Anda di halaman 1dari 6

Pengaruh Dimensi dan Sudut Orientasi Pemanas pada Fenomena Kolam Didih

Ranggi Sahmura
Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia

Pendahuluan
Fenomena didih (boiling) merupakan fenomena berubahnya fase fluida dari fase cair menjadi fase
gas, ditandai dengan munculnya gelembung-gelembung (bubbles) yang terjadi pada antarmuka
padatan (solid) sebagai pemanas dan fluida. Perubahan fase terjadi ketika temperatur permukaan
padatan melewati temperatur saturasi dari fluida pada tekanan saturasi tertentu. Perbedaan
temperatur permukaan dengan temperatur saturasi fluida kemudian disebut sebagai temperatur
lebih (excess temperature).
Fenomena didih dikarakterisiasi oleh pembentukan, pertumbuhan dan dinamika gelembung, yang
secara kompleks bergantung pada nilai perbedaan temperatur permukaan pemanas dengan fluida,
sifat fisikal dari pemanas (karakter permukaan, ukuran, dan orientasi) serta sifat termofisikal dari
fluida (tegangan permukaan, konduktivitas termal, dsb). Dinamika pembentukan formasi gelembung
ini mempengaruhi gerakan cairan di dekan permukaan sehingga secara langsung mempengaruhi
koefisien perpindahan kalor [1].
Sementara kolam didih (pool boiling) merupakan fenomena didih dimana pemanas direndam di
dalam suatu kolam cairan yang pada keadaan awal berada pada kondisi tidak bergerak. Fenomena
kolam didih juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Efek-efek variasi fisikal dari pemanas maupun
termofisikal dari fluida terhadap fenomena kolam didih, seperti kekasaran permukaan pemanas,
sudut kontak pembasahan dan tegangan permukaan, agitasi, akselerasi, diameter, ukuran serta
orientasi pemanas telah dipelajari oleh banyak peneliti [2]. Pada tulisan ini akan dibahas efek dari
parameter fisikal pemanas terhadap fenomena kolam didih, yakni ukuran serta sudut orientasi
pemanas.
Namun sebelum membahas lebih jauh mengenai parameter fisikal dari pemanas, diperlukan
pengetahuan lebih jauh mengenai terminology rewetting. Rewetting merupakan peristiwa
pembasahan kembali permukaan pemanas oleh fluida dalam fase cair. Pada peristiwa didih,
gelembung maupun lapisan tipis uap terbentuk pada permukaan pemanas dan menghambat fluida
yang memiliki fase cair untuk membasahi permukaan tersebut. Hal ini menyebabkan disipasi panas
dari permukaan pemanas menjadi lebih rendah. Saat rewetting terjadi, fluida dalam bentuk cair
mampu menggantikan maupun memindahkan gelembung maupun lapisan tipis uap dari permukaan
pemanas, dan kembali membuat kontak dengan permukaan pemanas yang kering tersebut.
Peristiwa rewetting ini terjada pada fenomena aliran didih (flow boiling) maupun kolam didih (pool
boiling). Peristiwa ini kemudian menjadi dasar beberapa penjelasan efek parameter fisikal dari
pemanas terhadap performa perpindahan kalor kolam didih. [3, 4]
Efek Parameter Fisikal Pemanas terhadap Fenomena Kolam Didih
Parameter fisikal yang dibahas pada tulisan ini adalah ukuran serta sudut orientasi pemanas.
Sejumlah peneliti telah berusaha menginvestigasi pengaruh keduanya terhadap karakteristik kolam
didih, yang diindikasikan oleh nilai perpindahan kalor didih (boiling heat transfer/ BHT) dan fluks
kalor kritis (critical heat flux/ CHF). Parameter fisik lain yakni terkait dengan karakter permukaan
pemanas tidak menjadi fokus bahasan pada tulisan ini.

(a)

(b) (c) (d)
Gambar 1. (a) Skematik pengujian; (b) kurva boiling untuk pemanas 1cm
2
; (c) kurva boiling untuk
pemanas 4cm
2
; (d) kurva boiling untuk pemanas 25cm
2
. [4]

K.N. Rainey dan S.M. You [4] secara khusus mempelajari efek dari ukuran dan sudut orientasi
pemanas pada perpindahan kalor kolam didih, menggunakan pemanas yang dilapisi dan tidak dilapisi
oleh struktur mikropori. Menggunakan pemanas berbentuk plat dengan ukuran 4 cm
2
dan 25 cm
2

serta sudut orientasi 0
o
hingga 180
o
, Rainey membandingkan hasil penelitiannya dengan penelitian
yang dilakukan oleh Chang dan You menggunakan plat pemanas berukuran 1 cm
2
. Rainey juga
memberikan variasi terhadap permukaan pemanas, yakni polos (uncoated) dan berlapis mikropori
(microporous coated). Lapisan mikropori ini dibentuk dengan menggunakan pelapis berbahan DOM:
Diamond/Omegabond 101/Methyl-Ethyl-Ketone(MEK). Sebagaimana ditunjukan pada gambar 1,
Rainey mendapatkan hasil bahwa pemanas polos dengan ukuran yang lebih besar, yakni pemanas
dengan ukuran 4 dan 25 cm
2
menghasilkan BHT dan CHF yang lebih rendah dibandingkan pemanas
dengan ukuran 1 cm
2
. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai rewetting resistance pada pemanas
dengan ukuran yang lebih besar. Dijelaskan bahwa pada fenomena kolam didih menggunakan
pemanas dengan ukuran hingga (finite), terutama pemanas berbentuk plat dengan permukaan kecil,
fluida cair yang berperan sebagai rewetting fluid berasal dari bagian samping tidak dari bagian atas
sebagaimana penggunaan pemanas dengan ukuran infinite. Hal ini menyebabkan rewetting
resistance merupakan fungsi dari panjang jalur aliran paralel terhadap permukaan pemanas.
Dibandingkan dengan penggunaan pemanas berukuran 1 cm
2
, pemanas yang lebih besar dengan
ukuran 4 dan 25 cm
2
memiliki jalur aliran yang lebih panjang untuk mencapai bagian tengah
permukaan pemanas, sehingga memiliki rewetting resistance yang lebih besar. Rewetting resistance
yang lebih besar menyebabkan peristiwa rewetting menjadi sulit terjadi dan disipasi kalor dari
permukaan pemanas terhambat. Hal ini berimbas pada rendahnya nilai CHF dan BHT. Sementara
peningkatan sudut orientasi dari 0-45
o
meningkatkan BHT, dimana hal ini dijelaskan dengan nukleasi
gelembung yang menyapu sepanjang permukaan pemanas dan meningkatkan koefisien
perpindahan kalor sepanjang permukaan. Sementara pada sudut 90-180
o
, terjadi penurunan BHT
dan CHF secara drastis. Hal ini disebabkan oleh gelembung-gelembung yang terhambat pada bagian
bawah pemanas, sehingga meningkatkan waktu kontak dari gelembung dan permukaan pemanas.
Gelembung-gelembung yang terhambat kemudian bertabrakan dan bergabung membentuk selimut
uap (vapor blanket). Selimut ini mencegah permukaan pemanas terbasahi oleh fluida cair dan
mengakselerasi fenomena dry-out. Rainey juga mengungkap bahwa pemanas dengan lapisan
mikropori tidak terpengaruh oleh ukuran dan sudut orientasi pemanas, disebabkan oleh tingginya
jumlah situs nukleasi yang aktif pada permukaan pemanas tersebut.
Kwark et al. [5] mendapatkan hasil yang berkorelasi positif dengan hasil yang didapatkan oleh
Rainey. Menguji pengaruh orientasi dan ukuran pemanas - juga tekanan terhadap perpindahan kalor
kolam didih pada pemanas dengan pelapis nano (nanocoated heater), Kwark mendapatkan hasil
bahwa pada seluruh variasi pemanas dengan pelapis nano memiliki BHT dan CHF yang lebih baik
dibandingkan dengan pemanas tanpa pelapis. Sementara sudut orientasi pemanas dengan
peningkatan pada nilai 0-180
o
pada fluks kalor rendah meningkatkan BHT, ditunjukan dengna kurva
didih yang mengalami pergesaran ke arah kiri. Pada nilai fluks kalor yang tinggi, efek sudut orientasi
terhadap BHT dapat diabaikan. Hal ini dapat dijelaskan oleh transisi dari rezim gelembung terisolasi
(isolated bubble) ke rezim kolom uap kontinyu (continuous vapor column). Transisi ini menyababkan
peningkatan nilai BHT. Sementara sudut orientasi diatas 90
o
mengurangi nilai CHF secara signifikan
akibat ketidakmampuan gelembung untuk melepaskan diri dari permukaan pemanas terhalang
oleh permukaan pemanas yang menghadap ke bawah sehingga waktu kontak gelembung dengan
permukaan pemanas menjadi lebih lama. Gelembung kemudian mengalami pendataran dan
bergabung satu sama lain, menjadi besar. Gelembung besar ini kemudian bergeser dan bergerak
sepanjang permuakan pemanas dan membentuk selimut uap, menyebabkan CHF tercapai lebih
cepat. Kwark mengungkapkan bahwa peningkatan ukuran pemanas tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap BHT, namun nilai CHF menurun seiring peningkatan ukuran pemanas. Kwark
merujuk pada pekerjaan yang dilakukan Rainey untuk menjelaskan hubungan ini.
Hasil serupa didapatkan oleh Takamura et al. [6]. Takamura mempelajari BHT dan CHF pada kolam
didih nanofluida dengan pemanas menghadap ke atas dan ke bawah. Takamura mendapatkan
bahwa nilai CHF pada pemanas yang menghadap ke bawah jika digunakan terminology sudut
orientasi bernilai 180
o
memiliki nilai yang lebih rendah sebesar 44% dibandingkan dengan CHF
pada pemanas yang menghadap ke atas (0
o
). Sementara peningkatan BHT dikarenakan penggunanan
nanofluida terjadi pada pemanas yang menghadap ke bawah, sementara berkebalikan dengan hal
tersebut, nanofluida justru memberikan penurunan terhadap BHT pada pemanas yang menghadap
ke atas.
Hasil yang berbeda diperoleh oleh Mourgues et al [7]. Mourgues melakukan studi mengenai perilaku
kolam didih air dan nanofluida ZnO pada pemanas dengan posisi vertikal (90
o
) dan horizontal (0
o
)
dan mendapatkan bahwa posisi pemanas vertikal menghasilkan nilai CHF yang lebih tinggi sebesar
19% dibandingkan dengan posisi horizontal. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh
perbedaan geometris dari pemanas yang digunakan dalam penelitian, dimana pada penelitian-
penelitian sebelumnya pemanas memiliki bentuk persegi dengan rasio panjang dan lebar, sementara
pemanas pada penelitian yang dilakukan Mourgues memiliki bentuk piringan (disk). Mourgues juga
mengungkapkan bahwa peningkatan nilai CHF dan BHT pada penggunaan nanofluida ZnO terletak
pada pelapisan pemanas oleh nanopartikel ZnO, bukan pada fluida kerja ZnO.

(a) (b)
Gambar 2. (a) Skematik pengujian; (b) Kurva boiling pada pengujian efek ketinggian nanowire

Sementara Yao et al [8]. melakukan studi mengenai efek ketinggian nanowire Cu dan Si terhadap
performa didih pada kolam didih. Penemuan mutakhir mengenai teknik fabrikasi untuk
pembentukan nanowire menggunakan deposisi elektrokimia memungkinkan pembentukan
permukaan nanowire hidrofilis yang dapat dikendalikan ketinggiannya. Yao mempelajari pengaruh
ketinggian ini terhadap performa kolam didih. Hasil yang diperoleh adalah bahwa performa termal
meningkat seiring meningkatnya ketinggian permukaan nanowire. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan jumlah dan ukuran celah (cavities) dalam skala mikro yang terbentuk seiring
peningkatan ketinggian permukaan nanowire. Yao juga menjelaskan bahwa pada skala ukuran ini,
morfologi dari pemanas (ukuran dan jumlah cavity) memiliki peran yang lebih dominain
dibandingkan properti dari material pemanas. Hal ini ditandai dengan tidak signifikannya perbedaan
performa termal dari nanowire Cu dan Si walapun terdapat perbedaan signifikan antara
konduktivitas termal dari Cu (400 W/mK, 25
o
C) dan Si (150 W/mK, 25
o
C)
Efek ukuran pemanas pada kolam didih di lingkungan bergravitasi abnormal dilakukan oleh Henry
dan Kim [9]. Susunan pemanas resistansi berbahan platinum diujikan pada gravitasi rendah (0.001 g)
dan gravitasi tinggi (1.7 g) untuk memberikan simulasi aplikasi kolam didih pada pesawat terbang.
Gravitasi abnormal menghasilkan fenomena didih berbeda, sehingga terdapat perbedaan pengaruh
ukuran pemanas pada studi ini. Pembentukan gelembung dibedakan atas pembentukan gelembung
utama dan gelembung satelit yang lebih kecil. Dijelaskan oleh Kim bahwa penurunan ukuran
pemanas pada gravitasi rendah menyebabkan pengurangan pembentukan gelembung satelit.
Gelembung satelit ini telah dianalisa dapat meningkatkan nilai CHF, sehingga pengurangan
gelembung satelit menyebabkan nilai CHF turun. Sementara itu pada gravitasi tinggi, pengurangan
ukuran pemanas membatasi pertumbuhan gelembung utama dan frekuensi pelepasan gelembung,
sehingga turut menurunkan nilai CHF.
Kesimpulan
Dari berbagai studi dan penelitian yang telah dilakukan, beberapa poin yang dapat disimpulkan
terkait ukuran pemanas dan sudut orientasi pemanas terhadap performa perpindahan kalor pada
kolam didih adalah sebagai berikut.
- Secara umum, ukuran pemanas berpengaruh terhadap rewetting resistance. Rewetting
resistance merupakan fungsi dari panjang jalur aliran paralel terhadap permukaan pemanas,
sehingga nilai ukuran pemanas akan berbanding lurus dengan rewetting resistance. Karena
rewetting resistance berbanding terbalik dengan performa perpindahan kalor, maka ukuran
pemanas secara langsung akan berbanding terbalik dengan performa perpindahan kalor.
- Sudut orientasi hingga batas tertentu akan meningkatkan performa perpindahan kalor.
Peningkatan sudut orientasi dibawah 90
o
dapat meningkatkan performa perpindahan kalor
akibat transisi gelembung terisolasi (isolated bubble) ke kolom uap kontinu (continuous
vapor column). Sementara peningkatan sudut orientasi diatas 90
o
akan menciptakan
hambatan bagi gelembung untuk terlepas dari permukaan pemanas sehingga waktu kontak
antara gelembung dan pemanas menjadi lebih panjang pemanas menjadi lebih kering
untuk waktu yang lebih lama. Gelembung yang tidak dapat terlepas dari permukaan
pemanas kemudian bertabrakan satu sama lain, bergabung dan membentuk selimut uap
(vapor blanket) menyelubungi pemanas. Vapor blanket akan menciptakan antarmuka
permukaan pemanas dengan uap, sehingga perpindahan kalor menjadi terhambat.
- Perlu penelaahan lebih lanjut mengenai fenomena kolam didih untuk kasus-kasus tertentu
seperti penggunaan pemanas dengan ukuran skala mikro, serta lingkungan dengan gravitasi
abnormal.
Reference
1. Incropera, F.P. and D.P. DeWitt, Fundamentals of heat transfer. 1981: Wiley.
2. Tong, L.S. and Y.S. Tang, Boiling Heat Transfer And Two-Phase Flow. 1997: Taylor & Francis.
3. Agrawal, C., et al., Effect of jet diameter on the rewetting of hot horizontal surfaces during
quenching. Experimental Thermal and Fluid Science, 2012. 42(0): p. 25-37.
4. Rainey, K.N. and S.M. You, Effects of heater size and orientation on pool boiling heat transfer
from microporous coated surfaces. International Journal of Heat and Mass Transfer, 2001.
44(14): p. 2589-2599.
5. Kwark, S.M., et al., Effects of pressure, orientation, and heater size on pool boiling of water
with nanocoated heaters. International Journal of Heat and Mass Transfer, 2010. 53(2324):
p. 5199-5208.
6. Zuhairi Sulaiman, M., et al., Boiling Heat Transfer and Critical Heat Flux Enhancement of
Upward- and Downward-Facing Heater in Nanofluids. Journal of Engineering for Gas
Turbines and Power, 2013. 135(7): p. 072901-072901.
7. Mourgues, A., et al., Boiling behaviors and critical heat flux on a horizontal and vertical plate
in saturated pool boiling with and without ZnO nanofluid. International Journal of Heat and
Mass Transfer, 2013. 57(2): p. 595-607.
8. Yao, Z., Y.W. Lu, and S.G. Kandlikar, Effects of nanowire height on pool boiling performance
of water on silicon chips. International Journal of Thermal Sciences, 2011. 50(11): p. 2084-
2090.
9. Henry, C.D. and J. Kim, A study of the effects of heater size, subcooling, and gravity level on
pool boiling heat transfer. International Journal of Heat and Fluid Flow, 2004. 25(2): p. 262-
273.

Anda mungkin juga menyukai