Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis
yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata. sekresi insulin abnormal resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran Gambaran Klinis: Poliuria (peningkatan pengeluaran urine) Polidipsi (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi). Dehidrasi intrasel menstimulasi pengeluaran hormone antidiuretic (ADH; vasopressin) dan menimbulkan rasa haus) Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronis, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relative sel. Sering terjadi penurunan berat badan tanpa terapi. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Aliran darah yang buruk pada pasien diabetes kronis juga berperan menyebabkan kelelahan.
Hubungan BMI 32 dengan DM Pada orang yang mengalami obesitas, terdapat kelebihan kalori akibat makan yang berlebih menimbulkan penimbunan lemak di jaringan kulit. Resistensi insulin akan timbul pada daerah yang mengalami penimbunan lemak sehingga akan menghambat kerja insulin di jaringan tubuh dan otot yang menyebabkan glukosa tidak dapat diangkat ke dalam sel dan menimbun di dalam pembuluh darah. Penumpukan glukosa ini akan meningkatkan glukosa dalam darah.
Hubungan riw. hipertensi dengan DM Resiko diabetes pada penderita hipertensi ternyata disebabkan karena adanya zat angiotensin II. Zat ini merupakan sejenis microvaskuler yang dapat menghambat laju aliran darah dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan hipertensi. Zat angiotensin II ini juga dapat menghambat pelepasan insulin pada saluran buntu pankreas. Akibatnya penderita hipertensi akan mengalami penyakit diabetes karena tubuh kekurangan insulin untuk mengolah kadar gula dalam darah menjadi energi. Walaupun penderita hipertensi menggunakan obat anti-hipertensi yang dapat menurunkan tekanan darah, namun tetap saja penderita hipertensi beresiko menderita diabetes.
Hubungan pekerjaan & jarang olahraga dengan DM Diabetes Melitus tipe 2 juga dapat disebabkan oleh faktor aktifitas fisik yang kurang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi rekrutmen GLUT-4 ke dalam sel untuk tidak melakukan fungsinya dengan baik sehingga pemasukan glukosa ke dalam sel terganggu.