Anda di halaman 1dari 14

MATA KULIAH ANALISIS MAKANAN DAN PANGAN

FAKULTAS FARMASI
ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIKA
Teknik Analisis Residu Golongan Tetrasiklin Dalam Daging Ayam
Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Oleh:
MUH. AZWAR AR
N 111 10 257
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Antibiotika dipakai secara luas dalam industri peternakan dengan
tujuan untuk pengobatan, sehingga dapat mengembalikan kondisi ternak
menjadi normal kembali (sehat). Kemudian tujuan lain pemakaian
antibiotika sebagai imbuhan pakan sehingga dapat mempercepat
pertumbuhan ternak. Sinaga (2004) mengungkapkan, penambahan obat-
obatan antibakteri (antibiotik) ke dalam ransum pakan ternak bertujuan
untuk meningkatkan laju pertumbuhan berat badan atau memperbaiki laju
efisiensi pakan. Penggunaan obat-obatan tersebut meningkat tajam,
khususnya pada sapi potong dan ayam pedaging untuk mempercepat laju
pertumbuhan bobot badan. Salah satu antibiotik yang banyak digunakan
adalah golongan tetrasiklin untuk menghambat sintesis protein bakteri.
Penggunaan antibiotik tersebut harus sesuai dengan aturan karena bila
menyalahi aturan, akan menimbulkan residu pada produk ternak. Residu
antibiotik dapat menimbulkan alergi, keracunan, gagalnya pengobatan
akibat resistensi, dan gangguan jumlah mikroflora dalam saluran
pencernaan. Dilaporkan bahwa lebih dari 50% dari 200 sampel susu sapi
yang dianalisis mengandung residu antibiotik cukup tinggi.
Residu antibiotik tetrasiklin pada daging ayam belum dilaporkan.
Oleh karena itu, perlu Diketahui kemungkinan adanya residu antibiotik
tersebut Dalam daging ayam dengan melakukan pemeriksaan sampel
daging ayam dari lapangan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
BAB II
PEMBAHASAN
Daging ayam merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi dan
berperan penting dalam memperbaiki kualitas sumber daya manusia.
Daging ayam yang beredar di Indonesia sebagian besar berasal dari
ayam pedaging. Ayam pedaging mampu tumbuh cepat sehingga dapat
menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat, yaitu 5-7 minggu. Ayam
pedaging memiliki peran penting sebagai sumber protein hewani asal
ternak.
Antibiotik adalah substansi yang dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang sangat rendah.
Kemungkinan adanya residu antibiotik ini dalam daging ayam dilakukan
dengan pemeriksaan sampel daging ayam dari lapangan dengan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid
Chromatography (HPLC).
KCKT merupakan salah satu metode kimia dan fisiko-kimia yang
menggunakan teknologi kolom sistem pompa tekanan tinggi dan detektor
yang sensitif sehingga dapat memisahkan senyawa kimia dengan
kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Detektor yang dipergunakan adalah
diode array, yang merupakan modifikasi dari detektor ultraviolet, yang
lebih sensitif dan spesifik dengan dua panjang gelombang yang telah
ditentukan. Detektor ini digunakan untuk mendeteksi sampel pada daerah
spektrum ultraviolet sampai cahaya tampak (visible). Pembacaan dan
pengukuran dilakukan oleh monokromator yang menggunakan lampu
tungsten atau deuterium.
Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Toksikologi, Balai Besar
Penelitian Veteriner (Bbalitvet), Bogor pada bulan Februari-Juni 2011.
Bahan yang digunakan ialah daging ayam, standar oksitetrasiklin (OTC),
tetrasiklin (TC), klortetrasiklin (CTC), asam oksalat, 0,0025M, asetonitril
(grade), asam trikloroasetat 20%, asam sitrat monohidrat, dinatrium
hidrogenfosfat dihidrat, garam dinatrium EDTA, gas nitrogen, metanol p.a,
kertas saring 0,45 m, alumunium foil, parafilm, akuades, dan akuabides.
Alat yang digunakan ialah KCKT Shimadzu LC-20AD, syringe KCKT,
kolom varian Polaris 5 C
18
-A 150 x 4,6 mm, kolom solid phase extraction
(SPE) varian C
18
, sentrifuse Backman model Tj-6, tabung sentrifuse,
vortex, penyaring vakum, neraca analitik, syringe plastik, mikropipet, tip
mikropipet, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, labu takar, pipet tetes,
batang pengaduk, vial kecil, dan sudip.
Adapun tahapan-tahapan metode analisis yang dilakukan peneliti:
A. Pembuatan larutan baku
Larutan baku merupakan stok larutan baku yang nantinya akan
diencerkan menjadi larutan baku campuran, kemudia digunakan sebagai
larutan baku kerja. Untuk membuat larutan baku, ditimbang 10 mg standar
tetrasiklin, oksitetrasiklin, dan klortetrasiklin, kemudian masing-masing
dilarutkan dengan metanol lalu dimasukkan ke dalam labu takar dan
ditepatkan hingga 10 ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan standar
1.000 mg/l. Sebanyak 500 l larutan standar tetrasiklin, 500 l larutan
standar oksitetrasiklin, 1.000 l larutan standar klortetrasiklin konsentrasi
1.000 mg/l dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml, kemudian ditepatkan
dengan metanol sehingga didapat konsentrasi larutan standar campuran
antibiotik tetrasiklin (1:1:2) 100:100:200 mg/l.
B. Pembuatan larutan baku campuran
Larutan baku campuran merupakan larutan baku yang nantinya
akan digunakan sebagai larutan baku kerja, yang diinjeksi setiap akan
melakukan analisis dengan menggunakan alat KCKT. Untuk membuat
larutan baku campuran OTC 10 ppm, TC 10 ppm, dan CTC 20 ppm,
dipipet 200 l larutan baku pembanding oksitetrasiklin 100 ppm, 200 l
Larutan baku pembanding tetrasiklin 100 ppm, dan 400 l larutan baku
pembanding klortetrasiklin, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 2 ml
dan dilarutkan dengan fase gerak hingga tanda dan dikocok hingga
homogen. Pembuatan larutan baku campuran OTC 1 ppm, TC 1 ppm,
Dan CTC 2 ppm dilakukan dengan memipet 200 l larutan baku campuran
OTC 10 ppm, TC 10 ppm, dan CTC 20 ppm kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 2 ml dan dilarutkan dengan fase gerak hingga tanda tera
dan dikocok sampai homogen.
C. Pembuatan larutan trikloroasetat 20%
Larutan trikloroasetat 20% merupakan larutan yang digunakan
untuk melarutkan sampel daging ayam. Pembuatan larutan trikloroasetat
dilakukan dengan menimbang 20 g asam trikloroasetat kemudian
dilarutkan dengan akuabides, setelah itu dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml dan ditera dengan akuabides.
D. Pembuatan Larutan Bufer Mc Illvaine
Larutan bufer Mc Illvaine merupakan larutan yang digunakan untuk
mengekstrak sampel daging ayam. Pembuatan larutan bufer Mc Illvaine
dilakukan dengan cara menimbang masing-masing 11,8 g asam sitrat
monohidrat, 13,72 g dinatrium hidrogenfosfat dihidrat, dan 33,62 g garam
Dinatrium EDTA, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 1.000 ml,
diencerkan, dan ditera dengan akuabides.
E. Pembuatan Larutan Metanol 5%
Larutan metanol 5% merupakan larutan yang digunakan untuk
mencuci kolom SPE setelah ekstrak sampel dilewatkan. Pembuatan
larutan metanol 5% dilakukan dengan cara menuang metanol 5 ml ke
dalam labu takar 100 ml, kemudian ditera dengan akuabides.
F. Pembuatan Larutan Metanol Oksalat
Larutan metanol oksalat merupakan pelarut untuk elusi kolom SPE,
yang di dalamnya sudah dilewatkan ekstrak sampel daging ayam. Larutan
metanol oksalat dibuat dengan cara menimbang 1.297 g asam oksalat
dan dilarutkan dengan metanol p.a, kemudian dituang ke dalam labu takar
100 ml serta ditera dengan metanol p.a.
G. Pembuatan Larutan Fase Gerak
Larutan fase gerak merupakan larutan campuran dari berbagai
bahan kimia, air, dan pelarut organik dan digunakan sebagai fase gerak
pada alat KCKT. Pembuatan fase gerak dilakukan dengan cara
mencampur 200 ml asam oksalat 0,0025 M dengan 50 ml asetonitril.
Setelah itu, campuran disaring dengan menggunakan penyaring vakum
dengan kertas saring 0,45 m sehingga diperoleh perbandingan metanol
dan asam oksalat 4:1 (v/v).
H. Proses Ekstraksi Sampel
Sebanyak 5 g daging ayam yang telah digiling, ditempatkan dalam
tabung sentrifus. Setelah itu, ditambahkan 2 ml larutan asam trikloroasetat
20% kemudian diaduk. Sampel ditambah- kan 18 ml larutan bufer Mc
Ilvaine-EDTA kemudian diputar pada kecepatan 3.000 rpm selama 10
menit. Larutan supernatan hasil sentrifus dipisahkan dari residunya
kemudian dimasukkan ke dalam kolom SPE. Sebelumnya, kolom SPE
diaktifkan terlebih dahulu dengan 20 ml metanol dan 20 ml air. Setelah
sampel dimasukkan, kolom SPE dicuci dengan 20 ml metanol 5%,
kemudian kolom SPE tersebut dielusi dengan 6 ml metanol oksalat.
Setelah proses ekstraksi selesai, filtrat dipindahkan ke dalam aliran gas
nitrogen sampai kering, kemudian dilarutkan dengan 250 l larutan fase
gerak. Sebanyak 40 l sampel dianalisis dengan KCKT Shimadzu LC-20
AD dengan kondisi alat sebagai berikut:
Kolom : varian Polaris 5 C18-A 150 x 4,6 mm
Sistem : fase terbalik
Fase gerak : asam oksalat 0,0025 M - asetonitril (4:1, v/v)
Laju alir : 1 ml/menit
Detektor : Photodiode array (UV), 355 nm dan 368 nm
Sistem kromatografi cair kinerja tinggi dapat diuraikan dari gambar di
bawah ini:
I. Uji Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan
respons secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika
terhadap konsentrasi analit dalam sampel, biasanya dinyatakan dalam
variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan
matematika dari data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel
dengan berbagai konsentrasi analit. Persamaan dinyatakan dengan
rumus y = a + bx, di mana a adalah intersep dan b adalah kemiringan
garis dengan koefisien korelasi 0,995(Harmita 2004).
Untuk uji linearitas, dibuat larutan standar campuran antibiotik
tetrasiklin dengan konsentrasi 0,125; 0,250; 0,500; 1,000; 2,000; dan
4,000 mg/l. Sebanyak 40 l larutan dianalisis dengan KCKT. Linearitas
ditentukan menggunakan metode regresi kuadrat terkecil sebanyak tiga
kali ulangan untuk masing-masing konsentrasi. Persamaan linearitas yang
di gunakan ialah y = a + bx, dengan a adalah titik potong dan b adalah
kemiringan.
J. Penentuan Batas Konsentrasi Terendah
Penentuan batas konsentrasi terendah dilakukan sebelum mencari
limit deteksi alat. Larutan standar tetrasiklin, oksitetrasiklin, dan
klortetrasiklin dengan konsentrasi 50; 25; 10; 5; dan 1 g/l sebanyak 40 l
dianalisis dengan KCKTterendah yang dapat terbaca pada alat KCKT
kemudian diinjek sebanyak lima kali ulangan, kemudian dihitung respons
simpangan bakunya menggunakan rumus:
Limit of detection (LOD) = x + kSD
dengan x adalah luas puncak rata-rata konsentrasi terendah, SD (standar
deviasi) adalah simpangan baku luas puncak blanko, nilai k adalah 3
untuk LOD.
Dari analisis ini diperoleh hasil sebagaimana dalam tabel:
Dengan hasil uji linearitasnya ditampilkan dalam diagram di bawah:
Berdasarkan nilai yang dihasilkan melalui uji linearitas dan limit
deteksi alat KCKT maka alat tersebut sudah baik untuk menentukan
residu antibiotik golongan tetrasiklin. Kandungan residu antibiotik
golongan tetrasiklin dalam daging ayam pedaging cukup rendah, yaitu
OTC sekitar 241 g/l, TC hanya satu sampel yang terdeteksi, sedangkan
CTC yaitu sekitar 9-59 g/l. Kandungan tetrasiklin dalam semua sampel
daging ayam pedaging yang dianalisis berada di bawah batas maksimum
residu (BMR) tetrasiklin, yaitu 100 g/kg (SNI 2001) sehingga daging
aman dikonsumsi. Kandungan residu yang melewati BMR akan
menyebabkan daging tidak aman dikonsumsi karena dapat
mengakibatkan reaksi alergis, keracunan, dan resistensi mikroba tertentu
BAB III
KESIMPULAN
.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, analisis
terhadap 10 sampel daging ayam pedaging menunjukkan bahwa semua
sampel positif mengandung antibiotik CTC, sedangkan hampir semuanya
tidak mengandung residu TC, tetapi kandungan tetrasiklin masih berada di
bawah BMR (100 g/kg) sehingga daging aman dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anastasia, Yessy. Teknik Analisis Residu Golongan Tetrasiklin dalam
Daging Ayam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Buletin Teknik
Pertanian Vol. 16. No. 2. 2011. Hal. 68-73
2. Yuningsih. Keberadaan Residu Antibiotika dalam Produk Peternakan
(Susu dan Daging). Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk
Peternakan. Hal. 48-55

Anda mungkin juga menyukai