a. Sistem Hukum Internasional Sistem hukum internasional, adalah satu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas internasional (semua negara- negara di dunia) yang harus dipatuhi dan diataati oleh setiap negara. Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan bersama oleh negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara. Kepatuhan terhadap sistem hukum internasional tersebut, adakalanya karena negara tersebut terlibat langsung dalam proses pembuatan dan tidak sedikit juga yang tinggal meratifikasinya. b. Pengertian Hukum Internasional Hukum internasional (HI) adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. 1. J.G. Starke, Hukum internasional, adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antar negara. 2. Wirjono Prodjodikoro, Hukum internasional, adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai bangsa di berbagai negara. 3. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum internasional, adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara : negara dan negara negara dan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain. c. Asal Mula Hukum Internasional Bangsa Romawi sudah mengenal hukum internasional sejak tahun 89 SM, dengan istilah Ius Gentium (hukum antar bangsa).
Ius Gentium yang kemudian berkembang menjadi Ius Inter Gentium ialah hukum yang diterapkan bagi kaula negara (orang asing), yaitu orang-orang jajahan atau orang-orang asing. Kemudian berkembang menjadi Volkernrecht (bahasa Jerman), Droit des Gens (bahasa Prancis) dan Law of Nations atau International Law (Bahasa Inggis). Dalam perkembangan berikutnya, pemahaman tentang hukum internasional dapat dibedakan dalam 2 (dua) hal, yaitu : Hukum perdata Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antar warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain (antar bangsa). Hukum Publik Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur negara yang satu dan negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara). Lanjutan . d. Hukum Internasional Dalam Arti Modern Terwujudnya Hukum Internasional yang kita kenal sekarang mrp hasil konferensi di Wina 1969. Hukum Tertulis : Bahwa ruang lingkup hukum internasional hanya berlaku utk perjanjian-perjanjian antar negara. Menghasilkan suatu perjanjian tertulis yang dikenal dengan nama Vienna Convention on the Law of Treaties. Perjanjian Internasional tertulis tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional dan yurisprudensi atau prinsip-prinsip hukum umum. Lanjutan . Hukum Tidak Tertulis : Masih terdapat hukum kebiasaan internasional (hukum tidak tertulis) yg ruang lingkupnya hanya utk perjanjian antar negara. Perjanjian-perjanjian antar negara dengan subjek hukum lain, ada pengaturan tersendiri seperti perjanjian antar negara dan organisasi-organisasi internasional. Dalam perjanjian tidak tertulis (International Agreement Not in Written Form), contohnya adalah Prancis (1973) mengadakan percobaan nuklir di Atol Aruboa yg banyak menuai protes dari negara lain bahkan, masalahnya diajukan kepada Mahkamah Internasional di Den Haag. Selanjutnya negara Prancis tidak lagi melakukan percobaan sejenis dan bila ingkar janji, negara lain dapat menuduh, memprotes dan mengadakan tuntutan. e. Asas-asas Hukum Internasional Dalam menjalin hubungan antar bangsa, setiap negara harus memperhatikan asas-asas hukum internasional : 1. Asas Teritorial 2. Asas Kebangsaan 3. Asas Kepentingan Umum Asas lain sebagai berikut : 1. Pacta sunt servanda 2. Egality rights 3. Reciprositas 4. Courtesy 5. Right sig stantibus f. Sumber Hukum Internasional Mochtar Kusumaatmadja, membedakan sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL DALAM ARTI MATERIAL : Adalah sumber hukum yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara. DALAM ARTI FORMAL : Adalah sumber dari mana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional. Sumber-sumber hukum internasional sesuai Piagam Mahkamah Internasional Pasal 38, sebagai berikut : 1. Perjanjian Internasional (Traktat = Treaty), 2. Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sbg hukum, 3. Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa- bangsa beradab, 4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum, dan 5. Pendapat-pendapat para ahli hukum terkemuka. Lanjutan . g. Subjek Hukum Internasional 1. Negara 2. Tahta Suci 3. Palang Merah Internasional 4. Organisasi Internasional 5. Orang Perseorangan 6. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa Hukum Internasional Subjek h. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional Terdapat 2 (dua) aliran (monoisme dan dualisme) yang memberikan gambaran bagaimana keterkaitan antara hukum internasional dengan hukum nasional : 1. Aliran Monoisme (tokohnya Hanz Kelsen dan Georges Scelle), bahwa antara hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan, disebabkan : Walaupun kedua sistem hukum itu mempunyai istilah yang berbeda, tetapi subjek hukumnya tetap sama, yaitu individu-individu yang terdapat dalam suatu negara. Sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. 2. Aliran Dualisme (tokohnya Triepel dan Anzilotti), berang- gapan bahwa hukum internasional (HI) dan hukum nasio- nal (HN) mrp dua sistem terpisah yg berbeda, karena : Perbedaan Sumber Hukum, HN bersumber pada hukum kebiasaan dan tertulis suatu negara, sedangkan HI berdasarkan pada hukum kebiasaan dan kehendak bersama negara-negara dlm masyarakat internasional. Perbedaan Mengenai Subjek, subjek HN adalah individu-individu yg terdapat dlm suatu negara, sedang- kan subjek HI adalah negara-negara internasional Perbedaan Mengenai Kekuatan Hukum, HN mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan sempurna jika dibandingkan dengan HI yang lebih banyak bersifat mengatur hubungan negara-negara secara horizontal. h. Proses Ratifikasi Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional Dalam UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, bahwa dalam pembuatan perjanjian internasional harus didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, saling menguntungkan dan memperhatikan hukum nasional atau hukum internasional yang berlaku. Harus didahului dengan konsultasi dan koordinasi dengan menteri luar negeri, dan posisi pemerintah harus dituangkan dalam suatu pedoman delegasi. Tahap-tahap Dalam Pembuatan Perjanjian Internasional
Negara A Negara B,C,D dst. Penjajakan Perundingan Perumusan naskah Penerimaan Penandatanganan Penandatanganan suatu perjanjian internasional dapat merupakan persetujuan atas naskah yang dihasilkan dan merupakan pernyataan untuk mengikatkan diri secara definitif. Pengesahan perjanjian internasional mrp tahap penting dalam proses pembuatan perjanjian internasional, karena suatu negara telah menyatakan diri untuk terikat secara definitif. Tentang pengesahan perjanjian internasional, dapat dibedakan antara pengesahan dengan undang- undang dan pengesahan dengan keputusan presiden. PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN UNDANG- UNDANG DENGAN KEPUTUSAN PRESIDEN Apabila berkenaan dengan : a. Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; b. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah; c. Kedaulatan negara; d. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e. Pembentukkan kaidah hukum baru; f. Pinjaman atau hibah luar negeri.
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan berdasarkan materi perjanjian dan bukan berdasarkan bentuk atau nama perjanjian. Jenis-jenis perjanjian yang pengesahannya melalui keputusan presiden pada umumnya memiliki materi yang bersifat prosedural dan memerlukan penerapan dalam waktu singkat tanpa mempengaruhi peraturan perundang-undangan nasional, di antaranya adalah perjanjian induk yang menyangkut kerjasama di bidang Iptek, ekonomi dan teknik, perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, kerjasama penghindaran pajak berganda, dll. Suatu perjanjian internasional dapat berakhir bila : 1. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yg ditetapkan dalam perjanjian; 2. Tujuan perjanjian tersebut telah dicapai; 3. Terdapat perubahan dasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian; 4. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan dalam perjanjian; 5. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; 6. Munculnya norma-norma baru dalam hukum internasional; 7. Hilangnya objek perjanjian 8. Terdapat hal-hal yg merugikan kepentingan nasional. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. Bahwa perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan oleh presiden ialah perjanjian-perjanjian yang lazimnya berbentuk treaty dan mengandung materi : 1. Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik negara (perjanjian persahabatan, perubahan wilayah, atau penetapan tapal batas. 2. Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya dapat mempengaruhi haluan politik negara, perjanjian kerjasma ekonomi, atau pinjaman uang. 3. Soal-soal yang menurut UUD atau menurut sistem perundangan harus diatur dengan undang-undang, seperti soal-soal kewarganegaraan dan soal-soal kehakiman. Komponen-komponen Lembaga Peradilan Internasional 1) Mahkamah Internasion al (The Internation al Court of Justice) Komposisi terdiri dari 15 orang Hakim dan masa jabatan 9 tahun. Dipilih oleh MU & DK (5 ang dari negara anggota tetap DK PBB) Berfungsi, menyelesaikan kasus kasus persengketaan internasional yang subjeknya negara. Yurisdiksi adalah kewenangan MI untuk memu-tuskan perkara- perkara pertikaian dan memberi opini yang bersifat nasihat. i. Peradilan Internasional Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu perkara, berpedoman pada perjanjian-perjanjian internasional (traktat-traktat dan kebiasaan-kebiasaan internasional) sebagai sumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Di samping pengadilan Mahkamah Internasional, terdapat juga pengadilan arbitrasi internasional. Arbitrasi internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan hukum. Komposisi adalah 18 orang hakim yang masa jabatannya 9 tahun. Dipilih berdasarkan 2/3 suara Majelis Negara Pihak. 2) Mahkamah Pidana Internasional (The International Criminal Court) 4 Jenis Kejahatan (Pasal 5-8 Statuta Mahkamah) Yurisdiksi adalah kewenangan untuk menegakkan aturan hukum internasional terhadap pelaku kejahatan berat. Kejahatan Genosida Kejahatan terhadap kemanusiaan Kejahatan perang Kejahatan agresi 3)Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional ( The International Criminal Tribunals/ICT) Berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen, artinya setelah selesai mengadili, peradilan dibubarkan Contoh : International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia Special Court for cambodia Sengketa internasional dan faktor penyebabnya SENGKETA INTERNASIONAL DAN MAHKAMAH INTERNASIONAL Peran Mahkamah Internasional Penyelesaian Sengketa Prosedur Penyelesaian Keputusan Sengketa Menjaga Perdamaian Dunia Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai Menghargai Keputusan Mahkamah Internasional 1. Penyebab Timbulnya Sengketa Internasional oleh Mahkamah Internasional a. Sengketa Internasional dan Faktor Penyebabnya Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar negara baik yang berupa masalah : Wilayah, Warganegara, Hak Asasi Manusia, Terorisme, Nuklir SDA DLL Faktor politis atau perbatasan wilayah, mrp faktor potensial timbulnya ketegangan dan sengketa internasional yg dapat memicu terjadi perang terbuka. 1. Segi Politis (Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta Perdamaian) 2. Hak Atas Suatu Wilayah Teritorial 3. Pengembangan Senjata Nuklir atau Senjata Biologi 4. Permasalahan Terorisme 5. Ketidakpuasan Terhadap Rezim Yang Berkuasa. 6. Adanya Hegemoni (pengaruh kekuatan) Amerika. Beberapa Faktor Penyebab : b. Peran mahkamah Internasional Dlm Menyelesaikan Sengketa Internasional Dalam prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional, dikenal dengan istilah Adjudication, yaitu suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengkataan internasional dengan menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan. Adjudikasi berbeda dari arbitrase, karena adjudikasi mencakup proses kelembagaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sementara arbitrase dilakukan melalui prosedur ad hoc. Lanjutan . Wewenang ratione personae, yaitu siapa-siapa saja yang dapat menga- jukan perkara ke mahkamah, dan Wewenang ratione materiae, yaitu mengenai jenis sengketa-sengketa yang dapat diajukan. Mahkamah Internasional Wewenang wajib (compulsory jurisdiction), yaitu hanya dapat terjadi jika negara-negara sebelumnya dalam suatu persetujuan menerima wewenang tsb. Berdasarkan Ketentuan Konvensional Klausula Opsional Lanjutan . Mahkamah Internasional Fungsi konsultatif, yaitu memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang disebut advisory opinion : 1. Natur Yuridik Pendapat Hukum (Advisory Opinion) 2. Permintaan Pendapat Mahkamah Internasional : Badan yang dapat meminta pendapat mahkamah Pemberian pendapat oleh mahkamah Beberapa istilah penting yang berhubungan dengan upaya-upaya penyelesaian Internasional. 1. Advisory Opinion, suatu opini hukum yang dibuat oleh pengadilan dalam melarasi permasalahan yang diajukan oleh lembaga berwenang. 2. Compromis, suatu kesepakatan awal di anatara pihak yang bersengketa yang menetapkan ketentuan ihwal persengketaan yang akan diselesaikan, melalui : Penetapan ihwal persengketaan, Menetapkan prinsip untuk memandu peradilan, dan Membuat aturan prosedur yang harus diikuti dalam menentukan kasus. Suatu putusan dapat bersifat nihil bila peradilan melampaui otoritasnya seperti yang ditentukan oleh pihak yang bersangkutan dalam compromis. 3. Ex Aequo Et Bono, asas untuk menetapkan keputusan oleh pengadilan internasional atas dasar keadilan dan keterbukaan. c. Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional Telah Terjadi Pelanggaran HAM Ada Pengaduan Dari Negara Yang Dirugikan Komisi Tinggi HAM PBB/ Lembaga HAM Internasional Pemeriksaan Dan Penyeledikan Proses Peradilan s.d. Pemberian Sanksi MAHKAMAH INTERNASIONAL Negara-Negara Anggota/Buka n PBB Terjadi Sengketa/ Konflik A B C D E Lanjutan . Beberapa hal terkait dengan prosedur penyelesaian sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional.
Wewenang Mahkamah, yaitu dapat mengambil tindakan sementara dalam bentuk ordonasi (melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lainnya secara defenitif.
Penolakan Hadir di Mahkamah, bahwa sikap salah satu pihak tidak muncul di mahkamah atau tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta mahkamah mengambil keputusan untuk mendukung tuntutannya. Jika negara bersengketa tidak hadir di mahkamah, tidak menghalangi organ tersebut untuk mengambil keputusan. Lanjutan . d. Kep Mahkamah Internasional dlm Menyelesaikan Sengketa Internasional Keputusan Mahkamah Internasional diambil dengan suara mayo ritas dari hakim-hakim yang hadir. Jika suara seimbang, suara ketua atau wakilnya yg menentukan. Terdiri dari 3 bagian : Pertama berisikan komposisi mahkamah, informasi mengenai pihak-pihak yang bersengketa, serta wakil-wakilnya, analisis mengenai fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa. Kedua berisikan penjelasan mengenai motivasi mahkamah yang merupakan suatu keharusan karena penyelesaian yuridiksional sering merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari sengketa dan karena itu, perlu dijaga sensibilitas pihak-pihak yang bersengketa. Ketiga berisi dispositif, yaitu berisikan keputusan mahkamah yang mengikat negara-negara yang bersengketa. e. Peranan Hukum Internasional Dalam Menjaga Perdamaian Dunia Berikut ini ada beberapa contoh mengenai peranan hukum internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia : 1. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai (Antartika Treaty) pada tahun 1959. 2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian (Non-Proliferation Treaty) tahun 1968. 3. Perjanjian damai Dayton (Ohio- AS) tahun 1995 yang mengharuskan pihak Serbia, Muslim Bosnia, dan Kroasia untuk mematuhinya. Untuk itu, NATO menempatkan pasukannya guna meneggakkan hukum internasional yang telah disepakati. f. Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai Berdasarkan Persamaan Derajat Prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai dida- sarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku secara universal : 1. Bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara, atau menggunakan cara-cara lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB. 2. Non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara. 3. Persamaan hak menentukan nasib sendiri bg setiap bangsa. 4. Persamaan kedaulatan negara. 5. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial suatu negara. 6. Itikad baik dalam hubungan internasional. 7. Keadilan dan hukum internasional. 2. Menghargai Keputusan Internasional No Pihak-Pihak Yang Terlibat Uraian Kasus atau Kejadian Keterangan 1. Amerika Serikat di Filipina, Indo China & Jepang Tahun 1906, tentara Amerika telah melakukan kejahatan perang dengan membunuh warga Filipina (moro massacre).
Tahun 1968, peristiwa yang lebih dikenal dengan My Lai Massacre, sebuah kompi Amerika menyapu warga desa dengan senjata otomatis hingga menewaskan sekitar 500 korban.
Pada tahun 1945, lebih dari 40.000 rakyat Jepang yang tidak berdosa telah terpanggang dengan dijatuhkannya bom atom di Hirosima dan Nagasaki (Jepang). Para pelaku ke- jahatan perang telah diajukan ke pengadilan mili- ter, namun tidak lama kemudian banyak yang di- bebaskan. (Mah- kamah interna- sional belum dapat berbuat banyak). 2. Jerman & Jepang dalam aksinya di Eropa dan Asia. Periode antara tahun 1933 s.d. 1939 Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler telah melakukan pembasmian terhadap lawan politik maupun orang-orang Yahudi serta penyerbuan terhadap negara Austria, Polandia dan Cekoslowakia dengan cara-cara yang sangat biadab (holocaust).
Pasukan Jepang baik di Indonesia, Korea maupun di China yang sangat kejam selama pendudukan. Di Indonesia, selama pendudukan Jepang Tidak kurang dari 10.000 rakyat hilang dan tidak pernah kembali selama berlangsungnya romusha tersebut. Sebelum Perang Dunia II, kolonia- lisme Barat de- ngan jutaan kor- ban tidak tersen- tuh. Baru setelah sekutu membuka Pengadilan Nu- remberg (1945- 1946) untuk Nazi dan Jepang, di- mulailah proses pelembagaan untuk kejahatan perang melalui empat Konvensi Geneva tahun 1949. 3 Serbia di Kroasia dan Bosnia Herzegovina (Yugoslavia) Kurun waktu antara tahun 1992-1995, pasukan Serbia telah melakukan pemmbersihan etnik (etnic cleansing) terutama terhadap warga sipil muslim Bosnia (di Sarajevo) dan daerah-daerah lain serta di Kroasia yang ingin melepaskan diri dari Serbia setelah bubarnya negara federasi Yugoslavia. Tidak kurang 700.000 warga sipil telah disiksa dan dibunuh dengan kejam. Beberapa nama yang harus bertanggungjawab atas perbuatan kejahatan perang tersebut antara lain : Stanislav Galic, Gojko Jankovic, Janco Janjic, Dragon Zelenovic, Karadzic, Mladic, dan lain-lain. Tahun 1994 pe- ngadilan terhadap para penjahat pe- rag telah terbukti di Den Haag (Belanda).
Proses pengadilan terus berlangsung, namun hasilnya belum sesuai harapan. Banyak yang masih gagal ditangkap. 4 Pemerintah Rwanda terhadap etnis Hutu dan Tutsi Dalam waktu tiga bulan di tahun 1994, tidak kurang 500.000 etnis Hutu dan Tutsi telah terbunuh. Pemerintah Rwanda bertanggung-jawab atas kasus terbunuhnya kedua etnis tersebut. PBB menggelar pengadilan keja- hatan perang yang digelar di Arusha (Tan- zania), namun hanya mampu menyerat 29 orang yang diadilli. Catatan : Berdasarkan modal Pengadilan Rwanda ini, akhirnya PBB menggelar pengadilan untuk penjahat-penjahat perang. Internasionalisasi pengadilan penjahat perang semakin menjadi penting dengan disetujuinya oleh 91 negara sebuah Statuta Roma 1998, sebuah langkah untuk membentuk ICC (International Criminal Court) yang permanen. Namun, banyak pengamat mengkritik pengadilan di Den Haag saja, lebih banyak gagal daripada suksesnya, apalagi model ICC.