Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

ARTRITIS GOUT PADA


LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK

Oleh
WORO ASRIATI NURJANNAH, S. Ked. I 11108014
TRI ATMAJA, S.Ked. I11108066

Pembimbing
dr. BAMBANG SRI NUGROHO, Sp. PD


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD DOKTER SOEDARSO
PONTIANAK
2014
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul :
ARTRITIS GOUT PADA LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK


Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Penyakit Dalam

Pontianak, 23 Maret 2014
Disusun oleh :



Woro Asriati Nurjannah, S.Ked
NIM. I11108014


Pembimbing Laporan Kasus,


dr. Bambang SN, Sp. PD
NIP. 140174280

Tri Atmaja, S.Ked.
NIM I11108066
BAB I
PENDAHULUAN
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik dengan kelainan
kromosom Philadelphia dan terdapat gen BCR-ABL onkogenik yang ditandai dengan
penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik.
Leukemia granulositik kronis (LGK) termasuk golongan penyakit mieloproliferatif, yang
ditandai oleh proliferasi dari sel granulosit tanpa gangguan diferensiasi. Kejadian LGK mencapai
20% dari semua leukemia pada orang dewasa. Etiologi LGK belum diketahui dengan pasti.
Leukemia granulositik kronik dibagi menjadi 3 fase berdasarkan gejala klinis dan gambaran
sel blas darah tepi yaitu fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blas. Tujuan terapi pada LGK
adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi hematologi, remisi sitogenetik, maupun remisi
biomolekuler. Perawatan suportif merupakan kunci untuk meningkatkan angka harapan hidup
pasien ini. Perawatan harus mencakup perhatian yang penuh melawan infeksi dan perdarahan.
Prognosis pasien dengan LGK bervariasi, namun rerata angka hidup pasien dengan atau tanpa
pengobatan adalah sekitar 5 sampai 6 tahun.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai
dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel
leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur
yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam
darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan
kelenjar limfe.
1

Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun
turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel
ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan akut,
sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka diklasifikasikan sebagai leukemia
kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan atas leukemia mieloid dan
leukemia limfoid. Kelompok leukemia mieloid meliputi granulositik, monositik,
megakriositik dan eritrositik.
1

Leukemia granulositik kronis (LGK) termasuk golongan penyakit mieloproliferatif,
yang ditandai oleh proliferasi dari sel granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga
pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri
granulosit, mulai dari promielosit, meta mielosit, mielosit sampai granulosit.
2


Gambar 1. Perkembangan sel induk darah

2.2 INSIDENSI LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
Kejadian LGK mencapai 20% dari semua leukemia pada orang dewasa, kedua
terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Pada umumnya menyerang usia 40-50
tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih progresif.

2.3 ETIOLOGI LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
Etiologi LGK belum diketahui dengan pasti. Sebagian kecil penderita pernah
mengalami radiasi, dimana resiko terjadinya LGK sebanding dengan risiko radiasi yang
diterima.
Peranan zat kimia karsinogenik, genetik, virus, lingkungan dan obat-obatan sitotoksis
tidak jelas. Belum ada data meyakinkan yang mendukung peranan faktor-faktor tersebut
sebagai penyebab LGK.
2,3

2.4 KLASIFIKASI LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
Berdasarkan manifestasi klinik, respon terhadap pengobatan dan prognosis penderita,
dibedakan menjadi 2 jenis LGK, yaitu:
a. LGK tipe dewasa
b. LGK tipe anak (juvenile)
Dalam klinis LGK tipe dewasa paling sering dijumpai, dan kurang dari 5% adalah
tipe anak. Perbedaan pokok antara kedua tipe LGK tersebut meliputi ada tidaknya
kromosom Ph, pembesaran kelenjar getah bening, kelainan pada kulit, jumlah trombosit,
respon terhadap busulfan dan median lama hidup penderita.
3


Tabel 1. Perbedaan LGK tipe dewasa dan anak
Tipe Dewasa Tipe Anak
Kelainan kromosom Ph kromosom positif Ph kromosom negative
Usia Biasanya di atas 2 tahun Biasanya di bawah 2 tahun
Kelaianan fisik
Muka merah Tidak ada Ada
Pembesaran kelenjar Kadang-kadang Sering, mudah terjadi
infeksi yang bernanah
Splenomegali Sangat besar Tidak selalu
Manifestasi perdarahan Tidak ada Sering
Pemeriksaan darah
Lekosit Umumnya >100.000 Umumnya <100.000
Monositosis darah tepi dan
sumsum tulang
Tidak ada Ada
Trombositopenia Jarang Sering
Penurunan eritripoiesis Tidak ada Ada
Kadar hemoglobin fetal Normal 5-15%
Normoblast pada darah tepi Tidak ada Sering
Respon terhadap busulfan Baik Jelek
Rata-rata harapan hidup 2,5-3 tahun <9 bulan

2.5 PATOGENESIS LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
2

Gen BCR-ABL (break cluster region-Abelson) pada kromosom Philadelphia (Ph)
menyebabkan proliferasi yang berlebihan pada sel induk pluripoten pada sistem
hematopoesis. Klon-klon ini selain proliferasinya berlebihan juga dapat bertahan hidup
lebih lama dibanding sel normal, karena gen BCR-ABL juga bersifat anti apoptosis.
Dampak kedua mekanisme di atas adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang
akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya.
Pemahaman mekanisme kerja gen BCR-ABL mutlak diketahui, mengingat besarnya
peranan gen ini pada diagnostik, perjalanan penyakit, prognostik, serta implikasi
terapeutiknya. Oleh karena itu perlu diketahui sitogenetik dan kejadian di tingkat
molekular.


Gambar 2. Kromosom Philadelphia pada LGK

Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak
terbentuknya Ph sampai menjadi LGK dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih
belum diketahui dengan pasti. Diduga kromosom Ph terjadi akibat pengaruh radiasi,
sebagian ahli berpendapat akibat mutasi spontan. Sejak tahun 1980 diketahui bahwa
translokasi ini menyebabkan pembentukan gen hibrid BCR-ABL pada kromosom 22 dan
gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9.
Gen hibrid BCR-ABL yang berada dalam kromosom Ph ini selanjutnya mensintesis
protein 210 kD yang berperan dalam leukemogenesis, sedangkan peranan gen resiprokal
BCR-ABL tidak diketahui. Saat ini diketahui terdapat beberapa varian dari kromosom
Ph, varian ini dapat terbentuk karena translokasi kromosom 22 atau kromosom 9 dengan
kromosom lainnya. Varian lain juga dapat terbentuk karena patahan pada gen BCR tidak
selalu di daerah q11, akan tetapi dapat juga di daerah q12 atau q13, dengan sendirinya
protein yang dihasilkan juga berbeda berat molekulnya.
Jadi sebenarnya gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu terdapat pada pasien
LGK, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70% pasien LGK. Dalam
perjalanan penyakitnya pasien dengan Ph+ lebih rawan terdapat adanya kelainan
kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase
krisis blas ditemukan adanya trisomi 8, trisomi 19, dan isokromosom lengan panjang
kromosom 17i (17)q. Dengan kata lain selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen-gen lain
yang berperan dalam patofisiologi LGK atau terjadi abnormalitas dari gen supresor
tumor, seperti gen p53, p16, dan gen Rb.

2.6 PERJALANAN PENYAKIT LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
3

Perjalanan penyakit LGK dibedakan menjadi 3 fase, yaitu:
a. Fase kronis
Fase ini biasanya berlangsung selama 3-4 tahun, dimana kelainan klinik dan
laboratoris umumnya dapat dikontrol dengan kemoterapi.
b. Fase akselerasi
Lebih kurang 15% penderita mengalami fase ini, dimana penderita mulai resisten
terhadap pengobatan dengan busulfan tetapi belum mengalami fase akut.
c. Fase akut/krisis blastik
Delapan puluh lima persen penderita akan mengalami krisis blastik, baik 3-6 bulan
setelah fase akselerasi atau langsung dari fase kronis. Sebelum fase ini terjadi
umumnya didahului perubahan sitogenetik tambahan pada kromosom Ph semula.
Kelainan ini antara berupa duplikasi kromosom Ph, trisomi kromosom 8 atau 18.
Berdasarkan gambaran morfologik, pemeriksaan imunologik dan enzimatik, fase
krisis blastik dibedakan menjadi:
- Jenis mieloblastik, sebagian besar penderita mengalami krisis blastik jenis
mieloblastik.
- Jenis limfoblastik, lebih kurang 30% kasus mengalami krisis blastik jenis ini.
Sampai saat ini belum ada kriteria diagnostik yang jelas untuk membedakan fase
akselerasi dan krisis blastik. Dalam klinis umumnya LGK hanya dibedakan menjadi
dua fase yaitu fase kronis dan fase krisis blastik, karena gambaran klinis, pengobatan,
prognosis, dan ketahanan hidup kedua fase ini jelas berbeda.

2.7 TANDA DAN GEJALA KLINIK LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
2

Leukimia granulositik kronik dibagi menjadi 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi,
dan fase krisis blas. Pada umumnya saat diagnosis pertama ditegakkan pasien masih
berada dalam fase kronis, bahkan seringkali LGK ditemukan kebetulan, misalnya saat
persiapan pra-operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat tanpa gejala infeksi.
Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa cepat
kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Kadang timbul nyeri seperti diremas di
perut kanan atas. Keluhan lain sering tidak spesifik misalnya rasa cepat lelah, lemah
badan, demam yang tidak terlalu tinggi, dan keringat malam. Penurunan berat badan
terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran
hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukimia.
Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien menjadi progresif penyakitnya atau mengalami
akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan pasien berada pada fase kronis, maka
kelangsungan hidup berkisar antara 1-1,5 tahun. Ciri khas fase akselerasi adalah
leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obatan mielosupresif, mieloblas di perifer
mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan trombosit <100.000/mm
3
. Secara klinis fase
ini dapat diduga bila limpa yang tadinya sudah mengecil dengan terapi kembali
membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie/ekimosis. Bila disertai
demam biasanya ada infeksi.









Tabel 2. Urutan keluhan pasien LGK berdasarkan frekuensi
Urutan keluhan pasien berdasarkan frekuensi
Keluhan Frekuensi
Splenomegali 95
Lemah badan 80
Penurunan berat badan 60
Hepatomegali 50
Keringat malam 45
Cepat kenyang 40
Perdarahan/purpura 35
Nyeri perut 30
Demam 10



Gambar 3. Gejala umum leukemia

2.8 DIAGNOSA BANDING LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
2

1. LGK fase kronik :
- Leukemia mielomonositik kronik
- Trombositosis esensial
- Leukemia neutrofilik kronik

2. LGK fase krisis blas :
- Leukemia mieloblastik akut
- Sindrom mielodisplasia

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
a. Hematologi rutin
Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun, leukosit antara
20-60.000/mm
3
. Persentasi eosinofil dan atau basofil meningkat.
2
Trombositosis
dapat ditemukan pada lebih dari 50% penderita LGK.
3
Trombosit biasanya meningkat
antara 500-600.000/mm
3
. Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus dapat normal
atau trombositopenia.
2
Trombositopeni jarang ditemukan pada penderita LGK tipe
dewasa, tetapi pada tipe anak sering didapatkan.
3

b. Apus darah tepi
Eritrosit sebagian besar normokrom normositer, sering ditemukan adanya polikromasi
eritroblas asidofil atau atau polikromatofil. Tampak seluruh tingkatan diferensiasi dan
maturasi seri granulosit, persentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat,
demikian juga persentasi eosinofil dan atau basofil.
2
Berbeda dengan leukemia akut,
pada fase kronis LGK tidak ditemukan hiatus leukemikus.
3

c. Apus sumsum tulang
Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel leukemia, sehingga
rasio mieloid/eritroid meningkat. Megakaryosit dan granulositik juga tampak lebih
banyak. Dengan pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang
mengalami fibrosis.
2,3



Gambar 4. Aspirasi sumsum tulang pada LGK. Peningkatan aktifitas mieloid pada
pasien LMK dan peningkatan dramatis dari rasio mieloid:eritroid pada sumsum
tulang (peningkatan jumlah megakariosit dan jumlah sel imatur)

d. Karyotipik
Dahulu dikerjaan dengan teknik pemitaan (G-banding technique), saat ini sudah
mulai ditinggalkan dan diganti dengan metode FISH (fluorescen insitu hybridization)
yang lebih akurat. Beberapa aberasi kromosom yang sering ditemukan pada LGK,
antara lain +8, +9, +19, +21, i(17).
2
e. Laboratorium lain
Sering ditemukan hiperurikemia.
2

2.10 TATALAKSANA LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
Tujuan terapi pada LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi hematologi,
remisi sitogenetik, maupun remisi biomolekuler. Remisi hematologik yaitu normal pada
pemeriksaan hitung sel darah dan pemeriksaan fisik misalnya tidak adanya organomegali.
Remisi sitogenetik yaitu tidak adanya kromosom Philadelphia yang positif pada sel.
Sedangkan remisi molekular yaitu pemeriksaan negatif dengan menggunakan PCR
terhadap mutasi mRNA BCR-ABL yang menunjukkan lamanya survival hidup pasien.
4

Untuk mencapai remisi hematologis digunakan obat-obat yang bersifat mielosupresif.
Begitu tercapai remisi hematologiks, dilanjutkan dengan terapi interferon dan atau
cangkok sumsum tulang. Indikasi cangkok sumsum tulang yaitu usia tidak lebih dari 60
tahun, ada donor yang cocok, dan termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan
Sokal.
2
a. Hydroxyurea (hydrea)
2

Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi hematologik pada LGK. Lebih
efektif dibandingkan busulfan, melfalan, dan klorambusil. Efek mielosupresif masih
berlangsung beberapa hari sampai satu minggu setelah pengobatan dihentikan. Tidak
seperti busulfan yang dapat menyebabkan anemia aplastik dan fibrosis paru.
Dosis 30 mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3 dosis.
Apabila leukosit >300.000/mm
3
, dosis boleh ditinggikan sampai maksimal 2,5
gram/hari. Penggunaannya dihentikan dahulu bila leukosit <8.000/mm
3
atau trombosit
<100.000/mm
3
.
Interaksi obat dapat terjadi bila digunakan bersamaan dengan 5-FU, menyebabkan
neurotoksisitas. Selama menggunakan hydrea harus dipantau Hb, leukosit, trombosit,
fungsi ginjal, dan fungsi hati.
2
b. Busulfan (myleran)
2

Termasuk golongan alkil yang sangat kuat. Dosis 4-8 mg/hari per oral, dapat
dinaikkan sampai 12 mg/ari. Harus dihentikan bila leukosit antara 10-20.000/mm
3
,
dan baru dimulai kembali jika leukosit >50.000/mm
3
. Tidak boleh diberikan pada
wanita hamil.
Interaksi obat bila diberikan bersamaan dengan asetaminofen, siklofosfamid, dan
itrakinazol akan meningkatkan efek busulfan, sedangkan fenitoin akan menurunkan
efeknya.
Bila leukosit sangat tinggi sebaiknya pemberian busulfan disertai dengan
alupurinol dan hidrasi yang baik. Dapat menyebabkan fibrosis paru dan supresi
sumsum tulang yang berkepanjangan.

c. Imatinib mesylate (gleevec/glyvec)
2

Tergolong antibodi monoklonal yang dirancang khusus untuk menghambat
aktivitas tirosin kinase dari fusi gen BCR-ABL. Diabsorpsi secara baik oleh mukosa
lambung pada pemberian per oral.
Untuk fase kronik, dosis 400 mg/hari setelah makan. Dosis dapat ditingkatkan
sampai 600 mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3 bulan
pemberian, atau pernah mencapai respon yang baik tetapi terjadi perburukan secara
hematologik, yaitu Hb menjadi rendah dan atau lekosit meningkat dengan/tanpa
perubahan jumlah trombosit.
Dosis harus diturunkan apabila terjadi netropeni berat (<500/mm
3
) atau
trombositopenia berat (<50.000/mm
3
) atau peningkatan SGOT/SGPT dan bilirubin.
Untuk fase akselerasi atau fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari
(400mg b.i.d).
Dapat timbul reaksi hipersensitivitas, walaupun sangat jarang. Tidak boleh
diberikan pada wanita hamil. Interaksi obat bila diberikan dengan ketokonazol,
simvastatin dan fenitoin akan meningkatkan efek imatinib mesilat. Selain remisi
hematologik, obat ini dapat menghasilkan remisi sitogenetik yang ditandai dengan
hilangnya atau berkurangnya kromosom Ph dan juga remisi biologis yang ditandai
dengan berkurangnya ekspresi gen BCR-ABL atau protein yang dihasilkannya.
d. Interferon alfa-2a atau interferon alfa-2b
2

Berbeda dengan imattinib mesilat, interferon tidak dapat mmenghasilkan remisi
biologis walaupun dapat mencapai remisi sitogenetik. Dosis 5 juta IU/m
2
/hari
subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik biasanya setelah 12 bulan terapi.
Berdasarkan data penelitian di Indonesia, dosis yang dapat ditoleransi adalah 3 juta
IU/m
2
/hari. Saat ini sudah tersedia sediaan pegilasi interferon sehingga penyuntikan
cukup sekali seminggu, tidak perlu tiap hari.
Diperlukan pramedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian
interferon untuk mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flu like
syndrome. Interaksi obat yaitu teofilin, simetidin, vinblastin, dan zidovudin dapat
meningkatkan efek toksik interferon. Hati-hati diberikan pada usia lanjut, gangguan
faal hati, dan ginjal yang berat serta pada pasien epilepsi.
e. Radiasi
3

Radiasi eksternal (whole body) atau injeksi zat radiaktif sudah tidak digunakan
lagi. Radiasi pada limpa kadang dilakukan bila pembesaran limpa sangat
mengganggu penderita. Dosis total radiasi berkisar antara 300-1200.


f. Operasi
3

Splenektomi pada LGK fase kronis sering dikerjakan dengan harapan
menghambat terjadinya krisis blas, sehingga dapat memperpanjang kemungkinan
hidup penderita. Ternyata tindakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan.
Splenektomi pada fase kronis baru dikerjakan bila terjadi hipersplenisme, infark
limpa atau penderita mengalami trombositopenia akibat efek samping busulfan.
g. Cangkok sumsum tulang
3

Merupakan terapi definitif untuk LGK. Data menunjukkan bahwa cangkok
sumsum tulang dapat memperpanjang masa remisi sampai lebih dari 9 tahun,
terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik. Tidak dilakukan pada LGK dengan
kromosom Ph negatif atau BCR-ABL negatif.

2.11 PROGNOSIS LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
2
Lama hidup pasien LGK bervariasi dari beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun.
Median lama hidup penderita LGK tipe dewasa tidak berubah selama 6 dekade terakhir,
yaitu berkisar antara 3-4 tahun. Bila penderita sudah mencapai fase krisis blast, lama
hidup penderita biasanya kurang dari satu tahun. Pada LGK tipe anak, median lama hidup
kurang dari sembilan bulan.
Faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien LGK antara lain:
- Pasien usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti penurunan
berat badan, demam, keringat malam.
- Laboratorium didapatkan anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,
eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif.
- Terapi memerlukan waktu lama (>3 bulan) untuk mencapai remisi, memerlukan
terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi yang singkat.



BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 55 tahun
Alamat : Jl. Adi Sucipto Gg. Sepakat no.10
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : Swasta (supir taksi)
No RM : 665645
Masuk tanggal : 12 Februari 2014

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Kaki kanan bengkak

Riwayat Penyakit Sekarang :
Satu tahun pasien mengeluh badan lemah, cepat lelah saat berktivitas, cepat merasa
kenyang saat makan, nafsu makan berkurang dan perut terasa kembung. Pasien sudah
berobat ke praktek dr. Munandar dan didiagnosis menderita Leukimia.
Satu bulan gejala bertambah badan lemah, cepat lelah, nafsu makan hilang dan terasa
perut sebelah kiri membesar, berat badan turun sebanyak 10 kg dalam kurun waktu 1
bulan.
Satu minggu kaki kanan bengkak, kaki bengkak tidak berkurang terasa nyeri saat berjalan
dan terasa hangat. Keluhan serupa pernah terjadi pada kaki kiri pasien setelah berkendara
dengan mobil keluar kota, namun hilang sendiri tanpa pengobatan.
Demam disangkal, gusi berdarah (-), mimisan (-), bercak perdarahan di kulit (-), BAB
hitam (-), BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat bengkak di kaki kiri 6 bulan yang lalu, riwayat HT (-), riwayat DM (-),
riwayat TB (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kebiasaan:
Pasien bekerja sebagai supir taksi.

3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 Februari 2014
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x /menit, reguler, isi cukup.
Frekuensi Napas : 20 x/menit, jenis abdominal torakal
Suhu : 37,0 C
Berat Badan : 50 kg

Status Generalis :
Kulit : pucat (-), kuning (-), spider nevi (-)
Kepala : normosefali
Rambut : alopesia (-)
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Telinga : sekret (-), darah (-)
Hidung : sekret (-), darah (-), deviasi septum (-)
Mulut : hygiene baik, gusi berdarah (-)
Tenggorokan : hiperemis (-), sulit menelan (-)
Leher : DVJ (-), KGB tidak terdapat pembesaran
Dada : Statis simetris, dinamis simetris, massa (-)
Paru :
- Inspeksi
: gerak pengembangan paru simetris kanan dan
kiri
- Palpasi
: stem fremitus normal pada kedua lapang
paru.
- Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi
: suara dasar paru vesikuler normal pada kedua
lapang paru, suara napas tambahan (-/-)
Jantung :
- Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
- Palpasi
: iktus kordis teraba di SIC V linea
midklavikula
- Perkusi
: batas jantung kiri: SIC V linea midklavikula
sinistra
batas jantung kanan: SIC V linea sternalis
dextra
pinggang jantung SIC III garis parasternal
kiri
- Auskultasi
: S1-S2 tunggal, reguler. Gallop (-), murmur(-)

Abdomen :
- Inspeksi
: distensi (-), venektasi (-), massa kuadran kiri
atas
- Auskultasi
: bising usus normal 10x/menit
- Perkusi
: redup kuadran kiri atas , shifting dullness (-)
- Palpasi
: nyeri tekan di kuadran kiri atas, lien teraba
pembesaran Schuffner VI, incisura lienalis
(+), hepar tidak teraba.
Punggung : nyeri ketok CVA (-/-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anus : tidak diperiksa
Ekstremitas :
- Lengan kanan dan kiri : Akral hangat, capillary refill < 2 detik, deformitas (-),
kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik (+).
- Tungkai Kanan : Akral hangat, capillary refill < 2 detik, deformitas (-),
pergelangan kaki bengkak (+), rubor (+), dolor (+), kalor (+),gangguan gerak (+),
kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+),
fluktuasi (-).
- Tungkai Kiri : Akral hangat, capillary refill < 2 detik, deformitas (-),
pergelangan kaki bengkak (-), rubor (-), dolor (-), kalor (-),gangguan gerak (-),
kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik (+).

3.4 Resume
Seorang laki-laki, 55 tahun datang dengan keluhan nyeri kaki kanan. Satu tahun
mengeluh badan lemah, cepat lelah saat beraktivitas, cepat merasa kenyang saat makan,
nafsu makan berkurang dan perut terasa kembung. Berobat ke praktek dr. Munandar dan
didiagnosis menderita Leukimia. Satu bulan gejala bertambah badan lemah, cepat lelah,
nafsu makan hilang dan terasa perut sebelah kiri membesar, berat badan turun sebanyak
10 kg dalam kurun waktu 1 bulan. Satu minggu kaki kanan bengkak setelah disenggol
motor, kaki bengkak tidak berkurang, terasa nyeri saat berjalan dan terasa hangat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tanda vital dalam batas
normal, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+). Pada abdomen tampak massa di
kuadran kiri atas, bising usus normal (10x/menit), perkusi redup pada kuadran kiri atas,
dengan perabaan massa lien sampai Schuffner VI, teraba insisura lienalis, hepar tidak
teraba. Pada kaki kanan terlihat bengkak, rubor (+), terasa hangat dan nyeri pada
penekanan, kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik baik, pulsasi arteri dorsalis pedis
(+), fluktuasi (-).


3.5 Diagnosis
Artritis gout
Leukimia granulositik kronik
Anemia

3.6 Tatalaksana
a. Non medikamentosa:
- Istirahatkan kaki
- Diet nasi, tinggi kalori, tinggi protein, rendah purin.
- Minum air putih 1500 2000 cc/hari
- Transfusi PRC 800 cc

b. Medikamentosa
- IVFD NaCl
- Ranitidine 2x1 amp 150 mg
- Cytodrox 3x1 tab 500mg
- Allupurinol 1x1 tab 300mg
- Meloxicam 1x1 15mg

3.7 Follow Up:
Tanggal 12 Februari 2014
S : Nyeri pada pergelangan kaki kanan, rubor (+), kalor (+),
mual (+), muntah (-), demam (-), Nafsu makan berkurang
(+).
O : Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak pucat,
tanda vital dalam batas normal, konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (+/+)
Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak massa kiri
atas, distensi (+), BU (+) normal 12x/menit, splenomegali
(+). Gula darah sewaktu 109 mg/dL, ureum 65,0 mg/dL,
kreatinin 1,0 mg/dL, Asam urat 9,5 mg/dL. Gambaran
darah tepi kesan Leukimia Granulositik Kronik.
A : Artritis gout
Leukemia granulositik kronik
P : Cytodrox 3x1 tab 500mg, Allupurinol 1x1 tab 300mg,
Renadinac 2x1 tab 50mg, Meloxicam 1x1 15mg.

Tanggal 13 Februari 2014
S : Nyeri pada pergelangan kaki kanan, rubor (+), kalor (+),
mual (-), muntah (-), demam (-), Nafsu makan membaik.
O : Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak pucat,
tanda vital dalam batas normal, konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (+/+)
Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak massa kiri
atas, distensi (+), BU (+) normal 12x/menit, splenomegali
(+). Sel darah putih 141.300/uL, hemoglobin 6,7 g/dL,
hematokrit 23,6%, trombosit 818.000,
A : Artritis gout
Leukimia granulositik kronik
Anemia
P : Teruskan terapi lain
Tranfusi PRC 750cc

Tanggal 14 Februari 2014
S : Nyeri pada pergelangan kaki kanan berkurang, rubor (+),
kalor (-), mual (-), muntah (-), demam (-), Nafsu makan
membaik.
O : Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak sakit
ringan, tanda vital dalam batas normal, konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak massa kiri
atas, distensi (+), BU (+) normal 12x/menit, nyeri tekan (-
), Splenomegali (+). Bilirubin total 6,6 mg/dL, bilirubin
direk 4,5 mg/dL, SGOT 121,1 U/L, SGPT 56,2 U/L, GGT
218,1 U/L, alkaki fosfatase 877 U/L, dan albumin 2,5
g/dL.
A : Artritis gout
Leukemia granolusitik kronik
P : Teruskan terapi


3.8 Program/Planning
- Cek darah lengkap serial
- Cek Asam urat ulang

3.9 Prognosis:
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungtionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : ad malam

3.10Pemeriksaan penunjang:
Tanggal 30 Januari 2013 :
USG Abdomen :
Liver : Tak membesar, permukaan rata, tepi tajam, parenkim echo homogen, tak tampak
mass/nodul, sistem portal dan bilier baik.
Kandung empedu : Normal, tak tampak batu
Spleen : Membesar dengan ukuran lebih dari 16,7 cm, parenkim homogen
Pankreas : Besar bentuk baik, parenkim echo normal
Ginjal kanan dan kiri : besar bentuk baik, sistem pelviokalises tak melebar, diferensiasi
korteks dan medulla baik, tak tampak batu/cyst
Buli-buli : sedikit terisi, tak tampak batu
Kesan : sesuai splenomegali




Tanggal 6 Februari 2013
Pemeriksaan laboratorium
Leukosit : 227.000 /ul (N= 4.000-12.000/uL)
Limf : 70,8 x 10
3
/ul (N= 0,8 4,0)
Mid : 28,8 x 10
3
/ul (N= 0,1 1,2)
Gran : 127,4 x 10
3
/ul (N= 2,0 7,0)
Hb : 10,5 g/dl (N= 11-17 g/dl)
MCV : 82,4 fl
MCH : 31,2 pg
MCHC : 38,0 g/dl
Hematokrit : 18,6%
Trombosit : 597.000 /ul (N= 150.000-400.000/uL)

Pemeriksaan Hematologi/Gambaran Darah Tepi
Malaria : tidak ditemukan
Eritrosit : normokrom anisositosis. Ditemukan normoblas 1%
Leukosit : jumlah sangat meningkat. Didominasi sel-sel granulosit
mulai dari mieloblas sampai dengan segmen. Relatif Eosinofilia.
Trombosit : jumlah meningkat, banyak ditemukan kelompok trombosit
Kesan : Suspek Leukimia Granulositik Kronik
Pemeriksaan Urinalisa
Warna : Kuning
Kejernihan : Jernih
Bau : Normal
Leukosit : (-) negatif
Eritrosit : 1-3 /LPK
Silinder : (-) negatif
Epitel gepeng : (-) negatif
Urobilinogen : normal
Bilirubin : (-) negatif
Tanggal 12 Februari 2014 :
Laboratorium darah
Leukosit : 141.300 /ul (N= 4.000-12.000/uL)
Limf : 11,9 x 10
3
/ul (N= 0,8 4,0)
Mid : 16,4 x 10
3
/ul (N= 0,1 1,2)
Gran : 113,1 x 10
3
/ul (N= 2,0 7,0)
Hb : 6,7 g/dl (N= 11-17 g/dl)
MCV : 92,0 fl
MCH : 26,2 pg
MCHC : 28,4 g/dl
Hematokrit : 23,6% (N= 35,0 55,0)
Trombosit : 818.000 /ul (N= 150.000-400.000/uL)
Gula Darah Sewaktu : 109 mg/dl
Ureum : 65,0 mg/dl
Kreatinin : 1,0 mg/dl
Asam Urat : 9,5 mg/dl

Gambaran darah tepi
Eritrosit : Normokrom anisositosis, ditemukan normoblas 3%
Leukosit : Jumlah sangat meningkat, didominasi sel-sel granulosit mulai
dari mieloblas sampai dengan segmen. Relatif eosinofilia.
Trombosit : Jumlah meningkat, banyak ditemukan kelompokan trombosit.
Kesan : Suspek Leukimia Granulositik Kronik.
Tanggal 14 Februari 2014
Pemerikssan kimia darah
Bilirubin total : 6,6 mg/dl (N= <1,1)
Bilirubin direk : 4,5 mg/dl (N= <0,3)
SGOT : 121,1 U/L (N= <38,0)
SGPT : 56,2 U/L (N= <41,0)
GGT : 218,1 U/L (N= 8,0 61,0)
Alkali Fosfatase : 877 U/L (N= <270)
Albumin : 2,5 g/dl (N= 3,5 5,2)






BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan seorang laki-laki, 55 tahun, datang dengan keluhan nyeri kaki
kanan. Satu tahun pasien mengeluh badan lemah, cepat lelah saat beraktivitas, cepat merasa
kenyang saat makan, nafsu makan berkurang dan perut terasa kembung. Pasien sudah berobat ke
praktek dr. Munandar dan didiagnosis menderita Leukimia. Satu bulan gejala bertambah berat,
badan lemah, cepat lelah, nafsu makan hilang dan terasa perut sebelah kiri membesar, berat
badan turun sebanyak 10 kg dalam kurun waktu 1 bulan. Satu minggu kaki kanan pasien
bengkak, kaki bengkak tidak berkurang, terasa nyeri saat berjalan dan terasa hangat. Demam
disangkal, gusi berdarah (-), mimisan (-), bercak perdarahan di kulit (-), BAB hitam (-), BAK
normal.
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
88x/menit, suhu 37,1C, pernapasan 20x/menit reguler abdominotorakal, konjungtiva anemis
(+/+), pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada abdomen tampak massa di kuadran kiri atas,
bising usus normal (10x/menit), perkusi redup pada kuadran kiri atas, dengan perabaan massa
lien sampai Scuffner 6, teraba insisura lienalis, hepar tidak teraba. Pada kaki kanan terlihat
bengkak, rubor (+), terasa hangat dan nyeri pada penekanan, Kekuatan motorik 5/5/5, respons
sensorik baik.
Laboratorium (tanggal 12 Februari 2014) didapatkan hasil sel darah putih 141.300/uL (Lim
11,9 K/uL, Mid 16,4 K/uL, Gra 113,1 K/uL), hemoglobin 6,7 g/dL, hematokrit 23,6%, trombosit
818.000, gambaran darah tepi kesan Leukimia Granulositik Kronik. Pemeriksaan (tanggal 14
Februari 2014) gula darah sewaktu 109 mg/dL, ureum 65,0 mg/dL, kreatinin 1,0 mg/dL, asam
urat 9,5 mg/dL, bilirubin total 6,6 mg/dL, bilirubin direk 4,5 mg/dL, SGOT 121,1 U/L, SGPT
56,2 U/L, GGT 218,1 U/L, alkaki fosfatase 877 U/L, dan albumin 2,5 g/dL.
Kadar asam urat yang tinggi serta penumpukannya pada persendian dapat timbul sebagai
artritis gout seperti yang dialami pasien ini. Pasien kemungkinan telah mendapat terapi
Hydroxyurea sejak didiagnosa LGK tahun lalu, efek dari terapi ini adalah terjadi antimitotik dan
kematian sel sel leukemik, sementara efek samping terapi ini adalah terjadi peningkatan
komponen komponen dari sel yang lisis seperti kalium, fosfat, dan asam urat.
Pada LGK, pasien sering mengeluhkan pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat
desakan limpa terhadap lambung, maka dapat menimbulkan unintentional weight loss. Kadang
timbul nyeri seperti diremas di perut kanan atas. Keluhan lain sering tidak spesifik misalnya rasa
cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, dan keringat malam. Penurunan berat
badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran
hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukimia.
Sel-sel granulositik yang berlimpah jumlahnya dapat menginfiltrasi daerah daerah medular
(sumsum tulang) atau ektramedular (kelenjar limfe, hepar dan limpa). Pemeriksaan penunjang
ultrasonografi (tanggal 3 januari 2013) didapatkan kesan splenomegali (+). Splenomegali pada
pasien ini diakibatkan karena infiltrasi sel sel granulositik yang menyebabkan ukuran limpa
membesar hingga titik Suffner 6. Pembesaran limpa ini terjadi perlahan dan progresif akan
mendesak organ lambung yang terdapat didekatnya. Gejala yang dirasakan oleh pasien adalah
rasa tidak nyaman atau rasa penuh terutama di bagian perut sebelah kiri atas, nafsu makan yang
berkurang, dan perasaan cepat kenyang saat makan sehingga perlahan lahan pasien akan
mengalami penurunan berat badan yang tanpa disadari (unintentional weight loss) akibat asupan
nutrisi yang berkurang setiap harinya. Pembesaran organ limpa (splenomegali) dapat diikuti pula
dengan peningkatan aktivitas fisiologis organ limpa (hipersplenisme).
Sel darah putih meningkat hingga 141.300/uL disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol
dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietic. Tampak seluruh tingkatan
diferensiasi dan maturasi seri granulosit, persentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat,
demikian juga persentasi eosinofil dan atau basofil.

Hemoglobin turun hingga 6,7 g/dL terjadi akibat penurunan eritropoiesis akibat infiltrasi sel
sel leukemik di sumsum tulang, atau proses destruksi sel darah merah yang cepat atau
perdarahan. Umumnya anemia yang terjadi dalam bentuk normokrom normositer.
Trombositosis dapat ditemukan pada lebih dari 50% penderita LGK. Trombosit biasanya
meningkat antara 500-600.000/mm
3
.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan diantaranya oleh:
- Overproduksi bilirubin
- Gangguan ambilan, konjugasi atau sekresi bilirubin
- Regurgitasi dari bilirubin terkonjugasi atau tak terkonjugasi dari kerusakan atau terjadi
infiltrasi hepatosit atau duktus bilier
Peningkatan bilirubin total merupakan akibat proses hipersplenisme dari destruksi sel darah
merah meningkatkan kadar unconjugated bilirubin di dalam darah. Proses ambilan dan
metabolisme unconjugated bilirubin menjadi conjugated bilirubin meningkat dalam hepar
tergantung dari jumlah hemoglobin yang direduksi dalam limpa.
Kadar albumin serum berkurang akibat asupan protein dari makanan yang kurang dan
pembentukannya di hepar berkurang akibat infiltrasi sel leukemik.
Tatalaksana pada pasien ini meliputi non medikamentosa yaitu berupa mengistirahatkan kaki.
Diet nasi, tinggi kalori, tinggi protein, rendah purin karena kadar asam urat pada pasien cukup
tinggi, minum air putih 1500 2000 cc/hari untuk membantu pengeluaran asam urat melalui
ginjal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin yang rendah pada
pasien sehingga memerlukan transfusi PRC sebanyak 750 cc.
Tujuan terapi pada LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi hematologi, remisi
sitogenetik, maupun remisi biomolekuler. Remisi hematologik yaitu normal pada pemeriksaan
hitung sel darah dan pemeriksaan fisik misalnya tidak adanya organomegali. Remisi sitogenetik
yaitu tidak adanya kromosom Philadelphia yang positif pada sel. Sedangkan remisi molekular
yaitu pemeriksaan negatif dengan menggunakan PCR terhadap mutasi mRNA BCR-ABL yang
menunjukkan lamanya survival hidup pasien. Untuk mencapai remisi hematologis digunakan
obat-obat yang bersifat mielosupresif. Begitu tercapai remisi hematologiks, dilanjutkan dengan
terapi interferon dan atau cangkok sumsum tulang. Medikamentosa diberikan:
- Allopurinol 1x1 tab 100 mg
Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah
hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh
alopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozatin) yang juga bekerja sebagai
penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme
purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin.
- Meloxicam 1x1 15 mg
Meloxicam adalah obat antiinflamasi dan antirematik non steroid (NSAID) dari golongan
asam enolat. Meloxicam bekerja dengan cara menghambat biosintesa prostagladin yang
merupakan mediator peradangan melalui penghambatan cyclooxgenase-2 (COX-2), sehingga
proses peradangan dapat dihambat.

- Cytodrox 3x1 tab 500mg
Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi hematologik pada LGK. Lebih efektif
dibandingkan busulfan, melfalan, dan klorambusil. Efek mielosupresif masih berlangsung
beberapa hari sampai satu minggu setelah pengobatan dihentikan. Dosis 30 mg/kgBB/hari
diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3 dosis. Penggunaannya dihentikan dahulu
bila leukosit <8.000/mm
3
atau trombosit <100.000/mm
3
. Interaksi obat dapat terjadi bila
digunakan bersamaan dengan 5-FU, menyebabkan neurotoksisitas. Selama menggunakan
hydroxyurea harus dipantau Hb, leukosit, trombosit, fungsi ginjal, dan fungsi hati.
- Ranitidine 2x1 amp 150 mg
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin
secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi produksi asam lambung, sehingga
melindungi mukosa gaster dari faktor agresor asam lambung. Pemberian obat ini bertujuan
untuk mengurangi produksi asam lambung.
- Transplantasi
Merupakan terapi definitif bagi pasien dengan LGK. Cangkok sumsum tulang dapat
memperpanjang masa remisi sampai lebih dari 9 tahun, terutama pada cangkok sumsum
tulang alogenik. Tidak dilakukan pada LGK dengan kromosom Ph negatif atau BCR-ABL
negatif.
Lama hidup pasien LGK bervariasi dari beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun. Median
lama hidup penderita LGK tipe dewasa berkisar antara 5-6 tahun. Bila penderita sudah mencapai
fase krisis blast, lama hidup penderita biasanya kurang dari satu tahun. Faktor yang dapat
memperburuk prognosis pasien LGK antara lain:
- Pasien usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti penurunan berat
badan, demam, keringat malam.
- Laboratorium didapatkan anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia, eosinofilia,
kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif.



BAB V
KESIMPULAN
Leukemia granulositik kronis (LGK) termasuk golongan penyakit mieloproliferatif, yang
ditandai oleh proliferasi dari sel granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan
darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari
promielosit, meta mielosit, mielosit sampai granulosit. Pada pasien ini memiliki gejala klinis,
data pemeriksaan fisik dan data pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis leukemia
granulositik kronik. Perawatan harus mencakup perhatian yang penuh melawan infeksi dan
perdarahan. Prognosis pasien dengan LGK bervariasi, namun rerata angka hidup pasien dengan
atau tanpa pengobatan adalah sekitar 5 sampai 6 tahun.











DAFTAR PUSTAKA
1. Zelly Dia Rofinda. 2012. Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas. Volume 1. Diakses
pada: http://jurnal.fk.unand.ac.id
2. Heri Fadjari. Leukemia Granulositik Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4.
Jilid 2. Jakarta: Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Boediwarsono dkk., 2007. Leukemia Granulositik Kronik dalam Buku Ajar Penyakit Dalam.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan dr. Soetomo.
4. Besa EC., 2014. Chronic Myelogenous Leukemia. Medscape. Diakses pada
http://emedicine.medscape.com Medscape
5. Price SA dan Wilson LM., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. Jakarta: EGC
6. Longo DL., Kasper DL., Jameson LJ., Fauci AS., Hauser SL., Loscalzo J. 2012. Harrisons
Principal Internal Medicine. 18th edition. New York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai