PENDAHULUAN
He p a t i t i s v i r u s a k u t me r u p a k a n i n f e k s i s i s t e mi k
y a n g d o mi n a n me n y e r a n g h a t i . Hampir semua kasus hepatitis
akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus meliputi virus
hepatitis A (HAV), vi r us hepat i t i s B (HBV), virus hepatitis C (HCV),
virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang
ditularkan pasca transfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah
dapat diidentifikasi akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Semua jenis
hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali
virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA. Walau virus-virus tersebut
berbeda dalam sifat molecular dan antigen, akan tetapi semua jenis virus
tersebut memperlihatkan kesamaan dalam perjalanan penyakitnya.
II. HEPATITIS VIRUS AKUT
a. Hepatitis A
Definisi
Hepatitis A adalah infeksi sistemik akut yang mempengaruhi organ
hati disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). Hepatitis A merupakan suatu
penyakit self-limitting dengan kekebalan seumur hidup. Pada anak, infeksi
HAV yang memberi gejala klinis (simtomatis) hanya 30% sedangkan 70%
lainnya dalam bentuk sub-klinis (asimtomatis). Virus ini dapat ditemukan
dalam tinja penderita hepatitis A. Hepatitis A ditularkan bila seseorang
menaruh atau memakan sesuatu yang terkontaminasi oleh tinja penderita
hepatitis A. Masa inkubasinya adalah 15-50 hari, rata-rata adalah 30 hari.
Hepititis A merupakan penyakit non kronik.
Epidemiologi Hepatitis A
Hepatitis A Distribution 2005 Hepatitis A Distribusi 2005
HAV ditemukan dalam tinja penderita hepatitis A. Hepatitis A
cenderung mengenai orang-orang yang berada pada risiko tinggi termasuk
wisatawan ke negara-negara berkembang di mana tingkat kebersihannya
masih buruk, selain itu pada mereka yang memiliki kontak seksual, terutama
pada kasus oral-sex. Terdapat 30.000 kasus hepatitis A dilaporkan kepada
Center for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Sserikat pada
tahun 1997 dan diperkirakan bahwa terdapat sebanyak 270.000 kasus setiap
tahun dari 1980 sampai 2000.
Di negara-negara berkembang, terutama di negara yang masih
tertinggal dengan standar kebersihan yang buruk, angka kejadian infeksi virus
ini tinggi dan kebanyakan menyerang anak-anak usia dini, dan penyakit ini
tidak menimbulkan tanda-tanda infeksi dan gejala klinis pada lebih dari 90%
anak-anak. Di Eropa, Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya,
penyakit ini banyak menyerang anak usia remaja.
Hepatitis A hanya menimbulkan penyakit akut, tidak ada yang kronis
dan tidak menyebabkan kerusakan hati yang permanen. Pada saat terjadi
infeksi, maka sistem kekebalan membuat antibodi terhadap HAV yang
memberikan kekebalan terhadap infeksi selanjutnya. Penyakit ini dapat
dicegah dengan vaksinasi, yakni vaksin hepatitis A yang telah terbukti efektif
dalam mengendalikan wabah di seluruh dunia.
Etiologi Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh Hepatitis A Virus ( HAV ), yang memiliki
ciri-ciri :
digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus
Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik
Untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb
Pada manusia terdiri atas 1 serotipe, 3 genotipe
Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal
Mengandung 3/4 polipeptida virion di kapsomer
Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti
yang nyata adanya replikasi di usus.
Menyebar pada primata non manusia dan galur sel manusia.
Tahan terhadap panas pada suhu 60C selama 1 jam
Penularannya secara enterik mempunyai ciri :
o Virus tanpa selubung
o Tahan terhadap cairan empedu
o Ditemukan di tinja
o Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik
o Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier
intestinal.
HAV dapat diinaktifasi dengan :
Sinar Ultraviolet
Formalin 1 : 4000 selama 3 hari pada suhu 37C
Klorine 1-15 ppm selama 30 menit
Sodium hipoklorit 0,5% selama 15 menit
Pemanasan kering selama 1 jam
Otoklaf
Patogenesis Hepatitis A
Perjalaran virus ini dimulai pada saat menelan makanan atau minuman
yang mengandung HAV. Kemudian virus akan memasuki aliran darah melalui
epitel di orofaring atau usus. Darah yang membawa virus, akan masuk ke
hati, yang merupakan target utama dan akan merusak hepatosit dan sel
Kupffer, yang merupakan makrofag dari hati.
Perkembangan penelitian terakhir menyimpulkan adanya ikatan IgA-
HAV untuk memfasilitasi masuknya virus ke dalam hepatosit melalui reseptor
asialoglikoprotein (AGPR). Mekanisme kerusakan sel hati pada infeksi bukan
karena sifat sitopatik HAV tetapi oleh karena proses imuno-patogenik. Jadi
diperkirakan terdapat reaksi sitotoksik sel-T melawan antigen virus khusus
atau antigen membran sel yang diubah oleh virus untuk merusak sel-sel hati,
sehinga hepatosit yang diselimuti antibodi mungkin dihancurkan oleh daya
sitotoksik sel dari reaksi imunologi. Eliminasi virus dilakukan melalui sistem
imun humoral dan seluler.
Virus hepatitis A dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa
inkubasi dan fase preikterik. Sewaktu timbul ikterik, antibodi terhadap HAV
(anti-HAV) telah dapat diukur di dalam serum. Awalnya kadar antibodi IgM
anti-HAV meningkat tajam, sehingga memudahkan untuk mendiagnosis
secara tepat adanya suatu infeksi HAV. Setelah masa akut, antibodi IgG anti-
HAV menjadi dominan dan bertahan seterusnya sehingga keadaan ini
menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV di masa
lampau dan memiliki imunitas. Keadaan karier pada hepatitis A tidak pernah
ditemukan.
Gejala Klinik Hepatitis A
Gejala awal infeksi hepatitis A mirip dengan gejala influenza, tetapi
pada beberapa kasus, terutama anak-anak, penyakit ini dapat tidak
menimbulkan gejala sama sekali (asimtomatis). Gejala biasanya muncul 2
sampai 6 minggu setelah awal infeksi.
Pada hepatitis A ini dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu :
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung selama 18-50 hari, rata-rata 28
hari.
2. Fase prodromal
Masa prodromal terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu. Pada fase ini
timbul gejala berupa fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual,
muntah, rasa tidak nyaman didaerah kanan atas, demam (biasanya
<39C), merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu, nasal discharge,
sakit tenggorok, dan batuk. Dapat ditemukan pula penurunan badan
ringan, artralgia, atau mononeuritis cranial namun jarang. Tanda yang
ditemukan biasanya hepatomegali ringan dengan nyeri tekan (70%),
manifestasi ekstrahepatik lain dapat ditemukan pada kulit, sendi, atau
splenomegali (5-20%).
3. Fase ikterik
Fase ini dimulai dengan urin yang berwarna kuning tua, seperti teh
atau gelap, diikuti oleh feses yang berwarna seperti dempul (clay-coloured
faeces) kemudian warna sklera dan kulit perlahan-lahan menjadi kuning.
Gejala anoreksia, lesu, lelah, mual, dan muntah bertambah berat untuk
sementara waktu. Dengan bertambah berat ikterus gejala prodromal
umunya berkuran. Pruritus mungkin timbulnya bersamaan dengan ikterus
atau hanya beberapa hari sesudahnya. Didapatkan pula manifestasi
ekstrahepatik seperti viskulitis kutaneus dan arthritis.
4. Fase penyembuhan
Ikterik menghilang dan warna feses kembali normal dalam 4 minggu
setelah onset. Komplikasi yang sering terjadi pada sebagian kecil pasien
adalah hepatitis yang fulminan (<1%) atau kolestasis yang memanjang
(prolonged acute cholestasis),
Diagnosis Hepatitis A
A. Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara yang dilakukan dokter kepada
pasien untuk memperoleh informasi tentang keluhan dan gejala
penyakit yang dirasakan pasien. Selain itu dokter juga dapat
mengetahui informasi tentang hal yang diperkirakan sebagai penyebab
penyakit hepatitis serta proses pengobatan yang pernah dilakukan oleh
pasien.
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis :
A. Identitas pasien yaitu : nama, umur, jenis kelamin, dll.
B. Keluhan utama
Gejala prodromal (pra ikterik) seperti anoreksia, mual, muntah dan
demam dalam beberapa hari sampai minggu timbul ikterus, tinja
pucat dan urin berwarna gelap. Pada saat timbul ikterus, gejala
prodromal berkurang.
C. Riwayat perjalanan penyakit sekarang yaitu ditanyakan sejak kapan
gejala ini timbul sehingga dapat diketahui berat ringannya gejala
dan dapat ditentukan prognosisnya.
D. Riwayat kontak dengan penderita hepatitis sebelumnya
E. Riwayat penyakit terdahulu yaitu apakah sebelumnya sudah pernah
mengalami gejala seperti sekarang. Jika perlu, ditanyakan
penyebab timbulnya gejala yang sebelumnya sehingga lebih
mengarahkan kita menemukan etiologinya.
E. Faktor lingkungan yaitu apakah pasien dengan keadaan higien
perorangan yang kurang baik yang dapat mencetuskan tertularnya
hepatitis A.
F. Riwayat pemakaian obat-obat hepatotoksik.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Didapatkan sklera, kulit, dan mukosa berwarna kuning pada masa
ikterus
b. Palpasi
Nyeri tekan di daerah hati, hati teraba lunak dan kadang agak
membesar. Splenomegali dan limfadenopati pada 15 20% pasien.
c. Perkusi
Terdapat pekak hati meluas, luas daerah timpati berkurang.
d. Auskultasi
Bising usus normal, bila ada gangguan saluran cerna didapatkan
hipertimpani.
C. Pemeriksaan Penunjang
I. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan sejumlah
parameter zat-zat kimia maupun enzim yang dihasilkan jaringan hati
(liver). Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat keparahan
atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati dapat dinilai.
Tes serologi / darah adalah pemeriksaan kadar antigen maupun
antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui jenis virus penyebab hepatitis. Tes serologi untuk
mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM) terhadap virus
hepatitis A digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A akut. IgM
antivirus hepatitis A bernilai positif pada awal gejala. Keadaan ini
biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin
amintransferase (ALT/SGPT). Jika pasien telah sembuh, antibodi
IgM akan menghilang dan sebaliknya antibodi IgG akan muncul.
Adanya antibodi IgG menunjukan bahwa penderita pernah terkena
hepatitis A.
Beberapa jenis parameter biokimia yang diperiksa juga adalah
AST (aspartat aminotransferase), ALT (alanin aminotransferase),
alkalin fosfate, bilirubin, albumin dan waktu protrombin.
Pemeriksaan ini biasa dilakukan secara berkala untuk
mengevaluasi perkembangan penyakit maupun perbaikan sel dan
jaringan hati.
Salah satu jenis pemeriksaan yang sering dilakukan untuk
mengetahui adanya kerusakan pada hati adalah pemeriksaan
enzimatik. Enzim adalah protein yang dihasilkan oleh sel hidup dan
umumnya terdapat di dalam sel. Dalam keadaan normal terdapat
keseimbangan antara pembentukan enzim dengan
penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan sel atau peningkatan
permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruang
ekstra sel dan ke dalam aliran darah sehingga dapat digunakan
sebagai sarana untuk membantu diagnostik penyakit tertentu.
Pemeriksaan enzim yang biasa dilakukan untuk diagnosa hepatitis
antara lain:
1. Enzim yang berhubungan dengan kerusakan sel hati yaitu
SGOT, SGPT, GLDH, dan LDH.
2. Enzim yang berhubungan dengan penanda adanya sumbatan
pada kantung empedu (kolestasis) seperti gamma GT dan
fosfatase alkali.
3. Enzim yang berhubungan dengan kapasitas pembentukan
(sintesis) hati misalnya kolinestrase.
Hasil pemerikaan serologis pada seseorang terkena hepatitis A :
Serum IgM anti-HAV positif
Tes fungsi hati : SGPT dan SGOT yang meningkat pada
penderita hepatitis pada saat prodromal dan mencapai
puncaknya saat timbul ikterus
Bilirubin direk dan indirek meningkat
Hitung leukosit normal atau rendah
Protein serum umumnya normal tetapi terjadi peningkatan fraksi
gamma globulin (terutama IgG) menyatakan prognosis yang
kurang baik
Protrombin time (PT) mungkin memanjang dan ini menunjukan
keparahan dan perluasan nekrosis hati, biopsi hati jarang
dilakukan.
Serum alkali fosfatase menaik tapi biasanya terdapat di bawah
30 KA unit per-100 ml
Kadar besi yang meningkat
Urin
Secara makroskopik berwarna seperi teh tua dan apabila
dikocok memperlihatkan busa berwarna kuning kehijauan
Bilirubinuria
Urobilinuria
Feses
Tinja akholis
ditemukan virus dalam tinja dengan mikroskop elektron
Interpretasi Uji Serologis Petanda Virus Hepatitis
Uji Serologis Terhadap Serum Pasien Konklusi
Hbs Ag
IgM anti
HAV IgM anti HBC
+ - + (>600) Hepatitis B akut aktif
+ (>6bulan) - - (titer rendah) Hepatitis B kronik
+ (>6bulan) - - (titer rendah)
Hepatitis A akut pada hepatitis B
kronik
+ + + Hepatitis A dan B akut
- + - Hepatitis A akut
- + + Hepatitis A dan B akut
- - + Hepatitis B akut
- - - Hepatitis non A dan non B
II. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis hepatitis A adalah virus marker seperti
Imunodifusi radial (Ouchterlony), Counterimmunoelectrophoresis (CIEP),
Passive hemagglutination (PHA), Reverse passive hemaglutination (RPHA),
Enzyme immunoassay (EIA / ELISA), Radio immuno assay (RIA)
;USG(ultrasonografi) yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui adanya
kelainan pada organ dalam. USG hati (liver) dilakukan jika pemeriksaan fisik
kurang mendukung diagnosis, sedangkan keluhan klinis pasien dan
pemeriksaan laboratorium menunjukkan hal sebaliknya. Jadi pemeriksan
USG dilakukan untuk memastikan diagnosis kelainan hati (liver). USG hanya
dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau sirosis. Pada hepatitis akut
atau pada proses awal penyakit yang belum mengakibatkan kerusakan
jaringan, pemeriksaan USG tidak akurat, sehingga pada hepatitis A USG
jarang digunakan.untuk melihat ada tidaknya pembesaran hati ; atau biopsi
hati.
VII. Panatalaksanaan Hepatitis A
Tidak ada tatalaksana yang khusus untuk HAV
I. Perawatan Suportif
a. Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup
istirahat. Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus
dihindari.
b. Manajemen khusus untuk hati dapat dapat diberikan sistem
dukungan untuk mempertahankan fungsi fisiologi seperti
hemodialisis, transfusi tukar, extracorporeal liver perfusion, dan
charcoal hemoperfusion.
c. Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia
berat yang akan menyebabkan dehidrasi sebaiknya diinfus.
Perawatan yang dapat dilakukan di rumah, yaitu :
Tetap tenang, kurangi aktivitas dan banyak istirahat di rumah
Minum banyak air putih untuk menghindari dehidrasi
Hindari minum obat yang dapat melukai hati seperti
asetaminofen dan obat yang mengandung asetaminofen
Hindari minum minuman beralkohol
Hindari olahraga yang berat sampai gejala-gejala membaik
II. Dietetik
a. Tidak ada rekomendasi diet khusus.
b. Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena.
c. Menghindari obat-obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi
alkohol, makan-makanan yang dapat menimbulkan gangguan
pencernaan, seperti makanan yang berlemak
III. Medikamentosa
a. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A.
b. Obat-obatan diberikan hanya untuk mengurangi gejala-gejala yang
ditimbulkan, yaitu bila diperlukan diberikan obat-obatan yang
bersifat melindungi hati, antiemetik golongan fenotiazin pada mual
dan muntah yang berat, serta vitamin K pada kasus yang
kecenderungan untuk perdarahan.
Pencegahan Hepatitis A
A. Upaya Preventif umum
Upaya preventif umum ini mencakup upaya perbaikan sanitasi yang
tampak sederhana, tetapi sering terlupakan. Namun demikian, upaya ini
memberikan dampak epidemiologis yang positif karena terbukti sangat efektif
dalam memotong rantai penularan hepatitis A.
a. Perbaikan hygiene makanan-minuman. Upaya ini mencakup memasak
air dan makanan sampai mendidih selama minimal 10 menit, mencuci
dan mengupas kulit makanan terutama yang tidak dimasak, serta
meminum air dalam kemasan (kaleng / botol) bila kualitas air minum
non kemasan tidak meyakinkan.
b. Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan-pribadi. Berlandaskan pada
peran transmisi fekal-oral HAV. Faktor hygiene-sanitasi lingkungan
yang berperan adalah perumahan, kepadatan, kualitas air minum,
sistem limbah tinja, dan semua aspek higien lingkungan secara
keseluruhan. Mencuci tangan dengan bersih (sesudah defekasi,
sebelum makan, sesudah memegang popok-celana), ini semua sangat
berperan dalam mencegah transmisi VHA.
c. Isolasi pasien. Mengacu pada peran transmisi kontrak antar individu.
Pasien diisolasi segera setelah dinyatakan terinfeksi HAV. Anak
dilarang datang ke sekolah atau ke tempat penitipan anak, sampai
dengan dua minggu sesudah timbul gejala. Namun demikian, upaya ini
sering tidak banyak menolong karena virus sudah menyebar jauh
sebelum yang bersangkutan jatuh sakit.
B. Upaya Preventif Khusus
Upaya preventif khusus terhadap HVA mencakup upaya imunisasi
pasien secara pasif dan aktif. Upaya preventif khusus ini dipengaruhi oleh
faktor umur anak, tingkat sosial ekonomi yang bersangkutan, dan angka
prevalensi setempat.
Imunisasi pasif
Normal Human Immune Globulin (NHIG) diberikan pada keadaan pra
dan pasca paparan (pre-post exposure). Pada kondisi pra-pasca paparan
tersebut NHIG dapat diberikan dengan atau tanpa vaksin HVA. Baik pada
pra-maupun pasca paparan, kadar tertinggi antibodi akan dicapai dalam
waktu 48 - 72 jam sesudah pemberian NHIG. Upaya profilaksis pasca
paparan adalah upaya preventif (NHIG +/- vaksin HVA), terhadap individu
kontak serumah, kontak seksual, staf institusi penitipan anak, pada epidemi.
Mekanisme kerja NHIG mengacu pada mekanisme netralisasi virus pada
pemberian HBIg disebabkan beberapa faktor berikut. Pertama, neutralizing
antibody akan mencegah perlekatan virus (attachment) di reseptor spesifik di
permukaan hepatosit. Kedua, kompleks NHIG dengan virus akan
menyebabkan agregasi virus dan berkurangnya derajat infektivitas virus.
Ketiga, antibodi yang berkaitan dengan kapsid, akan mencegah proses
pelepasan (uncoating) selubung virus, yang merupakan tahap awal proses
invasi dan replikasi virus, satu atau lebih dari mekanisme tersebut akan
berperan terhadap efektivitas NHIG dalam mencegah infeksi HVA pada
kondisi pra paparan.
Pada pasca paparan, mekanisme kerja NHIG tidak begitu jelas,
meskipun tidak senantiasa berhasil mencegah infeksi, NHIG terbukti efektif
dalam memo-difikasi penyakit sehingga menjadi lebih ringan / asimtomatis.
Diperkirakan, NHIG akan mencegah viremia sekunder dan mengurangi
kemungkinan infeksi hati sekunder. NHIG hanya efektif bila diberikan dalam
waktu < 2 minggu setelah terpapar. Sesudah 2 minggu, efektivitas NHIG akan
sangat berkurang karena sudah terjadi viremia.
Imunisasi Aktif
Vaksin HAV yang saat ini beredar di Indonesia adalah vaksin inaktivasi
dengan nama dagang Havrix. Tujuan dari imunisasi aktif adalah melindungi
anak terhadap infeksi HAV dan terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi
HAV (fulminant, relapsing, prolong hepatitis) dan komplikasi gastro-intestinal
yang berat. Upaya ini juga berdampak positif terhadap lingkungan akibat
berkurangnya kemungkinan penyebaran infeksi terhadap penyebaran infeksi
terhadap anak besar, orang dewasa, serta populasi yang rentan HAV. Pada
penderita penyakit hati kronik, imunisasi hepatitis A memberikan proteksi
terhadap timbulnya hepatitis yang berat atau fulminan.
Sasaran imunisasi adalah kelompok resiko tinggi dan anak merupakan
prioritas utama, yaitu :
a. Sasaran utama kelompok resiko tinggi adalah anak dan idealnya diberikan
pada usia > 2 tahun. Bagi yang belum pernah memperoleh imunisasi di
usia tersebut dapat diberikan pada usia pra sekolah atau pada usia pra
pubertas
b. Sasaran kedua adalah kelompok resiko tinggi selain anak termasuk
penderita penyakit hati kronik
c. Sasaran lainnya adalah kelompok rentan yaitu kelompok sosial ekonomi
tinggi dengan tingkat seroprevalens HVA yang rendah.
Komplikasi Hepatitis A
Berkembang menjadi penyakit fulminans ( jarang )
Gagal hati akut (resiko meningkat pada > 40 tahun, riwayat penyakit
hati sebelumnya)
Tidak pernah kronik atau karier virus yang berkepanjangan
Prognosis Hepatitis A
The United States Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
pada tahun 1991 melaporkan bahwa tingkat kematian yang disebabkan oleh
hepatitis A masih rendah, yakni dari 4 per 1000 kasus kematian untuk
penduduk umumnya, namun lebih tinggi dari 17,5 per 1000, bagi mereka
yang berusia di atas 50 tahun. Kematian biasanya terjadi jika pasien kontrak
Hepatitis A sedangkan sudah menderita Hepatitis bentuk lain, seperti
Hepatitis B atau Hepatitis C atau AIDS.
b. Hepatitis B
DEFINISI
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan Hepatitis B Virus (HBV),
menyebabkan inflamasi hepar yang disebut hepatitis. Hepatitis B akut
menyebabkan inflamasi hepar, muntah, ikterus, dan dapat juga menimbulkan
kematian, walaupun jarang. Hepatitis B kronik pada akhirnya dapat
menyebabkan sirosis hepatis dan kanker hepar.
Infeksi HBV merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis
kronik, sirosis dan kanker hati di seluruh dunia. Sekitar 25% dari carrier HBV
akan berkembang menjadi hepatitis kronik aktif yang seringkali berlanjut
menjadi sirosis. Resiko berkembangnya kanker primer hati juga meningkat
secara bermakna pada carrier. Sekitar 25-40% penderita HBV akut sangat
beresiko mengalami sirosis dan karsinoma hepatoselular.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar sepertiga populasi dunia, atau lebih dari 2 miliar orang telah
terkena HBV. Angka ini termasuk 350 juta penderita carrier kronik HBV.
- Prevalensi rendah terdapat di AS dan Eropa barat, kurang dari 2%
populasi terkena infeksi HBV kronik, kebanyakan akibat injeksi obat-
obat terlarang dan seks bebas.
- Prevalensi sedang terdapat di Eropa timur, Rusia, dan Jepang, 2-7%
populasi terinfeksi HBV kronik.
- Prevalensi tinggi terdapat di Cina dan Asia Tenggara, sekitar 8%
terkena HBV kronik kebanyakan akibat transmisi vertikal ketika
melahirkan.
ETIOLOGI
HBV merupakan hepadnavirus: hepa dari hepatotropik dan dna karena
virus berupa virus DNA. HBV merupakan virus DNA berselubung ganda
berukuran 42 nm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Virus
rusak bila terpajan cairan empedu / detergen, tidak terdapat dalam tinja,
menyebabkan penyakit hati kronik, dan viremia persisten.
Inti HBV menggandung, double stranded DNA partial (3,2 kb) dan:
Protein polymerase DNA dengan aktivasi reverse
transcriptase
Antigen B core (HbcAg), merupakan protein struktural
Antigen hepatitis B e (HbeAg), protein non-struktural yang
berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif
Selubung lipoprotein HBV menggandung:
Antigen permukaan hepatitis B (HbsAg), dengan tiga selubung
protein: utama, besar dan menengah
Lipid minor dan komponen karbohidrat
HbsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan bentuk
sferis 22 nm atau tubular
HBV terdiri atas 6 genotipe (A-H), satu serotipe utama dengan banyak
subtipe berdasarkan keanekaragaman protein HbsAg.
TRANSMISI HBV
Transmisi HBV terjadi akibat terpajan darah yg terinfeksi atau cairan
tubuh yang mengandung darah. Penularan hepatitis virus melalui darah dapat
terjadi dengan cara parenteral seperti pada transfusi darah / produk darah
berulang, penyalahgunaan obat secara intravena atau terpapar alat suntik
yang terkontaminasi, secara seksual dan secara perinatal yaitu penularan
vertikal ibu ke bayi. Tanpa intervensi, ibu yang HbsAg positif memiliki faktor
resiko 20% menularkan HBV ke anaknya pada saat melahirkan. Faktor resiko
sebesar 90% jika ibu juga HbeAg positif. HBV dapat ditularkan antar anggota
keluarga yang serumah, mungkin akibat kontak cairan tubuh seperti misalnya
saliva yang mengandung HBV.
Kelompok resiko tinggi terkena HBV :
imigran dari daerah endemis HBV
pengguna obat IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik
pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang
terinfeksi
pria homoseksual yang secara seksual aktif
pasien rumah sakit jiwa
pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima produk
tertentu dari plasma
kontak serumah dengan carrier HBV
pekerja sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak
dengan darah
bayi baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat terinfeksi pada saat atau
segera setelah lahir.
PATOFISIOLOGI
Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus
membran mukosa, terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-
rata sekitar 60-90 hari.
Penanda serologis pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah
antigen permukaan (HBsAg), positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya
gejala klinis dan biasanya menghilang pada masa konvalesen dini,tetapi
dapat pula bertahan 4-6 bulan. Penderita dengan HBsAg yang menetap
selama lebih dari 6 bulan disebut carrier HBV. Adanya HBsAg menandakan
bahwa penderita dapat menularkan HBV ke orang lain. HBs Ag dapat
ditemukan pada hampir semua cairan tubuh orang yang terinfeksi : darah,
semen, saliva, air mata, cairan asites, air susu ibu, urin, bahkan feses.
Penanda yang muncul berikutnya biasanya adalah antibodi terhadap
antigen ini (anti-HBc) yang terdeteksi segera setelah timbul gambaran klinis
hepatitis dan menetap untuk seterusnya, antibodi ini merupakan penanda
kekebalan paling jelas dari infejsi HBV. IgM anti-HBc terlihat pada awal infeksi
dan bertahaln lebih dari 6 bulan. Adanya predominasi antibodi IgG anti-HBc
menunjukan kesembuhan dari HBV di masa lampau atau infeksi HBV kronis.
Cara terbaik untuk menentukan kekebalan yang dihasilkan oleh infeksi
spontan adalah dengan mengukur anti-HBc
Antibodi yang muncul berikutnya adalah antibodi terhadap antigen
permukaan (anti-HBs) yang timbul setelah infeksi membaik dan berguna
untuk memberikan kekebalan jangka panjang.
Antigen e (HBeAg) merupakan bagian dari HBV yang larut dan timbul
bersamaan atau segera setelah HBsAg menghilang. HBeAg selalu ditemukan
pada semua infeksi akut dan hal ini menunjukan adanya replikasi virus dan
penderita dalam keadaan sangat menular. HBeAg yang menetap mungkin
menunjukkan infeksi replikatif yang kronis. Antibodi terhadap HBeAg (anti-
HBe) muncul pada hampir semua infeksi HBV dan berkaitan dengan
hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan menurunnya daya tular.
Carrier HBV merupakan individu yang hasil pemeriksaan HBsAg nya
positif pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan yang berjarak 6 bulan atau hasil
pemeriksaan HBsAg nya positif tetapi IgM anti-HBc nya negatif dari 1
spesimen tunggal.
GEJALA KLINIS
Infeksi akut HBV diawali dengan gejala nonspesifik, misalnya hilang
nafsu makan, mual, muntah, nyeri badan, demam ringan, urin gelap, dan
selanjutnya berkembang menjadi ikterus. Bilirubin yang meningkat dalam
tubuh menyebabkan pruritus atau gatal pada kulit. Gejala seperti ini bertahan
selama beberapa minggu dan secara bertahap makin membaik pada
sebagian besar orang. Sebagian penderita dapat menderita sakit yg lebih
berat berupa gagal hati fulminan, yang menyebabkan kematian. Infeksi dapat
asimtomatik.
Infeksi kronik HBV dapat asimtomatik atau berupa inflamasi hepar kronik,
yang kemudian dapat berkembang menjadi sirosis hepatis dalam beberapa
tahun. Infeksi kronik juga dapat menyebabkan karsinoma hepatoselular.
Carrier kronik dianjurkan untuk menghindari konsumsi alkohol karena dapat
meningkatkan resiko sirosis hepatis dan kanker hepar.
Gejala klinik hepatitis dibagi menjadi 3 stadium berdasarkan gejala ikterus:
a. Pre ikterus / prodromal (1-21 hari)
Panas badan ringan : tidak enak badan dan mudah lelah
Gejala saluran pernapasan : terdapat gejala seperti flu dan
faringitis
Gejala saluran pencernaan : abdominal discomfort / perut begah,
mual, muntah, dan anoreksia berhubungan dengan perubahan
penghidu dan rasa kecap
Gejala konstitusional : arthralgia, mialgia, dan sakit kepala
Nyeri abdomen : biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan
atas atau epigastrium
Warna urin bertambah coklat gelap karena peningkatan bilirubin
Warna tinja menjadi pucat karena sterkobilin menurun.
b. Ikterus (1-4 minggu)
Jaundice pada sklera dan kulit, karena bilirubin berdifusi ke dalam
jaringan.
Pruritus
Demam
Penurunan berat badan
Gejala saluran pernapasan, pencernaan, dan konstitusional
berkurang sampai hilang.
Hepar membesar, dapat dipalpasi dengan pinggiran yang lunak
dan nyeri tekan pada 70 % pasien
Urin berwarna gelap, seperti air teh pekat
Feses berwarna dempul
c. Post ikterus (2-4 bulan)
Jaundice dan gejala lain mulai berkurang
Malaise
Hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati masih ada
Warna air seni mulai lebih muda lagi
Biasanya akan makin membaik dalam 2-3 minggu
DIAGNOSIS
Anamnesis
Identitas pasien
Keluhan utama
- Timbulnya gejala non spesifik yaitu anoreksia, mual, muntah,
demam dan nyeri abdomen ringan pada kuadran kanan atas
atau epigastrium.
- Dalam beberapa hari atau minggu mulai timbul ikterus, tinja
pucat, dan urin berwarna gelap (bilirubin direk) dan feses
berwarna pucat (lebih sedikit sterkobilin).
- Ada rasa gatal atau pruritus yang bersifat menetap.
Riwayat kontak dengan pasien hepatitis
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat perjalanan penyakit
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat pemakaian obat hepatotoksik
Gaya hidup
Pemeriksaan Fisik
Didapatkan sklera dan kulit berwarna oranye-kuning muda atau tua,
pada pemeriksaan palpasi ditemukan pembesaran hepar.
Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan Laboratorium :
1. Tes Serologis
Hepatitis B didiagnosis dari hasil-hasil tes-tes darah spesifik virus hepatitis
B (serologi) yang mencerminkan beragam komponen-komponen virus
hepatitis B.
1) HBsAg
Diagnosis infeksi hepatitis B terutama dengan mendeteksi
hepatitis B surface antigen (HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg
berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B aktif.
Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi
terdeteksi dalam darah dalam waktu empat minggu. Pada individu-
individu yang sembuh dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau
pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat bulan setelah
timbulnya gejala-gejala.
Infeksi virus hepatitis B kronis didefinisikan sebagai HBsAg
yang menetap lebih dari 6 bulan.
2) Anti-HBs
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap
HBsAg (anti-HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan
kekebalan pada infeksi virus hepatitis B yang berikutnya. Sama seperti
individu-individu yang telah berhasil divaksinasi terhadap virus hepatitis
B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.
3) Anti-HBc
HBc hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat
terdeteksi dalam darah. Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari
hepatitis B core antigen dalam hati mengindikasikan suatu reproduksi
virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa virusnya aktif.
Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi
hepatitis B core (anti-HBc), bagaimanapun, terdeteksi dalam darah.
Sebagai suatu kenyataan, dua tipe dari antibodi-antibodi anti-HBc
(IgM dan IgG) dihasilkan.
IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator (marker/indicator)
spesifik untuk mendiagnosis suatu infeksi virus hepatitis B akut. IgM
anti-HBc ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan berlangsung
sampai enam bulan setelah timbulnya gejala-gejala.
IgG anti-HBc berkembang selama perjalanan infeksi virus
hepatitis B akut dan menetap seumur hidup, tidak perduli apakah
individunya sembuh atau mengembangkan infeksi kronis.
4) HBeAg, anti-HBe,
HBeAg dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-
penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan
penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis
B kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe dalam darah
biasanya adalah eksklusif satu sama lain.
Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitas virus
yang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang
lainnya, sedangkan kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan
yang lebih tidak aktif dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil.
5) HBV-DNA
Penanda yang paling spesifik dari reproduksi/replikasi dan
aktivitas virus hepatitis B adalah pengukuran dari hepatitis B virus DNA
dalam darah. Metode yang dipakai ialah
PCR (polymerase chain reaction)
metode (assay) yang paling sensitif untuk menentukan tingkat
hepatitis B virus DNA. Ini berarti bahwa PCR adalah metode yang
terbaik untuk mendeteksi jumlah-jumlah yang sangat kecil dari
penanda virus hepatitis B. Metode ini bekerja dengan memperbesar
material yang sedang diukur sampai semilyar kali untuk
mendeteksinya. Metode PCR, oleh karenanya, dapat mengukur sekecil
50 sampai 100 kopi (partikel-partikel) dari virus hepatitis B per mililiter
darah.
Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk
menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif
(diam). Perbedaan ini dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B
virus DNA dalam darah. Tingkat-tngkat yang tinggi dari DNA
mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat yang
rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi,
pasien-pasien dengan penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-
kira satu juta partikel-partikel virus per mililiter darah, sedangkan
pasien-pasien dengan penyakit yang aktif mempunyai beberapa milyar
partikel-partikel per mililiter.
Oleh karenanya, siapa saja yang HBsAg positif, bahkan jika
infeksi virus hepatitis B tidak aktif, akan mempunyai tingkat-tingkat
hepatitis B virus DNA yang dapat terdeteksi dengan metode PCR
karena ia begitu sensitif.
Metode hybridization
Suatu tes yang kurang sensitif daripada PCR. Tidak seperti
metode PCR, metode hybridization mengukur material virus tanpa
pembesaran. Sesuai dengan itu, tes ini dapat mendeteksi hepatitis B
virus DNA hanya ketika banyak partikel-partikel virus hadir dalam
darah, berarti bahwa infeksinya aktif. Dengan kata lain, dari sudut
pandang yang praktis, jika hepatitis B virus DNA terdeteksi dengan
suatu metode hybridization, ini berarti bahwa infeksi virus hepatitis B
adalah aktif.
MARKER SIGNIFICANCE
HBsAg Indicates infection with HBV
HBcAg Non detectable in serum, only on liver tissue
HBeAg Indicates active HBV infection, HBV replication
Anti HBs Indicates clinical recovery from HBV infection
Anti HBc Indicates active HBV infection (acut and chronic)
IgM anti HBc Early index of acute HBV infection
Anti HBe Seroconvertion indicates resolution in most case
HBV DNA Indicates HBV replication
HBsAg Anti-
HBs
Anti-
Hbc
(total)
Anti-
HBc
IgM
HBeAg Anti-
HBe
HBV
DNA
Interpretasi
+ - + + + + + Tahap awal infeksi
akut
- - + + - + - Tahap Kemudian
infeksi akut
- + + - - - - Kesembuhan
dengan kekebalan
- + - - - - - Vaksinasi yang
sukses
+ - + - + - + Infeksi kronis
dengan reproduksi
aktif
+ - + - - + - Infeksi kronis dalam
tahap tidak aktif
+ - + - - + + Infeksi kronis
dengan reproduksi
aktif
- - + - - +
atau
-
- Kesembuhan, Hasil
positif palsu, atau
infeksi kronis
Diagnosis Hepatitis A dan Hepatitis B
HBs
Ag
IgM
anti
HAV
IgM
anti
HBc
Interpretasi Diagnostik
( Dienstag & Isselbacher, 1994 )
+
+
+
+
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
+
-
-
+
-
+
+
Hepatitis akut B
Hepatitis kronis B
Hepatitis akut A superimposed on
hepatitis kronis B
Hepatitis akut A dan B
Hepatitis akut A
Hepatitis akut A dan B (HBs Ag dibawah
ambang)
Hepatitis akut B ( HBs Ag dibawah ambang
)
2. Tes Fungsi hati
- SGOT, SGPT sangat meningkat mulai dari masa prodromal dan
mencapai puncaknya pada saat ikterus
- enzim aminotransferase, AF, & gama GT serum meningkat
- hiperbilirubinemia (bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin
indirek semuanya meningkat)
3. Tes Darah
a. Protrombin Time (PT) memanjang menunjukkan adanya
gangguan sintesis berat, nekrosis hepatoseluler, dan prognosis
buruk
b. hiperglobulinemia
c. Albumin serum menurun
d. Neutropenia dan limfopenia ringan disertai limfositosis relatif
4. Pemerikasaan urin
a. bilirubinuria
b. urobilinuria urin
5. Pemeriksaan tinja
Tinja akholis karena sterkobilin menurun.
6. USG
Hepatomegali
7. Virus Marker
a. Imunodifusi radial (Ouchterlony)
b. Counterimmunoelectrophoresis (CIEP)
c. Passive hemagglutination (PHA)
d. Reverse passive hemaglutination (RPHA)
e. Enzyme immunoassay (EIA / ELISA)
f. Radio immuno assay (RIA)
8. Biopsi Hati pada Hepatitis B Kronis
Sayangnya, tes darah tidak dapat memberikan semua informasi
tentang keadaan hati seseorang. Biopsi hati untuk menentukan apakah
ada kerusakan, tingkat kerusakan. misalnya Peradangan dan luka
parut (fibrosis) pada hepatitis kronis atau sirosis. Biopsi hati hanya
diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV yang tinggi (di atas
100.000 kopi) dan tingkat enzim hati yang tinggi.
TATA LAKSANA
Suportif
d. Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup
istirahat. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus
dihindari.
e. Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia
berat yang akan menyebabkan dehidrasi.
Dietetik
d. Tidak ada rekomendasi diet khusus.
e. Selama fase akut cukup mempertahankan asupan kalori dan cairan
yang adekuat.
f. Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau mual-muntah, sebaiknya
diberikan infus.
Medikamentosa
Hepatitis B akut biasanya tidak membutuhkan perawatan karena
sebagian besar sembuh spontan. Pengobatan antivirus hanya diperlukan
pada infeksi agresif (hepatitis fulminan) atau penderita yang
immunocompromised.
Pengobatan infeksi kronik diperlukan untuk menurunkan resiko sirosis
dan kanker hepar. Penderita HBV kronik dengan peningkatan alanin
aminotransferase serum (penanda kerusakan hepar) dan peningkatan DNA
HBV secara persisten harus diterapi.
a. Walau tidak ada obat yang benar-benar dapat memberantas
infeksi, obat dapat menghentikan virus bereplikasi, meminimalisasi
kerusakan hepar seperti sirosis dan kanker hepar. Sekarang ada
tujuh obat yang direkomendasikan untuk mengobati infeksi VHB di
AS, di antaranya antivirus seperti lamivudin (Epifir), adefovir
(Hepsera), tenofovir (Viread), telbivudin (Tyzeka), dan entecavir
(Baraclude) serta modulator sistem imun seperti interferon alfa-2a
dan interferon alfa-2a pegylated (Pegasys). Kegunaan interferon,
yang diinjeksi tiap hari atau seminggu tiga kali, telah digantikan
dengan interferon pegylated long acting yang dapat diinjeksi hanya
seminggu sekali. Beberapa penderita dapat merespons lebih baik
daripada penderita lain, mungkin karena genotip virus yang
menginfeksi atau status herediter pasien. Pengobatan bekerja
dengan menurunkan viral load, yang kemudian menutunkan
replikasi virus di hepar.
b. Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan
bilirubin darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis
yang berkepanjangan, di mana transaminase serum sudah kembali
normal tetapi bilirubin masih tinggi.
c. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan.
d. Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan
perdarahan.
KOMPLIKASI
Karsinoma hepatoseluler
Gagal hati
Anemia aplastik
Sirosis hepatis
Hepatitis berat
Nekrosis hepatik masif
Status carrier ( infeksi virus persisten tanpa gejala )
Penyakit hati kronik
PROGNOSIS
Infeksi HBV dapat terjadi akut (self-limiting) atau kronik (long-standing).
Penderita HBV akut dapat sembuh spontan dalam beberapa minggu atau
bulan. Lebih dari 95% penderita dapat sembuh total dan memiliki imunitas
yang melindungi tubuh dari virus. Pada neonatus, hanya 5% dari yang tertular
HBV ketika dilahirkan dapat sembuh dari infeksi. Neonatus yang terkena
memiliki resiko kematian akibat sirosis atau karsinoma hepatoseluler sebesar
40%. Pada anak yang terinfeksi ketika berumur 1 sampai 6 tahun, sekitar
70% dapat sembuh. Dengan berkembangnya alternatif pengobatan, maka
diharapkan prognosis hepatitis B menjadi lebih baik.
PENCEGAHAN
Infeksi HBV dapat dicegah dengan vaksinasi. Bayi yang lahir dari ibu
penderita hepatitis B dapat diterapi dengan antibodi HBV (HBIg). Jika vaksin
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, resiko terkena hepatitis B
menurun sampai 95%. Terapi ini membuat ibu dapat menyusui anaknya
dengan aman.
c. Hepatitis C
DEFINISI
Hepatitis C adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis C (VHC). Infeksi virus ini dapat menyebabkan peradangan hati yang
bersifat asimptomatik (tidak bergejala), apabila infeksi berlanjut akan
menyebabkan sirosis hati dan kanker hati. Masa inkubasi virus hepatitis C
selama 14-182 hari, rata-rata 42-49 hari. Virus hepatitis C menyebar melalui
kontak darah ke darah dari darah orang yang terinfeksi. Walaupun sudah
ditemukan vaksin pada hepatitis A dan B, tidak ada vaksin yang dibuat untuk
hepatitis C. Hepatitis C adalah penyakit yang diderita oleh 20% dari penderita
hepatitis virus dan selebihnya pada kasus transfusi darah.
EPIDEMIOLOGI
Infeksi VHC terdapat diseluruh dunia. Menurut perkiraan oleh World
Health Organization, 3% dari populasi dunia (sekitar antara 170 dan 200 juta
orang) yang terinfeksi, dengan sekitar 4 juta sampai 5 juta US dan Eropa.
Prevalensi yang bervariasi di antara negara-negara, tingkat pembangunan
mereka, atau bahkan berbagai daerah dan kondisi saniter yang sama negara.
Di Spanyol itu dianggap bahwa populasi yang terinfeksi adalah antara 2,5%.
Sekitar 80% dari mereka yang terinfeksi akan menjadi kronis, 10-20% akan
menjadi sirosis hepatis dalam jangka waktu 20 tahun dan setiap tahunnya
sekitar 2% dari penderita berkembang menjadi kanker hati.
Mengutip data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 7 juta orang
Indonesia diduga mengidap virus Hepatitis C dan diperkirakan terdapat ribuan
infeksi baru muncul setiap tahunnya. Sekitar 90 persen dari orang yang
mengidap hepatitis C tidak sadar bahwa dirinya telah terinfeksi sampai gejala-
gejalanya muncul beberapa tahun kemudian.
ETIOLOGI
VIRUS HEPATITIS C
VHC (Virus Hepatitis C) adalah virus RNA yang digolongkan dalam
Flavivirus dimana umumnya virus ini masuk ke darah melalui transfusi atau
kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapar ke
sirkulasi darah. Target utama VHC adalah sel-sel hati dan mungkin juga sel
limfosit B melalui reseptor yang mungkin sekali serupa dengan CD81 yang
terdapat di sel-sel hati maupun limfosit sel B atau reseptor LDL (LDLR).
Struktur gen VHC adalah sebuah RNA untai tunggal, polaritas positif
dan berdiameter 30-60 nm. Panjang genom berkisar 10.000 pasang basa
dengan daerah open reading frame (ORF) diapit oleh susunan nukleotida
yang tidak ditranslasikan (untranslated region atau UTR) pada masing-masing
ujung 5 dan 3. Kedua ujung gen VHC yang tidak ditranslasikan ini diketahui
sangat terpelihara (conserved) sehingga saat ini dipakai untuk identifikasi
adanya infeksi VHC, terutamapada ujung 5.
Daerah ORF akan menghasilkan satu poliprotein yang terdiri dari 3011
asam amino. Asam-asam amino akan diproses oleh peptidase sel-sel hati
untuk protein-protein struktural VHC (3 macam protein struktural yang dikenal
yakni core, envelope region 1 (E1) dan envelope region 2 (E2)) dan protease-
protease yang dikode oleh VHC untuk protein-protein regulator dari regio non-
struktural (NS region) yang saat ini telah dikenal 7 protein non-struktural yaitu
: NS2, NS3, p7, NS4a, NS4b, NS5a, dan NS5b.
Virus ini bereplikasi sangat cepat (melebihi HIV maupun VHB) melalui
RNA-dependent RNA polymerase yang menghasilkan salinan RNA virus
tanpa mekanisme proof-reading (mekanisme yang akan menghancurkan
salinan nukleotida yang tidak persis sama dengan asliya). Kondisi ini akan
menyebabkan timbulnya banyak salinan-salinan RNA VHC yang sedikit
berbeda namun masih berhubungan satu sama lain pada seorang pasien
yang disebut sebagai quasispesies. Perbedaan nukleotida diantara
quasispesies tidak lebih dari 10% namun menimbulkan masalah pada
pengenalan sistem imunologik pasien terhadap virus ini karena perbedaan
struktur antigen yang diekspresikan oleh VHC.
Susunan gen-gen yang berbeda pada regio 5UTR, core maupun NS5b
diketahui dapat menggolongkan VHC dalam beberapa genotipe dan subtipe.
Saat ini telah diidentifikasi 6 genotipe dan lebih dari 50 subtipenya. Hal ini
merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif
dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Lebih
dari 60% diantara genotipe yang berhasil diidentifikasi pada beberapa studi di
Indonesia merupakan genotipe 1a dan 1b.
Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat
perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin
tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan (terapi dengan
interferon).
CARA PENULARAN
Virus hepatitis C dapat menular melalui 2 cara yaitu :
1. Penularan horizontal
Penularan HCV terutama terjadi melalui parenteral, yaitu transfusi darah
atau komponen produk darah, hemodialisa, penyuntikan obat melalui
intravena, dan dapat juga akibat terpapar alat suntik yang terkontaminasi
HCV.
Penularan secara seksual bisa terjadi, tetapi dianggap tidak efektif. Hal
ini dikarenakan rendahnya titer virus dalam sebagian besar darah
penderita dan virus sangat jarang ditemukan dalam sekret ataupun cairan
tubuh.
2. Penularan vertikal
Penularan vertikal adalah penularan dari seorang ibu pengidap atau
penderita hepatitis C kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat
persalinan atau beberapa saat setelah persalinan. Penularan vertikal dari
ibu ke bayi dianggap tidak umum terjadi, kecuali jika ibu mengandung
kadar viremia yang tinggi atau terdapat ko-infeksi dengan HIV.
PATOFISIOLOGI
Kerusakan sel hati akibat VHC atau paertikel virus secara langsung
masih belum jelas. Namun beberapa bukti menunjukkan adanya mekanisme
imunologis yang menyebabkan kerusakan sel hati.
Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk
terjadinya eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik,
reaksi CTL yang relative lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan
melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bias menghilangkan virus
sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus.
Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi
seperti TNF-, TGF-1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel infalmasi
lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel
ini akan berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang
dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan
aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini
berlangsung terus menerus sehingga fibrosis semakin meluas dan
menimbulkan kerusakan sel hati lanjut hingga terjadi sirosis.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul dapat berat atau asimtomatik dan tidak terduga.
Infeksi HVC akut cenderung menjadi hepatitis kronis. Hepatitis C kronis dapat
ringan, asimtomatik selama berpuluh-puluh tahun dan tidak progresif,
sehingga dapat tidak terdeteksi kecuali dilakukan pemeriksaan penyaring
terhadap hepatitis C, dapat pula terjadi infeksi persisten seumur hidup yang
menjadi hepatitis kronis aktif, sirosis, hipertensi porta, dan karsinoma
hepatoseluler.
Manifestasi klinis Hepatitis C tidak berbeda dari infeksi hepatitis virus
lainnya, biasanya subklinis. Hanya 25% pasien yang mengalami ikterik.
Gejala pertama kali mungkin timbul berpuluh-puluh tahun kemudian dengan
sekuele seperti sirosis atau karsinoma hepatoseluler. Bila penyakit ini timbul,
onsetnya perlahan (insidious) dengan gejala yang tidak spesifik atau tanpa
gejala. Malaise, anoreksta, mual, dan kadang-kadang nyeri di kuadran kanan
atas perut dapat terjadi. Ikterik dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa bulan. Dapat pula timbul pruritus, steatore, dan penurunan berat
badan ringan (2-5kg). Tanda fisik hepatitis C akut juga tidak jelas. Hanya
pada sebagian kecil pasien dapat ditemukan hepatomegali dan splenomegali.
Pada pasien hepatitis C kronis yang simtomatik, fatigue merupakan
keluhan yang paling sering. Banyak pasien yang tidak memiliki riwayat
hepatitis akut atau ikterus. Pada keadaan yang berat, dapat ditemukan spider
angiomata dan hepatosplenomegali. Kurang lebih 20% pasien hepatitis C
kronis akan menjadi sirosis dalam 10 tahun.
DIAGNOSIS
Anamnesa
Umumnya infeksi akut virus hepatitis C tidak memberi gejala atau
hanya bergejala minimal. Dalam mendiagnosis penyakit yang dikeluhkan
pasien,. Baiklah terlebih dahulu kita melakukan anamnesis terhadap pasien
tersebut karena dapat diperoleh ketepatan diagnosa sebesar 60%-70%.
Adapun yang harus kita tanyakan dalam kasus ini adalah :
1. Tanggal termasuk tahun.
2. Data pribadi pasien: nama, tempat dan tanggal lahir (umur), jenis kelamin,
agama, pekerjaan, status perkawinan dan jumlah anak, status ekonomi.
3. Keluhan utama: nyeri perut kanan atas, air seni gelap seperti teh, mata
kuning (ikterus), mual, muntah, steatore, pruritus.
4. Riwayat penyakit sekarang (anamnesis khusus): serangan nyeri, tipe
demam, sejak kapan gejala timbul, berat-ringan gejala.
5. Anamnesis umum: nafsu makan, penurunan berat badan (dalam berapa
lama), adakah gejala malaise?
6. Riwayat penyakit dahulu: operasi, transfusi darah (apakah darah dari
donor tersebut diketahui positif terinfeksi VHC?), kecelakaan, kehamilan
dan partus, apakah pernah ikterus?, jika pasien pernah gagal ginjal
berapa lama mendapat dialisis?, apakah pasien pernah menderita
penyakit hati sebelumnya? (dilihat dari riwayat peningkatan ALT).
7. Riwayat penyakit keluarga: apakah ada anggota keluarga lain yang
mengalami gejala yang sama, adakah riwayat kontak ( penggunaan alat
seperti sikat gigi, alat cukur ) dengan penderita hepatitis C dalam
keluarga.
8. Riwayat obat-obatan intravena.
9. Kebiasaan: memakai obat narkotik suntik, pasangan seks yang terinfeksi
VHC.
10. Riwayat vaksinasi.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat diperoleh:
1. Keadaan umum: apakah pasien tampak sakit, apakah bebas bergerak
atau hanya berbaring sepanjang hari, bagaimana keadaan gizi,
bagaimana keadaan hidrasi.
Keadaaan umum sangat penting untuk memperoleh beberapa keterangan
dengan cepat dan juga menjadi sumber keterangan dokter jaga.
2. Periksa tanda-tanda vital: nadi, respirasi, suhu, dan tekanan darah
3. Perhatikan adanya perubahan warna kulit dan mukosa (ikterus), tanda-
tanda anemia, ekskoriasi.
4. Perkusi: batas pekak hati
5. Palpasi: nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali, sering disertai
splenomegali dan limfadenopati, kandung empedu pasien teraba, tanda-
tanda hipertensi porta seperti asites.. Bila hepatitis C telah berkembang
menjadi sirosis hati, maka pada palpasi hati teraba mengecil disertai
adanya benjolan / nodul yang tidak rata.
Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi
ekstrahepatik, antara lain krioglobulinemia dengan komplikasi-komplikasinya
(glomerulopati, kelemahan, vaskulitis, purpura, atau artralgia), porphyria
cutanea tarda, sicca syndrome, atau lichen planus. Patofisiologi gangguan-
gangguan ekstrahepatik ini belum diketahui pasti, namun dihubungkan
dengan kemampuan VHC untuk menginfeksi sel-sel limfoid sehingga
mengganggu respons sistem imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat
berubah sifatnya menjadi ganas karena dilaporkan tingginya angka kejadian
limfoma non-Hodgkin pada pasien dengan infeksi VHC.
Penyakit hati kronis bisa menimbulkan keluhan akibat gangguan
fungsi sintetik, seperti edema, memar, ikterus, atau pruritus, disertai tanda-
tanda hipertensi portal, seperti asites, nyeri abdomen atau perdarahan
varises, atau malaise umum, kelelahan, dan anoreksia.
Pemeriksaan laboratorium
Tahap berikutnya adalah pemeriksaan laboratorium yang diambil dari
darah, urin, dan serologis yang pada pemeriksaan tersebut diperoleh :
1. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) = AST (Aspartate
amino transferase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) =
ALT (Alanine amino transferase)
Nilai normal SGOT : 5 -17 U/L (pria), 5 -15 U/L (wanita)
SGPT : 5 23 U/L (pria), 5 19 U/L (wanita)
Namun pada pasien yang dicurigai hepatitis didapatkan SGOT meningkat
( 1000 U/L) dan SGPT juga meningkat ( 1000 U/L) mulai pada masa
prodormal dan mencapai puncaknya pada saat timbul ikterus. Pada
hepatitis akut tanpa komplikasi sudah menurun pada minggu ke-2 atau ke-
3 setelah timbal ikterus. Aktivitas enzim SGOT dan SGPT akan diikuti
penurunan bilirubin.
2. Enzim AF (Alfa Fetoprotein)
Nilai normal neonatus : 50 ng/ml
dewasa : 10 30 ng/ml.
Pada pasien yang dicurigai hepatitis didapatkan enzim ini meningkat.
3. GGT (Gama Glutamyl Transferase)
Nilai normal : 6 28 U/L (pria), 5 21 U/L (wanita)
Nilai GGT juga didapatkan meninggi.
4. LDH (Lactic acid dehydrogenase) meningkat.
5. ALP (Alkaline Phosphatase) meningkat.
6. Bilirubin total meningkat, asam empedu.
7. Bilirubinuria dan bilirubinemia
Bilirubinuria menjadi negatif sebelum bilirubin darah normal.
8. Neutropenia dan limfopenia ringan disertai limfositosis relatif.
9. Urobilinogen urin positif dan bervariasi dari tinggi yaitu pada masa
prodormal, lalu menurun pada saat ikterus mencapai puncaknya, dan
akan meningkat lagi pada saat penyembuhan.
10. Protrombin Time (PT) memanjang menunjukkan adanya gangguan
sintesis berat, nekrosis hepatoseluler, dan prognosis buruk.
11. Protein total, kadar albumin turun akibat gangguan sintesis albumin.
12. Virus marker hepatitis C : anti HCV (total/IgM), HCV RNA
Deteksi antibodi terhadap anti HCV
Infeksi oleh HCV dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan serologi
untuk memeriksa antibodi yang dibentuk tubuh terhadap HCV. Antibodi ini
akan bertahan lama setelah infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti
protektif, melainkan hanya merupakan indikasi bahwa terjadi pemaparan
HCV pada pasien. Walaupun infeksi akut HCV telah hilang, antibodi
terhadap HCV masih terus bertahan bertahun-tahun (18-20 tahun).
Deteksi antibodi terhadap HCV dilakukan umumnnya dengan teknik
enzyme immuno assay (EIA). Antibodi terhadap HCV dapat dideteksi
pada minggu ke 4 10 dengan sensitivitas mencapai 99% dan spesifisitas
lebih dari 90%.
EIA tidak dapat menentukan apakan infeksi HCV tersebut akut,
kronik atau dalam masa penyembuhan karena antibodi terhadap HCV
berada di dalam darah pada ketiga fase tersebut. Negatif palsu dapat
terjadi pada pasien dengan defisiensi sistem kekebalan tubuh seperti pada
pasien HIV, gagal ginjal, kanker, sedang mendapat kemoterapi, dan
krioglobulinemia. Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan
adanya infeksi HCV dilakukan pada penapisan darah (screening test)
untuk transfusi darah. Umumnya unit-unit transfusi darah menggunakan
deteksi anti-HCV dengan EIA maupun dengan cara imunokromatografi,
namun masih terdapat kasus-kasus pasien yang terinfeksi oleh HCV
walaupun deteksi anti-HCV sudah dinyatakan negatif.
Dapat juga dilakukan teknik RIBA (recombinant assay) selain EIA
untuk mendeteksi anti-HCV yang positif.
Deteksi RNA HCV
Selain deteksi antibodi terhadap HCV, dilakukan juga pemeriksaan
molekuler dengan mendeteksi RNA HCV untuk mengetahui adanya virus
ini dalam tubuh pasien terutama dalam serum, sehingga memberikan
gambaran infeksi sebenarnya. RNA HCV Merupakan petanda paling awal
muncul pada infeksi akut hepatitis C. RNA HCV terdeteksi dalam serum
dari 1-3 minggu peningkatan transaminase. Pemeriksaan ini terdiri dari tes
kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif dapat menentukan adanya HCV dan
juga menilai respon terapi sedangkan tes kuantitatif berguna untuk
menentukan jumlah virus dalam serum dan juga menilai derajat
perkembangan penyakit.
Jumlah HCV dalam serum maupun hati relatif sangat kecil sehingga
diperlukan teknik amplifikasi agar dapat terdeteksi. Teknik polymerase
chain reaction (PCR) adalah teknik menggandakan gen HCV oleh enzim
polimerase, yang digunakan sebagai tes kualitatif maupun kuantitatif, serta
dapat juga untuk menentukan genotipe HCV. Teknik lain yaitu dengan
menggandakan signal yang didapat dari gen HCV yang terikat pada probe
RNA merupakan tes kuantitatif. Untuk menentukan genotipe HCV selain
dengan teknik PCR, juga digunakan teknik hibridisasi atau dengan
melakukan sequencing gen HCV.
Deteksi nukleotida lebih sensitif daripada deteksi anti-HCV,
sehingga saat ini telah dikembangkan teknik real time PCR yang dapat
mendeteksi RNA HCV dalam jumlah yang sangat kecil (< 50 kopi/ml).
Selain itu, teknologi transcription-mediated amplification (TMA) juga telah
dikembangkan untuk meningkatkan sensitivitas deteksi HCV.
Deteksi RNA HCV mahal, sehingga hanya untuk yang dicurigai
adanya infeksi hepatitis C dengan anti HCV yang negatif.
Pemeriksaan penunjang
Biopsi hati
Peningkatan ALT biasanya merupakan tanda terjadiya inflamasi yang
serius. Namun, ALT yang rendah atau normal mungkin juga terjadi pada
kerusakan hati yang kronik. Untuk itu, biopsi hati diperlukan untuk mengetahui
derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati. Dengan anestesi lokal, sebuah jarum
kecil dimasukkan ke perut kanan atas untuk mengambil sampel jaringan hati,
lalu jaringan tersebut diperiksa di bawah mikroskop. Biopsi hati dapat
menunjukkan telah berkembangnya penyakit hepatitis C ini menjadi sirosis
dan seberapa jauh sirosis ini telah berkembang. Sekitar 20% pasien hepatitis
C kronik akan menjadi sirosis dan sebagian kecil akan berkembang menjadi
kanker hati.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan Hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun
tubuh telah melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 20% yang
berhasil, pengobatan tetap diperlukan untuk mencegah Hepatitis C kronis dan
membantu mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak.
Senyawa-senyawa yang digunakan dalam pengobatan Hepatitis C adalah:
1. Interferon alfa
Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk
meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel
lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis
adalah dari inteferon alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya.
2. Pegylated interferon alfa
Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut
air yang disebut "polyethylene glycol (PEG)"
dengan molekul interferon alfa. Modifikasi interferon
alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian
menunjukkan lebih efektif dalam membuat respon
bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C
kronis dibandingkan interferon alfa biasa.
Ada dua macam pegylated interferon alfa yang
tersedia:
Peginterferon alfa-2a
Peginterferon alfa-2b.
Meskipun kedua senyawa ini efektif dalam pengobatan Hepatitis C kronis,
ada perbedaan dalam ukurannya, tipe pegylasi, waktu paruh, rute
penbersihan dari tubuh dan dosis dari kedua pegylated interferon. Karena
metode pegylasi dan tipe molekul PEG yang digunakan dalam proses
dapat mempengaruhi kerja obat dan pembersihannya dalam tubuh.
Perbedaan besar antar dua pegylated interferon adalah dosisnya. Dosis
dari pegylated interferon alfa-2a adalah sama untuk semua pasien, tidak
mempertimbangkan berat dan ukuran pasien. Sedangkan dosis pegylated
interferon alfa-2b disesuaikan dengan berat tubuh pasien secara individu.
3. Ribavirin
Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk
pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif
melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih
efektif daripada inteferon alfa sendiri.
Efek samping penggunaan interferon adalah demam dan gejala-gejala
menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak napsu makan dan sejenisnya),
depresi dan gangguan emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi
sumsum tulang, hiperuresemia, kadang-kadang timbul tiroiditis. Ribavirin
dapat menyebabkan penurunan Hb. Untuk mengatasi efek samping tersebut,
pemantauan pasien mutlak perlu dilakukan.
Indikasi terapi
Didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas nilai normal. Pada
pasien yang tidak terjadi fibrosis hati atau hanya fibrosis hati ringan tidak
perlu diberikan terapi karena mereka biasanya tidak berkembang menjadi
sirosis hati setelah 20 tahun menderita infeksi VHC.
Pengobatan pada hepatitis C
Akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik dari pada pasien
Hepatitis C kronik hingga mencapai 100%. Interferon dapat digunakan
secara monoterepi tanpa ribavirin dan lama terapi hanya 3 bulan. Namun
sulit untuk menentukan menentukan infeksi akut VHC karena tidak adanya
gejala akibat virus ini sehingga umumnya tidak diketahui waktu yang pasti
adanya infeksi.
Kronik adalah dengan menggunakan interferon alfa dan ribavirin.
Umumnya disepakati bila genotif I dan IV, maka terapi diberikan 48
minggu dan bila genotip II dan III, terapi cukup diberikan 24 minggu.
Kontraindikasi terapi
Adalah berkaitan berkaitan dengan penggunaan interferon dan ribavirin, yaitu:
- Pasien yang berusia lebih dari 60 tahun
- Hb<10g/dL, leukosit darah <2500/uL, trombosit <100.000/uL
- Adanya gangguan jiwa yang berat
- Adanya hipertiroid
- Pasien dengan gangguan ginjal
Untuk interferon alfa yang konvensional, diberikan setiap 2 hari atau 3
kali seminggu dengan dosis 3 juta unit subkutan setiap kali pemberian.
Interferon yang telah diikat dengan poly-ethylen glycol (PEG) atau dikenal
dengan Peg-Interferon, diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5
ug/kgBB/kali ( untuk Peg-Interferon 12 KD ) atau 180 ug ( untuk Peg-
Interferon 40 KD ).
Pemberian interferon diikuti dengan pemberian ribavirin dengan dosis
pada pasien dengan berat badan <50 kg 800 mg setiap hari, 50-70 kg 1000
mg setiap hari dan >70 kg 1200 mg setiap hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
Pada akhir terapi dengan interferon dan ribavirin perlu dilakukan
pemeriksaan RNA VHC secara kualitatif untuk mengetahui apakah VHC
resisten. Keberhasilan terapi dinilai 6 bulan setelah pengobatan dilakukan
dengan memeriksa RNA VHC kualitatif. Bila :
- RNA VHC tetap (-) : pasien dianggap mempunyai respon virulogik yang
menetap (sustained virulogical response atau SVR)
- RNA VHC kembali (+) : pasien dianggap relapser
Pasien yang tergolong kambuh dapat kembali diberikan interferon dan
ribavirin nantinya dengan dosis yang lebih besar atau bila sebelumnya
menggunakan interferon konvensional, Peg-Interferon mungkin akan
bermanfaat.
Pada ko-infeksi HCV-HIV, terapi dengan interferon dan ribavirin dapat
diberikan bila jumlah CD4 pasien ini > 200 sel/mL. Bila CD4 kurang dari nilai
tersebut, respon terapi sangat kurang memuaskan.
Untuk pasien dengan ko-infeksi VHC-VHB, dosis pemberian interferon
untuk VHC sudah sekaligus mencukupi untuk terapi VHB sehingga kedua
virus dapat diterapi bersama-sama sehingga tidak diperlukan nukleosida
analog yang khusus untuk VHB.
KOMPLIKASI
Pada hepatitis kronis yang terus berlanjut dapat terjadi komplikasi:
- Sirosis
- Ca hepatoselular
PROGNOSIS
Hampir 90 % penderita hepatitis C tidak menunjukkan gejala apa pun,
sehingga penderita tidak menyadari bahwa tubuhnya terinfeksi HCV.
Sebagian besar baru sadar setelah memasuki stadium akut. Sekitar 20 %
memang dapat dibersihkan oleh tubuh secara otomatis, namun 80 % sisanya
harus mendapatkan penanganan khusus. Bila tidak, maka pada 15-20 tahun
ke depan akan berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.
Terobosan baru dalam penatalaksanaan hepatitis C menunjukkan
bahwa kesempatan pasien untuk sembuh saat ini meningkat. Data
menyebutkan, 60 % pasien yang menjalani terapi mengalami kesembuhan,
bahkan untuk genotipe tertentu tingkat keberhasilannya lebih tinggi lagi.
Kesembuhan penderita hepatitis C ditentukan oleh beberapa faktor, antara
lain:
- Genotip virus (virus tipe 1 relatif lebih sulit sembuh dibanding tipe 2 dan 3)
- Usia pasien
- Kondisi penyakit
- Waktu mulai pengobatan
- Kepatuhan menjalani pengobatan
Pasien hepatitis C bisa sembuh total bila diterapi sejak dini. Oleh
sebab itu, diagnosis dini sangat penting dilakukan. Terapi hepatitis C kronik
sejak dini dapat mencegah progresi ke arah sirosis dan kanker hati. Bahkan,
penelitian di Jepang menyebutkan bahwa risiko berkembangnya hepatitis C
menjadi kanker hati akan berkurang hingga dua kali lipat bila ditangani sejak
dini.
PENCEGAHAN
Tidak ada vaksin untuk Hepatitis C. Cara mencegah adalah dengan
mengurangi resiko paparan dengan virus Hepatitis C baik secara langsung
dengan pencegahan kontak fisik paparan terhadap HCV maupun tidak
langsung dengan melakukan skrining terhadap darah dan donor organ.
d. Hepatitis D
e. Hepatitis E
III. HEPATITIS KRONIK
Definisi hepatitis kronik
Hepatitis kronik adalah peradangan pada hati yang berlangsung
selama minimal 6 bulan, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium
atau pada gambaran patologi anatomi.
Hepatitis kronis lebih jarang ditemukan, tetapi bisa menetap sampai
bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun. Biasanya ringan dan tidak
menimbulkan gejala ataupun kerusakan hati yang berarti. Pada beberapa
kasus, peradangan yang terus menerus secara perlahan menyebabkan
kerusakan hati dan pada akhirnya terjadilah sirosis dan kegagalan hati.
Epidemiologi hepatitis kronik
Asosiasi Penelitian Hati Internasional (International Association fot the
Study of the Liver) dan Kongres Gastroenterologi Dunia telah menerbitkan
pedoman untuk klasifikasi hepatitis kronik yang direvisi. Istilah hepatitis kronik
persisten, hepatitis lobular kronik, dan hepatitis kronik aktif diusulkan untuk
diganti dengan deskripsi etiologi (umumnya hepatitis B, C, atau D ; akibat
obat, 1- antitripsin ; penyakit Wilson), derajat nekrosis dan radang pada
region portal atau periportal, dan tingkat fibrosis atau sirosis.
Kasus-kasus hepatitis kronik pertama diklasifikasikan berdasarkan
histologi sebagai kronik persistent, kronik lobular, atau hepatitis kronik aktif.
Sistem klasifikasi spesifik terbaru, intensitas dari inflamasi jaringan dan
nekrosis (kelas), dan derajat fibrosis jaringan (tingkat). Inflamasi dan nekrosis
bersifat reversibel, fibrosis irreversibel.
Infeksi virus hepatitis B merupakan penyebab utama hepatitis akut,
hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati diseluruh dunia. Perkiraan jumlah
carier di Amerika Serikat adalah sekitar 800.000 hingga satu juta orang.
Sekitar 25% carier menjadi hepatitis B kronik, yang seringkali berlanjut
menjadi sirosis. Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar
terutama di Asia, dimana terdapat sedikitnya 75% dari seluruh 300 juta
individu HbsAg positif menetap diseluruh dunia. Di Asia sebagian besar
pasien B kronik mendapat infeksi pada masa perinatal . kebanyakan pasien
ini tidak mengalami keluhan ataupun gejala sampai akhirnya menjadi penyakit
hati kronik.
Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan
20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan
mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma).
Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia
balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna.
Pada hepatitis C, sekitar 20 persen akan sembuh sendiri. Sebanyak 80
persen mengalami infeksi kronik yang dalam 15-20 tahun berkembang
menjadi sirosis hati. Dari mereka itu, 75 persen menderita sirosis ringan, 20
persen sirosis berat, dan sisanya menjadi kanker hati. Jumlah infeksi baru
setiap tahun telah menurun dari rata-rata 240,000 pada tahun 1980 sampai
sekitar 26,000 pada tahun 2004.
Sebagian besar infeksi disebabkan penggunaan injeksi obat-obatan
terlarang. Kasus berkaitan dengan transfusi sebelum pemeriksaan donor
darah, sekarang muncul pada kurang dari satu per 2 juta unit transfusi darah.
Diperkirakan 4.1 juta (1.6%) penduduk Amerika terinfeksi VHC, dimana 3.2
juta terinfeksi secara kronis. Risiko penularan VHC peri-natal sekitar 4%. Jika
tertular HIV maka risiko infeksi peri-natal sekitar 19%.
Etiologi hepatitis kronik
Hepatitis kronik dapat disebabkan :
1. Hepatitis virus : hepatitis B, C, dan D
Hepatitis B virus (HBV) dan hepatitis C virus (HCV) dapat
menyebabkan hepatitis kronik, 5-10% kasus disebabkan oleh infeksi
HBV, dengan atau tanpa hepatitis D virus (HDV) ko-infeksi, dan 75%
kasus disebabkan oleh infeksi HCV menjadi kronik. Hepatitis A dan E
tidak dapat menyebabkan hepatitis kronik. Walaupun mekanisme
terjadinya kronik tidak diketahui dengan pasti, kerusakan hati adalah
penyebab utama yang menyebabkan reaksi imun pasien terhadap
infeksi.
HEPATITIS VIRUS B KRONIK
Hepatitis B kronik tidak selalu didahului oleh serangan hepatitis B
akut
Lebih sering terjadi pada pria
Diperkirakan hepatitis virus B kronik adanya hubungan dengan :
Pasien berasal dari daerah endemik virus hepatitis B
dengan karier yang tinggi
Pasangan pengidap / pasien hepatitis B
Pekerja kontak dengan darah manusia
Menerima obat imunosupresif / cangkok organ
Penyalahgunaan obat dan homoseksual
Jika dimulai dengan hepatitis B akut, biasanya ringan tetapi tidak
sembuh sempurna
Kadar transaminase berfluktuasi, ikterus hilang timbul
Kadang tanpa gejala hanya ditemukan kelainan pemeriksaan medis
atau saat donor darah dengan HBsAg positip dan transaminase
meningkat
Dapat juga datang dengan gejala yang jelas seperti ikterus, asites
atau gejala hipertensi portal
Pada perjalanan penyakitnya bisa terjadi relaps yang ditandai
perasaan tambah lelah dan kadar transaminase serum meningkat
HEPATITIS VIRUS C KRONIK
Hepatitis akut dari transfusi oleh virus hepatitis C sering diikuti
hepatitis kronis
Lebih sering terjadi pada wanita
Penyakit seringkali asimptomatik atau dengan keluhan utama
perasaan lelah
Mungkin ada riwayat pernah transfusi atau penyalahgunaan obat
suntik
Penyakit berlangsung perlahan ditandai dengan fluktuasi
transaminase yang terjadi dalam beberapa tahun, dengan rata-rata
kadar biasanya 3 kali nilai normal
Kadar albumin dan bilirubin mula-mula normal secara perlahan
abnormal
Tanda hipertensi portal jarang ditemukan pada awal berobat,
splenomegali juga dapat ditemukan
Perdarahan varises esofagus merupakan gejala pada stadium lanjut
Trombositopenia sejalan dengan pembesaran limpa
2. Virus lain : sitomegalovirus dan rubella
3. Alkohol
4. Obat-obatan : metildopa, nitrofurantoin, isoniazid, ketokonazol,
asetaminofen
Obat-obatan seperti isoniazid (INH, NYDRAZID), methyldopa
(Aldomet), nitrofurantoin (Furadantin, Macrobid, Macrodantin), dan
yang jarang acetaminophen (GENAPAP, TYLENOL, VALORIN) dapat
mengakibatkan hepatitis kronik. Mekanisme bervariasi dengan obat
dan mungkin dipengaruhi perubahan respon imun, metabolisme
intermediet sitotoksik, atau defek metabolisme genetik.
5. Steatohepatitis non alkohol
6. Herediter : penyakit Wilson, defisiensi 1-antitripsin
Penyakit Wilson merupakan penyakit keturunan yang
melibatkan penimbunan tembaga yang abnormal, yang bisa
menyebabkan hepatitis kronis pada anak-anak dan dewasa muda.
7. Sirosis bilier primer dan kolestasis skerosis primer
Kadang-kadang hepatitis kronik menunjukkan hepatitis
autoimun dan kelainan kronik hati yang lain (misalnya, sirosi bilier
primer, viral hepatitis kronik). Keadaan ini disebut sindrom overlap.
8. Autoimun
9. Idiopatik
Banyak kasus hepatitis yang idiopatik. Proporsi yang besar
pada kasus idiopatik ditentukan dari kerusakan immune-mediated
hepatoselular (hepatitis autoimun), yaitu berdasarkan;
1. Tes serologi imun marker
2. Asosiasi dengan histokompatibilitas haplotypes common pada
kelainan autoimun (misalnya, HLA-B1, HLA-B8, HLA-DR3, HLA-
DR4)
3. Predominan limfosit T dan sel plasma pada lesi jaringan hati
4. Asosiasi dengan kelainan autoimun (misalnya, RA, anemia
hemolitik, glomeruloneprithis proliferative)
5. Defek in vitro kompleks pada imunitas seluler dan fungsi
imunoregulasi
6. Respon terapi dengan kortikosteroid atau imunosupresan.
Ada 3 bentuk hepatitis kronik yang dapat dilakukan dengan
pemeriksaan biopsi hati dan gambaran patologi anatomi, yaitu :
a. Hepatitis kronik aktif
Pada hepatitis kronik aktif ditemukan nekrosis hati yang
berlangsung terus-menerus, peradangan aktif dan fibrosis yang
mungkin menuju atau disertai gagal hati, sirosis dan kematian.
Adanya kelainan ekstrahepatik menyebabkan digunakannya
beberapa nama lain untuk penyakit ini misalnya hepatitis autoimun.
Hepatitis kronik aktif yang disebut hepatitis subakut dengan
nekrosis multi lobuler. Bentuk yang lebih ringan adalah hepatitis
subakut dengan bridging.Pada hepatitis kronik aktif, kadar SGOT
dan SGPT dapat mencapai 5 - 10 x normal dengan gamma-globulin
mencapai 5 x normal. Kolin esterase dapat normal atau agak
merendah. Apabila merendah, kadarnya akan tetap rendah dalam
jangka yang lama. Bila keadaannya demikian biasanya
prognosisnya tak begitu baik.
b. Hepatitis kronik persisten
Hepatitis kronik persisten bukan kelainan yang progresif, jarang
menyebabkan sirosis, memiliki prognosis yang baik, dan akan
sembuh sempurna.
Pada hepatitis kronik persisten, keluhan lebih ringan dan
kelainan laboratorik juga lebih ringan. Etiologi dari hepatitis kronik
ada beberapa golongan, yaitu auto immun, obat obatan seperti
metil dopa dan oksifenisatin, serta virus hepatitis. Disebutkan pula
mengenai kemungkinan pemakaian INH jangka panjang dalam
hubungannya sebagai etiologi dari hepatitis kronik, tetapi belum
semua ahli sependapat mengenai ini. Kelainan metabolisme seperti
haemakromatosis, penyakit Wilson dan defisiensi alfa -antitripsin
disebutkan pula dapat menyebabkan hepatitis kronik aktif. Adapun
mekanisme dasar daripada terjadinya pencetusan untuk menjadi
kronis ini adalah berkurangnya reaksi imunologi seseorang,
terutama yang mengenai imunitas selular yang mencakup sel
limfosit T dan B. Sel-sel tersebut tidak mampu untuk menghambat
proses penghancuran hepatosit yang terus menerus. Kemungkinan
oleh karena partikel antigen yang terdapat pada membran sel-sel
hati.
c. Hepatitis kronik lobular
Hepatitis kronik lobular bukan kelainan yang progresif, jarang
menyebabkan sirosis..
Patogenesis hepatitis kronik
Seseorang dapat menderita hepatitis kronis dimungkinkan karena
sistem kekebalan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap infeksi virus
atau obat-obatan yang menyebabkan terjadinya peradangan menahun.
a. Patogenesis hepatitits B kronik
Apabila seseorang terinfeksi virus hepatitis B akut maka tubuh akan
memberikan tanggapan kekebalan (immune response). Ada 3 kemungkinan
tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus hepatitis B
pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh
adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika
tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier
inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di
atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis.
Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan
adekuat terhadap virus hepatitis B (VHB), akan terjadi 4 stadium siklus VHB,
yaitu fase replikasi (stadium 1 dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4).
Pada fase replikasi kadar HBsAg (hepatitis B surface antigen), HBV DNA,
HBeAg (hepatitis Be antigen), AST (aspartate
aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase) serum akan
meningkat, sedangkan kadar anti-HBs dan anti HBe masih negatif. Pada fase
integratif (khususnya stadium4) keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, HBV
DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan antibodi
terhadap antigen yaitu : anti HBs dan anti HBe menjadi positif (serokonversi).
Keadaan demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang
terinfeksi pada usia dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut
akan sembuh karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat.
Tanggapan imun yang tidak atau kurang adekuat mengakibatkan
terjadinya proses inflamasi jejas (injury), fibrotik akibat peningkatan turnover
sel dan stres oksidatf. Efek virus secara langsung, seperti mutagenesis dan
insersi suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan hilangnya kendali
pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi malignitas, sehingga berakhir
sebagai karsinoma hepatoseluler
Pada infeksi kronik, reaksi cytotoxic T-cell ( CTL) yang relatif lemah
masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi di hati
tetapi tidak bias menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetic VHC
sehingga kerusakan sel hati berjalan terus-menerus.
Kemajuan Alami atau Perjalanan Hepatitis B Kronis
Suatu infeksi virus hepatitis B dapat maju / berkembang dari suatu
tahap toleran imun (dimana sistim imun mengabaikan virus), melalui suatu
tahap pembersihan imun (dimana sistim imun mencoba untuk mengeliminasi
virus), ke suatu tahap diam (dimana virus tidak aktif). Perjalanan hepatitis B
kronis, bagaimanpun, bervariasi dan berhubungan dengan beberapa faktor-
faktor, termasuk umur pasien waktu infeksi mulai. Jadi, perjalanan virus
hepatitis B pada orang-orang yang terinfeksi pada umur yang muda adalah
sunguh berbeda dari mereka yang terinfeksi dalam kedewasaannya.
Akhirnya, bagaimanapun, perjalanan tergantung sebagian besar dari interaksi
atau keseimbangan antara sistim imun dan virus.
Tahap Toleran Imun
Untuk individu-individu yang terinfeksi pada saat umur muda
(contohnya, anak-anak yang dilahirkan di Asia Tenggara atau Afrika sub-
Sahara), sistim imun pada awalnya tidak mengenali atau bereaksi pada virus
hepatitis B. Tahap infeksi ini dikenal sebagai tahap toleran imun karena sistim
imun tampaknya mentolerir virus. Banyak faktor-faktor mungkin bertanggung
jawab untuk toleransi ini. Untuk satu hal, sistim imun dipaparkan pada virus
hepatitis B ketika sistim imun masih belum dewasa/matang dan, oleh
karenanya, mungkin tidak mampu untuk mengenali virus hepatitis B sebagai
material asing. Untuk hal yang lain, virus mungkin
mengungkapkan/menyatakan dirinya dalam sel-sel hati selama tahun-tahun
awal infeksi berbeda (contohnya, lebih tidak nyata) daripada tahun-tahun
kemudian infeksinya.
Selama tahap toleran imun, sedikit atau tidak ada kerusakkan
dilakukan pada hati meskipun adanya tingkat-tingkat virus yang tinggi dalam
tubuh. Lebih dari itu, tes-tes darah hati adalah normal dan orang yang
dipengaruhinya tidak mempunyai gejala-gejala. Tahap ini secara khas
berlangsung bertahun-tahun, bahkan sampai dua atau tiga dekade. Hasil-
hasil dari tes-tes darah virus hepatitis B selama tahap ini adalah HBsAg
positif, HBeAg positif, dan virus hepatitis B DNA positif. Adalah penting untuk
mengetahui bahwa tahap toleran imun biasanya tidak terlihat pada individu-
individu yang terinfeksi selama masa dewasa, seperti yang biasanya terjadi di
Amerika Utara dan Eropa Barat.
Tahap Pembersihan Imun
Tahap pembersihan imun mulai selama dekade ke-3 sampai ke-4 dari
suatu infeksi virus hepatitis B yang didapat waktu masa kanak-kanak. Sistim
imun pada pasien-pasien ini tidak lagi mengabaikan infeksi virus. Suatu
infeksi virus hepatitis B yang didapat pada masa dewasa, berlawanan
dengannya, biasanya mulai dengan tahap pembersihan imun. Pada tahap ini,
sistim imun menyerang dan melukai sel-sel hati yang terinfeksi virus hepatitis
B. Tahap ini disebut tahap pembersihan imun karena sistim imun mencoba
untuk membersihkan atau mengeliminasi virus. Namun, karena luka hati yang
berlawanan asas yang terjadi selama tahap ini, tes-tes darah hati standar
adalah abnormal (meningkat), terutama ALT dan AST. Sebagai tambahan,
biopsi hati mungkin menunjukkan luka hati (peradangan) yang signifikan dan
pembentukan luka parut (fibrosis). Keparahan dari perusakkan sel hati dan
durasi tahap ini menentukan apakah individu-individu mengembangkan
penyakit hati yang signifikan atau bahkan sirosis (luka parut hati yang berat).
Lebih parah kerusakkan dan lebih lama tahap, lebih mungkin pengembangan
sirosis.
Tahap Diam
Setelah tahap pembersihan imun, infeksi virus masuk tahap diam
(diam, tidur, atau tidak aktif). Tingkat-tingkat viris hepatitis B menjadi sangat
rendah, tes-tes darah hati standar adalah mendekati normal atau normal, dan
sedikit atau tidak ada sel-sel hati yang luka (meradang) terlihat pada biopsi
hati. Fibrosis yang telah lanjut atau sirosis yang mungkin telah berkembang
lebih awal, bagaimanapun, menetap. Pada tahap diam, individu akan hampir
selalu tetap HBsAg positif, menandakan kehadiran infeksi virus hepatitis B
yang sedang berlangsung. Pada saat ini, bagaimanapun, penanda-penanda
(markers) dari reproduksi virus (HBeAg dan hepatitis B virus DNA) menjadi
negatif dan anti-HBe (menandakan suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari
virus dan lebih tidak berisiko menularkan) menjadi positif.
Pengaktifan-pengaktifan kembali (flares) dan Kemajuan Hepatitis B
selama tahap diam
Adakalanya, selama tahap diam, virus dapat menjadi aktif kembali.
Pengaktifan kembali seringkali dikaitkan dengan gejala-gejala, tes-tes darah
hati yang abnormal, dan luka pada hati. Flares disebabkan olah suatu
gangguan dalam keseimbangan yang lembut antara sistim imun dan virus.
Mereka dapat menjadi sangat parah dan berakibat pada luka parut hati yang
lebih jauh. Pria-pria Asia yang berumur 40 tahun lebih adalah terutama
berisiko mendapatkan pengaktifan kembali (flare) dari penyakit virus hepatitis
B mereka. Faktanya, penyakit pada banyak individu-individu ini akan maju ke
sirosis dan akhirnya ke sirosis yang telah lanjut atau stadium akhir sirosis,
dengan komplikasi-komplikasi yang berkaitan dengannya, termasuk kanker
hati.
Kemajuan ke sirosis, bagaimanapun, adalah
tersembunyi/membahayakan pada kebanyakan incividu-individu dengan virus
hepatitis B. Ini berarti bahwa kondisinya maju dengan sedikit atau tidak ada
gejala-gejala untuk mengindikasikan keseriusan penyakit. Sekali sirosis
terjadi, risiko mengembangkan komplikasi-komplikasi utama dari hipertensi
portal (penahanan cairan, hepatic encephalopathy, atau perdarahan dari
varices-varices kerongkongan) adalah kira-kira 20 sampai 25% melalui 5
tahun. Yang lebih dari itu, risiko mengembangkan kanker hati primer
(hepatocellular carcinoma) adalah kira-kira 200 sampai 300 kali lebih tinggi
daripada individu-individu yang sehat tanpa infeksi virus hepatitis B.
b. Patogenesis hepatitis C kronik
Pada hepatitis C, reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin
pro-inflamasi seperti TNF-,TGf-1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel
inflamasi lainnya dan menyebabkan keadaan tenang kemudian berfroliferasi
dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan
matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam
menghasilkan sitokin-sitokin pro inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus-
menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis
semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit.
Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati.
Gejala Klinik hepatitis kronik
Sekitar sepertiga hepatitis kronis timbul setelah suatu serangan
hepatitis virus akut, yang lain timbul secara bertahap tanpa penyakit yang
jelas sebelumnya. Banyak penderita hepatitis kronis yang tidak menunjukkan
gejala sama sekali (asimtomatik). Bila timbul gejala, bisa berupa:
- Perasaan tidak enak badan
- Nafsu makan yang buruk
- Kelelahan.
- Kadang terjadi demam ringan dan rasa tidak nyaman di perut
bagian atas.
- Sakit kuning (jaundice) bisa terjadi, bisa juga tidak.
- Pada akhirnya akan timbul gambaran penyakit hati menahun:
o Pembesaran limpa
o Gambaran pembuluh darah yang menyerupai laba-laba di
kulit
o Penimbunan cairan
o Palmar erythema
- Gejala lainnya yang timbul pada wanita muda penderita hepatitis
autoimun :
o Jerawat
o Terhentinya siklus menstruasi
o Nyeri sendi
o Pembentukan jaringan parut di paru-paru
o Peradangan kelenjar tiroid dan ginjal
o Anemia
- Sedikit pasien dengan hepatitis kronik berkembang manifestasi
menjadi cholestasis.
- HCV kronik kadang-kadang diasosiasikan dengan lichen planus,
Mucocutaneus vasculitis, glomerulonephritis, porphyria cutanea
tarda, dan mungkin non-Hodgkin B-cell lymphoma. Sekitar 1%
pasien berkembang menjadi simptomatik cryoglobulinemia dengan
fatigue, mialgia, arthralgias, neuropathy, glomerulonephritis, dan
skin rashes (urtikaria, purpura, atau leukositoclastic vasculitis);
asimptomatik cryoglobulinemia pada umumnya.
Diagnosis hepatitis kronik
A. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis untuk
menegakkan hepatitis kronik :
B. Identitas pasien yaitu : nama, umur, jenis kelamin, dll.
B. Keluhan utama
Apakah ada gejala klinis yang dikeluhkan oleh penderita sesuai
dengan etiologi penyebab hepatitis kronik
C. Riwayat perjalanan penyakit sekarang yaitu ditanyakan sejak kapan
gejala ini timbul sehingga dapat diketahui berat ringannya gejala
dan dapat ditentukan prognosisnya.
D. Riwayat kontak, kebiasaan hidup, serta keadaan yang
berhubungan dengan etiologi hepatitis kronik
E. Riwayat penyakit terdahulu yaitu apakah sebelumnya sudah pernah
mengalami gejala seperti sekarang. Jika perlu, ditanyakan
penyebab timbulnya gejala yang sebelumnya sehingga lebih
mengarahkan kita menemukan etiologinya.
E. Riwayat pemakaian obat-obat yang hepatotoksik.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada yang sudah menahun, dapat ditemukan pembesaran
limpa, gambaran pembuluh darah yang menyerupai laba-laba di kulit,
penimbunan cairan, palmar erythem
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan serologis :
- Kenaikan dan fluktuasi aminotransferase
Elevasi aminotransferase merupakan karakteristik yang paling
menunjukkan abnormalitas. Walaupun nilainya dapat berubah,
biasanya 100-500 IU/L. ALT biasanya lebih tinggi daripada AST. Nilai
aminotransferase dapat normal selama hepatitis kronik jika penyakit ini
dalam periode diam, terutama pada HC
- Bilirubin biasanya dibawah nilai normal menunjukkan peningkatan
stadium penyakit , bilirubin sedikit meninggi pada kasus yang berat
- Waktu protrombin sering memanjang pada fase akhir penyakit
- Alkaline phosphatase biasanya normal atau elevasi rendah tetapi
kadang-kadang terlihat tinggi
- Umumnya ditemukan antibodi nonspesifik yang beredar di dalam darah
seperti antibodi terhadap mitokondria, otot polos dan lain-lain yang
menyongkong
Biopsi hati
Biopsi hati penting untuk memastikan diagnosis dan untuk
menentukan kelas dan tingkat penyakit. Dengan memeriksa jaringan
hati dibawah mikroskop, akan diketahui beratnya peradangan dan
adanya pembentukan jaringan parut maupun sirosis. Biopsi juga bisa
menentukan penyebab dari hepatitis kronik.
Penatalaksanaan hepatitis kronik
Banyak penderita hepatitis kronis yang selama bertahun-tahun tidak
menunjukkan kerusakan hati yang progresif. Penderita lainnya mengalami
perburukan penyakit secara bertahap. Obat yang dinilai bermanfaat untuk
pengobatan hepatitis kronik adalah interferon (IFN), yaitu suatu protein seluler
stabil dalam asam yang diproduksi oleh sel tubuh manusia akibat rangsangan
virus atau akibat induksi beberapa mikroorganisme, asam nukleat, antigen,
nitrogenm dan polimer sintetik. Interferon mempunyai efek antivirus,
imunomodulasi, dan antiproliferatif.
Hepatitis B
Pemberian interferon pada penyakit ini ditujukan untuk menghambat
replikasi virus hepatitis B, menghambat nekrosis sel hati oleh karena reaksi
radang, dan mencegah transformasi maligna sel-sel hati. Diindikasikan untuk
:
- pasien hepatitis kronik aktif berdasarkan pemeriksaan histopatologi
- pasien dengan HBeAg dan HBV-DNA positif
- dapat dipertimbangkan pemberian interferon pada hepatitis fulminan
akut meskipun belum banyak dilakukan penelitian pada bidang ini.
Diberikan INF leukosit pada kasus hepatitis kronik aktif dengan dosis
sedang 5-10 MU / m
2
/ hari selama 3-6 bulan. Dapat juga pemberian INF
limfoblastoid 10 MU / m
2
3 kali seminggu selama 3 bulan lebih.
Sepertiga pasien hepatitis B kronik memberi respin terhadap terapi
interferon, ditandai dengan hilangnya HBV-DNA dan serokonversi HbeAg /
Anti HBe, serokonversi HbsAg / Anti HBs terjadi pada 7% pasien. Terapi ini
harus dilakukan minimal selama 3 bulan. Pengobatan yang lebih baik adalah
ribavirin bersamaan dengan interferon-alfa.
Hepatitis C
Pemberian interferon bertujuan mengurangi gejala, mengusahakan
perbaikan parameter kimiawi, mengurangi peradangan dalam jaringan hati,
menghambat progresi histopatologi, menurunkan infektivitas, menurunkan
resiko terjadinya hepatoma, dan memperbaiki harapan hidup.
Respon tergantung dari lamanya penyakit dan kelainan histologi. Dosis
standar yang biasa dipakai adalah interferon dengan dosis 3 X 3 juta unit /
minggu selama 6 bulan. Masih belum jelas apakah menambah waktu
pengobatan di atas 9 bulan dapat meningkatan respon dan menurunkan
angka kambuh.
Dapat terjadi kekambuhan singkat beberapa bulan setelah obat
dihentikan selama kurang dari 3 bulan, kemudia kadar SGPT akan kembali ke
normal. Bila berlangsung lebih dari 3 bulan dianggap berkepanjangan dan
harus diobati. Biasanya bila pengobatan sebelumnya berhasil, respon
pengobatan akan sama baiknya dengan pemberian terapi ulangan dosis
semula. Pengobatan yang lebih baik adalah ribavirin bersamaan dengan
interferon-alfa.
Hepatitis autoimun biasanya diobati dengan kortikosteroid, kadang
dikombinasikan dengan azathioprin. Obat ini menekan peradangan,
meringankan gejala dan memperbaiki angka harapan hidup penderita. Tetapi
pembentukan jaringan parut (fibrosis) di hati secara bertahap akan semakin
memburuk. Menghentikan pengobatan biasanya menyebabkan kekambuhan,
sehingga sebagian besar penderita harus mengkonsumsi obat ini terus
menerus. Sekitar 50% penderita hepatitis autoimun akan mengalami sirosis,
kegagalan hati atau keduanya.
Jika diduga penyebabnya adalah obat, maka pemakaian obat segera
dihentikan. Tanpa menghiraukan penyebab maupun jenisnya, setiap
komplikasi (misalnya asites atau ensefalopati hepatikum) harus diobati.
Transplantasi hati seringkali diindikasikan untuk penanganan terakhir.
Pencegahan hepatitis kronik
Hepatitis kronik dapat dicegah dengan menjaga gaya hidup yang
sehat, serta penegakan diagnosis dini yang tepat dan terapi adekuat pada
tahap sebelumnya seperti pada hepatitis akut virus.
Komplikasi hepatitis kronik
Hepatitis kronik terutama hepatitis kronik sering menyebabkan gagal
hati, sirosis, hepatoma, dan kematian.
Prognosis hepatitis kronik
Prognosis hepatitis kronik sangat bervarisi berdasarkan etiologinya.
Hepatitis kronik karena obat akan baik bila obat segera dihentikan. Hepatitis
kronik akibat hepatitis virus tanpa pengobatan akan mempunyai prognosis
buruk karena dapat berkembang dengan cepat serta dapat menyebabkan
kematian. Hepatitis kronik autoimun umumnya berespon baik terhadap terapi
tetapi terkadang tetap progresi menjadi fibrosis dan sirosis.