Anda di halaman 1dari 57

Perlu kita ketahui bahwa IPS terjemahan dari Social Studies.

Untuk mengetahui sejarah


perkembangan IPS maka kita harus melihat sejarah perkembangan Social Studies di Amerika
Serikat. PerkembanganSocial Studies dipublikasikan dalam seminar National Council for the
Social Studies (NCSS) pada tanggal 20-30 November 1935.
Definisi Social Studies menurut Edgar Bruce Wesley 1937 (Barr, Barth, dan Shermis,
1972:12) ,The Social Studies are the social sciences simplified for pedagogical purpose. Yang
artinya Social studies yaitu ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan.
Pengertian awal social studies yaitu sebagai turunan dari ilmu-ilmu sosial, disiplin
dikembangkan untuk tujuan pendidikan dan bidang-bidang ilmu sosial harus sesuai dengan
tujuan pendidikan.
Pada tahun 1940-1950 NCSS mendapat serangan yang berupa pertanyaan apa perlu
atau tidak social studies menanamkan nilai dansikap demokratis kepada generasi
muda?. Kemudian tahun 1960, Muncul suatu gerakan akademis yang mendasar dalam
pendidikan, yang secara khusus dapat dipandang sebagai suatu Revolusi dalam Social
Studiesyang dikenal sebagai gerakan The New Social Studies. Ditegaskan pulaoleh Barr,
dkk pada tahun 1940-1960, terjadi tarik menarik antara dua visi Social Studies yaitu gerakan
untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial Citizenship Education, dan gerakan yang
menginginkan pemisahan bebagai disiplin ilmu sosial yang cenderung
memperlemahkonsepsi Social Studies Edcation.
Pada tahun 1955 terjadi terobosan besar dalam dunia Social Studies (Barr,
1977:37) ,yaitu inovasi Maurice Hunt dan Lawrence Metclaf yang melihat cara baru dalam
mengkaitkan pengetahuan dan keterampilan ilmu sosial untuk tujuan citizenship
education. Disiplin ilmu sosial sangat berguna dalam memberikan fakta, serta teori dan konsep
dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan, serta untuk melatih
keterampilan reflective thinking (berpikir tanpa direncanakan atau berpikir kritis) oleh Barr,
1977:37.gerakan The New Social Studiesmenjadi pilar perkembangan Social Studies pada tahun
1960, titik tolaknya dari kesimpulan bahwa social studies sebelumnya dinilai sangat tidak efektif
dalam mengajarkan dan mempengaruhi perubahan sikap.
Maka para ahli sosial dan sejarawan bersatu dan merumuskansocial
studies ketingkat higher level of intellectual pursuit, (Barr, 1977:42). Pada akhir 1960-an
tercatat adanya perubahan dari kegiatandisiplin akademik yang terpisah-pisah dalam upaya untuk
mencari hubungan interdisipliner (Barr, 1977:45). Pada tahun 1970 terjadi perkembangan Social
Studies dalam perkembangan kurikulum persekolahan. Yaitu perkembangan dari dua gerakan
(Social Studies dan Citizenship education) yang bertolak belakang dari Basic Human Activities,
(Paul R. Hanna, 1974:68).
Jika dilihat dari visi-misi Social Studies menurut Barr (1977:48) adalah, Social
Studies dapat dikembangkan kedalam 3 tradisi, yaitu:Social Studies Taught as Citizenship
Transmission. (ilmu sosial yang terintegrasi sebagai ilmu Kewarganegaraan), Social Studies
Taught as Social Science ( ilmu sosial sebagai disiplin ilmu yang terpisah), dan Social Studies
Taught as Revlective Inquir (ilmu sosial sebagai ladang ilmu pengetahuan yang bersifat melatih
kepekaan terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitar).
Pada tahun 1980 perkembangan Social Studies ditandai oleh lahirnya dua pilar akademis,
yaitu : Social Studies democratic beliefs and values dan Social Studies as Skill in the Social
Studies Curruculum.Tujuan NCSS 1994 dari Social Studies, yaitu: Esensi dari Social
Studiesadalah pengembangan ilmu sosial, bukan pada bidang lain, PengembanganSocial
Studies dari mulai pendidikan dasar sampai tingkat menengah atas ditandai oleh keterpaduan
pengetahuan, kemampuan siswa dan sikap siswa terhadap gejala sosial yang terjadi diskitarnya.
Hal ini memberikan dau arti yaitu, monodisipliner dan interdisipliner, Program Social
Studiesmenitik beratkan pada upaya membantu siswa dalam construct a knowledge base and
attitudes drawn from academic disciplines as specialized ways of viewing reality (Pembangun
pengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara pandang secara akademik terhadap realita),
danSocial Studies harus mncerminkan hakikat pengetahuan yang utuh secara terpadu menuntun
perlibatan berbagai disiplin ilmu dalam Social Studies.

Ruang Lingkup dan Perkembangan Ilmu Sosial

.
A. Ruang Lingkup Ilmu sosial
Ilmu sosial terdiri dari antropologi, ekonomi, ilmu hukum, ilmu politik, psikologi sosial,
sosiologi, geografi, dan sejarah. Setiap disiplin ilmu tersebut sangat berbeda, tentunya setiap
kajian bidang ilmu tersebut memiliki ruang lingkup yang berbeda pula. Ruang lingkup kajian
ilmu-ilmu sosial sebagai berikut:

Antropologi
istilah Antropologi berasal dari bahasa yunani, asal kata anthopos berarti manusia,
dan logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara harfiahantropologi berarti ilmu tentang
manusia. Para ahli antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi
merupakan studi tentang umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat
tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia (Haviland, 1999:7).
Dalam antropologi ada lima ruang lingkup kajian yang utama, sebagai berikut:
1. Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia dipandang dari segi antropologi
2. Masalah terjadinya berbagai ragam manusia.
3. Masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa.
4. Perkembangan, penyebaran, dan terjadinya beragam kebudayaan.
5. Asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di dunia
(Koentjaraningrat, 2005:8)
Dalam Fakih Samlawi (1998: 21), beberapa konsep dasar antropologi meliputi
kebudayaan (culture), adat istiadat (custom), etika (ethics), ras (race), tradisi (traditions), hukum
(law), dan keyakinan (beliefs). Kebudayaan adalah perilaku sekelompok orang sebagai hasil
belajar. Adat istiadat atau kebiasaan adalah perilaku yang biasa atau diterima atau dipraktekkan
dalam kelompok manusia.
Etika adalah keputusan di dalam suatu kelompok tentang apa yang baik dan benar. Ras
menggambarkan sekelompok besar orang yang mempunyai gambaran yang dapat dibedakan
secara jelas dan membedakannya dari kelompok lainnya. Hukum adalah perangkat aturan yang
resmi yang disetujui oleh suatu kelompok dan didijadikan sebagai pedoman perilaku. Keyakinan
adalah kebenaran yang diterima yang kita pegang tanpa bukti yang positif. Tradisi adalah
keyakinan dan adat istiadat yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Antropologi memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan sosial dengan memberikan
pengertian tentang bagaimana kebudayaan berkembang dan mengapa kebudayaan tersebut
berbeda. Antropologi membantu para siswa memahami bagaimana dan mengapa orang-orang
mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan mereka sendiri.

Ekonomi
Istilah Ekonomi berasal dari bahasa yunani, yaitu oikosnamos atau oikonomia yang
artinya manajemen urusan rumah tangga, khususnya penyediaan dan administrasi pendapatan
(Sastradipoera, 2001:4). Namun, sejak perolehan maupun penggunaan kekayaan sumber daya
secara fundamental perlu diadakan efisiensi, termasuk pekerja dan produksinya maka dalam
bahasa modern istilah Ekonomi tersebut menunujuk terhadap prinsip usaha atau metode untuk
mencapai tujuan dengan alat alat sesedikit mungkin.
Secara fundamental dan historis, ilmu ekonomi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Ilmu Ekonomi Positif
Hanya membahas deskripsi mengenai fakta, situasi dan hubungan yang terjadi dalam ekonomi.
Merupakan ilmu yang melibatkan diri dalam masalah apakah yang terjadi. Oleh karena itu
ilmu ekonomi netral terhadap nilai nilai. Artinya, ilmu ekonomi positif atau bebas nilai, hanya
menjelaskan apakah harga itu dan apakah yang terjadi jika harga itu naik atau turun bukan
apakah harga itu adil atau tidak.
2. Ilmu ekonomi normative
Membahas pertimbangan pertimbangan nilai etika. Ilmu ekonomi normatif beranggapan bahwa
ilmu ekonomi harus melibatkan diri dalam mencari jawaban atas masalah apakah yang
seharusnya terjadi.
Ilmu ekonomi sebagai bagian dari ilmu sosial, tentu berkaitan dengan bidang disiplin
akademis ilmu sosial lainnya, seperti ilmu politik, sosiologi, psikologi, antropologi, sejarah,
geografi. Sebagai disiplin yang mengkaji tentang aspek ekonomi dan tingkah laku manusia, juga
berarti mengkaji peristiwaperistiwa ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa tujuan ilmu ekonomi adalah untuk mencari pengertian
tentang hubungan peristiwa ekonomi, baik berupa hubungan kausal maupun fungsional dan
untuk dapat menguasai masalahmasalah ekonomi yang di hadapi oleh masyarakat.
1. Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi memiliki ruang lingkup mikro dan makro sehingga mudah untuk
dipelajari. Keduanya memberikan batasan dan asumsi yang jelas.
a. Ekomi Mikro
Ekonomi Mikro merupakan cabang ilmu ekonomi yang khusus mempelajari bagian-
bagian kecil (aspek individual) dari keseluruhan kegiatan perekonomian. Analisis dalam teori
ekonomi mikro antara lain meliputi perilaku pembeli (konsumen) dan produsen secara individua
dalam pasar. Sikap dan perilaku konsumen tercermin dalam menggunakan pendapatan yang
diperolehnya, sedangkan sikap dan perilaku produsen tercermin dalam menawarkan barangnya.
Jadi inti dalam ekonomi mikro adalah masalah penentuan harga, sehingga ekonomi mikro sering
dinamakan dengan teori harga (price theory).
b. Ekonomi Makro
Ekonomi Makro merupakan cabang ilmu ekonomi yang khusus mempelajari mekanisme
bekerjanya perekonomian sebagai suatu keseluruhan (agregate) berkaitan dengan penggunaan
faktor produksi yang tersedia secara efisien agar kemakmuran masyarakat dapat
dimaksimumkan. Apabila yang dibicarakan masalah produsen, maka yang dianalisis produsen
secara keseluruhan, demikian halnya jika konsumen maka yang diananlisis adalah seluruh
konsumen dalam mengalokasikan pendapatannya untuk membeli barang/jasa yang dihasilkan
oleh perekonomian. Demikian juga dengan variabel permintaan, penawaran, perusahaan, harga
dan sebaginya. Intinya ekonomi makro menganalisis penentuan tingkat kegiatan ekonomi yang
diukur dari pendapatan, sehingga ekonomi makro sering dinamakan sebagai teori pendapatan
(income theory).
Samlawi (1998: 14) menjabarkan bahwa perhatian utama seorang ahli ekonomi adalah
pada kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan kebutuhan mereka yang tidak terbatas kepada
sumber-sumber daya mereka yang terbatas. Seorang ahli ekonomi tertarik pada tindakan
masyarakat dalam menggunakan sumber-sumber daya, baik sumber daya manusia maupun
sumber daya fisik (alam), dalam menghasilkan barang dan jasa dan pendistribusiannya pada
masyarakat. Ia akan mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang apa, bagaimana,
kapan, dan untuk siapa memproduksi sumber daya itu.
Tugas utama ilmu ekonomi adalah menjelaskan persamaan-persamaan esensial dan hakikat-
hakikat perbedaan dalam kehidupan ekonomi pada masyarakat yang berbeda itu, sehingga
seseorang dapat memahami dengan lebih baik tentang kondisi-kondisi tempat dia hidup dan
memahami alternatif-alternatif yang terbuka baginya. Konsep-konsep yang paling dasar dalam
ilmu ekonomi adalah kelangkaan (scarcity), spesialisasi (specialization), saling ketergantungan
(interdependence), pasar (market), dan kebijaksanaan umum (public policy). Kelangkaan berarti
bahwa suatu pilihan harus dibuat dalam pengalokasian sumber-sumber daya material, yakni
karena ketidakcukupan sumber-sumber daya tertentu, apakah uang, waktu, atau minyak bumi,
yang ingin digunakan masyarakat sesuai keinginannya, sehingga masyarakat harus membuat
pilihan.

Geografi
Geografi berasal dari bahasa yunani, yaitu Geo yang berarti bumi dan Graphien yang
berarti lukisan atau tulisan. Menurut pengertian yang dikemukakan Eratosthenes, geographika
berarti tulisan tentang bumi (Sumaatmadja, 1988:31). Pengertian bumi dalam geografi tersebut,
tidak hanya berkenaan dengan fisik ilmiah bumi saja, melainkan juga meliputi segala gejala dan
prosesnya, baik itu gejala dan proses alamnya, maupun gejala proses kehidupan melibatkan
kehidupan tumbuh tumbuhan, binatang, dan manusia sebagai penghuni bumi tersebut.
Studi geografi mencakup analisis gejala manusia dan gejala alam. Dalam studi itu
dilakukan analisis persebaran-interelasi-interaksi fenomena atau masalah dalam suatu ruang.
Menurut Rhoad Murphey ruang lingkup geografi sebagai berikut. (1) distribusi dan hubungan
timbal balik antara manusia di permukaan bumi dengan aspek-aspek keruangan permukiman
penduduk dan kegunaan dari bumi. (2) hubungan timbal balik antara masyarakat dengan
lingkungan fisiknya sebagai bagian studi perbedaan area. (3) kerangka kerja regional dan analisis
wilayah secara spesifik.
Berdasarkan uraian tersebut terlihat, bahwa ruang lingkup geografi tidak terlepas dari
aspek alamiah dan aspek insaniah yang menjadi obyek studinya. Aspek itu diungkapkan dalam
satu ruang berdasarkan prinsip-prinsip penyebarannya, relasinya, dan korologinya. Selanjutnya
prinsip relasi diterapkan untuk menganalisis hubungan antara masyarakat manusia dengan
lingkungan alamnya yang dapat mengungkapkan perbedaan arealnya, dan penyebaran dalam
ruang. Akhirnya prinsip, penyebaran, dan korologi pada studi geografi dapat mengungkapkan
karakteristik suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya sehingga terungkap adanya
region-region yang berbeda satu sama lain.
Samlawi (1998: 12) menjabarkan bahwa geografi merupakan ilmu sosial yang memiliki
kajian tentang ruang dan jarak yang menjadi tempat tinggal manusia. Selain itu juga berkaitan
dengan konsep wilayah (region), bermakna suatu daerah yang meliputi jarak/luas tertentu.
Konsep-konsep lain yang seringkali digunakan dalam pengetahuan geografi adalah lokasi, posisi
(kedudukan), situasi, tempat (site), distribusi dan perancangan. Menentukan lokasi atau
menemukan suatu tempat di permukaan bumi ini memerlukan ketrakaitan dengan tempat-tempat
yang diketahui. Posisi (kedudukan) saat ini ditentukan oleh garis latitide dan longitude.
Sementara itu tempat (site) merujuk pada lokasi dari suatu tempat yang pasti dengan suatu
gambaran atau sumber-sumber daya setempat. Distribusi (pembagian) berarti di mana orang-
orang hidup di atas bumi, sedangkan arrangement (perancangan) merujuk pada bagaimana
benda-benda ditempatkan di tempat orang-orang hidup.
Para ahli geografi dapat melakukan inkuiri (pengkajian) dalam bentuk pembuatan peta
atau membandingkan persamaan dan perbedaan antara daerah-daerah di dunia. Geografi pun
dapat mengkaji gambaran fisik dari daerah, faktor-faktor cuaca, kepadatan penduduk, sumber-
sumber alam, penggunaan tanah, produksi pertanian, industri, ekspor, dan impor. Geografi
mendorong para siswa untuk belajar bagaimana berbagai faktor di suatu daerah, baik fisik
maupun budaya, saling berinteraksi.
Geografi memberikan ilmu pengetahuan sosial tentang hubungan interakasi antara orang-
orang dan ruang/tempat dan jarak. Bagaimana orang-orang mempengaruhi tempat di mana dia
tinggal dan bagaimana tempat-tempat itu mempengaruhi orang-orang yang hidup disitu.
Sejak masa renaisans, informasi geografis mulai terakumulasi secara cepat. Upaya itu
dimulai dengan aktivita -aktivitas komersial henry, sang navigator. Eksplorasi geografis segera
menjadi sebuah kebutuhan. Alexande Von Humboldt (1769-1859) telah mempelajari bermacam-
macam faktor geogarafi dalam ekspedisi ilmiyah dibagian wilayah pusat dan utara Amerika
(1799-1801). Karl Ritter (1779-1859) yang memperkenalkan Alexande Von Humboldt
menjadikan geografi sebagai karya sepanjang hidupnya, melebihi individu lain. Ia menjadi
profesor pertama dalam bidang geografi di Universitas Berlin pada tahun 1820. Dia berpendapat
bahwa lingkungan telah menyediakan beragam habitat untuk mengakomodasi beragam
karakteristik manusia. Pengaruh Ritter terlihat dalam pemikiran Henry Thomas Buckle dalam
bukunya history of civilization in England yang mengeksplorasi aturan fisik, moral, dan
intelektual dalam masyarakat manusia.
Friedrich Ratzel (1844-1904) beralih pada geografi dari kajian zoologi dan jurnalistik.
Kajian Ratzel bertujuan untuk mengembangkan ilmu kearah yang empiris dan berlandaskan
metedologi. Dalam antropologima, Ratzel berteori tentang kondisi budaya yang ditentukan oleh
lingkungan dan memformulasi persoalan kebudayaan. Selanjutnya Frederic Le Play (1806-
1882), Admond Demolins (1852-1907), Paul Vidal de La Blanche (1845-1918) memprakars ai
perkembangan geografi. Determinisme lingkungan menurut Ratzel kemudian dimodifikasi
dengan teknik baru seperti studi kasus (case study), dan perkembangan gegrafi sebagai ilmu
sosial mulai tampak.
Dari asal katanya, geografi itu berasal dari kata geo berarti bumi, dan graphien berarti
tulisan atau lukisan. Oleh karena itu secara harfiyah, geografi itu berarti lukisan tentang bumi
namun pada pembahasan oleh para pakar geografi selanjutnya, pengertian itu tidak hanya
sekedar tulisan atau lukisan saja, melainkan meliputi juga penelaahannya lebih jauh. Untuk
jelasnya, marilah kita ikuti konsep geografi, menurut Conuncil Of the Geographical Association
(1919), sebagai berikut.
Geografi berkenaan dengan dunia nyata, dunia yang dipelajari seseorang dengan baik
melalui sol sepatu atau kaki telanjang, atau dengan mengendarai kereta api, perahu, mobil atau
pesawat terbang, dan melalui lukisan atau gambar atau cara lain. Nambut meun demikian,
penelaahan geografi tidak berakhir pada hal-hal yang terlihat dari luar. Penelaahan tersebut
meliputi juga sebab akibat mengapa dunia nyata tersebut menampakkan demikian yang
dipandang sebagai keseluruhan yang menghubungkan bagian-bagian yang telah menjadi apa
adanya. Hal itu meliputi hubungan dengan ilmu kealaman. Berkenaan dengan cara bagaimana
hal-hal tadi telah mempengaruhi manusia, dan kebalikannya telah dimodifikasi, diubah dan
diadaptasi oleh tindakan manusia (Wiliams, M., Editor:1976:16).
Dari konsep yang dikemukakan diatas, dapat dijelaskan bahwa geografi berhubungan erat
dengan pengalaman nyata tiap orang sehari-hari. Hal-hal yang dialami dan dipelajari oleh kita
dalam perjalanan dari satu tempat ketempat yang lain, hal itu adalah geografi. Namun demikian
seperti yang dinyatakan diatas, geografi itu tidak hanya terbatas pada apa yang terlihat dari luar,
melainkan juga meliputi sebab akibat mengapa yang nampak pada kenyataan itu demikian
adanya. Geografi berhubungan juga dengan ilmu kealaman, hal-hal atau fenomena alam itu
mempengaruhi kehidupan manusia, dan kebalikannya bagaimana tindakan manusia
memodifikasi, mengubah serta mengadaptasinya. Dengan demikian, pada konsep geografi ini
terungkap hubungan saling mempengaruhi antara fenomena alam ditempat-tempat tertentu
dengan perilaku serta tindakan manusia.

Politik
Ilmu politik mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut
soal kekuasaan. Tumpuan kajian ilmu politik menurut Budiharjo dalam Bachtiar (2006:18)
adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu proses sistem politik atau negara yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan
tersebut. Sistem itu menurut Noer dalam Bachtiar (2006:19) meliputi sistem kekuasaan, wibawa,
pengaruh, kepentingan, nilai, keyakinan dan agama, pemilikan, status dan sistem ideologi.
Menurut Bachtiar (2006:19) kajian ilmu politik meliputi teori ilmu politik, lembaga-
lembaga politik (undang-undang dasar, pemerintahan nasional, pemerintahan daerah, fungsi
ekonomi dan sosial dari pemerintah dan perbandingan lembaga-lembaga politik), partai politik,
dan hubungan internasional. Minimal ada enam hal yang ditekankan dalan ilmu politik, yaitu
kekuasaan, negara, pemerintahan, fakta-fakta politik, kegiatan politik, organisasi masyarakat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tumpuan kajian ilmu
politik adalah upaya-upaya memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, penggunaan
kekuasaaan, dan bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan. Dengan demikian dilihat dari
aspek kenegaraan, ilmu politik mempelajari negara, tujuan negara, dan lembaga negara, serta
hubungan kekuasaan baik sesama warga negara, hubungan negara dengan warga negara, dan
hubungan antar negara. Apabila dilihat dari aspek kekuasaan ilmu politik mempelajari kekuasaan
dalam masyarakat, yaitu sifat, hakikat, dasar, proses, ruang lingkup, dan hasil dari kekuasaan itu.
Dilihat dari aspek kelakuan, ilmu politik mempelajari kelakuan politik dalam sistem politik yang
meliputi budaya politik, kekuasaan, kepentingan, dan kebijakan.
Ilmu politik selain mempelajari tentang interaksi antara pemerintah dan masyarakat untuk
membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama, yang berkaitan dengan penyelenggaraan
negara dan pemerintah melalui perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum, juga
membicarakan tentang berbagai upaya perebutan mencari dan mempertahankan kekuasaan.
Ilmu politik akan selalu berhubungan dengan masyarakat. Penjelasan mengenai ruang lingkup
kajian ilmu politik yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat menurut Bachtiar (2006:20)
sebagai berikut:

Psikologi
Banyak definisi tentang Psikologi dengan berbagai cara, bentuk, dan isi. Para ahli
Psikologi terdahulu mendefinisikan Psikologi sebagai studi kegiatan mental (Atkinson, 1996:18).
Istilah mental menyinggung masalah pikiran, akal, dan ingatan atau proses yang berasosiasi
dengan pikiran, akal, dan ingatan. Beberapa ahli Psikologi lainnya memberikan definisi tentang
Psikologi. William James (1980), ahli Psikologi jerman, memberikan definisi bahwa Psikologi
adalah ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi kondisinya.
Fenomena di sini termasuk apa yang kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi, berpikir
logis, keputusan dan sebagainya. Kemudian, menurut Kenneth Clark dan George Millter (1970),
mendefinisikan bahwa Psikologi sebagai studi ilroiah mengenai perilaku. Ruang lingkupnya
mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara,
perubahan kejiwaan, dan proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.
Dari berbagai definisi tersebut, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa psikologi
sebagai studi ilmiah mengenai proses perilaku dan proses proses mental. Bidang khusus yang
terdapat di dalamnya sangat beraneka ragam, termasuk psikologi eksperimental, psikologi
fisiologi, psikologi perkembangan, psikologi sosial, psikologi kepribadian, psikologi klinis dan
penyuluhan, psikologi sekolah dan pendidikan, serta psikologi industri dan permesinan. Dengan
demikian, psikologi merupakan salah satu bagian dari ilmu perilaku atau ilmu sosial.
Terdapat beberapa pendekatan studi psikologi dari beberapa sudut pandang meliputi hal
hal berikut.
1. Pendekatan Neurobiologi
Ditandai dengan menghubungkan tindakan kita dengan peristiwa peristiwa yang terjadi dalam
tubuh kita, terutama dalam otak dan sistem saraf. Adapun tokoh kelompok ini adalah Broca,
Fritsc, Hitzig, dan Ferrir.
2. Pendekatan Behaviorisme (perilaku)
Berfokus pada kegiatan luar organisme yang dapat diamati dan diukur. Tokoh aliran ini yang
terkenal adalah J. B Watson dan B. F. Skiner.
3. Pendekatan Kognitif
Lebih menekankan cara kerja otak untuk mengolah informasi yang masuk secara aktif dan
mengubahnya dengan berbagai cara. Psikologi kognitif ini diprakarsai oleh Kenneth Craik,
seorang ahli psikologi inggris yang mengana logikan otak seperti komputer. (Atkinson,
1996:11).
4. Pendekatan Psikoanalitik
Menekankan motif bawah sadar yang berakal dari dorongan seksual dan agresi yang ditekan
pada masa kanak kanak. Adapun tokoh tokohnya yaitu Sigmund Freud, Adler, Jung, Fromm,
Sullivan, Hoerney, dan sebagainya.
5. Pendekatan Psikologi Gestalt
Menekankan pada konfigurasi yang menyeluruh, diprakarsai oleh Max Wertheimer, Kohler, dan
Koffka.
6. Pendekatan Fenomenologi dan Humanistik
Berfokus pada pengalaman subjektif seseorang, kebebasan memilih, dan motivasi terhadap
aktualisasi diri. Tokoh tokoh yang tergolong pada kelompok ini adalah Abraham Maslow dan
Carl Rogers (Hall & Lindzey, 1993:106-125).

Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman
sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama
kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August
Comte (1798-1857). Basrowi (2005:11) menjelaskan pengertian sosiologi adalah ilmu yang
mengkaji interaksi manusia dengan manusia lain dalam kelompok (seperti keluarga, kelas sosial,
atau masyarakat) dan produk-produk yang timbul dari interaksi tersebut seperti nilai, norma,
serta kebiasaan-kebiasaan yang dianut oleh kelompok atau masyarakat tersebut.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki
kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku
masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang
dibangunnya.Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang
tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau
umum. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi
politik, ekonomi, sosial.
Ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok di
lingkugan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika dihubungkan dengan ilmu
sosial yang lain yaitu:
1. Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan dengan produksi,
distribusi,dan penggunaan sumber-sumber kekayaan alam.
2. Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami
warganya.
3. Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan
manusia beserta prestasinya yang tercatat.
Definisi sosiologi memberikan gambaran objek kajian sosiologi yang sangat rumit dan
luas. Objek kajian sosiologi yang utama adalah masyarakat. Berdasarkan batasan di atas, maka
ruang lingkup kajian sosiologi yaitu:
1. Struktur sosial (jalinan dari seluruh unsur-unsur sosial)
2. Unsur-unsur sosial seperti norma/kaidah sosial, lembaga sosial, kelompok sosial, dan lapisan
sosial.
3. Proses sosial (pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama)
4. Perubahan sosial
Segala perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosial seperti nilai dan sikap.
Sosiologi menggabungkan data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar
penelitiannya. Dengan demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah,
sepanjang kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup
kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari kelompok manusia.
Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan mengungkapkan latar belakang
terbentuknya suatu negara, faktor-faktor, prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara
di masa yang akan datang. Sosiologi mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan
manusia, sepanjang kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi
pengalaman yang dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu
ada, maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar, mekanisme, masalah,
dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor tersebut dapat memengaruhi hubungan
antara manusia dan berpengaruh terhadap analisis sosiologi.

Sejarah
Di Eropa, sejarah dikenal dengan istilah history (Inggris), histoire (Perancis
), storia (Italia) , semuanya berasal dari bahasa Yunani yaitu historiayang artinya orang pandai.
Sementara dalam bahasa Belanda sejarah disebut dengan geschiedenis (terjadi), dalam bahasa
Jerman disebut geschichate(sesuatu yang terjadi ). Dengan demikian sejarah dapat di artikan
sebagai kejadian masa lampau dari kehidupan manusia. Akan tetapi tidak semua kejadian masa
lampau dapat masuk kedalam ruang lingkup sejarah. yang masuk kedalam sejarah adalah
kejadian-kejadian yang mempunyai pengaruh besar pada masanya dan masa-masa berikutnya
Unsur terpenting dari sejarah adalah kejadian masa lalu , maka yang menjadi konsep
dasar sejarah adalah waktu (time ), ruang (space), kegiatan Manusia ( human activities),
perubahan ( change) dan kesinambungan (continuity). Adapun karakteristik dari mata pelajaran
sejarah diantaranya adalah:
1. Sejarah terkait dengan peristiwa masa lampau : materi pokok pembelajaran sejarah adalah
produk masa kini dalam bentuk rekontruksi peristiwa peristiwa masa lampau berdasarkan
sumber-sumber yang ada .
2. Bersifat kronologi : dalam mengorganisasikan materi pembelajaran harus berdasarkan urutan
waktu kejadian .
Dalam Samlawi (1998: 11) sejarah terdapat 3 unsur pokok yaitu manusia, ruang dan
waktu. Untuk itu sejarah erat hubungannya dengan jawaban dari pertanyan-pertanyan what (apa),
who (siapa), when (kapan), where (dimana), why (mengapa), dan how (bagaimana). Presfektif
waktu dalam sejarah adalah waktu lampau yang terus berkesinambungan, dimana waktu dilihat
sebagai sebuah garis linier (lurus). Dengan demikian, sejarah di lihat sebagai sebuah sebuah
proses yang terus berjalan dari masa lampau ke masa kini dan ke masa yang akan datang.
Sejarah berkaitan dengan peristiwa masa lalu. Sejarah merekam sejumlah aspek kejadian,
baik aspek sosial, budaya, geografi, ekonomi, maupun politik. Oleh karena itu sejarah sering
dipandang sebagai fondasi atau komponen dari semua ilmu sosial. Konsep utama dalam sejarah
adalah waktu dan kejadian. Namun tidak semua hal tentang masa lalu dapat disebut sejarah.
Cerita atau dongeng yang bersifat fiktif tentang masa lalu atau diragukan fakta pembuaktiannya
tidak tepat untuk dapat disebut sejarah sebagai pengajaran. Sejarah yang baik menceritakan
tentang orang dan kejadian dalam semangat pengkajian sehingga mendorong pendengar atau
pembacanya berfikir kritis tentang apa yang benar-benar terjadi, mengapa, dan apa artinya. Jadi
sejarah sebagai ilmu sosial harus membangkitkan kajian kritis terhadap peristiwa masa lalu.
Sejarah memberikan ilmu pengetahuan sosial tentang kumpulan pengetahuan masa lalu,
yang memberikan pandangan bermakna terhadap apa yang sedang terjadi pada saat ini dan apa
yang diharapkan pada masa datang. Hal ini dapat merupakan penjelasan tentang hubungan sebab
akibat dari peristiwa (kejadian). Peristiwa-peristiwa tidak pernah terjadi dalam suatu
kekosongan, melainkan ada sesuatu yang harus menimbulkan peristiwa dan ada sesuatu yang
lain yang akan dipengaruhi olehnya.
Sejarah sesungguhnya melekat pada tiap benda, tiap diri makhluk hidup, baik yang hidup
dan tak hidup, tiap fenomena di alam raya ini. Mengapa demikian? Jawabannya, tiap benda, tiap
diri dan tiap fenomena tersebut memiliki riwayat, asal-usul menyangkut proses, peristiwa dan
waktu. Dengan perkataan lain, tiap apa yang ada di alam raya ini memiliki sejarah masing-
masing, atau paling tidak riwayat asal-ususlnya. Namun demikian, pada mata kuliah IPS, sejarah
ini terutama di tunjukan pada pembahasan dan kehidupan manusia dalam konteks sosialnya.
Oleh karena itu, pembahasan disini lebih menitikberatkan pada sejarah pada salah satu bidang
ilmu social yang dapat dikonsepkan sebagai ilmu sejarah.
Sebelum kita menelaah sejarah sebagi ilmu, dalam hal ini bidang ilmu dari ilmu-ilmu
sosisal, lebih dahulu kita akan menelaah apa sesungguhnya sejarah itu. Hugiono dan P.K.
Poerwantanata (1987 : 9) mendefinisiskan sejarah sebagai berikut sejarah adalah gambaran
tenteng peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialami manusia, di susun secara ilmiah, meliputi
urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis sehingga mudah di mengerti dan di pahami.
Sedangkan Sartono Kartodirjo (1992 : 59) secara singkat mengkonsepkan sejarah
sebagai pelbagi bentuk penggambaran kolektif pada masa lampau . Dan pada sisi lain Epharain
Fischoff ( Faicarid, H.P., dkk : 1982 : 141) mengemukakan sejarah adalah riwayat tentang
masa lampau atau masa suatu bidang ilmu yang menyelidiki dan menuturkan riwayat itu sesuai
dengan metode tertentu yang terpercaya.
Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan tadi, kunci dalam pengertian sejarah
terletak pada masa lampau, baik peristiwa, pengalaman kolektif, maupun riwayat masa lampau
tersebut. Secara singkat sejarah itu berkenaan dengan peristiwa masa lampau tentang kehidupan
manusia dalam konteks sosialnya. Dalam konteks tadi, peristiwa atau pengalaman kolektif atau
riwayat masa lampu itu tidak hanya digambarkan ataupun dinarasikan sebagai suatu fakta,
melainkan ditafsirkan dan di analisis, bahkan juga diteliti dengan menerapkan metode tertentu
yang sesuai. Oleh karena itu sejarah ini tidak hanya sebagai pengetahuan, melainkan memenuhi
syarat juga sebagai bidang ilmu. Dalam hal ini termasuk bidang ilmu social.
Secara objektif, suatu peristiwa ataupun pengalaman hidup di masa lampau tidak dapat di
ulanag kembali. Namun dengan menerapkan suatu metode, peristiwa atau pengalaman tersebut
dapat direkonstruksi, disusun kembali. Secara murni tentu saja hasil rekonstruksi itu tidak
merupakan duplikat sebagaimana aslinya. Namun paling tidak secara mencolok. Ungkapan
sejarah berulang dan mengambil pelajaran dari sejarah, hal tersebut merupakan kesadaran dari
kita manusia, bahwa hal-hal tertentu sebagai pengalaman masa lampau, mungkin terjadi atau
berulang untuk diwaspadai, khususnya berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang membawa
laknat bagi kehidupan umat manusia. Sedangkan peristiwa masa lamapu itu, tidak akan mungkin
terulang kembali. Apa yang telah terjadi, telah menjadi fakta sejarah. Sebagai suatu kesadaran,
kita wajib waspada terhadap pengalam sejarah yang membawa laknat bagi kehidupan umat
manusia.
Suatu makna yang berharga, dengan mempelajari peritiwa dan pengalaman masa lampau
dan dihubungkan dengan kejadian serta pengalaman actual hari ini, kita dapat mengetahui dan
mengakaji perkembangan. Dari perkembangan tersebut, kita dapat memprekdisi kejadian-
kejadian masa yang akan datang. Dengan menelaah sejarah pertumbuhan (penduduk, produksi,
perluasan kota), mulai masa lampau sampai saat ini kita dapat memprekdisi atau paling tidak
melihat kecenderungan masa yang akan dating. Dalam hal ini, belajar, memepelajari, dan
mengakaji sejarah, bukan merupakan kegiatan yang
statis, malah justru merupakan suatu telaahan yang dinamis ke masa yang akan datang.
Sejarah sebgai bidang ilmu sosial, memiliki konsep dasar yang menjadi karakter dirinya,
dan yang dapat dibina pada diri kita masing-masing, terutama pada diri peserta didik. Konsep-
konsep dasar itu adalah :
1. Waktu
2. Dokumen
3. Alur peristiwa
4. Kronologi
5. Peta
6. Tahap-tahap peradaban
7. Ruang
8. Evolusi
9. Revolusi
Bahkan waktu merupakan konsep dasar pada sejarah, peristiwa itu tidak dapat dikatakan
sebagai fenomena dan fakta sejarah jika tidak dinyatakan waktu terjadinya, terutama waktu yang
menunjukan waktu masa lampau. Waktu terutama waktu masa lampau, menjelaskan sifat, bobot,
dan warna peristiwa yang bersangkutan. Peristiwa sejarah dapat dinyatakan sebagai sejarah
apabila apabila terkait dengan waktu ini.
Konsep yang paling melekat pada waktu adalah runag meskipun secara karakteristik
konsep ruang lebih mendekat dengan geografi. Pada abad XVIII, seorang ahli filsafat jerman
mengemukakan bahwa sejarah dengan geografi merupakan ilmu dwi tunggal , artinya penelaahan
suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya, tidak dapat dilepas dari ruang waktu terjadinya.
Sejarah mengungkapkan kapan terjadinya sedangkan geografi merupakan petunjuk dimana
peristiwa itu terjadi. Kesatuan kedua konsep tersebut, memberikan petunjuk tentang karakter
peristiwa yang ditelaah. Oleh karena itu peta menjadi alat bantu tentang lokasi suatu peristiwa itu
terjadi.
Selanjutnya konsep peristiwa tidak lain adalah suatu rentetan peristiwa atau rentetan
pengalaman sejarah masa lampau berdasarkan urutan waktu terjadinya. Atau dengan ungkapan
konsep yang lain yaitu kronologi peristiwa atau pengalaman masa lampau. Konsep alur dan
peristiwa mengungkapkan dinamika peristiwa atau pengalaman sejarah dari waktu ke waktu
yang menunjukan perkembangan serta perubahannya. Penerapan dan pengungkapan peristiwa
berdasarkan konsep alaur peristiwa serta kronologi waktunya, selain dapat mengungkapkan
prosesnya juga dapat mengungkapkan kecepatan proses tersebut apakah peristiwa atau
pengalaman sejarah itu berlangsung lambat atau cepat.jika peristiwa itu berlangsung sangat cepat
dapat kita sebut revolusi, sedangkan bila sangat lambat, kita sebut evolusi.dengan demikian
konsep revolusi juga merupakan suatu kata kunci yang dapat diterapkan dalam telaah sejarah.
Dalam alur peristiwa yang menelaah sejarah kebudayaan secara evolusi, kita juga
dapat mengungkapkan tahap-tahap peradaban sebagai perkembngan teknologi dan kemampuan
teknologi masyarakat manusia dari waktu ke waktu. Perkembangan masyarakat dari mulai
tahap peramu sederhana, ke peramu lebih maju, selanjutnya ke tahap cocok tanam
sederhana dan kemudian masyrakat pertanian maju merupakan tahap-tahap peradaban
masyarakat berdasarkan penugasan teknologi serta sekaligus juga tahap ekonominya. Konsep
tahap-tahap peradaban ini dalam penerapan telaahan sejarah, merupakan suatu metode yang
dapat mengungkapkan perkembangan serta kemajuan suatu masyarakat. Dengan menerapkan
pendekatan sesuai dengan konsep tahap-tahap peradaban, kita dapat merumuskan suatu
generalisasi bahwa bagaimanapun sederhananya masyarakat tidak ada mandeg budayanya,
melaikan selalu mengalami perekmbangan dan kemajuan.
Berdasarkan analisis atau kronologi tersebut dari masa lampau sampai saat ini, anada
akan memprekdisi suatu peristiwa, pengalaman atau proses kehidupan manusia di hari-hari
mendatang. Paling tidak anda dapat memperhitungkan kecenderungannya. Di sisni makna kita
mempelajari dan menganalisis sejarah . analisis kecenderungan beruypa konsep megatrends dari
J. Naisbiit dan future shocks dari A. Toffler yang terkenal itu, tidak lain adalah analisis sejarah
yang kemudian memperekdisi peristiwa yang akan dating. Jika ada pihak yang beranggapan
bahwa mempelajari sejarah itu merupakan sustu kajian yang statis, hal itu tidak benar. Justru
analisis sejarah itu suatu analisis yang dinamis.

B. Perkembangan Ilmu ilmu Sosial
Istilah ilmu ilmu sosial menurut Ralf Dahrendorf, seorang ahli sosialogi jerman dan
penulis buku Class and Class Conflict in Industrial Societyyang dikenal sebagai pencetus Teori
Konflik Non Marxis, merupakan suatu konsep yang ambisius untuk mendefinisikan seperangkat
disiplin akademik yang memberikan perhatian pada aspek aspek kemasyarakatan manusia.
Bentuk tunggal ilmu sosial menunjukkan sebuah komunitas dan pendekatan yang saat ini hanya
diklaim oleh beberapa orang saja, sedangkan bentuk jamaknya, ilmu ilmu sosial, mungkin
istilah tersebut merupakan bentuk yang lebih tepat. Ilmu ilmu sosial mencakup Sosiologi,
Antropologi, Psikoligi, Ekonomi, Geografi Sosial, Politik, bahkan Sejarah walaupun di satu sisi
ia termasuk ilmu humaniora (Dahrendorf, 2000:999).
Istilah ilmu sosial tidak begitu saja dapat diterima di tengah tengah kalangan akademis,
terutama di Inggris. Sciences Sociale danSozialwissenschaften adalah istilah istilah yang lebih
mengena, meski keduanya juga membuat menderita karena diinterpretasikan terlalu luas
maupun terlalu sempit (Dahrendorf, 2000:1000). Ironisnya, ilmu sosial yang dimaksud sering
hanyauntuk mendefinisikan sosiologi, atau hanya teori sosial sintesis. Kenyataan seperti itu dapat
kita lihat pada tahun 1982, pemerintah Inggris menentang nama Social Science Research
Council yang dibiayai Negara, mereka mengusulkan kajian kajian sosial, dan akhirnya dewasa
itu disebut Economic and Social Research Council (Dahrendorf, 2000:1000).
Berjalannya waktu dan peristiwa sejarah, tidak banyak membantu dalam mengusahakan
diterimanya konsep itu, ilmu ilmu sosial tumbuh dari filsafat moral, sebagaiman ilmu ilmu
alam tumbuh dari filsafat alam. Dikalangan filsafat moral Skotlandia, kajian ekonomi politik
selalu diikuti oleh kajian isu isu sosial yang lebih luas, meski tidak disebut sebagai ilmu sosial.
Unggulnya positivism pada awal abad ke-19, terutama di prancis, mengembil alih filsafat moral.
Menurut Auguste Comte, positivism menekankan sisi factual dan bukan spekulatif, manfaat dan
bukan kesia siaan, kepastian bukan keragu raguan, ketepatan bukan kekaburan, positif bukan
negative maupun kritis. Maka sejak abad ke-19, positivism merupakan ilmu dalam pengertian
materialism. Kemudian Comte menyebutnya science sosial, dari Charles Fourier (1808), untuk
mendeskripsikan keunggulan disiplin sintesis dari bangunan ilmu. Pada saat yang sama, sedikit
pun ia tidak ragu bahwa metode ilmu sosial (yang juga disebut sebagai fisika sosial) sama sekali
tidak berbeda dengan dari ilmu ilmu alam.



SEJARAH PERKEMBANGAN IPS


A. PENDAHULUAN

Alasan dimasukannya social studies (Pendidikan IPS) ke dalam kurikulum sekolah
karena berbagai ekses akibat industrialisasi di berbagai negara di belahan dunia juga terjadi, di
antaranya perubahan perilaku manusia akibat berbagai kemajuan dan ketercukupan. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong industrialisasi telah menjadikan bangsa
semakin maju dan modern, tetapi juga menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks.
Para ahli ilmu sosial dan pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang
mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut. Sehingga untuk mengatasi
berbagai masalah sosial di lingkungan masyarakat tidak hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan
pengetahuan secara disipliner, tetapi juga dapat dilakukan melalui pendekatan program
pendidikan formal di tingkat sekolah.
Program pendidikan antar disiplin (interdiscipline) di tingkat sekolah merupakan salah
satu pendekatan yang dianggap lebih efektif dalam rangka membentuk perilaku sosial siswa ke
arah yang diharapkan. Bahkan program pendidikan ini di samping sebagai bentuk internalisasi
dan transformasi pengetahuan juga dapat digunakan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya
manusia yang siap menghadapi berbagai tantangan dan problematika yang makin komplek di
masa datang.
Oleh karenanya latar belakang perlu dimasukkannya Social studies (pendidikan
IPS) dalam kurikulum sekolah di beberapa negara lain juga memiliki sejarah dan alasan yang
berbeda-beda. Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang
menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di
antaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan
ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara
tersebut.
Memandang perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga negara apresiasi terhadap social
studies (pendidikan IPS) terus bertambah dari berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan
berbagai negara di Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia dan Asia
termasuk Indonesia.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan
pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan
terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional bangsa yang tidak stabil,
terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan berbagai masalah nasional lainnya di pandang
perlu memasukan program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai sosial
budaya masyarakat, berbangsa dan bernegara ke dalam kurikulum sekolah.

B. TUJUAN

Setelah mempelajari materi ini secara umum, mahasiswa diharapkan dapat memiliki
kemampuan untuk mejelaskan Sejarah perkembangan IPS.
Secara khusus, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk:
1. Menjelaskan sejarah perkembangan IPS secara umum
2. Menjelaskan sejarah IPS di Indonesia

C. SEJARAH PERKEMBANGAN IPS SECARA UMUM

Ilmu Pengetahuan Sosisal (IPS) adalah terjemahan dari Social Studies.Perkembanagan
IPS dapat kita lihat melalui sejarah Social Studies yang dikembangkan oleh Amerika Serikat
(AS) dalam karya akademis dan dipublikasikian oleh National Council for the Social
Studies (NCSS) pada pertemuan organisasi tersebut tahun 1935 sampai sekarang.
Definisi tentang Social Studies yaitu ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk
tujuan pendididkan, kemudian pengertian ini dibakukan Social Studies meliputi aspek-aspek
ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, pisikologi, ilmu geografi, dan
filsafat yang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan pembelajaran di sekolah dan di perguruan
tinggi.

Dalam pengertian awal Social Studies tersebut diatas terkandung hal-hal sebagai
berikut:

1. Social Studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial
2. Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan atau pembelajaran, baik pada
tingkat sekolah maupun tingkat pendidikan tinggi.
3. Aspek-asoek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai dengan tujuan
tersebut.

Pada tahun 1940-1960 ditegaskan oleh Barr, dkk (1977:36) yaitu terjadinya tarik menarik
antara dua visi Social Studies. Di satu pihak, adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai
disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education, yang terus bergulir sampai mencapai
tahap yang lebih canggih. Di pihak lain, terus bergulirnya gerakan pemisahan sebagai disiplin
ilmu-ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi social studies education. Hal tersebut,
merupakan dampak dari berbagai penelitian yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum
sekolah, terutama yang berkenaan dengan pengertian dan sikap siswa.
Benyaknya gerakan-gerakan yang muncul akibat dari tekanan yang cukup dahsyat untuk
mereformasi Social Studies. Mereka menganggap perlu adanya perubahan pembelajaran Social
Studies menjadi pembelajaran yang berorientasi the integrated, reflected inquiry, and problem
centered (Barr, dkk.; 41-82) dan memperkuat munculnya gerakan The new Social Studies.
Atas pendapat para pakar, akhirnya para sejarawan, ahli ilmu sosial, dan pendidikan
sepakat untuk melakukan reformasi Social Studies dengan menggunakan cara yang berbeda dari
sebelum pendekatan tersebut adalah dengan melalui proses pengembangan kurikulum
sekelompok pendidik, ahli psikologi, dan ahli ilmu sosial secara bersama-sama mengembangkan
bahan ajar berdasarkan temuan penelitian dan teori belajar, kemudian diujicobakan di lapanagan,
selanjutnya direvisi, dan pada akhirnya disebarluaskan untuk digunakan secara luas dalam dunia
persekolahan.
Jika dilihat dari Visi misi dan strateginya, Barr, dkk. (1978:1917) Social Studies telah dan
dapat dikembangkan dalam tiga tradisi, yaitu:
1. Social Studies Taught as citizenship Transmission
Merujuk pada suatu modus pembelajaran sosial yang bertujuan untuk mengembangkan warga
negara yang baik sesuai dengan norma yang telah diterima secara baku dalam negaranya.
2. Social Studies Taught social Science
Merupakan modus pembelajaran sosial yang juga mengembangkan karakter warga negara yang
baik yang ditandai oleh penguasaan tradisi yang menitik beratkan pada warga Negara yang dapat
mengatasi masalah-masalah sosial dan personal dengan menggunakan visi dan cara ilmuan
sosial.
3. Social Studies Taught as Reflective Inquiry
Merupakan modus pembelajaran sosial yang menekankan pada hal yang sama yakni
pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria yang berbeda yaitu dilihat dari
kemampunnya dalam mengambil keputusan

Tahun 1992, the board of direction of the national Council for the social
studies mengadopsi visi ternaru mengenai Social Studies, yang kemudian diterbitkan resmi oleh
NCSS pada tahun 1994 denga judul Expectation of Excellence: Curriculum Standard for Social
Studies. Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan strategi baru Social
Studies, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut:
1. Program Social Studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali bahwa civic
competence bukanlah hanya menjadi tanggung jawab Social Studies.
2. Program Social Studies dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari taman kanak-kanak
sampai ke pendidikan menengah, ditandai oleh keterpaduan knowlwdge, skill, and attitudes
within and across disciplines (NCSS, 1994:3).
3. Program Social Studies dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalamconstruct a
knowledge base and attitude drawn from academic discipline as specialized ways of viewing
reality (NCSS, 1994:4).
4. Program Social Studies mencerminkan the changing nature of knowledge, fostering entirely
new and highly integrated approaches to resolving issues of significance to humanity (NCSS,
1994:5).

D. SEJARAH PERKEMBANGAN IPS DI INDONESIA

Istilah IPS pertama kali muncul dalam seminar Nasional tentang Civic Education tahun
1972 di Tawangmagu Solo Jawa tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan
digunakan secara tukar pakai, yaitu:
1. Pengetahuan sosial
2. Studi sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS untuk pertamakalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973
dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam
kurikulum SD 8 tahun PPSP ini digunakan istilah Pendidikkan Kewarganegaraan Negara/Studi
Sosial sebagai mata pelajaran terpadu.
Sedangkan dalam Kurikulum Menengah 4 tahun, digunakan istilah :
1. Studi sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi,
sejarah, dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS
2. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan
3. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS
Pada tahap Kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu :
1. Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial
2. Pendidikan IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep payung untuk sejarah, ekonomi,
dan geografi.
3. Pendidikan Kewargaan Negarasebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tesebut lalu member inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang
menampilkan 4 profil, yaitu :
1. Pendidikan Moral Pancasila sebagai pengganti Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan
IPS khusus.
2. Pendidikan IPS terpadu untuk SD
3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung
untuk sejarah, ekonomi kopersi, dan geografi.
4. Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi, dan geografi
untuk SMA, atau sejarah geografi untuk SPG.

Konsep IPS seperti itu dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual
merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi seperti
masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP.
Dalam Kurikulum 1984, PPKN sebagai mata pelajaran social khusus yang wajib diikuti
oleh semua siswa SD, SLTP, SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam:
1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas III-VI
2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah, dan ekonomi
koperasi.
3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I-
II, Ekonomi dan Geografi di kelas I-II, Sejarah Budaya di kelas III Program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam
rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum
Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang
tahun 1993, Konvrensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu
menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan di Ujung Pandang,
M. Numan Soemantri, pakar sekaligus ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS
sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu:

a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah
PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta
kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagosis/psikologis
untuk tujuan pendidikan.
b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP
PIPS adalah seleksi dari didiplin ilmu-ilmu social dan humaniora serta kegiatan dasar manusia
yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagosis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

PIPS untuk tingkat perguruan tinggi Pendidikan Guru IPS
dirkonseptualisasikan segabagai disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu
Pengetahuan Sosial (PDIPS)
Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan koseptual PDIPS, dapat
diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu:
1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP, dan SMU.
2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.
3. Kurikulum dan bahan ajar IPS SD, SLTP, dan SMU.
4. Disiplin ilmu-ilmu social, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori, prinsip, strategi, media, serta evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak social.
7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

E. PARADIGMA PEMBANGUNAN PENGETAHUAN DALAM BIDANG PDIPS
Secara oprasioanal paradigma pembangunan pengetahuan dalam bidang PDIPSdiartikan
sebagai pola piker, pola sikap dan pola tindak yang tertata secara utuh yang seyogyanya
digunakan oleh para pakar atau ilmuan PDIPS dalam melakukan kegiatan Konstruksi,
Interpretasi, Transformasi, dan Rekonstruksi (KITR) pengetahuan sampai pada akhirnya
ditemukan teori. (sanusi, 1998:19).

F. KESIMPULAN

Perkembanagan social studies sebagai bidang kajian yang telah menjadi dasar ontologi
dan suatu system pengetahuan yang terpadu yang secara etimologi telah mengurangi suatu
perjalanan pemikiran dalam kurun waktu 60 tahun lebih yang dimotori dan diwadahi oleh NCSS
sejak tahun 1935. Pemikiran mengenai social studies sebagaimana telah dibahas tercatat banyak
mempengaruhi pemikiran dalam bidang itu di negara lain, termasuk pemikiran mengenai
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) di Indonesia
Dari penelusuran sejarah tercatat bahwa dalam kurun waktu 40 tahun sejak tahun 1935
tentang social studies mengalami perkembangan yang ditandai dengan ketakmenentuan,
tidak ada keputusan, tidak ada kesatuan, dan tidak ada kemajuan. Pada saat itu tahun 1940-1950
social studies mendapat serangan dari berbagai sudut yang menimbulkan tarik menarik antara
pendukung gerakan The New Social studies yang dimotori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu
sosial sengan gerakan social studies yang menekankan pada citizenship education.
Di Indonesia Pendidikan IPS dalam dunia persekolahan berkembang juga secara
evolusioner sejak tahun 1967 dengan munculnya gagasan IPS,yang kemudian muncul
pendidikan IPS ala Pendidikan Kewarganegaraan menurut Kurikulum SD 1968, kemudian
berubah menjadi Pengajaran IPS dalam Kurikulum PPSP 1973, berubah lagi menjadi Pengajaran
IPS dan PMP dalam Kurikulum 1975 dan 1984 dan pada akhirnya muncul mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan pengajaran IPOS terpadu di SD.
Secara konseptual PDIPS merupakan suatu system pengetahuan terpadu atauintegrated
knowledge system yang bersumber dan bertolak dari ilmu-ilmu social, ilmu pendidikan, ilmu
lainnya sebagai latar operasional, diorganisasikan secara ilmiah dan pisikopedagogis.


JUL
4

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
DALAM SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA

BAB II
ISI

A. Sejarah Pendidikan IPS
Untuk pertama kali Social Studies diperkenalkan di kota Rugby, Inggris, tahun 1827. Yang berjasa
memasukkan ke dalam kurikulum sekolah adalah Dr Thomas Arnold, direktur sekolah itu.Yang
melatarbelakangi adalah keadaan masyarakat Inggris setengah abad sesudah revolusi
industri.Masyarakat Inggris mengalami dekadensi moral setelah terjadi Revolusi Industri. Social Studies
menjadi bagian dalam proses rehumanisasi masyarakat Inggris. Sedangkan di AmerIka Serikat Social
Studie mulai didengungkan di negara bagian Wisconsin.Sesudah Perang Saudara (1861-1865) keadaan
masyarakat tidak langsung tenteram.Keadaan diperberat karena masyarakat AS yang amat majemuk.
Orang AS masih traumatis akan terjadinya perang lagi. Para pendidik memikirkan bagaimana dapat
diciptakan suatu harmoni di masyarakat majemuk.Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang
sangat tajam.Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk
yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang
ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian
Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi
Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social
studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat.
Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah,
geografi dan civics.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat
berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat.Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi
kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya
dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru.Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di
bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan.
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan
nasional.
Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic
Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3
istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu :
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam
Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung.Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP
ini digunakan istilah Pendidikan Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial sebagai mata pelajaran
terpadu.
Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan istilah:
1. Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi, sejarah
dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor ada jurusan IPS.
2. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan.
3. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.
Pada tahap kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu:
1. Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Negara/Studi Sosial.
2. Pendidikan IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep paying untuk sejarah, ekonomi dan
geografi.
3. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang
menampilkan empat profil, yaitu:
Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS
khusus.
1. Pendidikan IPS terpadu untuk SD
2. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk sejarah,
geografi dan ekonomi koperasi.
3. Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA,
atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Secara singkat IPS diartikan sebagai bidang studi kemasyarakatan secara terpadu (integrasi).
Untuk SD, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi, untuk Sekolah
Menengah Pertama sejarah, ekonomi, geografi ditambah kependudukan dan koperasi, sedangkan untuk
SMA sejarah, geografi dan ekonomi, kependudukan, koperasi ditambah tata buku dan hitung dagang.
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara
konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi,
seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok
PMP.Pada kurikulum 1984, pengajaran IPS terpadu hanya dilaksanakan di SD, sedangkan di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) digunakan pendekatan IPS Terkait (korelasi), dan untuk SMA Atas tidak lagi
dikenal IPS terpadu , melainkan diajarkan secara terpisah. Maka muncullah mata pelajaran sejarah,
geografi, ekonomi, antropologi-sosiologi, dan tata negara yang berdiri sendiri.
Pada periode berikutnya, pemerintah memberlakukan kurikulum baru lagi yaitu kurikulum
l994.menurut kurikulum 1994, program pengajaran IPS di sekolah dasar terdiri dari IPS terpadu dan
sejarah nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber dari geografi, ekonomi, sosiologi,
antropologi, dan ilmu politik yang mengupas tentang berbagai kenyataan dan gejala dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan sejarah nasional adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan
masyarakat Indonesia dari masa lampau sampai dengan masa kini.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan
Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan
informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program
pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Kompetensi Pengetahuan
Sosial menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan
kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya, dan kewarganegaraan sehingga
tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia.
Tahap tahap perkembangan Kurikulum IPS Sekolah Dasar mulai berkembang yaitu pada Tahun
1964, 1968, 1975, 1984, 1986, 1994, 2004 hingga Kurikulum 2006 (KTSP) yang digunakan sampai
sekarang . Selintas dengan sejarah yang melatarbelakangi perkembangan kurikulum di tanah air, maka
perkembangan kurikulum secara nasional tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pendidikan dari
dulu hingga sekarang. Pada mata pelajaran IPS khususnya yaitu dengan adanya perubahan kurikulum IPS
di Sekolah Dasar diharapkan kurikulum ini dirancang untuk dapat mengarahkan peserta didik untuk
menjadi warga negara yang demokratis, dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap bangsa dan
negaranya, serta dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap
kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis.
No
Kurikulum
Tahun
Nama
Pelajaran
Scope
Materi
Keterangan
1 1964 Pendidikan
Kemasyarakatan
Ilmu bumi, sejarah
dan pengetahuan
kewarganegaraan
MerupakanBroad
Filed dari materi
tersebut dan
diajarkan secara
terpisah
2 1968 Sda Ilmu bumi, sejarah,
dan Pendidikan
Kemasyarakatan
Diajarkan sejak kelas
1 sampai dengan
kelas 6 SD
3 1975 Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS)
Pengetahuan Sosial
dan sejarah
(PMP terpisah
dari IPS)
Diajarkan sejak kelas
3
Diajarkan sejak
kelas 1
4 1984 Sda Disusun secara
terintegrasi dari
beberapa Ilmu
Sosial
Sejarah diajarkan
secara terpisan dari
IPS
5 1986 Sda Penyempurnaan
dari kurikulum
1984
Kurikulum 1984 yang
disempurnakan
6 1994 Sda Sda Pendekatan inkuiri
7 2004 Pendidikan
Kewarganegaraan
dan Pengetahuan
Sosial (PKPS)
IPS dan PKn
diintegrasikan
menjadi satu
bidang pengajaran
di Sekolah Dasar
Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK)
yang menekankan
kepada penguasaan
pengetahuan,
keterampilan dan
sikap.
tabel perkembangan sejarah IPS dalam sistem pendidikan di Indonesia

B. Alasan diadakannya Pendidikan IPS
1. Pendidikan IPS sebagai program pendidikan
Pendidikan IPS adalah sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu. Sehingga baik
dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun ilmu pendidikan tidak akan ditemukan
adanya sub-sub disiplin PIPS.
Pendidikan IPS dalam program pendidikan sekolah merupakan Pendidikan IPS yang memuat tiga
sub tujuan, yaitu; Sebagai Pendidikan Kewarganegaraan, Sebagai ilmu yang konsep dan generalisasinya
dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, Sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari kehidupan nyata
dalam masyarakat kemudian dikaji secara reflektif. Dalam program pendidikan pendidikan IPS
mempunyai tujuan informasi dan pengetahuan (knowledge and information), nilai dan tingkah laku
(attitude and values), dan tujuan ketrampilan (skill): sosial, bekerja dan belajar, kerja kelompok, dan
ketrampilan intelektual.
PIPS yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia pada prinsipnya identik dengan studi sosial
(social studies) yang diajarkan di sekolah-sekolah di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, tetapi
isinya (content) disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Sanusi, 1998; soemantri). Berkenaan dengan PIPS
yang diajarkan dilevel pendidikan dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994) menerangkan
bahwa PIPS adalah mata pelajaran yang mempelejari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan
kajian pokok geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. PIPS yang diajarkan di
tingkat pendidikan dasar terdiri atas dua bahan kajian pokok : ilmu pengetahuan sosial dan sejarah;
bahan kajian sejarah meliputi perkembangan bangsa Indonesia sejak masa lampau hingga masa kini;
sedangkan bahan kajian ilmu pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan
pemerintahan.
Sementara untuk jenjang pendidikan menengah, menurut Depdikbud (1994), PIPS dimaksudkan
untuk mempersiapkan siswa melanjutkan dengan ilmu-ilmu sosial, baik dalam bidang akademik maupun
pendidikan professional.Selain daripada itu, siswa juga diberikan bekal kemampuan, secara langsung
atau tidak langsung, untuk bekerja di masyarakat.Dengan demikian untuk jenjang pendidikan
menengah, dikenal mata pelajaran antropologi, sosiologi, geografi, sejarah, ekonomi, tata negara-yang
keseluruhannya mengacu kepada social sciences.
2. Pendidikan IPS sebagai program pendidikan displin ilmu
Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan identitas bidang kajian ekletik yang
dinamakan an intregrated system of knowledge , synthetic disclipine, multidimensional, dan
kajian konseptual sistemik merupakan kajian (baru) yang berbeda dari kajian monodisplin atau disiplin
ilmu tradisional. Pendekatan Monodisiplin atau sering disebut juga sebagai pendekatan struktural,
yaitu suatu bentuk atau model pendekatan yang hanya memperhatikan satu disiplin ilmu saja, tanpa
menghubungkan dengan struktur ilmu yang lain. Jadi, pengembangan materi berdasarkan ciri dan
karakteristik dari bidang studi yang bersangkutan.
Dengan pertimbangan semakin kompleksnya permasalahan kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia maka pada tahun 1970an mulai diperkenalkan Pendidikan IPS (PIPS) sebagai
pendidikan disiplin ilmu.(Istilah Pendidikan disiplin ilmu pertama kali dikemukakan oleh Numan
Somantri dalam berbagai karya tulis). Gagasan tentang PIPS ini membawa implikasi bahwa PIPS memiliki
kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang
bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-disipliner. Karakteristik ini
terlihat dari perkembangan PIPS sebagai mata pelajaran disekolah yang cakupan materinya semakin
meluas seiring dengan semakin kompleks dan rumitnya permaslahan social yang memerlukan kajian
secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu social, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora,
lingkungan bahkan system kepercayaan.
IPS sebagai program pendidikan disiplin ilmu dalam konteks pendididkan Nasional Indonesia di
harapkan akan dapat memberikan pemikiran-pemikiran mendasar tentang perkembangan struktur,
metodologi, dan pemanfaatan PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dibangun dan dikembangkan serta
ke mana arah, tujuan, dan sasaran pengembangan yang dilakukan oleh masyarakat.
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah
kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar materi
pelajaran IPS lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahan-
bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat.Bahan atau materi yang diambil dari
pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini
akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan
pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Menurut Mohammad Numan Somantri, 2001 pada dasarnya ada empat pendapat mengenai
tujuan pengajaran IPS di sekolah, yaitu:
Pertama, ada yang berpendapat bahwa tujuan pengajaran IPS di sekolah adalah untuk mendidik para
siswa menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya. Menurut paham
ini, kurikulum pengajaran IPS harus diorganisasikan secara terpisah-pisah sesuai dengan body of
knowledge masing-masing disiplin ilmu sosial tersebut.Organisasi pelajaran harus disusun menurut
struktur disiplin ilmunya, baik proses penyusunan syntactical structure-nya maupun conceptual
structure-nya. Tidak ada masalah dalam meramu bahan pelajaran dengan disiplin yang lainnya.
Demikian pula tidak ada masalah untuk menjadikan para siswa menjadi warga negara yang
baik.Walaupun demikian, aliran ini mengakui pentingnya menumbuhkan ciri warga negara yang baik,
karena hal itu akan datang dengan sendirinya setelah para siswa mempelajari masing-masing disiplin
ilmu sosial tersebut. Golongan yang menganut pahan ini tidak setuju apabila nama pengajaran IPS di
sekolah di sebut social studies, tetapi harus disebut social sciences. Golongan ini menekankan pada
content continumm dalam mencapai tujuan pembelajaran IPS.
Kedua, bahwa tujuan pengajaran IPS di sekolah adalah menumbuhkan warga negara yang baik. Menurut
paham ini, sifat warga negara yang baik akan lebih mudah ditumbuhkan pada siswa apabila guru
mendidik mereka dengan jalan menempatkannya dalam konteks kebudayaannya dari pada memusatkan
perhatian pada disiplin ilmu sosial yang terpisah-pisah seperti dilakukan di universitas. Karena itu,
pengorganisasian bahannya harus secara ilmiah dan psikologis. Golongan ini menghendaki agar program
pengajaran mengkorelasikan bahkan harus mungkin mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu sosial,
dalam unit program studi. Golongan ini menekankan pada process continum dalam mencapai tujuan
pengajaran IPS.
Ketiga, merupakan kompromi dari pendapat pertama dan kedua, golongan ini mengakui kebenaran
masing-masing pendapat pertama dan kedua di atas. Tujuan program pengajaran IPS menurut kelompok
ini adalah simplifikasi dan distilasi dari berbagai ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pendidikan ( Wesley,
1964 dalam Dedi Supriyadi dan Rohmat Mulyana, 2001). Golongan ini berpendapat bahwa bahan
pelajaran IPS merupakan sebagian dari hasil penelitian dalam ilmu-ilmu sosial, untuk kemudian dipilih
dan diramu agar cocok untuk program pengajaran di sekolah.
Keempat, berpendapat bahwa pengajaran IPS di sekolah dimaksudkan untuk mempelajari bahan
pelajaran yang sifatnya tertutup (closed areas). Maksudnya ialah bahwa dengan mempelajari bahan
pelajaran yang pantang (tabu) untuk dibicarakan, para siswa akan memperoleh kesempatan untuk
memecahkan konflik intrapersonal maupun antar-personal. Bahan pelajaran IPS yang tabu tersebut
dapat timbul dari bidang ekonomi, politik, sejarah, sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Dengan
mempelajari hal-hal yang tabu, para siswa akan memperoleh banyak keuntungan, yaitu :
1. Dapat mempelajari masalah-masalah sosial yang perlu mendapatkan pemecahannya;
2. Sifat pengajaran akan mencerminkan suasana yang mengarah pada prospek kehidupan yang
demokratis;
3. Dapat berlatih berbeda pendapat, suatu hal yang sangat penting dalam memperkuat asas demokrasi;
4. Bahan yang tabu seringkali sangat dekat kegunaannya dengan kebutuhan pribadi maupun masyarakat.
Oemar Hamalik merumuskan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu :
1. Pengetahuan dan Pemahaman
Salah satu fungsi pengajaran IPS adalah mentransmisikan pengetahuan dan pemahaman
tentang masyarakat berupa fakta-fakta dan ide-ide kepada anak.
2. Sikap belajar
IPS juga bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik. Artinya dengan belajar IPS
anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan ide-ide, konsep-konsep baru
sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa yang akan datang.
3. Nilai-nilai sosial dan sikap
Anak membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena dunia sekitarnya, sehingga mereka
mampu melakukan perspektif.Nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di dalam pengajaran IPS.
Berdasar nilai-nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat, maka akan berkembang pula sikap-sikap
sosial anak. Faktor keluarga, masyarakat, dan pribadi/tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya
terhadapa perkembangan nilai-nilai dan sikap anak.
4. Keterampilan dasar IPS
Anak belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat studi sosial, misalnya mencari bukti
dengan berpikir ilmiah, keterampilan mempelajari data masyarakat, mempertimbangkan validitas dan
relevansi data, mengklasifikasikan dan menafsirkan data-data sosial, dan merumuskan kesimpulan.

C. Ruang Lingkup Pendidikan IPS
Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan
segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya,
baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya, memanfaatkan sumberdaya yang
ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya
dalam rangka mempertahankan kehidupan manusia. Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan
mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia
sebagai anggota masyarakat.
Dengan pertimbangan bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada
jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan
kemampuan peserta didik pada tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang
pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan
masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.Terutama gejala dan masalah sosial
kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD.
Pada jenjang pendidikan menengah, ruang lingkup kajian diperluas.Begitu juga pada jenjang
pendidikan tinggi, bobot dan keluasan materi dan kajian semakin dipertajam dengan berbagai
pendekatan.Pendekatan interdisipliner atau multidisipliner dan pendekatan sistem menjadi pilihan yang
tepat untuk diterapkan karena IPS pada jenjang pendidikan tinggi menjadi sarana melatih daya pikir dan
daya nalar mahasiswa secara berkesinambungan.
Sebagaimana telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai
anggota masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi:
a. Substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat,
b. Gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat.
Kedua lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak
hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk
memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu,
pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat.Dengan kata lain,
pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam
masyarakat tidak akan mencapai tujuannya.
Ditinjau dari aspek-aspeknya ruamg lingkup PIPS meliputi hubungan sosial, ekonomi, psikologi
sosial, budaya, sejarah, gegrafi dan politik.
Ditinjau kelompoknya meliputi keluarga, RT, RW, WK, Warga Desa, ormasy, sampai ke tingkat
desa, lokal, nasional, regional dan global.
Proses interaksi sosial meliputi interaksi bidang kebudayaan, politik dan ekonomi.Mengingat
luasnya cakupan IPS maka guru IPS wajib melakukan seleksi agar sesuai dengan tingkat jenjang dan
kemampuan peserta didik, dan guru juga wajib mengenali sumber dan pendekatan yang sesuai dengan
peserta didik.
1. Nilai-nilai yang dikembangkan IPS
a. Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS adalah adanya perubahan
tingkah laku sosial peserta didik kearah yang lebih baik.
Menanamkan perasaan, kesadaran, penghayatan, sikap, kepedulian dan tanggung jawab sosial
melalui pendidikan IPS.Fakta sosial diproses melalui metode dan pendekatan IPS untuk membangkitkan
sikap positif di atas.
Sikap positif diatas terus dikembangkan dalam pendidikan IPS untuk mengubah perilaku peserta
didik kearah kerja sama, gotong royong, dan membantu pihak-pihak yang membutuhkan.
Proses pembelajaran IPS tidak hanya terbatas di kelas dan sekolah pada umumnya melainkan
lebih jauh dari itu dilaksanakan dalam kehidupan praktis sehari-hari.
b. Nilai Praktis
Pelajaran dan pendidikan tidak memiliki makna yang baik jika tidak memiliki nilai praktis.
Pokok bahasan IPS tidak hanya konsep teoritis belaka, tapi digali dari kehidupan sehari- hari
yang disesuaikan dengan umur dan kegiatan siswa. Pengetahuan IPS bermanfaat secara praktis dalam
kehidupan dimasa depan.
c. Nilai Teoritis
Pendidikan IPS tidak hanya menyajikan fakta dan data yang terlepas namun menelaah
keterkaitan suatu aspek kehidupan sosial dengan lainnya.
Dibina dan dikembangkan kemampuan nalar kearah sense of reality, sense of discovery, sense of
inquiry, dan kemampuan mengajukan hipotesis terhadap suatu masalah.
Dalam menghadapai kehidupan sosial yang berubah ini kemampuan berteori sangat berguna
dan strategis.Disini pendidikan membina dan mengembangkan.
d. Nilai Filsafat
Menumbuhkan kemampuan merenungkan keberadaanNya dan pernanNya di tengah
masyarakat sehingga tumbuh kesadaran mereka selaku anggota masyarakat.Atau sebagai makhluk
sosial.
e. Nilai Ketuhanan
Selaku guru IPS harus menyadari bahwa materi proses pembelajaran apapun pada pendidikan
IPS wajib berlandaskan nilai ketuhanan.
Kekaguman akan ciptaa-Nya akan menumbuhkan rasa syukur kepada-Nya sebagaikunci
kebahagiaan manusia lahir dan bathin.
2. Proses Pembelajaran Bertahap
a. Sejarah
b. Ekonomi
c. Budaya
d. Psikologi
e. Hub sosial
f. Politik
g. Geografi
3. Proses Pembelajaran IPS
1. Penguasaan materi sebagai landasan kepercayaan,
2. Anak didik kita tidak kosong sama sekali oleh pengetahuan sosial,
3. Proses pembelajaran mengkaitkan fenomena yang ada di sekitar anak, dapat memperkaya pengetahuan,
mempertajam penalaran,
4. Anak mempunyai pengetahuan sesuai dengan penghayatan dan pegalamannya
5. Makna yang wajib dihayati dalam proses pembelajaran IPS yaitu nilai-nilai kehidupan yang menjadi landasan
kebahagiaan hidup di masyarakat sebagai makluk sosial,
6. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai yang bermakna, akan menjadikan siswa yang berkemampuan
intelektual tinggi namun emosinya tumpul.

D. Kedudukan Pendidikan IPS di Indonesia Saat Ini
IPS merupakan mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan
kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tatanegara dan sejarah (kurikulum, 1994) yang
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalm
kehidupan sehari hari, tetapi kenyataan dilapangan berbeda dengan yang diharapkan, IPS dalam
kehidupan, baik kalangan siswa maupun orang tua dianggap sesuatu yang tidak membanggakan, contoh
lain : IPS hanya sebagai hapalan belaka sehingga bosan, tidak dapat menggunakan alat alat kongkrit
(fasif), tidak menjamin, sehingga yang amsuk IPS dianggap orang orang yang gagal, padahal tidak
demikina eksistensi IPS dalam membentuk kepribadian dan mengasah kecerdsan siswa.
Seorang guru SD yang kreatif dapat dilihat pada saat mengajar pelajaran IPS.Tidak selamanya
materi IPS dapat diceritakan dan dihafalkan, melainkan harus menggunakan nalar dan intelegensi yang
tinggi seperti belajar tentang geologi, geomorfologi, kosmografi.Tanpa berfikir yang rasional dan nalar
yang tinggi sangat sulit mengerti tentang bahan kajian tersebut.Tidak hanya pelajaran eksak yang
menjadi tolak ukur kecerdasan siswa pelajaran IPS pun dapat dijadikan tolak ukur, karena siswa yang
cerdaslah yang dapat menelaah, menganalisa, dan mengambil suatu kesimpulan terhadap suatu
peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat.
Memandang perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga negara Apresiasi terhadap social
studies (pendidikan IPS) terus bertambah dari berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan
berbagai negara di Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia dan Asia termasuk
Indonesia.
Prof. Dr. Said Hamid Hasan, M.A., guru besar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) UPI
Bandung, mensinyalir + 60% guru PIPS di Indonesia tidak berlatar belakang pendidikan IPS. Sinyalemen
ini dikemukakannya pada saat Seminar Nasional dan Musyawaroh Daerah I Himpunan Sarjana
Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia (HISPISI) Jawa Barat, di Bandung (31 Oktober 2002).
Atas dasar ini, tidaklah berlebihan kiranya apabila dalam kenyataan hidup di masyarakat, mata
pelajaran IPS dalam pandangan orang tua siswa menempati kedudukan "kelas dua" dibandingkan
dengan posisi IPA, demikian penegasan Prof. Dr. Nursid Sumaatmadja, dalam momentum seminar yang
sama.
Sementara itu, pakar PIPS lainnya (seperti Prof. Nu`man Somantri, M.Sc.Ed, Prof. Dr. Azis
Wahab, M.A., dan Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, S.H. M.Pd.) mengungkapkan, bahwa proses
pembelajaran IPS di tingkat persekolahan mengandung beberapa kelemahan seperti:
1. Kurang memperhatikan perubahan-perubahan dalam tujuan, fungsi , dan peran PIPS di sekolah Tujuan
pembelajaran kurang jelas dan tidak tegas (not purposeful).
2. Posisi, peran, dan hubungan fungsional dengan bidang studi lainnya terabaikan Informasi faktual lebih
bertumpu pada buku paket yang out of date dan kurang mendayagunakan sumbr-sumber lainnya.
3. Lemahnya transfer informasi konsep ilmu-ilmu sosial Out put PIPS tidak memberi tambahan daya dan
tidak pula mengandung kekuatan (not empowering and not powerful).
4. Guru tidak dapat meyakinkan siswa untuk belajar PIPS lebih bergairan dan bersungguh-sungguh Siswa
tidak dibelajarkan untuk membangun konseptualisasi yang mandiri.
5. Guru lebih mendominasi siswa (teacher centered) Kadar pembelajaran yang rendah, kebutuhan belajar
siswa tidak terlayani.
6. Belum membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokrasi sosial kemasyarakatan dengan
melibatkan siswa dan seluruh komunitas sekolah dalam berbagai aktivitas kelas dan sekolah Dalam
pertemuan kelas tidak menggagendakan setting lokal, nasional, dan global, khususnya berkaitan dengan
struktur sistem sosial dan perilaku kemasyarakatan.
PIPS yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia pada prinsipnya identik dengan studi sosial
(social studies) yang diajarkan di sekolah-sekolah di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, tetapi
isinya (content) disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Sanusi, 1998; Somantri, 2001). Berkenaan dengan
PIPS yang diajarkan di level pendidikan dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994)
menerangkan bahwa PIPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan
pada bahan kajian pokok geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah.
Perbedaan antara ilmu-ilmu sosial dan PIPS, menurut Frasser and West (1993), terletak pada
"systematically structured bodies of scholarly content and psychologically structures selection of
instructional content".
Kedudukan konsep ilmu, teknologi dan kemasyarakatan semakin penting dalam era masyarakat
modern yang banyak menimbulkan masalah-masalah kompleks. Kenyataan ini akan semakin dirasakan
apabila dalam penjelasanya memberi informasi lebih jauh bahwa pemecahan masalah-masalah tersebut
menghendaki adanya kedudukan dari berbagai disiplin ilmu.
IPS sebagai mata pelajaran di lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis. Hal
ini terbukti dengan banyak ide atau pemikiran dari para ahli seperti Robert E. Yager yang memasukkan
ilmu, teknologi dan masyarakat (ITM) baik sebagai bidang penerapan dan hubungan, kreativitas dan
sikap, maupun konsep dan proses.
Remy (1990) mengemukakan konsep ITM memberikan konstribusi secara langsung terhadap
misi pokok IPS, khususnya dalam mempersiapkan warga negara yang:
1. Memahami ilmu pengetahuan di masyarakat.
2. Pengambilan keputusan warga negara.
3. Membuat hubungan antar pengetahuan.
4. Mengingatkan generasi pada sejarah bangsa-bangsa beradab.
Melalui suatu studi "Project Synthesis", Noris Harms mengembangkan tujuan IPS untuk
pendidikan sebagai berikut:
1. IPS untuk memenuhi kebutuhan pribadi individu.
2. IPS untuk memecahkan persoalan-persoalan kemasyarakatan masa kini.
3. IPS Untuk membantu dalam memilih karir.
4. IPS untuk mempersiapkan studi lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA


______. 2007. Ruang Lingkup dan Proses Pembelajaran IPS. [online].
Tersedia:http://massofa.wordpress.com/2007/12/21/ruang-lingkup-dan-proses-pembelajaran-ips/. [28
Juni 2012].
______. 2009. Kedudukan dan Peranan IPS. [online].
Tersedia: http://dedetaufik. blogspot.com/2009/12/kedudukan-dan-peranan-ips-di-sd.html.[1Juli2012].
______. 2010. Pendidikan dan Pembelajaran IPS. [online].
Tersedia: http:// infoktsp.blogspot.com/2010/04/pendidikan-dan-pembelajaran-ips-pada.html. [1 Juli
2012].
______. 2010. Pengertian Ruang Lingkup dan Tujuan IPS. [online].
Tersedia:http://massofa.wordpress.com/2010/12/09/pengertian-ruang-lingkup-dan-tujuan-ips/. [28
Juni 2012].
Ivana.2010. Ilmu Pengetahuan Sosial. [online]. Tersedia: justanotherwordpress. com. [29 Juni 2012].
Mangkoesapoetra, Arif. 2004. Quo Vadis, Pendidikan Ips di Indonesia?.[online]. Tersedia: http://re-
searchengines.com/art05-14.html.[29 Juni 2012].
Sapriya. 2008. Pendidikan IPS. Bandung: Laboratorium PKN Press.

Sejarah IPS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika
Serikat adalah social studies. Istilah tersebut pertama kali digunakan sebagai nama
sebuah lembaga yang diberi nama committee of social studies. Lembaga ini
merupakan himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum ilmu-ilmu sosial di
tingkat sekolah dan ahli-ahli ilmu sosial yang mempunyai minat yang sama.
Nama lembaga ini kemudian dipergunakan untuk nama kurikulum yang mereka
hasilkan, yakni kurikulum social studies. Nama social studies makin terkenal ketika
pemerintah mulai memberikan dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut.
Kurikulum tersebut akhirnya dikembangkan dengan nama kurikulum social studies.
Di Indonesia social studies dikenal dengan nama studi sosial. Social studies
berpengaruh terutama setelah berdirinya NCSS (The National Council for the Social
Studies).
IPS di tingkat persekolahan itu sendiri mempunyai perbedaan makna, disesuaikan
dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik khususnya antara IPS untuk SD,
SMP, SMA, dan untuk Perguruan Tinggi. Dalam Kurikulum 1975, pendidikan ilmu
sosial kemudian ditetapkan dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS
merupakan sebuah mata pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan dasar
sampai dengan perguruan tinggi pada jurusan atau program studi tertentu.
IPS terbentuk dengan tujuan untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilan
hidup bernegara peserta didik. Agar dapat meningkatkan ketrampilan sosial peserta
didik. Karena dengan mempunyai keterampilan diharapkan peserta didik tidak hanya
cerdas secara akademis tetapi juga cerdas emosional dan dapat mengendalikan
perilakunya di kehidupan dan lingkungan masyarakat.
Pengertian social studies menurut (James A. Banks 1990:3;Sapriya, 2007:3)
The social studies is that part of the elementary and high school curriculum which has
the primary responpisibility for helping students to develop the knowledge, skiils,
attitudes, and values needed to participate in the civic life of their local communities,
the nation, and the world.
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-
ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social
Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS),
menyebut IPS sebagai Social Science Education dan Social Studies. Dengan kata
lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran
seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi,
sosiologi, dan sebagainya
Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi : Ilmu
Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS).
Dalam konteks perkembangan pendidikan social studies di Indonesia konsep dan
praktis pendidika demokrasi yang dimakemas sebagai citizenship education atau
pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai salah satu dimensi tujuan,
konten, dan proses social studies atau pendidikan IPS, yang pada dasarnya
berintikian pengembangan warga negara agar mampu hidup secara demokratis
merupakan bagian sangat penting.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana pengertian IPS dan konsep Pendidikan IPS?
2. Bagaimana sejarah perkembangan IPS di Indonesia?
3. Apa tujuan dari pembelajaran IPS?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian IPS dan konsep Pendidikan IPS
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan IPS di Indonesia
3. Untuk mengetahui tujuan diadakannya pembelajaran IPS
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Konsep Dasar IPS
Ilmu pengetahuan sosial disingkat IPS merupakan nama mata pelajaran
ditingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi
yang identik dengan istilah social studies dan kurikulum persekolahan di negara
lain, khususnya di negara barat Australia dan amerika Serikat. Pengertian memiliki
perbedaan makna pada setiap tingkat sekolahan.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang disiplin ilmu
sosial seperti misalnya : sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik,
psikologi, dan sebagainya. Disiplin ilmu tersebut mempunyai keterpaduan yang tinggi
karena geografi memberikan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah,
sejarah memberikan wawasan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
lampau, ekonomi memberikan wawasan tentang berbagai macam kebutuhan manusia
dan sosiologi atau antropologi memberikan wawasan yang berkenaan dengan nilai-
nilai, kepercayaan, struktur social, lalu ilmu politik lebih kepada mengkaji hubungan
antara warga dengan warga negaranya, serta negara dengan negaranya, dan psikologi
membahas mengenai kondisi kejiwaan seseorang atau manusia.
Bidang studi IPS, pada hakikatnya merupakan perpaduan pengetahuan sosial. Untuk
tingkat Sekolah Dasar (SD) intinya merupakan perpaduan antara giografi dan sejarah.
Untuk Sekolah Lanjut Menengah Pertama (SLTP) intinya merupakan perpaduan
antara geografi, sejarah dan ekonomi koperasi. Sedangkan untuk Sekolah Lanjut
Tingkat Atas (SLTA) intinya adalah perpaduan antara geografi, sejarah dan ekonomi
koperasi dan Antropologi.di tingkat perguruan tinggi, bidang studi IPS ini dikenal
sebagai studi sosial. IPS atau studi Sosial ini, merupakan perpaduan dari berbagai
bidang keilmuan Ilmu Sosial. Studi Sosial memiliki perbedaan yang prinsipiil dengan
ilmu-ilmu sosial.
Proses pembelajaran pendidikan IPS dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat usia peserta didik masing-
masing. Ragam pembelajarannya pun harus disesuaikan dengan apa yang terjadi
dalam kehidupan. Secara formal, proses pembelajaran dan membelajarkan itu terjadi
di sekolah, baik di dalam kelas maupun diluar kelas.
IPS sebagai satu program pendidikan tidak hanya menyajikan tentang konsep-konsep
pengetahuan semata, namun harus pula mampu membina peserta didik menjadi warga
negara dan warga masyarakat yang tahu akan hak dan kewajibannya, yang juga
memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya.
Sebagai bidang pengetahuan, ruang lingkup IPS dapat terlihat nyata dari tujuannya. Di
sepanjang sejarahnya IPS memiliki lima tujuan yaitu:
IPS mempersiapkan siswa untuk studi lanjut di bidang sosial sciences jika
nantinya masuk ke perguruan tinggi.
IPS yang tujuannya mendidik kewarganegaraan yang baik.
IPS yang hakikatnya merupakan suatu kompromi antara 1 dan 2 tersebut di
atas.
IPS yang mempelajari closed areas atau masalah-masalah sosial yang pantang
untuk dibicarakan di muka umum.
2.2 Sejarah Perkembangan IPS
IPS lahir pertamakali di Amerika Serikat pada tahun 1916 dengan tujuan untuk
menyatukan warga Amerika Serikat dikarenakan muncul konflik antara Amerika
bagian Utara dan Selatan. Masalah yang muncul di Amerika bagaian utara dan selatan
mengakibatkan perang civil yang didalamnya mempermasalahkan ras dan status
sosial, dimana posisi ras berkulit hitam di anggap budak oleh ras kulit putih namun
dalam kenyataannya ras kulit hitam lah yang dapat menumbuhkan ekonomi di negara
bagian tersebut. Lalu para sarjana disana mendirikan sebuah lembaga yang
diberinama NCSS (the national council for the social studies). Didirikannya lembaga
tersebut bertujuan juga untuk memberikan pendidikan good citizenship dikarenakan
orang-orang amerika kurang memiliki jiwa nasioanlis atau cinta tanah air.
Di Indonesia sendiri, istilah IPS (Ilmu Pengetahaun Sosial) pertama kali muncul
dalam seminar nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo
Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara
bertukan pakai, yaitu:
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
2.3 Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan yang dikemukakan di sini adalah tujuan yan mungkin dapat dicapai
pendidikan ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis
keilmuan dan kependidikan. Tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial yang dibahas disini
pada hakikatnya adalah pendidikan suatu disiplin ilmu. Dapat dikatakan tujuan
pendidikan ilmu-ilmu pengetahua sosial adalah mengembangkan kemampuan siswa
dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang
lebih tinggi.
Tujuan yang lebih tinggi terkandung makna bahwa tujuan yang harus dicapai
pendidikan ilmu-ilmu pengetahuan soaial lebih luas. Keluasan tujuan itu dapat dicapai
mengingat pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah wahana pendidikan. Sebagai wahana
pendidikan maka kepedulian yang paling utama adalah kepentingan bangsa,
masyarakat, dan pribadi siswa dan oleh karena itu tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial
dan ilmu-ilmu lainnya haruslah dikaitkan dengan fungsinya sebagai wahana
pendidikan.
Atas dasar pemikiran tersebut maka tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial dikelompokan
dalam tiga kategri yaitu pengembangan kemampuan intelektual siswa, pengembangan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa, serta
pengembangan diri siswa sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada
pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan
kepentingan ilmu, tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri siswa dan
kepentingan masyarakat, sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada
pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentinagan dirinya, masyarakat maupun
ilmu.
Pengembangan kemampuan intelektual adalah tujuan yang mengembangkan
kemampuan siswa dalam memahami disiplin ilmu sosial, kemampuan berpikir dalam
disiplin ilmu-ilmu sosial, serta kemampuan prosesual dalam mencari informasi,
mengolah informasi, dan mengkomunikasikan hasil temuan. Walaupun tujuan ini
tidak dapat dilepaskan dari pengembangan pribadi siswa, kepedulian utama dari
tujuan dalam kategori ini ialah kepentingan disiplin ilmu-ilmu sosial.
Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial dapat disebut secara
singkat sebagai kemampuan sossial. Tujuan ini mengembangkan kemampuan dan
tingkat tanggung jawab siswa sebagai anggota masyarakat.oleh karena itu dalam
tujuan ini dikembangka pula kemampuannya, seperti berkomunikasi dengan anggota
masyarakat lainnya, rasa tanggung jawab sebagai warganegara dan warga dunia,
kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan bangsa.
Termasuk dalam tujuan ini ialah pengembangan pemahaman dan sikap positif siswa
terhadap nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam masyarakat.
Tujuan yan mengembangkan kepribadian siswa berkenaan dengan pengembangan
sikap, nilai, norma, dan moral yang menjadi antara siswa. Kemauan untuk terus
menerus mengembangkan diri melalui belajar di jenjang pendidikan lebih lanjut
maupun di luar jalur pendidikan persekolahan, pembentukan kebiasaan positif untuk
kehidupan pribadinya, serta sikap positif terhadap diri untuk memacu perkembangan
diri sebagai pribadi, kemajuan masyarakat atau bangsa, dan juga ilmu pengetahuan,
adalah tujuan yang termasuk ke dalam kelompok tujuan pengembangan diri pribadi
siswa.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
IPS merupakan perpaduan mata pelajaran geografi, ekonomi, sejarah, antropologi,
sosiologi, politik, psikologi yang diberikan kepada anak-anak usia Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Lanjut Menengah Pertama (SLTP), Sekolah Lanjut Tingkat Akhir
(SLTA), dan Perguruan Tinggi dengan perpaduan mata pelajaran IPS yang berbeda-
beda sesuai dengan kebutuhan dan tingikat usia peserta didik menjadi warganegara
dan warga masyarakat yang tahu akan hak dan kewajibannya, yang juga memiliki
tanggung jawab atas kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya.
Sejarah munculnya IPS pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1916 dengan
tujuan mempersatukan negara bagain utara dan selatan menjadi satu Amerika.
Masalah perpecahan ini muncul karena adanya pembedaan ras kulit putih dan ras kulit
hitam, selain itu ras kulit hitam lebih sering dianggap budak oleh ras kulit putih,
namun pada kenyataannya ras kulit hitamlah yang telah memajuakan kondisi ekonomi
disana. Karena konflik tak kunjung reda, maka para sarjana di sana mendirikan sebuah
lembaga yang diberi nama NCSS (The National Council for The Social Studies) yang
bertujuan untuk memberikan pendidikan bagi warganegara sehingga membentuk good
citizenship dan warga negara yang cinta tanah air.
Di Indonesia sendiri IPS pertama kali muncul dalam seminar Nasional tentang Civic
Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar
tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bentukar pakai yaitu:
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
Pendidikan ilmu pengetahuan sosial juga memiliki tujuan yang lebih tinggi
terkandung makna bahwa tujuan yang harus dicapai pendidikan ilmu-ilmu
pengetahuan soaial lebih luas. Keluasan tujuan itu dapat dicapai mengingat
pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah wahana pendidikan. Sebagai wahana pendidikan
maka kepedulian yang paling utama adalah kepentingan bangsa, masyarakat, dan
pribadi siswa dan oleh karena itu tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu
lainnya haruslah dikaitkan dengan fungsinya sebagai wahana pendidikan.
Atas dasar pemikiran tersebut maka tujuan pendidikan ilmu-ilmu sosial dikelompokan
dalam tiga kategri yaitu pengembangan kemampuan intelektual siswa, pengembangan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa, serta
pengembangan diri siswa sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada
pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan
kepentingan ilmu, tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri siswa dan
kepentingan masyarakat, sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada
pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentinagan dirinya, masyarakat maupun
ilmu
Referensi :
Hamid, Hasan. (1995). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga
Akademik Jalan Pintu Satu, Senayan
Sapriya, Sadjaruddin & Susilawati. (2007). Konsep Dasar IPS. Bandung:
Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan PKn FPIPS Universitas
Pendidikan Indonesia
Supardan, Dadang M.Pd. 2009. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara
http://djepok.blogspot.com/2010/05/hakikat-dan-konsep-dasar-ips.html
http://mrcumlaude.files.wordpress.com/2010/10/ips-1-paket-2.pdf
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pembelajaran yang Efektif, Efisien dan
Menyenangkan, http://www.depdiknas.go.id
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pembelajaran IPS
Terpadu, http://www.depdiknas.go.id

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN IPS

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN IPS
August30
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN IPS
(SOCIAL STUDIES DEVELOPMENT)
Oleh:
Dr. H. Pargito, M.Pd
Pertama kali Social Studies dimasukkan secara resmi ke dalam kurikulum sekolah adalah di
Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18),
yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Alasan
dimasukannya social studies (IPS) ke dalam kurikulum sekolah karena berbagai ekses akibat
industrialisasi di berbagai negara di belahan dunia juga terjadi, di antaranya perubahan perilaku
manusia akibat berbagai kemajuan dan ketercukupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mendorong industrialisasi telah menjadikan bangsa semakin maju dan modern, tetapi juga
menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks. Para ahli ilmu sosial dan pendidikan
mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang mungkin timbul di masyarakat akibat
dampak kemajuan tersebut. Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial di lingkungan
masyarakat tidak hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan secara disipliner, tetapi juga
dapat dilakukan melalui pendekatan program pendidikan formal di tingkat sekolah.
Program pendidikan antar disiplin (interdiscipline) di tingkat sekolah merupakan salah satu
pendekatan yang dianggap lebih efektif dalam rangka membentuk perilaku sosial siswa ke arah
yang diharapkan. Bahkan program pendidikan ini di samping sebagai bentuk internalisasi dan
transformasi pengetahuan juga dapat digunakan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya
manusia yang siap menghadapi berbagai tantangan dan problematika yang makin komplek di
masa datang.
Oleh karenanya latar belakang perlu dimasukkannya Social studies dalam kurikulum sekolah di
beberapa negara lain juga memiliki sejarah dan alasan yang berbeda-beda. Amerika Serikat
berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda.
Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di antaranya ras Indian yang
merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro yang
didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut. Pada
awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah
berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak
yang berlangsung tahun l861-1865 di mana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi
kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa
sulit untuk menjadi satu bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan
dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi
merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan
memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun
1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The
National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social
studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah di Amerika
Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata
pelajaran sejarah, geografi dan civics.
Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di Inggris dan Amerika
Serikat, pemasukan Social Studies ke dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh
keinginan para pakar pendidikan, khususnya pakar social studies. Hal ini disebabkan mereka
ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa: (1) menjadi warga
negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya; (2) dapat
hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu kuliah atau
belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat bekal
pelajaran social studies di sekolah dasar dan menengah.
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah karena
kebutuhan siswa sekolah, di mana kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan
program pendidikan lanjut dan pengorganisasian materi social studies. Agar materi
pelajaran social studies lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan
menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan atau
materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan
masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar
bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Jadi Social studies yang dalam istilah Indonesianya disebut Pendidikan IPS, dalam
perjuangannya tentang eksistensi terdapat dalam The National Herbart Society papers of 1896-
1897 yang menegaskan bahwa Social Studies sebagai delimiting the social sciences for
pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pedagogik/ mendidik).
Memperhatikan pentingnya social studies bagi generasi muda, istilah IPS (social studies) ini
kemudian mulai digunakan oleh beberapa negara bagian di Inggris dan Amerika untuk
mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah. Pengertian ini juga
dipakai sebagai dasar dalam dokumen Statement of the Chairman of Commitee on Social
studies yang dikeluarkan oleh comittee on Social Studies (CSS) tahun 1913. Dalam dokumen
tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific field to utilization of social sciences
data as a force in the improvement of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data
ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia).
Sebagai upaya melestarikan program pendidikan IPS dalam kurikulum sekolah, maka beberapa
kelompok pakar yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat
sekolah mengembangkan usahanya agar social studies bisa diaplikasikan untuk program
pendidikan di tingkat sekolah dengan membentuk organisasi profesi social studies. Kemudian
pada tahun 1921, berdirilah National Council for the Social Studies (NCSS), sebuah
organisasi profesional yang secara khusus membina dan mengembangkan social studies pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial
dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program pendidikan syntectic.
Pada waktu berdirinya NCSS hanya bertugas sebagai organisasi yang akan memaksimalkan
hasil-hasil pendidikan bagi tujuan kewarganegaraan yang sudah dicapai oleh CSS sebelumnya.
Sehingga baru setelah 14 tahun kemudian NCSS mengeluarkan karya berbasis intelektual-
keilmuan. Dalam perkembangannya banyak naskah dan penelitian tentang social studies, yang
mengharapkan perlunya perhatian terhadap pendidikan anak tentang social studies, dengan
harapan dapat membantu anak didik menjadi warga negara yang baik. Pada pertemuan pertama
tahun 1935, lahirlah kesepakatan yang dikeluarkan NCSS dengan menegaskan bahwa Social
sciences as the core of the curriculum(kurikulum IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial).
Pada perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya NCSS, pengertiansocial
studies yang paling berpengaruh hingga akhir abad 20 adalah definisi yang dikemukakan oleh
Edgar Wesley pada tahun 1937. Wesley menyatakan bahwa the social studies are the social
sciences simplified for pedagogical purposes. Definisi ini menjadi lebih populer saat itu karena
kemudian dijadikan definisi resmisocial studies oleh the united states of educations standard
terminology for curriculum and instruction hingga NCSS mengeluarkan definisi resmi yang
membawa social studies sebagai kajian yang terintegrasi, dan mencakup disiplin ilmu yang
semakin luas. Sehingga pada tahun 1993 NCSS merumuskan social studiessebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic
competence. Within the school program,social studies provides coordinated,systematic study
drawing upon such diciplines as antrophology, archaeology, economics, geography, history,
law, philosophy, political science, psychology, religion, and sosiology, as well as appropriate
content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social
studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for
the public good as citiziens of a culturally diverse,democratic society in an interdependent
world.
Memandang perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga negara Apresiasi terhadapsocial
studies (pendidikan IPS) terus bertambah dari berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan
berbagai negara di Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia dan Asia
termasuk Indonesia.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia juga
hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan pertentangan politik
bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan terjadinya konflik.
Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya
pemberontakan G30S/PKI dan berbagai masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan
program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai sosial budaya masyarakat,
berbangsa dan bernegara ke dalam kurikulum sekolah.
Oleh karenanya, dalam beberapa pertemuan ilmiah dibahas Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
sebagai program pendidikan tingkat sekolah di Indonesia, dan pertama kali muncul dalam
Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah.
Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu :
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan di Indonesia pada tahun 1972-
1973 yang diujicobakan dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP
Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang masalah
sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran sejarah dan geografi saja, maka
dilakukan reduksi mata pelajaran di tingkat SD-SMA untuk beberapa mata pelajaran ilmu sosial
yang serumpun digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, pemberlakuan istilah
IPS (social studies) dalam kurikulum 1975 tersebut, dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS
secara resmi di Indonesia.
Sejak pemerintahan Orde Baru keadaan tenang, pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional
di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima
masalah tersebut antara lain:
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan
pembangunan nasional.
Oleh karena itu, upaya pembangunan sektor pendidikan oleh pemerintah menjadi prioritas.
Program pembangunan pendidikan bidang sosial semakin ditingkatkan untuk mengatasi dan
menanamkan kewarganegaraan serta cinta tanah air Indonesia. Upaya memasukan materi ilmu-
ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia disajikan dalam mata
pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada
kurikulum 1975. Kurikulum ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan
pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integratif
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI).
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang
menampilkan empat profil, yaitu :
1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk
pendidikan IPS khusus.
2. Pendidikan IPS terpadu untuk SD
3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai
konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
4. Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan
geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan
sejarah) untuk SMEA /SMK..
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara
konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi
materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi
pokok PMP. DalamKurikulum 1984, PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang wajib
diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :
1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.
2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan ekonomi
koperasi.
3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas
I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam rangkaian
pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum
Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang
tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu
menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang, M.
Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana
dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi
dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu-ilmu
Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah
dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks IKIP, FKIP,
STKIP),direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan
Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti pendidikan Geografi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).
Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial khususnya mereka yang memiliki
komitmen terhadap social studies atau pendidikan IPS sebagai program pendidikan di tingkat
sekolah, maka mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu sosial ke dalam kurikulum
sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua disiplin ilmu sosial diajarkan di
tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu sosial itu disajikan secara terintegrasi atau interdisipliner
ke dalam kurikulum IPS (social studies). Jadi untuk program pendidikan ilmu-ilmu sosial di
tingkat pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai di ajarkan. Program pendidikan dasar
di SD dan SMP penyajiannya secara terpadu penuh, sementara itu untuk pembelajaran IPS di
tingkat SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan secara terpisah antar cabang ilmu-
ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan keterhubungannya antara ilmu sosial yang satu dengan
ilmu sosial lainnya, terutama dalam rumpun jurusan IPS di SMA dan juga di SMEA. Sementara
itu, pada tingkat perguruan tinggi pendidikan ilmu-ilmu sosial disajikan secara terpisah atau
fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb. Namun untuk pendidikan IPS di FKIP/IKIP/STKIP yang
mempersiapkan calon guru atau mendidik calon guru di tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di
berikan secara interdisipliner dan juga secara disipliner. Secara interdisipliner karena ilmu yang
diperoleh nantinya untuk program pembelajaran untuk usia anak sekolah, dan secara disipliner
karena sebagai guru juga harus menguasai ilmu yang diajarkan.
Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual Pendidikan IPS, dapat
diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu :
1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.
3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
4. Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang berdampak sosial.
7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.
Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai ajaran 1994-1995 merupakan pembenahan
atas pelaksanaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan tuntutan perkembangan dan keadaan
masyarakat saat itu, khususnya yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta seni, kebutuhan pembangunan dan gencarnya arus globalisasi, dan evaluasi
pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri. Upaya pembaharuan kurikulum pendidikan nampak saat
diadakannya serangkaian Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari
tahun 1986 sampai 1989.
Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang intinya; 1) perlunya
diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan, 2)
perlunya persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan
tahun, dan 3) perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan
menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi,
ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program
pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Di samping itu,
khusus dalam kurikulum SD, IPS pernah diusulkan digabung dengan Pendidikan
kewarganegaraan yaitu menjadi pendidikan kewrganegaraan dan pengetahuan sosial (PKnPS),
namun akhirnya kurikulum disempurnakan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) tahun 2006, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai
masukan dan kritik ahli pendidikan serta kepentingan pendidikan nasional dan politik bangsa
yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan
dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan
sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS. Jadi wajarlah kalau mata pelajaran
PKn hanya ada di Indonesia, sementara di negara lain disebut Civic education . IPS (social
studies) dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan di Indonesia terus melakukan beberapa
tinjauan dan kritik terutama untuk perbaikan IPS sebagai program pendidikan ilmu sosial di
tingkat sekolah melalui seminar dan lokakarya serta pertemuan ilmiah bidang IPS lainnya,
terutama oleh kelompok pakar HISPISI (Himpunan sarjana pendidikan ilmu sosial Indonesia)
dalam kongresnya di beberapa tempat di Indonesia.

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia dan masyarakat merupakan objek kajian yang selalu menarik dan
berkembang. Interaksi antar manusia kadang menimbulkan permasalahan yang harus
diselesaikan. Pada tataran yang lebih luas, masyarakat beranggotakan manusia dari
berbagai suku, agama, warna kulit, dan sebagainya. Semua ini dipelajari dalam IPS.
Namun demikian apa ciri interaksi manusia dalam masyarakat yang dikategorikan
dalam IPS sebagai ilmu sosial dan sebagai kajian sosial perlu dipahami.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa-mahasiswi mampu memahami IPS sebagai ilmu sosial dan kajian
sosial.
3. Indikator
Pada akhir perkuliahan diharapkan mahasiswa-mahasiswi dapat:
1. menjelaskan IPS sebagai ilmu-ilmu sosial,
2. menjelaskan IPS sebagai kajian sosial, dan
3. menganalisis persamaan dan perbedaan IPS sebagai ilmu sosial dan kajian sosial.



BAB II
PEMBAHASAN
A. IPS sebagai Ilmu Sosial (Social Science)
Sebelum kita mempelajari IPS sebagai ilmu sosial (social science), kami para
penulis jelaskan terlebih dahulu pengertian tentang IPS dan ilmu sosial (social science).
1. Pengertian IPS ( Ilmu Pengetahuan Sosial )
Istilah ilmu pengetahuan sosial sebagaimana dirancang dalam draf kurikulum
2004 memang membingungkan untuk dicarikan definisinya, karena dalam berbagai
literatur, baik yang ditulis oleh ahli dari luar maupun dalam negeri, kita hanya
mempunyai istilah ilmu pengetahuan sosial yang merupakan terjemahan
dari social studies. Sedangkan nama IPS dalam dunia pendidikan dasar di negara kita
muncul bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum SD, SMP dan SMU tahun
1975.[1]
Dilihat dari sisi keberlakuannya, IPS disebut sebagai bidang studi baru, karena
cara pandangnya bersifat terpadu. Hal tersebut mengandung arti bahwa IPS bagi
pendidikan dasar dan menengah merupakan hasil perpaduan dari mata pelajaran
geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, dan
sosiologi. Perpaduan ini disebabkan mata pelajaran tersebut memiliki objek material
kajian yang sama yaitu manusia.[2]
Bagi sekelompok kecil ahli pendidikan di Indonesia, sebenarnya telah memakai
istilah IPS dalam pertemuan-pertemuan ilmiah, jauh sebelum diberlakukannya
kurikulum 1975. Nama-nama yang dipergunakan dalam kesempatan ini bermacam-
macam, antara lain ada yang memakai istilah Studi Sosial yang dekat dengan istilah
aslinya, ada pula yang menyebutnya dengan Ilmu-Ilmu Sosial dan ada pula yang
menamakannya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Namun sejak tahun 1976 nama IPS
telah menjadi nama baku. Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan
Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah Social Studies. Istilah
tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah Komite yaitu Committee of
Social Studies yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari lembaga itu adalah sebagai
wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat
Sekolah Dasar dan Menengah, dan ahliahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat
sama. Nama Komite itulah yang kemudian dipergunakan sebagai nama kurikulum yang
mereka hasilkan. Meskipun demikian nama Social Studies menjadi makin terkenal
pada tahun 1960-an, ketika pemerintah mulai memberikan dana untuk
mengembangkan kurikulum tersebut.[3]
Pada waktu Indonesia memperkenalkan konsep IPS, pengertian dan tujuannya
tidaklah persis sama dengan Social Studies yang ada di Amerika Serikat. Mengapa
demikian? Karena kondisi masyarakat Indonesia memang berbeda dengan kondisi
masyarakat Amerika Serikat. Ini mengisyaratkan adanya penyesuaian-penyesuaian
tertentu. Sebenarnya keadaan ini sangat baik, karena setiap ide yang datang dari luar
kita terima kalau memang sesuai dengan kondisi masyarakat kita.[4]
Mulyono Tj. memberi batasan IPS bahwa IPS sebagai pendekatan
interdisipliner (Inter-disciplinary approach)(antar cabang ilmu pengetahuan) dari
pelajaran Ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu
sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi,
ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. [5]
IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari
sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.
Mata pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, oleh karena itu dipadukan
menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). [6]
Dengan demikian jelas bahwa IPS adalah fusi dari disiplin ilmu-ilmu sosial.
Pengertian fusi di sini berarti bahwa IPS merupakan suatu bidang studi utuh yang tidak
terpisah-pisah dalam kotak-kotak disiplin ilmu yang ada. Artinya, bahwa bidang studi
IPS tidak lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah,
melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu. Dalam kepustakaan
kurikulum pendekatan terpadu tersebut dinamakan pendekatan broadfield. Dengan
pendekatan tersebut batas disiplin ilmu menjadi lebur, artinya terjadi sintesis antara
beberapa disiplin ilmu.
Dengan demikian sebenarnya IPS berinduk kepada ilmu-ilmu sosial, dengan
pengertian bahwa teori, konsep, prinsip yang diterapkan pada IPS adalah teori, konsep
dan prinsip yang ada dan berlaku pada ilmu-ilmu sosial. Ilmu sosial dengan bidang
keilmuannya dipergunakan untuk melakukan pendekatan, analisis, dan menyusun
alternatif pemecahan masalah sosial yang dilaksanakan pada pengajaran IPS.
2. Pengertian Ilmu Sosial (Social Science)
Dari sisi bahasa, ilmu sosial berasal dari bahasa Inggris social science. Kata
social berarti sosial sedang kata science bermakana ilmu. Dengan demikian, secara
literal social science mempunyai makna ilmu sosial. Dari sisi istilah, sampai saat ini
belum terdapat kesatuan pendapat dan rumusan yang jelas di antara para ahli
berkenaan dengan batasan atau pengertian social science (ilmu-ilmu sosial).
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang ilmu Sosial sebagai berikut Ilmu
sosial terdiri dari disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan
biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi yang makin lanjut dan makin
ilmiah.[7] Sedangkan menurut Gross ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yang
mempelajari manusia sebagai makhluk sosial secara ilmiah serta memusatkan pada
manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia
bentuk.[8]
Selanjutnya Nursid Sumaatnadja ,menyatakan bahwa ilmu sosial adalah
cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara
perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu ilmu sosial adalah ilmu
yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota
masyarakat. [9]
Ada bermacam-macam aspek tingkah laku manusia dalam masyarakat, seperti
aspek ekonomi, sikap, mental, budaya, dan hubungan sosial. Studi khusus tentang
aspek-aspek tingkah laku manusia inilah yang menghasilkan ilmu sosial, seperti
ekonomi, ilmu hukum, ilmu politik, psikologi, sosiologi, dan antropologi. Jadi setiap
bidang keilmuan itu mempelajari salah satu aspek tingkah laku manusia sebagai
anggota masyarakat. Ekonomi mempelajari aspek kebutuhan materi, antropologi
mempelajari aspek budaya, sosiologi mempelajari aspek hubungan sosial, psikologi
mempelajari aspek kejiwaan, demikian pula bidang keilmuan yang lain. Sedangkan
yang menjadi obyek materialnya adalah sama, yaitu manusia sebagai anggota
masyarakat.[10]
Sebagai panduan memahami masalah tersebut, di sini dikemukakan beberapa batasan
atau pengertian social science.
The social science is the study of the group life of man. The social scientist is
interested in all the form which human relationships take in organized groups.
The social sciences are these subjects that relate to the origin, organization and
development of human society, especially, to man and his association with other man.
v Social sciences:
1. the branch of knowledge that deal with human society or its characteristic elements, as
family, state, or race, and with the relation and well being as a member of an organized
community.
2. one of a group of sciences dealing with special phases of human society, such as
economics, sociology, and politics.
3. a term some times applied to the scholarly matrials concern with the detailed,
systematic, and logical study human being, and their interrelation.
Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu-ilmu sosial adalah
ilmu yang mempelajari segala aspek kehidupan masyarakat, problem-problem dalam
masyarakat, serta bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Senada dengam kesimpulan tersebut, Mukmina (2008 : 7) mendefinisikan
ilmu sosial sebagai ilmu yang bidang kajiannya berupa tingkah laku manusia dalam
konteks sosialnya. Termasuk dalam ilmu sosial adalah geografi, ekonomi, sejarah,
sosiologi, antropologi, psikolog, dan ilmu politik, yang pada umumnya merupakan hasil
kebudayaan manusia.[11]
3. Pengertian IPS sebagai Ilmu Sosial (Social Sciences)
Terdapat banyak pengertian IPS yang diberikan oleh para ahli. Diantara
pendapat tersebut diuraikan berikut.
v Menurut Nasution (1975), IPS adalah bidang studi yang merupakan fusi atau paduan
sejumlah mata pelajaran sosial. Dapat juga dikatakan bahwa IPS merupakan mata
pelajaran yang menggunakan bagian-bagian tertentu dari ilmu sosial.
v Kurikulum 1975 mendefinisikan IPS sebagai bidang studi merupakan panduan atau fusi
dari sejumlah mata pelajaran sosial.
v IPS adalah bidang studi yang menghormati, mempelajari, mengolah dan membahas hal
hal yang berhubungan dengan masalah-masalah human relationship hingga benar-
benar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus merupakan
bentuk terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah terpilih, dan disederhanakan sesuai
dengan kepentingan sekolah-sekolah. (Pedoman IPS-IKIP Surabaya)[12]
v Tjokrodikarjo (1982) mendefinisikan IPS sebagai perwujudan dari suatu pendekatan
interdisiplin dari ilmu-ilmu sosial. Ia merupakan integrasi berbagai cabang ilmu-ilmu
sosial seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu
politik dan ekologi manusia. IPS dipolakan untuk tujuan-tujuan instruksional dengan
materi sederhana, menarik, mudah dimengerti dan dipelajari.[13]
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa IPS adalah
pelajaran atau bidang studi yang merupakan fusi (paduan) dan integrasi ilmu. Ilmu
sosial yang dikemas dengan materi yang sederhana, menarik, mudah dimengerti dan
dipelajari untuk tujuan instruksional di sekolah.
Latar belakang dimasukkannya IPS pada kurikulum sekolah di Indonesia (SD/
MI, SMP, dan SMU) berbeda dari hal serupa di Inggris dan Amerika. Perkembangan
sekolah di Indonesia terjadi akibat penyelenggaraan sekolah formal selama masa
penjajahan. Oleh karenanya, materi pelajaran di sekolah kebanyakan merupakan
kelanjutan dari kurikulum pendidikan warisan Belanda dan Jepang.[14]
Alasan Mempelajari IPS
Pengajaran IPS sangat penting bagi jenjang pendidikan dasar dan
menengah karena siswa yang datang ke sekolah berasal dari lingkungan yang
berbeda-beda. Pengenalan mereka tentang masyarakat tempat mereka menjadi
anggota diwarnai oleh lingkungan mereka tersebut. Sekolah bukanlah satu-satunya
wahana atau sarana untuk mengenal masyarakat. Para siswa dapat belajar mengenal
dan mempelajari masyarakat baik melalui media cetak maupun elektronika, misalnya
melalui acara televisi, siaran radio, dan membaca koran. Pengenalan siswa melalui
wahana luarsekolah mungkin masih bersifat umum, terpencar-pencar, dan samar-
samar. Oleh karena itu agar pengenalan tersebut dapat lebih bermakna, maka bahan
atau informasi yang masih umum dan samar-samar tersebut perlu
disistematisasikan. Dengan demikian sekolah mempunyai peran dan kedudukan yang
penting karena apayang telah diperoleh di luar sekolah dikembangkan dan
diintegrasikan menjadi sesuatu yang lebih bermakna di sekolah sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kematangan siswa. [15]
Sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa SD belummampu memahami
keluasan dan kedalaman masalah-masalah sosial secara utuh, tetapi mereka dapat
diperkenalkan kepada masalah-masalah tersebut. Melaluipengajaran IPS siswa dapat
memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup
dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya diharapkan bahwa mereka kelak mampu
bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.[16]
Perlu disadari bahwa dunia sekarang telah mengalami perubahan-perubahan
yang sangat cepat di segala bidang. Kemajuan teknologi dan informasi telah
mengenalkan kita pada realitas lain dari sekedar realitas fisik seperti yang sebelumnya
kita rasakan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi, dan
komunikasi hubungan antarnegara tetangga menjadi lebih luas, karena dunia seakan-
akan menjadi tetangga dekat. Dengan demikian seolah-olah dunia dipindahkan ke
ruang di dalam rumah sendiri. Dalam hal ini IPS berperan sebagai pendorong untuk
saling pengertian dan persaudaraan antara umat manusia. Selain itu juga IPS
memusatkan perhatiannya pada hubungan antar manusia dan pemahaman sosial.
Dengan demikian IPS dapat membangkitkan kesadaran bahwa kita akan berhadapan
dengan kehidupan yang penuh tantangan. Dengan kata lain, IPS mendorong kepekaan
siswa terhadap hidup dan kehidupan sosial.
Preston memberikan sejumlah alasan mengapa IPS perlu diberikan sejak tingkat
pendidikan dasar. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyakmasalah sosial yang
luas, kompleks dan sulit yang memerlukan pemecahan. Anak-anak perlu menyadari
bahwa mereka hidup dalam keadaan sulit yang tidak mungkin dapat segera diatasi.
Untuk itu, cara-cara yang rasional diperlukan sebagai wahana pemecahannya. IPS
memberikan berbagai informasi, ide-ide dan metode untuk menyelidikinya, yang dapat
memberikan kepuasan, kehidupan intelektual dan meletakkan dasar toleransi bagi
kehidupan antar-kelompok.
Jadi alasan mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah
adalah sebagai berikut.
1. Agar siswa dapat mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang
telah dimiliki menjadi lebih bermakna.
2. Agar siswa dapat lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara
rasional dan bertanggung jawab.
3. Agar siswa dapat mempertinggi toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan
antarmanusia.[17]
Berbeda dengan IPS atau social studies, istilah ilmu-ilmu sosial adalah
terjemahan dari social sciences. Disamping ilmu-ilmu sosial terdapat pula ilmu-ilmu
alam (sciences) dan humanitis/humaniora. Ilmu-ilmu alam mempunyai tiga bagian
disiplin ilmu utama yang meliputi Biologi, Fisika, dan Kimia. Sementara humanitis terdiri,
antara lain, Sejarah dan Sastra. Semua bidang keilmuan dan humanitis ini berakar
pada suatu bidang yang disebut Filsafat. Setiap disiplin ilmu mempunyai filsafatnya
masing-masing yang pada akhirnya semua disiplin itu berhulu pada ajaran Agama.[18]
IPS sebagai Ilmu Sosial (Social Science)
Materi IPS berasal dari fusi dan integrasi ilmu-ilmu sosial yang disesuaikan,
disederhanakan, dan dipilih sesuai tujuan intruksional disekolah. Social science
merupakan sumber IPS, sebab materi-materi IPS berasal dari ilmu-ilmu sosial atau
social science.
B. IPS sebagai Kajian Sosial (Social Studies)
1.Pengertian Kajian Sosial (Social Studies)
Kajian sosial (social studies) pada dasarnya sama dengan ilmu pengetahuan
sosial. Dalam sejarahnya, social studies berasal dari Amerika, yang berpenduduk
multiras dan budaya, sebagaimana halnya Indonesia. Beberapa pendapat tentang
definisi social studies adalah sebagai berikut.
Leonard S. Keaworthe mengatakan bahwa social studies are the study ofpeople carried
on in order to help student understand themselves andothers in a varieties of societies
in different places and at different times as individual and group seek to meet the need
through many institutions as those human beings search for a satisfying a personal
philosophy and the good society.
U.S. Bureau of Education dalam The Social Studies in Secondary Education
menyatakan: the social studies are understand to be those whose subject matter
relative directly to the organization and development of human society and to man as a
member of social group.
Edgar B Wesley mengatakan bahwa the social studies are the social sciences
simplified for paedagogical purposes in school. The social studies consist of geography,
history, economic, sociology, civics and various combination of these subjects.
Menurut kurikulum 1975, ilmu pengetahuan sosial adalah bidang studi yang merupakan
panduan (fusi) dari sejumlah mata pelajaraan sosial. Di sekolah lanjutan, mata
pelajaraan sosial sebagian terpisah ke dalam mata pelajaran yang mandiri seperti
geografi dan kependudukan, sejarah, ekonomi dan koperasi, antropologi, serta tata
buku dan hitung dagang.
Berbeda dengan ilmu sosial, studi sosial bukan merupakan suatu bidang
keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian
tentang gejala dan masalah sosial. Dalam kerangka kerja pengkajiannya, studi sosial
menggunakan bidang-bidang keilmuan termasuk ilmu sosial. Tentang studi sosial
ini Achmad Sanusi memberikan penjelasan bahwa, studi sosial tidak selalu bertaraf
akademis universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak
pendidikan dasar.[19] Selanjutnya studi sosial dapat berfungsi sebagai pengantar
kepada disiplin ilmu sosial bagi pendidikan lanjutan atau jenjang berikutnya. Studi sosial
bersifat interdisipliner dengan menetapkan pilihan masalah-masalah tertentu
berdasarkan sesuatu referensi dan meninjaunya dari beberapa sudut sambil mencari
logika dari hubungan-hubungan yang ada satu dengan lainnya.
Kerangka kerja studi sosial dalam mengkaji atau mempelajari gejala dan
masalah sosial di masyarakat tidak menekankan bidang teoretis, melainkan lebih
kepada bidang praktis. Oleh karena itu studi sosial tidak terlalu bersifat akademis
teoretis, melainkan merupakan pengetahuan praktis yang dapat diajarkan mulai dari
tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pendekatan studi sosial bersifat
interdisipliner atau multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan.
Maksudnya bahwa studi sosial dalam meninjau suatu gejala sosial atau masalah sosial
dilihat dari berbagai dimensi/sudut/segi/aspek kehidupan. Sedangkan ilmu sosial
pendekatannya bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-masing. Kesimpulannya
dapat dikatakan bahwa studi sosial lebih memperlihatkan suatu bentuk gabungan ilmu
sosial.
Tugas studi sosial, sebagai suatu bidang studi mulai dari tingkat SD sampai ke
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, adalah membina warga masyarakat yang mampu
menyerasikan kehidupannya berdasarkan kekuatan-kekuatan fisik dan sosial dan
mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Oleh karena itu
materi dan metode penyajiannya harus sesuai dengan misi yang diembannya.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa social studies atau
ilmu pengetahuan sosial adalah studi tentang ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan
untuk tujuan pendidikan di sekolah. Tujuan tersebut adalah terciptanya atau
terbentuknya warga-warga negara yang baik (good society).
2. IPS sebagai Kajian Sosial (Social Studies)
IPS adalah studi atau kajian masalah-masalah sosial yang berasal dari ilmu-ilmu
sosial yang disederhanakan untuk kepentingan tujuan pendidikan di sekolah yaitu
menciptakan warga negara yang baik (good citizen). IPS bukan sekadar pengetahuan,
tetapi merupakan ilmu pengetahuan yang disusun dan diorganisasikan secara baik
menurut kepentingan pendidikan dan pengajaran. IPS berada di tengah-tengah antara
ilmu-ilmu sosial dan pengetahuan sosial.
C. Persamaan dan Perbedaan IPS sebagai Ilmu Sosial (Social Sciences) dan
Kajian Sosial (Social Studies)
1. Persamaan IPS sebagai Ilmu Sosial dan Kajian Sosial
Menurut Edgar B Wesley, persamaan antara social studies dengan social
sciences terletak pada sasaran yang diselidiki yaitu manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Keduanya membahas masalah yang timbul akibat hubungan
(interrelationship) manusia. Dengan kata lain, keduanya mempelajari masyarakat
manusia.[20]
2. Perbedaan Ilmu Sosial dengan Kajian Sosial
Perbedaan penting antara ilmu-ilmu sosial dengan pengetahuan sosial terletak
pada tujuan masing-masing. Ilmu sosial bertujuan memajukan dan mengembangkan
konsep dan generalisasi melalui penelitian ilmiah, dengan melakukan hipotesis untuk
menghasilkan teori atau teknologi baru.
Sementara itu, tujuan ilmu pengetahuan sosial bersifat pendidikan, bukan
penemuan teori ilmu sosial. Orientasi utama studi ini adalah keberhasilannya mendidik
dan membuat siswa mampu mengerjakan ilmu pengetahuan sosial, berupa tercapainya
tujuan intruksional.[21]
Dari uraian tersebut, ilmu pengetahuan sosial menggunakan bagian-bagian ilmu
sosial guna kepentingan pengajaran. Untuk itu, berbagai konsep dan generalisasi ilmu
sosial harus disederhanakan agar lebih mudah dipahami murid-murid yang umumnya
belum matang untuk mempelajari ilmu-ilmu





BAB III
SIMPULAN
1. Ilmu-ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari segala aspek kehidupan masyarakat,
problem-problem dalam masyarakat, serta bertujuan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, ilmu sosial adalah ilmu yang bidang
kajiannya berupa tingkah laku manusia dalam konteks sosialnya.
2. IPS adalah matapelajaran atau bidang studi yang merupakan paduan dan integrasi
ilmu-ilmu sosial yang dikemas dengan materi yang sederhana, menarik, mudah
dimengerti dan dipelajari untuk tujuan instruksional di sekolah.
3. Sebagai social sciences, materi IPS bersumber dari paduan dan integrasi ilmu-ilmu
sosial yang telah disederhanakan, disesuaikan dan dipilih sesuai dengan tujuan
pembelajaran di sekolah.
4. Sebagai social studies, IPS bukan sekedar pengetahuan, melainkan ilmu pengetahuan
yang disusun dan diorganisasikan secara baik menurut kepentingan pendidikan dan
pengajaran. Posisi IPS berada di tengahtengah antara ilmu-ilmu sosial dan
pengetahuan sosial.
5. Persamaan social sciences dan social studies terletak pada sasaran yang diselidiki
yaitu manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Perbedaan social sciences dan social studies terletak pada tujuan masing-masing. Ilmu
sosial bertujuan memajukan dan mengembangkan konsep dan generalisasi, sedangkan
social studies bersifat pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sanusi, Dt. 1971. Studi Sosial di Indonesia. Bandung: IKIP.
Cheppy, H.C.(tt). Strategi Ilmu Pengetahuan Sosial. Surabaya Karya Anda.
Hidayati, M. 2004. Bahan Ajar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar,
FKIP Universitas Negeri Jogyakarta.
Husein Achmad, dkk .1981. Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial, FKIS IKIP
Jogyakarta.
Kosasih Jahiri, dkk (1979). Pengajaran Studi Sosial/IPS, LPPP -IPS, FKIS IMP
Bandung.
Mukmina,dkk. 2002. Diktat Dasar-dasar IPS. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta.
Mulyono, TJ. 1980. Pengertian dan Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta:
Departemen P dan K, P3G.
mrcumlaude.files.wordpress.com/2010/10/ips-1-paket-4.pdf , diakses 24 September
2011
Nursid Sumaatmadja., dkk. 1986. Buku Materi Pokok Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan
Sosial, Modul 1-3. Jakarta : Karunika, Universitas Terbuka.
Prof. Dr. Awan Mutakin.2009. Handout Mata Kuliah Pengantar Ilmu-Ilmu
Sosial. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia
Rusdi, Muhammad. 1983. Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial.Surabaya: Tim IPS FKIS
IKIP Surabaya.
Saidihardjo,dkk. 1996. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial,FIP IKIPJogyakarta.
Thamrin Thalut & Abduh M. 1980. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta :P3G
Departemen P dan K.

Anda mungkin juga menyukai