Anda di halaman 1dari 16

HUKUM ADAT DALAM PERKEMBANGAN

Dosen :
Prof. Dr. Djuhendah Hasan, S.H., M. H.
Fatmi Utarie, S.H., M.H.
Cakupan Mata Kuliah Meliputi:
1. Hukum Perorangan,
2. Hukum Keluarga.
3. Hukum Benda,
4. Hukum Tanah,
5. Hukum Perkawinan,
6. Hukum Waris.
HUKUM PERORANGAN
Pengertian Dewasa
Perkembangan selanjutnya, yaitu dengan keluarnya Keputusan MA No.53
K/SIP/1952 tanggal 1 Juli 1955 : 15 tahun adalah suatu umur yang umum di
Indonesia menurut Hukum Adat dianggap sudah dewasa.
Keputusan MA No. 216 K/SIP/1958 tanggal 3 September 1958: menurut Hukum
Adat di Jawa yang bersifat parental, kewajiban untuk membiayai kehidupan dan
pendidikan seorang anak sebelum dewasa tidak semata-mata dibebankan pada ayah
anak tersebut tetapi kewajiban itu juga ditugaskan pada ibunya.
Pasal 29 KUHPerdata : untuk laki-laki adalah 18 tahun sedangkan untuk wanita
adalah 15 tahun.
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) : Laki-laki adalah 19 tahun dan
wanita adalah 16 tahun.
Pasal 47 UUP:
1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun/ belum pernah melangsungkan
perkawinan berada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak
dicabut dari kekuasaannya.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
1
2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di
luar pengadilan.
Kedudukan Anak
Pasal-pasal dalam UUP menyangkut kedudukan anak:
Pasal 42 : "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah.
Pasal 43 : "Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. "Kedudukan
anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam PP.
Pasal 44 : "Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah
berzinah dan anak ini akibat perzinahan tersebut." Pengadilan
memberikan keputusan tentang sah atau tidaknya anak atas permintaan
pihak yang berkepentingan.
KUHPdt Pasal 29: "Seorang jejaka yang belum mencapai umur genap 18 tahun
seperti pun seorang gadis yang belum mencapai umur 15 tahun, tidak
diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan. Sementara itu
dalam hal adanya alasan-alasan yang penting, Presiden berkuasa
meniadakan larangan ini dengan memberikan dispensasi."

HUKUM KELUARGA
Anak luar kawin diatur dalam pasal 42, 43, 44 UUP.
Kewajiban orang tua terhadap anak : pasal 45 UUP:
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-
baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus
meskipun perkawinan antar kedua orang tua putus.
Kewajiban anak terhadap orang tua; pasal 46 UUP:
1. Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
2
2. Jika anak telah dewasa ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua
dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Pasal 49 UUP :
1 Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaanya terhadap seorang
anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain,
keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa
atau pejabat yang berwenang dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal:
a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya.
b. la berkelakuan buruk sekali.
2 Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban
untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.

Pengangkatan Anak
SE (Surat Edaran) MA Rl No. 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan SE No. 2
Tahun 1979 Mengenai Pengangkatan Anak.
Tertib administrasi:
Bahwa anak angkat adalah sah apabila telah disahkan oleh penetapan dari
pengadilan; kepastian hukum memperoleh kekuatan pembuktian. Tetapi pernyataan
pengangkatan anak yang dilakukan menurut Hukum Adat adalah sah.
Syarat-syarat bagi orang tua antar WNI yang harus dipenuhi:
1. Pengangkatan anak yang dilangsungkan antar orang tua kandung dengan orang
tua angkat (private adoption) diperbolehkan.
2. Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat oleh
perkawinan sah atau belum nikah (single parent adoption) diperbolehkan.
Syarat-syarat bagi calon anak yang diangkat :
1. Anak tersebut berada dalam yayasan sosial dan dilampirkan surat izin tertulis
Departemen Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak
di bidang kegiatan pengangkatan anak.
2. Izin tertulis dari Departemen Sosial, pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut
diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat.
Tentang permohonan pengesahan pengangkatan anak WNA oleh orang tua WNl
(inter country adoption).
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
3
Surat permohonan harus diajukan tertulis ke Pengadilan Negeri.
1. Pengangkatan anak harus dilakukan melalui suatu yayasan sosial yang
memiliki izin dari Depsos. Pengangkatan anak langsung antara orang tua
kandung WNA dengan calon orang tua WNI (Private adoption} tidak
diperbolehkan.
2. Pengangkatan anak WNA oleh seorang WNI yang tidak terikat dalam
perkawinan yang sah atau belum nikah (single parent adoption) tidak
diperbolehkan.
Syarat-syarat calon anak WNA yang diangkat:
1. Usia anak angkat belum mencapai 5 tahun.
2. Penjelasan tertulis dari Depsos bahwa anak angkat WNA yang bersangkutan
diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat oleh calon orang tua angkat WNI
yang bersangkutan.
Tentang permohonan pengangkatan anak WNI oleh orang tua WNA:
Syarat-syarat calon orang tua WNA:
1. Berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia sekurang-kurangnya 3 tahun.
2. Izin tertulis dari Depsos.
3. Pengangkatan anak WNI tersebut harus dilakukan melalui panitia/ yayasan
sosial; disini private adoption tidak diperbolehkan.
4. Pengangkatan anak WNI oleh WNA yang tidak terikat oleh perkawinan tidak
diperbolehkan.
Pemeriksaan di pengadilan, pengangkatan anak WNI oleh orang tua WNI :
1. Hakim mendengar langsung calon orang tua angkat, saudara-saudaranya, juga
mereka yang menurut hubungan kekeluargaan dengan calon keluarga angkat
juga orang yang mempunyai pengaruh, Ketua Adat, Lurah, dll.
2. Orang tua sah/walinya/keluarga yang berkewajiban merawat, mendidik.dan
membesarkan anak tersebut,
3. Yayasan sosial yang telah mendapat izin dan Depsos.
4. Petugas dari instansi sosial setempat yang menjelaskan latar belakang kehidupan
sosial ekonomi,
5. Calon anak angkat kalau menurut umurnya sudah dapat dianggap berbicara,
6. Pihak kepolisian setempat.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
4
Pemeriksaan di persidangan pengangkatan anak WNA oleh WNI :
1. Hakim mendengar langsung calon orang tua angkat, saudara-saudaranya, juga
mereka yang menurut hubungan kekeluargaan dengan calon keluarga angkat
juga orang yang mempunyai pengaruh, Ketua Adat, Lurah, dll.
2. Orang tua sah/walinya/keluarga yang berkewajiban merawat, mendidik.dan
membesarkan anak tersebut,
3. Yayasan sosial yang telah mendapat izin dan Depsos.
4. Petugas dari instansi sosial setempat yang menjelaskan latar belakang kehidupan
sosial ekonomi,
5. Calon anak angkat kalau menurut umurnya sudah dapat dianggap berbicara,
6. Pihak kepolisian setempat.
7. Penjelasan dengan pejabat imigrasi.
Kep. MenSos RI No. 41 /HUK/F/Vll tahun 1984:
Ini berlaku untuk panti asuhan yang ditujukan olch SK tersebut, Pemerintah telah
menunjuk beberapa panti asuhan yang boleh mengadakan pengangkatan anak, tetapi
prakteknya pengangkatan anak atau yayasan yang tidak secara resmi ditunjuk.
Umum:
1 Pengangkatan anak berdasarkan UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak. Adalah salah satu usaha dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak
yang peraturan pelaksanaannya belum terwujud.
2 SE MA No. 6 Tahun 1983
Maksud dan Tujuan :
Merupakan satu pedoman dalam rangka pemberian izin pembuatan laporan sosial
serta pembinaan dan pengawasan pengangkatan anak. Agar terdapat kesamaan
dalam bertindak dan tercapainya tertib administrasi sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku.
Lingkup Pengertian :
1. Pengangkatan anak antar WNI khusus yang berada dalam organisasi sosial,
2. Pengangkatan anak WNA oleh WNI,
3. Pengangkatan anak WNl oleh WNA,
(b) dan (c) disebut inter country adoption
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
5
Syarat-syarat mendapatkan izin :
Bagi pengangkatan anak antar WNI :
Calon orang tua angkat :
1. Berstatus kawin, berumur minimal 25 tahun, maksimal 40 tahun,
2. Selisih umur antara orang tua angkat dengan anak angkat minimal 25 tahun,
3. Saat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya 5 tahun telah menikah
dengan mengutamakan :
a. Tidak mungkin mempunyai anak,
b. Belum mempunyai anak,
c. Mempunyai anak kandung seorang.
d. Mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak kandung.
4. Mampu ekonomi : surat keterangan lurah/Kepala desa,
5. Berkelakuan baik : surat keterangan dari Kepolisian,
6. Sehat jasmani dan rohani : surat keterangan dokter,
7. Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk
kepentingan kesejahteraan.

HUKUM BENDA
Hukum Benda dan Hukum Perjanjian
Merupakan hukum yang bersifat netral artinya tidak perlu ada hal-hal yang bersifat
spiritual.
Syarat perjanjian :
(Adat): kontan. konkrit (KUHPdl): konsensual
Tanah : kurang netral
Hukum adat
Bukan tanah

Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan, Hukum Waris merupakan hukum tidak
netral = sensitif. Misalnya; dalam Hukum Keluarga mengenai masalah perwalian:
Di dalam KUHPdt ; jika orang tua cerai, salah satu dari orang tua tersebut menjadi
wali. Karcna setelah cerai orang tua itu tidak ada; yang ada adalah wali. Sedangkan
di dalam Hukum Adat yang kemudian diakui didalam UUP bahwa perwalian adalah
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
6
dan kerabat atau orang lain dan bukan orang tua; sebab orang tua tetap orang tua
walaupun terjadi perceraian.
Perkembangan Hukum Adat dalam Hukum Keluarga, misalnya:
1. Dianutnya sistem parental. dimana baik perempuan atau laki-laki mempunyai
hak yang sama, misal; sebagai ahli waris, baik secara adat ataupun Hukum
Islam; dan kcmudian sekarang sudah diakui dalam UUP.
2. Pemahaman bahwa isteri bukanlah ahli waris suaminya, tapi sekarang sesuai
dengan perkembangan Hukum Adat isteri mempunyai hak dari harta gono-
gini

dimana adat dulu tidak seperti demikian.
3. Dengan UU No. 1 tahun 1989; ditetapkan bahwa dan 10 orang pewaris
meskipun 9 orang memilih hukum Islam, namun satu tetap tidak setuju dan
lebih memilih Hukum Adat, maka Hukum Adat lah yang dipakai. Namun
perkembangannya sekarang ini ingin menggunakan sistem hukum dimana
musyawarah terlebih dahulu dilakukan; Dalam Hukum Islam dimusyawarahkan
terlebih dahulu baru apabila terjadi perselisihan maka dipakailah hukum
perbandingan.

HUKUM TANAH
UU Pokok Agraria (UUPA) berasaskan pada Hukum Adat. Sistem-sistem yang
tidak ada dalam Hukum Adat diadakan dalam UUPA, misalnya:
Hak Ulayat/hak persekutuan hukum, sekarang hak ulayat menjadi hak persekutuan
atas negara (nasionalitas). Negara mempunyai kekuasaan atas bumi, air dan
kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Asas Pemisahan Horizontal
Hak ulayat pada umumnya batas alam yang dipakai. Namun terkadang batas alam
tersebut banyak perubahan sehingga menyulitkan. UU Kehutanan memliki
peraturan tersendiri dimana suatu negara dapat menguasai tanah sebagai hak negara
dibatasi oleh kepemilikan perorangan/ulayat. Negara kita tidak menganut asas
pemisahan vertikal.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
7
HUKUM PERKAWINAN
Pengertian
Perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat pentnig dalam penghidupan
masyarakat kita, bukan hanya bagi mereka yang bersangkutan. Akan tetapi orang
tuanya, saudara-saudara dan kerabat-kerabatnya. Juga banyaknya aturan-aturan
yang harus dijalankan berhubungan dengan adat istiadat yang mengandung sifat
rnagis religius. Pada umumnya perkawinan didahului dengan pelamaran, dan
umumnya dilanjutkan dengan pertunangan, dahulu (panyangsang, paningset).

Asas Perkawinan
Asas perkawinan monogami:
Pada asasnya Hukum Adat menggunakan asas monogamy, yaitu : seorang laki-laki
harys mempunyai satu orang isteri, begitu juga sebaliknya. (UU No. 10 tahun 1989,
pasal 3).
Pada asasnya dalam satu perkawinan seorang pria hanya boleh memperoleh seorang
isteri dan seorang isteri hanya boleh mempunyai seorang suami. (Undang-undang
Perkawinan)
Pasal 3 :
1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
2. Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4 :
1. Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut
dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan
permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
2. Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
b. Isteri mendapat cacat badan/atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
8
Syarat Perkawinan
Yaitu :
1. 21 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
2. Dengan izin orang tua.

Sistem dan Bentuk Perkawinan
(Lihat : Catatan Kuliah Hukum Adat Hukum Perkawinan)
Perkembangan pada masing-masing sistem kekeluargaan:
1. Pada keluarga matrilineal
Sistem : eksogami
Bentuk : semendo, antara lain :
a. Bertandang
Dianggap suami hanya bertamu saja, anak-anak dari harta pusaka isteri,
tidak ada harta bersama.
b. Menetap
Suami menetap di keluarga isteri, harta bersama bisa ada ataupun bisa juga
tidak ada.
c. Bebas
Yaitu bebas menetap bagi suami isteri tersebut, bebas dari ikatan
kekerabatan dan ada harta bersama.
2. Pada keluarga patrilineal
Sistem : eksogami
Bentuk : jujur, antara lain :
a. Kontan : Batak (Sinamot), Maluku (Beli),
b. Hutang : Batak (Madingding), Bali (Nunggonin), seperti; perkawinan
mengabdi, dibayar dengan tenaga,
c. Tanpa jujur : Gayo (anggap), Sumut (nangkah), Ambon (Anak ambil piara).
Di Lampung ada 4 macam:
1. Semendo tegak-tegik tanpa jujur baro yaitu anak suami dari dalam dan diangkat jadi
anak angkat dan dikawinkan dengan anak isterinya, hal tersebut melanggar 2
larangan adat, yaitu :
a Anak diambil dari klannya sendiri, melanggar eksogami dan kawin jujur.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
9
b Melanggar dengan melaksanakan kawin semendo.
2. Semendo diambil anak (tanpa jujur)
Anak wanita dari luar klannya dijadikan anak angkat dan dikawinkan dengan anak
perempuannya, melanggar adat perkawinan tersebut, yaitu melakukan perkawinan
semendo.
3. Semendo jengirul
Yaitu pria semata-mata hanya wali dan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan
tersebut. Suami tersebut mengelola/mengurusi harta isterinya.
4. Semendo pinjem jago
Suami tersebut hanya datang sekali-sekali, tidak mempunyai hak dan kewajiban.

Harta Perkawinan
Dalam Hukum Adat dikenal 4 macam harta :
1. Asal (bawaan, warisan, harta pusaka),
2. Bujangan (hasil sendiri jika sudah kerja),
3. Gono gini (harta yang didapat dari perkawinan),
4. Hadiah perkawinan.
UUP mengenal 2 macam harta :
1. Harta asal,
2. Harta gono gini.
Pasal 33 :
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 37 :
Bila perkawinan putus karena perceraian. Harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
10
Putusnya Perkawinan serta Akibatnya
Pada masyarakat adat patrilineal: tcgas, tidak boleh cerai; pada matrilineal: jika
cerai anak diasuh oleh istri; parental: bebas atas perjanjian yang disetujui. Jadi dapat
diasuh oleh isteri atau suami.
Pasal 38, Perkawinan dapat putus karena :
1. Kematian,
2. Perceraian,dan
3. Atas keputusan Pengadilan.
Alasan perceraian (PP No. 9 Tahun 1975 pasal 14):
Perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan :
1. Salah salu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa ada izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
6. Antar suami dan isteri terus-terusan terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Akibat perceraian:
Terhadap janda dan duda.
Pasal 37 UUP :
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing.
a. Waktu tunggu bagi seorang janda dimaksud ditentukan sebagai berikut :
1. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
11
2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih
berdatang bulan ditetapkan 3 kali bersuci dengan sckurang-kurangnya 90 hari
dan bagi yang tidak datang bulan ditetapkan 90 hari.
3. Apabila perkawinan putus karena janda tersebut sedang dalam keadaan hamil,
waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
b. Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian
antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan
kelamin.
Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung
sejak jatuhnya putusan pengadilan, sedangkan bagi yang perkawinan putus karena
kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.
Terhadap anak,
Pasal 42 :
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan
mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan
yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat
memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu ikut
memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Pasal 53:
1. Wali dapat dicabut kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam pasal 49
Undang-undang ini.
2. Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.
Putusan MA No. 442 K/Pdt/ 1989 tentang anak luar kawin. Kasus Nugraha
Besoes-Shcrina. Laki-laki juga harus bertanggung jawab terhadap
pendidikan dan penghidupan anak-anak diluar kawin.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
12
Kompilasi Hukum Islam, Putusan MA No.102/sipil/1973. Perwalian anak
patokannya anak kandung yang didahulukan, terutama anak yang masih
kecil karena kepentingan anak menjadi kriteria kecuali jika terbukti ibu
tersebut tidak wajar untuk memelihara anak.
Putusan MA No. 906/K/sip/1973. Siapa dari kedua orang tua yang telah
bercerai berhak memelihara anak. Harus diselesaikan menurut ukuran pada
siapa kiranya anak itu biasa terjamin sebaik-baiknya. Yang dipentingkan
ialah keselamatan, kesejahteraan si anak yang akan dipelihara.
Anak angkat :
1. Anak Angkat karena Perkawinan,
a. Anak angkat yang berhak terhadap harta peninggalan; di Bali (Nyentane), di
Minang kabau (semendo ngangkit), di Lampung (Negiken), di sini anak
angkat berhak terhadap harta, gelar, kerabat orang tuanya.
b. Anak angkat karena perkawinan tetapi tidak berhak terhadap harta
peninggalan, pada dasarnya Hukum Adat, hukum agama tidak
membenarkan adanya perkawinan campuran tetapi dalam perkembangannya
Hukum Adat memberi jalan keluarnya. Menurut Hukum Adat Batak, apabila
akan diadakan perkawinan campuran antar suku maka dilaksanakan dengan
marsileban, yaitu pria dan wanita yang bukan warga adat Batak harus
diangkat dan dimasukkan termasuk sebagai keluarga namboru (marga
penerima darah) dan jika istri yang diangkat itu orang luar maka ia diangkat
sebagai anak tiri dari kerabat hulahula (marga pemberi darah). Di Lampung
jika suami orang luar, ia dapat diangkat oleh kerabat lelaki pihak ibu
(kelama), Dan jika istri yang orang luar maka ia dapat diangkat oleh saudara
wanita dari kerabat bapak (menulung) atau yang bersaudara ibu (kenubi)
Kesimpulannya: Anak angkat karena perkawinan ini dilakukan hanya
memenuhi syarat perkawinan adat. Pengangkatan tersebut tidak menyebabkan si
anak angkat menjadi ahli waris dari bapak angkatnya melainkan hanya
mendapatkan kedudukan kewargaan dalam kesatuan kekerabatan yang
bersangkutan.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
13
2. Anak Angkat karena Kehormatan.
Yaitu pengangkatan anak atau saudara tertentu scbagai tanda penghargaan; di
Lampung: adat mewari, misal mengangkat seorang pejabat pemerintah menjadi
saudara angkat, pengangkatan anak karena baik budi seperti di Minangkabau
(kemenakan batali mas). Pengangkatan anak karena perdamaian sebagai
penyelesaian perselisihan. Pengangkatan ini tidak berakibat menjadi ahli waris
dari ayah angkat si anak. Kecuali diadakan tambahan perikatan ketika upacara
adat dihadapan pemuka adat.
Bagi pegawai negeri yang melaksanakan pernikahan tanpa menghiraukan UUP
diancam hukuman 5 tahun dan jika akan menceraikan isterinya harus meminta izin
pada atasaan sesuai dengan pasal 179 KUHP.
Anak tiri : Dalam perkembangan leviraat huwelijk (perkawinan ganti tikar) di Batak
disebut pareakhon, di Sumsel anggau, yaitu isteri kawin dengan saudara suami,
anak tiri tetap berkedudukan sebagai anak dari bapak kandung.
Juga jika tcrjadi dalam perkawinan vervari huwelijk = sosorat = perkawinan turun
ranjang. Di Lampung disebut hukel, di Jawa disebut karang wulu, yaitu suami
kawin dengan saudara isteri, anak tiri berkedudukan sebagai anak dari ibu
kandungnya.

HUKUM WARIS
(Lihat : Catatan Kuliah Hukum Adat Hukum Waris)
Dalam perkembangannya :
1. Putusan MA No. 141 K/SIP/1959 : Turunan ke atas.
2. Putusan MA No. 59 K/SIP/1958 : Penggantian untuk yang ke bawah.
3. Putusan MA No. 387 K/S1P/1958 : Masyarakat parental tentang janda. Harta
gono gini 1 : 1.
4. Putusan MA No. 179 K/SIP/1961 : Tentang laki-laki dan perempuan mendapat
harta warisan sama dalam masyarakat Batak.
5. Putusan MA No. 320 K/S1P/1958 : Janda pada masyarakat Batak mendapat
harta gono gini 1:1.
6. Putusan MA No. 39 K/S1P/1958 : Harta pusaka milik kaum, harta suarang
(pencaharian) jatuh pada anaknya.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
14
7. Putusan Bukit Tinggi tanggal 2 Maret 1972 No.12. Suami adalah ahli waris
isterinya mengenai harta yang bukan harta pusaka tinggi.
8. Putusan MA No. 476 K/SIP/1982 : Janda berhak terhadap harta bersama.
9. Putusan MA tanggal 2 November 1960 No. 302 K/SIP/1960 : Hukum Adat di
seluruh Indonesia perihal warisan. Mengenai seorang janda, selalu merupakan
ahli waris terhadap barang asal suaminya. Dalam arti bahwa sekurang-
kurangnya dari barang asal itu sebagian harus tetap di tangan janda sepanjang
perlu untuk hidup secara pantas sampai ia meninggal dunia/kawin lagi.
Sedangkan di beberapa bagian Indonesia, disamping penentuan ini mungkin
dalam hal barang-barang warisan adalah berupa amat banyak kekayaan, si janda
perempuan berhak atas sebagian dari barang warisan seperti seorang anak
kandung dari si peninggal warisan.
Tambahan Putusan-putusan mengenai pengangkatan anak :
1. Putusan MA No. 441 K/SIP/1973 tanggal 2 Januari 1973: dalam melakukan hak
warisnya atas harta gono gini, anak angkat menutup hak waris para saudara
orang tuanya.
2. Putusan MA No. 1431 K/PDT/1988 : Pengangkatan anak yang diperlukan tidak
semata-mata formalitas dari pengangkatan anak itu, tapi harus dari kenyataan
sosial yang ada.



Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
15
REFERENSI

Hukum Adat Dalam Yurisprudensi, oleh Prof. Hilman Hadikusuma, S.H.,
Hukum Adat Indonesia dalam Yurisprudensi MA, oleh Prof. R. Subekti, S.H.,
KUHPerdata
Kompilasi Hukum Islam.
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960
Dll.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact Hukum Adat Dalam Perkembangan
16

Anda mungkin juga menyukai