Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Geologi Regional
Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya dibagi
menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic
Arc) sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan
Sunda, Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan
malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia,
Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan
segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-
Miosen dan yang keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi,
kepulauan paling timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua
yang berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.

Gambar 2. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)
Mandala Barat (West & North Sulawesi Vulcano-Plutonic Arc)
Mandala barat memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan selatan
pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan volkanik-plutonik
berusia Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen berusia mesozoikum-tersier
dan batuan malihan. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat
sebagai busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan
barat. Bagian utara memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian
barat dari Buol sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik
sampai andesitik, terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik
yang terbentuk pada Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat
mempunyai batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan
gunung api - sedimen berumur Mesozoikum - Kuarter dan batuan malihan
berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos granitoid bersusunan terutama
granodioritik sampai granitik yang berupa batolit, stok, dan retas.
2.1.1 Mandala Barat Bagian Utara
Busur Sulawesi Utara mencakup Propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo,
memanjang sekitar 500km dari 121
o
E 125
0
20E dengan lebar 50-70 km dan
memiliki ketinggian lebih dari 2065 m, dimana ketinggian daerah di sekitar leher
pulau Sulawesi mencapai 3.225 m.
Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi oleh batugamping sebagai
satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. Satuan batuan lainnya adalah
kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksikonglomerat kasar, berselingan
dengan batupasir halus-kasar, batu lanau dan batu lempung yang didapatkan di
daerah Ratatotok Basaan, serta breksi andesit piroksen. Kelompok Tuf
Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar andesitan
mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesit-
trakit.
Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api Muda terdiri atas
lava andesit-basal, bom, lapili dan abu. Kelompok batuan termuda terdiri dari
batugamping terumbu koral, endapan danau dan sungai serta endapan aluvium.
Adapun sirtu atau batu kali banyak terdapat di daerah sungai Buyat yang
diusahakan oleh penduduk setempat sebagai bahan pondasi bangunan.

Gambar 3. Peta Geologi Manado dan Minahasa, Sulawesi Utara
Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu subduksi
di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 16 Ma) dan pasca tumbukan
dan pengangkatan busur Sulawesi serta permulaan subduksi sepanjang palung
Sulawesi Utara selama akhir Miosen sampai dengan Kuarter (9 Ma). Batuan
vulkanik busur Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter, menyimpan banyak
geologi daerah sekitar Manado di masa awal Miosen. Singkapan-singkapan kecil
berupa andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik Kuarter yang menutupi
kepulauan Sangihe dan bagian utara Manado, menunjukkan bahwa busur
volkanik yang lebih tua berada di sepanjang pantai bahkan mungkin sampai ke
Mindanao yang membentuk basement busur Sangihe saat ini.
Adapun busur Neogen yang merupakan busur batuan gunung api tidak
berada di antara Tolitoli dan Palu di sekitar leher pulau Sulawesi, hal ini
disebabkan karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan
granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi di masa
awal Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat sedikit. Meskipun
demikian, masih bisa disimpulkan bahwa zona Benioff di awal Miosen berada
sepanjang leher pulau Sulawesi ke arah selatan menuju sesar Paleo Palu-
Matano.

Gambar 4. Peta Geologi Gorontalo
Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik Sulawesi
Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api Eosen - Pliosen dan batuan
terobosan. Pembentukan batuan gunung api dan sedimen di daerah penelitian
berlangsung relatif menerus sejak Eosen Miosen Awal sampai Kuarter, dengan
lingkungan laut dalam sampai darat, atau merupakan suatu runtunan regresif.
Pada batuan gunung api umumnya dijumpai selingan batuan sedimen, dan
sebaliknya pada satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan gunung api,
sehingga kedua batuan tersebut menunjukkan hubungan superposisi yang jelas.
Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit,
sedangkan batuan gunung api yang lebih muda merupakan batuan busur
kepulauan. Geologi umum daerah Kabupaten Boalemo dan Kabupaten
Gorontalo disusun oleh batuan dengan urutan stratigrafi sebagai berikut :
1. Batuan beku berupa : Gabro, Diorit , granodiorit, granit, dasit dan munzonit
kwarsa.
2. Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf lapili dan breksi
gunungapi.
3. Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir hijau
dengan sisipan batugamping merah, batugamping klastik dan batugamping
terumbu. Endapan Danau, Sungai Tua dan endapan alluvial.

2.2 Tektonik Regional
Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan evolusi tektonik
dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang terjadi di Sulawesi bagian
barat pada masa kenozoikum. Yang pertama adalah rifting dan pemekaran lantai
samudera di Selat Makassar pada Paleogen yang menciptakan ruang untuk
pengendapan material klastik yang berasal dari Kalirnantan . Yang kedua adalah
peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen. Kompresi ini dipengaruhi oleh
tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit serta fragmen-fragmen busur
kepulauan di arah timur. Fragmen-fragmen ini termasuk mikro-kontinen Buton,
Tukang Besi dan Baggai Sula. Kompresi ini menghasilkan Jalur Lipatan Sulawesi
Barat (West Sulawesi Fold Belt) yang berkembang pada Pliosen Awal. Meskipun
ukuran fragmen-fragmen ini relatif kecil, efek dari koalisinya dipercaya menjadi
penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa tektonik di seluruh bagian Sulawesi
(Calvert, 2003).

Gambar 5. Perkembangan Tektonik Sulawesi (Hall dan Smyth, 2008)
1. Kapur Akhir
Selama Kapur Akhir sikuen tebal sedimen bertipe flysch diendapkan di daerah
yang luas di sepanjang daerah Sulawesi bagian barat. Sedimen ini ditindih oleh
kompleks melange di bagian selatan dan kompleks batuan dasar metamorf di
bagian tengah dan utara . Sedimen umumnya berasosiasi dengan lava dan
piroklastik yang mengindikasikan bahwa batuan ini berasal dari busur kepulauan
vulkanik dan diendapkan di daerah cekung an depan busur (Sukamto &
Simandjuntak, 1981).
Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur berkembang sebagai
cekungan laut dalam, tempat sedimen pelagic diendapkan sejak zaman Jura di
atas batuan dasar ofiolit. Besar kemungkinan jika cekungan laut dalam Kapur ini
dipisahkan oleh sebuah palung dari daerah Sulawesi Bagian Barat.
Palung tersebut kemungkinan terbentuk akibat subduksi ke arah barat, tempat
Melange Wasuponda berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Subduksi ini menyebabkan terjadinya magmatisme di sepanjang daerah
Sulawesi Bagian Barat. Batuan metamorf yang ada di Sulawesi Bagian Barat
diyakini terjadi selama subduksi Kapur ini. Daerah Banggai-Sula merupakan
bagian dari paparan benua sejak Mesozoikum awal, dimana diendapkan klastik
berumur Trias akhir hingga Kapur. Batuan dasar benua terdiri dari batuan
metamorf zaman karbon dan plutonik Permo-Trias.
2. Paleogen
Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat berhenti di
bagian selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut hingga Eosen.
Gunungapi aktif setempat selama Paleo sen di bagian selatan dan selama Eosen
di bagian tengah dan utara, pengendapan batuan karbonat (Formasi Tonasa)
terjadi di daerah yang luas di selatan selama Eosen hingga Miosen yang
mengindikasikan bahwa bagian daerah tersebut adalah paparan yang stabil.
Sejak: Paleosen, sulawesi bagian timur mengalami shoaling dan diendapkan
batuan karbonat air-dangkal (Formasi Lerea).
Pengendapan batuan karbonat di daerah ini berlanjut hingga Miosen Awal
(Formasi Takaluku). Di bagian barat Banggai-Sula, sikuen tebal karbonat
bersisipan klastik diendapkan di daerah yang luas. Karbonat ini diendapkan
sampai Miosen Tengah (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Zona subduksi dengan kemiringan ke barat yang dimulai sejak zaman Kapur
menghasilkan vulkanik Tersier Awal di Daerah Sulawesi Bagian Barat, dan
proses shoalinglaut di daerah Sulawesi Bagian Timur, begitu pula di Daerah
Banggai-Sula (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Di daerah Selat Makassar terjadi peregangan kerak. Daerah Selat Makassar
bagian utara adalah bagian awal dari failed rift atau aulacogen, yang terbentuk
sebagai bagian selatan dari pusat pemekaran Laut Sulawesi.
Kombinasi guyot, kelurusan gravitasi, fasies seismik, bersama dengan distribusi
aliran panas yang dihasilkan oleh Kacewicz dkk tahun 2002 (dalam Fraser dkk.,
2003), mendukung usulan pola transform/ekstensional untuk peregangan kerak
Eosen Tengah di laut dalam Cekungan Makassar Utara.
Titik paling utara Selat Makassar yang mengalami transform adalah cekungan
Muara dan Berau. Sumbu pemekaran lantai samudera kemudian menyebar ke
arah selatan mendekati Paternosfer Platform sumbunya menyimpang ke arah
timur dan kembali ke arah liaratdaya menuju Selat Makassar selatan. Perluasan
yang menerus dan diikuti pembebanan pada Eosen akhir (menghasilkan
peningkatan akomodasi ruang yang signifikan), kelimpahan material benua
berbutir halus diendapkan di daerah yang luas pada Cekungan Makassar Utara,
berlanjut hingga Oligo sen dan Miosen Awal. Suksesi batulempung tebal yang
dihasilkan membentuk media yang mobile untuk thinskinned basal detachment di
bawah bagian selatan dari Jalur Lipatan Sulawesi Barat yang mulai ada selama
Pliosen awal.
3. Neogen
Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya vulkanisme yang
kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi Bagian Barat. Batuan vulkanik
yang awalnya diendapkan lingkungan dasar laut dan kemudian setempat
menjadi terestrial pada Pliosen. Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal di
selatan tetapi menerus sampai sekarang di bagian utara.
Magmatisme yang kuat di Daerah Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah
berkaitan dengan dengan proses tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian
Timur akibat gerakan benua-mikro Banggai-Sula ke arah barat. Peristiwa tektonik
ini mengangkat dan menganjak hampir keseluruhan material di dalam Daerah
Sulawesi Timur, batuan ofiolit teranjak dan terimbrikasi dengan batuan yang
berasosiasi termasuk melange.
Pada bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur ke dalam
sedimen Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula. Selama
pengangkatan seluruh daerah Sulawesi yang terjadi sejak Miosen Tengah, sesar
turun (block-faulting) terbentuk di berbagai tempat membentuk
cekungancekungan berbentuk graben. Saat Pliosen, seluruh area didominasi
oleh block faulting dan sesar utama seperti sesar Palu-Koro tetap aktif.
Pergerakan epirogenic setelahnya membentuk morfologi Pulau Sulawesi yang
sekarang. Peristiwa tektonik ini menghasilkan cekungan laut dangkal dan sempit
di beberapa tempat dan beberapa cekungan darat terisolasi. Batuan klastik kasar
terendapkan di cekungan-cekungan ini dan mernbentuk Molasse Sulawesi.
Peristiwa tektonik Miosen Tengah juga membengkokkan Daerah Sulawesi
bagian Barat seperti bentuk lengkungan yang sekarang dan menyingkap batuan
metamorf di bagian leher pulau. Jaluh Lipatan Sulawesi Barat terletak tepat di
sebelah barat Sesar Palu-Koro, sebuah transform kerak besar dan sinistral, yang
pada awalnya terbentuk saat Eosen oleh pemekaran Laut Sulawesi. Kompresi
yang menerus menghasilkan strukturstruktur berarah barat dari JLSB, sementara
material mikro-kontinen yang awalnya berasal dari Lempeng Australia (Material
Australoid) bergerak ke arah barat selama Miosen bertumbukan dengan JLSB.
Pada Pliosen awal, bagian timur dari batas pre-rift dari Cekungan Makassar
Utara membentuk komponen dasar laut dari JLSB. Mikrokontinen
Australia ini yang pertama adalah Buton, kemudian diikuti oleh Tukang Besi.
Arah vector tumbukan ini pada awalnya adalah utara-barat laut (dengan
perhitungan sekarang), tumbukan selanjutnya lebih berarah baratlaut. Variasi ini
cukup signifikan, mengingat arah stress yang datang (dari timor dan selatan)
mempengaruhi arah displacement kompresi yang sudah ada di JLSB.

Anda mungkin juga menyukai