Oleh WORO ASRIATI NURJANNAH, S. Ked. I 11108014 TRI ATMAJA, S.Ked. I11108066
Pembimbing dr. BAMBANG SRI NUGROHO, Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA RSUD DOKTER SOEDARSO PONTIANAK 2014 LEMBAR PERSETUJUAN Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul : ARTRITIS GOUT PADA LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Penyakit Dalam
Pontianak, 23 Maret 2014 Disusun oleh :
Woro Asriati Nurjannah, S.Ked NIM. I11108014
Pembimbing Laporan Kasus,
dr. Bambang SN, Sp. PD NIP. 140174280
Tri Atmaja, S.Ked. NIM I11108066 BAB I PENDAHULUAN Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik dengan kelainan kromosom Philadelphia dan terdapat gen BCR-ABL onkogenik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Leukemia granulositik kronis (LGK) termasuk golongan penyakit mieloproliferatif, yang ditandai oleh proliferasi dari sel granulosit tanpa gangguan diferensiasi. Kejadian LGK mencapai 20% dari semua leukemia pada orang dewasa. Etiologi LGK belum diketahui dengan pasti. Leukemia granulositik kronik dibagi menjadi 3 fase berdasarkan gejala klinis dan gambaran sel blas darah tepi yaitu fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blas. Tujuan terapi pada LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi hematologi, remisi sitogenetik, maupun remisi biomolekuler. Perawatan suportif merupakan kunci untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien ini. Perawatan harus mencakup perhatian yang penuh melawan infeksi dan perdarahan. Prognosis pasien dengan LGK bervariasi, namun rerata angka hidup pasien dengan atau tanpa pengobatan adalah sekitar 5 sampai 6 tahun.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe. 1
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka diklasifikasikan sebagai leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan atas leukemia mieloid dan leukemia limfoid. Kelompok leukemia mieloid meliputi granulositik, monositik, megakriositik dan eritrositik. 1
Leukemia granulositik kronis (LGK) termasuk golongan penyakit mieloproliferatif, yang ditandai oleh proliferasi dari sel granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit, meta mielosit, mielosit sampai granulosit. 2
Gambar 1. Perkembangan sel induk darah
2.2 INSIDENSI LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK Kejadian LGK mencapai 20% dari semua leukemia pada orang dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Pada umumnya menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih progresif.
2.3 ETIOLOGI LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK Etiologi LGK belum diketahui dengan pasti. Sebagian kecil penderita pernah mengalami radiasi, dimana resiko terjadinya LGK sebanding dengan risiko radiasi yang diterima. Peranan zat kimia karsinogenik, genetik, virus, lingkungan dan obat-obatan sitotoksis tidak jelas. Belum ada data meyakinkan yang mendukung peranan faktor-faktor tersebut sebagai penyebab LGK. 2,3
2.4 KLASIFIKASI LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK Berdasarkan manifestasi klinik, respon terhadap pengobatan dan prognosis penderita, dibedakan menjadi 2 jenis LGK, yaitu: a. LGK tipe dewasa b. LGK tipe anak (juvenile) Dalam klinis LGK tipe dewasa paling sering dijumpai, dan kurang dari 5% adalah tipe anak. Perbedaan pokok antara kedua tipe LGK tersebut meliputi ada tidaknya kromosom Ph, pembesaran kelenjar getah bening, kelainan pada kulit, jumlah trombosit, respon terhadap busulfan dan median lama hidup penderita. 3
Tabel 1. Perbedaan LGK tipe dewasa dan anak Tipe Dewasa Tipe Anak Kelainan kromosom Ph kromosom positif Ph kromosom negative Usia Biasanya di atas 2 tahun Biasanya di bawah 2 tahun Kelaianan fisik Muka merah Tidak ada Ada Pembesaran kelenjar Kadang-kadang Sering, mudah terjadi infeksi yang bernanah Splenomegali Sangat besar Tidak selalu Manifestasi perdarahan Tidak ada Sering Pemeriksaan darah Lekosit Umumnya >100.000 Umumnya <100.000 Monositosis darah tepi dan sumsum tulang Tidak ada Ada Trombositopenia Jarang Sering Penurunan eritripoiesis Tidak ada Ada Kadar hemoglobin fetal Normal 5-15% Normoblast pada darah tepi Tidak ada Sering Respon terhadap busulfan Baik Jelek Rata-rata harapan hidup 2,5-3 tahun <9 bulan
2.5 PATOGENESIS LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK 2
Gen BCR-ABL (break cluster region-Abelson) pada kromosom Philadelphia (Ph) menyebabkan proliferasi yang berlebihan pada sel induk pluripoten pada sistem hematopoesis. Klon-klon ini selain proliferasinya berlebihan juga dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena gen BCR-ABL juga bersifat anti apoptosis. Dampak kedua mekanisme di atas adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya. Pemahaman mekanisme kerja gen BCR-ABL mutlak diketahui, mengingat besarnya peranan gen ini pada diagnostik, perjalanan penyakit, prognostik, serta implikasi terapeutiknya. Oleh karena itu perlu diketahui sitogenetik dan kejadian di tingkat molekular.
Gambar 2. Kromosom Philadelphia pada LGK
Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak terbentuknya Ph sampai menjadi LGK dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Diduga kromosom Ph terjadi akibat pengaruh radiasi, sebagian ahli berpendapat akibat mutasi spontan. Sejak tahun 1980 diketahui bahwa translokasi ini menyebabkan pembentukan gen hibrid BCR-ABL pada kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9. Gen hibrid BCR-ABL yang berada dalam kromosom Ph ini selanjutnya mensintesis protein 210 kD yang berperan dalam leukemogenesis, sedangkan peranan gen resiprokal BCR-ABL tidak diketahui. Saat ini diketahui terdapat beberapa varian dari kromosom Ph, varian ini dapat terbentuk karena translokasi kromosom 22 atau kromosom 9 dengan kromosom lainnya. Varian lain juga dapat terbentuk karena patahan pada gen BCR tidak selalu di daerah q11, akan tetapi dapat juga di daerah q12 atau q13, dengan sendirinya protein yang dihasilkan juga berbeda berat molekulnya. Jadi sebenarnya gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu terdapat pada pasien LGK, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70% pasien LGK. Dalam perjalanan penyakitnya pasien dengan Ph+ lebih rawan terdapat adanya kelainan kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase krisis blas ditemukan adanya trisomi 8, trisomi 19, dan isokromosom lengan panjang kromosom 17i (17)q. Dengan kata lain selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen-gen lain yang berperan dalam patofisiologi LGK atau terjadi abnormalitas dari gen supresor tumor, seperti gen p53, p16, dan gen Rb.
2.6 PERJALANAN PENYAKIT LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK 3
Perjalanan penyakit LGK dibedakan menjadi 3 fase, yaitu: a. Fase kronis Fase ini biasanya berlangsung selama 3-4 tahun, dimana kelainan klinik dan laboratoris umumnya dapat dikontrol dengan kemoterapi. b. Fase akselerasi Lebih kurang 15% penderita mengalami fase ini, dimana penderita mulai resisten terhadap pengobatan dengan busulfan tetapi belum mengalami fase akut. c. Fase akut/krisis blastik Delapan puluh lima persen penderita akan mengalami krisis blastik, baik 3-6 bulan setelah fase akselerasi atau langsung dari fase kronis. Sebelum fase ini terjadi umumnya didahului perubahan sitogenetik tambahan pada kromosom Ph semula. Kelainan ini antara berupa duplikasi kromosom Ph, trisomi kromosom 8 atau 18. Berdasarkan gambaran morfologik, pemeriksaan imunologik dan enzimatik, fase krisis blastik dibedakan menjadi: - Jenis mieloblastik, sebagian besar penderita mengalami krisis blastik jenis mieloblastik. - Jenis limfoblastik, lebih kurang 30% kasus mengalami krisis blastik jenis ini. Sampai saat ini belum ada kriteria diagnostik yang jelas untuk membedakan fase akselerasi dan krisis blastik. Dalam klinis umumnya LGK hanya dibedakan menjadi dua fase yaitu fase kronis dan fase krisis blastik, karena gambaran klinis, pengobatan, prognosis, dan ketahanan hidup kedua fase ini jelas berbeda.
2.7 TANDA DAN GEJALA KLINIK LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK 2
Leukimia granulositik kronik dibagi menjadi 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blas. Pada umumnya saat diagnosis pertama ditegakkan pasien masih berada dalam fase kronis, bahkan seringkali LGK ditemukan kebetulan, misalnya saat persiapan pra-operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat tanpa gejala infeksi. Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Kadang timbul nyeri seperti diremas di perut kanan atas. Keluhan lain sering tidak spesifik misalnya rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, dan keringat malam. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukimia. Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien menjadi progresif penyakitnya atau mengalami akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan pasien berada pada fase kronis, maka kelangsungan hidup berkisar antara 1-1,5 tahun. Ciri khas fase akselerasi adalah leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obatan mielosupresif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan trombosit <100.000/mm 3 . Secara klinis fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya sudah mengecil dengan terapi kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie/ekimosis. Bila disertai demam biasanya ada infeksi.
Tabel 2. Urutan keluhan pasien LGK berdasarkan frekuensi Urutan keluhan pasien berdasarkan frekuensi Keluhan Frekuensi Splenomegali 95 Lemah badan 80 Penurunan berat badan 60 Hepatomegali 50 Keringat malam 45 Cepat kenyang 40 Perdarahan/purpura 35 Nyeri perut 30 Demam 10
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK a. Hematologi rutin Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun, leukosit antara 20-60.000/mm 3 . Persentasi eosinofil dan atau basofil meningkat. 2 Trombositosis dapat ditemukan pada lebih dari 50% penderita LGK. 3 Trombosit biasanya meningkat antara 500-600.000/mm 3 . Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus dapat normal atau trombositopenia. 2 Trombositopeni jarang ditemukan pada penderita LGK tipe dewasa, tetapi pada tipe anak sering didapatkan. 3
b. Apus darah tepi Eritrosit sebagian besar normokrom normositer, sering ditemukan adanya polikromasi eritroblas asidofil atau atau polikromatofil. Tampak seluruh tingkatan diferensiasi dan maturasi seri granulosit, persentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat, demikian juga persentasi eosinofil dan atau basofil. 2 Berbeda dengan leukemia akut, pada fase kronis LGK tidak ditemukan hiatus leukemikus. 3
c. Apus sumsum tulang Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel leukemia, sehingga rasio mieloid/eritroid meningkat. Megakaryosit dan granulositik juga tampak lebih banyak. Dengan pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang mengalami fibrosis. 2,3
Gambar 4. Aspirasi sumsum tulang pada LGK. Peningkatan aktifitas mieloid pada pasien LMK dan peningkatan dramatis dari rasio mieloid:eritroid pada sumsum tulang (peningkatan jumlah megakariosit dan jumlah sel imatur)
d. Karyotipik Dahulu dikerjaan dengan teknik pemitaan (G-banding technique), saat ini sudah mulai ditinggalkan dan diganti dengan metode FISH (fluorescen insitu hybridization) yang lebih akurat. Beberapa aberasi kromosom yang sering ditemukan pada LGK, antara lain +8, +9, +19, +21, i(17). 2 e. Laboratorium lain Sering ditemukan hiperurikemia. 2
2.10 TATALAKSANA LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK Tujuan terapi pada LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi hematologi, remisi sitogenetik, maupun remisi biomolekuler. Remisi hematologik yaitu normal pada pemeriksaan hitung sel darah dan pemeriksaan fisik misalnya tidak adanya organomegali. Remisi sitogenetik yaitu tidak adanya kromosom Philadelphia yang positif pada sel. Sedangkan remisi molekular yaitu pemeriksaan negatif dengan menggunakan PCR terhadap mutasi mRNA BCR-ABL yang menunjukkan lamanya survival hidup pasien. 4
Untuk mencapai remisi hematologis digunakan obat-obat yang bersifat mielosupresif. Begitu tercapai remisi hematologiks, dilanjutkan dengan terapi interferon dan atau cangkok sumsum tulang. Indikasi cangkok sumsum tulang yaitu usia tidak lebih dari 60 tahun, ada donor yang cocok, dan termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Sokal. 2 a. Hydroxyurea (hydrea) 2
Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi hematologik pada LGK. Lebih efektif dibandingkan busulfan, melfalan, dan klorambusil. Efek mielosupresif masih berlangsung beberapa hari sampai satu minggu setelah pengobatan dihentikan. Tidak seperti busulfan yang dapat menyebabkan anemia aplastik dan fibrosis paru. Dosis 30 mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit >300.000/mm 3 , dosis boleh ditinggikan sampai maksimal 2,5 gram/hari. Penggunaannya dihentikan dahulu bila leukosit <8.000/mm 3 atau trombosit <100.000/mm 3 . Interaksi obat dapat terjadi bila digunakan bersamaan dengan 5-FU, menyebabkan neurotoksisitas. Selama menggunakan hydrea harus dipantau Hb, leukosit, trombosit, fungsi ginjal, dan fungsi hati. 2 b. Busulfan (myleran) 2
Termasuk golongan alkil yang sangat kuat. Dosis 4-8 mg/hari per oral, dapat dinaikkan sampai 12 mg/ari. Harus dihentikan bila leukosit antara 10-20.000/mm 3 , dan baru dimulai kembali jika leukosit >50.000/mm 3 . Tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Interaksi obat bila diberikan bersamaan dengan asetaminofen, siklofosfamid, dan itrakinazol akan meningkatkan efek busulfan, sedangkan fenitoin akan menurunkan efeknya. Bila leukosit sangat tinggi sebaiknya pemberian busulfan disertai dengan alupurinol dan hidrasi yang baik. Dapat menyebabkan fibrosis paru dan supresi sumsum tulang yang berkepanjangan.
c. Imatinib mesylate (gleevec/glyvec) 2
Tergolong antibodi monoklonal yang dirancang khusus untuk menghambat aktivitas tirosin kinase dari fusi gen BCR-ABL. Diabsorpsi secara baik oleh mukosa lambung pada pemberian per oral. Untuk fase kronik, dosis 400 mg/hari setelah makan. Dosis dapat ditingkatkan sampai 600 mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3 bulan pemberian, atau pernah mencapai respon yang baik tetapi terjadi perburukan secara hematologik, yaitu Hb menjadi rendah dan atau lekosit meningkat dengan/tanpa perubahan jumlah trombosit. Dosis harus diturunkan apabila terjadi netropeni berat (<500/mm 3 ) atau trombositopenia berat (<50.000/mm 3 ) atau peningkatan SGOT/SGPT dan bilirubin. Untuk fase akselerasi atau fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari (400mg b.i.d). Dapat timbul reaksi hipersensitivitas, walaupun sangat jarang. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Interaksi obat bila diberikan dengan ketokonazol, simvastatin dan fenitoin akan meningkatkan efek imatinib mesilat. Selain remisi hematologik, obat ini dapat menghasilkan remisi sitogenetik yang ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya kromosom Ph dan juga remisi biologis yang ditandai dengan berkurangnya ekspresi gen BCR-ABL atau protein yang dihasilkannya. d. Interferon alfa-2a atau interferon alfa-2b 2
Berbeda dengan imattinib mesilat, interferon tidak dapat mmenghasilkan remisi biologis walaupun dapat mencapai remisi sitogenetik. Dosis 5 juta IU/m 2 /hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik biasanya setelah 12 bulan terapi. Berdasarkan data penelitian di Indonesia, dosis yang dapat ditoleransi adalah 3 juta IU/m 2 /hari. Saat ini sudah tersedia sediaan pegilasi interferon sehingga penyuntikan cukup sekali seminggu, tidak perlu tiap hari. Diperlukan pramedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian interferon untuk mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flu like syndrome. Interaksi obat yaitu teofilin, simetidin, vinblastin, dan zidovudin dapat meningkatkan efek toksik interferon. Hati-hati diberikan pada usia lanjut, gangguan faal hati, dan ginjal yang berat serta pada pasien epilepsi. e. Radiasi 3
Radiasi eksternal (whole body) atau injeksi zat radiaktif sudah tidak digunakan lagi. Radiasi pada limpa kadang dilakukan bila pembesaran limpa sangat mengganggu penderita. Dosis total radiasi berkisar antara 300-1200.
f. Operasi 3
Splenektomi pada LGK fase kronis sering dikerjakan dengan harapan menghambat terjadinya krisis blas, sehingga dapat memperpanjang kemungkinan hidup penderita. Ternyata tindakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan. Splenektomi pada fase kronis baru dikerjakan bila terjadi hipersplenisme, infark limpa atau penderita mengalami trombositopenia akibat efek samping busulfan. g. Cangkok sumsum tulang 3
Merupakan terapi definitif untuk LGK. Data menunjukkan bahwa cangkok sumsum tulang dapat memperpanjang masa remisi sampai lebih dari 9 tahun, terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik. Tidak dilakukan pada LGK dengan kromosom Ph negatif atau BCR-ABL negatif.
2.11 PROGNOSIS LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK 2 Lama hidup pasien LGK bervariasi dari beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun. Median lama hidup penderita LGK tipe dewasa tidak berubah selama 6 dekade terakhir, yaitu berkisar antara 3-4 tahun. Bila penderita sudah mencapai fase krisis blast, lama hidup penderita biasanya kurang dari satu tahun. Pada LGK tipe anak, median lama hidup kurang dari sembilan bulan. Faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien LGK antara lain: - Pasien usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti penurunan berat badan, demam, keringat malam. - Laboratorium didapatkan anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia, eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif. - Terapi memerlukan waktu lama (>3 bulan) untuk mencapai remisi, memerlukan terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi yang singkat.
BAB III PENYAJIAN KASUS
3.1 Identitas Nama : Tn. M Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 55 tahun Alamat : Jl. Adi Sucipto Gg. Sepakat no.10 Agama : Islam Suku : Melayu Pekerjaan : Swasta (supir taksi) No RM : 665645 Masuk tanggal : 12 Februari 2014
3.2 Anamnesis Keluhan Utama: Kaki kanan bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang : Satu tahun pasien mengeluh badan lemah, cepat lelah saat berktivitas, cepat merasa kenyang saat makan, nafsu makan berkurang dan perut terasa kembung. Pasien sudah berobat ke praktek dr. Munandar dan didiagnosis menderita Leukimia. Satu bulan gejala bertambah badan lemah, cepat lelah, nafsu makan hilang dan terasa perut sebelah kiri membesar, berat badan turun sebanyak 10 kg dalam kurun waktu 1 bulan. Satu minggu kaki kanan bengkak, kaki bengkak tidak berkurang terasa nyeri saat berjalan dan terasa hangat. Keluhan serupa pernah terjadi pada kaki kiri pasien setelah berkendara dengan mobil keluar kota, namun hilang sendiri tanpa pengobatan. Demam disangkal, gusi berdarah (-), mimisan (-), bercak perdarahan di kulit (-), BAB hitam (-), BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat bengkak di kaki kiri 6 bulan yang lalu, riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat TB (-).
Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kebiasaan: Pasien bekerja sebagai supir taksi.
3.3 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 Februari 2014 Kesadaran : kompos mentis Keadaan Umum : tampak sakit sedang Tekanan darah : 100/70 mmHg Frekuensi Nadi : 88 x /menit, reguler, isi cukup. Frekuensi Napas : 20 x/menit, jenis abdominal torakal Suhu : 37,0 C Berat Badan : 50 kg
Status Generalis : Kulit : pucat (-), kuning (-), spider nevi (-) Kepala : normosefali Rambut : alopesia (-) Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+) Telinga : sekret (-), darah (-) Hidung : sekret (-), darah (-), deviasi septum (-) Mulut : hygiene baik, gusi berdarah (-) Tenggorokan : hiperemis (-), sulit menelan (-) Leher : DVJ (-), KGB tidak terdapat pembesaran Dada : Statis simetris, dinamis simetris, massa (-) Paru : - Inspeksi : gerak pengembangan paru simetris kanan dan kiri - Palpasi : stem fremitus normal pada kedua lapang paru. - Perkusi : sonor pada kedua lapang paru - Auskultasi : suara dasar paru vesikuler normal pada kedua lapang paru, suara napas tambahan (-/-) Jantung : - Inspeksi : iktus kordis tidak tampak - Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea midklavikula - Perkusi : batas jantung kiri: SIC V linea midklavikula sinistra batas jantung kanan: SIC V linea sternalis dextra pinggang jantung SIC III garis parasternal kiri - Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler. Gallop (-), murmur(-)
Abdomen : - Inspeksi : distensi (-), venektasi (-), massa kuadran kiri atas - Auskultasi : bising usus normal 10x/menit - Perkusi : redup kuadran kiri atas , shifting dullness (-) - Palpasi : nyeri tekan di kuadran kiri atas, lien teraba pembesaran Schuffner VI, incisura lienalis (+), hepar tidak teraba. Punggung : nyeri ketok CVA (-/-) Genitalia : tidak diperiksa Anus : tidak diperiksa Ekstremitas : - Lengan kanan dan kiri : Akral hangat, capillary refill < 2 detik, deformitas (-), kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik (+). - Tungkai Kanan : Akral hangat, capillary refill < 2 detik, deformitas (-), pergelangan kaki bengkak (+), rubor (+), dolor (+), kalor (+),gangguan gerak (+), kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+), fluktuasi (-). - Tungkai Kiri : Akral hangat, capillary refill < 2 detik, deformitas (-), pergelangan kaki bengkak (-), rubor (-), dolor (-), kalor (-),gangguan gerak (-), kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik (+).
3.4 Resume Seorang laki-laki, 55 tahun datang dengan keluhan nyeri kaki kanan. Satu tahun mengeluh badan lemah, cepat lelah saat beraktivitas, cepat merasa kenyang saat makan, nafsu makan berkurang dan perut terasa kembung. Berobat ke praktek dr. Munandar dan didiagnosis menderita Leukimia. Satu bulan gejala bertambah badan lemah, cepat lelah, nafsu makan hilang dan terasa perut sebelah kiri membesar, berat badan turun sebanyak 10 kg dalam kurun waktu 1 bulan. Satu minggu kaki kanan bengkak setelah disenggol motor, kaki bengkak tidak berkurang, terasa nyeri saat berjalan dan terasa hangat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tanda vital dalam batas normal, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+). Pada abdomen tampak massa di kuadran kiri atas, bising usus normal (10x/menit), perkusi redup pada kuadran kiri atas, dengan perabaan massa lien sampai Schuffner VI, teraba insisura lienalis, hepar tidak teraba. Pada kaki kanan terlihat bengkak, rubor (+), terasa hangat dan nyeri pada penekanan, kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik baik, pulsasi arteri dorsalis pedis (+), fluktuasi (-).
3.6 Tatalaksana a. Non medikamentosa: - Istirahatkan kaki - Diet nasi, tinggi kalori, tinggi protein, rendah purin. - Minum air putih 1500 2000 cc/hari - Transfusi PRC 800 cc
3.7 Follow Up: Tanggal 12 Februari 2014 S : Nyeri pada pergelangan kaki kanan, rubor (+), kalor (+), mual (+), muntah (-), demam (-), Nafsu makan berkurang (+). O : Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak pucat, tanda vital dalam batas normal, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+) Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak massa kiri atas, distensi (+), BU (+) normal 12x/menit, splenomegali (+). Gula darah sewaktu 109 mg/dL, ureum 65,0 mg/dL, kreatinin 1,0 mg/dL, Asam urat 9,5 mg/dL. Gambaran darah tepi kesan Leukimia Granulositik Kronik. A : Artritis gout Leukemia granulositik kronik P : Cytodrox 3x1 tab 500mg, Allupurinol 1x1 tab 300mg, Renadinac 2x1 tab 50mg, Meloxicam 1x1 15mg.
Tanggal 13 Februari 2014 S : Nyeri pada pergelangan kaki kanan, rubor (+), kalor (+), mual (-), muntah (-), demam (-), Nafsu makan membaik. O : Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak pucat, tanda vital dalam batas normal, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+) Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak massa kiri atas, distensi (+), BU (+) normal 12x/menit, splenomegali (+). Sel darah putih 141.300/uL, hemoglobin 6,7 g/dL, hematokrit 23,6%, trombosit 818.000, A : Artritis gout Leukimia granulositik kronik Anemia P : Teruskan terapi lain Tranfusi PRC 750cc
Tanggal 14 Februari 2014 S : Nyeri pada pergelangan kaki kanan berkurang, rubor (+), kalor (-), mual (-), muntah (-), demam (-), Nafsu makan membaik. O : Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak sakit ringan, tanda vital dalam batas normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak massa kiri atas, distensi (+), BU (+) normal 12x/menit, nyeri tekan (- ), Splenomegali (+). Bilirubin total 6,6 mg/dL, bilirubin direk 4,5 mg/dL, SGOT 121,1 U/L, SGPT 56,2 U/L, GGT 218,1 U/L, alkaki fosfatase 877 U/L, dan albumin 2,5 g/dL. A : Artritis gout Leukemia granolusitik kronik P : Teruskan terapi
3.8 Program/Planning - Cek darah lengkap serial - Cek Asam urat ulang
3.9 Prognosis: Ad vitam : dubia ad malam Ad fungtionam : dubia ad malam Ad sanactionam : ad malam
3.10Pemeriksaan penunjang: Tanggal 30 Januari 2013 : USG Abdomen : Liver : Tak membesar, permukaan rata, tepi tajam, parenkim echo homogen, tak tampak mass/nodul, sistem portal dan bilier baik. Kandung empedu : Normal, tak tampak batu Spleen : Membesar dengan ukuran lebih dari 16,7 cm, parenkim homogen Pankreas : Besar bentuk baik, parenkim echo normal Ginjal kanan dan kiri : besar bentuk baik, sistem pelviokalises tak melebar, diferensiasi korteks dan medulla baik, tak tampak batu/cyst Buli-buli : sedikit terisi, tak tampak batu Kesan : sesuai splenomegali
Pemeriksaan Hematologi/Gambaran Darah Tepi Malaria : tidak ditemukan Eritrosit : normokrom anisositosis. Ditemukan normoblas 1% Leukosit : jumlah sangat meningkat. Didominasi sel-sel granulosit mulai dari mieloblas sampai dengan segmen. Relatif Eosinofilia. Trombosit : jumlah meningkat, banyak ditemukan kelompok trombosit Kesan : Suspek Leukimia Granulositik Kronik Pemeriksaan Urinalisa Warna : Kuning Kejernihan : Jernih Bau : Normal Leukosit : (-) negatif Eritrosit : 1-3 /LPK Silinder : (-) negatif Epitel gepeng : (-) negatif Urobilinogen : normal Bilirubin : (-) negatif Tanggal 12 Februari 2014 : Laboratorium darah Leukosit : 141.300 /ul (N= 4.000-12.000/uL) Limf : 11,9 x 10 3 /ul (N= 0,8 4,0) Mid : 16,4 x 10 3 /ul (N= 0,1 1,2) Gran : 113,1 x 10 3 /ul (N= 2,0 7,0) Hb : 6,7 g/dl (N= 11-17 g/dl) MCV : 92,0 fl MCH : 26,2 pg MCHC : 28,4 g/dl Hematokrit : 23,6% (N= 35,0 55,0) Trombosit : 818.000 /ul (N= 150.000-400.000/uL) Gula Darah Sewaktu : 109 mg/dl Ureum : 65,0 mg/dl Kreatinin : 1,0 mg/dl Asam Urat : 9,5 mg/dl
Gambaran darah tepi Eritrosit : Normokrom anisositosis, ditemukan normoblas 3% Leukosit : Jumlah sangat meningkat, didominasi sel-sel granulosit mulai dari mieloblas sampai dengan segmen. Relatif eosinofilia. Trombosit : Jumlah meningkat, banyak ditemukan kelompokan trombosit. Kesan : Suspek Leukimia Granulositik Kronik. Tanggal 14 Februari 2014 Pemerikssan kimia darah Bilirubin total : 6,6 mg/dl (N= <1,1) Bilirubin direk : 4,5 mg/dl (N= <0,3) SGOT : 121,1 U/L (N= <38,0) SGPT : 56,2 U/L (N= <41,0) GGT : 218,1 U/L (N= 8,0 61,0) Alkali Fosfatase : 877 U/L (N= <270) Albumin : 2,5 g/dl (N= 3,5 5,2)
BAB IV PEMBAHASAN Dari anamnesis didapatkan seorang laki-laki, 55 tahun, datang dengan keluhan nyeri kaki kanan. Satu tahun pasien mengeluh badan lemah, cepat lelah saat beraktivitas, cepat merasa kenyang saat makan, nafsu makan berkurang dan perut terasa kembung. Pasien sudah berobat ke praktek dr. Munandar dan didiagnosis menderita Leukimia. Satu bulan gejala bertambah berat, badan lemah, cepat lelah, nafsu makan hilang dan terasa perut sebelah kiri membesar, berat badan turun sebanyak 10 kg dalam kurun waktu 1 bulan. Satu minggu kaki kanan pasien bengkak, kaki bengkak tidak berkurang, terasa nyeri saat berjalan dan terasa hangat. Demam disangkal, gusi berdarah (-), mimisan (-), bercak perdarahan di kulit (-), BAB hitam (-), BAK normal. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 37,1C, pernapasan 20x/menit reguler abdominotorakal, konjungtiva anemis (+/+), pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada abdomen tampak massa di kuadran kiri atas, bising usus normal (10x/menit), perkusi redup pada kuadran kiri atas, dengan perabaan massa lien sampai Scuffner 6, teraba insisura lienalis, hepar tidak teraba. Pada kaki kanan terlihat bengkak, rubor (+), terasa hangat dan nyeri pada penekanan, Kekuatan motorik 5/5/5, respons sensorik baik. Laboratorium (tanggal 12 Februari 2014) didapatkan hasil sel darah putih 141.300/uL (Lim 11,9 K/uL, Mid 16,4 K/uL, Gra 113,1 K/uL), hemoglobin 6,7 g/dL, hematokrit 23,6%, trombosit 818.000, gambaran darah tepi kesan Leukimia Granulositik Kronik. Pemeriksaan (tanggal 14 Februari 2014) gula darah sewaktu 109 mg/dL, ureum 65,0 mg/dL, kreatinin 1,0 mg/dL, asam urat 9,5 mg/dL, bilirubin total 6,6 mg/dL, bilirubin direk 4,5 mg/dL, SGOT 121,1 U/L, SGPT 56,2 U/L, GGT 218,1 U/L, alkaki fosfatase 877 U/L, dan albumin 2,5 g/dL. Kadar asam urat yang tinggi serta penumpukannya pada persendian dapat timbul sebagai artritis gout seperti yang dialami pasien ini. Pasien kemungkinan telah mendapat terapi Hydroxyurea sejak didiagnosa LGK tahun lalu, efek dari terapi ini adalah terjadi antimitotik dan kematian sel sel leukemik, sementara efek samping terapi ini adalah terjadi peningkatan komponen komponen dari sel yang lisis seperti kalium, fosfat, dan asam urat. Pada LGK, pasien sering mengeluhkan pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung, maka dapat menimbulkan unintentional weight loss. Kadang timbul nyeri seperti diremas di perut kanan atas. Keluhan lain sering tidak spesifik misalnya rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, dan keringat malam. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukimia. Sel-sel granulositik yang berlimpah jumlahnya dapat menginfiltrasi daerah daerah medular (sumsum tulang) atau ektramedular (kelenjar limfe, hepar dan limpa). Pemeriksaan penunjang ultrasonografi (tanggal 3 januari 2013) didapatkan kesan splenomegali (+). Splenomegali pada pasien ini diakibatkan karena infiltrasi sel sel granulositik yang menyebabkan ukuran limpa membesar hingga titik Suffner 6. Pembesaran limpa ini terjadi perlahan dan progresif akan mendesak organ lambung yang terdapat didekatnya. Gejala yang dirasakan oleh pasien adalah rasa tidak nyaman atau rasa penuh terutama di bagian perut sebelah kiri atas, nafsu makan yang berkurang, dan perasaan cepat kenyang saat makan sehingga perlahan lahan pasien akan mengalami penurunan berat badan yang tanpa disadari (unintentional weight loss) akibat asupan nutrisi yang berkurang setiap harinya. Pembesaran organ limpa (splenomegali) dapat diikuti pula dengan peningkatan aktivitas fisiologis organ limpa (hipersplenisme). Sel darah putih meningkat hingga 141.300/uL disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietic. Tampak seluruh tingkatan diferensiasi dan maturasi seri granulosit, persentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat, demikian juga persentasi eosinofil dan atau basofil.
Hemoglobin turun hingga 6,7 g/dL terjadi akibat penurunan eritropoiesis akibat infiltrasi sel sel leukemik di sumsum tulang, atau proses destruksi sel darah merah yang cepat atau perdarahan. Umumnya anemia yang terjadi dalam bentuk normokrom normositer. Trombositosis dapat ditemukan pada lebih dari 50% penderita LGK. Trombosit biasanya meningkat antara 500-600.000/mm 3 . Hiperbilirubinemia dapat disebabkan diantaranya oleh: - Overproduksi bilirubin - Gangguan ambilan, konjugasi atau sekresi bilirubin - Regurgitasi dari bilirubin terkonjugasi atau tak terkonjugasi dari kerusakan atau terjadi infiltrasi hepatosit atau duktus bilier Peningkatan bilirubin total merupakan akibat proses hipersplenisme dari destruksi sel darah merah meningkatkan kadar unconjugated bilirubin di dalam darah. Proses ambilan dan metabolisme unconjugated bilirubin menjadi conjugated bilirubin meningkat dalam hepar tergantung dari jumlah hemoglobin yang direduksi dalam limpa. Kadar albumin serum berkurang akibat asupan protein dari makanan yang kurang dan pembentukannya di hepar berkurang akibat infiltrasi sel leukemik. Tatalaksana pada pasien ini meliputi non medikamentosa yaitu berupa mengistirahatkan kaki. Diet nasi, tinggi kalori, tinggi protein, rendah purin karena kadar asam urat pada pasien cukup tinggi, minum air putih 1500 2000 cc/hari untuk membantu pengeluaran asam urat melalui ginjal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin yang rendah pada pasien sehingga memerlukan transfusi PRC sebanyak 750 cc. Tujuan terapi pada LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi hematologi, remisi sitogenetik, maupun remisi biomolekuler. Remisi hematologik yaitu normal pada pemeriksaan hitung sel darah dan pemeriksaan fisik misalnya tidak adanya organomegali. Remisi sitogenetik yaitu tidak adanya kromosom Philadelphia yang positif pada sel. Sedangkan remisi molekular yaitu pemeriksaan negatif dengan menggunakan PCR terhadap mutasi mRNA BCR-ABL yang menunjukkan lamanya survival hidup pasien. Untuk mencapai remisi hematologis digunakan obat-obat yang bersifat mielosupresif. Begitu tercapai remisi hematologiks, dilanjutkan dengan terapi interferon dan atau cangkok sumsum tulang. Medikamentosa diberikan: - Allopurinol 1x1 tab 100 mg Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh alopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozatin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin. - Meloxicam 1x1 15 mg Meloxicam adalah obat antiinflamasi dan antirematik non steroid (NSAID) dari golongan asam enolat. Meloxicam bekerja dengan cara menghambat biosintesa prostagladin yang merupakan mediator peradangan melalui penghambatan cyclooxgenase-2 (COX-2), sehingga proses peradangan dapat dihambat.
- Cytodrox 3x1 tab 500mg Merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi hematologik pada LGK. Lebih efektif dibandingkan busulfan, melfalan, dan klorambusil. Efek mielosupresif masih berlangsung beberapa hari sampai satu minggu setelah pengobatan dihentikan. Dosis 30 mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3 dosis. Penggunaannya dihentikan dahulu bila leukosit <8.000/mm 3 atau trombosit <100.000/mm 3 . Interaksi obat dapat terjadi bila digunakan bersamaan dengan 5-FU, menyebabkan neurotoksisitas. Selama menggunakan hydroxyurea harus dipantau Hb, leukosit, trombosit, fungsi ginjal, dan fungsi hati. - Ranitidine 2x1 amp 150 mg Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi produksi asam lambung, sehingga melindungi mukosa gaster dari faktor agresor asam lambung. Pemberian obat ini bertujuan untuk mengurangi produksi asam lambung. - Transplantasi Merupakan terapi definitif bagi pasien dengan LGK. Cangkok sumsum tulang dapat memperpanjang masa remisi sampai lebih dari 9 tahun, terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik. Tidak dilakukan pada LGK dengan kromosom Ph negatif atau BCR-ABL negatif. Lama hidup pasien LGK bervariasi dari beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun. Median lama hidup penderita LGK tipe dewasa berkisar antara 5-6 tahun. Bila penderita sudah mencapai fase krisis blast, lama hidup penderita biasanya kurang dari satu tahun. Faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien LGK antara lain: - Pasien usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti penurunan berat badan, demam, keringat malam. - Laboratorium didapatkan anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia, eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif.
BAB V KESIMPULAN Leukemia granulositik kronis (LGK) termasuk golongan penyakit mieloproliferatif, yang ditandai oleh proliferasi dari sel granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit, meta mielosit, mielosit sampai granulosit. Pada pasien ini memiliki gejala klinis, data pemeriksaan fisik dan data pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis leukemia granulositik kronik. Perawatan harus mencakup perhatian yang penuh melawan infeksi dan perdarahan. Prognosis pasien dengan LGK bervariasi, namun rerata angka hidup pasien dengan atau tanpa pengobatan adalah sekitar 5 sampai 6 tahun.
DAFTAR PUSTAKA 1. Zelly Dia Rofinda. 2012. Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas. Volume 1. Diakses pada: http://jurnal.fk.unand.ac.id 2. Heri Fadjari. Leukemia Granulositik Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Boediwarsono dkk., 2007. Leukemia Granulositik Kronik dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan dr. Soetomo. 4. Besa EC., 2014. Chronic Myelogenous Leukemia. Medscape. Diakses pada http://emedicine.medscape.com Medscape 5. Price SA dan Wilson LM., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC 6. Longo DL., Kasper DL., Jameson LJ., Fauci AS., Hauser SL., Loscalzo J. 2012. Harrisons Principal Internal Medicine. 18th edition. New York: McGraw-Hill.