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 sosial dan ekologis yang dituangkan dalam perumusan kebijakan nasional (Arsyad, 2005). Pendekatan kemitraan terhadap semua permasalahan (Timmer dan Kate, 2006). Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan diartikan sebagai pembangunan perumahan termasuk di dalamnya pembangunan kota berkelanjutan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas lingkungan tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti pembangunan perumahan berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan (Kirmanto, 2005). Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan dan permukiman akan mendominasi penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang. Untuk itu, perlu dipertimbangkan empat hal utama, yaitu: 1. Pembangunan yang secara sosial dan kultural bisa diterima dan dipertanggung-jawabkan (socially and culturally suitable and accountable); 2. Pembangunan yang secara politis dapat diterima (politically acceptable); 3. Pembangunan yang layak secara ekonomis (economically feasible), dan 4. Pembangunan yang bisa dipertanggung-jawabkan dari segi lingkungan (environmentally sound and sustainable). Hanya dengan jalan mengintegrasikan hal tersebut secara konsisten dan konsekuen, pembangunan perumahan dan permukiman bisa berjalan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, baik sosial maupun ekonomi (Soenarno, 2004). Untuk mencapai keberlanjutan perkotaan perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan perkotaan. Pemerintah kota tidak dapat lagi memecahkan permasalahannya sendiri. Peran pemerintah kota semakin lama akan semakin bergeser ke peran sebagai fasilitator. Intinya, sistem pelaku majemuk akan menggantikan sistem pelaku-tunggal yang selama ini didominasi pihak pemerintah. Di masa depan, akan terdapat titik majemuk kewenangan dan pengaruh, dan tantangannya adalah bagaimana memberdayakan mereka agar dapat bekerja sama. Manfaatnya adalah adanya kepercayaan dan koneksi sosial (modal sosial) yang terus terakumulasi, yang pada gilirannya akan mencapai tiga sasaran yaitu : menjaga agar pemerintah semakin memiliki akuntabilitas dan tidak korup; menurunkan sumber konflik, dan memberdayakan para pelaku non-pemerintah (Alexander et al., 2006).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-8
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.1.2.1.4 Aspek Pendanaan Dalam usaha pembangunan Kota Lhokseumawe, diperlukan adanya modal untuk menunjang pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan. Dalam pembangunan ini, sumber dana didapat dari: - Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Aceh, maupun Pemerintah Kota Lhokseumawe yang berasal dari anggaran pembangunan. - Penerimaan sendiri yang berasal dari partisipasi masyarakat untuk menunjang kegiatan, serta modal dari pihak swasta yang membantu pembangunan di Kota Lhokseumawe. - Pinjaman luar negeri bagi fasilitas tertentu. Sumber pembiayaan dari pemerintah serta dari penerimaan sendiri akan membiayai pembangunan dari kegiatan-kegiatan tertentu. Hal itu disesuaikan dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini sumber pembiayaan dari pemerintah akan menunjang kegiatan yang bersifat eksternal yaitu untuk kepentingan pembangunan kota secara umum, proyek yang tidak dapat langsung mengembalikan modal yang dikeluarkan, serta kegiatan yang tidak mungkin atau tidak mampu dilaksanakan dengan pembiayaan dari masyarakat. Sedangkan sumber pembiayaan dari penerimaan sendiri untuk menunjang kegiatan yang bersifat internal, yaitu kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu dan langsung melibatkan masyarakat. Dalam pelaksanaan program-program yang direncanakan, diprioritas-kan pada program-program yang tidak membutuhkan biaya besar serta pertimbangan pada program prioritas. Hal ini agar pembangunan Kota Lhokseumawe dapat mencapai daya guna serta hasil guna yang diharapkan. 4.1.2.1.5 Aspek Kelembagaan Agar sebuah rencana dapat dilaksanakan dalam waktu yang telah ditentukan, maka peran pemerintah selaku pengelola pembangunan sangat menentukan. Untuk itu diperlukan pengorganisasian aparatur/ lembaga pelaksana pembangunan dengan baik.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-9
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Organisasi otonom adalah aparat pemerintah daerah yang bertanggung jawab langsung kepada daerah, sedangkan organisasi vertikal adalah organisasi yang diperbantukan oleh pemerintah pusat untuk ikut mengelola pembangunan di daerah. Ditetapkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999, bahwa Walikota adalah satu-satunya Kepala Daerah yang bertanggungjawab atas jalannya pembangunan di kota. Oleh karena itu, di Kota Lhokseumawe pengelolaan administrasi dan organisasi pembangunan langsung ditangani dan di bawah koordinasi Walikota, sehingga semua aparat pelaksana daerah adalah di bawah koordinasinya. Dalam pengorganisasian pembangunan, yang perlu diperhatikan adalah: 1. Azas desentralisasi, yaitu pelaksanaan pembangunan yang menjadi wewenang penuh daerah. Jadi permasalahan dan program harus dapat diselesaikan dan dilaksanakan oleh aparat daerah; 2. Rencana-rencana tata ruang yang telah disusun pada daerah yang bersangkutan, sehingga arah pembangunan sesuai dengan yang dikehendaki; 3. Pembagian tugas yang sesuai dengan volume pekerjaan, yaitu program- program yang hendak dilaksanakan; 4. Ketiga hal diatas dapat memberikan bentuk organisasi yang berlainan, namun tetap perlu dijaga keserasian hubungan lintas sektoral dan wilayah dengan daerah atau pemerintahan atasan (lingkup provinsi dan nasional). 4.1.2.2 Sasaran Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program pengembangan permukiman ini adalah peningkatan kualitas dan derajat kesehatan masyarakat serta menciptakan kehidupan yang lebih manuasiawi serta menjaga prinsip-prinsip dasar bagi perlindungan dan pemenuhan hak rakyat atas perumahan. Prinsip-prinsip utama dalam pemenenuhan hak rakyat atas perumahan, seperti: a. Prinsip aksesibilitas (accessibility). Prinsip ini bermakna bahwa perumahan mesti dapat dimiliki setiap orang. Dalam prinsip ini dikenal dengan pemenuhan perumahan berdasarkan prioritas, seperti akses perumahan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-10
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 untuk komunitas atau golongan yang tak beruntung (disadvantaged groups) dan komunitas yang rentan seperti individu lanjut usia (lansia), anak-anak, orang cacat, dan individu yang menderita penyakit kronis; b. Prinsip keterjangkauan/ afordabilitas (affordability). Prinsip ini secara singkat bermakna bahwa setiap orang dalam praktik dapat memiliki rumah. Harga rumah harus dapat terjangkau bagi setiap orang; c. Prinsip habitabilitas (habitability). Prinsip ini juga merupakan prasyarat sebuah rumah dapat dikatakan memadai. Prinsip ini bermakna bahwa rumah yang didiami mesti memiliki luas yang cukup dan juga dapat melindungi penghuninya dari cuaca, seperti hujan, panas dan ancaman kesehatan bagi para penghuninya. 4.1.3 Permasalahan Pembangunan Permukiman Meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas aktivitas pada kawasan perkotaan perlu disikapi dan diantisipasi oleh pemerintah kota secara dini. Fenomena tersebut akan banyak menimbulkan masalah terutama berkait dengan ketersediaan dukungan permukiman dan infrastruktur perkotaan. Akibat yang jelas terlihat adalah kesenjangan penyediaan pelayanan infrastruktur kota, lingkungan permukiman yang tidak layak, perkembangan permukiman yang tidak terkendali dan munculnya permukiman kumuh kota. 4.1.3.1 Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi Keberadaan kawasan perkotaan yang tumbuh tanpa perencanaan akan menyebabkan timbulnya daerah-daerah kumuh. Daerah-daerah kumuh dalam banyak kawasan perkotaan sering memberikan sumbangan negatif terhadap kawasan perkotaan yang lebih besar seperti: 1. Tempat berdiamnya pelaku kriminal, hal ini menjadi ancaman keamanan bagi kawasan perkotaan; 2. Tempat endemi penyakit karena tidak baiknya sanitasi dan persampahan; 3. Memberikan citra kota yang buruk karena tumbuh tanpa perencanaan sehingga tidak didukung oleh infrastruktur yang baik;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-11
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4. Berubahnya tataguna lahan disebabkan terpakainya kawasan peruntukan bukan untuk hunian menjadi kawasan hunian/ kawasan kumuh; 5. Kurang tersedianya fasilitas pendidikan di kawasan ini akan melahirkan sumber daya manusia yang rendah. Selain adanya kawasan-kawasan kumuh, kawasan-kawasan perkotaan lainnya juga perlu direncanakan perkembangan dan pertumbuhannya. Bahwa penduduk kota yang ada, selain dari faktor urbanisasi, juga berkembang mengikuti perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan hidupnya. Meningkatnya kebutuhan hidup menuntut meningkatnya fasilitas penunjang kehidupan, yang hal ini berarti bertambahnya kebutuhan akan lahan-lahan baru, bangunan-bangunan baru dengan berbagai fungsinya. Kawasan-kawasan kota yang semula diidentifikasi sebagai kota yang terencana (planed) terus berkembang tetapi tidak mempunyai perencanaan jangka panjang, maka akan terjadi perubahan yang nyata, kawasan-kawasan kota yang terencana (planed) menjadi kawasan yang tidak terencana (unplaned). Kondisi permukiman di kawasan prioritas ini yaitu permukiman sepanjang kawasan pantai Pusong Lama dan Pusong Baru sampai ke Ujung Blang diwarnai oleh kondisi susunan rumah kumuh (slum area) dan rumah liar (squatter area). Kondisi kumuh demikian terutama pada wilayah tepian pantai selebar 500 meter di pinggir tepian arus pasang naik hingga ke daerah periphery. Daerah periphery ini menampilkan kondisi transformasi fisik perumahan antara rumah kayu papan ke arah perumahan batu bata. Kondisi infrastruktur dasar (jalan setapak, saluran air kotor) menunjukan adanya kesenjangan antara permukiman tepi pantai dengan permukiman kota. Kondisi sosial-ekonomi masyarakat kawasan prioritas ini menunjukan kondisi kemiskinan dan keragaman mata pencaharian yang sebagian besar sudah tidak lagi menggantungkan hidup sebagai nelayan (beberapa keluarga beralih profesi sebagai pedagang atau buruh bangunan). Telah terjadi perubahan pola mata pencaharian para penduduk di kawasan prioritas ini. Arus urbanisasi masyarakat yang masuk ke wilayah kota Lhokseumawe sebagian besar juga turut andil dalam pembentukan kekumuhan kawasan ini.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-12
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tata ruang pemukiman kawasan prioritas ini menunjukkan indikasi urban sprawl (yang lazim disebut sebagai ketidak teraturan tatanan urban). Tidak adanya regulasi yang rinci dan guide lines bangunan (panduan pembangunan permukiman kota) menjadikan kawasan ini sebagai kawasan padat dan tidak mempunyai orientasi tatanan permukiman yang jelas. Diluar kondisi fisik kawasan permukiman yang memprihatinkan tersebut kawasan prioritas ini merupakan kawasan budi daya yang cukup potensial dengan beberapa keunggulan antara lain: - Merupakan kawasan dengan potensi daratan dan kelautan yang menyediakan sumber daya alam khas menunjang keragaman jenis usaha perekonomian; - Kawasan pantai yang indah sebagai potensi pariwisata bahari; - Adanya komitmen pembangunan permukiman kota oleh Pemerintah Kota mengatasi bertambahnya kawasan pemukiman kumuh di sepanjang pesisir kota Lhokseumawe; - Adanya daya dukung lahan yang cukup bagi pengembangan pemukiman yang layak huni; - Ditetapkannya pembangunan infrastruktur jalan lingkar melintas pantai sebagai sarana transportasi utama kawasan ini; - Adanya perencanaan tata ruang kawasan berbasis mitigasi bencana. 4.1.4 Usulan Pembangunan Permukiman Dengan kepadatan Kota Lhokseumawe yang tidak merata dan hanya terpusat pada Kecamatan Banda Sakti saja, maka diharapkan adanya prioritas pembangunan yang lebih diarahkan pada tiga kecamatan yang lain, yaitu Kecamatan Blang Mangat, Muara Dua dan Muara Satu. Untuk Kecamatan Muara Dua lebih diprioritaskan pada Kawasan Gampong Blang Crum yang merupakan kawasan permukiman baru. Hal ini didukung dengan telah adanya perumahan masyarakat korban tsunami yang telah dibangun oleh BRR dan save the childrent paska Aceh diguncang gempa hebat dan terpaan tsunami 2005 silam. Sarana dan prasarana umum seperti jalan dan saluran masih sangat buruk, sehingga perua adanya keseriusan pemerintah daerah dan pihak lainnya untuk
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-13
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 lebih memfokuskan diri dalam meningkatkan derajat dan kualitas kehidupan masyarakat.
4.1.4.1 Sistem Infrastruktur Permukiman yang Diusulkan Sistem dari infrastruktur permukiman yang ingin diusulkan diantaranya adalah sistem infrastruktur yang terkoneksitas dengan rencana pengembangan infrastruktur yang ada baik dari kebijakan provinsi maupun dengan kebijakan nasional dengan tetap memperhatikan lingkungan dan geografis dan ketersediaan lahan dan daya dukung kawasan yang ada. Pembangunan infrastruktur permukiman yang tak lepas dari sistem infrastruktur perkotaan, juga masih menyisakan jaringan jalan yang mendekatkan antara daerah produksi dengan wilayah pasar yang ada, dimana konsep jaring laba-laba yang belum semuanya terselesaikan. Demikian juga dengan pembangunan jalan lingkar/ Lhokseumawe Outer Ring Road (LORR) serta jembatan Pusong-Kandang (Lhokseumawe golden way).
4.1.4.2 Usulan dan Prioritas Program Pembangunan Permukiman Muncul oleh adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kota dengan seluruh kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang kota yang menunjang akan keberadaan ruang-ruang umum kota. Kegiatan-kegiatan dan ruang-ruang umum bersifat saling mengisi dan melengkapi. Pada dasarnya support activity adalah: a. Aktifitas yang mengarahkan pada kepentingan pergerakan (importance of movement). b. Aktivitas kehidupan kota dan kegembiraan (excitement). Keberadaan aktifitas pendukung tidak lepas dari tumbuhnya fungsi- fungsi kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota, semakin dekat dengan pusat kota makin tinggi intensitas dan keberagamannya. Bentuk support activity adalah kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat kegiatan umum yang ada di kota, misalnya open space (taman kota, taman rekreasi, plaza, taman budaya, kawasan PKL, pedestrian
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-14
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 ways dan sebagainya) dan juga bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum. 4.1.4.3 Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman akan meliputi pembahasan strategi yang berkaitan dengan pembangunan air bersih, air limbah/ sanitasi lingkungan, drainase, persampahan dan jalan lingkungan. Strategi-strategi tersebut akan memperoleh pembahasan dalam konteks aspek fisik, pembiayaan, kelembagaan, pelibatan masyarakat, sosial dan legislasi untuk kemudian dirangkaikan dengan kontribusi masing-masing stakeholder dalam mengambil peran dalam kegiatan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan Kota Lhoseumawe ini. A. Pembangunan Infrastruktur Air Bersih Pembangunan infrastruktur Air Bersih meliputi adanya: penataan jaringan air bersih untuk peningkatan layanan; penyusunan identifikasi air baku alternative selain air baku dari Aceh Utara; penyusunan perencanaan pemerintah kota Lhokseumawe meminimalkan ketergantungan air bersih dari PDAM Aceh Utara; pelaksanaan pendataan dan perbaikan pipa air bersih yang bocor; adanya kajian penambahan koneksi sumber air baru dengan PIM dan PT Arun; regulasi pencegahan pencemaran air bersih lingkungan. B. Pembangunan Infrastruktur Air Limbah/ Sanitasi Pembangunan infrastruktur Air Limbah/ sanitasi untuk meliputi adanya: peningkatan pembangunan fisik sanitasi; pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dengan design sesuai kondisi geografi; peningkatan IPLT Alue Liem. C. Pembangunan Infrastruktur drainase Pembangunan infrastruktur drainase meliputi adanya:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-15
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pemerataan pembangunan fasilitas jaringan drainase; penetapan hirarki jaringan primer, sekunder dan tertier dengan melakukan revitaslisasi sistem jaringan; peningkatan peran aktif dinas terkait dalam melakukan pengawasan, serta monitoring evaluasi; pelaksanaan rekondisi bagi jaringan-jaringan drainase eksisting yang rusak; penyusunan master design Sistem jaringan dengan konsep eko drain yang menyeluruh dan terintegritas. D. Pembangunan Infrastruktur Persampahan Pembangunan infrastruktur persampahan untuk meliputi adanya: pemanfaatan dan pengolahan sampah sebagai salah satu sumber daya (energi dan ekonomi); pembentukan desain pengelolaan bank sampah; pemanfaatan dana CSR Arun dalam pengolahan sampah kota; pemanfaatan penyusunan kajian (FS, DED, Amdal) dari UNDP untuk TPA Regional; peningkatan PAD dari retribusi sampah; peningkatan ekonomi dari upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola daur ulang sampah (TPA Alue Liem); pembangunan dan pengembangan TPA Regional terpadu Aceh Utara- Lhokseumawe; peningkatan pola, perilaku, disiplin, budaya masyarakat dalam membuang sampah secara tertib, bersih dan tidak sembarangan; pemanfaatan teknologi pengelolaan sampah (komposting) dan konsep 3R di TPA; penguatan dukungan dana daerah (APBK); peningkatan pelayanan sampah wilayah yang masih kurang (persampahan baru terlayani 60 % dari total wilayah Kota Lhokseumawe dan 70 % dari total penduduk Kota Lhokseumawe);
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-16
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pembangunan sarana dan prasarana pendukung tentang persampahan yang kurang memadai serta strategi penambahan armada pada BLHK.
E. Pembangunan Infrastruktur Jalan Pembangunan infrastruktur jalan meliputi adanya: Strategi penyusunan peta jaringan jalan yang terarah dan berkesinambungan menjangkau pelosok wilayah dan kota Lhokseumawe. Strategi penyusunan kebijakan transportasi dalam penanganan lalu lintas mengantisipasi tingginya laju pertumbuhan kendaraan bermotor dibandingkan dengan pertumbuhan pembangunan prasarana jalan.
4.1.4.4 Kerangka Dasar Pengembangan Permukiman Yang menjadi kerangka dasar dari sebuah pengembangan permukiman di Kota Lhokseumawe adalah: Legal security of tenure Problem legal security of tenure masih menjadi problem utama dalam isu hak rakyat atas perumahan. Di Indonesia, satu aturan domestik mengenai hak atas penguasaan tanah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5/ 1960). Banyak sekali aturan domestik yang mengelobarasi maupun merujuk UU ini sebagai konsiderannya. Hak atas tanah, baik berupa hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai diakui keberadaannya sebagai hak hukum. Lebih dari itu, dalam aturan agraria, mekanisme adverse possession juga diakui di Indonesia. Apabila individu menempati dan mengolah tanah selama 20 tahun, maka dia dapat mengajukan hak milik atas tanah. Data statistik perumahan dan permukiman Perlu adanya data yang akurat terhadap kebutuhan utama akan perumahan ini, karena tanpa adanya data yang memiliki tingkat falidasi yang rendah akan mempengaruhi para stakeholder dalam menetukan skala prioritas dan penentuan anggaran yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan perumahan yang ada saat ini. Pendataan ini juga mampu menentukan, seberapa parahnya tingkat kronis permasalahan perumahan itu sendiri,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-17
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 dengan data ini pula akan mampu memberikan solusi akurat apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. 4.2 Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan Suatu kota yang baik harus merupakan satu kesatuan sistem organisasi yang mampu mengakomodasi kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, budaya, memiliki citra fisik maupun non fisik yang kuat, keindahan visual serta terencana dan terancang secara terpadu. Untuk meningkatkan pemanfaatan ruang kota yang terkendali, suatu produk tata ruang kota harus dilengkapi dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungannya. Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan terhadap Persyaratan Tata Bangunan seperti tersirat dalam Undang Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) diperlukan sebagai perangkat pengendali pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan dan RTBL disusun setelah suatu produk perencanaan tata ruang kota disahkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai qanun. 4.2.1 Petunjuk Umum Penyusunan kebijakan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini bertujuan untuk: 1. Menghindari pertumbuhan kawasan yang tidak terarah dan tidak terkendali; serta mendorong ke arah keseragaman wajah/ rupa kota; 2. Mempertahankan keunggulan spesifik suatu kawasan sebagai kawasan yang berjati diri; 3. Merespon berbagai konflik kepentingan dalam penataan: antar bangunan; bangunan dengan lingkungannya; bangunan dengan prasarana kota; lingkungan dengan konteks regional/ kota; bangunan dan lingkungan dengan aktivitas publik; serta lingkungan dengan pemangku kepentingan; 4. Merespon kebutuhan tindak lanjut atas rencana tata ruang yang ada sekaligus manifestasi atas pemanfaatan ruang;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-18
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 5. Merespon kebutuhan untuk merealisasikan, melengkapi, dan mengintegrasikan berbagai peraturan yang ada pada suatu kawasan, ataupun persyaratan teknis lain yang berlaku; 6. Merespon kebutuhan alternatif perangkat pengendali yang mampu dilaksanakan langsung di lapangan. 4.2.1.1 Penataan Bangunan Penyusunan dokumen RTBL dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan/ atau dengan dukungan fasilitasi penyusunannya oleh Pemerintah sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan/ kawasan yang bersangkutan. Penyusunan Dokumen RTBL juga dilakukan dengan mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan mempertimbangkan pendapat publik, selanjutnya Dokumen ini ditetapkan dengan Peraturan Walikota. 4.2.1.1.1 Permasalahan Penataan Bangunan Penyusunan dokumen RTBL dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan/ atau dengan dukungan fasilitasi penyusunannya oleh Pemerintah sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan/ kawasan yang bersangkutan. Penyusunan Dokumen RTBL juga dilakukan dengan mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan mempertimbangkan pendapat publik, selanjutnya Dokumen ini ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
4.2.1.1.2 Landasan Hukum Adapun yang menjadi landasan hukum dari kegiatan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-19
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2. Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup; 3. Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan gedung; 4. Undang-undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 5. Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan; 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang; 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelengaraan Penataan Ruang; 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia nomor 06/ PRT/ M/ 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 4.2.1.2 Penataan Lingkungan Penataan Lingkungan merupakan rencana pendayagunaan pemanfaatan ruang untuk membentuk jati diri kota yang produktif dan efisien. Rencana ini dilakukan pada kawasan-kawasan kota guna meningkatkan kemampuan kawasan sesuai dengan potensi yang dimiliki kawasan tersebut, sehingga memberikan manfaat tidak saja kepada penduduk setempat tetapi juga kepada calon-calon pengusaha, warga masyarakat dan pemerintah kota, serta pembangunan perkotaan. Peningkatan fungsi kawasan kota melalui Penataan Lingkungan dapat diprioritaskan pada kawasan andalan yang terpilih sesuai dengan rencana tata ruang kota. Peningkatan kawasan potensial ini dilaksanakan melalui penyusunan tata lingkungan yang berskala ekonomi sebagai wujud dari rencana tata ruang kota.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-20
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Penataan Lingkungan ini juga akan berperan penting pada kawasan spesifik yang memiliki nilainilai kultural, historis serta secara visual estetis memiliki karakter sebagai memori kota agar dapat dilakukan penanganan lebih lanjut dari sekedar perencanaan kota (urban planning). Perlu dilakukan upaya dan strategi, arahan pengembangan kawasan agar lebih terkendali, terpadu dan berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan spesifik yang berkembang cepat juga harus diikuti pengaturan, pengendalian bangunan baik mengenai tata lingkungan sebagai bagian kesatuan manajemen pembangunan perkotaan. Diharapkan kawasan yang dikembangkan secara ekonomi akan bermanfaat pula secara psikologis, visual estetis, ekologis dalam kesatuan arsitektur kota dinamis.
4.2.1.3 Pencapaian Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Sering kali pengaturan bangunan (tinggi, Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Luas Bangunan, Sempadan, dll) diterapkan hanya berdasar pada produk-produk rencana tata ruang seperti RTRK dan RDTRK. Dengan sifat perencanaan dua dimensinya, maka beberapa aspek teknis yang terkait dengan analisis tiga dimensi bangunan praktis diabaikan. RTBL sebagai manifestasi perancangan kota (urban desain) merupakan jembatan antara perencanaan tata ruang kota (urban planning) dengan arsitektur bangunan (architecture). Dengan basis perancangan tiga dimensi yang dimilikinya serta penekanan pada potensi dan kendala lokal, menjadikan produk RTBL dinilai lebih tepat untuk pengaturan bangunan. 4.2.1.4 Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kota Lhokseumawe
Dalam tahapan pembangunan kota, perancangan kota (urban design) merupakan proses kelanjutan dari perencanaan kota (urban planning). Urban design lebih mengacu pada penjabaran wujud fisik tiga dimensi kota sebagai kelanjutan dari perencanaan dua dimensi yang dihasilkan dalam produk-produk rencana kota. Perancangan kota merupakan dasar yang seharusnya menjadi panduan (guidenlines) bagi perancang bangunan (architec).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-21
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Dalam suatu proses perencanaan (planning) bila data kondisi lokasi (input) sama kemudian dilakukan dengan model atau alat analisis yang sama maka akan diperoleh hasil perencanaan yang relatif sama. Pada produk perancangan (design) meskipun input sama dan dianalisis dengan alat dan model yang sama belum tentu memiliki out put yang sama dan bahkan cenderung selalu berbeda. Hal ini karena adanya beberapa pertimbangan persepsi dan kognisi pengamat/ pengguna seperti aspek sosial budaya, perilaku, art/ estetika dan lain-lain. Dengan kemungkinan beragamnya bentuk hasil perancangan kota, maka permasalahan yang muncul adalah produk perencanaan mana yang benar. Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, maka kita harus mengkaitkan dengan pelaku dan pemakai wilayah perancangan, suatu produk design yang baik adalah yang dapat diterima secara lebih tepat sesuai kondisi masyarakatnya. Selain itu, produk perencanaan harus sesuai dengan karakteristik wilayah yang mampu memanfaatkan potensi dan meminimalisasi kendala wilayah. Untuk dapat mencapai hal tersebut mutlak diperlukan pendekatan pada aspekaspek sosial masyarakatnya. Pada tataran inilah peran urban design diharapkan lebih dapat mengakomodasikan berbagai tututan masyarakat penggunanya. Dalam pembangunan kota, kepentingan dari urban design terletak di antara dua skala, yaitu skala arsitektur yang berkepentingan dengan wujud fisik dari bangunan secara individu yang bersifat private, serta skala perencanaan kota yang berkepentingan dengan pengembangan kawasan atau kota yang berorientasi pada kepentingan umum dan makro ekonomis pada konteks kota yang lebih luas. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa urban design berkepentingan dengan kualitas fisik dan kualitas spesial dari lingkungan binaan kota. Kebijakan pemerintah daerah dalam jangka menengah adalah penangganan kawasan strategis dan cepat tumbuh yang berada dalam kawasan Kota Lhokseumawe. Kawasan yang terpilih dalam untuk kegiatan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) meliputi:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-22
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 1. Penataan kawasan Ujong Blang sebagai kawasan permukiman nelayan, pengembangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), industri pengolahan Perikanan serta pengembangan pariwisata bahari Kecamatan Banda Sakti; 2. Revitalsasi kawasan permukiman nelayan pada kawasan Pusong dan pusat pengembangan kawasan minapolitan berskala Kota Lhokseumawe dengan telah dibangunnya cold storage, SPBU, doking kapal dan dermaga Pelabuhan Pendaratan ikan (PPI) Kecamatan Banda Sakti; 3. Penataan kawasan pariwisata bahari Pulo Seumadu Kecamatan Muara Satu; 4. Penataan kawasan permukiman Blang Crum (eks. Relokasi permukiman BRR dan Save the Children) Kecamatan Muara Dua. Kawasan ini merupakan kawasan permukiman baru yang dibangun pasca terjadinya bencana gempa dan tsunami yang memporak-porandakan Aceh; 5. Penataan kawasan Bukit Rata dan Alue Awe Kecamatan Muara Dua yang merupakan kawasan campuran yang terdiri dari Perguruan Tinggi, Perkantoran, bisnis dan permukiman. 4.2.2 Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Pada profil rinci penataan bangunan Gedung dan lingkungan akan digambarkan Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan serta Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di daerah ini secara lengkap. 4.2.2.1 Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Secara umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di daerah ini masih belum menunjukkan adanya penangganan yang serius dari pemerintah. Selain dokumen dan payung hukum yang belum jelas tersusun secara baik juga rendahnya pengendalian dari pemanfaatan ruang yang ada. Di Kota Lhokseumawe Bangunan Gedung terdiri atas bangunan gedung milik Pemerintah Kota Lhokseumawe dan Bangunan Gedung milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Kota Lhokseumawe sebagai kota pemekaran telah menimbulkan permasalahan aset dari sejak pemekaran tahun 2001. Perkantoran pemerintah Kota Lhokseumawe terpusat pada Kawasan kecamatan Banda Sakti. Pada kawasan tersebut terdiri dari kantor pelayanan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-23
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Status Tahun Status Gedung Tahun Pembangunan RB RS RR Jenis Luas(m2) Estimasi Biaya Tata Ruang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 Sekretariat DPRK Milik Pemda 2008 30% Bertingkat 1.850 sesuai 2 Sekretariat Daerah Milik Pemda 2005 20% Bertingkat 1.400 sesuai 3 Dinas Pekerjaan Umum Milik Pemda 2003 55% 600 9.000.000.000 sesuai 4 Dinas Perhubungan, Pariwisatadan Kebudayaan Kontrak/ Sewa 2010 Bertingkat 800 2.400.000.000 5 Dinas Kesehatan Milik Pemda 2007 Bertingkat 1.175 sesuai 6 Dinas Pendidikan, Pemudadan Olahraga Hak Pakai 2003 Bertingkat 1.100 4.500.000.000 7 Dinas Syariat Islam Sewa 2009 Bertingkat 500 1.500.000.000 8 Dinas sosial dan TenagaKerja Sewa 2009 Bertingkat 960 2.100.000.000 9 Badan Pem. Perempuan, Perlind. Anak dan Kel. Sejahtera Sewa 2009 Bertingkat 500 1.500.000.000 10 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Milik Pemda 2008 Bertingkat 950 1.650.000.000 sesuai 11 Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Sewa 2005 2.550.000.000 12 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Sewa 2009 Bertingkat 1.600 1.800.000.000 13 Dinas PengelolaKeuangan dan Aset Daerah Milik Pemda 2008 Bertingkat 1.332 sesuai 14 Kantor Pelayan, Perizinan Terpadu Sewa 2008 Bertingkat 960 1.500.000.000 15 Inspektorat Sewa 2009 400 2.100.000.000 16 Satuan Polisi PP dan WH Sewa 2008 600 1.800.000.000 17 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Milik Pemda 2003 30% 9.000.000.000 sesuai 18 Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sewa 2003 543 19 Badan Pemberdayaan Masyarakat Hak Pakai 2010 30% 600 1.800.000.000 20 Kantor Kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat Sewa 2009 Bertingkat 1.200 1.800.000.000 21 Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Sewa 2009 350 2.100.000.000 22 Badan Penanggulangan BencanaDaerah Sewa 2010 560 1.680.000.000 23 Kantor Camat BandaSakti Milik Pemda 2005 30% 420 sesuai 24 Kantor Camat BlangMangat Milik Pemda 2005 380 sesuai 25 Kantor Camat MuaraSatu Milik Pemda 2007 350 sesuai 26 Kantor Camat MuaraDua Milik Pemda 2003 40% 380 sesuai 16.260 48.780.000.000 Jumlah No Kantor/ SKPD Otonomi Kondisi Gedung/ Kantor Usulan kesehatan, pendidikan, pelayanan administrasi penduduk dan militer. Sebagian gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masih menggunakan ruko dan menyewa, sehingga mengurangi tingkat kenyamanan kerja, hal ini disebabkan oleh lingkungan pasar atau permukiman yang ada disekitar ruko yang disewa tersebut. Tata letak ruang ruko tersebutpun sangat sulit untuk di setting representatif dan terkesan berdesak-desakan. Adapun tabel kepemilikan bangunan gedung miliki Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.4 Kepemilikan Bangunan Gedung Miliki Pemerintah Kota Lhokseumawe
4.2.2.2 Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Kondisi penataan Bangunan Gedung dan lingkungan terhadap keselamatan, keamanan dan kenyamanaan bangunan gedung termasuk pada daerah rawan. Pusat perkantoran Kota Lhokseumawe yang terletak di Kecamatan Banda Sakti tidak terlepas akan bahaya banjir, baik yang disebabkan oleh hujan maupun oleh pasang purnama. Untuk penanggulan banjir, pihak Pemerintah dan MDF telah melaksanakan pembangunan reservoir dan maindrain pada tahun 2010, yang
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-24
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 mampu menampung banjir yang terjadi akibat debit puncak. Sedangkan untuk pasang purnama juga telah dibangun break water atau tanggul laut yang mampu menghadang hantaman gelombang, sehingga untuk tahun-tahun kedepan masalah banjir ini telah tertangani secara baik.
Gambar 4.1 Peta Rawan Bencana dan Jalur Evakuasi
Peta di atas menunjukkan peta rawan bencana dan jalur evakuasi. Sedangkan untuk sarana dan prasarana belum tersedia hidran yang memadai, tapi hal ini disiasati dengan menyediakan racun api secara memadai pada setiap sudut bangunan gedung sehingga mampu mencegah sumber api yang berasal dari bangunan gedung yang ada. Pelaksanaan perizinan telah dilaksanakan secara terpadu pada Kantor perizinan terpadu Satu Pintu dengan tetap dibawah pengawasan teknis oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe. Sedang alur diagramnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-25
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
4.2.3 Permasalahan yang Dihadapi Permasalahan yang ada selama ini mengenai penataan bangunan gedung dan lingkungan diataranya adalah: - Kurang nya sosialisasi mengenai kebijakan pemerintah mengenai masalah ini, sehingga dalam pemanfaatan penataan bangunan gedung dan lingkungan adanya penyimpangan. - Adanya oknum aparatur yang mengeluarkan izin dengan tidak mengikuti aturan yang sesuai dengan pemanfaatan yang direncanakan. 4.2.3.1 Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Sasaran dari penyusunan RTBL sebagai suatu produk kajian, maka keberhasilan pengaturan bangunan melalui RTBL sangat tergantung pada kemampuan perencana, kesungguhan pelaksana serta peran serta masyarakat dan investor. Tanpa dikuti sinergi semua stakeholder maka produk RTBL hanya akan menjadi dokumen rapi yang tersimpan di dinas/ instansi Pemerintah Daerah atau Kota. 4.2.3.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan penyederhanaan sebuah permasalahan yang ada yang bertujuan menemukan solusi dan alternatif penangganan yang cepat dan jitu. Untuk mendapatkan hal tersebut, perlu adanya data yang bersifat kuantitatif dan kualitas yang bersifat primer maupun sekunder.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-26
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Masalah penataan bangunan dan lingkungan menjadi hal yang termarginal, disebabkan sebagian besar anggaran dari APBK Kota Lhokseumawe tercurah pada bidang pelayanan pendidikan dan kesehatan, sehingga penangganan masalah tata bangunan dan lingkungan seolah-olah terabaikan, dan masih mengharapkan adanya bantuan dari provinsi dan nasional. 4.2.4 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi Perlu dilakukakan pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan (Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan) untuk mewujudkan keterpaduan, keseimbangan dan keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan dan pengendalian program-program pembangunan kota/ kawasan perkotaan jangka panjang. 4.2.4.1 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan Analisis terhadap kebutuhan penataan bangunan dan lingkungan diperlukan dalam menentukan prioritas dan penetuan langkah strategis yang perlu ditempuh dalam penyelesaian permasalahan yang ada. Kebutuhan yang paling mendesak dari upaya penataan bangunan dan lingkungan adalah rendahnya kemampuan dari aparatur pelaksana penataan bangunan dan lingkungan baik yang mampu melakukan self assesment terhadap penyusunan dokumen rencana tata bangunan dan lingkungan yang ada, sehingga sebuah dokumen lebih aplikatif dan mudah dalam pelaksanaannya. Selain itu perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan penataan bangunan dan lingkungan, guna menciptakan sense of belonging dan mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat. 4.2.4.2 Rekomendasi RTBL sebagai produk ideal dalam upaya pengaturan bangunan dan lingkungan kawasan kota adalah tidak dapat terlepas dari berbagai kendala dalam penyusunan dan terlebih lagi dalam tahap pelaksanaannya. Hal ini terjadi mengingat produk-produk perancangan yang dihasilkan adalah bersinggungan langsung antara kepentingan public dan private. Pengaturan yang ideal untuk
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-27
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 kepentingan publik tentu akan banyak memberikan batasan pada kepentingan private dan demikian sebaliknya. Bagaimana suatu produk RTBL dapat berada pada keseimbangan kepentingan public dan private tentu merupakan posisi perancangan yang ideal dalam arti sebenarnya. Berkaitan dengan penyusunan RTBL, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai berikut: 1. Perancangan tata bangunan dan lingkungan harus berdasar pada kebutuhan dan aspirasi kondisi dan permasalahan warga/ masyarakat setempat, sehingga bentuk analisis dan perancangan yang disusun dapat diterima dalam masyarakat. Suatu konsep study yang sangat baik, namun butuh usaha luar biasa untuk implementasinya; 2. Perancangan elemen-elemen bangunan dan lingkungan harus dapat membentuk citra lokal yang seharusnya tidak dapat secara mudah diimplementasikan secara mudah untuk kawasan lain; 3. Ketersediaan data kapling dan masa bangunan eksisting menjadi syarat utama yang seringkali tidak tersedia. Hal ini tentu bukan merupakan kendala biaya biaya pengukuran tapak kawasan dan bangunan dapat dilakukan; 4. Bahwa produk RTBL hendaknya berbasis perancangan secara tiga dimensi dan tidak lagi hanya mengkaji aspek fungsi dan tata ruang; 5. Produk RTBL tidak hanya berhenti pada tampilan gambar-gambar perspektif yang idealis dan sangat menarik, namun menekankan pula aspek realisasinya di lapangan; 6. Semua bentuk pendekatan dan perancangan harus dapat disertai dengan arahan dan manajemen dalam realisasi pelaksanaan, termasuk berbagai insentif dan disinsentif yang akan diterapkan; 7. Keterbatasan biaya untuk penyusunan produk RTBL dapat menjadi akar permasalahan mengenai kualitas produknya. 4.2.5 Program Yang Diusulkan Adapun program / kegiatan yang diusulkan: 1. Penetapan kebijakan RTBL;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-28
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2. Sosialisasi kebijakan RTBL; 3. Rapat koordinasi tentang RTBL; 4. Pelatihan aparatur dalam perencanaan, pengawasan pemanfaatan ruang; 5. Penyusunan norma, standar dan kriteria Pemanfaatan ruang; 6. Sosialisasi kebijakan, norma, standaar, prosedur dan manual pemanfaatan ruang; 7. Monitoring, evaluasi dan pelaporan pemanfaatan ruang; 4.2.5.1 Usulan dan Prioritas Program Selain 5 (lima) kawasan yang telah kami usulkan pada subbab sebelumnya, ada beberapa kawasan penting lainnya yang memerlukan perhatiaan khusus dan penangganan segera diantaranya: 1. Penataan Kawasan Islamic Center Kota Lhokseumawe; 2. Penataan Kawasan campuran yang berisiskan, perkantoran pemerintah, pusat olahraga dan kuliner pada Gampong Mon Geudong Banda Sakti; 3. Penataan Kawasan KP3 yang merupakan plaza terbuka dan pusat kuliner; 4. Revitalisasi Kawasan Pasar Los Kota Lhokseumawe; 5. Penataan kawasan selamat datang pada sebelah Timur dan Barat; 6. Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan Water Front City Kota Lhokseumawe; 7. Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan Permukiman (Revitalisasi Kawasan Cunda) Kota Lhokseumawe Tahap III.
4.2.5.2 Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Pada subbab di atas, Penataan Kawasan Islamic center Kota Lhokseumawe merupakan sebuah kegiatan yang mendesak untuk dilakukan penyusunan kegiatan RTBL, karena kawasan yang berada di jantung Kota Lhokseumawe dan kawasan tersebut merupakan kawasan strategis dan perlu mendapatkan perhatian terhadap penataan bangunan dan lingkungan sehingga menciptakan kawasan yang asri dan tertata secara lebih baik. Konsep pembangunan Kawasan Islamic center Kota Lhokseumawe, bukan hanya
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-29
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 sekedar sebagai tempat ibadah semata, tapi juga dipersiapkan sebagai tempat ekonomi dan bisnis islam, museum dan pusat kajian agama islam. 4.2.5.3 Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana telah ditetapkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keuangan antara lain Undang-undang nomor 17 tahun 2003, Undang- undang nomor 1 tahun 2004, Undang-undang nomor 15 tahun 2004, Undang- undang nomor 25 tahun 2004, Undang-undang nomor 32 tahun 2004, Undang- undang nomor 33 tahun 2004, maka timbul hak dan kewajiban daerah yang kemudian oleh daerah diwadahi dalam kebijakan keuangan. Kota Lhokseumawe pada prinsipnya selalu bekerjasama dengan pihak provinsi maupun pusat terhadap penyediaan Dana Daerah untuk Bersama (DDUB) baik untuk pembebasan lahan maupun dana operasional maupun dana pendukung lainnya. Hal ini mennjukkan komitmen Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam memenuhi target MDGs yang tertuang dalam dokumen prioritas daerah.
4.3 Rencana Investasi Sub Bidang Air Limbah 4.3.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah Limbah cair adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
4.3.1.1 Umum Air limbah domestik merupakan air yang timbul dari sisa kegiatan di rumah tangga, seperti air bekas mandi, mencuci dan kakus serta juga kegiatan lainnya yang dilakukan di dalam rumah. Air hujan bukan merupakan bagian dari air limbah domestik, karenanya air hujan harus dipisahkan penanganannya dari air limbah domestik dengan menyalurkannya ke saluran drainase kota.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-30
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tujuan pengolahan air limbah domestic ini adalah dalam rangka untuk menjaga kualitas lingkungan badan air penerima, seperti sungai, sehingga air limbah domestik yang dibuang ke sungai tersebut telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Sumber air limbah antara lain: 1. Air limbah rumah tangga (domestic wastes water); 2. Air limbah kota praja (municipal wastes water); 3. Air limbah industri (industrial wastes water).
4.3.1.2 Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Dalam Rencana Kota Lhokseumawe
Strategi peningkatan pengelolaan air limbah di Lhokseumawe juga ikut mengacu pada target-target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yaitu: A. Kebijaksanaan dan Strategi Penanganan Air Limbah Domestik a. Peningkatan pembangunan, pengelolaan prasarana dan sarana sanitasi, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menjaga kelestarian lingkungan; b. Penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi yang terjangkau oleh masyarakat luas sampai kepada yang berpenghasilan rendah; c. Pengembangan rekayasa teknis untuk mendapatkan teknologi tepat guna yang sederhana; d. Penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; e. Penetapan dan penerapan pemberlakuan harus memenuhi baku mutu lingkungan di kawasan perumahan dan pemukiman; f. Peningkatan peran serta swasta dan masyarakat; g. Pengembangan sistem pendanaan; h. Pemantapan kelembagaan; i. Peningkatan pemanfaatan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana sanitasi yang telah dibangun;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-31
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 j. Penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi yang terpadu dengan program/ sektor lain; k. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penyediaan dan penye!enggaraan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi; l. Menyiapkan rencana pengelolaan secara terpadu sebelum pelaksanaan. B. Strategi Financial/ Pendanaan a. Menciptakan iklim pendanaan yang memungkinkan dan menarik dunia usaha untuk ikut membiayai penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar; b. Menggali sumber dana masyarakat untuk ikut membiayai dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar sanitasi; c. Menyempurnakan mekanisme sistem bantuan keuangan untuk penyediaan prasarana dan sarana dasar sanitasi. C. Strategi Kelembagaan/ Peraturan Perundang-undangan a. Meningkatkan fungsi kelembagaan yang sudah ada; b. Mendorong terbentuknya lembaga pengelola sarana dan prasarana sanitasi; c. Mendorong pelaksanaan perundang-undangan; d. Melengkapi peraturan dan perundangan yang ada; e. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia; f. Meningkatkan jumlah tenaga ahli sanitasi. D. Strategi Pencapaian Sasaran Sub Program Air Limbah a. Mengembangkan teknologi sanitasi dasar tepat guna yang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah; b. Mengembangkan sistem pengelolaan air Iimbah terpusat terutama di kawasan potensial, serta mengembangkan sistem perpipaan air limbah sederhana bagi kawasan kumuh dan padat; c. Mengembangkan dan memantapkan kelembagaan pengelolaan air limbah melalui pembentukan unit pengelola air limbah, dinas atau
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-32
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 perusahaan daerah serta mendorong kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat; d. Mengembangkan percontohan sarana pengelolaan air limbah pedesaan serta memasyarakatkan pembuatan sarana sanitasi sederhana; e. Menentukan tolak ukur mutu lingkungan air di dalam kawasan perumahan dan pemukiman; f. Mengembangkan sistem pendanaan subsidi silang, sistem bantuan keuangan dan peran serta dunia usaha; g. Mempercepat terwujudnya peraturan dan perundang-undangan yang menyangkut pengelolaan air limbah. E. Strategi Promosi a. Melaksanakan apresiasi maupun pelatihan untuk meningkatkan pengelola sarana dan prasarana sanitasi; b. Melaksanakan training untuk meningkatkan pengelola prasarana dan sarana air limbah; c. Melaksanakan pelatihan teknis; d. Melaksanakan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam rangka mencapai hasil pengelolaan yang optimal; e. Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana sanitasi; f. Meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat akan kesehatan Iingkungan permukiman; g. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pengadaan prasarana dan sarana sanitasi. Pembangunan prasarana dan sarana air Iimbah harus memperhatikan dampak samping yang mungkin timbul akibat penyebaran wabah melalui pencemaran dan bidang resapan dan konstruksinya harus benar-benar diperhatikan agar tidak mencemari air tanah.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-33
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.3.2 Profil Pengelolaan Air Limbah 4.3.2.1 Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Air Limbah Saat Ini Pada umumnya masyarakat di wilayah Kota Lhokseumawe menggunakan dua sistem yaitu sistem terpisah dan sistem gabungan. Sistem terpisah yaitu terjadinya pemisahan antara penyaluran air limbah dan air hujan. Air limbah dialirkan ke dalam SPAL yang berbentuk septic tank. Air hujan umumnya disalurkan melalui saluran drainase kota. Sistem gabungan yaitu semua air limbah tersebut masuk ke dalam satu wadah (septic tank). Pemerintah Kota telah melakukan pengadaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pengelolaan limbah ini. 4.3.2.1.1 Tingkat Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Masyarakat mempunyai perannya masing-masing sesuai dengan tingkat kesadaran akan kesehatan lingkungan dan kemampuan finansialnya masing- masing. Masyarakat yang telah mampu, umumnya telah memiliki fasilitas penanganan limbah cair dengan baik. Namun masyarakat yang belum memiliki kemampuan keuangan, penyediaan sarana ini menjadi sulit bagi mereka. Sehingga dapat kita katakan dengan kondisi masyarakat dengan berbagai latar belakang yang dimilikinya, penanganan leimbah ini belum maksimal. Hal ini terlihat dari data kesehatan lingkungan bahwa 36.119 rumah yang disurvei, hanya 14.201 rumah yang memiliki SPAL. Bahkan dari total 14.201 SPAL tersebut, 53,84% SPAL berada dalam kondisi memadai, sedangkan sisanya sebesar 46,16% berada dalam kondisi tidak memadai. 4.3.2.1.2 Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Dari data Badan Kebersihan dan Lingkungan Hidup bahwa Kota Lhokseumawe telah memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) sebanyak 1 unit. Pemerintah pun telah memiliki 2 unit mobil penyedot dan pengangkut tinja. Volume lumpur tinja yang dibuang ke ILPT ini berkisar 3 m3/ hari.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-34
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
4.3.2.2 Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Pengelolaan air limbah di Kota Lhokseumawe secara umum disediakan oleh masyarakat sendiri. Saluran penyaluran air limbah yang masih bercampur dengan air hujan kondisinya sudah tersedia di setiap ruas jalan. Untuk pembuangan limbah tinja dilakukan oleh pihak swasta dan pemerintah, untuk saat ini masih dominan dilakukan oleh pihak swasta. Pemanfaatan IPLT belum maksimal karena untuk penghematan biaya operasional oleh pihak swasta sehingga banyak yang membuang hasil penyedotan di tempat yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lemahnya pengawasan dan pengelolaan dari pemerintah daerah. 4.3.3 Permasalahan Yang Dihadapi Sistem penanganan air limbah di Kota Lhokseumawe menggunakan sistem pembuangan on site, sehingga dianjurkan menggunakan metode septic tank atau cubluk (tunggal atau kembar). Penanganan pembuangan sistem on site memerlukan transportasi lumpur tinja untuk pengosongan tanki dengan menggunakan truk berkapasitas 2-4 atau 6 meter kubik atau menggunakan trailer untuk melayani penyedotan daerah padat dengan jalan relatif sempit. Sebagaimana yang telah ditargetkan secara nasional, penanganan air limbah diarahkan untuk dilakukan dengan metode onsite sanitation disposal baik secara individual maupun secara komunal. Pembangunan prasarana dan sarana air Iimbah harus memperhatikan dampak samping yang mungkin timbul akibat penyebaran wabah melalui pencemaran dan bidang resapan dan konstruksinya harus benar-benar diperhatikan agar tidak mencemari air tanah. 4.3.3.1 Sasaran Pengelolaan Prasarana dan Sarana (PS) Air Limbah Pengelolaan prasarana dan sarana air limbah harus melibatkan semua pihak yaitu pihak penyedia dan pihak pengguna. Pihak penyedia prasarana dan sarana yaitu pemerintah Kota Lhokseumawe, pihak pengguna yaitu masyarakat
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-35
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 harus terlibat secara aktif untuk memelihara sistem prasarana dan sarana air limbah yang disediakan oleh pemerintah. 4.3.3.2 Rumusan Masalah 1. Masih ada pandangan dari masyarakat yang beranggapan bahwa pengelolaan limbah ini tidak begitu mendesak atau tidak menjadi perhatian bagi masyarakat. Masyarakat masih menggunakan cara yang tidak sehat yaitu dengan memanfaatkan badan sungai atau saluran drainase untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana pengelolaan limbah cair ini; 2. Untuk wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan juga ketersediaan lahan yang tidak begitu luas bagi penyediaan SPAL, tentunya sistem SPAL berskala rumah tangga lebih sulit diterapkan karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian kita semuanya; 3. Unit pengolahan tinja yang dimiliki Pemerintah Kota Lhokseumawe sudah penuh dan bahkan dua bak penampungnya sudah rusak sehingga tidak dapat difungsikan lagi. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh kepada pengelolaan limbah cair; 4. Banyak saluran air limbah yang tidak berfungsi dengan baik, air tidak mengalir dengan baik; 5. Banyak terdapat endapan lumpur dalam saluran; 6. Penurunan permukaan tanah yang menyebabkan fungsi saluran tidak baik; 7. Banyak sampah dalam saluran disebabkan kurang pedulinya masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. 4.3.4 Analisa Permasalahan dan Rekomendasi 4.3.4.1 Analisa Permasalahan 1. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan limbah dikarenakan masih minim pengetahuan, kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-36
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2. Perlu adanya pemerataan persebaran penduduk agar pengelolaan air limbah bisa maksimal dan tidak hanya menumpuk dalam Kecamatan Banda Sakti dengan kondisi tanah yang selalu mengalami penurunan yang mengakibatkan aliran saluran tidak berfungsi dengan baik; 3. Perlunya perhatian pemerintah secara bijaksana dalam pengelolaan limbah cair terutama tinja karena jika hal ini diabaikan akan mengakibatkan perusakan lingkungan yang fatal. 4.3.4.2 Alternatif Pemecahan Persoalan 1. Membangun, mendidik masyarakat untuk mencintai lingkungan, mengelola limbah mulai dari rumah sendiri dan lingkungan sekitar. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan limbah ditingkat gampong dengan koordinasi keuchik dan ditingkat lorong dengan dikomandoi oleh kepala lorong; 2. Penataan pembangunan perumahan dan permukiman dengan merencanakan secara sinkron pengelolaan limbah cair; 3. Adanya pengolahan tinja secara baik apabila tidak bisa ditangani oleh pemerintah bisa diserahkan kepada swasta atau bisa dengan kerja sama antara pemerintah dan swasta. Apabila limbah tinja hanya dibuang tanpaa proses pengelahan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan; 4. Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah; 5. Menyusun perangkat peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman; 6. Menyebarluaskan informasi peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah; 7. Menerapkan peraturan perundangan; 8. Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas personil pengelolaan air limbah; 9. Memfasilitasi pembentukan dan perkuatan kelembagaan pengelola air limbah masyarakat; 10. Mendorong pembentukan dan perkuatan institusi pengelola air limbah;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-37
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 11. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga; 12. Mendorong peningkatan kemauan politik para pemangku kepentingan untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air limbah. 4.3.5 Sistem Prasarana Yang Diusulkan Sistem pengolahan air limbah dapat dilakukan terpusat (off site system) ataupun sistem pengolahan setempat (on site system). Kedua sistem tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Off Site System On Site System Keuntungan : Menyediakan pelayanan yang terbaik. Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi. Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari Memiliki masa guna lebih lama. Dapat menampung semua Limbah Keuntungan : Menggunakan teknologi sederhana. Memerlukan biaya yang rendah. Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri. Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat. Manfaat dapat dirasakan secara langsung. Kerugian : Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi. Menggunakan teknologi tinggi. Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan. Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang. Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan. Perlu pengelolaan, operasional, dan pemeliharaan yang baik.
Kerugian : Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah, misalkan sifat permeabilitas tanah, tingkat kepadatan, dan lain- lain. Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air bekas cucian. Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan. 4.3.5.1 Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan Pengembangan sistem pengelolaan dengan melibatkan berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta dapat dilakukan dengan tahapan berikut ini:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-38
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 - Tahap awal pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi berbasis masyarakat, dilakukan melalui beberapa tahap pertemuan rembug warga, untuk menentukan Perumusan kebutuhan, Perumusan program, Perumusan sumber dana, Pembentukan panitia pembangunan; - Tahap pembangunan dilaksanakan secara berdampingan dengan pihak donor baik dari lembaga pemerintah maupun swasta bahkan dari masyarakat itu sendiri. Dalam tahap pembangunan terdiri dari beberapa kegiatan : Mobilisasi sumber daya yang ada baik dana atau sumber daya manusia, Program pelaksanaan pembangunan dan pengembangan, Rencana pelibatan stakeholder terkait; - Tahap pengembangan dengan melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan yang dikelola dalam struktur organisasi RT/ RW. 4.3.5.2 Usulan dan Prioritas Program Usulan dan prioritas program yang disarankan dalam untuk perbaikan sistem air limbah Kota Lhokseumawe antara lain: - Penyusunan master plan air limbah Kota Lhokseumawe; - Pembangunan jaringan air limbah; - Pembangunan instalasi air limbah; - Pembangunan IPLT dan pengembangan IPLT; - Pembangunan saluran primer, sekunder dan tersier; - Pembangunan tando; - Pemeliharaan jaringan primer, sekunder dan tersier yang sudah ada; - Pembangunan sistem pengolahan air limbah terpusat skala lingkungan untuk 200-400 KK, terdiri dari sambungan rumah, pipa air limbah, bak kontrol dan instalasi pengolahan; - Pembangunan jaringan air limbah terpusat skala lingkungan untuk minimal 50 KK yang akan dihubungkan dengan sistem air limbah terpusat yang sudah ada (skala kota).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-39
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.3.5.3 Pembiayaan Pengelolaan Pembiayaan pengelolaan limbah didanai dari anggaran Pemerintah Kota Lhokseumawe, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat. Pembiayaan pengelolaan air limbah dapat ditempuh juga melalui Peningkatan dan pengembangan alternatif sumber pendanaan pembangunan prasarana, Mendorong berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan air limbah dan Pembiayaan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan sistem air limbah perkotaan dengan proporsi pembagian yang disepakati bersama.
4.4 Rencana Investasi Sub-Bidang Persampahan 4.4.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Persampahan Masalah persampahan sangat terkait dengan upaya yang lebih luas dalam pengelolaan persampahan secara menyeluruh. Dalam hal ini kebersihan dan keberadaan sampah turut dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. 4.4.1.1 Umum Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya adalah bertambahnya pula buangan/ limbah yang dihasilkan. Limbah/ buangan yang ditimbulkan oleh aktivitas dan konsumsi masyarakat yang lebih dikenal sebagai limbah domestik telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Limbah domestik tersebut, baik itu limbah cair maupun limbah padat menjadi permasalahan lingkungan karena secara kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya. Khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga, peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 2,5 kali lipat pada tahun 2029. 4.4.1.2 Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan Dalam Rencana Kota
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-40
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Pengelolaan sampah di Kota Lhokseumawe diarahkan dengan melibatkan secara aktif peran serta masyarakat. Selain itu ada beberapa program yang dapat dilakukan diantaranya: 1. Meningkatkan kemampuan SDM yang ada, yaitu kemampuan manejerial dan operasional staf institusi pengelolaan sampah perlu ditingkatkan secara berlanjut melalui pelatihan dan kursus-kursus; 2. Penerapan sanksi terhadap pelanggar ketentuan pembuangan sampah perlu ditegakkan, sehinggal pengelolaan sampah secara intensif bail oleh pemerintah maupun masyarakat dapat diwujudkan; 3. Melibatkan secara aktif semua elemen yang ada di masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan persampahan. 4.4.2 Profil Persampahan Pada sub bab ini akan dipaparkan gambaran umum sistim dari pengelolaan persampahan yang ada serta gambaran umum kondisi dari sistim sarana dan prasarana yang ditinjau dari aspek teknis pengelolaan persampahannya. 4.4.2.1 Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Sampah Saat Ini Sistem penanganan akhir sampah di Kota Lhokseumawe masih menggunakan open dumping dengan TPA yang terletak di Alue Lim. Sedangkan untuk membantu pengumpulan sampah, di rencanakan pengembangan TPS di setiap pusat BWK. 4.4.2.2 Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan (Aspek Teknis)
Mekanisme sistem pengelolaan sampah di Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut: 1. Pewadahan Pola pewadahan yang direncanakan berupa pola pewadahan individual yang diletakkan dekat rumah untuk permukiman dan diletakkan dibelakang untuk
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-41
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pertokoan serta pola pewadahan komunal yang diletakkan sedekat mungkin dengan sumber sampah di tepi jalan besar. 2. Pengumpulan Sampah Sama dengan pola pewadahan, rencana sistem pengelolaan sampah akan menggunakan dua sistem yaitu pengumpulan individual yang dilakukan dengan sistem door to door (dengan truk kecil langsung diangkat ke TPA). Cara lain dengan sistem individual dengan cara mengumpulkan sekaligus memusnahkan sampah tersebut. 3. Pengangkutan Sampah Pengangkutan dilakukan dengan dump truck, amrol truck dan mobil patrol dari TPS ke TPA. 4. Tempat Pembuangan Akhir TPA berlokasi di Gampong Alue Lim dengan sistem open dumping, lokasi ini dianggap cukup representative karena jauh dari pemukiman rakyat dan arealnya luas.
4.4.2.3 Aspek Pendanaan Untuk pembiayaan dan pengelolaan drainase Kota Lhokseumawe selama ini bersumber pada pendanaan yang bersumber dari dari dana APBN murni, APBA Provinsi Aceh dan APBK Kota Lhokseumawe. 4.4.2.4 Aspek Kelembagaan Pelayanan Persampahan Dinas yang terkait dengan pengelolaan persampahan adalah Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Lhokseumawe. 4.4.2.5 Aspek Peraturan Perundangan Undang-Undang Republik Indonesia: - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang persampahan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-42
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia: - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Keputusan Menteri Republik Indonesia: - Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. Peraturan Daerah (Qanun) Kota Lhokseumawe: - Qanun Kota Lhokseumawe No 08 Tahun 2007 mengenai Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan dalam wilayah Kota Lhokseumawe. - Qanun Kota Lhokseumawe No 06 Tahun 2003 mengenai Syarat Kontruksi Bangunan dalam wilayah Kota Lhokseumawe. 4.4.2.6 Aspek Peran Serta Masyarakat Masyarakat telah melakukan upaya pengelolaan sampah sesuai dengan kondisi kemampuan ataupun pengetahuan yang dimilikinya. Di beberapa kawasan perumahan, seperti Kompleks Panggoi Indah, Kompleks Banda Masen, Kompleks Mutiara dan Komplek Bank Duta, warga perumahan dari kompleks tersebut telah melakukan pemilahan jenis sampah kering dan sampah basah. Menurut data dari Badan Lingkungan dan Kebersihan Kota Lhokseumawe tahun 2010, di kawasan pemukiman tersebut telah mampu melakukan pemilihan sampah basah dan kering dengan bobot mencapai 0,5 m 3 / hari/ 35 rumah tangga. Data tersebut juga memberikan makna kepada kita bahwa masyarakat juga telah mampu mengolah sampah di tempat (on site) di rumahnya sendiri atau dikawasan perumahannya sendiri. 4.4.3 Permasalahan Yang Dihadapi Permasalahan yang ada selama ini masih berupa : 1. Masalah keterbatasan anggaran 2. Keterbatasan sarana dan prasarana
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-43
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 3. SDM teknis yang memadai 4. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan 5. Aspek kelembagaan yang perlu diperjelas.
4.4.3.1 Sasaran Penyediaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Sampah 1. Kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat masih kurang. Hal ini jelas terlhat dari tingkat pencemaran saluran drainase oleh timbunan sampah. 2. Kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi kebersihan masih rendah. Dengan tingkat retribusi sampah yang rendah menjadikan pelayanan persampahan menjadi tidak begitu optimal. 4.4.3.2 Rumusan Masalah Sarana dan prasarana sampah belum mampu menjawab kebutuhan akan pelayanan persampahan yang baik. Lokasi TPA misalnya, bila masih menggunakan model pengelolaan sampah hanya dengan menggunakan metode open damping saja, maka dalam waktu yang tidak begitu lama, pemerintah harus mencari lokasi baru atau melakukan perluasan lokasi TPA. Artinya life time penggoperasian TPA tidak begitu lama. Terdapat beberapa wilayah di Kota Lhokseumawe yang belum terjangkau oleh layanan persampahan. Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada semua anggota masyarakat membuat masalah persampahan menjadi tidak tuntas ditangani. Artinya pelayanan ini masih bersifat parsial. 4.4.4 Analisa Permasalahan dan Rekomendasi 4.4.4.1 Analisis Permasalahan Dalam analisis persampahan ini adalah analisis mengenai sistem pengolahan persampahan yang dihasilkan Kota Lhokseumawe. Oleh karena petimbunan sampah umumnya banyak terjadi di wilayah perkotaan, maka sistem yang diterapkan adalah sama dengan sistem pengelolaan sampah di perkotaan pada umumnya yang meliputi pewadahan, pengumpulan,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-44
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pemindahan, pengangkutan dan penyapuan jalan serta pengolahan akhir di TPA. 4.4.4.2 Alternatif Pemecahan Masalah Alternatif pemecahan masalah pengelolaan sampah adalah dengan penanganan sampah yang efektif dan efisien, melalui daur ulang dan composting untuk jenis sampah organik dan anorganik. Selain itu kebijakan dari pemerintah yang dibuat dengan pendekatan menyeluruh sehingga dapat dijadikan payung bagi penyusunan kebijakan di tingkat pusat maupun daerah. Pendekatan pengelolaan yang sebelumnya secara wilayah administrasi, dapat diubah melalui pendekatan regional dengan menggabungkan beberapa kota dan kabupaten dalam pengelolaan persampahan. Hal ini sangat menguntungkan karena akan mencapai skala ekonomis baik dalam tingkat pengelolaan TPA, dan pengangkutan dari TPS ke TPS. 4.4.5 Sistem Pengelolaan Persampahan Yang Diusulkan Dalam Pengelolaan Sampah Terpadu sebagai salah satu upaya pengelolaan Sampah Perkotaan adalah konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan tujuan mengembangkan suatu sistem pengelolaaan sampah yang modern, dapat diandalkan dan efisien dengan teknologi yang ramah lingkungan. Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif. Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini adalah meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam pengelolaan sampah yang berbasis peran serta masyarakat. Kebijakan pengelolaan sampah perkotaan yang ditetapkan di kota-kota di Indonesia meliputi 5 (lima) kegiatan, yaitu: 1. Penerapan teknologi Teknologi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan sampah ini merupakan kombinasi tepat guna yang meliputi teknologi pengomposan,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-45
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 teknologi penanganan plastik, teknologi pembuatan kertas daur ulang, Teknologi Pengolahan Sampah Terpadu menuju Zero Waste harus merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang umum digunakan adalah: 2. Teknologi pembakaran (Incenerator) Dengan cara ini dihasilkan produk samping berupa logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Keuntungan lainnya dari penggunaan alat ini adalah: a. dapat mengurangi volume sampah 75%-80% dari sumber sampah tanpa proses pemilahan. b. abu atau terak dari sisa pembakaran cukup kering dan bebas dari pembusukan dan bisa langsung dapat dibawa ke tempat penimbunan pada lahan kosong, rawa ataupun daerah rendah sebagai bahan pengurung (timbunan). 3. Teknologi composting yang menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai pupuk maupun penguat struktur tanah. Teknologi daur ulang yang dapat menghasilkan sampah potensial, seperti: kertas, plastic logam dan kaca/ gelas. 4. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan Partisipasi masyarakat dalam pengelolan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain: kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-46
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 5. Mekanisme keuntungan dalam pengelolaan sampah Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang di mulai pada skala yang lebih luas lagi. Misalnya melalui kegiatan pemilahan sampah mulai dari sumbernya yang dapat dilakukan oleh skala rumah tangga atau skala perumahan. Dari sistem ini akan diperoleh keuntungan berupa: biaya pengangkutan dapat ditekan karena dapat memotong mata rantai pengangkutan sampah, tidak memerlukan lahan besar untuk TPA, dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan, bersifat lebih ekonomis dan ekologis, dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mengelola kebersihan kota. 6. Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) Pada dasarnya pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sudah tidak relevan lagi dengan lahan kota yang semakin sempit dan pertambahan penduduk yang pesat, sebab bila hal ini terus dipertahankan akan membuat kota dikepung lautan sampah sebagai akibat kerakusan pola ini terhadap lahan dan volume sampah yang terus bertambah. Pembuangan yang dilakukan dengan pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka juga berakibat meningkatnya intensitas pencemaran. Penanganan model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh adalah meliputi penghapusan model TPA pada jangka panjang karena dalam banyak hal pengelolaan TPA masih sangat buruk mulai dari penanganan air sampah (leachet) sampai penanganan bau yang sangat buruk. Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya. 7. Kelembagaan dalam pengelolaan sampah yang ideal.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-47
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Dalam pengelolaan sampah perkotaan yang ideal, sistem manajemen persampahan yang dikembangkan harus merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang di mulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Dalam rencana pengelolaan sampah perlu adanya metode pengolahan sampah yang lebih baik, peningkatan peran serta dari lembaga- lembaga yang terkait dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, meningkatkan pemberdayaan masyarakat, peningkaan aspek ekonomi yang mencakup upaya meningkatkan retribusi sampah dan mengurangi beban pendanaan serta peningkatan aspek legal dalam pengelolaan sampah.
4.4.5.1 Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan persampahan perlu diperhatikan dan dikembangkan mengingat pengelolaan sampah di Kota Lhokseumawe masih sangat minim dan belum menggunakan teknologi yang canggih. Pengelolaan umumnya masih sebatas pengumpulan, pembuangan ke TPA. Belum ada pemilahan dan pengelohan sampah, jikapun ada hanya dilakukan oleh pihak swasta hanya untuk sampah-sampah yang mengandung nilai ekonomi. 4.4.5.2 Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan Persampahan Usulan dan Prioritas Program pengelolaan persampahan adalah: 1. Perencanaan Peningkatan Kinerja TPA; 2. Pembangunan TPA; 3. Supervisi Pembangunan TPA; 4. Pelatihan 3R; 5. Peningkatan/ Pembangunan TPST/ 3R; 6. Pengadaan Container Sampah & Landasan; 7. Pembangunan persampahan terpadu 3R; 8. Pengadaan Bin Container; 9. Pengadaan Truck/ Amrol Sampah; 10. Pengadaan Vacuum Truck; 11. Pengadaan Buldozer D6;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-48
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 12. Pengadaan Wheel Loader; 13. Pengadaan Penyedot Debu; 14. Pengadaan Penyedot Debu; 15. Pengadaan Mesin Pencacah Sampah; 16. Pengadaan Peralatan Laboratorium Pemantau Pencemaran Udara; 17. Pengadaan Mesin Komposting; 18. Pembangunan Transfer Station (SPA), komponen minimal yang dibangun terdiri dari: - Hanggar; - Luas minimal 20.000 m 2 ; - Bak pengendap untuk lindi; - Sumur resapan; - Area parkir; - Mesin pemadat. 4.4.5.3 Pembiyaan Pengelolaan Pembiayaan untuk penyediaan peralatan dan pengelolaan sistem persampahan Kota Lhokseumawe dilakukan dengan sumber pendanaan dari APBK, APBA dan APBN dengan persentase pendanaan yang ditentukan dan disepakati antara pemerintah Kota Lhokseumawe, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.
4.5 Rencana Investasi Sub-Bidang Drainase 4.5.1 Petunjuk Umum Sistem Drainase Perkotaan Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/ atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
4.5.1.1 Umum
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-49
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa. Dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan peningkatan taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan. Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial. 4.5.1.2 Maksud dan Tujuan Rencana pengembangan prasarana drainase disesuaikan dengan tingkat perkembangan kawasan terbangun dan prasarana jalannya serta terintegrasi dengan pengendalian banjir dan program perbaikan jalan.
4.5.1.3 Arah Kebijakan Penanganan Drainase Perencanaan sistem drainase di Kota Lhokseumawe meliputi pembuatan sistem saluran primer, sekunder, dan tersier (kawasan permukiman), rehabilitasi saluran yang kondisinya buruk, pemasangan pompa dan pemasangan pintu- pintu air . Saluran pembuangan air yang direncanakan adalah Krueng Cunda dan Krueng Meuraksa serta alur-alur sungai lainnya. Saluran drainase primer mengikuti jalan utama (arteri primer, arteri sekunder dan kolektor primer), sedangkan saluran drainase sekunder mengikuti jalan kolektor sekunder dan jalan lokal, sementara saluran drainase tersier mengikuti jalan lingkungan permukiman penduduk.
4.5.1.4 Isu-isu Strategis dan Permasalahan Beberapa permasalahan terkait dengan pengembangan system drainase Kota Lhokseumawe, yang mencakup aspek kelembagaan, teknis operasional,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-50
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pembangunan saluran, aspek peraturan perundang-undangan dan peran serta masyarakat meliputi antara lain: 1. Pada ruas saluran drainase terjadi luapan pada musim hujan karena kapasitas saluran tidak terpenuhi; 2. Tidak berfungsinya dengan baik beberapa saluran drainase akibat genangan; 3. Pada beberapa wilayah tidak ada gorong-gorong untuk saluran sekinder dan tersier tidak terawatt, adanya bangunan diatas saluran dan penutupan saluran untuk pertokoan; 4. Tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat yang belum maksimal dilibatkan untuk bersama-sama melakukan pemeliharaan atas saluran drainase yang ada; 5. Kendala dan permasalahan lainnya terkait dengan keterbatasan anggaran yang mampu disediakan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk mempercepat peningkatan dan pemeliharaan saluran drainase sehingga dapat menurunkan tingkat genangan yang muncul pada saat musim hujan. 4.5.1.5 Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Dalam Rencana Kabupaten/Kota
Pembangunan rencana sistem drainase saat ini antara lain belum memadainya jaringan drainase baik dalam jumlah maupun kapasitas. Sistem drainase eksisting baru mencakup sebagian kecil dari daerah pelayanan dan sebagian besar berada di daerah pusat-pusat kegiatan saja. Dapat dikatakan banyak terdapat fungsi saluran drainase yang masih digunakan bersama-sama dengan sistem penyaluran air limbah baik domestik maupun industri (sistem tercampur) sehingga terjadi penurunan kapasitas aliran pada saat musim hujan. Rencana pengembangan prasarana drainase disesuaikan dengan tingkat perkembangan kawasan terbangun dan prasarana jalannya serta terintegrasi dengan pengendalian banjir dan program perbaikan jalan. Perencanaan sistem drainase di Kota Lhokseumawe meliputi pembuatan sistem saluran primer, sekunder, dan tersier (kawasan permukiman), rehabilitasi saluran yang kondisinya buruk, pemasangan pompa dan pemasangan pintu-
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-51
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pintu air . Saluran pembuangan air yang direncanakan adalah Krueng Cunda dan Krueng Meuraksa serta alur-alur sungai lainnya. Saluran drainase primer mengikuti jalan utama (arteri primer, arteri sekunder dan kolektor primer), sedangkan saluran drainase sekunder mengikuti jalan kolektor sekunder dan jalan lokal, sementara saluran drainase tersier mengikuti jalan lingkungan permukiman penduduk.
4.5.2 Profil Drainase Pada sub bab profil drainase ini akan dideskripsikan tentang gambaran umum kondisi drainase yang ada baik dari aspek teknis, kelembagaan, aspek pendanaan, aspek hukum serta peran serta masyarakat. 4.5.2.1 Gambaran Umum Kondisi Drainase Saat Ini Sistem drainase yang direncanakan adalah sistem saluran terbuka dan tertutup. Untuk mengatasi masalah banjir dan genangan di kawasan pusat kota dan permukiman disekitarnya, telah dibuat reservoir di teluk pusong yang digunakan sebagai kolam penampungan air sebelum dialirkan ke laut. Reservoir ini dibuat dengan kedalaman 1 meter dibawah permukaan air laut sehingga air limpasan dari kota dapat mengalir ke reservoir. Saluran primer akan langsung terhubung dengan reservoir teluk pusong. Untuk saluran sekunder perlu direncanakan ulang secara keseluruhan agar dapat terkoneksi dengan saluran primer yang telah dibuat. 4.5.2.2 Aspek Teknis Sarana drainase yang ada di Kota Lhokseumawe lebih banyak mengikuti pola dan drainase jalan, khususnya di kawasan pusat kota. Kontruksi saluran dibuat dari pasangan bata dan beton, sedangkan dibagian pinggiran lebih banyak dalam bentuk saluran tanah. Menurut survey yang pernah dilakukan, terdapat sekitar 106 km saluran drainase di Kota Lhokseumawe, 37,2 km diantaranya adalah saluran primer dan sekunder, 69,1 km berupa saluran tersier, sebagian besar saluran sudah berdinding pasangan/ beton dengan variasi kondisi. Sebagian besar saluran
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-52
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 primer merupakan saluran buatan, karena tidak ada sungai yang mengalir di Kota Lhokseumawe. Kondisi drainase saat ini, masih menggunakan sistem gravitasi dan pompa, dimana pada kondisi pasang, kelebihan air hujan dibuang dengan menggunakan pompa. Terdapat 3 sistem pompa masing-masing ada di 3 stasiun pompa (Tando 1, Tando 2 dan Tando 3). Tetapi mulai tahun 2011 sistem pompa akan ditiadakan dengan telah dibangunnya reservoir seluas 60 Ha yang akan mampu menampung banjir akibat hujan. 4.5.2.3 Aspek Kelembagaan Dinas yang terkait dengan pengelolaan drainase adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK).
4.5.2.4 Aspek Pendanaan Untuk pembiayaan dan pengelolaan drainase Kota Lhokseumawe selama ini bersumber pada pendanaan yang bersumber dari dari dana APBN murni, APBA Provinsi Aceh dan APBK Kota Lhokseumawe. 4.5.2.5 Aspek Peraturan Perundangan Undang-Undang Republik Indonesia: - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia: - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air. - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai. Keputusan Menteri Republik Indonesia: - Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/ MENLH/ 7/ 1995 tentang Program Kali Bersih.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-53
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.5.2.6 Aspek Peran Serta Masyarakat Secara keseluruhan dapat kita katakan bahwa masyarakat kurang peduli terhadap pengelolaan drainase lingkungan. Perilaku masyarakat yang dapat kita amati di wilayah Kota Lhokseumawe adalah masyarakat masih menggunakan drainase sebagai saluran pembuangan sampah. Akibatnya selalu terjadi penyumbatan saluran drainase lingkungan. Kecenderungan yang lainnya adalah sering kali badan drainase digunakan sebagai tempat usaha masyarakat. 4.5.3 Permasalahan Yang Dihadapi 4.5.3.1 Permasalahan Sistem Drainase Yang Ada Beberpa permasalahan terkait dengan pengembangan sistem drainase Kota Lhokseumawe meliputi: 1. Kondisi dan lokasi genangan di wilayah Kota Lhokseumawe pada umumnya terjadi pada bulan Oktober, November dan Desember; 2. Beberapa ruas saluran drainase terjadi luapan pada musin hujan karena kapasitas saluran tidak terpenuhi; 3. Tidak berfungsinya dengan baik beberapa saluran drainase akibat genangan; 4. Pada beberpa wilayah tidak adanya gorong-gorong untuk saluran sekunder dan adanya saluran sekunder dan tersier tidak terawatt, adanya saluran di atas saluran, dan penutupan saluran untuk akses pertokoan, endapan dan sampah; 5. Tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat yang belum maksimal dilibatkan untuk sama-sama melakukan pemeliharaan atas saluran drainase yang ada; 6. Kendala dan permasalahan lainnya terkait dengan keterbatasan anggaran yang mampu disediakan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe. 4.5.3.2 Sasaran Drainase Sasaran yang ingin dicapai untuk meningkatkan pengelolaan drainase antara lain:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-54
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 1. Mengoptimalkan saluran utama (primer) dengan mengembalikan kapasitas saluran dengan melakukan pemeliharaan, penggalian/ pendalaman pada beberapa ruas. 2. Mengurangi genangan air pada saat musim hujan dan mewujudkan KotaLhokseumawe bebas banjir. 4.5.3.3 Rumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan drainase kota adalah faktor kelerengan wilayah yang relatif datar dan adanya penurunan permukaan tanah yang terjadi signifikan setiap tahun, sehingga memperlambat proses pengeringan air hujan yang dialirkan. 4.5.4 Analisa Permasalahan dan Rekomendasi 4.5.4.1 Analisa Kebutuhan Analisa kebutuhan jaringan drainase yang akan datang adalah meningkatkan kondisi fisik jaringan drainase yang ada serta mengembangkan jaringan drainase pada setiap pust pemukiman yang belum memiliki jaringan drainase.
4.5.4.2 Analisa Sistem Drainase Dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan peningkatan taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan. Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial.
4.5.4.3 Analisa Jaringan Drainase Jaringan drainase terus diupayakan peningkatan dan pemeliharaan saluran yang telah ada sehingga lebih optimal fungsi seluruh jaringan drainase baik primer, sekunder dan tersier terintegrasi dengan baik.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-55
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.5.4.4 Analisa Ekonomi Dalam pengelolaan sistem drainase analisis ekonomi perlu dilakukan dengan memperhatikan pengaruh langsung dan tidak langsung, biaya pembangunan dan biaya operasi dan pemeliharaan. a. manfaat proyek dihitung dari pengaruh langsung dan tidak langsung; b. biaya proyek dihitung dari biaya pembangunan dan biaya operasi dan pemeliharaan; c. Pengaruh langsung terdiri dari: 1. pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan sistem drainase yang rusak; 2. pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan prasarana dan sarana kota lainnya yang rusak; 3. pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan bangunan dan rumah-rumah yang rusak; 4. pengurangan biaya penanggulangan akibat genangan; 5. biaya harga tanah. d. Pengaruh tidak langsung terdiri dari: 1. pengurangan biaya sosial akibat bencana banjir, seperti: kesehatan, pendidikan dan lingkungan; 2. pengurangan biaya ekonomi yang harus ditanggung masyarakat akibat banjir, seperti: produktifitas, perdagangan, jasa pelayanan; 3. kenaikan harga tanah. e. Usulan biaya pembangunan terdiri dari: 1. biaya dasar konstruksi untuk pekerjaan baru maupun perbaikan; 2. biaya pembebasan tanah; 3. biaya pembuatan rencana teknik dan pengawasan; 4. biaya administrasi; 5. biaya pajak; 6. biaya tidak terduga yang tidak lebih dari 10% biaya konstruksi. f. biaya operasi dan pemeliharaan meliputi: 1. peralatan;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-56
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2. upah; 3. material; 4. adminitrasi dan umum; 5. penyusutan.
g. kriteria kelayakan ekonomi dan keuangan 1. Net Present Value (NPV) >0; 2. Economic Internal Rateof Return (EIRR) >tingkat bunga berlaku; 3. Benefit Cost Ratio >1. 4.5.4.5 Alternatif Penyelesaian Masalah Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan drainase kota salah satu alternatif yang bisa diterapkan adalah dengan sistem mekanis (pompanisasi) da dengan menerapkan sistem biopori untuk menghindari adanya genangan karena penyerapan air akan lebih bagus. Air di daerah genangan di pompa menuju saluran sekunder/ saluran primer. 4.5.4.6 Rekomendasi 1. Sistem Jaringan Makro Sistem ini merupakan suatu jaringan drainase antara saluran utama/ induk yang berfungsi mengumpulkan alirn-aliran dari sistem drainase mikro dan mengalirkannya ke sungai atau ke reservoir. 2. Sistem Jaringan Mikro Dalam sistem jaringan mikro, kontinuitas salurannya dihubungkan oleh saluran sekunder yang menginduk ke saluran primer. 3. Sistem Mekanis (pompanisasi)
4.5.5 Sistem Drainase Yang Diusulkan Sistem pembuangan air dan gorong-gorong kota adalah hal yang harus diperhatikan pada saat hujan/ volume air dalam kota sedang tinggi, dengan sistem pembuangan air dan gorong-gorong yang baik maka banjir dalam kota dapat dihindari. Akan tetapi, semuanya hanya dapat di realisasikan apabila ada
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-57
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 kerjasama antara pemerintah sebagai pembuatan kebijakan dan warga sebagai pelaksana kebijakan. Dalam merencanakan pengelolaan sistem drainase perkotaan ada kriteria-kriteria dan anlisis-analisis yang harus dilakukan baik secara teknis maupun non teknis.
4.5.5.1 Usulan dan Prioritas Program Usulan dan Prioritas Program yang diusulkan pada tahun 2013 adalah: 1. Pembangunan Drainase Primer Sp. Besi Tua - Tando 4 Kota Lhokseumawe; 2. Pembangunan Drainase Jl. Tgk. Chik Di Tiro Kota Lhokseumawe; 3. Pembangunan Tando 4 Kota Lhokseumawe; 4. Supervisi Pembangunan Drainase Kota Lhokseumawe.
4.5.5.2 Usulan dan Prioritas Proyek Penyediaan Drainase Prioritas dalam pengelolaan dan peningkatan drainase Kota Lhokseumawe yang harus diperhatikan antara lain Perbaikan drainase, Penigkatan kualitas drainase, pengelolaan drainase dengan sistem yang baik, sistem drainase yang dapat mengelola banjir, sistem drainase yang sehat, menghilangkan kekumuhan sistem drainase perkotaan.
4.5.5.3 Pembiayaan Proyek Penyediaan Drainase Pembiayaan pengelolaan sistem drainase Kota Lhokseumawe dilakukan dengan sumber pendanaan dari APBK, APBA dan APBN dengan persentase pendanaan yang ditentukan dan disepakati antara pemerintah Kota Lhokseumawe, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.
4.6 Rencana Investasi Pengembangan Air Minum 4.6.1 Petunjuk Umum Air memegang peranan penting bagi kehidupan manusia, hewan, tumbuhan dan jasad-jasad lain. Air yang kita perlukan adalah air yang memenuhi persyaratan kesehatan baik persyaratan fisik, kimia, bakteriologis dan radioaktif. Air yang tidak tercemar, didefinisikan sebagai air yang tidak
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-58
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang ditetapkan sehingga air tersebut dapat dipergunakan secara normal. Air yang memenuhi syarat, diharapkan dampak negatif penularan penyakit melalui air bisa diturunkan. 4.6.2 Gambaran Kondisi Pelayanan Air Minum Pelayanan Air minum Kota Lhokseumawe di layani oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mon Pase Kabupaten Aceh Utara yang melayani kebutuhan air minum masyarakat Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. Untuk saat ini Kota Lhokseumawe sudah memiliki perusahaan pengolahan air minum sendiri yaitu PDAM Ie Beusare Rata namun masih dalam tahap awal belum sampai pada tahap penyaluran jaringan air minum bagi masyarakat Kota Lhokseumawe. 4.6.2.1 Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Jumlah desa dilayani untuk Kota Lhokseumawe sebanyak 68 Desa dengan 4 kecamatan, terdapat 6962 sambungan aktif. Sedangkan untuk total meteran yang rusak sebanyak 317 unit untuk ke dua lokasi tersebut. PDAM Tirta Mon Pase menggunakan sumber air sungai dalam dan sungai dengan sistem pengolahan IPA, untuk sistem pengaliran sistem air baku menggunakan pompa dan sistim distribusi menggunakan pompa/ gravitasi. Kapasitas IPA Terpasang 465 Lt/ det, dan kapasitas Pemanfaatan 240 Lt/ det, untuk jam operasi 17 jam 24 hari. Air yang diproduksi sebanyak 624,240 M3/ bln dan air yang terdistribusi sebanyak 533,034 M3/ bln, 275,431 M3/ det untuk air yang terjual. Berdasarkan data di PDAM hanya 56% tingkat kehilangan air. 4.6.2.2 Kondisi Sistem Sarana & Prasarana Penyediaan & Pengelolaan Air Minum
4.6.2.2.1 Sistem Non Perpipaan Masyarakat Kota Lhokseumawe selain menggunakan air dari sistem perpiaan PDAM juga maasih dominan menggunakan air tanah (sumur) untuk kebutuhan air minum dan air minum.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-59
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.6.2.2.1.1 Aspek Teknis Secara teknis pemeuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat melalui sistem non perpipaan menggunakan sumur cincin, sumur bor, ada juga yang membeli air air dengan jerigen atau tanki dari perusaan penyedia air minum karena banyak wilayah di Kota Lhokseumawe yang air tanah tanahnya tidak layak konsumsi. 4.6.2.2.1.2 Aspek Pendanaan Pemenuhan air dengan sistem pendanaan dilakukan secara mandiri oleh masyarakat jadi pendanaan dilakukan oleh masing-masing masyarakat yang membutuhkan kebutuhan air minum. 4.6.2.2.1.3 Aspek Kelembagaan dan Peraturan Tidak ada kelembagaan dan peraturan secara formal mengenai pemenuhan air minum dengan sistem non perpipaan karena dilakukan secara individu oleh masyarakat tanpa ada keterlibatan pemerintah dalam hal ini sehingga tidak ada peraturan yang mengikat. 4.6.2.2.2 Sistem Perpipaan Pemenuhan kebutuhan jaringan air minum melalui sistem perpipaan dilakukan oleh pihak pemerintah masyarakat membayar retribusi kepada pihak penyedia air minum. Akan tetapi kualitas pelayanan dan kualitas air minum masih sangat rendah di Kota Lhokseumawe. Pemenuhan kebutuhan air minum belum bisa dilakukan selama 24 jam dan kualitas kejernihan air belum memenuhi persyaratan untuk air minum.
4.6.2.2.2.1 Aspek Teknis Secara teknis air minum dengan sistem perpipaan masih menggunakan sistem perpipaan dari Kabupaten Aceh Utara. sistem perpipaan yang ada belum mampu menjangkau seluruh wilayah Kota Lhokseumawe dan belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-60
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.6.2.2.2.2 Aspek Pendanaan Pendanaan dilakukan oleh pihak pemerintah Kota Lhokseumawe, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.
4.6.2.2.2.3 Aspek Kelembagaan dan Peraturan Pengelolaan air minum dengan sistem perpipaan Kota Lhokseumawe dikelola oleh PDAM Tirta Mon Pase dan sekarang beralih pada PDAM Ie Beusare Rata yang dibentuk pada akhir tahun 2011 lalu. 4.6.3 Permasalahan Yang Dihadapi 4.6.3.1 Sasaran Penyediaan dan Pengelolaan Prasarana dan Sarana (PS) Air Minum
Sasaran pelayanan air minum diharapkan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat di wilayah Kota Lhokseumawe, karena apabila mengandalkan air tanah untuk kebutuhan air minum dikhawatirkan sudah tercemar oleh polusi karena kondisi peruntukan lahan yang sudah beragam dan tingkat kepadatan yang sudah tinggi.
4.6.3.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi dalam pemenuhan air minum di Kota Lhokseumawe antara lain: 1. Belum merata ke seluruh lapisan masyarakat jaringan air minum; 2. Perpipaannya belum menjangkau ke seluruh wilayah Kota Lhokseumawe; 3. Adanya peralihan dari PDAM Tirta Mon Pase ke PDAM Ie Beusare Rata; 4. Kualitas pelayanan dan kualitas air minum belum memenuhi kualitas kelayakan yang standar; 5. Belum dapat melayani selama 24 jam untuk wilayah yang sudah tersedia jaringan perpipaan. 4.6.4 Analisa Permasalahan dan Rekomendasi Permasalahan-permasalahan diatas dapat diatasi apabila perusahaan penyedia layanan air minum memiliki komitmen yang tinggi untuk memberi
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-61
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pelayanan yang baik bagi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat. Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan teknis jaringan air minum.
4.6.4.1 Analisa Kebutuhan Prasarana Air Minum Kota Lhokseumawe masih membutuhkan pelayanan prasarana air minum yang memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) air minum. Penambahan jaringan perpipaan dan sambungan rumah masih banyak dibutuhkan, masih banyak masyarakat yang belum terlayani oleh sambungan jaringan air minum yang memadai. Pemenuhan kebutuhan air minum tidak hanya sekedar memperhatikan kuantitas tetapi kualitas air minum yang harus diperhatikan selain itu faktor intensitas pelayanan harus mampu melayani kebutuhan selama 24 jam, karena air minum adalah kebutuhan yang sangat mendesak bagi kehidupan masyarakat.
4.6.4.1.1 Analisis Kondisi Pelayanan Kondisi pelayanan air minum yang ada di Kota Lhokseumawe untuk saat ini belum dapat dijadikan acuan untuk pemenuhan air bersih bagi masyarakat yang bersumber dari jaringan perpipaan. Pada umumnya pemenuhan air minum dari jaringan perpipaan hanya sebagai cadangan bagi masyarakat. Selain itu masyarakat harus memiliki sumur galian cadangan atau membeli air tanki/ jerigen disebabklan penyaluran dari jaringan perpipaan belum mampu memenuhi standar pelayanan minimum terutama dilihat dari kualitas dan waktu pelayanan yang tidak ada jaminan selalu ada.
4.6.4.1.2 Analisis Kebutuhan Air Kebutuhan air minum dalam suatu kota dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan standar pemenuhan air minum dan pemakaian air perorangan. Untuk mengetahui pemakaian air domestik untuk negara-negara di Asia Tenggara Penggunaan Kuantitas (liter/ kapita/ hari) dapat dilihat pada tabel berikut:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-62
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel 4.5 Pemakaian Air Domestik untuk Negara-negara di Asia Tenggara Penggunaan Kuantitas (liter/kapita/hari)
Penggunaan Air Satuan (liter/kapita/hari) Minum Memasak Sanitasi Mandi Mencuci piring Mencuci pakaian 5 3 18 20 15 20 Total (tanpa kehilangan air/ water loss) 81 Sumber: Small community water supplies, IRC, 2002
Tabel 4.6 Tipikal Unit Konsumsi Air untuk Fasilitas Umum Kategori Kebutuhan Air Jumlah Air
Jenis Penggunaaan Air Satuan 1. Tempat Ibadah Masjid/ mushola Gereja Vihara Pura
30 lt/ kapita/ hari 200 orang 10 lt/ kapita/ hari 150 orang 10 lt/ kapita/ hari 50 orang 10 lt/ kapita/ hari 50 orang
2. Umum Terminal Rumah sakit Bank Puskesmas
15 lt/ kapita/ hari 100 orang 250 lt/ kapita/ hari 100 orang 25 lt/ kapita/ hari 50 orang 1000 lt/ kapita/ hari -
3. Komersial Bioskop Hotel Restoran Toko Pasar
15 lt/ kapita/ hari 100 orang 90 lt/ kapita/ hari 50 orang 70 lt/ kapita/ hari 100 orang 10 lt/ kapita/ hari 20 orang 1000 lt/ kapita/ hari 4. Institusional Kantor LP Industri
30 lt/ kapita/ hari - 50 lt/ kapita/ hari 100 orang 4000 lt/ kapita/ hari -
Sumber: Ir. Sarwoto MSc, Penyediaan Air Bersih volume 1 Diperkirakan rata-rata penggunaan air untuk fasilitas umum sekitar 10%- 15% dari penggunaan air untuk satu rumah tangga. Estimasi ini hanya dapat digunakan untuk preliminary design dan merupakan estimasi secara kasar.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-63
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Untuk perencanaan lebih lanjut (final design) perhitungannya harus memakai data yang lebih lengkap dengan memperhatikan kondisi lokal (Smet Jo, 2002). Kebutuhan air bersih domestik merupakan jumlah dari kebutuhan air rumah tangga penduduk, kebutuhan air untuk fasilitas umum, hidrant, dan kebocoran. Untuk mendapatkan kebutuhan air rumah tangga penduduk, dipakai perhitungan sebagai berikut: Tabel 4.7 Kebutuhan Air Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Kebutuhan Air Kuantitas Kebutuhan Air Minum Kota Lhokseumawe (ltr/kapita/hari) Kebutuhan air rumah tangga =300 liter/ rumah tangga/ hari Diasumsikan dalam satu rumah tangga terdiri dari 5(lima) anggota, sehingga kebutuhan air rumah tangga =300 / 5 =60 liter/ kapita/ hari. =jml penduduk* 60/ ltr/ kapita/ hr =debit (l/ hari) 10,269,780
Kebutuhan air untuk fasilitas umum =10% x kebutuhan air rumah tangga =debit (l/ hari) 102,697,800 Kebutuhan air untuk kebocoran =1,5% x kebutuhan air rumah tangga =debit (l/ hari 154,046,7 Kebutuhan air untuk hidran =20% x kebutuhan air rumah tangga = debit (l/ hari) 2,053,956 Kebutuhan air Total =Kebutuhan air rumah tangga +fasilitas umum +kebocoran +hidran =debit (l/ hari) 115,175,582,7
Sumber: Hasil Analisis 2012 Berdasarkan standar kebutuhan air di atas, kebutuhan air Kota Lhokseumawe untuk komposisi penduduk tahun 2010 adalah 171,163 dengan jumlah rumah tangga 388,673. Dari tabel diatas terdapat rincian kebutuhan air minum berdasarkan peruntukan menurut standar, total kebutuhan air minum
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-64
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 tahun 2010 adalah 115,175,582,7 ltr/ kapita/ hari. Kapasitas pemenuhan air minum yang sudah mampu diselenggarakan oleh perusahaan air minum melalui jaringan perpipaan untuk Kota Lhokseumawe adalah seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 4.8 Tingkat Pelayanan PDAM Di Kota Lhokseumawe
No URAIAN Th 2008 Th 2009 Th 2010 1 Jumlah Penduduk (Jiwa) 158.760 159.239 171.163 2 Penduduk yg menikmati air (jiwa) 40.194 40.494 41.352 Persentase (%) 25,32 25,43 24,16 3 Jumlah Pelanggan (sambungan) 6.699 6.749 6.892 Sumber : PDAM Tirta Mon Pase, Tahun 2010 : BPS TAHUN 2008 (Angka tahun 2010 adalah angka perkiraan)
Dari tabel diatas menunjukkan penduduk yang menikmati air bersih adalah 41,352 untuk tahun 2010. Jumlah rumah tangga yang sudah menikmati sambungan jaringan air minum 6,042 dari 388,673 jumlah rumah tangga.
4.6.4.2 Analisis Sistem Prasarana dan Sarana Air Minum Sistem sarana dan prasarana air minum ditinjau mengenai sistem yang sudah ada baik dari unit air baku, transmisi, produksi dan distribusi. Sistem sarana dan yang diperlukan dalam pengelolaan air minum harus mampu memenuhi kebutuhan untuk keperluan dalam pemilihan sumber air baku, pengukuran debit (kuantitas), pengukuran kualitas air sungai, dan dalam penghitungan kriteria desain Minimnya sarana dan prasarana pengolahan air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM berimbas pada pelayanan kepada pelanggan. Dari belasan instalasi pengolahan air minum, lebih dari separuhnya sudah aus termakan usia hingga tidak maksimal dalam melakukan pengolahan air. Banyak peralatan yang usianya sudah tua, bahkan kebanyakan sarana beberapa kondisinya sudah tidak layak untuk digunakan, seperti halnya pipa induk. Tidak layaknya lagi sarana dan prasarana yang ada tentu saja berimbas pada jumlah debit air yang keluar, kejernihan air, dan banyaknya kasus pipa
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-65
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 bocor. Hal ini tentunya ini menghambat optimalisasi pelayanan kami terhadap pelanggan. Minimnya anggaran membuat revitalisasi atau peremajaan alat-alat yang tidak layak pakai menjadi tersendat.
4.6.4.3 Analisis Kebutuhan Program Kebutuhan program untuk penyediaan air minum adalah program- program yang dapat meningkatkan penyediaan air minum bagi masyarakat Kota Lhokseumawe. Kebutuhan program untuk meningkatkan pelayanan air minum bagi masyarakat Kota Lhokseumawe adalah: 1. Pembangunan dan peningkatan Kapasitas IPA 60 liter/ detik Kota Lhokseumawe Gp. Blang Panyang Kec. Muara Satu; 2. Penambahan jaringan distribusi air minum; 3. Instalasi sambungan rumah; 4. Pengadaan dan Pemasangan Pipa Transmisi Air Baku diameter 250 mm, lengkap asesoris. 4.6.4.4 Rekomendasi 1. Pemerintah daerah berperan sebagai penyedia sarana air bersih perdesaan, dan fasilitator pembentukan organisasi pengelola masyarakat serta melakukan pembinaan berkala sistem penyediaan air minum; 2. Diperlukan regulasi yang mengatur tanggung jawab dan peran PDAM dalam pemenuhan air minum; 3. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi kualitas, kuantitas dan kontinuitas air secara periodik oleh pemerintah daerah; 4. Pengembangan konsep paradigma air memiliki nilai ekonomi, dilakukan dengan menerapkan tarif air bagi pelanggan; 5. Pengukuran pemakaian air menggunakan meter air pelanggan, baik meter air individual maupun komunal. 4.6.5 Sistem Prasarana Yang Diusulkan Sistem prasarana yang dibutuhkan meliputi sistem prasarana perpipaan dan non perpipaan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-66
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.6.5.1 Sistem Non Perpipaan Untuk Kota Lhokseumawe pada umumnya penyediaan air minum sistem non perpipaan menggunakan sumur cincin/ bor. Kota Lhokseumawe terdiri ataas 4 kecamatan, untuk Kecamatan Banda Sakti kondisi air tanah penggunaannya harus lebih berhati-hati karena sudah banyak tercemari dengan kondisi permukiman yang padat. Kondisi dasar air tanah di Kecamatan Banda Sakti hanya dibeberapa wilayah saja yang layak konsumsi selebihnya hanya bisa digunakan untuk kebutuhan mandi dan mencuci.
4.6.5.2 Sistem Perpipaan Pemenuhan air minum melalui sistem perpipaan harus memperhatikan: 1. Kapasitas sistem 2. Sumber air minum Kapasitas sumber air; Kapasitas yang diambil; Jarak unit produksi dari daerah pelayanan; Sistem pengambilan. 4.6.5.3 Usulan dan Prioritas Program 1. Priorioris Pemanfaatan kapasitas produksi tidak terpakai berupa perluasan jaringan distribusi, sambungan rumah dan hidran umum; Optimalisasi; Pengurangan kebocoran teknis dan non teknis; Peningkatan kapasitas yang ada; 2. Usulan Pengadaan dan pemasangan; Konstruksi; O & M.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-67
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.6.5.4 Usulan dan Prioritas Proyek Penyediaan Pengelolaan Air Minum Rendahnya peningkatan persentase cakupan pelayanan di Indonesia sampai saat ini (khususnya sistem perpipaan) harus dipandang sebagai bentuk kualitas dari aspek-aspek yang melingkupi pengelolaan air bersih itu sendiri, yang terdiri dari: 1. Aspek teknis Dari sudut aspek teknis, kendala yang dihadapi antara lain rendahnya cakupan pelayanan dipengaruhi oleh operasi dan pemeliharaan sarana prasarana air bersih yang tidak sesuai standard, sumber air baku yang terbatas, jam operasi yang terbatas, dan tingkat kehilangan air yang masih tinggi. 2. Aspek keuangan Dari sudut aspek keuangan, kendala yang dihadapi antara lain tarif yang berlaku belum mencapai cost recovery, bahkan untuk mengcover biaya operasi dan pemeliharaan yang sesuai kebutuhan/ standard saja, mengalami kesulitan. 3. Aspek kelembagaan Dari aspek kelembagaan, kendala yang dihadapi antara lain rendahnya kualitas dan kapabilitas manajemen dan SDM pengelola. penduduk perkotaan yang mendapat pelayanan baru mencapai 39% (Penyediaan Air Bersih di Indonesia, Dirjen Kodes, dalam Memorandum Nasional Action Plan, Kimpraswil 2004) sedang untuk penduduk perdesaan baru mencapai 8%. (Survey Ekonomi Nasional Depkes 2001, dalam Memorandum Nasional Action Plan, Kimpraswil 2004). 4. Aspek legal dan peran serta masyarakat/ swasta Kendala yang dihadapi pada aspek legal dan peran serta masyarakat saling berkaitan yaitu masih lemahnya kebijakan yang mampu mendukung pengelolaan air bersih yang partisipatif dan berkesinambungan dan masih banyaknya masyarakat yang mengunakan air non pipa (non PDAM) sebagai subtitusi air bersih PDAM.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 IV-68
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 4.6.5.5 Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan Pembiayaan dan pengelolaan dilakukan dari pihak Pemerintah Kota Lhokseumawe, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.
http://www.bappedalhokseumawe.web.id Bappeda Kota Lhokseumawe BAB V
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-1
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
SAFEGUARD SOSIAL DAN LINGKUNGAN
5.1. Petunjuk Umum Sumber daya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Hingga saat ini, sumber daya alam sangat berperan sebagai tulang punggung perekonomian. Namun di lain pihak, kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada pertumbuhan jangka pendek telah memicu pola produksi dan konsumsi yang agresif, eksploitatif dan ekspansif sehingga daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnya semakin menurun, bahkan mengarah pada kondisi yang mengkhawatirkan. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama untuk diinternalisasikan ke dalam kebijakan dan peraturan perundangan, terutama dalam mendorong investasi pembangunan jangka menengah (2004-2009). Prinsip-prinsip tersebut saling sinergis dan melengkapi dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik (good governance) yang mendasarkan pada asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas yang mendorong upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam terutama dalam rangka perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, kontrol masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup BAB V
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-2
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 merupakan hal yang penting. Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan dan memelihara keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan konservasi alam dan sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain berupa pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan eksploitasi hutan lindung yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Menjaga dan melestarikan lingkungan adalah sudah menjadi tugas dan tanggung jawab bersama manusia sebagai makhluk yang berperan paling besar dalam lingkungan, namun perlu dibarengi dengan sikap pengendalian, pengawasan, pemulihan dan pengembangan. Kegiatan tersebut adalah bagian dari upaya bagaiimana kita mengelola lingkungan yang dilakukan secara bertahap, terpadu dan konsisten. Tindakan dalam melakukaan perencanaan (planning), agar tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan apa yang diinginkan.
5.1.1 Prinsip Dasar Safeguard Kota Lhokseumawe peserta program, semua pihak terkait wajib memahami, menyepakati dan melaksanakan dengan baik dan konsisten kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial. Para Walikota/ Bupati/ Gubernur secara formal perlu menyepakati isi kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial yang disusun. Disamping itu kerangka safeguard juga perlu disepakati dan dilaksanakan bersama oleh stakeholder Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang bersangkutan, tidak hanya dari kalangan pemerintah daerah saja, namun juga dari DPRD, LSM, Perguruan Tinggi dan warga kota lainnya.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-3
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Agar pelaksanaan kerangka safeguard dapat dilakukan secara lebih efektif, diperlukan penguatan kapasitas lembaga pelaksana. Fokus penguatan kapasitas mencakup kemampuan fasilitasi, penciptaan arena multi-stakeholde dan pengetahuan teknis dari pihak-pihak terkait. Kerangka safeguard harus dirancang sesederhana mungkin, mudah dimengerti, jelas kaitannya dengan tahap-tahap investasi dan dapat dijalankan sesuai prinsip dalam kerangka proyek. Prinsip utama safeguard adalah untuk menjamin bahwa program investasi infrastruktur tidak membiayai investasi apapun yang dapat mengakibatkan dampak negatif yang serius yang tidak dapat diperbaiki/ dipulihkan. Apabila terjadi dampak negatif maka perlu dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahap pelaksanaannya. Diharapkan RPIJM tidak membiayai kegiatan investasi yang karena kondisi lokal tertentu tidak memungkinkan terjadinya konsultasi safeguard dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau (PAP-Potentially Affected People) warga terasing dan rentan (IVP-Isolated and Vulnerable People) atau warga yang terkena dampak pemindahan (DP-Displaced People), secara memadai. Untuk memastikan bahwa safeguard dilaksanakan dengan baik dan benar, maka diperlukan tahap-tahap sebagai berikut: Identifikasi, penyaringan dan pengelompokkan (kategorisasi) dampak; Studi dan penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan. Pada saat yang sama, juga perlu diseminasikan dan didiskusikan dampak dan alternatif rencana tindak penanganannya; Perumusan dan pelaksanaan rencana tindak; Pemantauan dan pengkajian terhadap semua proses di atas; dan Perumusan mekanisme penanganan dan penyelesaian keluhan (complaints) yang cepat dan efektif. Setiap keputusan, laporan dan draft perencanaan final yang berkaitan dengan kerangka safeguard harus dikonsultasikan dan diseminasikan secara luas,
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-4
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 terutama kepada warga yang berpotensi terkena dampak. Warga, terutama yang terkena dampak, harus mendapat kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dan menyampaikan aspirasi dan atau, keberatannya atas rencana investasi yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negatif atau tidak diinginkan bagi mereka. 1.1.2 Kerangka Safeguard Kerangka Pengamanan Lingkungan dan Sosial ini menyediakan kebijakan dan pedoman umum untuk mencapai tujuan berikut: Melindungi kesehatan manusia; Mencegah atau mengkompensasi setiap kehilangan penghidupan; Mencegah kerusakan lingkungan sebagai akibat dari investasi individu ataupun dampak kumulatifnya; Menghindari atau meminimalkan pengadaan tanah non-sukarela dan/ atau pemindahan penduduk dan menangani dampak pengadaan tanah tanah/ pemindahan penduduk, jika ada; Menghindari konflik sesama anggota masyarakat dan memperkuat keterikatan sosial masyarakat; Mencegah atau mengkompensasi setiap kehilangan penghidupan dari hilangnya tanah atau hilangnya akses terhadap sumber daya alam termasuk yang diakibatkan oleh proyek; Memulihkan kondisi kehidupan masyarakat terkena dampak. Prinsip-prinsip lingkungan yang mendasar adalah: 1. Usulan kegiatan harus menghindari atau meminimalkan dampak lingkungan negatif dan harus mencari desain dan material alternatif untuk meminimalkan dampak lingkungan negatif; 2. Proposal harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan menghindari wilayah-wilayah yang dilindungi yang telah ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan; 3. Setiap proposal yang akan memiliki dampak lingkungan harus dilengkapi dengan rencana pengelolaan lingkungan untuk memitigasi dampak.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-5
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 1.1.3 Pembiayaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan paradigma pengelolaan Otonomi Daerah tidak terpisahkan terhadap perubahan pengelolaan Keuangan Daerah. Perubahan ini menjadikan pengelolaan keuangan daerah dapat dijalankan secara tertib, transparan, akuntabilitas, konsistensi, komparabilitas, akurat, efisien dan efektif. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 menjadi pedoman tentang penganggaran pembangunan di daerah. Perubahan penganggaran dan pengelolaan daerah dari anggaran berimbang dan dinamis menjadi anggaran berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja lebih mengutamakan outcome, benefit dan impact, tidak hanya hasil dari suatu kegiatan. Penyusunan teknis anggaran berbasis kinerja dilaksanakan dengan mengacu kepada Kepmendagri No.29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan. Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dalam perkembangannya, terjadi perubahan-perubahan lebih lanjut pada peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk penyempurnaan pengelolaan keuangan, seperti Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
5.2. Komponen Safeguard 5.2.1 Komponen Sosial Ekonomi Struktur perekonomian Kota Lhokseumawe dengan memasukkan unsur minyak dan gas pada tahun 2010 didominasi oleh kelompok sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan yang memberikan sumbangan terbesar mencapai 65,20 persen. Sebagian besar nilai tersebut berasal dari industri
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-6
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pengolahan gas. Unsur migas masih didominasi oleh sektor-sektor kelompok sekunder selama periode 2007-2010, walaupun mempunyai kencenderungan menurun setiap tahunnya, sedangkan kelompok primer dan tersier mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Kemudian apabila dilihat dari tata guna lahan terbesar di Kota Lhokseumawe adalah untuk pemukiman seluas 10.877 ha atau sekitar 60,07 persen dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha persawahan 3.747 ha atau sekitar 20,69 persen industri 894 ha (4,94), semak dan hutan belukar 778 ha (4,29%), perkebunan rakyat 749 ha (4,14%) perairan darat 626 ha (3,46%) data selengkapnya penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.1 Profil Penggunaan Lahan Kota Lhokseumawe Menurut Jenis dan Luas No Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%) 1 Pemukiman 10.877 60,07 2 Industri 894 4,94 3 Persawahan 3.747 20,69 4 Pertanian Semusim 308 1,70 5 Perkebunan Rakyat 749 4,14 6 Semak & Hutan Belukar 778 4,29 7 Perairan darat 626 3,46 8 Lain-lain 127 0,70 Jumlah 18.106 100,00 Sumber: PDRB Kota Lhokseumawe 2007-2010 5.2.2 Komponen Sosial Budaya Suatu sistem sosial pada dasarnya tiada lain adalah suatu sistem daripada tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi diantara berbagai individu yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang di atas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat. Adapun standar penilaian umum tersebut adalah ada yang dikenal sebagai norma-norma sosial. Norma- norma sosial itulah yang sesungguhnya membentuk struktur sosial. Definisi tentang sistem sosial, yaitu suatu proses interaksi di antara para pelaku sosial (aktor), yang merupakan struktur sistem sosial adalah struktur
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-7
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 relasi antara para pelaku sebagaimana yang terlibat dalam proses interaksi dan yang dimaksudkan dengan sistem itu ialah suatu jaringan relasi tersebut, (talcott persons). Kondisi sosial budaya masyarakat Kota Lhokseumawe yang heterogen, bahkan kota ini termasuk sebagai salah satu kota yang paling heterogen dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat setelah Kota Banda Aceh. Kendati demikian, tantangan-tantangan tidak dapat dihindari antara lain sebagai berikut: a. Kebudayaan dan nilai-nilai tradisi daerah Kota Lhokseumawe yang sudah mulai hilang dalam kehidupan masyarakat, bahkan banyak dari masyarakat yang tidak lagi mengerti tentang adat dan budaya Aceh. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh derasnya arus informasi komunikasi yang bersumber dari budaya Asing yang diserap secara langsung tanpa adanya filter. Untuk itu perlu ditata kembali proses pembelajaran tentang pengetahuan adat-istiadat, budaya dan nilai-nilai kehidupan yang ada dalam masyarakat Aceh; b. Mengembangkan nilai-nilai adat budaya daerah serta mengelola keanekaragaman budaya daerah yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan daerah; c. Masih terbatasnya informasi mengenai budaya dan adat istiadat Aceh; d. Terbendungnya nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan syariat Islam.
5.2.3 Komponen Lingkungan Pembahasan tentang lingkungan tentunya kita harus mengetahui pengertian dasar lingkungan, mengapa kita harus peduli terhadap lingkungan dan berbagai langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan lingkungan, namun apa sebenarnya lingkungan itu. Lingkungan adalah pusat dari semua kehidupan, kehidupan kita dan pengembangan setiap aktifitas yang berbeda yang tidak semuanya berhubungan dengan lingkungan, tetapi juga berlangsung dalam tatanan ekonomi bahkan perubahan-perubahan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-8
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 sebagai hasil komponen dalam kerugian yang sangat berpengaruh pada semua aspek. Dalam lingkungan kita mempertimbangkan dua tipe dasar komponen yang berinteraksi satu sama lain karena mereka berada dalam kontak langsung dengan satu sama lain dan keduanya memodifikasi perilaku mereka sesuai dengan perubahan dalam simbiosis. Banyak hal yang patut kita ketahui tentang perencanaan yang mengacu tentang lingkungan pada kawasan perkotaan atau bisa kita sebutkan rencana pola ruang, rencana pola ruang Kota Lhokseumawe yaitu:
1. Kawasan Lindung Kawasan lindung didefinisikan sebagai kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Kawasan lindung meliputi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya dan kawasan rawan bencana serta wilayah sepadan pantai, sungai dan rawa. Kawasan bergambut Yaitu kawasan yang unsur pembentukan tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama, perlindungan kawasan ini dimaksudkan untuk mengendalikan hidrologi wilayah yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat dibagian hulu sungai dan rawa. Kawasan resapan air Yaitu daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menerapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air, perlindungan kawasan ini dilakukan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-9
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyedian kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Tatanan hidrologi Kota Lhokseumawe terbagi atas wilayah air tanah dengan produktivitas akuifer, yaitu; wilayah air tanah dengan akuifer setempat produktif penyebaran luas. Wilayah ini terdapat di bagian utara menempati pendataran rendah sampai landau yang tersebar antara Krueng Geukueh Lhokseumawe. Berdasarkan data pemboran dalam Kota Lhokseumawe, terdapat akuifer pembawa air yang menunjukkan air berasa tawar pada kedalaman 85-100,4 m 108-114 m, 115-125 m, 160-166,5 m dan 170-173 m, akuifer yang berasa payau hingga asin terdapat di kedalaman 12,8- 83 m dan 145-151,5 m dibawah rata tanah setempat. Wilayah air tanah dengan akuifer setempat produktif sedang. Wilayah ini menempati daerah perbukitan bergelombang kondisi air tanah berkisar 4,5-11 m dibawah muka tanah setempat dengan debit sumur diperkirakan lebih kecil dari 5 liter/ detik dan kondisi air tanah dalam cukup jernih. Wilayah air tanah terdiri dari: 1). Wilayah air tanah dengan akuifer produktif sedang, wilayah ini menempati daerah perbukitanbergelombang. Kondisi air tanah umumnya jernih dengan kedalaman dangkal berkisar antara 4-7m dibawah arata tanah setempat; 2). Wilayah air tanah dengan akuifer setempat produktif, wilayah ini menempati perbukitan memanjan. Kedalaman air tanah cukup dalam di bagian puncak, sedangkan dibagian lereng bawah relative dangkal berkisar 6-10 m dibawah rata tanah berproduktif kecil; 3). Wilayah air tanah berproduktif kecil, wilayah ini menempati pendataran bergelombang di bagian barat dengan tanah berkisar 3,5-7 m dibawah rata tanah setempat.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-10
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 b. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat ini terdiri dari: a. Sempadan pantai Yaitu kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Perlindungan kawasan ini dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. b. Sempadan sungai Yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan/ kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk merpertahankan kelestarian fungsi sungai. c. Kawasan sekitar danau/ waduk Yaitu kawasan tertentu disekeliling danau/ waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi danau/ waduk. Perlindungan kawasan ini dilakukan untuk melindungi danau/ waduk dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau/ waduk. d. Kawasan sekitar mata air Yaitu kawasan disekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi mata air. Perlindungan kawasan ini dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Kriteria untuk kawasan sekitar mata air adalah sekurang-kurangnya dengan radius 200 meter disekitar mata air.
2. Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/ jalur dimana dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bagunan. Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan (RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-11
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial budaya, ekonomi dan estetika. RTHKP terbagi dalam kawasan: a. RTHKP publik atau milik umum yaitu RTHKP yang penyediaan dan dipergunakan oleh masyarakat umum, seperti taman rekreasi, taman olah raga, taman kota Taman Pemakan Umum (TPU), jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, saluran umum tegangan ekstra tinggi (SUTET), bantaran kali serta hutan kota. b. RTHKP milik pribadi atau badan hukum yaitu RTHKP yang penyediaan dan pemelihraannya menjadi tanggungjawab pihak lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh pemerintah kota, seperti halaman rumah tingga, perkantoran, tempat ibadah, sekolah atau kampus, hotel, rumah sakit, kawasan perdagangan (pertokoan, rumah makan), kawasan industri, stasiun, bandara, pelabuhan dan lahan pertanian. 3. Kawasan RTNH Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) Ruang terbuka (open space) untuk perencanaan, adalah meliputi beberapa macam seperti taman, sungai, jalan umum, air port, bangunan umum, plaza, greenbelt jalan, pendestrian dan sebagainya. Semuanya terjalin dan membentuk suatu struktur yang merupakan kerangka pengembangan. Pengertian daerah tidak boleh dibangun ada dua hal, yaitu: 1. Sebagai daerah cadangan (pembangunan terbatas) yaitu daerah yang dicadangkan untuk penyediaan fasilitas atau sarana untuk umum seperti untuk pusat lingkungan, sekolah, masjid, gereja, pasar dan lain-lain. Bahkan untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti air port atau daerah pengembangan. 2. Sebagai daerah yang dilindungi (preservasi) yaitu daerah yang mutlak tidak boleh dibangun. Sebagai contoh dalam skala regional adalah daerah dengan kriteria subur, cagar alam, daerah bencana kritis, potensi rekreasi, jalur-jalur bersejarah.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-12
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 5.3 Metoda Pendugaan Dampak Tahap prakiraan dampak merupakan langkah yang dipandang paling sulit, karena metode atau teknik prakiraan dampak ini sangat tergantung dari kemajuan tiap ilmu yang digunakan dan penguasaan dari tiap satuan kerja atau anggota tim dalam bidangnya masing-masing. Masalah lain, prakiraan dampak suatu aspek tertentu diperhitungkan dan dibahas lebih dari sekedar teoritis tetapi juga kemungkinan realitasnya. Prakiraan dampak adalah suatu proses untuk menduga/ memperkirakan respon atau perubahan suatu parameter lingkungan tertentu akibat adanya kegiatan tertentu, pada perspektif ruang dan waktu tertentu. Prakiraan munculnya sesuatu dampak pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertanyaan mengenai besar perubahan yang timbul pada setiap komponen Lingkungan sebagai akibat dari aktivitas pembangunan (UNEP, 1988). Seperti telah diterangkan di muka bahwa dampak pada hakekatnya merupakan proses lebih lanjut yang terjadi setelah ada pengaruh dari suatu kegiatan. Jadi sasaran memprakirakan atau menduga dampak adalah mencari besar dampak terhadap setiap komponen. Hal ini di perhitungkan untuk komponen-komponen fisik, sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat. Dampak terhadap lingkungan biasanya berpengaruh pada kesejahteraan dan atau kesehatan manusia. Pendugaan dampak dilakukan terhadap setiap komponen atau parameter lingkungan. Misalnya air limbah buangan pabrik, akan mempengaruhi kualitas air dan menimbulkan dampak pada perairan dan akan berdampak pula terhadap kondisi ekonomi masyarakat nelayan. Disebutkan bahwa arti dari dampak lingkungan adalah selisih antara keadaan lingkungan tanpa proyek dengan keadaan lingkungan dengan proyek. Pendugaan keadaan lingkungan tanpa proyek di masa yang akan datang dilakukan berdasarkan keadaan lingkungan saat penelitian. Keadaan lingkungan saat penelitian atau studi disebut sebagai rona lingkungan awal atau environmental baseline atau environmental setting.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-13
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Pendugaan keadaan lingkungan di masa yang datang ini bukan pekerjaan mudah. Disamping memerlukan keahlian yang tinggi juga banyak faktor lingkungan yang harus diketahui karena dalam pendugaan ini harus memenuhi dinamika dari lingkungan tempat studi. Alat yang dapat membantu mempermudah pendugaan adalah informasi mengenai sejarah atau kecenderungan perkembangan lingkungan di daerah atau kawasan tersebut. Sehingga perlu mengumpulkan data dan informasi keadaan pada kawasan yang telah ditentukan untuk dilaksankan pembangunan, baik pembangunan fisik maupun non fisik. Pendugaan untuk jangka waktu makin lama atau makin panjang akan makin sulit atau makin terbuka lebih banyak kesalahan yang lebih besar. Makin dekat atau jangka pendek kesalahan akan makin dapat diperkecil. Untuk keadaan lingkungan yang belum banyak digunakan manusia dan tidak ada atau sedikit rencana pengubahan lingkungan dimasa-masa yang akan datang maka pendugaan relatif lebih mudah. Tetapi daerah yang sudah berkembang dan untuk waktu dekat dan waktu lama sudah banyak rencana pembangunan lain, maka makin sulit melakukan pendugaan dan makin banyak memungkinkan membuat kesalahan. Apabila diharapkan pendugaan mendetail untuk jangka panjang akan tidak mudah, kecuali kalau pendugaannya bersifat garis besar saja. Gunakan uraian proyek menurut lokasinya dan pelingkupan sebagai petunjuk; tentukan data dasar minimum yang diperlakukan; pilih metode yang sesuai untuk mengumpulkan masing- masing jenis data dasar. Oleh karena dampak yang diduga ini terjadi pada waktu mendatang maka harus dipertimbangkan adanya ketidakpastian. Untuk menjamin presisi pendugaan dampak dan menanggulangi ketidakpastian ini maka perlu diketahui adanya kesesatan atau kesalahan yang berasal dari bebarapa sumber. Perlu dikemukakan bahwa dalam pendugaan dampak untuk waktu yang akan datang maka masalah ketidakpastian patut mendapat perhatian dan pertimbangan. Masalah ketidakpastian dapat dimasukkan dalam analisis probabilitas.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-14
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 5.4 Pemilihan Alternatif Dalam pemilihan sebuah alternatif memerlukan beberapa penjelsan baik dari segi proses pemilihan alternatif itu sendiri maupun cara penyajiannya secara sistimatis dan teratur.
5.4.1 Proses Pemilihan Alternatif Proses pemilihan alternatif dilakukan atas dasar pengembangan isu strategis pembangunan Kota Lhokseumawe, beberapa isu yang anggap strategis dalam pengembangan wilayah Kota Lhoksuemawe, antara lain sebagai berikut: Ketergantungan pemerintah Kota Lhokseumawe terhadap PDAM Tirta Mon Pase Aceh utara (tidak tersedianya sumber air baku untuk pengolahan air bersih); Pemindahan pusat pemerintah Aceh Utara ke Lhoksukon yang selama ini berada di wilayah pemerintah Kota Lhokseumawe; Rencana pencetakan sawah baru di Cot Trieng terkendala dengan kondisi alam dilokasi tersebut yang belum mampu ditangani secara optimal; Pengolahan reservoir untuk penanganan banjir dan prospek pengembangan kawasan teluk Pusong sebagai sebagai kawasan pariwisata; Tidak dimasukkannya sektor pariwisata dalam rancangan RTRW Aceh sebagai salah satu sektor unggulan yang akan di kembangkan di Kota Lhokseumawe yang berskala regional Aceh; Pengembangan TPA terpadu regional model sanitari landfill di Alue Lim sebagai TPA bersama antara Kota Lhokseumawe dan Aceh utara.
5.4.2 Penyajian Pemilihan Alternatif Beberapa isu di atas dapat kita jabarkan secara lebih detail yaitu: a. Perubahan Orientasi Sektor Basis Sektor industri pengolahan (terutama migas) merupakan sektor basis utama di Kota Lhokseumawe dengan kontribusi sebesar 78,29% pada tahun 2004;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-15
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Terjadinya penurunan kontribusi pendapatan daerah dari sektor migas sehingga terjadi penurunan ekonomi (economic slow down) untuk itu terjadi perubahan orientasi sektor basis dari migas ke sektor non migas; Dibutuhkan pengembangan sektor basis lain, misalnya menjadi pusat pelayanan dan pengolahan bagi komoditas yang dihasilkan wilayah hiterland (Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Timur). b. Perubahan Fungsi Lahan Berdasarkan kondisi fisik dasar yang telah dipaparkan sebelumnya terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenali daya dukung lain di Kota Lhokseumawe, khususnya dalam menampung dan mendukung aktifitas masyarakat Kota Lhokseumawe diatasnya. Dari karakteristik topografi dan geologi tanah, ternyata sebagian besar wilayah ini sangat potensial untuk dijadikan kawasan budidaya terutama karena daerahnya yang datar, namun jenis pengembangannya juga disesuaikan dengan jenis tanahnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah letak Kota Lhokseumawe yang berada pada daerah rawan gempa dan tsunami, sehingga untuk pengembangan dimasa depan beberapa daerah yang dianggap menjadi titik rawan gempa dan tsunami. Di wilayah ini perlu direncanakan kawasan konservasi atau kawasan budidaya yang tidak padat penduduk. Penggunaan lahan di Kota Lhokseumawe sebagian besar masih didominasi oleh pengguna lahan non perkotaan. Sedangkan kegiatan perkotaan seperti pemukiman dan perdagangan jasa terpusat pada Kecamatan Banda Sakti, sementara kegiatan industri terpusat pada Kecamatan Muara Satu. Guna lahan budidaya perikanan darat menempati lahan yang cukup luas disepanjang pesisir Kota Lhokseumawe. Sedangkan daerah pedalamannya didominasi oleh alang-alang dan belukar, ladang, sawah, serta perkebunan kelapa sawit yang terutama terpusat di Kecamatan Blang Mangat. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan di masa depan sepertinya tidak besar, kepadatan penduduk yang rata-rata masih cukup rendah dapat menyebabkan rendahnya perubahan penggunaan lahan. Beberapa perubahan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-16
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pengguna lahan mungkin terjadi karena pemekaran kawasan industri dan pemukiman serta kawasan perdagangan/ perekonomian yang relatif kecil. Perubahan penggunaan lahan lainnya dimungkinkan dari rencana penetapan kawasan pariwisata. Selanjutnya, upaya memfungsikan kembali lahan pertanian yang tidak produktif agar bisa difungsikan secara massif dan berskala besar seperti dilahan pertanian Cot Trieng dan Alue Lim. Secara administartif daerah rencana percetakan sawah baru di rawa Cot Trieng terletak di Kecamatan Muara Satu. Lokasi tersebut terdapat di Paya Cot Trieng dengan luas areal lahan terlantar berupa rawa-rawa 950.45 Ha areal tersebut secara administrasi kawasan tersebut terbagi kedalam 2 (dua) daerah administrasi pemerintahan yang di pisahkan oleh sungai krueng beuregang selanjutnya disebut rawa cot trieng kiri dengan luas areal potensial 433 ha termasuk kedalam Kecamatan Nisam Aceh Utara. Areal tersebut telah dilakukan kajian oleh bappeda Aceh Utara tahun anggaran 2005, berupa pekerjaan Survei dan inventaris Lahan terlantar untuk pengembangan areal pertanian produktif. Kedua, areal Rawa Cot Trieng yang terletak disebelah kanan sungai Kr. Beuregang dengan luas areal Rawa 517,45 ha dengan luas lahan potensial 310.24 ha. Sarana umum kawasan perencanaan ini terletak di Desa Alue Liem Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, dengan luas area lahan 125,263 ha yang sebagian besar merupakan lahan tidur dan menjadi lahan terlantar. Apabila lahan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi lahan produktif, akan dapat meningkatkan income generate yang mendorong kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat. Sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan. Disamping itu juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap PAD Kota Lhokseumawe secara signifikan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-17
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 5.5 Rencana Pengelolaan Safeguard Sosial dan Lingkungan 5.5.1 Sistem Pengelolaan Pemerintah Kota Lhokseumawe selalu berupaya meningkatkan kinerjanya dalam pelaksanaan program-program pembangunan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup menuju good governance. Untuk melaksanakan hal tersebut tentu akan ada hambatan dengan bermacam persoalan, diantaranya benturan sumber pendanaan dan upaya agar pemerintah Kota Lhokseumawe sebagi fasilitator bisa membangun hubungan kemitraan yang efektif dengan masyarakat sebagai stakeholder lingkungan serta memobilasi segala sumber daya yang ada untuk memjalankan program pembangunan secara berkelanjutan Rencana strategis peningkatan kualitas lingkungan Kota Lhokseumawe berisi kebijakan nasional maupun issue dan masalah lingkungan yang selama ini mendesak untuk ditanggulangi. Sistem atau strategi untuk tercapainya keserasian lingkungan hidup didalam penataan dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat yaitu: a. Mengembangkan program peremajaan kawasan kumuh terutama pada kawasan Pusong; b. Mendorong percepatan dan keberlanjutan pembangunan rumah susun sebagai usaha untuk meremajakan kawasan kumuh; c. Mengembangkan dan menata sistem drainase Kota Lhokseumawe dengan memadukan dengan reservoir teluk pusong agar Kota Lhokseumawe bebas banjir dan bebas genangan; d. Merevitalisasi kawasan pantai Ujong Blang dan pasar kota secara terpadu dengan rencana pembangunan jalan lingkar Lhoksumawe dan jembatan pusong kandang; e. Mendorong pertumbuhan kawasan pemukiman kepadatan sedang sampai tinggi dalam upaya efisiensi pemanfaatan ruang;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-18
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 f. Menetapkan control intesitas bangunan dengan ketat dikawasan pusat kota; g. Mengembangkan RTH di seluruh kawasan dengan tingkat tutupan hijau (green cover) minimum 30%.
5.5.2 Pelaksanaan Pengelolaan Pelaksanaan Pengelolaan memiliki beberapa tahap: 1. Pencegahan; 2. Mitigasi; 3. Persiapan; 4. Respon; 5. Penyembuhan dan; 6. Pembangunan. Semua tahap ini saling terkait sehingga satu tahap tidak akan efektif tanpa kehadiran yang lainnya. Dengan kata lain, tahap sebelum suatu kejadian pencegahan, persiapan dan mitigasi sama pentingnya dengan respon, penyembuhan dan pembangunan kembali. Sebuah pendekatan terpadu yang meliputi penilaian keragamanhayati, ekosistem, mata pencaharian dan nilai ekonomi sangat penting aritnya dalam memastikan bahwa gambaran secara menyeluruh diperoleh selama berlangsungnya siklus pengeloaan bencana. Hanya ketika dilakukan pendekatan secara menyeluruhlah pengurangan semua jenis kerentanan. Melalui pendekatan terpadu resiko dapat diminimalisir dalam jangka panjang. Pendekatan yang menyeluruh juga memberikan kesempatan dalam mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dari siklus pengelolaan bencana. Sebagai tambahan, pendekatan yang terpadu dalam mengelolaan bencana menuntut keterlibatan dan kolaborasi tidak hanya diantara sektor lokal tapi juga pada tingkat nasional dan regional, yang mengarah pada pembangunan yang dilakukan pada tingkat landscap dan menghasilkan gambaran besar. Ini merupakan pendekatan yang paling efektif.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-19
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Sangat penting artinya mengidentifikasi langkah-langkah yang harus diikuti pada setiap tahap siklus pengelolaan bencana. Harus ditekankan bahwa keputusan kebijakan dan tindakan yang diambil selama tahap pencegahan dan mitigasi memiliki dampak yang besar dan luas pada semua tahap dari manajemen pasca bencana. Semua keputusan dan tindakan yang diambil setelah bencana akan di justifikasi berdasarkan infromasi yang dikumpulkan dan tindakan yang diambil selama fase pra-bencana yakni pencegahan dan mitigasi. Sehingga, keberhasilan pengelolaan atau menajemen pasca bencana secara keseluruhan tergantung pada manajemen pra-bencana. Sangat penting artinya merencanakan dan menerapkan tindakan untuk mengurangi dampak bencana alam selama tahap pra-bencana untuk meminimalisir dampak setelah bencana. Hasil akhirnya haruslah menempatkan perlindungan lingkungan pada setiap tahap siklus pengelolaan bencana, demikian pula dalam pembangunan umum. 5.5.3 Pembiayaan Pengelolaan Pembiayaan yang akan timbul dalam pengelolaan safeguard dan sosial lingkungan ini, di masukkan kedalam anggaran belanja kota atau APBK Kota Lhokseumawe dan sumber- sumber pendanaan lainnya yang bisa di manfaatkan untuk kegiatan ini.
5.6 Rencana Pemantauan Safeguard Sosial dan Lingkungan 5.6.1 Tipe Pemantauan Perencanaan suatu proyek, pemerintah sudah seharusnya diadakan studi Penyajian Informasi Lingkungan (PIL). PIL merupakan suatu alat pemerintah untuk memutuskan apakah proyek yang diusulkan ini perlu AMDAL atau tidak. Dengan mempelajari laporan PIL, pemerintah sebagai pengambil keputusan menilai apakah proyek yang diusulkan ini potensial menimbulkan dampak yang besar atau tidak. Kalau dianggap berpotensi besar untuk menimbulkan dampak terutama yang negatif, maka pengambil keputusan akan mengharuskan pemilik proyek melakukan AMDAL. Sebaliknya apabila dianggap tidak menimbulkan dampak yang berarti, maka pemilik proyek tersebut tidak perlu melakukan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-20
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 AMDAL dan dapat mulai membangun proyeknya dengan diberikan pedoman pengelolaan dan pemantauannya. Keputusan yang dapat diambil adalah: Proyek tidak boleh dibangun; Proyek boleh dibangun sesuai dengan usulan (tanpa persyaratan); Proyek boleh dibangun, tetapi dengan saran-saran tertentu yang harus diikuti pemilik proyek (dengan syarat). Dengan mempelajari AMDAL, pengambil keputusan mencoba melihat: Apakah akan ada dampak pada kualitas lingkungan hidup yang melampaui toleransi yang sudah ditetapkan; Apakah akan menimbulkan dampak pada proyek lain sehingga dapat menimbulkan pertentangan; Apakah akan timbul dampak negatif yang tidak akan dapat ditoleransi masyarakat serta membahayakan keselamatan masyarakat; Sejauh mana pengaruhnya pada pengaturan lingkungan yang lebih luas. Dan masih banyak lagi pertimbangan yang akan digunakan dan biasanya tiap negara mempunyai urutan prioritas di dalam menggunakan pertimbangan.
5.6.2 Prosedur Pemantauan Kebijakan safeguard lingkungan diterapkan untuk memastikan bahwa semua kegiatan proyek telah dievaluasi sebelum pelaksanaan dan bahwa masalah-masalah lingkungan hidup telah diidentifikasi dan ditanggulangi sebelum pelaksanaan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif pada lingkungan hidup. Dampak negatif dapat mencakup: (1) pencemaran udara oleh kendaraan, (2) banjir jika letak jembatan tidak tepat, (3) makin banyaknya debu di udara, (4) kebisingan, (5) meningkatnya erosi, dan (6) berpindahnya arus air hujan. Evaluasi menggunakan lima metode mitigasi spesifik: (1) seleksi alignment yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan; (2) penggunaan pekerjaan sipil dan tanaman untuk membatasi dampak negatif; (3) memastikan perawatan dan perbaikan dilakukan pada waktu yang tepat; (4) penggunaan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-21
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 tanaman untuk menstabilkan lereng-lereng dan mencegah erosi; dan (5) penggunaan perlakuaan khusus, seperti pembuangan air, untuk mengatasi masalah air tanah. Dalam hal evaluasi menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan potensi hasil-hasilnya suatu kegiatan patut dilakukan, meski mungkin ada dampak negatifnya, penjelasan ini memberikan garis besar prosedur pelaksanaan standar yang telah dimasukkan ke dalam untuk memperkecil dan mengurangi dampak-dampak negatif itu. Tiga prinsip dasar penyiapan rencana dan kerangka lingkungan hidup adalah: 1. Usulan menghindarkan atau memperkecil dampak negatif atas lingkungan, dan untuk setiap usulan digali berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan tanpa dampak negatif atau dengan dampak negatif yang kecil; 2. Sebelum suatu kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif atas lingkungan yang telah diidentifikasi dapat dilaksanakan setelah tahap perencanaan, kegiatan tersebut harus dilengkapi dengan rencana untuk mengurangi dampak negatif bersangkutan; 3. Kegiatan yang diusulkan harus sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang dan menghindari wilayah-wilayah yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
5.6.2 Pelaksanaan Pemantauan Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis dampak sosial terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga Donor dan Pelaksana Proyek dalam melakukan evaluasi kebijakan selama proyek berjalan. Secara khusus tujuan dari kegiatan ini adalah: 1. Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang berpotensi menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial masyarakat. Dampak penting yang timbul dapat berupa dampak positif maupun negatif baik langsung maupun tidak langsung;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 V-22
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak pada saat pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang akan diidentifikasi mencakup demografi, sosial ekonomi dan budaya masyarakat; 3. Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang berpotensi terhadap lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, baik positif maupun negatif; 4. Menganalisis kemungkinan pencegahan dan atau pengendalian terhadap dampak yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki agar masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan yang terjadi; 5. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang nyata dan terjadi) maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).
http://www.bappedalhokseumawe.web.id Bappeda Kota Lhokseumawe BAB VI
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-1
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN
6.1. Petunjuk Umum Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan bahwa ruang lingkup keuangan daerah meliputi: a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman; b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga; c. penerimaan daerah; d. pengeluaran daerah; e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/ atau kepentingan umum. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah. Penyelenggaraan fungsi Pemerintahan Daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan BAB VI
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-2
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan. Analisis pengelolaan keuangan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk menghasilkan gambaran tentang kapasitas atau kemampuan keuangan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pembangunan daerah. Mengingat bahwa pengelolaan keuangan daerah diwujudkan dalam suatu APBD maka analisis pengelolaan keuangan daerah dilakukan terhadap APBD dan laporan keuangan daerah sekurang-kurangnya 5 tahun sebelumnya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh DPRK dalam Qanun. APBK merupakan komitmen politik penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk mendanai strategi pembangunan pada satuan program dan kegiatan selama kurun waktu 5 tahun.
6.1.1. Komponen Keuangan 6.1.1.1 Komponen Penerimaan Pendapatan Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 penerimaan pendapatan daerah terdiri dari: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD); b. Dana Perimbangan, dan c. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
6.1.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah merupakan tolok ukur keberhasilan pelaksanaan otonomi pada suatu daerah, maka Daerah berkewajiban menggali dan mengelola sumber-sumber penerimaan daerah agar ketergantungan keuangan daerah pada subsidi Pusat dapat berkurang. Pernyataan berotonomi juga ber-otomoney, berarti menunjukkan ketidak- tergantungan (khususnya dalam hal keuangan) Daerah kepada Pusat dalam pembangunan daerahnya. Idealnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-3
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 mampu menyumbangkan bagian terbesar dari seluruh pendapatan daerah dibanding sumber pendapatan lainnya seperti subsidi dan bantuan. Dengan proporsi semacam itu, daerah dapat secara leluasa menjalankan hak otonomnya. Sebaliknya, terbatasnya sumber PAD dalam membiayai pembangunan di daerah, menunjukkan rendahnya kemapuan otonominya. Berkenaan dengan uraian di atas, maka pendapatan asli daerah dipandang sebagai salah satu unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah harus tetap dilaksanakan. Oleh karena itu, sepanjang sumber-sumber keuangan/ pendapatan asli daerahnya belum cukup dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah, maka ketergantungan pada subsidi Pemerintah tetap akan ada. Pendapatan asli daerah sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku adalah meliputi lima komponen yaitu pajak daerah, restribusi daerah, zakat, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dalam struktur APBK Lhokseumawe sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Lhokseumawe terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
A. Pajak Daerah Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada Pasal 2 UU No. 28 Tahun 2009, Pemerintah Kabupaten dan Kota diperkenankan untuk memungut beberapa Objek Pajak Daerah yaitu: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-4
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dalam pelaksanaan proses pemungutan pajak daerah di Kota Lhokseumawe, Pemko Lhokseumawe sudah mengeluarkan aturan daerah berupa Qanun dan Perkada. Tabel berikut ini menggambarkan jenis dan dasar hukum pajak daerah Kota Lhokseumawe.
Tabel VI-1 Jenis dan Dasar Hukum Pajak Daerah Kota Lhokseumawe
NO Uraian Dasar Hukum 1 2 3
Pajak Hotel Qanun No.02 Tahun 2007 1 Hotel Bintang Tiga Sda 2 Hotel Melati Tiga Sda 3 Losmen/ Penginapan/ Hotel/ Rumah Kos Sda
Pajak Restoran Qanun No.01 Tahun 2007 4 Restoran Sda 5 Rumah Makan Sda
Pajak Hiburan 6 Keramaian 7 Permainan Anak
Pajak Reklame Qanun No.03 Tahun 2007 8 Reklame Papan Sda 9 Reklame Kain Sda 10 Reklame Melekat/ Stiker Sda 11 Reklame Selebaran Sda 12 Reklame Berjalan Sda 13 Reklame Bersinar Sda
Pajak Penerangan Jalan Qanun No.04Tahun 2007
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-5
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 14 Pajak Penerangan Jalan PLN Sda 15 Pajak Penerangan Jalan Non PLN Sda
16 Pajak Pengambilan Bahan Gal.Gol.C Kep. Walikota No 13 Th. 2009
Pajak Parkir Qanun No. Tahun . 17 Pajak Parkir
Pajak Air Bawah Tanah 18 Pajak Air Bawah Tanah
Pajak Hewan Perkada No 025 Tahun 2005 19 Pajak Potong Hewan Sumber: Data DPKAD Kota Lhokseumawe, 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 15 jenis pajak daerah yang sudah disusun peraturan daerah dan qanunnya, sedangkan untuk 4 jenis lainnya belum mempunyai peraturan. Dengan regulasi yang tidak tersedia, menjadikan kegiatan pemungutan pajak daerah menjadi tidak maksimal. Dampak dari tidak adanya regulasi ini akan bermuara pada pencapaian target pendapatan yang tidak maksimal. Selanjutnya Target dan Realisasi Pajak Daerah di Kota Lhokseumawe selama kurun waktu Tahun 2007 s/ d 2011 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel VI-2 Target dan Realisasi Pajak Daerah Kota Lhokseumawe Th. 2007- 2011 NO. TAHUN TARGET (Rp) REALISASI (Rp) REALISASI ( % ) 1 2 3 4 5 = 4/3 1 2007 13.319.663.371 14.149.458.908 106,23% 2 2008 14.875.245.940 13.167.627.226 88,52% 3 2009 14.040.643.385 12.892.152.930 91,82% 4 2010 14.215.130.000 9.757.844.152 68,64% 5 2011 16.361.380.000 - 0,00%
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-6
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Grafik VI-1 Target dan Realisasi Pajak Daerah Kota Lhokseumawe Th. 2007-2011
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa target pajak daerah di Kota Lhokseumawe selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 Pajak Daerah ditargetkan sebesar Rp. 13.319.663.371,- dengan realiasasi sebesar Rp. 14.149.458.908,-. Pada tahun 2008 pajak daerah di Kota Lhokseumawe ditargetkan sebesar Rp. 14.875.245.940,- dengan realisasi hanya sebesar Rp. 13.167.627.226,-. Tahun 2009 pajak daerah yang ditargetkan lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 14.040.643.385,- dengan realisasi sebesar Rp. 12.892.152.930,-. Selanjutnya pajak daerah pada tahun 2010 ditargetkan meningkat dari tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 14.215.130.000,- tetapi realisasinya hanya mencapai Rp. 9.757.844.152,- dan pada tahun 2011 target pajak daerah Kota Lhokesumawe ditargetkan sebesar Rp. 16.361.380.000,-. Jika ditinjau dari sisi prosentase realisasi pajak daerah di Kota Lhokseumawe, prosentase tertinggi (melebihi target) hanya dicapai pada tahun 2007 yaitu mencapai 106,23%. Selanjutnya disusul tahun 2009 yang mencapai 91,82% kemudian pada tahun 2008 prosentase realisasi pajak daerah sebesar 88,52%. Realisasi pajak daerah pada tahun 2010 merupakan realisasi terendah
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-7
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 dibandingkan dengan realisasi tahun-tahun sebelumnya baik dari sisi pencapaian angka maupun prosentase yaitu hanya sebesar 68,64%. Untuk melihat prosentase realisasi pajak daerah di Kota Lhokseumawe selama kurun waktu 2007 s/ d 2010 dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik VI-2 Prosentase Target & Realisasi Pajak Daerah Kota Lhokseumawe Th. 2007-2010
Dari grafik di atas dapat dilihat prosentase realisasi pencapaian pajak daerah di Kota Lhokseumawe dari tahun 2007 sampai dengan 2010 setiap tahunnya sangat fluktuatif dan cenderung mengalami penurunan walaupun dari segi target setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Berfluktuasianya prosentase realisasi pajak daerah di Kota Lhokseumawe tidak terlepas dari berbagai hambatan dalam pemungutan pajak daerah. Hambatan tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu Perlawanan Pasif dan Perlawanan Aktif. Perlawanan Pasif yaitu masyarakat enggan (pasif) dalam membayar pajak, yang disebabkan oleh: Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. Rendahnya kesadaran para wajib pajak dalam kedisiplinannya membayar pajak. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. Ada sebagian wajib pajak yang tidak tahu tata cara perhitungan dan pembayaran pajak daerah. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan dan dilaksanakan dengan baik.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-8
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Objek pajak daerah tidak semuanya dapat terawasi oleh dinas terkait karena terbatasnya Sumber Daya Manusia. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukkan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak daerah, bentuknya antara lain: Tax Avoidance yaitu usaha meningkatkan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-undang. Ada sebagian wajib pajak daerah didalam pembayarannya meminta dengan cara kredit sehingga akan meringankan beban pajak yang ditanggungnya. Tax Evasion yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-undang. Masih ada wajib pajak daerah yang membayar pajak di bawah potensi semestinya, misalnya Potensi Pajak Reklame dilapangan adalah 5 namun yang dibayarkan cuma 3 berarti masih ada selisih 2 yang tidak dibayarkan. Dari beberapa hambatan dan kendala di atas Pemerintah Kota Lhokseumawe perlu kiranya melakukan upaya-upaya dalam rangka peningkatan pajak daerah yaitu berupa Intensifikasi dan Ekstensifikasi objek pajak daerah. Intensifikasi yaitu suatu cara untuk memperbesar jumlah pendapatan dimana sumber-sumber penerimaan yang ada pada saat ini ditingkatkan jumlah penerimaanya dengan cara mengevaluasi, mengkaji kembali dan apabila di perlukan menaikkan pengenaan tarif yeng berdasarkan Peratuaran Perundang- undangan yang berlaku. Sehloubungan dengan hal tersebut SKPK terkait juga membentuk tim untuk bertugas memberikan pengarahan dan penerangan mengenai arti pentingnya membayar pajak daerah kepada masyarakat khususnya pengusaha dan pedagang. Ekstensifikasi yaitu usaha-usaha mencari objek pajak daerah baru yang dapat dikenakan pajak daerah, yang objek-objek ini pada waktu yang lalu tidak dikenakan pajak.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-9
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Dengan adanya upaya-upaya tersebut diharapkan kontribusi masing- masing objek pajak terhadap total penerimaan pajak daerah dapat lebih ditingkatkan. Untuk lebih jelasnya kontribusi masing-masing objek pajak daerah terhadap total penerimaan pajak daerah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel VI-3 Kontribusi Realisasi Masing-masing Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2010
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-10
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2007 2008 2009 2010 1 2 HASIL PAJAK DAERAH 100,00 100,00 100,00 100,00 Paj ak Hotel 1,48 2,71 2,14 2,21 1 Hotel Bintang Tiga 0,71 1,28 0,96 0,58 2 Hotel Melati Tiga 0,71 1,33 1,02 1,46 3 Losmen / Rumah Penginapan / Hotel/Rumah Kos 0,06 0,11 0,15 0,18 Paj ak Restoran 3,93 8,42 9,15 11,45 4 Restoran 3,75 8,21 8,97 11,29 5 Rumah Makan 0,18 0,20 0,18 0,16 Paj ak Hiburan 0,21 0,05 0,01 0,04 6 Keramaian 0,19 0,05 0,01 0,04 7 Permainan Anak 0,02 - - - Paj ak Rekl ame 1,67 2,22 1,83 3,39 10 Reklame Papan 0,71 1,29 1,10 2,70 11 Reklame Kain 0,33 0,35 0,21 0,18 12 Reklame Melekat/Stiker 0,01 0,02 0,02 0,00 13 Reklame Selebaran 0,01 - 0,04 - 14 Reklame Berjalan - 0,03 0,02 0,04 15 Reklame Bersinar 0,60 0,52 0,44 0,48 Paj ak Penerangan Jalan 90,33 84,97 84,68 77,61 16 Pajak Penerangan J alan PLN 21,26 24,51 29,32 44,05 17 Pajak Penerangan J alan Non PLN 69,07 60,46 55,36 33,55 Paj ak Pengambi lan Bahan Gal.Gol.C 2,22 1,46 2,08 5,18 Paj ak Parkir 0,07 0,09 0,04 - 19 Pajak Parkir 0,07 0,09 0,04 - Paj ak Air Bawah Tanah - - - - 20 Pajak Air Bawah Tanah - - - - Paj ak Hewan 0,09 0,08 0,08 0,11 21 Pajak Potong Hewan 0,09 0,08 0,08 0,11 NO URAIAN KONTRIBUSI ( % )
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi terbesar Pajak Daerah disumbangkan oleh Objek Pajak Penerangan Jalan walaupun setiap tahunnya mengalami penurunan yaitu sebesar 90,33% pada tahun 2007, tahun 2008 menyumbang sebesar 84,97%, tahun 2009 kontribusinya turun menjadi 84,68% dan pada tahun 2010 kontribusinya semakin turun menjadi 77,61%. Walaupun
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-11
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 kontribusi setiap tahunnya menunjukan trend yang selalu menurun tetapi objek pajak penerangan jalan merupakan tulang punggung penerimaan dari sektor Pajak Daerah. Pajak Restoran merupakan objek pajak yang memberikan kontribusi setelah Pajak Penerangan Jalan, dan kontribusinya selalu menunjukkan peningkatan sejak tahun 2007 sampai dengan 2010. Pada tahun 2007 kontribusinya sebesar 3,93%, tahun 2008 kontribusinya sebesar 8,42%, tahun 2009 sebesar 9,15% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 11,45%. Selanjutnya Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C merupakan kontributor ketiga walaupun setiap tahun kontribusinya selalu berfluktuasi. Pada 2007 kontribusinya 2,22%, tahun 2008 kontribusinya menurun menjadi 1,46%, selanjutnya pada tahun 2009 kontribusi Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C kembali meningkat menjadi 2,08% dan pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi 5,18%. Kontributor keempat dalam penerimaan pajak daerah adalah Objek Pajak Reklame. Pada tahun 2007 Pajak reklame menyumbangkan kontribusi sebesar 1,67%, tahun 2008 sebesar 2,22%, tahun 2009 kontribusi pajak reklame turun menjadi 1,83% dan pada tahun 2010 kembali meningkat menjadi 3,39%. Pajak Hotel sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 merupakan kontributor kelima dalam penerimaan pajak daerah. Hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 kontribusinya sebesar 1,48%, tahun 2008 menyumbangkan kontribusi sebesar 2,71%, tahun 2009 kontrisbusinsya turun menjadi 2,14% dan tahun 2010 kontribusinya meningkat menjadi 2,21%. Untuk lebih jelasnya kontribusi masing-masing sektor pajak daerah di Kota Lhokseumawe sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada grafik berikut ini. Grafik VI-3 Kontribusi Realisasi Masing-masing Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Kota Lhokseumawe
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-12
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tahun 2007 s/d 2010
Berdasarkan uraian dan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa dari sembilan sektor pajak daerah yang ada dalam struktur pendapatan asli daerah Kota Lhokseumawe, lima sektor pajak daerah tersebut yang selalu menjadi penopang pendapatan asli daerah Kota Lhokseumawe. Selebihnya Pajak Potong Hewan, Pajak Hiburan dan Pajak Parkir setiap tahunnya hanya memberikan kontribusi rata-rata masing-masing sebesar 0,09%, 0,08% dan 0,05%. Sedangkan Pajak Air Bawah Tanah sejak tahun 2007 sampai dengan 2010 belum memberikan kontribusi dalam penerimaan pajak daerah di Kota Lhokseumawe. Retribusi Daerah Seiring dengan berjalannya otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola dan memaksimalkan sumber daya yang ada di daerah untuk kelangsungan dan kemajuan daerahnya sendiri. Salah satu upaya Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya dengan melalui retribusi daerah. Pada dasarnya retribusi sama dengan pajak, yang membedakan adalah imbalan atau kontraprestasi dalam retribusi langsung dapat dirasakan oleh pembayar. Unsur-unsur yang melekat dalam retribusi antara lain:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-13
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 1. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang; 2. Pungutannya dapat dipaksakan; 3. Pemungutannya dilakukan oleh pemerintah; 4. Digunakan sebagai pengeluaran masyarakat umum; 5. Imbalan atau prestasi dapat dirasakan secara langsung oleh pembayar retribusi. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Objek Retribusi terbagi menjadi tiga jenis yaitu: a. Retribusi Jasa Umum Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan Jenis Retribusi Jasa Umum adalah: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; b. Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan; c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; f. Retribusi Pelayanan Pasar; g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; j. Retribusi Penyediaan dan/ atau Penyedotan Kakus; k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; l. Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-14
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
b. Retribusi Jasa Usaha Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/ atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal; e. Retribusi Tempat Khusus Parkir; f. Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/ Villa; g. Retribusi Rumah Potong Hewan; h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; j. Retribusi Penyeberangan di Air; dan k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
c. Retribusi Perizinan Tertentu Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-15
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan; d. Retribusi Izin Trayek; dan e. Retribusi Izin Usaha Perikanan. Berdasarkan Peraturan Kepala Daerah dan Qanun tentang Retribusi Kota Lhokseumawe yang telah dan belum disusun dasar hukumnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel VI-4 Jenis dan Dasar Hukum Retribusi Kota Lhokseumawe
No. Uraian Dasar Hukum Perda/Qanun 1 2 3 HASIL RETRIBUSI DAERAH
A. Retribusi Jasa Umum Keputusan Walikota 1 Ret.Pelayanan Kesehatan No.41 Tahun 2002 2 Ret. PHB / Askes 3 Ret.Pelayanan Persampahan/ Kebersihan Qanun No.08 Tahun 2007 4 Ret.Penggantian Biaya KTP & Capil 5 Ret.Pelayanan Parkir Qanun No.06 Tahun 2007 6 Ret.Pelayanan Pasar Keputusan Walikota No.39 Thn.2002 7 Ret.Pengujian Kend.Bermotor Keputusan Walikota No.18 Thn.2004 8 Ret.Pelayanan Rumah Potong Hewan 9 Ret.Pelayanan Kesehatan Hewan Perkada No.024 Tahun 2005 10 Ret.Leges Qanun No.026 Tahun 2005
B. Retribusi Jasa Usaha 11 Ret.Pemakaian Kekayaan daerah Keputusan Walikota No.39 Thn 2002 12 Retribusi Terminal Qanun No.07 Tahun 2007
C. Retribusi Perizinan Tertentu 13 Ret.Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Qanun No.05 Tahun 2007 14 Ret.Izin Gangguan (HO) Qanun No.10 Tahun 2007 15 Ret.Izin Usaha Perikanan Qanun No.06 Tahun 2007 16 Pengolahan Pengawetan Ikan 17 Ret.Izin Usaha (SITU) Qanun No.10 Tahun 2007 18 Ret.Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-16
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 No. Uraian Dasar Hukum Perda/Qanun 1 2 3 19 Ret.Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Qanun No.09 Tahun 2007 20 Ret.Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Qanun No.09 Tahun 2003 21 Ret.Tanda Daftar Industri (TDI) Qanun No.08 Tahun 2003 22 Ret.Biaya Administrasi Penerbitan (IUI) 23 Ret.Biaya Administrasi Penerbitan (IPUI) 24 Ret.Biaya Administrasi Pendaftaran Gudang 25 Ret.Izin Usaha Perdagangan Bahan Gal.Gol.C Qanun No.19Tahun 2008 26 Ret.Pengesahan Badan Hukum Koperasi 27 Ret.Izin Apotik 28 Ret.Izin Toko Obat 29 Ret.Izin Bidan / Perawat 30 Ret.Izin Praktek Fisioterapi 31 Ret.Pendaftaran Pengobatan Tradisional / Alternatif
32 Ret.Rekomendasi Rumah Sakit Swasta 33 Ret.Izin Penyelenggaraan Rumah Bersalin 34 Ret.Izin Praktek Tukang Gigi 35 Ret.Izin Optik 36 Ret.Izin Pusat Kebugaran 37 Ret.Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum 38 Ret.Izin Usaha Angkutan Perkada No.19 tahun 2005 39 Ret. Izin Trayek Sumber: Data DPKAD Kota Lhokseumawe, 2011
Berdasarkan tabel jenis dan dasar hukum retribusi Kota Lhokseumawe terdapat 18 jenis retribusi yang sudah ada peraturan daerah dan qanunnya, sedangkan untuk 21 jenis lain belum mempunyai peraturan. Hal ini diharapkan kepada pemerintah Kota Lhokseumawe untuk menyusun dan menuangkan peraturan tersebut dalam peraturan daerah dan qanun. Tabel berikut memperlihatkan target retribusi daerah di Kota Lhokseumawe sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
Tabel VI-5 Target & Realisasi Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-17
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Rp. % 1 2007 1.596.872.590 1.405.616.915 88,02 2 2008 2.228.996.050 2.178.729.500 97,74 3 2009 2.489.675.000 2.132.928.292 85,67 4 2010 3.785.350.000 2.525.325.900 66,71 5 2011 4.150.095.000 - Sumber : APBK Lhokseumawe No. Tahun Target (Rp) Realisasi
Grafik VI-4 Target dan Realisasi Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa selama periode 2007 sampai dengan 2011 target Retribusi Daerah di Kota Lhokseumawe selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 Retribusi Daerah ditargetkan sebesar Rp.1.596.872.590,- yang terdiri dari Retribusi Jasa Umum sebesar Rp.626.182.240,- Retribusi Jasa Usaha sebesar Rp.300.000.000,- dan Retribusi Perizinan Tertentu sebesar Rp.670.690.350,-. Selanjutnya pada tahun 2008 Retribusi Daerah ditargetkan sebesar Rp.2.228.996.050,- yang terdiri dari Retribusi Jasa Umum sebesar Rp.984.305.000,- Retribusi Jasa Usaha sebesar Rp.454.030.000,- dan Retribusi Perizinan Tertentu sebesar Rp.790.661.050,-.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-18
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Pada tahun 2009 Retribusi Daerah ditargetkan sebesar Rp.2.489.675.000,- yang terdiri dari Retribusi jasa Umum sebesar Rp.1.251.925.000,- Retribusi Jasa Usaha sebesar Rp.552.000.000,- dan Retribusi Perizinan Tertentu sebesar Rp.685.750.000,-. Tahun 2010 Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe ditargetkan lebih tinggi dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp.3.785.350.000,- yang terdiri dari Retribusi Jasa Umum sebesar Rp.2.161.000.000,- Retribusi Jasa Usaha sebesar Rp.772.350.000,- dan Retribusi Perizinan Tertentu sebesar Rp.788.000.000,-. Dan pada tahun 2011 Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe ditargetkan sebesar Rp.4.150.095.000,-. Target di tahun 2011 merupakan target tertinggi selama lima tahun terakhir sejak tahun 2007. Dari target yang ditetapkan setiap tahunnya, prosentase realisasi retribusi daerah di Kota Lhokseumawe setiap tahunnya juga mengalami fluktuasi. Pada tahun 2007 realisasi Retribusi Daerah sebesar 88,02% atau sebesar Rp.1.405.616.915,-. Tahun 2008 realisasi retribusi daerah mencapai 97,74% atau sebesar Rp.2.178.729.500,-. Realisasi tahun 2009 mencapai 85,67% atau sebesar Rp.2.132.928.292,- dan pada tahun 2010 realisasi Retribusi Daerah hanya mencapai 67,86% atau sebesar Rp.2.525.325.900,-. Prosentase realisasi Retribusi Daerah dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik VI-5 Prosentase Realisasi Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2010
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa prosentase realisasi Retribusi Daerah di Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 dan 2010 cenderung mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2008 dan 2007, walaupun dari sisi penerimaan nominalnya terus meningkat setiap tahunnya. Selanjutnya untuk kontribusi realisasi masing-masing retribusi daerah yang ada di Kota Lhokseumawe selama kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik VI-6 Kontribusi Realisasi Masing-masing Retribusi Daerah Terhadap Penerimaan Retribusi Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2010
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa sejak tahun 2007 sampai dengan 2010 penerimaan retribusi daerah di Kota Lhokseumawe didominasi oleh Retribusi Jasa Umum dengan kontribusi setiap tahunnya masing-masing sebesar 46,02% pada tahun 2007, tahun 2008 turun menjadi 42,56%, tahun 2009 kontribusinya kembali meningkat yaitu sebesar 47,74% dan pada tahun 2010 kontribusinya kembali mengalami penurunan yaitu menjadi 46,88%. Selanjutnya Retribusi Perizinan Tertentu menjadi kontributor kedua terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Lhokseumawe. Pada tahun 2007 sektor ini menyumbangkan kontribusi sebesar 35,21%, tahun 2008 naik menjadi
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-20
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 36,86%, tahun 2009 turun menjadi 34,93% dan terus mengalami penurunan pada tahun 2010 hanya memberikan kontribusi sebesar 33,39%. Retribusi Jasa Usaha merupakan kontributor ketiga terhadap penerimaan retribusi daerah. Sejak tahun 2007 sampai dengan 2010 kontribusinya masih dibawah 20% setiap tahunnya. Hanya pada tahun 2008 kontribusinya mencapai 20,58%. Kontribusi masing-masing sektor retribusi daerah tentunya sangat dipengaruhi oleh realisasi yang dicapai setiap tahunnya. Dalam hal ini, perlu adanya upaya-upaya untuk meningkatkan realisasi retribusi daerah, diantaranya: a. Segi penerimaan, dengan melakukan penyuluhan tentang retribusi daerah; b. Segi Kebijakan, dalam segi kebijakan yang antara lain dengan menetapkan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah maupun keputusan-keputusan lainnya; c. Melakukan Pendataan dan Pemeriksaan Wajib Retribusi. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan masing-masing objek retribusi daerah dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total penerimaan retribusi daerah di Kota Lhokseumawe setiap tahunnya. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah kontribusi wajib kepada daerah yang dilaksanakan oleh perusahaan atau badan yang bersifat memaksa, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan sumber PAD yang diperoleh dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD adalah suatu Badan usaha yang dimiliki oleh daerah yang dibentuk dan didirikan oleh
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-21
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Pemerintah Daerah, dengan bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas (PT) atau Perusahaan Daerah (PD). Perusahaan Daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pendapatan daerah tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada profit atau keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 26 ayat (3), Jenis Objek Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan mencakup: a. Bagi laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD; b. Bagi laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN; c. Bagi laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Dalam pelaksanaan proses pemungutan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan di Kota Lhokseumawe, Pemerintah Kota Lhokseumawe sudah mengeluarkan aturan daerah yang berupa Qanun dan Perkada. Tabel berikut ini menggambarkan jenis dan dasar hukum pajak daerah Kota Lhokseumawe. Tabel VI-6 Jenis dan Dasar Hukum Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
No Uraian Dasar Hukum (Perda/Qanun) 1 2 3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Permendagri No. 13 Tahun 2006
Bagi Laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Daerah/ BUMD 1 Perusahaan Daerah 2 BUMD
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-22
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Bagi Laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Pemerintah/ BUMN 3 BUMN
Bagi laba atas penyertaan modal pada perusahaan Milik Swasta 4 Perusahaan Swasta
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dasar hukum Objek Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan hanya ada 1 jenis saja yaitu Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Dengan regulasi yang tidak tersedia, menjadikan kegiatan pemungutan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menjadi tidak maksimal. Dampak dari tidak adanya regulasi ini akan bermuara pada pencapaian target hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang tidak optimal. Selanjutnya Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Kota Lhokseumawe dari tahun 2007 sampai dengan 2011 dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel VI-7 Target dan Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011 Rp. % 1 2007 386.024.410 267.154.063 69,21 2 2008 2.240.000.000 373.496.344 16,67 3 2009 2.540.000.000 1.782.104.408 70,16 4 2010 2.540.000.000 2.178.559.393 85,77 5 2011 2.540.000.000 - - Sumber : APBK Lhokseumawe No. Tahun Target (Rp) Realisasi
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-23
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Grafik VI-7 Target dan Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa masih terjadi disparitas yang sangat mencolok antara target dan realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan terutama pada tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2007 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada Perusahaan Milik Daerah (BUMD) yang berasal dari Deviden BPD Cabang Lhokseumawe ditargetkan sebesar Rp.386.024.410,- dengan realisasi sebesar Rp.267.154.063,- atau 69,21%. Tahun 2008 ditargetkan sebesar Rp.2.400.000.000,- tetapi terealisasi hanya 16,67% atau hanya Rp.373.496.344,-. Pada tahun 2009 target dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan meningkat menjadi Rp.2.540.000.000,-. Pada tahun ini penerimaan pada pos ini berasal dari Deviden BPD Cabang Lhokseumawe dan BPR Sabe Meusampe dengan realisasi sebesar Rp.1.782.104.408,- atau 70,16%. Selanjutnya target tahun 2010 sama dengan target tahun 2009 dengan realisasi sebesar Rp.2.187.559.393,- atau sebesar 86,12%, dan pada tahun 2011 target Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan masih sama dengan target tahun 2010.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-24
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, disebutkan dalam pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa Lain-lain PAD yang Sah meliputi: a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah; e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah; f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; h. pendapatan denda pajak; i. pendapatan denda retribusi; j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; k. pendapatan dari pengembalian; l. fasilitas sosial dan fasilitas umum; m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan n. pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan. Sejak tahun 2007 sampai dengan 2011 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah di Kota Lhokseumawe berasal dari Penerimaan Jasa Giro, Pendapatan Bunga, Pendapatan dari Pengembalian dan Pendapatan dari Angsuran. Untuk mengetahui target dan realisasi Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah di Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada tabel berikut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-25
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel VI-8 Target dan Realisasi Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Tahun 2007 s/d 2011 NO TAHUN TARGET (Rp) REALISASI (Rp) Realisasi (%) 1 2 3 4 5 1 2007 2.603.000.000 3.165.746.005 121,62 2 2008 6.057.329.431 4.879.113.311 80,55 3 2009 6.588.000.000 4.783.616.345 72,61 4 2010 5.542.500.000 4.944.264.037 89,21 5 2011 4.455.000.000 - - Sumber : DPKAD Kota Lhokseumawe, 2011
Grafik VI-8 Target dan Realisasi Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Tahun 2007 s/d 2011
Selama kurun waktu empat tahun terakhir (2007 s/ d 2011) dapat dilihat bahwa pencapaian penerimaan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah hanya pada tahun 2007 realisasinya melebihi dari target yang ditetapkan hingga mencapai 121,62% atau Rp.3.165.746.005,- dari target Rp.2.603.000.000,-. Pada tahun 2008 target Lain-lain PAD yang Sah sebesar Rp.6.057.329.431,- terealisasi sebesar Rp.4.879.113.311,- atau 80,55%. Target tahun 2009 lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp.6.588.000.000,- tetapi hanya terealisasi sebesar Rp.4.783.616.345,- atau hanya 72,61%. Pada tahun 2010 target Lain-lain PAD yang
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-26
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Sah turun dari tahun 2009 atau sebesar Rp.5.542.500.000,- dengan realisasi mencapai Rp.4.944.264.037,- atau 89,21% dan tahun 2011 Lain-lain PAD yang Sah ditargetkan sebesar Rp.4.455.000.000,-. Untuk lebih jelasnya prosentase realisasi Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah selama kurun waktu 2007 sampai 2010 dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik VI-9 Prosentase Realisasi Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Tahun 2007 s/d 2011
Dari grafik di atas terlihat bahwa prosentase realisasi penerimaan lain- lain PAD yang Sah setiap tahunnya selalu berfluktuasi. Dari empat tahun terakhir prosentase realisasi hanya dicapai pada tahun 2007 sedangkan tahun- tahun setelahnya masih dibawah target yang ditetapkan. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian dari pihak-pihak terkait dalam rangka pengoptimalan pencapaian penerimaan Pendapatan Asli Daerah. 6.1.1.1.2 Dana Perimbangan Keterbatasan kemampuan pendanaan kota untuk membiayai seluruh pelaksanaan fungsi pelayanan pemerintahan, secara legal formal, akan dibantu terutama melalui dana perimbangan (komponen DAU). Jika melihat komposisi sumber pendapatan Kota Lhokseumawe, maka proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan Kota Lhokseumawe masih sangat dominan dalam periode anggaran tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-27
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Proporsi rata-rata dana perimbangan Kota Lhokseumawe terhadap total pendapatan masih dominan sebagaimana diperlihatkan pada tabel berikut. Tabel VI-9 Proporsi Dana Perimbangan dalam Pendapatan Kota Lhokeumawe Tahun 2007 s/d 2011 NO TAHUN PENDAPATAN DAERAH DANA PERIMBANGAN PROPORSI (%) 1 2 3 4 5 1 2007 358.124.093.624 321.029.198.873 89,64 2 2008 396.412.389.700 348.205.492.687 87,84 3 2009 424.283.141.107 381.898.298.138 90,01 4 2010 420.573.975.153 354.814.107.338 84,36 5 2011 537.322.616.370 424.547.883.984 79,01 Sumber : APBK Lhokseumawe, 2011
Grafik VI-10 Proporsi Dana Perimbangan dalam Pendapatan Kota Lhokeumawe Tahun 2007 s/d 2011
Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat proporsi dana perimbangan dalam struktur pendapatan Kota Lhokseumawe masih sangat besar, dengan rata- rata setiap tahunnya mencapai 86,17%. Pada tahun 2007 Total Pendapatan Kota Lhokseumawe sebesar Rp.358.124.093.624,- dengan kontribusi dana perimbangan sebesar Rp.321.029.198.873,- atau sebesar 89,64%. Tahun 2008 dana
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-28
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 perimbangan memberikan kontribusi sebesar Rp.348.205.492.687,- atau sebesar 87,84% dari total pendapatan Kota Lhokseumawe. Pada tahun 2009 proporsi dana perimbangan dalam pendapatan Kota Lhokseumawe sebesar Rp.381.898.298.138,- atau 90,01% dari total pendapatan Kota Lhokseumawe. Selanjutnya tahun 2010 proporsi dana perimbangan turun menjadi 84,36% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp.354.814.107.338,-, dan pada tahun 2011 proporsi dana perimbangan dalam pendapatan Kota Lhokseumawe mencapai Rp.424.547.883.984- atau sebesar 79,01% dari total pendapatan Kota Lhokseumawe. Kontribusi dana perimbangan dalam pendapatan Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada gambar berikut. Grafik VI-11 Kontribusi Dana Perimbangan dalam Pendapatan Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Dari komponen-komponen dana perimbangan, komponen Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak dan Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dua komponen sumber pendanaan yang penting yang dapat digunakan sebagai komponen-komponen yang akan menjadi sumber kekuatan pendanaan internal Kota Lhokseumawe selain Dana Alokasi Khusus (DAK).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-29
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 a. Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak Kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak dalam Pendapatan Dana Perimbangan di Kota Lhokseumawe selama periode lima tahun terakhir (2007 s/ d 2011) berkisar antara 15,60% sampai dengan 26,17% dengan rata-rata kontribusi sebesar 22,09%. Pada tahun 2007 kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak memberikan kontribusi sebesar Rp.84.016.198.873,- dari total dana perimbangan. Tahun 2008 pos pendapatan ini menyumbang sebesar Rp.83.687.065.687,-. Selanjutnya tahun 2009 kontribusinya dalam dana perimbangan sebesar Rp.99.077.112.138,-. Kemudian tahun 2010 dan 2011 masing-masing memberikan kontribusi sebesar Rp.66.344.741.388,- dan 66.250.304.144,-. Selengkapnya kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut. Tabel VI-10 Kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak dalam Pendapatan Dana Perimbangan Kota Lhokeumawe Tahun 2007 s/d 2011 NO TAHUN DANA PERIMBANGAN DANA BAGI HASIL PAJAK / BUKAN PAJAK KONTRIBUSI (%) 1 2 3 4 5 1 2007 321.029.198.873 84.016.198.873 26,17 2 2008 348.205.492.687 83.687.065.687 24,03 3 2009 381.898.298.138 99.077.112.138 25,94 4 2010 354.814.107.338 66.344.741.338 18,70 5 2011 424.547.883.984 66.250.304.144 15,60 Sumber : APBK Lhokseumawe, 2011
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-30
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Grafik VI-12 Kontribusi Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak dalam Pendapatan Dana Perimbangan Kota Lhokeumawe Tahun 2007 s/d 2011
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kontribusi dana bagi hasil pajak/ bagi hasil bukan pajak dalam struktur dana perimbangan selama periode 2007 s/ d 2011 sangat berfluktuatif. Pada tahun 2007 kontribusinya mencapai 26,17%, tahun 2008 kontribusinya turun menjadi 24,03%. Selanjutnya tahun 2009 kontribusinya meningkat kembali menjadi 25,94%, serta tahun 2010 kontribusinya turun menjadi 18,70% dan tahun 2011 kontribusinya semakin menurun hingga mencapai 15,60%. b. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sub-komponen Dana Perimbangan yang sangat dominan kontribusinya terhadap dana perimbangan Kota Lhokseumawe. Kontribusi DAU mencapai lebih dari 65% hingga lebih dari 79% dari total dana perimbangan. Rata-rata kontribusi DAU dari tahun 2007 sampai tahun 2011 mencapai lebih dari 71%. Untuk masa mendatang penggunaan sebagian dana DAU diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan pengembangan sarana kebutuhan dasar terutama pengembangan air minum masyarakat dan sanitasi perkotaan yang akan menjadi salah satu langkah yang dijalankan Pemerintah
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-31
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Kota Lhokseumawe mengingat masalah air minum masyarakat dan sanitasi perkotaan merupakan salah satu agenda wajib yang harus diselenggarakan. Kontribusi Dana Alokasi Umum Kota Lhokseumawe selama periode 2007 s/ d 2011 dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut. Tabel VI-11 Kontribusi Dana Alokasi Umum (DAU) dalam Pendapatan Dana Perimbangan Kota Lhokeumawe Tahun 2007 s/d 2011 NO TAHUN DANA PERIMBANGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) KONTRIBUSI (%) 1 2 3 4 5 1 2007 321.029.198.873 211.310.000.000 65,82 2 2008 348.205.492.687 233.315.427.000 67,01 3 2009 381.898.298.138 248.522.186.000 65,08 4 2010 354.814.107.338 269.242.266.000 75,88 5 2011 424.547.883.984 336.692.779.840 79,31 Sumber: APBK Lhokseumawe, 2011 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari tahun 2007 s/ d 2011 komponen DAU di Kota Lhokseumawe kontribusinya terus mengalami peningkatan. Kontribusi DAU tahun 2007 sebesar Rp.211.310.000.000,- atau sebesar 65,82% dari total Dana Perimbangan. Tahun 2008 kontribusinya meningkat menjadi Rp.233.315.427.000,- atau sebesar 67,01% dari total Dana Perimbangan. Selanjutnya tahun 2009 kontribusi DAU terhadap Dana Perimbangan di Kota Lhokseumawe sebesar Rp.248.522.186.000,- atau 65,08%. Tahun 2010 DAU Kota Lhokseumawe mencapai Rp.269.242.266.000,- atau 75,88% dari total Dana Perimbangan, dan tahun 2011 kontribusi DAU mencapai 79,31% dari total Dana Perimbangan atau sebesar Rp.336.692.779.840,-. Persentase Kontribusi DAU terhadap Dana Perimbangan di Kota Lhokseumawe dapat dilihat pada grafik berikut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-32
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Grafik VI-13 Kontribusi Dana Alokasi Umum dalam Pendapatan Dana Perimbangan Kota Lhokseumawe Th 2007 s/d 2011
c. Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK merupakan anggaran APBN yang diperuntukkan bagi daerah guna pelaksanaan program yang ditetapkan dari Pusat. Sesuai dengan peruntukannya, maka besaran anggaran DAK Kota Lhokseumawe sangat fluktuatif dalam periode waktu tahun 2007 hingga tahun 2011. Rata-rata proporsi DAK terhadap total dana perimbangan adalah sebesar 7,29%, dengan proporsi DAK terkecil terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 5,09%, sedangkan pada tahun 2009 proporsi DAK mencapai lebih dari 8% dari total dana perimbangan. Tabel VI-12 Kontribusi Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam Pendapatan Dana Perimbangan Kota Lhokeumawe Th. 2007 s/d 2011 NO TAHUN DANA PERIMBANGAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) KONTRIBUSI (%) 1 2 3 4 5 1 2007 321.029.198.873 25.703.000.000 8,01 2 2008 348.205.492.687 31.203.000.000 8,96 3 2009 381.898.298.138 34.299.000.000 8,98 4 2010 354.814.107.338 19.227.100.000 5,42 5 2011 424.547.883.984 21.604.800.000 5,09 Sumber : APBK Lhokseumawe, 2011
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-33
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Grafik VI-14 Kontribusi Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam Pendapatan Dana Perimbangan Kota Lhokeumawe Tahun 2007 s/d 2011
Mengingat DAK sangat dipengaruhi dengan program pemerintah pusat, maka anggaran DAK kurang bisa diprediksikan sebagai sumber pendanaan, sehingga diperlukan upaya-upaya strategis untuk mendorong Pusat agar lebih memprioritaskan pembangunan daerah dalam alokasi DAK.
6.1.2. Komponen Pengeluaran Belanja Komponen belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pengelolaan belanja daerah dilaksanakan berlandaskan pada anggaran Kinerja (Performance budget) yaitu belanja daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti belanja daerah harus berorientasi pada kepentingan publik. Oleh karena itu arah pengelolaan belanja daerah harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik terutama masyarakat miskin dan kurang beruntung (pro-poor), pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dan perluasan lapangan kerja (pro-job).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-34
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Gambaran Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Lhokseumawe selama 5 tahun terakhir (2007-2011) sebagaimana tabel dibawah ini: Tabel VI-13 Komposisi Belanja Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011 NO TAHUN BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG TOTAL BELANJA 1 2 3 4 5 1 2007 199.756.568.214 265.391.451.791 465.148.020.005 2 2008 232.725.158.060 241.710.006.270 474.435.164.330 3 2009 258.277.127.702 211.143.060.731 469.420.188.433 4 2010 258.838.844.029 162.841.844.190 421.680.688.219 5 2011 326.744.062.742 221.926.154.212 548.670.216.954 Sumber : APBK Lhokseumawe, 2011 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa belanja daerah Kota Lhokseumawe selama lima tahun (2007 s/ d 2011) terakhir sangat berfluktuasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan yang diperoleh oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam membiayai belanja daerah. Pada tahun 2007 belanja daerah Kota Lhokseumawe sebesar Rp.465.148.020.005,- dengan komposisi Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.199.756.568.214,- dan Belanja Langsung sebesar Rp.265.391.451.791,-. Tahun 2008 jumlah belanja daerah Kota Lhokseumawe meningkat menjadi Rp.474.435.164.330,- dengan komposisi Belanja Tidak Langsung Rp.232.725.158.060,- dan Belanja Langsung Rp.241.710.006.270,-. Selanjutnya tahun 2009 belanja daerah Kota Lhokseumawe berjumlah sebesar Rp.469.420.188.433,- dengan komposisi belanja tidak langsung sebesar Rp.258.277.127.702,- dan belanja langsung sebesar Rp.211.143.060.731,-. Komposisi belanja tidak langsung pada tahun 2010 sebesar Rp.258.838.844.029- dan komposisi belanja langsung sebesar Rp.162.841.844.190,- dengan total belanja sebesar Rp.421.680.688.219,-. Tahun 2011 komposisi belanja tidak langsung mencapai Rp.326.744.062.742,- dan komposisi belanja langsung Rp.221.926.154.212,- dengan total belanja sebesar Rp.548.670.216.954,-.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-35
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Grafik VI-15 Komposisi Belanja Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Selama tiga tahun terakhir (2009-2011) total belanja daerah Kota Lhokseumawe didominasi oleh Belanja Tidak Langsung. Belanja tidak langsung ini peruntukannya digunakan untuk Belanja Pegawai, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Terduga.
6.1.3. Komponen Pembiayaan Komponen pembiayaan terdiri dari sub-komponen penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Sub-komponen penerimaan pembiayaan terdiri dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SilPA); pencairan dana cadangan; hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; penerimaan pinjaman daerah; penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah. Sub-komponen pengeluaran pembiayaan daerah terdiri pembentukan dana cadangan; penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah. Pembiayaan daerah digunakan untuk menutupi kekurangan pendanaan terhadap belanja daerah.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-36
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel VI-14 Komponen Pembiayaan Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011 NO TAHUN PENERIMAAN PEMBIAYAAN PENGELUARAN PEMBIAYAAN TOTAL PEMBIAYAAN 1 2 3 4 5 = 3 - 4 1 2007 165.588.890.754 10.000.000.000 155.588.890.754 2 2008 81.054.774.630 3.032.000.000 78.022.774.630 3 2009 45.137.047.326 - 45.137.047.326 4 2010 1.106.713.066 - 1.106.713.066 5 2011 11.722.600.584 375.000.000 11.347.600.584 Sumber: APBK Lhokseumawe, 2011 Selama periode 2007 s/ d 2011 komponen pembiayaan didominasi oleh sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA). Tahun 2007 penerimaan pembiayaan mencapai Rp.165.588.890.754,- dengan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp.10.000.000.000,- yang digunakan untuk penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah. Grafik VI-16 Komposisi Belanja Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-37
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tahun 2008 penerimaan pembiayaan sebesar Rp.81.054.774.630,- dengan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp.3.032.000.000,- yang digunakan untuk penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah. Selanjutnya tahun 2009 penerimaan pembiayaan sebesar Rp.45.137.047.326,- dan tahun 2010 penerimaan pembiayaan hanya sebesar Rp.1.106.713.066,- serta tahun 2011 penerimaan pembiayaan sebesar Rp.11.722.600.584,- dengan pengeluaran pembiayaan untuk penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah sebesar Rp.375.000.000,-. Pembiayaan Daerah di Kota Lhokseumawe dari tahun ke tahun selalu diupayakan untuk terus menurun, karena semakin kecil penerimaan pembiayaan khususnya dari pos SiLPA maka penilaian terhadap kinerja Pemerintah Kota Lhokseumawe pada tahun anggaran sebelumnya dianggap semakin baik. 6.2. Profil Keuangan Kota Lhokseumawe 6.2.1 Keuangan Daerah Sebagaimana diatur dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menetapkan dan mengatur pembagian kewenangan dan pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab sesuai dengan azas kepatutan dan rasa keadilan. Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 jo. Pemendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan keuangan Daerah Kota Lhokseumawe diatur dalam Peraturan Daerah Kota Lhokseumawe Nomor 11 Tahun 2006
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-38
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Lhokseumawe dilaksanakan dalam suatu sistem terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD merupakan instrumen yang menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Struktur APBD Kota Lhokseumawe terdiri dari (1) Penerimaan Daerah yang didalamnya terdapat pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah; (2) Pengeluaran Daerah yang didalamnya terdapat Belanja Daerah dan (3) Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Pengelolaan keuangan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk menghasilkan gambaran tentang kapasitas atau kemampuan keuangan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pembangunan daerah, sehingga analisis pengelolaan keuangan daerah menjelaskan tentang aspek kebijakan keuangan daerah, yang berkaitan dengan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah guna mewujudkan visi dan misi. Selama lima tahun terakhir (2007-2011) Ringkasan Keuangan Daerah Kota Lhokseumawe meliputi kebijakan penerimaan keuangan daerah dan kebijakan pengeluaran keuangan daerah sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut. Tabel VI-15 Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011 No. URAIAN 2007 2008 2009 2010 2011 1 Pendapatan Daerah 358.124.093.624 396.412.389.700 424.283.141.107 420.573.975.153 537.322.616.370 2 Belanja Daerah 465.148.020.005 474.435.164.330 469.420.188.433 421.680.688.219 548.670.216.954 3 Pembiayaan Daerah 155.588.890.754 78.022.774.630 45.137.047.326 1.106.713.066 10.747.600.584 Sumber: APBK Lhokseumawe, 2011
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-39
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Grafik VI-17 Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Lhokseumawe Th. 2007 s/d 2011
Sebagaimana telah diuraikan pada komponen keuangan sebelumnya, bahwa pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah setiap tahunnya selalu berfluktuatif. Pendapatan daerah yang merupakan penerimaan pendapatan untuk memenuhi pembiayaan pembangunan di Kota Lhokseumawe diperoleh dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Kapasitas keuangan daerah akan menentukan kemampuan pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat. Analisis kemampuan pemerintah dapat diukur dari penerimaan pendapatan daerah. Selama 5 tahun terakhir (2007-2011) pendapatan daerah Kota Lhokseumawe menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata proporsi pendapatan daerah pertahun didominasi oleh pendapatan di sektor Dana Perimbangan (rata-rata proporsi sebesar 85,67%), secara rinci dapat dilihat pada grafik & tabel berikut. Grafik VI-18 Rata-rata Proporsi Pendapatan Daerah Kota Lhokseumawe Th. 2007 s/d 2011
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-40
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel landscape
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-41
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Dalam pengelolaan pendapatan daerah, sumber pendapatan yang berasal dari pemerintah melalui desentralisasi fiskal dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) saat ini menempati proporsi yang paling besar terhadap daerah, yakni sekitar 60,80%, Pendapatan Asli Daerah hanya memberikan proporsi sebesar 5,99% dan lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah memberikan kontribusi sebesar 8,34% dari total Pendapatan Kota Lhokseumawe. Sumber Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari pajak dan retribusi perlu ditingkatkan, namun tetap mempertimbangkan kemampuan masyarakat serta tidak membebani perkembangan dunia usaha. Demikian pula dengan sumber-sumber pendapatan lainnya juga perlu ditingkatkan, antara lain: lain-lain pendapatan yang sah, dan perimbangan, bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, porsi Dana Alokasi Umum (DAU) secara bertahap dapat dimulai dan digantikan oleh sumber pendapatan yang dapat diupayakan oleh daerah. Dari sisi pengelolaan belanja daerah, dilaksanakan berlandaskan pada anggaran berbasis kinerja yaitu belanja daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efesiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti belanja daerah harus berorientasi pada kepentingan publik. Oleh karena itu arah pengelolaan belanja daerah harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik terutama masyarakat miskin dan kurang mampu (pro-poor), pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dan perluasan lapangan kerja (pro-job). Gambaran rata-rata proporsi belanja terhadap total belanja daerah Kota Lhokseumawe selama periode 2007-2011 dapat dilihat pada tabel berikut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-42
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel landscabe
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-43
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Grafik VI-19 Rata-rata Proporsi Belanja Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Selama lima tahun terakhir (2007-2011) proporsi rata-rata belanja daerah Kota Lhokseumawe didominasi oleh belanja tidak langsung yaitu sebesar 53,59% sedangkan belanja langsung hanya sebesar 46,41%. Penggunaan belanja tidak langsung dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan kepada provinsi/ kabupaten/ kota/ pemerintah, dan belanja tidak terduga. Selanjutnya belanja langsung dialokasikan penggunaanya untuk belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal. Proporsi tiap pos belanja setiap tahunnya sangat fluktuatif. Pada tahun 2007 dan 2008 alokasi belanja daerah Kota Lhokseumawe proporsinya lebih besar belanja langsung dibandingkan dengan belanja tidak langsung. Proporsi belanja langsung pada dua tahun tersebut sebesar 57,06% dan 50,95%, sedangkan belanja tidak langsung proporsinya untuk dua tahun tersebut sebesar 42,94% dan 49,05%. Gambaran proporsi masing-masing belanja terhadap total belanja daerah Kota Lhokseumawe sebagaimana tabel berikut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-44
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel VI-18 Proporsi Masing-masing Belanja Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2 BELANJA DAERAH 2.1 Belanja Tidak Langsung 42,94% 49,05% 55,02% 61,38% 59,55% 2.1.1 Belanja Pegawai 31,14% 35,79% 40,25% 48,25% 42,40% 21.2 Belanja Bunga 2.1.3 Belanja Subsidi 2.1.4 Belanja Hibah 1,99% 5,19% 4,35% 5,63% 2.1.5 Belanja Bantuan Sosial 9,98% 9,53% 9,37% 7,23% 9,95% 2.1.6 Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/ Kab/ Kota/ Pemdes 2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/ Kab/ Kota/ Pemdes 1,49% 1,53% 1,44% 1,43% 2.1.8 Belanja Tidak Terduga 0,32% 0,21% 0,21% 0,12% 0,14% 2.2 Belanja Langsung 57,06% 50,95% 44,98% 38,62% 40,45% 2.2.1 Belanja Pegawai 10,05% 9,29% 8,52% 7,76% 5,82% 2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 15,09% 17,30% 18,92% 13,94% 14,06% 2.2.3 Belanja Modal 31,91% 24,36% 17,54% 16,92% 20,56% Sumber : APBK Lhokseumawe, 2011 No. URAIAN PROPORSI Sejak tiga tahun terakhir (2009-2011) proporsi belanja tidak langsung lebih dominan dibandingkan dengan belanja langsung. Proporsi terbesar dalam komponen belanja tidak langsung adalah belanja pegawai yaitu untuk pembayaran gaji pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe, gaji kepala daerah/ wakil kepala daerah, serta gaji anggota DPRK Lhokseumawe. Meningkatnya proporsi belanja pegawai dalam belanja tidak langsung sangat dipengaruhi oleh kenaikan gaji PNS setiap tahunnya dan penambahan jumlah PNS di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Selanjutnya sub-komponen lain dalam belanja tidak langsung adalah belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Proporsi belanja hibah setiap tahunnya juga sangat berfluktuasi, hal ini sangat tergantung dengan kemampuan keuangan daerah, selain itu belanja hibah sifatnya tidak mengikat. Belanja bantuan sosial dalam belanja tidak langsung menduduki posisi kedua, dengan proporsi sejak 2007-2011 masing-masing 9,98%; 9,53%; 9,37%;
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-45
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 7,23%; dan 9,95%. Selanjutnya belanja hibah; belanja bantuan keuangan kepada provinsi/ kabupaten/ kota/ pemerintah desa; dan belanja tidak terduga memberikan proporsi rata-rata kurang dari 2% setiap tahunnya. Dari sisi belanja langsung, proporsi belanja setiap tahunnya sangat berfluktuasi. Tahun 2007 proporsi belanja langsung sebesar 57,06% dengan proporsi subkomponen belanja modal mencapai 31,91%; belanja barang dan jasa 15,09%; dan belanja pegawai sebesar 10,05%. Pada tahun 2008 proporsi belanja langsung turun menjadi 50,95% dengan proporsi subkomponen belanja modal sebesar 24,38%; belanja barang dan jasa sebesar 17,30% dan belanja pegawai sebesar 9,29%. Selanjutnya tahun 2009 proporsi belanja langsung turun menjadi 44,98% dengan proporsi subkomponen belanja modal sebesar 17,54%; belanja barang dan jasa sebesar 18,92%; dan belanja pegawai sebesar 8,52%. Tahun 2010 proporsi belanja langsung merupakan proporsi terendah selama lima tahun terakhir yaitu hanya sebesar 38,62%, hal ini dikarenakan meningkatnya belanja pada sisi belanja tidak langsung. Dan tahun 2011 proporsi belanja langsung kembali naik menjadi 40,45%.
6.3. Permasalahan dan Analisa Keuangan 6.3.1. Kondisi Keuangan Pemerintah Kota Lhokseumawe Dengan implementasi otonomi daerah, faktor keuangan merupakan faktor yang sangat penting serta merupakan indikasi Kemandirian keuangan suatu Pemerintah Daerah untuk mengukur, membiayai, dan mengukur rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah yang dapat diformulasikan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-46
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tinggi partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Dengan data pendapatan di atas dapat dihitung besarnya rasio kemandirian keuangan daerah dari tahun 2007 s/ d 2011, adalah sebagai berikut:
Pola hubungan Pusat-Daerah menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim (2001), dikemukakan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan undang- undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu sebagai berikut: 1. Pola Hubungan Instruktif yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial); 2. Pola Hubungan Konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah; 3. Pola Partisipatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat; 4. Pola Hubungan Delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat siap dan dengan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-47
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah. Klasifikasi tingkat kemandirian keuangan daerah, pola hubungan pemerintah pusat dan daerah, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel VI-19 Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian & Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubungan Rendah Sekali 0 25 Instruktif Rendah >25 50 Konsultatif Sedang >50 75 Partisipatif Tinggi >75 - 100 Delegatif
Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat rasio kemandirian keuangan daerah serta pola hubungan pemerintah daerah Kota Lhokseumawe dalam melaksanakan otonomi daerah dengan pemerintah pusat dari tahun 2007 s/ d 2011, dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel VI-20 Rasio Kemandirian Keuangan Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011 No Tahun PAD Non PAD Total Rasio Kemandirian (%) Ket 1 2007 20.355.560.371 337.768.194.847 6,026 2 2008 25.404.571.421 371.007.818.279 6,847 3 2009 25.658.318.385 398.624.822.722 6,437 4 2010 26.080.980.000 394.492.995.153 6,611 5 2011 30.506.475.000 506.816.141.370 6,019
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-48
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Grafik VI-20 Rasio Kemandirian Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Dari data diatas menggambarkan, pada tahun 2007 Rasio Kemandirian Kota Lhokseumawe sebesar 6.026%, sedangkan tahun 2008 Rasio Kemandirian Kota Lhokseumawe menjadi sebesar 6.847% atau mengalami kenaikan sebesar 0,821%, selanjutnya pada tahun 2009 terjadi penurunan angka Rasio Kemandirian menjadi sebesar 6.437% atau mengalami penurunan sebesar 0,410%. Sementara pada tahun 2010 rasio kemandirian mengalami kenaikan kembali menjadi sebesar 6.611 % atau naik sebesar 0,174%. Untuk tahun 2011 rasio kemandirian sebesar 6,019%. Berfluktuasinya rasio kemandirian keuangan ini menunjukkan adanya upaya Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk meningkatkan sumber-sumber pendanaan yang bisa meningkatkan kemandirian keuangan Kota Lhokseumawe. Dari data rasio kemandirian keuangan Kota Lhokseumawe selama lima tahun terakhir (2007-2011), menunjukkan bahwa peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah atau dengan kata lain pola hubangan antara Pemerintah Kota Lhokseumawe dengan pemerintah pusat masih dalam pola hubungan instruktif dan kemampuan keuangan Kota Lhokseumawe masih rendah sekali.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-49
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menjalankan tugas untuk merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibanding dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi asli daerah diukur dengan Rasio Efektivitas.
Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 100%. Namun semakin tinggi rasio efektifitas menggambarkan kemampuan daerah semakin baik. Departemen Dalam Negeri dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 690.900-327 Tahun 1996 mengkategorikan kemampuan efektifitas keuangan daerah otonom ke dalam lima tingkat efektifitas seperti terlihat pada tabel. Tabel VI-21 Klasifikasi Efektivitas Keuangan Daerah Otonom
Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Sangat Efektif > 100 Efektif > 90 - 100 Cukup Efektif > 80 - 90 Kurang Efektif > 60 - 80 Tidak Efektif 60
Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat rasio efektifitas keuangan daerah Kota Lhokseumawe dari tahun 2007 s/ d 2011, dapat dilihat dalam tabel berikut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-50
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Tabel VI-22 Rasio Efektivitas Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
No. Tahun PAD Realisasi Total Rasio Efektifitas (%) Ket 1 2007 20.355.560.371 21.093.748.566 103,63 2 2008 25.404.571.421 20.604.686.381 81,11 3 2009 25.658.318.385 14.212.385.947 55,39 4 2010 26.080.980.000 19.414.688.503 74,44 5 2011 30.506.475.000 25.243.711.219 82,75 79,46
Grafik VI-21 Rasio Efektifitas Kota Lhokseumawe Tahun 2007 s/d 2011
Dari hasil perhitungan rasio efektifitas Kota Lhokseumawe periode 2007 s/ d 2011 menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah menggambarkan kemampuan daerah selama 5 tahun sangat berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat tahun 2007 masih dalam kategori sangat efektif yaitu mencapai 103.63% namun mengalami penurunan dari tahun 2006 sebesar 0.21%. Selanjutnya kemampuan daerah dalam menjalani tugas pada tahun 2008 dikategorikan cukup efektif, namun mengalami penurunan dari
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-51
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 tahun 2007 sebesar 31.7% yaitu rasio efektifitasnya sebesar 81.11%. Untuk tahun 2009 kemampuan daerah dalam menjalani tugas dikategorikan kurang efektif, ini dapat dilihat dari rasio efektifitas nya sebesar 55.39% dan mengalami penurunan dari tahun 2008 sebesar 98.2%. Untuk tahun 2010 rasio efektifitas Kota Lhokseumawe meningkat kembali dari tahun 2009 yaitu menjadi 74,44% serta tahun 2011 rasio efektifitas Kota Lhokseumawe berada dalam kategori cukup efektif yaitu mencapai 82,75%. Dari data rasio efektifitas Kota Lhokseumawe tahun 2007 s/ d 2011 menunjukkan bahwa kemampuan efektifitas keuangan daerah Kota Lhokseumawe berada dalam kategori kurang efektif dengan rasio rata-rata sebesar 79,46%.
6.3.2. Proyeksi Kemampuan Keuangan Kota Lhokseumawe 6.3.2.1 Proyeksi PAD dan Dana Perimbangan Berdasarkan kinerja pertumbuhan dan kontribusi pendapatan daerah rata-rata selama lima tahun terakhir, untuk pemenuhan pendanaan pembangunan Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 kebijakan pengelolaan keuangan daerah diarahkan pada peningkatan kemandirian keuangan daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan melalui upaya intensifikasi dan ektensifikasi pendapatan daerah, optimalisasi aset dan kekayaan pemerintah kota termasuk mengembangkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) baru dengan menganut prinsip-prinsip; (1) Potensial, lebih menitikberatkan pada potensi daripada jumlah atau jenis pungutan yang banyak; (2) Tidak memberatkan masyarakat; (3) Tidak merusak lingkungan; (4) Mudah diterapkan dan dilaksanakan; dan (5) Penyesuaian pendapatan baik mengenai tarif maupun materinya. Sedangkan asumsi target penerimaan pendapatan daerah adalah sebagai berikut. 1. Pendapatan Asli daerah (PAD).
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-52
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 diproyeksikan sebesar 11,25% pertahun, dengan mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut: a. Realisasi penerimaan PAD selama kurun waktu lima tahun terakhir mencapai rata-rata sebesar 79,46%; b. Kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pusat tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang diserahkan pemerintah daerah pada tahun 2011 dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang direncanakan akan diserahkan ke Pemerintah Daerah pada tahun 2014; c. Upaya serius dari Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam menggali potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi PAD. Pada penerimaan PAD yang menjadi unggulan dan memiliki kontribusi besar dalam menyokong penerimaan PAD adalah Pajak Daerah sebesar 64,49% yang meliputi BPHTB dan pajak daerah yang lain. Retribusi Daerah sebesar 19,72% yang meliputi retribusi parkir, dan penerimaan lain PAD yang sah sebesar 14,39%. 2. Dana Perimbangan Proyeksi penerimaan dari Dana Perimbangan Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 sebesar 11,25%, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Realisasi penerimaan Dana Perimbangan selama kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata sebesar 16,47%; b. Berkurangnya penerimaan Dana Perimbangan yang berasal dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); c. Dana Alokasi Umum merupakan pos yang memiliki Kontribusi terbesar dalam menyokong penerimaan Dana Perimbangan yakni sebesar 85,67%. Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, DAU diberikan berdasarkan celah fiskal/ keuangan dan alokasi dasar. Celah fiskal/ keuangan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-53
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 merupakan kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal/ keuangan daerah. Kebutuhan daerah merupakan variabel-variabel yang ditetapkan undang-undang antara lain penduduk, luas wilayah, penduduk miskin dan indeks harga, perhitungan kapasitas keuangan didasarkan atas PAD dan Dana Bagi Hasil yang diterima daerah, sedangkan alokasi dasar merupakan pemenuhan gaji PNS. Kebutuhan fiskal Kota Lhokseumawe ditahun-tahun mendatang akan mengalami peningkatan seiring dengan Penduduk Kota Lhokseumawe mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,43% per tahun, luas wilayah daratan mengalami peningkatan (akibat reklamasi pantai) dan penduduk miskin relatif sebesar 21,11%. 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Penerimaan pada pos ini juga diproyeksikan mengalami peningkatan sebesar 11,25% pertahun. Kontribusi terbesar pada pos Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah daerah lainnya sebesar 59,18%, Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal & Percepatan sebesar 27,91%, dan Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya sebesar 12,91%. Dalam upaya optimalisasi penerimaan pendapatan, maka Pemerintah Kota Lhokseumawe harus secara intensif melakukan koordinasi menggali potensi penerimaan Lain- lain pendapatan daerah yang sah dengan Pemerintah Pusat, Provinsi maupun pemerintah daerah lainnya. Penerimaan pendapatan daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 yang terdiri dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Penerimaan Daerah yang sah diproyeksikan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 11,25% per tahun secara rinci sebagaimana tabel berikut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-54
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
Tabel landscabe
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-55
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan Pendapatan Kota Lhokseumawe per tahun sebesar 11,25% persen. Perkiraan pertumbuhan pendapatan setiap tahun tersebut diperoleh dari perkiraan pertumbuhan masing-masing bagian dari Dana Perimbangan, Pendapatan Lain- lain dan PAD, berupa Pajak daerah, Retribusi daerah, Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain PAD. Arah pengelolaan kebijakan Pendapatan diarahkan kepada pengelolaan potensi sumber ekonomi daerah bersumber dari faktor internal dan eksternal (internal dan external sources). Internal source atau local source adalah sumber- sumber ekonomi daerah yang digali dan dikelola sendiri dalam wilayah hukumnya. Apakah dalam bentuk sumberdaya alam maupun dalam bentuk potensi pajak daerah dan retribusi daerah. Sumber eksternal adalah bersumber dari luar pemerintah daerah atau berbentuk pinjaman daerah. Sumber eksternal terbagi dua, pertama yang bersumber dari pemerintahan diatasnya dan dikenal dengan allocation budget atau dana yang tersedia atau teralokasi bagi pemda, seperti dana kontijensi yaitu dana untuk belanja pegawai dan belanja non pegawai karena adanya pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D). Intergovernmental transfer atau pelimpahan dana antar tingkatan pemerintahan, seperti terlihat pada penerimaan bagi hasil pada DAU dan DAK maupun dana bantuan kepada daerah bawahan. Kedua pinjaman daerah yang berbentuk bantuan luar negeri maupun dalam negeri atau dengan istilah Government to Government (G to G loans) atau Bussiness/ Private to Government (B/P to G =investasi). Bertolak kepada kondisi Pendapatan Asli Daerah di masa lalu untuk periode 5 tahun yang akan datang, kebijakan ini akan dikuatkan melalui upaya intensifikasi Pendapatan Daerah yang mencakup: 1. Melaksanakan tertib penetapan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, tertib dalam pemungutan kepada wajib pajak dan tertib dalam
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-56
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 administrasi pembukuan serta tertib dalam penyetoran pendapatan ke kas daerah; 2. Melaksanakan pemungutan secara optimal pajak daerah dan retribusi daerah sesuai potensi yang objektif berdasarkan peraturan yang berlaku; 3. Melakukan pengawasan dan pengendalian secara sistematis dan terus menerus agar tidak terjadi penyimpangan pelaksanaan pemungutan pendapatan daerah oleh aparat petugas sehingga dihindari sedini mungkin penyimpangan; 4. Mengadakan rapat evaluasi secara berkala dengan instansi pengelola PAD untuk membahas kendala-kendala yang dihadapi dan mencari solusinya; 5. Memberikan rangsangan berupa hadiah kepada aparat pengelola PAD yang dapat melampaui penerimaan dari target yang ditetapkan. Untuk menghadapi perubahan yang ada dan keinginan untuk maju dalam bidang ekonomi yang punya kaitan dengan potensi pajak daerah, maka potensi ekonomi lokal sebagai sumber pajak daerah dengan pendekatan klaster komoditas dapat menjadi pilihan untuk menggali unsur pajak daerah. Disadari bahwa untuk memberdayakan potensi ekonomi lokal diperlukan suatu sinergi dari seluruh stakeholders yang terlibat didalamnya sebagai suatu kekuatan modal sosial (social capital). Penggalian dan penumbuhan potensi ekonomi lokal tidak dapat diselesaikan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe saja, tetapi diperlukan pula unsur lain seperti masyarakat ataupun pihak swasta. Dengan tergalinya potensi ekonomi lokal diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, dengan perhatian khusus diberikan pada dampak pertumbuhan ekonomi terhadap rumah tangga miskin dan usaha kecil. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, direncanakan untuk membentuk suatu mekanisme yang lebih efektif dalam memberdayakan unsur-unsur stakeholders tersebut ke dalam suatu jaringan, melalui organisasi jaringan tersebut potensi ekonomi lokal diusahakan dapat diubah menjadi kekuatan ekonomi riil. Oleh karena pengembangan ekonomi lokal masih merupakan isu yang cukup baru, masih diperlukan adaptasi dalam bereaksi terhadap kebutuhan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-57
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 untuk bisnis dan ekonomi sejak desentralisasi dan bagaimana dapat menanggapi kebutuhan semacam itu di masa depan. Pengetahuan semacam ini akan menolong kebijakan, strategi dan tindakan yang dapat mengurangi korupsi dan hal-hal lainnya yang membahayakan bisnis lokal, menyediakan produsen yang lebih baik dan memiliki keterkaitan pasar, serta membuat pengembangan ekonomi lokal sesuai aturan. Partisipasi swasta yang baik dapat tercapai dengan adanya kerjasama pemerintah dan swasta yang didukung oleh strategi pengembangan ekonomi lokal yang komprehensif. Dengan adanya partisipasi swasta yang efisien, diharapkan dapat mengurangi beban fiskal di Pemerintah Kota dan membebaskan sumberdaya umum untuk program-program prioritas. Dalam mengatur sumberdaya substansial dari sektor swasta, membutuhkan pembentukan kelembagaan dan peraturan lingkungan yang menarik investasi swasta, produk hukum dan peraturan yang mendukung, pengenalan konsep pemberian harga yang merefleksikan biaya (cost-reflective pricing) dan menyediakan prosedur dan proses privatisasi dan/ atau divestasi yang transparan. Reformasi semacam ini juga berkontribusi dalam meningkatkan akuntabilitas sektor publik dan menyediakan pelayanan publik yang baik. Berkaitan dengan pertumbuhan PAD setiap tahun tersebut diperoleh dari perkiraan pertumbuhan masing-masing bagian dari PAD, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil BUMD dan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain- lain PAD. Dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seringkali menimbulkan permasalahan dengan masyarakat khususnya para pengusaha. Kebijakan ekstensifikasi pajak dan retribusi atau penetapan tarif yang terlalu tinggi seringkali dikeluhkan menghambat pertumbuhan sektor rill. Untuk itu perlu dikembangkan terobosan baru untuk meningkatkan PAD, yaitu dengan:
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-58
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 a. Perbaikan Manajemen Dengan perbaikan manajemen diharapkan mampu merealisasikan setiap potensi menjadi pendapatan daerah. Manajemen yang profesional dapat dicapai dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan perbaikan serta penyederhanaan sistem dan prosedur. b. Peningkatan Investasi Peningkatan investasi dapat didorong dengan membangun iklim usaha kondusif. Hal ini dapat dicapai dengan menjaga stabilitas ekonomi daerah, menyederhanakan prosedur perijinan, mempertegas peraturan-kebijakan agar tidak tumpang tindih baik antara pemerintah pusat, provinsi, dan kota maupun antar sektor, meningkatkan kepastian hukum terhadap usaha, menyehatkan iklim ketenagakerjaan sekaligus meningkatkan kualitas tenaga kerja, meningkatkan keamanan dan ketertiban, meniadakan tumpang tindih pemungutan dan menyederhanakan prosedurnya. c. Optimalisasi Aset Daerah Peningkatan PAD juga dapat diraih dengan meningkatkan penggunaan aset daerah. Optimalisasi aset dapat dicapai dengan perbaikan administrasi aset. Optimalisasi aset juga dapat dilaksanakan bekerjasama dengan swasta. Selain itu hal diperlukan juga perbaikan manajemen BUMD, selain itu upaya tersebut perlu didukung rencana untuk membentuk badan usaha baru. d. Kebijakan Penguatan PAD Melalui Respon Positif Kebijakan Anggaran Nasional Adanya perkembangan kebijakan di tingkat nasional yang akan diterapkan oleh seluruh daerah di Indonesia diyakini akan semakin menguatkan langkah Kota Lhokseumawe khususnya dalam kerangka kemandirian pendanaan 5 tahun yang akan datang. Adanya perubahan struktur pendapatan daerah sebagaimana yang digariskan bahwa PBB dan BPHTB mulai tahun 2011 sudah menjadi bagian PAD. Dengan demikian Kota Lhokseumawe di masa yang akan datang justru memiliki kekuatan yang lebih baik lagi dalam rangka
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-59
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 meningkatkan kemandirian daerah untuk melaksanakan roda pemerintahan selanjutnya. Atas dasar gambaran kinerja keuangan masa lalu Dana Perimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka arah kebijakan yang terkait dengan upaya perolehan pendapatan melalui Pos Dana Perimbangan Keuangan Kota Lhokseumawe tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 dapat dijelaskan pada data sebelumnya. Rata-rata pertumbuhan Dana Perimbangan Keuangan sebesar 11,25% persen. Rata-rata pertumbuhan dana perimbangan setiap tahun tersebut diperoleh dari perkiraan pertumbuhan masing-masing bagian dari dana perimbangan yaitu: Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum Arah kebijakan yang terkait dengan DAU agar meningkat adalah dengan jalan meningkatkan PDRB serta meningkatkan kapasitas fiskal serta penyampaian APBD tepat waktu setiap tahunnya.
Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Arah kebijakan yang terkait dengan peningkatan Dana Bagi Hasil Pajak yaitu dengan meningkatkan target perolehan Pajak Bumi Bangunan (PBB), BPHTB serta target perolehan PPh Pasal 25, Pasal 29 tentang Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan arah kebijakan yang terkait dengan DBH bukan Pajak dilakukan upaya meningkatkan perolehan pajak dari sektor kehutanan, pertambangan umum dan perikanan. Sedangkan sektor perkebunan belum ditetapkan dalam Undang-Undang sebagai objek pajak yang diposkan pada DBH Non Pajak.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-60
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Dana Alokasi Khusus (DAK) Rata-rata pertumbuhan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada periode tahun 2013-2017 diproyeksikan sebesar 11,25%. Dana Perimbangan dan Bagi Hasil yang berasal dari DAU perlu dikelola dengan sebaik-baiknya, meskipun relatif sulit untuk memperkirakan jumlah realisasinya karena tergantung pada pemerintah pusat. Sumber dana dari Dana Alokasi Khusus (DAK) juga dapat diupayakan peningkatannya melalui penyusunan program-program unggulan yang dapat diajukan untuk dibiayai dengan dana DAK. Bagi hasil pajak provinsi dan pusat dapat diupayakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Pendapatan bagi hasil sangat terkait dengan aktifitas perekonomian daerah. Dengan semakin meningkatnya aktifitas ekonomi akan berkorelasi dengan naiknya pendapatan yang berasal dari bagi hasil. Pemerintah Kota harus mendorong meningkatnya aktifitas perekonomian. Atas dasar gambaran kinerja keuangan masa lalu Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka arah kebijakan yang terkait dengan upaya perolehan pendapatan melalui Pos Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dapat dijelaskan sebagai berikut: Arah kebijakan yang dilakukan untuk perolehan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah dengan jalan meningkatkan hasil penjualan aset daerah dengan memanfaatkan harga pasar secara optimal, meningkatkan jasa giro yang diperoleh dari simpanan, menempatkan dana pada Bank yang memiliki Bunga Deposito yang tinggi, upaya perolehan komisi, potongan atau pengadaan barang jasa dan memanfaatkan secara jeli dari depresiasi selisih kurs Rupiah terhadap mata uang asing, memanfaatkan denda atas keterlambatan pekerjaan, memanfaatkan denda atas pajak dan retribusi, hasil eksekusi atas jaminan serta memanfaatkan fasilitas umum dan sosial agar diberdayagunakan dengan intensif.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-61
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 6.3.2.2 Proyeksi Belanja Kota Lhokseumawe Atas dasar gambaran kinerja keuangan khususnya dalam sisi pembelanjaan masa lalu yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kebijakan keuangan yang terkait dengan upaya efisiensi pengelolaan belanja daerah dapat dijelaskan sebagai berikut: Kebijakan umum belanja daerah diarahkan pada peningkatan efesiensi, efektifitas, transparansi, akuntabilitas dan prioritas alokasi anggaran. Selain itu, kebijakan belanja daerah juga diarahkan untuk mencapai visi dan misi yang tetapkan dalam rangka memperbaiki kualitas dan kuantitas pelayanan publik. Secara spesifik, efesiensi dan efektifitas belanja harus meliputi pos-pos belanja. Belanja daerah dikelompokkan ke dalam Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung yang masing-masing kelompok dirinci ke dalam jenis belanja. Untuk Belanja Tidak Langsung, jenis belanjanya terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil dan Belanja Tidak Terduga. Sementara itu, untuk Belanja Langsung, jenis belanjanya terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal. Pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 belanja daerah digunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang terdiri atas urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang diklasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan. Pelaksanaan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 diharap mulai berlaku satu tahun sejak peraturan tersebut diundangkan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-62
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Menurut Pasal 32 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup: (1) pendidikan; (2) kesehatan; (3) pekerjaan umum; (4) perumahan; (5) penataan ruang; (6) perencanaan pembagunan; (7) perhubungan; (8) lingkungan hidup; (9) pertanahan; (10) kependudukan dan catatan sipil; (11) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; (12) keluarga berencana dan keluarga sejahtera; (13) sosial; (14) ketenagakerjaan; (15) koperasi dan dan usaha kecil menengah; (16) penanaman modal; (17) kebudayaan; (18) pemuda dan olah raga; (19) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; (20) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perngkat daerah, kepegawaian dan persandian; (21) ketahanan pangan; (22) pemberdayaan masyarakat dan desa. 23) statistik; (24) kearsipan; (25) komunikasi dan informatika, dan (26) perpustakaan. Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup : (1) pertanian; (2) kehutanan; (3) energi dan sumberdaya mineral; (4) pariwisata; (5) kelautan dan perikanan; (6) perdagangan; (7) industri; dan (8) ketransmigrasian. Belanja Daerah dilaksanakan secara efektif, efisien dan diarahkan sesuai target kinerja yang akan dicapai dari program/ kegiatan dengan mengutamakan produksi dalam negeri sesuai dengan kemampuan dan potensi daerah. Belanja daerah diarahkan untuk mendukung Belanja Aparatur dan Belanja publik yang proporsional. Memperhatikan Permendagri 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, pasal 36 bahwa belanja menurut kelompok belanja terdiri atas belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung, dibagi menurut jenis belanja yang terdiri atas: (1) belanja pegawai; (2) bunga; (3) subsidi; (4) hibah; (5) bantuan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-63
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 sosial; (6) belanja bagi hasil; (7) bantuan keuangan; dan (8) belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri atas: (1) belanja pegawai; (2) belanja barang dan jasa: dan (3) belanja modal. Kemungkinan dalam lima tahun ke depan pemerintah akan menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil, sehingga selama lima tahun mendatang diperkirakan Belanja Tidak Langsung akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan terutama untuk biaya gaji tetap. Kenaikan gaji pegawai negeri sipil tersebut dibiayai oleh sumber pendapatan DAU. Dengan demikian kenaikan gaji pegawai diharapkan dapat diikuti oleh kenaikan DAU. Belanja yang signifikan pada kelompok belanja tidak langsung adalah belanja bantuan sosial. Alokasi bantuan sosial diarahkan kepada masyarakat dan berbagai organisasi baik profesi maupun kemasyarakatan. Tujuan alokasi belanja bantuan sosial adalah sebagai manifestasi pemerintah dalam memberdayakan masyarakat. Mekanisme anggaran yang dilaksanakan adalah bersifat block grant, artinya masyarakat dapat merencanakan sendiri sesuai dengan kebutuhan, dengan tidak keluar dari koridor peraturan yang berlaku. Selain itu, komitmen Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan juga berimplikasi pada meningkatnya belanja subsidi pendidikan dan kesehatan yang juga akan berpengaruh pada peningkatan Belanja Tidak Langsung dalam lima tahun ke depan. Belanja Langsung terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal. Belanja Pegawai dalam Belanja Langsung ini berbeda dengan Belanja Pegawai pada Belanja Tidak Langsung, Belanja Pegawai pada Belanja Langsung antara lain untuk Honorarium Pegawai Tidak Tetap (Honorer Daerah dan Tenaga Bakti), Belanja Beasiswa Pendidikan dan Belanja Kursus. Sementara itu, Belanja Langsung untuk jangka waktu lima tahun ke depan diarahkan pada pencapaian visi dan misi Kota Lhokseumawe, antara lain untuk peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, kesehatan, pengurangan kemiskinan, eksplorasi potensi pariwisata serta perbaikan infrastruktur untuk
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-64
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 peningkatan pelayanan jasa. Besarnya dana yang dikeluarkan untuk masing- masing kegiatan juga diperkirakan akan meningkat. Sementara itu, khusus untuk Belanja Modal, pengeluaran belanja modal pada lima tahun mendatang diprioritaskan untuk membangun sarana dan prasarana yang mendukung tercapainya visi Kota Lhokseumawe. Mengacu pada proporsi Belanja Daerah selama lima tahun terakhir, kebijakan belanja daerah sampai dengan tahun 2017 diperkirakan akan didominasi oleh Belanja Tidak Langsung sekitar 60%, sedangkan untuk Belanja Langsung diperkirakan berkisar 40%. Merasionalkan belanja sangat penting agar belanja yang dikeluarkan dapat efektif dan efisien. Oleh karena itu formulasi kebijakan umum anggaran belanja daerah diarahkan pada program prioritas, yaitu pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang didukung dengan pembangunan infrastruktur wilayah untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnya di Kota Lhokseumawe.
6.4. Analisa Tingkat Ketersediaan Dana 6.4.1 Analisis Kemampuan Keuangan Kota Lhokseumawe Potensi sumber ekonomi daerah bersumber dari faktor internal dan eksternal (internal dan external sources). Internal source atau local source adalah sumber-sumber ekonomi daerah yang digali dan dikelola sendiri dalam wilayah hukumnya. Apakah dalam bentuk sumberdaya alam maupun dalam bentuk potensi pajak daerah dan retribusi daerah. Sumber eksternal adalah bersumber dari luar pemerintah daerah atau berbentuk pinjaman daerah. Sumber eksternal terbagi dua, pertama yang bersumber dari pemerintahan diatasnya dan dikenal dengan allocation budget atau dana yang tersedia atau teralokasi bagi pemda, seperti dana kontijensi yaitu dana untuk belanja pegawai dan belanja non pegawai karena adanya pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D). Intergovernmental transfer
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-65
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 atau pelimpahan dana antar tingkatan pemerintahan, seperti terlihat pada penerimaan bagi hasil pada DAU dan DAK maupun dana bantuan kepada daerah bawahan. Kedua pinjaman daerah yang berbentuk bantuan luar negeri maupun dalam negeri atau dengan istilah Government to Government (G to G loans) atau Bussiness/ Private to Government (B/P to G =investasi). Berdasarkan data Realisasi Pendapatan Kota Lhokseumawe, menunjukkan bahwa peranan pemerintah pusat cukup besar dalam realisasi penerimaan Kota Lhokseumawe, yaitu dalam bentuk dana perimbangan (DAU, DAK dan DBH). Untuk mengurangi ketergantungan pada pengalihan keuangan dari pemerintah, Pemerintah Kota Lhokseumawe siap menelusuri upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas finansialnya dengan mengembangkan basis pajak, meningkatkan pengumpulan pajak dan retribusi. Lapangan usaha yang memberikan sumbangan cukup signifikan terhadap pendapatan daerah di Kota Lhokseumawe adalah : (1) perdagangan, hotel dan restoran dan (2) industri dan pariwisata, yang didukung oleh sektor- sektor lainnya seperti air bersih, bangunan, angkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa-jasa. Untuk mengembangkan sumber pendapatan daerah perlu diterapkan asas transparansi terhadap sumber-sumber pendapatan daerah tersebut, berupa penjelasan secara rinci mengenai jumlah objek (orang, benda, tempat, dan lain- lain) pajak dan retribusi daerah yang ditargetkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menekan potensi penyimpangan dan penggelapan sumber-sumber pendapatan daerah. Beberapa langkah positif yang dapat diambil adalah mengembangkan basis pajak daerah, berupa pajak properti, merestrukturisasi kesulitan BUMD dan instansi layanan publik pemerintah lainnya agar lebih profitable dan meningkatkan cost recovery untuk pelayanan sehingga dapat membantu peningkatan PAD dan membangun mekanisme keuangan Kota Lhokseumawe yang berkelanjutan.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-66
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Bila dibutuhkan maka Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat mengajukan pinjaman daerah. Yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan dari pinjaman tersebut yaitu: (1) pinjaman jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas; (2) pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan dan (3) pinjaman jangka panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman daerah bersumber dari: (1) Pemerintah, diberikan melalui Kementerian Keuangan; (2) Pemerintah Daerah lain; (3) Lembaga Keuangan Bank; (4) Lembaga Keuangan bukan Bank; dan (5) Masyarakat atau perseorangan. Pengajuan pinjaman daerah harus mengikuti prosedur perundang-undangan yang telah ditetapkan.
6.5. Rencana Pembiayaan Program 6.5.1 Rencana Pembiayaan Manajemen pembiayaan daerah siap ditingkatkan ke arah akurasi, efisiensi, efektivitas dan profitabilitas. Kebutuhan pembangunan daerah yang semakin meningkat akan berimplikasi pada kemungkinan terjadi defisit pendapatan, maka kebijakan pembiayaan daerah bersumber dari: (1) sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, (2) transfer dana cadangan daerah, (3) hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan (4) pinjaman daerah atau obligasi daerah, bila terjadi surplus pembiayaan maka kebijakan pengeluaran pembiayaan ditujukan untuk: (1) pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo, (2) penyertaan modal (investasi daerah) dan (3) transfer ke rekening dana cadangan. Analisis kerangka pendanaan bertujuan untuk menghitung kapasitas riil keuangan daerah yang akan dialokasikan untuk pendanaan program pembangunan selama 5 (lima) tahun ke depan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi seluruh penerimaan daerah sebagaimana telah dihitung pada bagian di atas dan ke pos-pos mana sumber penerimaan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-67
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 tersebut akan dialokasikan. Suatu kapasitas riil keuangan daerah adalah total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan berbagai pos atau belanja dan pengeluaran pembiayaan yang wajib dan mengikat serta prioritas utama. Sebelum dialokasikan ke berbagai pos belanja dan pengeluaran, besaran masing-masing sumber penerimaan memiliki kebijakan pengalokasian yang harus diperhatikan, antara lain: a. Penerimaan retribusi pajak diupayakan alokasi belanjanya pada program atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan layanan dimana retribusi pajak tersebut dipungut; b. Penerimaan dari pendapatan hasil pengelolaan aset daerah yang dipisahkan dialokasikan kembali untuk upaya-upaya peningkatan kapasitas dimana dana penyertaan dialokasikan sehingga menghasilkan tingkat pengembalian investasi terbaik bagi kas daerah; c. Penerimaan dana alokasi umum diprioritaskan bagi belanja umum pegawai dan operasional rutin pemerintahan daerah; d. Penerimaan dari dana alokasi khusus dialokasikan sesuai dengan tujuan dimana dana tersebut dialokasikan; e. Penerimaan dana bagi hasil agar dialokasikan secara memadai untuk perbaikan layanan atau perbaikan lingkungan sesuai jenis dana bagi hasil didapat.
6.5.2 Pelaksanaan Pembiayaan RPIJM APBK merupakan sumber pendanaan utama dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur di Kota Lhokseumawe. Secara umum APBK merupakan penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja dan Pembiayaan. Secara detail komponen- komponen pendapatan dan pembiayaan dapat menjadi sumber pendanaan infrastruktur. Berdasarkan kondisi dan kecenderungan pengalokasian anggaran, maka strategi pengoptimalan penggunaan APBK untuk pembangunan dan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-68
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pengembangan infrastruktur Kota Lhokseumawe dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penetapan Kebutuhan Program Pembangunan dan Pengembangan Infrastruktur Kota Lhokseumawe
Penetapan kebutuhan program pembangunan dan pengembangan infrastruktur perlu untuk dilaksanakan untuk menstrukturkan dan mengintegrasikan langkah-langkah pembangunan infrastruktur di Kota Lhokseumawe. Program ditetapkan berdasarkan target-target pembangunan infrastruktur sebagaimana telah ditetapkan di dalam RPJMD, RPJMN, SPM, maupun MDGs. Untuk tahap awal kebutuhan program pembangunan infrastruktur ini akan dihitung sampai dengan tahun 2017 (disesuaikan dengan masa perencanaan RPJMD). Secara detail, kebutuhan program-program pembangunan infrastruktur ditetapkan berdasarkan target-target pembangunan yang ada. Adapun target-target pembangunan infrastruktur secara garis besar dijelaskan sebagai berikut: Penetapan program meliputi identifikasi program-program pembangunan fisik infrastruktur maupun program non-fisik infrastruktur (kampanye, advokasi, maupun capacity building). Pembangunan program non- fisik tidak kalah penting dari pembangunan fisik terutama guna optimalisasi pemanfaatan infrastruktur yang akan dibangun. Program-program yang diidentifikasikan di atas juga akan disusun dengan perencanaan detail teknis dan kebutuhan pendanaannya. 2. Penetapan Kebutuhan Anggaran Infrastruktur Perkotaan Identifikasi kebutuhan program pembangunan selanjutnya diterjemahkan menjadi kebutuhan pendanaan guna penyelenggaraan program- program tersebut. Dalam hal ini, kebutuhan anggaran berdasarkan program- program di atas akan dilengkapi dengan kebutuhan pengelolaan infrastruktur
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-69
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 yang telah terbangun (termasuk juga penghitungan setelah program pembangunan infrastruktur dilaksanakan). - Kebutuhan anggaran dan program pembangunan infrastruktur perkotaaan. Pembangunan infrastruktur baru sangat terkait dengan perluasan cakupan layanan infrastruktur perkotaan guna mengejar pemenuhan target layanan infrastruktur yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe. Pembangunan infrastruktur juga diiringi dengan program advokasi dan kampanye baik kepada pemerintah maupun masyarakat terutama tentang pentingnya infrastruktur serta dampaknya. Tujuan utama dari kampanye dan advokasi adalah untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran serta pengetahuan tentang infrastruktur serta dampak yang ditimbulkannya. - Kebutuhan anggaran dan program pembangunan non-fisik infrastruktur perkotaan
Kebutuhan anggaran untuk program pembangunan non fisik infrastruktur (seperti kampanye dan advokasi, maupun program capacity building untuk pejabat pemerintah Kota Lhokseumawe). Pembangunan non-fisik terutama ditujukan untuk mendukung perubahan perilaku infrastruktur masyarakat maupun pemerintah, serta meningkatkan efisiensi pengelolaan infrastruktur melalui peningkatan kualitas sumberdaya pengelola layanan infrastruktur. - Kebutuhan anggaran operasional dan pemeliharaan layanan infrastruktur terbangun
Kebutuhan ini penting untuk dihitung terutama dalam kaitannya dengan kelanggengan penyelenggaraan layanan infrastruktur Kota Lhokseumawe. Kebutuhan anggaran ini dapat diturunkan dari kebutuhan total operasional dan pemeliharaan prasarana terbangun dikurangi dengan retribusi infrastruktur yang dapat dikumpulkan. Besaran kebutuhan anggaran pembangunan dan pengembangan infrastruktur perkotaan di atas akan menjadi landasan bagi pengembangan strategi pendanaan lainnya.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-70
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 3. Estimasi Kekuatan Pendanaan Internal Kota Lhokseumawe untuk Infrastruktur
Kekuatan pendanaan internal kota dapat diturunkan dari pendapatan pajak daerah (komponen PAD) serta pendapatan bagi hasil pajak/ non-pajak dengan Pemerintah Pusat dan Provinsi (komponen dana perimbangan). Komponen lain tidak dapat dijadikan sebagai komponen kekuatan internal terutama mengingat karakteristik masing-masing komponen. Seperti misalnya pendapatan retribusi yang akan kembali digunakan untuk kepentingan layanan yang dikenai retribusi (dan biasanya masih memerlukan subsidi untuk tetap menjalankan layanan tersebut). Sedangkan DAU diturunkan berdasarkan celah fiskal kota, dan DAK yang sangat tergantung dengan program pemerintah pusat yang sangat top down. Dengan kondisi yang ada, maka estimasi pajak daerah ditetapkan dengan melihat proporsinya terhadap penerimaan PAD (pertumbuhan pajak daerah menunjukkan pertumbuhan yang sangat fluktuatif, sedangkan besaran proporsinya terhadap PAD memperlihatkan besaran yang lebih stabil). Yang perlu diperhatikan dari perhitungan ini adalah bahwa estimasi pendanaan adalah merupakan estimasi total pendanan yang digunakan untuk melaksanakan seluruh urusan pemerintahan Kota Lhokseumawe. 4. Penetapan Komitmen Pendanaan untuk Pengelolaan Infrastruktur Dengan diestimasikannya kekuatan pendanaan internal kota, selanjutnya penetapan komitmen pendanaan untuk pengelolaan layanan infrastruktur perlu dibentuk. Komitmen yang dimaksud adalah besaran proporsi pendanaan infrastruktur terhadap total pendanaan internal Kota Lhokseumawe. Penetapan proporsi anggaran untuk infrastruktur akan dibentuk berdasarkan kesepakatan dengan DPRK Lhokseumawe. Dengan terbentuknya komitmen ini, maka pemilahan program berdasarkan sumber pendapatan akan dapat dilakukan dengan lebih cermat dan obyektif. Langkah ini lebih lanjut dapat menunjukkan celah fiskal untuk layanan infrastruktur Kota Lhokseumawe. Dengan kata lain akan terlihat gap pendanaan
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-71
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 yang ditunjukkan melalui kapasitas fiskal Kota Lhokseumawe dengan kebutuhan pendanaan untuk layanan infrastruktur perkotaan. 5. Pemilahan program yang akan didanai dengan anggaran internal Kota Lhokseumawe
Berdasarkan identifikasi program serta besaran kebutuhan pendanaannya, maka selanjutnya Pemerintah Kota Lhokseumawe akan memilah program-program infrastruktur yang akan didanai dengan pendanaan internal kota sendiri. Program-program pembangunan infrastruktur yang belum terakomodir selanjutnya akan didanai melalui sumber-sumber lainnya. 6. Pengusulan perbaikan alokasi DAU untuk layanan infrastruktur Mengingat layanan infrastruktur merupakan salah satu layanan publik yang menjadi urusan wajib kota, maka Pemerintah Kota Lhokseumawe akan memperhitungkan proporsi untuk pendaaan layanan infrastruktur berdasarkan perhitungan gap fiskal di atas. Dengan pengalokasian dana DAU yang lebih jelas untuk menutupi gap fiskal layanan infrastruktur, maka pembangunan dan pengembangan layanan infrastruktur Kota Lhokseumawe akan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien, terarah dan lebih obyektif. 7. Penetapan proporsi pendanaan infrastruktur dalam DAK DAK sangat berkaitan dengan program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, besaran DAK sulit untuk dapat diprediksikan besarannya setiap tahunnya. Selain itu peruntukan pendanaan bagi infrastruktur tidak dijelaskan secara eksplisit dalam DAK. Walaupun demikian peruntukan layanan infrastruktur yang dapat dikaitkan dengan bidang pendanaan DAK adalah bidang kesehatan, air bersih, prasarana dan lingkungan hidup. Karena itu Pemerintah Kota Lhokseumawe akan berusaha menetapkan dan mengalokasikan pendanaan untuk infrastruktur dari bagian bidang-bidang tersebut.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-72
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 8. Penetapan proporsi pendanaan infrastruktur dalam Dana Otsus dan TDBH Migas
Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (TDBH Migas) dimana peruntukkannya 40% dikelola oleh Pemerintah Aceh dan 60% dikelola oleh Kabupaten/ Kota di Aceh. Dalam hal ini Pemerintah Kota Lhokseumawe selain memanfaatkan dana Otsus dan TDBH Migas Kabupaten/ Kota juga akan mengupayakan pembangunan infrastruktur melalui program-program yang didanai dengan Otsus Aceh dan TDBH Migas Aceh. 9. Memanfaatkan surplus anggaran untuk pendanaan layanan infrastruktur perkotaan Sebagaimana telah dijelaskan di atas, surplus anggaran merupakan salah satu sumber pendanaan yang dapat digunakan untuk pembangunan dan pengembangan infrastruktur Kota Lhokseumawe. Permasalahan yang berkaitan dengan surplus anggaran ini adalah bahwa surplus anggaran tidak dapat diprediksikan besarannya hingga akhir tahun fiskal berjalan. Secara garis besar surplus anggaran dapat digunakan untuk keperluan- keperluan sebagai berikut: - Penggunaan surplus anggaran untuk pembiayaan belanja defisit layanan infrastruktur perkotaan; - Penyertaan modal untuk pengelolaan infrastruktur perkotaan; - Memasukkan sebagian surplus anggaran ke dalam dana cadangan guna membiayai program pembangunan infrastruktur kota skala besar. Untuk dapat menggunakan surplus anggaran di atas, maka Pemerintah Kota Lhokseumawe akan mengkaji langkah-langkah berikut: - Mengidentifikasikan besaran-besaran defisit anggaran layanan infrastruktur untuk kemudian dibiayai melalui surplus anggaran. - Mengidentifikasikan program pembangunan infrastruktur Kota Lhokseumawe skala besar serta besarnya dana anggaran yang dibutuhkan. Setelah itu Pemerintah Kota Lhokseumawe akan berusaha mengkaji untuk
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-73
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 membentuk komitmen pembentukan dana cadangan untuk pembiayaan program tersebut.
10. Memanfaatkan Anggaran Pemerintah Pusat dan Anggaran Provinsi Sebagaimana disebutkan di atas, maka untuk tahap ini, Pemerintah Kota Lhokseumawe akan menetapkan program-program pembangunan infrastruktur yang tidak mampu didanai dengan pendanaan internal kota untuk diusulkan dibiayai dengan RPIJM ataupun dana anggaran pendapatan dan belanja Aceh. Langkah-langkah yang akan diambil untuk menerapkan strategi pemanfaatan RPIJM adalah sebagai berikut: - Identifikasi program pembangunan infrastruktur infrastruktur Kota Lhokseumawe yang tidak dapat terakomodir oleh pendanaan internal; - Membentuk proposal usulan program terpilih kepada Kementrian PU yang terdiri dari proposal administrasi, usulan teknis dan proposal pembiayaan program; - Menyampaikan proposal usulan program kepada Kementrian PU dan melakukan pendekatan kepada Tim Teknis Infrastruktur Pusat. Sedangkan langkah-langkah yang akan diambil untuk mendapatkan pembiayaan dari APB Aceh adalah sebagai berikut: - Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Aceh terutama untuk mengidentifikasikan besaran anggaran yang bisa didapatkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Kota Lhokseumawe; - Identifikasi program pembangunan infrastruktur Kota Lhokseumawe yang tidak terakomodir dengan pendanaan internal; - Membentuk proposal usulan program terpilih kepada Pemerintah Aceh yang terdiri dari proposal administrasi,usulan teknis dan proposal pembiayaan program; - Menyampaikan proposal serta membentuk komitmen pendanaan kepada Pemerintah Aceh.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-74
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 11. Memanfaatkan Pendanaan Melalui Hibah Luar Negeri. Mengingat konsekuensi pengembalian pinjaman dapat membebani keuangan daerah, sementara investasi di sektor infrastruktur yang umumnya belum dapat cost recovery, maka Pemerintah Kota Lhokseumawe akan lebih memfokuskan pada pembiayaan hibah luar negeri. Untuk itu tahapan yang akan dilakukan Pemerintah Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut: - Mengidentifikasikan program-program infrastruktur skala besar yang belum mampu dibiayai pendanaan internal kota; - Penyusunan proposal administrasi, teknis, dan proposal finansial untuk program terpilih; - Penyampaian usulan hibah kepada pemerintah (langsung kepada Bappenas ataupun melalui Kementrian Teknis terkait).
12. Memanfaatkan Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan salah satu unsur dalam sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan bertanggungjawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah diikuti dengan pemberian dana. Dana yang diberikan untuk mendanai sebagian kewenangan yang dilimpahkan merupakan Dana Dekonsentrasi yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk Instansi Vertikal Pusat di daerah.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VI-75
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
http://www.bappedalhokseumawe.web.id Bappeda Kota Lhokseumawe BAB VII
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VIII-1
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017
RRENCANA KESEPAKATAN (MEMORANDUM) RENCANA INVESTASI DAN KAIDAH PELAKSANAAN
Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menengah Pekerjaan Umum Cipta Karya Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 sebagai pedoman, landasan dan referensi dalam menyusun program pembangunan sarana dan prasarana yang terpadu bagi Kota Lhokseumawe. RPIJM Tahun 2013-2017 selanjutnya diharapkan dapat menjadi pedoman bagi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Bidang Cipta Karya setiap tahunnya. RPIJM Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 yang telah disusun ini hendaknya dapat dilaksanakan secara konsisten, jujur, transparan, partisipatif dan penuh tanggungjawab dan merupakan pedoman bagi penyusunan bagi program pembangunan selanjutnya. Untuk itu perlu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut: 1. Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Lhokseumawe serta masyarakat termasuk dunia usaha berkewajiban untuk melaksanakan program-program dalam RPIJM PU/ Cipta Karya Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 dengan sebaik-baiknya; 2. Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Lhokseumawe berkewajiban untuk menyusun rencana strategis yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pokok pembangunan yang disusun dengan berpedoman pada Program Jangka Menengah Kota Lhokseumawe Tahun BAB
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VIII-2
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 2013-2017 yang nantinya akan menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Strategis Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah; 3. Satuan Kerja Perangkat Daerah berkewajiban menjamin konsistensi antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Lhokseumawe yang telah ditetapkan maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Aceh; 4. Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017, Dinas Pekerjaan Umum berkewajiban untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penjabaran Rencana Program Jangka Menengah Bidang Cipta Karya Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 ke dalam Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah; 5. Dalam pelaksanaan pembiayaan Program Jangka Menengah Bidang Cipta Karya Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 ini perlu sinkronisasi antara pola investasi yang direncanakan oleh pemerintah daerah dengan investasi pembangunan yang direncanakan dan dibangun oleh pemerintah pusat (baik badan, instansi maupun departemen yang terkait); 6. Melalui Program Jangka Menengah Bidang Cipta Karya Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 nantinya dapat meningkatkan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dan dapat meningkatkan dan mengembangkan kapasitas pemerintah daerah Kota Lhokseumawe. Pelayanan terhadap masyarakat yang akan terus membaik yang pada gilirannya kelak akan menciptakan kemajuan dan kesejahteraan kehidupan di Kota Lhokseumawe. Melalui Program Jangka Menengah Bidang Cipta Karya Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017 diharapkan dapat meningkatkan taraf (kualitas) hidup dan kesejahteraan masyarakat Kota Lhokseumawe. Untuk memberikan dasar hukum Program Investasi Jangka Menengah Bidang Ke Cipta Karyaan yang diusulkan Kota Lhokseumawe diperlukan lembar kesepakatan antara DPRK dan Walikota untuk melaksanakan dan mendanai program investasi bidang Cipta Karya. Nota Kesepakatan ini penting bagi
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VIII-3
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 pelaksanaan program investasi yang termuat dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah, antara lain: 1. Sebagai dasar penentuan dukungan Pemerintah Pusat kepada Kota Lhokseumawe pada penyelenggaraan bidang Cipta Karya; 2. Mendorong komitmen Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam menyusun program investasi bidang Cipta Karya dalam RPIJM; 3. Memberikan penguatan dalam prosedur pendanaan, terutama dana dari lingkungan eksternal Pemerintah Kota Lhokseumawe, antara lain dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pinjaman Luar Negeri, masyarakat atau kerjasama dengan pihak swasta. 8.1. Ringkasan Rencana Pembangunan Kota Lhokseumawe Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kota Lhokseumawe Bidang Cipta Karya merupakan keterpaduan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi program yang akan menjadi pedoman dalam kegiatan pembangunan dan peningkatan bidang PU/ Cipta Karya. Adapun ringkasan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut: a. Rencana Investasi Bidang Air Minum b. Rencana Investasi Bidang Persampahan c. Rencana Investasi Bidang Air Limbah d. Rencana Investasi Bidang Drainase e. Rencana Investasi Bidang Penataan Bangunan Lingkungan f. Rencana Investasi Pengembangan Permukiman Dengan adanya program yang jelas dan terperinci ini diharapkan pelaksanaannya akan dapat lancar dan terkoordinasi dengan baik tahapan pelaksanaannya.
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VIII-4
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 8.2. Ringkasan Program Prioritas Infrastruktur Ringkasan program prioritas infrastruktur bidang Cipta Karya di Kota Lhokseumawe disusun atas dasar kebutuhan dasar masyarakat dan wilayah Kota Lhokseumawe yang telah terangkum pada matrik terlampir. Untuk memudahkan pelaksanaannya dibuat kerangka logis usulan program/ kegiatan yang sangat dibutuhkan dengan jelas dan tepat sasaran serta terjamin keberlanjutannya secara efektif dan efisien. Dalam penyusunan kerangka logis (logical framework) agar dapat memberikan gambaran tujuan, parameter penilaian, cara menilai dan evaluasi pelaksanaan dengan jelas. 8.3. Pengaturan dan Mekanisme Pelaksanaan Pengaturan dan mekanisme pelaksanaan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) bidang Pekerjaan Umum Cipta Karya Kota Lhokseumawe memerlukan kesepakatan bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kota Lhokseumawe maupun dengan masyarakat/ swasta agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Kesepakatan bersama ini merupakan acuan dan pedoman dalam pelaksanaan program dan kegiatan serta komitmen dalam penganggarannya dengan jelas. RENCANA KESEPAKATAN (MEMORANDUM) TENTANG RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013-2017
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Penyediaan infrastruktur permukiman menjadi kewenangan wajib bagi
Bappeda Kota Lhokseumawe, 2012 VIII-5
RPIJM PKD RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA KOTA LHOKSEUMAWE 2013-2017 Pemerintah Kabupaten/ Kota, sehingga lebih mendekatkan antara pengambil kebijakan dengan masyarakat pengguna infrastruktur permukiman. Menghadapi dinamika perubahan yang terjadi tersebut, kami menyadari bahwa diperlukan keselarasan dalam cara pandang atau paradigma pengembangan sektor-sektor dalam konstelasi pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan. Untuk itu, kami menyepakati untuk melakukan kesepakatan dalam perencanaan dan pelaksanaan Program Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/ Cipta Karya Kota Lhokseumawe tahun 20132017 sebagaimana terlampir. Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/ Cipta Karya Kota Lhokseumawe tahun 20132017 ini pada dasarnya dapat dilanjutkan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan yang ada pada tahun-tahun berikutnya. Demikian Rencana Kesepakatan (Memorandum) ini kami buat berdasarkan kepedulian kami dalam upaya-upaya percepatan pelaksanaan pembangunan bidang PU/ Cipta Karya yang berkelanjutan.
Mengetahui, KETUA DPRK LHOKSEUMAWE
SAIFUDDIN YUNUS Lhokseumawe, Juli 2012 WALIKOTA LHOKSEUMAWE
SUAIDI YAHYA
Dokumen Serupa dengan RPIJM Kota Lhokseumawe Tahun 2013-2017