TERPADU SEBAGAI PERAN MANUSIA UNTUK KESEIMBANGAN ALAM DAN
LINGKUNGAN DALAM ISLAM
Oleh Nama : Elvrado Wega Senturi NIM : 125040201111016 Kelas : F Dosen : Khalid Rahman S.PdI M.PdI
PROGRAMSTUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
BAB I PENDAHULUAN Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan back to nature telah menjadi trend baru dan meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Oleh karena itu, penerapan teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan harus mendapat perhatian dari semua pihak, sebagai landasan pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pola pembangunan pertanian seperti ini, selain harus dapat memelihara tingkat produksi, juga harus mampu mengurangi dampak kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu kegiatan nyata yang perlu dilakukan adalah dengan menjaga produksi pertanian dari gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) serta memperhatikan jasa-jasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian, seperti jasa penyerbukan, jasa penguraian dan jasa pengendali hayati (Tobing, 2009). Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional (Mulyaman, 2008). Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian sering menggunakan pestisida sintetis terutama untuk hama dan penyakit yang sulit dikendalikan, seperti penyakit yang disebabkan oleh virus dan patogen tular tanah (soil borne pathogens). Untuk mengendalikan penyakit ini petani cenderung menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini dilakukan petani karena modal yang telah dikeluarkan cukup besar sehingga petani tidak berani menanggunag resiko kegagalan usaha taninya. Selain itu, ketertarikan konsumen terhadap produk hortikultura yang bersih dan cantik, serta kurang tersedianya pengendalian non kimia yang efektif, maka pestisida sintetis tetap menjadi primadona bagi petani (Istikorini, 2002). Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis (resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami) serta mengakibatkan peningkatan residu pada hasil. Terdapat kecenderungan penurunan populasi total mikroorganisme seiring dengan peningkatan takaran pestisida (Emalinda et al., 2003). Oleh karena itu perhatian pada alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis. Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi (Saptana at al., 2010). Salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) yang sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan pembangunan pertanian secara hayati karena pengendalian ini lebih selektif (tidak merusak organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati berupaya memanfaatkan pengendali hayati dan proses-proses alami. Aplikasi pengendalian hayati harus kompatibel dengan peraturan (karantina), pengendalian dengan jenis tahan, pemakaian pestisida dan lain-lain. Berbagai kendala yang menyangkut komponen hayati antara lain adalah adanya kesan bahwa cara pengendalian hayati lambat kurang diminati. Oleh karena itu terasa pentingnya suatu komitmen untuk menentukan suatu gerak terpadu melalui konsep pengendalian hayati yang menguntungkan dan berkelanjutan dalam pemanfaatannya. Dalam agama islam juga dijelaskan bahwa tugas manusia diciptakan di alam semesta salah satunya untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi. Dalam konsep pengendalian hama terpadu dengan mementingkan keseimbangan lingkungan sejalan dengan ayat-ayat dalam Al-Quran untuk perintah menjaga alam semesta. Pengendalian hama dengan menggunakan pestisida kimiawi secara tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan juga keseimbangan makhluk hidup di ekosistem menjadi terganggu maka sebagai manusia kita mempunyai kewajiban untuk menjaga alam dan lingkungan sekitar dengan sebaik-baiknya.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengenalan Pengendalian Hama Terpadu Konsep pengendalian hama terpadu (PHT) muncul pada tahun 1960an sebagai pemikiran kepedulian terhadap lingkungan akibat penggunaan pestisida dan dampaknya terhadap lingkungan. PHT merupakan pengembangan metode-metode pengendalian alternatif dalam perlindungan tanaman terhadap serangga hama. Dengan demikian, yang berkembang adalah metode pengendalian yang bersifat silver bullet, yaitu satu metode yang prinsipnya adalah dapat mengendalikan adanya peledakan populasi hama dan menekan kerusakan tanaman. Karakter dari mertode ini adalah pengandalan dari suatu teknik pengendalian. Pengembangan PHT selanjutnya lebih mengarah pada pengelolaan agroekosistem yang dikembangkan berdasarkan teori-teori ekologi, terutama dalam merancang suatu agroekosistem yang lebih tahan terhadap peledakan populasi hama. Pada umumnya yang ditekankan adalah pemanfaatan kekuatan alami yang dimungkinkan dengan melakukan pengurangan penggunaan insektisida pada suatu agroekosistem (Pimentel dan Goodman 1978; Levins dan Wilson 1979). Pada umumnya konsep PHT dipraktekkan dengan prinsip penggunaan pestisida secara bijaksana (intelligent pest management = IPM), yang ditunjukkan dengan adanya konsep ambang ekonomi, dan teori-teori ekologi yang dikembangkan gagal diterapkan. Lambatnya penerapan PHT berdasarkan teori-teori ekologi yang telah dikembangkan, disebabkan pada awalnya pengembangan PHT terfokus pada pengembangan-pengembangan metode alternatif dari penggunaan pestisida dalam pengendalian hama (Lewis et al, 1997). PHT hendaknya diterapkan berdasarkan evaluasi fakta-fakta mengapa suatu agro-ekosistem menjadi rentan terhadap eksplosi hama dan bagaimana membuat suatu agroekosistem menjadi lebih tahan terhadap eksplosi hama. Pemikiran ini merubah konsep PHT dari suatu hubungan linier antara hama sasaran dan suatu strategi pengelolaan hama, menjadi suatu hubungan yang berupa jaringan (web) antara serangga hama, musuh alami dan keragaman tanaman (Altieri dan Altieri, 2004). Penekanan dari konsep ini adalah pencegahan timbulnya masalah hama, dengan meningkatkan kekebalan agroekosistem dengan memadukan teknik-teknik pengelolaan hama melalui aktivitas-aktivitas budidaya yang lain, sehingga produktivitas lahan dan kesehatan tanaman dapat terjaga, serta mendapatkan keuntungan ekonomi. Konsep ini menekankan pada pencarian faktor-faktor penyebab suatu agroekosistem menjadi rentan terhadap hama. Makalah ini akan mengemukakan pemikiranpemikiran dalam pengelolaan hama dengan memahami faktor-faktor penyebab rentannya suatu agroekosisitem terhadap infestasi hama, serta teknik pengelolaan agroekosistem tersebut dalam pengendalian hama. B. Faktor-Faktor Penyebab Kerentanan Agroekosistem Terhadap Eksplosi Hama Agroekosistem yang merupakan suatu ekosistem pertanian dapat dikatakan produktif jika terjadi keseimbangan antara tanah, hara, sinar matahari, kelembaban udara dan organisme-organisme yang ada, sehingga dihasilkan suatu pertanaman yang sehat dan hasil yang berkelanjutan (Altieri dan Altieri, 2004). Gangguan-gangguan terhadap agroekosistem tersebut dapat diatasi karena telah ada sistem yang dapat mengatasi atau mentoleransi adanya cekaman biotik dan abiotik yang ada. Jika terdapat gangguan pada suatu agroekosistem oleh patogen, serangga hama atau degradasi lahan, maka untuk mencegah terjadinya kerentanan pada agroekosistem tersebut perlu dilakukan pengembalian keseimbangan (resiliance), yaitu dengan mengembalikan fungsi dari masing-masing komponen yang ada dalam agroekositem tersebut. C. Pengelolaan Agroekosistem Faktor-faktor penyebab rentannya suatu agroekosistem terhadap eksplosi hama dapat diatasi dengan melakukan pengelolaan agroekosistem supaya menjadi lebih tahan terhadap eksplosi hama. Tujuan dari pengelolaan agroekosistem adalah menciptakan keseimbangan dalam lingkungan, hasil yang berkelanjutan, kesuburan tanah yang dikelola secara biologis dan pengaturan populasi hama melalui keragaman hayati serta penggunaan input yang rendah (Altieri, 1994). Untuk mencapai tujuan ini, strategi yang dikembangkan adalah optimalisasi daur hara dalam tanah dan pengembalian bahan organik, konservasi air dan tanah serta keseimbangan populasi hama dan musuh alaminya. Strategi ini mengarah pada suatu pengaturan lanskap yang ada, sehingga didapatkan kemantapan fungsi dari keragaman hayati yang membantu dalam proses menuju agroekosistem yang sehat. Konsep ekologi dalam PHT, merupakan konsep dari proses alami dan interaksi- interaksi biologi yang dapat mengoptimalkan sinergi fungsi dari komponen-komponennya. Dengan demikian, lahan dengan keragaman hayati yang tinggi, mempunyai peluang tinggi untuk terjaga kesuburan tanahnya melalui aktivasi biota tanah. Selain itu, perkembangan populasi herbivore dapat terjaga melalui peningkatan peran arthropoda berguna dan antagonis. Pengelolaan agroekosistem untuk mendapatkan produksi yang berkelanjutan dan sesedikit mungkin berdampak negatif terhadap lingkungan dan sosial, serta input rendah dimungkinkan dengan menerapkan prinsip-prinsip ekologi sebagai berikut (Reijntes et al., 1992): 1. Meningkatkan daur ulang dan optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan alur hara. Prinsip ini dapat dilakukan dengan melakukan rotasi dengan tanaman-tanaman pupuk hijau. 2. Memantapkan kondisi tanah untuk pertumbuhan tanaman dengan mengelola bahan organik dan meningkatkan biota tanah. Pemberian biomassa pada lahan akan menambah bahan organik yang selanjutnya akan meningkatkan biota tanah yang berguna dalam peningkatan kesuburan tanah. 3. Meminimalkan kehilangan karena keterbatasan ketersediaan air melalui pengelolaan air. Air dibutuhkan tanaman untuk dapat berproduksi optimal, sehingga ketersediaannya pada waktu dan jumlah yang cukup, sangat berpengaruh terhadap produktivitas lahan. Pengelolaan air dapat dilakukan dengan teknik-teknik pengawetan air tanah. 4. Meningkatkan keragaman spesies dan genetik dalam agroekosistem, sehingga terdapat interaksi alami yang menguntungkan dan sinergi dari komponen-komponen agroekosistem melalui keragaman hayati. Tujuan akhir dari pengelolaan agroekosistem adalah memadukan komponen- komponen yang ada sehingga efisiensi biologis dapat diperbaiki, keragaman hayati dapat dilestarikan dan dihasilkan produksi yang berkelanjutan. Seperti telah dibahas di atas, pertanaman monokultur dapat memicu eksplosi hama, karena budidaya monokultur dapat menyebabkan agroekosistem menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan agroekosistem masih dapat diperbaiki dengan menambahkan keragaman tanaman pada suatu pertanaman dan lanskap (Gillesman, 1999) yang disebut sebagai rekayasa ekologi (ecological engineering). Keragaman tanaman yang tinggi dapat menciptakan interaksi dan jaring-jaring makan yang mantap dalam suatu agroekosistem. Keragaman tanaman dalam suatu agroekosistem merupakan konsep dasar dalam pengendalian hayati (Noris dan Kogan, 2006). D. Pengendalian Hama Melalui Pengelolaan Agroekosistem Pengendalian hama merupakan salah satu aktivitas dari budidaya tanaman. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui perancangan agroekosistem yang stabil. Berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan di atas, perancangan agroekosistem yang stabil melibatkan pengelolaan komponen-komponen dalam agro-ekosistem tersebut. Perancangan agroekosistem untuk pengendalian hama dapat dilakukan melalui pengeloaan habitat yang targetnya adalah: 1. Meningkatkan keragaman vegetasi melalui sistem tanam polikultur. 2. Meningkatkan keragaman genetik melalui penggunaan varietas dengan ketahanan horizontal yang dirakit dari plasma nutfah lokal. 3. Memperbaiki pola tanam dan menerapkan sistem rotasi tanaman kacang-kacangan, pupuk hijau, tanaman penutup tanah dan dipadukan dengan ternak. 4. Mempertahankan keragaman lanskap dengan meningkatkan koridor-koridor biologis. Dalam program pengendalian hama, penambahan keragaman vegetasi bukan merupakan suatu strategi pengendalian yang dapat berdiri sendiri (standalone tactic) dalam menyelesaikan masalah hama yang ada. Teknik-teknik pengendalian hama yang penekanannya adalah pengendalian ramah lingkungan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang telah ada untuk menuju sistem pertanian yang berkelanjutan, perlu dikembangkan. Teknikteknik tersebut difokuskan pada optimalisasi peran musuh alami sebagai faktor mortalitas biotik bagi serangga hama atau sebagai penghambat perkembangan patogen penyakit. Salah satu teknik pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan adalah penggunaan pestisida botani. E. Pengendalian OPT Berdasarkan Konsep Pengendalian hayati Pengendalian hayati didasarkan pada pemahaman siklus hidup OPT dan mencegah perkembangan OPT tersebut. Untuk mengembankan teknik pengendalian secara hayati maka langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Definisi masalah. Pertama harus dipahami masalah, mengetahui penyebab hama penyakitnya, di mana penyebab hama penyakit bertahan, bagaimana cara menularnya penyakit dan memahami faktor-faktor yang mendukung perkembangan ekobiologi dan epidemiologinya. Pada sebagian besar kasus, informasi ini dapat diperoleh dari literature pertanian. Informasi yang dapat diperoleh adalah tingkat kerusakan, periode ketika tanaman rentan, tingkat ambang ekonomi. 2. Langkah-langkah pencegahan. Langkah selanjutnya analisis praktek budidaya, selangkah demi selangkah. Dengan pengetahuan tentang hama atua patogen yang diperoleh selama definisi masalah, orang bias mengetahui apakah praktek budidaya dapat diubah untuk membatasi berkembangnya patogen. Sumber informasi utama dapat diperoleh dari petani. 3. Langkah-langkah pengendalian. Langkah-langlah pengendalian yang khusus dipertimbangkan, dimulai dari langkah-langkah yang lebih lemah dan kemudian ke yang lebih kuat yang lebih memiliki efek samping lingkungan. F. Prospek Pengendalian Hayati Prospek pengendalian hayati perlu ditinjau dari berbagai aspek, terutama aspek teknis sejak kegiatan di laboratorium dan rumah kaca. Jumlah dan jenis penelitian yang sudah diperoleh oleh ahli-ahli di bidang pengendalian hayati sangat besar pada tingkat laboratorium dan rumah kaca, namun hanya sebagian kecil saja yang telah dimanfaatkan di tingkat lapangan dalam skala ekonomi. Hal ini tidak perlu menjadi alasan untuk menyatakan bahwa prospek pengendalian hayati dalam praktek kecil atau kurang relevan. Keanekaragaman dari mikrooragnisme yang antagonistik dan kekayaan sumberdaya alam di Indonesia, sebenarnya menjanjikan peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan dalam pengendalian hayati penyakit tanaman. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 6 tahun 1995 pasal 4 tentang Perlindungan tanaman disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan dan atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam atau lingkungan hidup (Suniarsyih, 2009). Untuk maksud tersebut yang paling cocok pertanian untuk masa depan adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Adapun definisi pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Dalam pertanian berkelanjutan perlindungan tanaman harus dilakukan dengan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) (Istikorini, 2002). G. Pandangan Islam tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam pandanagn Islam, manusia ialah makhluk terbaik diantara semua ciptaan Tuhan dan berani memegang tanggungjawab mengelola bumi, maka semua yang ada di bumi diserahkan untuk manusia. Oleh karena itu manusia diangkat menjadi khalifah di muka bumi. Sebagai makhluk terbaik, manusia diberikan beberapa kelebihan diantara makhluk ciptaan- Nya, yaitu kemuliaan, diberikan fasilitas di daratan dan lautan, mendapat rizki dari yang baik- baik, dan kelebihan yang sempurna atas makhluk lainnya. Bumi dan semua isi yang berada didalamnya diciptakan Allah untuk manusia, segala yang manusia inginkan berupa apa saja yang ada di langit dan bumi. Daratan dan lautan serta sungai-sungai, matahari dan bulan, malam dan siang, tanaman dan buah-buahan, binatang melata dan binatang ternak. Sebagai khalifah di bumi, manusia diperintahkan beribadah kepada-Nya dan diperintah berbuat kebajikan dan dilarang berbuat kerusakan. Selain konsep berbuat kebajikan terhadap lingkungan yang disajikan Al-Quran seperti dipaparkan di atas, Rasulullah SAW memberikan teladan untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. (Ali Munir, 2009) Hal ini dapat diperhatikan dari Hadist-Hadist Nabi, seperti Hadist tentang pujian Allah kepada orang yang menyingkirkan duri dari jalan; dan bahkan Allah akan mengampuni dosanya, menyingkirkan gangguan dari jalan ialah sedekah, sebagian dari iman,dan merupakan perbuatan baik. Dalam konsep khilafah menyatakan bahwa manusia telah dipilih oleh Allah di muka bumi ini (khalifatullah filardh). Sebagai wakil Allah, manusia wajib untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat Allah. Salah satu sifat Allah tentang alam adalah sebagai pemelihara atau penjaga alam (rabbulalamin). Jadi sebagai wakil (khalifah) Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan bertanggung jawab untuk menjaga bumi. Artinya, menjaga keberlangsungan fungsi bumi sebagai tempat kehidupan makhluk Sebagai khalifah di muka bumi, manusia memiliki kewajiban melestarikan alam semesta dan lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar hidup di dunia menjadi makmur sejahtera penuh keberkahan dan menjadi bekal di hari akhir kelak. (Syamsul Arifin, 2012) Hal ini secara langsung diungkapkan oleh Allah dalam salah satu firmanNya dalam surat Al araf ayat 56 yang kurang lebihnya berbunyi; Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Selain itu Allah juga berfirman dalam surat Ar ruum ayat 41 yang artinya; Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa kerusakan alam lingkungan pada akhirnya akan memberikan dampak buruk kepada diri manusia sendiri. (Syamsul Arifin, 2012) Sebagai contoh, perilaku manusia dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit pada lahan pertanian dengan kurag bijaksana dalam penggunaan pestisida kimiawi yang dapat membuat pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kesehatan bagi manusia lainnya. Begitu juga dengan keseimbangan makhluk hidup di alam semesta karena aplikasi yang berlebihan dapat mematikan musuh alami yang menjadi predator bagi hama tetapi hama jika terus dibarikan aplikasi pestisida kimiawi secara terus menerus akan menjadi tahan/kebal dengan pestisida, jadi apabila musuh alami sudah tidak ada untuk mengendalikan hama yang semakin meledak pertumbuhannya kerusakan alam akan cepat terjadi. Maka dari itu konsep pengendalian hama terpadu harus dilakukan agar keseimbangan makhluk hidup dalam suatu ekosistem maupun agroekosistem dapat selalu terjaga. Kesadaran manusia dalam perannya sebagai khalifah yang telah ditunjuk oleh Allah di muka bumi seyogyanya mulai bertindak arif dan bijaksana dalam mengelola kekayaan alam dan bumi sehingga terhindar dari kerusakan dan kelestarian bumi dan lingkungan hidup tetap terjaga. Dalam Q.S Ar Ruum ayat 9 dijelaskan seperti dibawah ini : Artinya : Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang- orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri. Pesan yang disampaikan dalam surat Ar Ruum ayat 9 di atas menggambarkan agar manusia tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang dikwatirkan terjadinya kerusakan serta kepunahan sumber daya alam, sehingga tidak memberikan sisa sedikitpun untuk generasi mendatang. Untuk itu Islam mewajibkan agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta melestarikannya.Mengolah serta melestarikan lingkungan tercermin secara sederhana dari tempat tinggal (rumah) seorang muslim. Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani : Artinya Dari Abu Hurairah : jagalah kebersihan dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan. Dan tidak akan masuk syurga, kecuali orang-orang yang bersih . (HR. Thabrani). Dari Hadits di atas memberikan pengertian bahwa manusia tidak boleh kikir untuk membiayai diri dan lingkungan secara wajar untuk menjaga kebersihan agar kesehatan diri dan keluarga/masyarakat kita terpelihara.Demikian pula, mengusahakan penghijauan di sekitar tempat tinggal dengan menanamkan pepohonan yang bermanfaat untuk kepentingan ekonomi dan kesehatan, disamping juga dapat memelihara peredaran suara yang kita hisap agar selalu bersih, bebas dari pencemaran Di dalam surat Ar Ruum ayat 41 Allah SWT memperingatkan bahwa terjadinya kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia. (Syamsul Arifin, 2012) Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Serta surat Al Qashash ayat 77 menjelaskan sebagai berikut Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Firman Allah SWT di dalam surat Ar Ruum ayat 41 dan surat Al Qashash ayat 77 menekankan agar manusia berlaku ramah terhadap lingkungan (environmental friendly) dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini. (Syamsul Arifin, 2012)
BAB III KESIMPULAN Perilaku manusia dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit pada lahan pertanian dengan kurag bijaksana dalam penggunaan pestisida kimiawi yang dapat membuat pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kesehatan bagi manusia lainnya. Begitu juga dengan keseimbangan makhluk hidup di alam semesta karena aplikasi yang berlebihan dapat mematikan musuh alami yang menjadi predator bagi hama tetapi hama jika terus dibarikan aplikasi pestisida kimiawi secara terus menerus akan menjadi tahan/kebal dengan pestisida, jadi apabila musuh alami sudah tidak ada untuk mengendalikan hama yang semakin meledak pertumbuhannya kerusakan alam akan cepat terjadi. Maka dari itu konsep pengendalian hama terpadu harus dilakukan agar keseimbangan makhluk hidup dalam suatu ekosistem maupun agroekosistem dapat selalu terjaga. Kesadaran manusia dalam perannya sebagai khalifah yang telah ditunjuk oleh Allah di muka bumi seyogyanya mulai bertindak arif dan bijaksana dalam mengelola kekayaan alam dan bumi sehingga terhindar dari kerusakan dan kelestarian bumi dan lingkungan hidup tetap terjaga. Dalam agama islam juga dijelaskan bahwa tugas manusia diciptakan di alam semesta salah satunya untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi. Dalam konsep pengendalian hama terpadu dengan mementingkan keseimbangan lingkungan sejalan dengan ayat-ayat dalam Al-Quran untuk perintah menjaga alam semesta. Pengendalian hama dengan menggunakan pestisida kimiawi secara tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan juga keseimbangan makhluk hidup di ekosistem menjadi terganggu maka sebagai manusia kita mempunyai kewajiban untuk menjaga alam dan lingkungan sekitar dengan sebaik-baiknya. DAFTAR PUSTAKA Altieri, M. A. 1994. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystems. Haworth Press, New York. Altieri, N and Altieri, M. A. 2004. Agroecological bases of ecological engineering for pest management. In: G. M. Gurr, S. D. Wratten dan M. A. Altieri (Eds.), Ecological Engineering for Pest Management. Comstock Publishing Associates, New York. p. 32 54. Anonim, 2008. Pestisida sintetis dan bahayanya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. http://www.pertaniansehat.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=66. April 2014. Arifin, Syamsul. 2012. Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Islam. http://syamsul89.blogspot.com/2012/01/manusia-dan-lingkungan-hidup-dalam.html. April 2014. Emalinda, O., A.P. Wahyudi dan Agustian. 2003. Pengaruh herbisida glifosat terhadap pertumbuhan dan keragaman mikroorganisme dalam tanah serta pertumbuhan tanaman kedelai (Glicune max (L.) Merr.) pada ultisol. Stigma. Vol. XI. 309-314. Gillesman, S. R. 1999. Agroecology: Agroecological Processes in Agriculture. Ann Arbor Press, Michigan. Istikorini, Y. 2002. Pengendalian penyakit tumbuhan secara hayati yang ekologis dan berkelanjutan. http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/yunik_istikorini.htm. April 2014. Levins, R. and Wilson. 1979. Ecological theory and pest management. Annual Review of Entomology 25: 7 29. Lewis, W.J., van Lenteren, J.C., Pathak, S.C. and Tumlinson, J.H. 1997. A total system approach to sustainable pest management. Proceedings of the National Academy of Sciences USA 94: p.12243 12248. Mulyaman, 2008. Sinergisme sistem perlindungan tanaman, tantangan dan peluang penanganan opt untuk akses pasar. http://smulyaman.blogspot.com/2010/01/jadwal- hari-ini-12-januari-2010.html. April 2014. Munir, Ali. 2009. Manusia Khalifah Penjaga Kelestarian Alam. http://alamendah.org/2009/08/25/manusia-khalifah-penjaga-kelestarian-alam/. April 2014. Noris, R. F. dan Kogan, M. 2006. Ecology of interactions between weeds and arthropods. Annual Review of Entomology 50: 479 503. Pimentel, D dan Goodman, N. 1978. Ecological basis for the management of insect populations. Oikos 30: 422 437. Reijntes, C., Haverkort, B. Dan Water-Bayer, A. 1992. Farming for the Future, Macmillan, London. Saptana , T. Panaji, H. Tarigan dan A. Setianto. 2010. Analisis Kelembagaan pengendalian hama terpadu mendukung agribisnis kopi rakyat dalam rangka otonomi daerah http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%283%29%20soca-saptanadkk- kelembagaan%20hpt%281%29.pdf. April 2014. Suniarsyih, N. S, 2009. Pengendalian hama penyakit dan gulma secara terpadu (PHPT). http://wibowo19.wordpress.com/2009/01/18/pengendalian-hama-penyakit-dan-gulma- secara-terpadu-phpt/. April 2014. Tobing, M.C. 2009. Keanekaragaman hayati dan pengelolaan serangga hama dalam agroekosistem.http://www.usu.ac.id/Pidato%20Pengukuhan%20Guru%20Besar_M_Cy ccu.pdf. April 2014.