struktur tua tersebut karena jumlah penduduk lanjut usia Indonesia sudah di atas 7%, dan Indonesia merupakan negara tertinggi dalam pertumbuhan penduduk lanjut usia (414% dalam kurun waktu 1990-2010) serta negara keempat dalam hal berpenduduk struktur tua setelah China, India, Amerika Serikat. Badan Pusat Statistik (BPS) mensurvai bahwa jumlah Lansia di Indonesia sebanyak 17.717,800 jiwa atau 7,90% (BPS-Susenas 2006), dan jumlahnya pada tahun 2010 diprakirakan sebesar 23.992.552 (9,77%) dan pada tahun 2020 sebesar 28.822.879 (11,34%). Keadaan Lansia Indonesia, sebanyak 2.426.191 (15%) terlantar, dan sebanyak 4.658.279 (28,8%) rawan terlantar. Di tingkat perdesaan dan perkotaan, jumlah Lansia yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 35,53%, yang tidak tamat SD sebesar 30,77% dan yang tamat SD sebesar 21,27% (BPS-Susenas 2006). Permasalahan akan timbul karena jumlah Lansia yang tidak mem- punyai kemampuan membaca dan menulis sebesar 35,87% (BPS-Susenas 2006). Lantas apa yang harus dilakukan oleh semua kom- ponen bangsa dalam rangka mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan keter- gantungan, kesehatan, atau upaya meningkatkan kesejah- teraan Lansia ? Jika hal ini tidak dilakukan sejak dini, maka tunggu saja problema ini akan merupakan bom waktu yang akan mendatangkan perma- salahan bangsa pada waktu yang akan datang. Kalaulah pada era tahun tujuh puluhan sampai dengan sekarang ini masalah pengendalian ke- lahiran menjadi fokus pelak- sanaan program di bidang kependudukan, maka bisa jadi jika program tersebut kurang berhasil pelaksanaannya maka bangsa ini akan menghadapi sekaligus dua permasalahan di bidang kependudukan yaitu pengendalian angka kelahiran dan sekaligus masalah per- tumbuhan serta meningkatnya jumlah pendu- duk Lansia yang begitu tinggi. Upaya pengendalian kelahiran dewasa ini juga menghadapi permasalahan yang cukup besar. Setelah adanya otonomi daerah, tingkat kelahiran dari tahun ke tahun terus meningkat di mana pada tahun 2002 sebesar 2,24, tahun 2003 sebesar 2,23, dan pada tahun 2004 sebesar 2,39. Selanjutnya akan menjadi lebih sulit mengatasi permasalahannya karena anak-anak yang dilahirkan pada tahun 1990-an akan menjadi remaja pada 2015 di mana mereka siap memasuki jenjang perkawinan. Kemungkinan terjadi baby boom adalah sesuatu yang di depan mata dan akan menambah permasalahan bagi bangsa ini. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Ten- tang Kesejahteraan Lanjut Usia dijelaskan bahwa pemberdayaan adalah setiap upaya mening- katkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut P Oleh: Heru Martono *) Gerakan Nasional Pemberdayaan Lanjut Usia Sudah menjadi pengetahuan umum baik pemerintahan maupun anggota masyarakat lain yang terhimpun dalam organisasi profesi, LSM, yayasan bahkan perkumpulan arisan di kampung-kampung bahwa usia harapan hidup (UHH) yang meningkat mempunyai dampak terhadap jumlah lanjut usia (Lansia) yang dari tahun ke tahun terus bertambah secara pasti. Oleh karenanya Indonesia disebut memasuki era berstruktur lanjut usia (ageing structured). Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dijelaskan bahwa pemberdayaan adalah setiap upaya mening- katkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing. [FOTO: HARIS] 67 Edi si 89/Tahun IX/Juni 2008 Gemari Gemari usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Secara sepintas arah pemberdayaan tersebut sepertinya hanya memberdayakan para lanjut usia agar mempunyai kemampuan, mental spiri- tual, sosial, pengetahuan dan keterampilan. Oleh karena itu, bagaimana pemberdayaan tidak saja terhadap para lanjut usia, dan keluarganya namun juga kepada seluruh komponen bangsa ini agar diberdayakan sehingga upaya-upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia dapat terwujud. Pemberdayaan harus diselenggarakan menjadi suatu gerakan. Pemberdayaan mempunyai tahapan-tahapan yaitu mulai penyadaran, pengembangan potensi, dan pendayagunaan. Pemerdayaan sebagai suatu gerakan nasional Mengapa memberdayakan seluruh kom- ponen bangsa ? Sudah menjadi rahasia umum bahwa di republik ini banyak departemen/ kementerian/instansi dan bahkan institusi, yayasan, dan lembaga swadaya masyarakat yang kegiatan operasionalnya sampai ke tingkat desa/ kelurahan. Intitusi yang sampai di akar rumput itu seperti PKK, Karang Taruna, Posyandu, Ka- rang Lansia. Selain itu banyak petugas lapangan yang dahulu dimiliki oleh berbagai instansi yang saat ini masih ada dan membina desa seperti Petugas Sosial Masyarakat (PSM), Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Selain itu juga banyak instansi yang memberikan pemberdayaan kepada masyarakat di bidang ekonomi produktif ataupun kelompok-kelompok binaan berbagai instansi seperti Yayasan, Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Usaha Ekonomi Produktif (UEP), UP2K, UPPKS, Bina Keluarga Lansia, dan persatuan/ perkumpulan lanjut usia, serta ang- gota masyarakat lainnya. Kepada kelompok-kelompok tersebut perlu diberikan kesadaran dan bekal pengetahuan bagaimana seharusnya membina para lanjut usia. Menyadarkan dan pemberian bekal pengetahuan ini sangat pentingnya sehingga pada akhirnya mereka menjadi relawan-relawan yang dapat membantu para lanjut usia. Potensi tersebut sebenarnya ada, namun bagaimana cara mengembangkan dan mengge- rakkannya? Untuk dapat mengembangkan dan menggerakkan kelompok-kelompok dari berba- gai instansi, pertama-tama yang harus diberikan kepada baik masyarakat maupun kelompok agar mereka sadar bahwa masalah lanjut usia adalah masalah bangsa yang harus ditangani dengan segera. Kemudian tahap berikutnya adalah penge- tahuan tentang bagaimana merawat lanjut usia dan bentuk-bentuk kegiatan apa yang dapat dibe- rikan kepada lanjut usia sehingga mereka tetap menjadi aktif, berdayaguna, dan keberadaannya bermanfaat bagi keluarga dan lingkungannya. Agar kesejahteraan lanjut usia dapat meningkat, maka seluruh departemen/kementerian/ instansi pemerintah lainnya, PKK, Karang Taruna, Posyandu, PSM, PLKB, PPL, Karang Lansia, ke- lompok-kelompok masyarakat harus diberdayakan sehingga kegiatan pemberdayaan tersebut menjadi suatu gerakan secara nasional. Pemberdayaan berbasis masya- rakat Selain itu harus pula disadari oleh seluruh masyarakat bahwa pemerintah mempunyai keterbatasan. Keikutsertaan masyarakat, sebenarnya bukanlah semata-mata karena keterbatasan yang dimiliki pemerintah, namun ada aspek lain yaitu karena jika pemberdayaan tersebut berbasis masyarakat maka masyarakat haruslah peduli kepada lanjut usia yang ada di lingkungannya (home care). Oleh karena itu diharapkan masyarakat tidak akan terburu-buru menitipkan orang tuanya ke panti sosial tresna werda. Penitipan orang tua ke panti sosial tresna werda membawa dampak negatif karena akan memutuskan hubungan emosional dengan anak cucunya. Banyak kasus setelah orang tua bermukim di panti, anak dan cucunya sangat jarang mengunjunginya bahkan ada yang tidak pernah dikunjungi sama sekali. Agar masyarakat menjadi peduli kepada or- ang tua yang berada di lingkungannya, maka harus diberi pengetahuan bagaimana merawat, menyan- tuni lahir dan batin lanjut usia. Pembekalan kepada anggota masyarakat ini adalah sebagai salah satu kunci keberhasilan gerakan nasional pemberdayaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia. Dengan diberikannya pengetahuan bagaimana merawat lanjut usia, diharapkan akan banyak relawan-relawan yang peduli terhadap lanjut usia. Dengan demikian keberadaan panti bukanlah sebagai tempat hunian bagi lanjut usia untuk selamanya, namun sebagai tempat rehabilitasi dan setelah lanjut usia direhabilitasi dikembalikan kepada keluarga dan masyarakatnya. Perlu diberi catatan bahwa pemberdayaan yang disertai dengan kepedulian, pembekalan pengetahuan, sosialisasi, dan dorongan untuk menjadi relawan adalah suatu kunci sehingga upaya mempersiapkan hari esok yang baik bukan sesuatu yang harus ditakuti oleh kita yang pasti akan menjadi lanjut usia juga. *)Penulis adalah Asdep Pemberdayaan Penca dan Lansi Kemenko Kesra/H.Nur) Agar pemberdayaan dapat berhasil maka seluruh komponen bangsa harus ambil bagian mulai departemen/ kementerian/instansi, organisasi profesi, yayasan, institusi masyarakat, PKK, Posyandu, Karang Taruna, Karang Lansia, dan seluruh petugas lapangan dari jajaran instansi pemerintah serta anggota masyarakat.