Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
A. Kasus
Demam Aneh Ibu Nela
Ibu Nela adalah ibu rumah tangga berumur 40 tahun yang sedang
mengandung 4 bulan. Dia tinggal di Desa Sukasubur yang merupakan
daerah yang mayoritas lahan pertanian. Pada suatu hari, Ibu Nela
mengalami demam tinggi, menggigil dan berkeringat secara berlebihan,
anehnya kondisi demam ini hanya timbul setiap 3 hari sekali. Menurut
suaminya, aktivitas yang dilakukan Ibu Nela sebelumnya dalam
kesehariannya tidak ada yang aneh yaitu mengurus pekerjaan di rumah dan
pergi ke ladang sawah tempat suaminya bekerja untuk mengantarkan
makanan. Bidan desa di desa ini mengatakan bahwa sebaiknya Ibu Nela
secepatnya dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit karena kondisinya
yang dikhawatirkan semakin parah. Bidan desa juga mengatakan bahwa
kasus penyakit ini, denghan penderita memiliki kondisi gravida seperti Ibu
Nela, mencapai 18 % secara keseluruhan di provinsi X, letak desa ini
berada. Suami dan para warga sebenarnya ingin membawa Ibu Nela pergi
ke tempat pelayanan kesehatan, tetapi letak desa yang terpencil dan akses
menuju ke tempat pelayanan kesehatan yang masih kurang menjadi
kendala. Bahkan, bidan desa pun memiliki fasilitas yang minim, terutama
untuk kesehatan ibu hamil, seperti kurangnya stok tablet Fe.

B. Tahapan Seven Jump
1. Klarifikasi Istilah Istilah Atau Konsep
Tabel 1.1 Istilah yang Ada di Masalah
1. Gravida 10 Suami
2. Demam tinggi 11. Kesehatan
3. Tablet Fe 12. Akses
4. Pelayanan kesehatan 13. Parah
5. Ibu rumah tangga 14. Penyakit
6. Bidan 1. Petani
7. Rumah sakit 2. Sawah/ Ladang
8. Lahan pertanian 3. Kasus
9. Puskesmas

A. Gravida : keadaan seorang ibu yang sedang hamil
B. Demam tinggi : keadaan dimana suhu tubuh (diukur di mulut) lebih
tinggi dari 37,5C pada seseorang yang dalam keadaan berisitirahat.
Apabila suhu diukur di ketiak, suhunya lebih tinggi dari 37,3C.
Apabila suhunya di telinga, suhunya lebih tinggi dari 37,8C.
C. Tablet Fe : suatu suplementasi zat besi folat yang berbentuk tablet,
tiap tablet 60mg besi elemental dan 1,2 mg asam folat, yang
diberikan oleh pemerintah pada ibu hamil untuk mengatasi masalah
anemia gizi besi. (Depkes RI, 1999)
D. Pelayanan kesehatan : setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok ataupun maysrakat. (Depkes RI, 2009)
E. Ibu rumah tangga : seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan
berbagai macam pekerjaan rumah tangga.
F. Bidan : seseorang yang telah menjalani program pendidikan bidan
yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil
menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persayaratan atau
memiliki izin formal untuk praktik bidan.
G. Rumah sakit : gedung tempat menyediakan dan memberikan
pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan.
H. Lahan pertanian : lahan yang diperuntukkan untuk kegiatan
pertanian.
I. Puskesmas : poliklinik di tingkat kecamatan tempat masyarakat
menerima pelayanan kesehatan dan penyuluhan mengenai keluarga
berencana.
J. Suami : pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita.
K. Kesehatan : keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. (UU No. 36 tahun 2009 ttg
kesehatan)
L. Akses : jalan masuk.
M. Parah : tingkat keadaan yang parah.
N. Penyakit : gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri, virus,
atau kelainan sistem faal atau jaringan pada organ tubuh (pada
makhluk hidup).
O. Petani : warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta
keluargannya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.
P. Sawah/ Ladang : lahan pertanian yang berpetak-petak yang dibatasi
oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan atau menyalurkan
air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang darimana
diperolehnya atau status lahan tersebut.
Q. Kasus : keadaan yang sebenernya dari urusan atau perkara.

7. Membuat Daftar Masalah (define the problems)
1. Ibu Nela yang sedang hamil serta mengalami demam tinggi, menggigil
dan berkeringat secara berlebihan
2. Pengaruh akses pelayanan kesehatan terhadap kesehatan ibu Nela
3. Fasilitas di desa Sukasubur yang minim
4. Hubungan ibu hamil resiko tinggi dengan lingkungan dan tempat tinggal
yang mayoritas pertanian
5. Prevalensi kasus di Provinsi X mencapai 18 %
6. Kurangnya stok tablet Fe terhadap kesehatan ibu hamil
7. Butuhnya fasilitas kesehatan ibu hamil di daerah rawan bibit penyakit
8. Kurangnya informasi mengenai kehamilan resiko tinggi
9. Daerah mayoritas lahan pertanian kemungkinan menyebabkan kasus
seperti Ibu Nela dan ibu lainnya
10. Hubungan antara kesehatan ibu hamil risiko tinggi dengan lingkungan
akses dan fasilitas kesehatan serta letak desan yang terpencil, akses
menuju tempat yankes dan stok tablet Fe.
Kesimpulan masalah : Hubungan ibu hamil risiko tinggi dengan daerah
pertanian dan minimnya akses serta fasilitas pelayanan kesehatan di desa
Sukasubur.
Untuk mempermudah dalam menyusun sebuah hipotesis, maka setiap
istilah-istilah dalam kesimpulan masalah dijelaskan lebih rinci apa saja yang
berhubungan dengan istilah-istilah tersebut berdasarkan hasil brain storming
kelompok, yakni seperti berikut :
1. Ibu hamil risiko tinggi :
1. Usia kehamilan kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
2. Anemia
3. Grande multi
4. Abortus
5. Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun
6. Riwayat penyakit infeksi
7. Perdarahan
8. Lila < 23,5
9. Hipertensi
2. Daerah pertanian :
1. Cacing tambang
2. Nyamuk anopheles
3. Pestisida
4. Tikus
3. Pelayanan Kesehatan :
1. Bidan
2. Logistik (ketersediaan obat)
3. Kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan
4. Kuantitas dan kualitas kader posyandu
5. Polindes
6. Puskesmas
7. Rumah sakit
4. Akses ke yankes
1. Jarak
2. Transportasi
3. Keadaan geografis

5. Menganalisis Masalah (analyze the problems = brain storming)
Setelah membuat daftar masalah dan merinci istilah-istilah yang
ada pada kesimpulan masalah yang telah ditentukan, maka langkah
selanjutnya ada penyusunan hipotesis yang disesuaikan dengan kasus.
Hipotesis yang telah dibuat berdasarkan hasil brain storming kelompok
adalah bahwa Ibu Nela terkena malaria malariae dengan vektor nyamuk
Anopheles acconitus yang berhabitat di persawahan, dengan gejala
demam tinggi periodik, menggigil, dan berkeringat berlebihan.

6. Mendaftar Semua Penjelasan Terhadap Poin Secara Sistematik, Lalu
Meringkasnya.
Untuk mendiskusikan dan menjelaskan masalah-masalah yang
timbul di poin 3, maka digunakan teori H.L. Blum dimana status
kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan, dan genetik










Gambar 1.1 Fishbone Malaria Tertiana
LINGKUNGAN
Biologi
Adanya
hewan
ternak
Fisik
Sawah
Daerah
yang
terpencil
PELAYANAN
KESEHATAN
Keterjangkauan
Ketersediaan
tablet Fe
Fasilitas
minim
GENETIK PERILAKU
Kebiasaan ibu
yang sering ke
sawah Kebiasaan ibu
yang sering di
rumah
A. Tujuan
2. Tujuan umum
Untuk menemukan dan menganalisis masalah berdasarkan kasus
Demam Aneh Ibu Nela
3. Tujuan Khusus
A. Untuk mengetahui pengertian Malaria
B. Untuk mengetahui penyebab Malaria
C. Untuk mengetahui gejala dan tanda Malaria
D. Untuk mengetahui vektor penyakit (morfologi, habitat, dan siklus
hidup) Malaria
E. Untuk mengetahui riwayat alamiah Malaria
F. Untuk mengetahui mekanisme penularan Malaria
G. Untuk mengetahui faktor risiko Malaria
H. Untuk mengetahui hubungan Malaria dengan ibu hamil
I. Untuk mengetahui epidemiologi Malaria
J. Untuk mengetahui pengobatan Malaria
K. Untuk mengetahui pengendalian Malaria
L. Untuk mengetahui pencegahan Malaria

M. Manfaat
Untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam
menganalisa kasus.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium, yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah
manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina. Penyakit malaria merupakan penyakit menular yang
banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis.
Parasit malaria merupakan suatu protozoa darah yang termasuk
dalam Phylum Apicomplexa, kelas Protozoa, subkelas Coccidiida, ordo
Eucudides, sub ordo Haemosporidiidae, famili Plasmodiidae, genus
Plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah P.vivax,
P. malariae, P. ovale. subgenus Lavarania dengan spesies yang
menginfeksi malaria adalah P. Falcifarum, serta subgenus Vinkeia yang
tidak menginfeksi manusia (menginfeksi kelelawar, binatang pengerat dan
lain-lain) (Yawan, 2006).

2. Penyebab Malaria
Malaria disebabkan oleh agent dari genus Plasmodium. Di
indonesia sampai saat ini ada 4 (empat) macam Plasmodium yaitu :
1. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum.
2. Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax
3. Plasmodium malariae menyebabkan malaria malariae
4. Plasmodium ovale menyebabkan malariae ovale

Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis
plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection).
Biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara P.
falciparum dengan P. vivax atau P. malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga
jenis parasit sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi
campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki endemisitas
tinggi. P. falciparum, salah satu organism penyebab malaria, merupakan
jenis yang paling berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain
yang menginfeksi manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Saat
ini, P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang
paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan
angka kesakitan dan kematian pada manusia.

5. Gejala Dan Tanda Penyakit Malaria
Gejala penyakit malaria bisa berbeda tergantung pada jenis
parasit plasmodium apa yang berada dalam sel darah seseorang. Untuk
jenis Plasmodium vivax dan P. ovale, demam akan berlangsung sekitar
dua hari sekali, dan untuk Plasmodium malariae demam akan
berlangsung sekitar 3 hari sekali, sedangkan untuk plasmodium yang
paling berbahaya yaitu P. falciparum, demam panas dingin dapat terjadi
berulang-ulang dalam beberapa jam. Pada anak-anak gejala khas
ditunjukan oleh sikap yang tidak normal (abnormal), yang dapat menjadi
pertanda telah terjadi kerusakan cukup parah pada jaringan otak, yang
dapat berlanjut menjadi anemia akut selama perkembangan usia anak
tersebut.
Hampir semua kasus penyakit malaria akut yang mengarah ke
koma dan kematian disebabkan oleh jenis P. falciparum, dimana
gejalanya timbul sekitar enam sampai empat belas hari setelah digigit
nyamuk (infeksi). Penyakit malaria parah jika tidak diobati dengan baik
dapat menimbulkan komplikasi berbahaya seperti pembengkakkan pada
hati (liver) bahkan gagal ginjal. Penyakit malaria akut ini jika tidak
ditangani dengan baik dapat menimbulkan kematian dengan cepat dalam
hitungan hari bahkan jam. Berikut adalah gejala-gejala khusus pada
dewasa dan anak-anak yang ditimbulkan oleh tiap-tiap jenis plasmodium
malaria :
1. Penyakit malaria tidak akut Plasmodium vivax , P. ovale, dan P.
malariare.
1. Gejala awal pada dewasa :
1. Demam panas dingin, menggigil.
2. Nyeri otot
3. Lesu dan lemas
4. Muntah
5. Gejala awal pada anak-anak :
1. Pernapasan dangkal dan cepat
2. Batuk
3. Demam yang disertai kejang
4. Penyakit malaria Plasmodium falciparum akut.
1. Gejala awal pada anak-anak :
1. Koma, kejang-kejang, kejang otot yang menyebabkan tubuh
melengkung.
2. Gagal ginjal, dan jumlah urin yang sangat sedikit (kurang dari
400 ml per hari)
3. Cairan pada paru-paru
4. Pernapasan dangkal, dan kekurangan oksigen.
5. Komplikasi lanjutan pada orang dewasa :
1. Kencing darah
2. Demam tinggi (lebih dari 40 derajat celcius)
3. Kejang
4. Syok
5. Pendarahan
6. Koma
7. Gejala awal pada anak-anak :
1. Gula dalam darah sangat rendah
2. Kejang-kejang menyebabkan tubuh melengkung ke belakang
3. Koma
4. Lubang hidung membesar
5. Pendarahan

Parasit plasmodium memerlukan waktu beberapa hari mulai dari
terinfeksi hingga menimbulkan gejala penyakit malaria. Rentang waktu ini
disebut sebagai masa inkubasi.
1. Plasmodium Malariae waktu inkubasinya 18-40 hari
2. Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale 12-18 hari
3. Plasmodium falciparum 9-14 hari
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain :
1. Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita
merasakan demam muncul setiap hari ketiga.
2. Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita
merasakan demam setiap hari keempat.

3. Vektor Penyakit Malaria
1. Morfologi Anopheles acconitus
Nyamuk Anopheles aconitus berukuran kecil (4-13 mm) dan
rapuh. Kepalanya mempunyai probosis halus dan panjang melebihi
panjang kepala. Pada nyamuk betina probosis dipakai sebagai alat
untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk
menghisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-
buahan, dan juga keringat. Di kiri kanan probosis terdapat palpus
yang terdiri atas 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri atas 15
ruas. Antena pada nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada
nyamuk betina jarang (pilose). Sebagian besar toraks yang tampak
(mesontom), diliputi bulu halus. Bulu ini berwarna putih atau kuning
dan membentuk gambaran yang khas untuk masing-masing spesies.
Posterior dari mesonotum terdapat skutelum yang berbentuk
melengkung (rounded). Sayap nyamuk panjang dan langsing,
mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik sayap
(wing scales) yang terletak mengikuti vena. Pada pinggir sayap
terdapat sederetan rambut yang disebut fringe. Abdomen berbentuk
silinder dan terdiri atas 10 ruas. Dua ruas yang terakhir berubah
menjadi alat kelamin. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki (hexapoda)
yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri atas 1 ruas femur, 1
ruas tibia, dan 5 ruas tarsus (Hoedojo, 2000). Nyamuk Anopheles
aconitus menghisap darah atau cairan lain dalam posisi menungging
(Soedarto, 1989).








Gambar 1.3 Morfologi Nyamuk Anopheles

2. Habitat Anopheles acconitus
Anopheles aconitus dapat ditemukan dari permukaan laut sampai
zona bukit di dataran tinggi pada ketinggian (600-800 m), tetapi
umumnya terbatas pada bawah 1000 m. Tergantung pada musim
(curah hujan / siklus pertanian), nyamuk menjadi sangat berlimpah.
Larva sering ditemukan di daerah terbuka di dekat kaki bukit dan
pinggiran hutan dan sawah, berbagai kolam dangkal dan sungai
yang bergerak lambat. dataran pantai dan sawah dataran tinggi
(tanaman muda dan tua) merupakan habitat yang sangat disukai.
Larva juga dapat ditemukan berlimpah di sawah dan kolam tadah
hujan di lahan kering. Larva ditemukan di habitat perairan secara jelas
(tidak tercemar tapi kadang-kadang keruh), air tawar yang tergenang
atau mengalir lambat, sebagian besar terkena sinar matahari. Di
daerah persawahan, larva didapatkan pada saluran irigasi dengan
tinggi permukaan air antara 5-10 cm.
Dalam kebanyakan kasus, habitat larva umumnya terdapat
berbagai tanaman mengambang (misalnya eceng gondok) dan
ganggang. Kadang kadang spesies ini ditemukan dalam sumur,
lubang, roda roda bekas, atau wadah kecil. Nyamuk dewasa dapat
ditemukan sepanjang tahun di kebanyakan daerah tetapi sering
menunjukkan puncak populasi musiman yang kuat yang bertepatan
dengan waktu panen padi.

3. Siklus Hidup Anopheles acconitus
Anopheles mengalami empat tahap perkembangan dalam siklus
hidupnya; telur, larva, pupa dan dewasa. Daerah yang disenangi
untuk meletakkan telur-telur Anopheles aconitus adalah genangan air
dengan dasar tanah seperti dipinggiran sawah dan parit.

















Gambar 1.3 Siklus Hidup Nyamuk Anopheles

1. Di dalam air
1. Telur
Telur Anopheles aconitus berwarna putih yang kemudian
berubah menjadi gelap, berbentuk oval, dan menetas selama
2-3 hari. Telur-telur tersebut diletakkan di permukaan air
secara individual atau saling berlekatan di ujung-ujungnya.
Masing-masing telur memiliki panjang sekitar 0,44 mm
dengan sepasang sayap pengapung yang melekat sepanjang
kira-kira 0,8 mm di sisi panjangnya. Adapun hasil pengamatan
Barodji et al. (1985) setiap ekor nyamuk betina dapat
menghasilkan telur yang bervariasi yaitu 2-168 butir telur
dengan rata-rata 91 butir. Dalam keadaan normal telur-telur
Anopheles aconitus menetas setelah 48 jam. Suhu optimum
untuk perkembangan telur Anopheles aconitus adalah 25-
36
0
C, sedangkan pada suhu 20
0
C dan 40
0
C akan
menurunkan aktivitas fisiologisnya (Ramachandra 1981 dalam
Winarno 1989).



2. Larva
Larva Anopheles aconitus memiliki panjang 1,5 mm, serta
mengalami perkembangan kepala dengan baik yang
dilengkapi sikat pada mulutnya dan berfungsi saat makan.
Larva mempunyai thorax yang lebar dan mempunyai
abdomen yang bersegmen-segmen. Larva belum mempunyai
kaki. Berbeda dengan larva lain, larva Anopheles aconitus
tidak mempunyai siphon sehingga posisi larva sejajar dengan
permukaan air. Larva bernafas melalui sepasang spirakel
yang berada pada segmen abdomen ke-8, sehingga seringkali
larva harus naik ke permukaan air. Larva menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk memakan alga, bakteri dan
mikroorganisme lain yang ada di lapisan permukaan air yang
tipis. Larva akan segera menyelam bila mengalami gangguan,
bergerak dengan menggerakkan seluruh anggota badannya
termasuk menggerakkan sikat yang ada pada mulutnya. Larva
mengalami 4 tahap perkembangan atau instar selama 7-8
hari. Setelah mencapai larva 4, larva akan berubah menjadi
pupa. Larva Anopheles aconitus umumnya ditemukan di air
yang bersih, rawa, hutan mangrove, sawah, parit, tepi sungai
dan genangan air hujan.

3. Pupa
Pupa dilihat dari samping berbentuk seperti koma dan
tidak makan. Kepala dan thorax menyatu menjadi
cephalothorax dengan abdomen melengkung. Umur pupa
rata- rata dua hari, pada suhu 23-32
0
C dan kelembaban 58-
85%. Seperti halnya larva, pupa seringkali naik ke permukaan
air untuk bernafas. Pupa bernafas menggunakan sepasang
alat respirasi berbentuk terompet yang ada di dorsal
cephalothorax. Setelah beberapa hari, bagian dorsal dari
cephalothorax akan sobek dan nyamuk dewasa akan muncul.



2. Di luar air
1. Nyamuk dewasa
Lama perkembangan dari telur menjadi dewasa bervariasi
tergantung pada suhu lingkungan, kelembaban, dan
makanan. Nyamuk dapat berkembang dari telur menjadi
dewasa paling cepat 5 hari, tetapi umumnya membutuhkan
waktu 10-14 hari pada iklim tropis. Anopheles aconitus
dewasa mempunyai bentuk tubuh yang ramping terdiri dari
tiga bagian tubuh yaitu kepala, thorax dan abdomen.
Setelah beberapa hari berubah dari pupa menjadi nyamuk
dewasa, Anopheles aconitus dewasa akan melakukan
perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi di sore hari
dengan cara jantan yang mendatangi sekawanan betina.
Jantan hidup sekitar satu minggu dengan menghisap nektar
atau gula dari sumber yang lain. Betina juga membutuhkan
nektar untuk energi selain darah. Setelah kenyang darah,
betina akan beristirahat selama beberapa hari sementara
darah akan dicerna dan telur mengalami perkembangan.
Proses ini tergantung pada suhu, umumnya membutuhkan 2-3
hari pada iklim tropis. Betina di alam dapat hidup 2-3 minggu,
tetapi di laboratorium betina dapat hidup selama satu bulan
atau lebih. Lama hidup Anopheles sangat tergantung pada
suhu, kelembaban dan kemampuan dalam mencari darah.

3. Perilaku Anopheles aconitus
Penularan malaria oleh A. aconitus berlangsung di luar maupun di
dalam rumah. Meskipun nyamuk A. Aconitus dominan menggigit di
luar rumah, akan tetapi apabila pada malam hari tidak ada orang di
luar rumah, maka nyamuk akan masuk ke dalam rumah untuk
mencari darah. A. Aconitus dalam mencari mangsa bersifat
heterogen, artinya tidak ada selektif hospes bagi spesies ini untuk
mendapat mangsa sebagai sumber darah. Spesies ini sangat adaptif
dan cepat mencari mangsa pengganti apabila hospes favorit (pilihan)
tidak dijumpai di lingkungannya.
Sehubungan dengan sifat nyamuk A. Aconitus yang lebih suka
menghisap darah binatang, maka peran kandang ternak (sapi atau
kerbau) yang keberadaannya di dalam rumah akan menunjang
terjadinya vektor nyamuk tersebut berada dalam rumah dan akan
menghisap penghuni rumah tersebut. Jenis ini aktif menggigit
sepanjang malam, yang terbanyak ditangkap pukul 18.00-22.00.
Nyamuk An.aconitus mulai menggigit pukul 18-19.00 serta mencapai
puncak antara pukul 21.00-22.00.

4. Perilaku istirahat nyamuk A. Aconitus
Aktivitas dan kebiasaan nyamuk A. Aconitus untuk istirahat atau
hinggap dilaporkan oleh Tri Boewono (1981) yaitu 72% ditemukan
hinggap dengan ketinggian kurang dari 75 cm dari dasar pantai. Pada
pagi hari nyamuk jenis ini banyak ditemukan di tebing sungai, hinggap
di lubang tebing, dekat air mengalir yang selalu basah dan lembab.
Tempat istirahat buatan (pit shelter) yang berupa lubang galian di
dalam tanah sangat efektif sebagai penangkap A. Aconitus.

5. Riwayat Alamiah Penyakit Malaria
Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis merupakan
petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala klinis ini
dipengaruhi oleh jenis/strain plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah
parasit yang menginfeksi. Malaria sebagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Di
duga terjadinya demam berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya merozoit/skizon), atau akhir-akhir ini dihubungkan dengan
pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin
dan atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita demam tidak terjadi
misalnya pada daerah hiperendemik, banyak orang dengan parasitemia
tanpa gejala. Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis
plasmodium yang menyebabkan infeksi.
1. Jenis Parasit
Agen penyebab malaria dari genus plasmodium, familia
flasmodidae, dari Orde Coccidiidae. Penyebab malaria di indonisia
sampai saat ini ada empat macam plasmodium, yaitu :
A. Plasmodium falcifarum, penyebab penyakit malaria tropika
B. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertian
C. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria kuartana
D. Plasmodium ovale, penyebab penyakit tertian, jenis ini jarang
sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika.

Seorang penderita dapat ditulari oleh lebuh dari satu jenis
plasmodium, biasanya infeksi ini disebut infeksi campuran (mixed
infection). Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaiti
campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax
atau plasmodium malariae, campuran tiga jenis plasmodium jarang
sekali terjadi.
Sifat-sifat spesifik agen penyebab berbeda-beda untuk setiap
spesies malaria dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi
klinis dan penularan. P. falcifarum mempunyai masa infeksi yang
paling pendek, namun menghasilkan parasitemia yang paling tinggi,
gejala yang paling berat dan masa inkubasi yang paling pendek.
Gamitosit P. falcifarum baru berkembang setelah 8-15 hari sesudah
masuknya agen parasit ke dalam darah. Gamitosit P. falcifarum
menunjukan peridisitas dan infektivitas yang berkaitan dengan
kegiatan menggigit vector. P. vivax dan P. ovale pada umumnya
menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan dan
mempunyai masa inkubasi yang lebih lama. Sporozoit P. vivax dan P.
ovale dalam hati berkembang menjadi sizon jaringan primer dan
hipnozoit. Hipnozoid ini yang menjadi sumber untuk terjadinya relaps.










Tabel 2.1 Karakteristik Plasmodium

P. falciparum P. vivax P. Ovale P. Malarine
siklus eksoertitrositik 5-7 8 9 14-15
primer (hari

siklus aseksual dalam 48 48 50 72
darah (jam)
masa prepaten (hari) 6-25 8-27 12-20 18-59
masa inkubasi (hari) 7-27 13-17 14 23-69
keluarnya gametosit
(hari) 8-15 5 5 5-23
jumlah merozoit per
sizon 3-40.000 10.000 15.000 15.000
jaringan
siklus sporogoni dalam 9-22 8-16 12-14 16-35
nyamuk (hari)

2. Siklus Hidup Parasit Malaria
Plasmodium mempunyai siklus hidup yang lebih kompleks, karena
selain terjadi pergantian generasi seksual dan aseksual juga
mengalami pergantian hospes. Terdiri dari siklus seksual (sporogoni)
yang berlangsung pada nyamuk Anopheles betina, dan siklus
aseksual yang berlangsung pada manusia. Siklus hidup pada
manusia terdiri dari fase exo-erithrocytic di dalam parenkim sel hepar
dan fase erithrocytic schizogoni (Good, 2007).
A. Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk
Nyamuk Anopheles betina mengingesti eritrosit yang
mengandung mikrogametosit dan makrogametosit dari penderita.
Di dalam tubuh nyamuk terjadi perkawinan antara
mikrogametosit dan makrogametosit menghasilkan zigot.
Perkawinan ini terjadi di dalam lambung nyamuk. Zigot
berkembang menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding
lambung nyamuk berkembang menjadi ookista, setelah ookista
matang dan pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar
saliva nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia (BPPT,
2007).
B. Fase aseksual (skizon) dalam tubuh hospes perantara/manusia
1. Siklus dalam sel hepar (skizon eksoeritrositik)
Melalui gigitan nyamuk Anopheles, sporozoit masuk aliran
darah selama - 2 jam kemudian menuju hepar untuk
berkembang biak (Basuki & Darmowandowo, 2006).
Sporozoit-sporozoit ini dengan cepat (beberapa menit)
menginvasi sel hepar kemudian berkembang menjadi skizon
eksoeritrositik. Masing-masing skizon eksoeritrositik
mengandung merozoit sampai 30.000. sel hapar yang telah
terinfeksi skizon eksoeritrisitik mengalami ruptur dan
melepaskan merozoit dewasa ke aliran darah (Good, 2007).
2. Siklus eritrosit (skizon eritrositik)
Merozoit merozoit yang dilepaskan dari sel hepar
menginvasi eritrosit, berkembang menjadi ringform, kemudian
tropozoit, dan akhirnya akan menjadi skizon. Eritrosit yang
mengandung skizon mengalami ruptur dan melepaskan
merozoit yang siap menginvasi eritrosit yang lain. Sebagian
besar merozoit masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil
membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk
dihisap nyamuk Anopheles betina dan melanjutkan siklus
hidupnya di tubuh nyamuk. Siklus aseksual di eritrosit pada
Plasmodium falciparum terjadi selama 48 jam (Gardiner et al ,
2005).
Nyamuk Anopheles menggigit manusia, sporozoit masuk
aliran darah. Sporozoit menginvasi hepatosit berkembang
menjadi skizon eksoeritrositik. Skizon ruptur dan melepaskan
banyak merozoit. Merozoit yang dilepaskan menginfeksi red
blood cell (RBC), berkembang menjadi ringform, kemudian
tropozoit, dan akhirnya menjadi skizon. Skizon ruptur dan
melepaskan merozoit. Merozoit ada yang menginfeksi RBC
kembali dan ada yang berkembang menjadi gametosit
(sumber: Good, 2007).

3. Mekanisme Penularan Penyakit Malaria
Malaria dapat ditularkan melalui 2 cara yaitu cara alamiah dan
bukan alamiah.
1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk
anopheles.
2. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, ialah
:
1. Malaria bawaan (kongenital), disebabkan adanya kelainan pada
sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu
kepada bayi yang dikandungnya. Selain melalui plasenta
penularan dari ibu ke bayi melalui tali pusat.
2. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau
jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada
para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang
tidak steril. Penularan infeksi seperti ini dapat ditularkan jika
seseorang yang terinfeksi plasmodium malariae, dalam darahnya
mengandung sporozoit yang siap ditularkan (sudah mengalami
fase skizon eksoeritrositik dan fase eritrositer).

3. Faktor Resiko Penyakit Malaria
1. Faktor Parasit
Parasit malaria harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang
cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat
yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri
dengan kondisi spesies vektor Anopheles (anthropofilik) agar
sporogoni dapat menghasilkan sporozoit infektif.
Sifat sifat parasit berbeda beda untuk setiap spesies malaria
dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan.
P. falciparum mempunyai masa infeksi yang paling pendek, namun
menghasilkan parasitemia paling tinggi, gejala yang paling berat dan
masa inkubasi yang paling pendek. P. falciparum baru berkembang
setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah.
Gametosit P. falciparum menunjukkan periodisitas dan infektivitas
yang berkaitan dengan kegiatan menggigit vektor P. vivax dan P.
ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala
yang lebih ringan dan masa inkubasi yang lebih lama. Sporosoit P.
vivax dan P. ovale dalam hati berkembang menjadi sizon jaringan
primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini yang menjadi sumber untuk
terjadinya relaps.
Setiap spesies malaria terdiri dari berbagai strain yang secara
morfologik tidak dapat dibedakan. Strain dari suatu spesies yang
menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat menginfeksi vektor di
tempat lain. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya relaps juga
berbeda menurut geografis. Plasmodium vivax di daerah Eropa Utara
mempunyai masa inkubasi lebih lama, sedangkan P. vivax dari
Pasifik Barat (termasuk Irian Jaya, Chessn strain ) mempunyai pola
releps yang berbeda. Terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria
juga berbeda beda menurut strain geografik parasit dan hal ini
sangat dipengaruhi oleh lamanya penggunaan obat dan juga
kebiasaan minum obat yang kurang baik dari masyarakat setempat.
Pola resistensi di Irian Jaya juga berbeda dengan pola resistensi di
Sumatera dan Jawa.
2. Faktor Manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang
dapat terkena malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis
kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan
karena perbedaan variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi
di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibody maternal
yang diperoleh secara transplasental.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai
respon imun yang lebih kuat dibandingkan laki laki, namun
kehamilan menambah risiko malaria. Malaria pada wanita hamil
mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak
antara lain berat badan lahir yang rendah, abortus, partus premature,
dan kematian janin intrau terin.
Malaria congenital sebenarnya sangat jarang dan sebenarnya
kasus ini berhubungan dengan kekebalan yang rendah pada ibu.
Secara proporsional malaria congenital lebih tinggi di daerah
prevalensi di daerah malaria rendah.


3. Faktor Nyamuk
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina. Lebih dari 400 jenis spesies Anopheles di dunia,
dilaporkan hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan
dapat menularkan malaria.
Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik,
namun dapat juga hidup di daerah beriklim sedang bahkan dapat
juga hidup di Arktika. Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian
lebih dari 20002500 m. Sebagian besar nyamuk Anopheles
ditemukan di daerah dataran rendah.
Penularan malaria oleh Anopheles acconitus berlangsung
baik di luar maupun di dalam rumah. Meskipun dalam hasil
penangkapan nyamuk menunjukkan bahwa Anopheles acconitus
dominan menggigit di luar rumah. Akan tetapi apabila pada malam
hari tidak ada orang di luar rumah, maka nyamuk akan masuk ke
dalam rumah untuk mencari darah. Pada umumnya nyamuk
Anopheles acconitus betina lebih tertatik menghisap hewan ternak
terutama kerbau daripada manusia. Di daerah yang kandang
ternaknya satu atap dengan orang, demikian pula apabila jumlah
ternaknya relatif sedikit, indeks darah orang hasil uji presipitin. Jenis
ini aktif menggigit sepanjang malam, walaupun yang terbanyak
ditangkap pukul 18.00 22.00 Anopheles acconitus lebih banyak
ditangkap di luar rumah daripada di dalam rumah. Barodji (1983)
melaporkan bahwa Anopheles acconitus menggigit orang di dalam
rumah yang memiliki ternak (kerbau/ sapi), lebih tinggi daripada
rumahyang tidak ada ternaknya. Menurut Joshi, dkk (1977),
Anopheles acconitus lebih banyak menggigit di luar rumah daripada
di dalam rumah, puncak kepadatan tertinggi menggigit orang terjadi
sebelum tengah malam, yaitu pada pukul 18.00 22.00. Barodji
(1983) juga melaporkan bahwa Anopheles acconitus dalam mencari
mangsa bersifat heterogen, artinya tidak ada selektifitas hospes bagi
spesies ini untuk mendapat mangsa sebagai sumber darah. Spesies
ini sangat adaptif dan cepat mencari mangsa pengganti, apabila
hospes favorit (pilihan) tidak dijumpai di lingkungannya.

Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan oleh hal
hal sebagai berikut ;
1. Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia, karena semakin
padatsemakin sering kontak dengan manusia.
2. Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilik.
3. Kesukaan menghisap darah (ini tergantung dari suhu)
4. Lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam nyamuk
sehingga menjadi infektif).
5. Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan
kemudian menginfeksi jumlah berbeda beda menurut spesies.

1. Faktor Lingkungan
1. Lingkungan Fisik (Persawahan)
Faktor meteorologi yang mempengaruhi terjadinya malaria
antara lain suhu, kelembaban, hujan, kecepatan angin, sinar
matahari, dan arus air.
1. Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam
nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 30C.
Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa
inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah
suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu
ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu 26,7C masa
inkubasi ekstrinsik adalah 1012 hari untuk P. falciparum dan
811 hari untuk P. vivax, 1415 hari untuk P. Malariae dan P.
ovale.
2. Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk,
meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat
kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk
memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang
lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Apabila
kondisi dalam rumah memiliki kelembaban yang tinggi, maka
akan mempengaruhi kebiasaan menggigit dan istirahat
nyamuk.
3. Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan
nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya
pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor
dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan
memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk
Anopheles.
4. Angin
Kecepatan angin saat matahari terbit dan terbenam yang
merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar
rumah, adalah salah satu faktor yang ikut mempengaruhi jarak
terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara
nyamuk dan manusia.
5. Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda. Menurut Yudhastuti (2005), ada 3
kelompok nyamuk yang berhubungan dengan sinar matahari
serta terlindung tidaknya tempat perindukannya, yaitu senang
sinar matahari (heliophilic), tidak senang sinar matahari
(heliophobic), dan suka hidup di habitat yang terlindung
(shaded). Dengan kondisi inispesies yang heliophilic, misalnya
An. maculates, An. sundaicus, An. barbirostris, dan An.
acconitus. Spesies heliophobic adalah An. umbrosus dan
spesies shaded adalah An. balabacensis.
6. Arus Air
Tempat-tempat perkembangbiakan An. acconitus adalah di
air menggenang, sawah, irigasi yang bagian tepinya ditumbuhi
rumput dan tidak begitu deras airnya. An. barbirostris
menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat,
sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras dan
An. letifer menyukai air tergenang.
Selain faktor meteorologi, faktor geografis juga menjadi faktor
resiko terjadinya malaria. Faktor geografi tersebut seperti
persawahan, karena di persawahan banyak terdapat
genangan air yang memugkinkan menjadi habitat nyamuk
anopheles penyebab malaria khususnya anopheles aconitus.
Faktor geografis lain yaitu ketinggian. Pada ketinggian diatas
2000 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila
terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El nino. Di
pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria
kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi
masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m diatas
permukaan laut (di Bolivia).


7. Lingkungan Biologik
Keadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya
tumbuhan salak, bakau, lumut ganggang dan berbagai tumbuhan
lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat
menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan
mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemangsa
larva seperti ikan kepala putih (Panchax spp), gambusia, nila,
mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk
disuatu daerah. Begitu pula adanya hewan piaraan seperti sapi,
kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada
manusia, bila ternak tersebut kandangnya terpisah dari rumah.

8. Lingkungan Perilaku
Faktor sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian
malaria seperti : kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai
larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik
akan memudahkan kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran
masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi
kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain
dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu.
Memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat
nyamuk. Berbagai kegaiatan manusia seperti pembuatan
bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan
pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan
lingkungan yang menguntungkan penularan malaria.
Kejadian-kejadian seperti konflik antar penduduk, gempa
bumi, tsunami dan perpindahan penduduk dapat pula menjadi
faktor penting untuk meningkatkan malaria. Peningkatan
pariwisata dan perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan
meningkatnya kasus malaria yang diimport.

9. Hubungan Malaria dengan Ibu Hamil (Anemia)
Malaria sebagai salah satu penyakit infeksi, menimbulkan angka
mortalitas yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kematian mencapai 1
juta setiap tahunnya di seluruh dunia dan insiden sebesar 300-500 juta
infeksi per tahun. Dan kebanyakan korbannya adalah anak-anak di
bawah usia 5 tahun. Wanita hamil adalah juga merupakan kelompok yang
mudah diserang oleh infeksi plasmodium ini.
Infeksi parasit malaria pada manusia dimulai bila nyamuk
anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan
sporozoit ke dalam pembuluh darah, di mana sebagian besar dalam
waktu 45 menit akan menuju hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di
darah. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk sizont hati yang
apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah.
Anemia terjadi terutama karena pecahnya sel darah merah yang
terinfeks. P. vivax hanya menginfeksi sel darah merah muda yang
jumlahnya hanya 2 % dari seluruh jumlah sel darah merah. Limpa
merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium dihancurkan
oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan
menyebabkan limpa membesar (splenomegali).
Mekanisme terjadinya anemia pada ibu hamil yang menderita
malaria dapat ditinjau melalui teori sequestration, yaitu di mana eritrosit
yang terinfeksi terakumulasi di daerah pembuluh darah ibu pada plasenta
(ruang intervillous). Sehingga mengakibatkan penurunan suplai makanan
dan oksigen ke janin dan meningkatkan resiko BBLR. Hal ini juga
diperberat oleh status anemia pada ibu sebagai akibat infeksi plasmodium
pada eritrosit ibu.
Penyakit malaria ditandai dengan demam yang tinggi serta infeksi
pada sel darah merah (eritrosit) yang selanjutnya dapat menimbulkan
anemia. Dan mengapa malaria memiliki dampak yang serius pada
kehamilan ? Karena setiap tahunnya lebih dari 30 juta wanita di daerah
endemis menjadi hamil. Kemudian malaria dalam kehamilan memberikan
kontribusi bagi terjadinya 2-15% anemia pada ibu hamil, 30% BBLR, dan
3-5% kematian neonatus.
Pada primigravida (wanita yang baru saja hamil untuk pertama
kali) biasanya tidak memiliki imunitas terhadap malaria dan sangat
suseptibel. Namun pada daerah dengan transmisi malaria yang tinggi,
multigravida ( ibu yang hamil lebih dari 1 sampai 5 kali) memiliki imunitas
terhadap infeksi malaria dan mendapatkan perlindungan pada kehamilan
berikutnya. Sedangkan pada daerah dengan transmisi malaria yang
rendah, multigravida biasanya jarang terpapar dan tidak memiliki
kekebalan. Kekebalan multigravida di daerah dengan transmisi malaria
yang tinggi disebabkan oleh resirkulasi dari T-limfosit dari pembuluh
darah intervillus menuju jaringan limfoid lokal yang selanjutnya
memfaslitasi imunitas lokal dimaksud.
Komplikasi maternal pada daerah endemik mencakup : anemia,
febrile illness, dan placental sequestration. Sedangkan komplikasi pada
daerah non endemik mencakup: resiko tinggi untuk menderita malaria
cerebral, resiko kematian yang juga tinggi, anemia, hipoglikemia, oedem
paru, dan gagal ginjal. Sedangkan komplikasi pada janin di daerah
endemis meliputi : BBLR, IUGR, dan pada daerah non endemik meliputi :
abortus spontan, persalinan preterm, BBLR, dan malaria kongenital.
5. faktor Pelayanan Kesehatan (ketersediaaan tablet Fe yang kurang,
fasilitas minim, dan keterjangkauan ke pelayanan kesehatan yang sulit)
Di daerah pedesaan dimana pelayanan kesehatan yang masih kurang,
sehingga menyebabkan kurangnya ketersediaan logistik seperti tablet
Fe. Hai ini diperparah oleh kondisi geografis yang tidak mendukung
sehingga keterjangkauan ke pelayanan kesehatan menjadi sulit.

10. Hubungan Tablet Fe Dengan Ibu Hamil
Tablet Fe adalah suplemen yang mengandung mineral yang di
butuhkan untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin). Fungsi dari
zat besi adalah
1. Sebagai alat angkut oksigen dari paru paru kejaringan.
2. Sebgai alat angkut elektron pada metabolisme energi
3. Sebagi enzim pembentuk kekebalan tubuh dan sebagai pelarut obat-
obatan.

Kebutuhan zat zat selama kehamilan meningkat, penongkatan
ini di tingkatkan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh
(pertumbuhan janin memerlukan banyak darah zat besi, pertumbuhan
plasenta dan peningkatan volume darah ibu, jumlahnya enzim 1000 mg
selama hamil).
Kebutuhan zat besi akan meningkat pada trimester dua dan tiga
yaitu sekitar 6,3 mg/hari. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi ini dapat di
ambil dari cadangan zat besi dan peningkatan adaptif penyerapan zat
besi melalui saluran cerna. Apabila cadangan zat besi sangat sedikit atau
tidak ada sama sekali sedangkan kandungan dan serapan zat besi dari
makanan sedikit, maka pemberian suplemen sangat di perlukan untuk
memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil. Kebutuhan zat besi adalah
sebagai berikut :
1. Trimester I : kebutuhan zat besi 1 mg/hari, ( kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah
merah
2. Trimester II : kebutuhan zat besi 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus
115 mg
3. Trimester III : kebutuhan zat besi 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan conceptus
223 mg.

Penyerapan besi dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein hewani
dan vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium,
magnesium dapat mengikat Fe sehingga mengurangi jumlah serapan.
Karena itu sebaiknya tablet Fe di telan bersamaan dengan makanan yang
dapat memperbanyak jumlah serapan, sementara makanan yang
mengikat Fe sebaiknya dihindarkan, atau tidak dimakan dalam waktu
bersamaan.
Pemberian tablet Fe selama kehamilan merupakan salah satu
cara yang paling cocok bagi ibu hamil untuk meningkatkan kadar Hb
sapai tahap yang diinginkan, karena sangat efektif dimana satu tablet
mengandung 60 mg Fe. Setiap tablet setaea dengan 200 mg ferrosulfat

11. Epidemiologi Penyakit Malaria
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di
daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan
penduduk padat. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia
berkisar antara 160-400 juta kasus. Batas dari penyebaran malaria
adalah 64
o
lintang utara (Rusia) dan 32
o
lintang selatan (Argentina).
Ketinggian yang memungkinkan parasit hidup adalah 400 meter di bawah
permukaan laut (Laut Mati) dan 2600 meter di atas permukaan laut
(Bolivia). Untuk di Indonesia, nyamuk ini merupakan vektor pada daerah-
daerah tertentu di Indonesia, terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Bali.
1. Host
1. Manusia (Host Intermediate)
Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi
adalah pada umur 5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok
umur 1-4 tahun (0,8%) dan paling rendah pada umur <1 tahun
(0,3%). Sedangkan menurut period prevalence, prevalens paling
tinggi adalah pada kelompok umur >15 tahun (10,8%), nomor dua
paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling
rendah tetap pada umur <1 tahun (8,2%).
Untuk karakteristik jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan
dan pekerjaan, point prevalensi dan period prevalensi hampir
sama. Pada point prevalensi, prevalensi pada laki-laki sama
dengan perempuan (0,6%), di perdesaan (0,8%) dua kali
prevalensi di perkotaan (0,4%). Kelompok pendidikan tidak tamat
SD (0,7%) dan tidak pernah sekolah (0,8%) merupakan dua
kelompok yang paling tinggi prevalensinya dan kelompok tamat
PT merupakan kelompok yang paling rendah prevalensinya
(0,2%). Kelompok sekolah dan petani/nelayan/buruh merupakan
kelompok pekerjaan yang tertinggi prevalensinya (masing-masing
0,7%) sedangkan yang paling rendah adalah Pegawai/TNI/POLRI
(0,3%).
Infeksi malaria pada kehamilan sangat merugikan bagi ibu
dan janin yang dikandungnya, karena dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin. Pada ibu, malaria
dapat menyebabkan anemia, malaria serebral, edema paru, gagal
ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin, dapat
menyebabkan abortus, persalinan prematur, berat badan lahir
rendah, dan kematian janin.
2. Nyamuk (Host Definitif)
Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah
diketahui yaitu jam 17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00),
setelah jam 24 (00.00-04.00) untuk nyamuk An. Aconitus sebelum
jam 24.00. Aktivitas dan kebiasaan nyamuk A. Aconitus untuk
istirahat atau hinggap dilaporkan oleh Tri Boewono (1981) yaitu
72% ditemukan hinggap dengan ketinggian kurang dari 75 cm dari
dasar lantai. Pada pagi hari nyamuk jenis ini banyak ditemukan di
tebing sungai, hinggap di lubang tebing, dekat air mengalir yang
selalu basah dan lembab. Tempat istirahat buatan (pit shelter)
yang berupa lubang galian di dalam tanah sangat efektif sebagai
penangkap A. Aconitus.
Penularan malaria oleh A. aconitus berlangsung baik di luar
maupun di dalam rumah. Meskipun nyamuk A. Aconitus dominan
menggigit di luar rumah, akan tetapi apabila pada malam hari tidak
ada orang di luar rumah, maka nyamuk akan masuk ke dalam
rumah untuk mencari darah.

3. Faktor agent
Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat
beberapa jenis yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax,
plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau
campuran. Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi adalah
plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum,
sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini berbeda
dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab
malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax
sebanyak 6,9%.

4. Lingkungan
1. Lingkungan fisik
Menurut tempat berkembang biak, daerah yang disenangi
untuk meletakkan telur-telur Anopheles aconitus adalah genangan
air dengan dasar tanah seperti dipinggiran sawah dan parit.
Anopheles acconitus terdapat di semua wilayah indonesia,
selain maluku dan irian. Biasanya terdapat di dataran rendah
tetapi lebih banyak di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-
1000 meter dengan persawahan bertingkat. Nyamuk ini
merupakan vektor pada daerah-daerah tertentu di Indonesia,
terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Suhu
optimum untuk perkembangan telur Anopheles aconitus adalah
25C-36C, sedangkan pada suhu 20C dan 40 C akan
menurunkan aktivitas fisiologisnya
2. Lingkungan biologi
Adanya tumbuh tumbuhan di persawahan dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi
sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup
lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan
kepala putih (Panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain
akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah.
3. Lingkungan sosial
Adanya kejadian-kejadian seperti konflik antar penduduk,
gempa bumi, tsunami dan perpindahan penduduk dapat menjadi
faktor penting untuk meningkatkan malaria. Peningkatan
pariwisata dan perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan
meningkatnya kasus malaria yang diimport.

4. Pengobatan Penyakit Malaria
Pengobatan malaria menurut stadium parasit :
1. Skizontosida darah, untuk mengendalikan serangan klinis karena bekerja
terhadap merozoit di eritrosit (fase eritrosit). Sehingga tidak berbentuk
skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritrosit. Contoh obat
golongan ini adalah klorokulin, kuinin dan meflokuin
2. Skizontosida jaringan (dipakai untuk profilaksis kausal), bekerja pada
parasit pre-eritrositer (skizon yang baru memasuki jaringan hati)
sehingga dapat mencegah parasit menyerang butir darah merah.
Contoh obat golongan ini seperti pirimetamin dan primakulin. Obat
golongan ini dapat mencegah relaps pada infeksi P.vivax
3. Gametosida, membunuh gametosit yang berada dalam eritrosit sehingga
transmisi ke nyamuk dihambat. Klorokuin dan kinina mempunyai efek
gametosidal pada P.vivax dan P.malariae, sedangkan gametosid
P.falciparum dapat dibunuh oleh primakuin
4. Sporontosida, menghambat perkembangan gametosit lebih lanjut di tubuh
nyamuk yang menghisap darah manusia, sehingga rantai penularan
putus. Contoh obat golongan ini seperti primakuin dan proguanil.
Memiliki pengaruh yang berbahaya terhadap ibu dan janin.

5. Pengendalian Penyakit Malaria
1. Penyemprotan rumah (IRS=Indoor Residual Sprying)
Pengendalian vector secara kimiawi dengan insektisida dalam
pemberantasan malaria yang umum digunakan. Insektisida yang
digunakan biasanya hanya berdasarkan hasil uji coba terhadap satu
spesies nyamuk vector dan pada kondisi satu daerah saja, sedang
Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan keragaman
ekosistem. Kepekaan nyamuk vector pun mungkin berbeda dari satu
daerah dengan daerah lainnya. Insektisida umumnya juga hanya diuji
pada skala laboratorium, sementara berbagai faktor di lapangan
sangat berpengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi residu
insektisida diantaranya adalah dosis, suhu, dan kelembaban, jenis
permukaan benda, alat semprot dan ukuran droplet.

2. Larvasiding
1. Tindakan anti larva dengan cara kimiawi mempunyai keuntungan dan
kerugian sehingga dalam aplikasinya perlu memperhatikan beberapa
pertimbangan yaitu pemilihan larvasida, formulasi,kemampuan bertahan
dalam air dan jenisnya.
2. Dalam aplikasi larvasida harus melakukan persiapan tertentu dan
memperhatikan pemilohan larvasida, aplication rate, waktu dan interval,
teknik dan alat yang dipakai
3. Petugas penyemprot harus memperhatikan petunjuk keselamatan dan
penggunaan alat semprot disamping harus memperhatikan cara
penggunaan insektisida
4. Pengawasan dan evaluasi kegiatan larvasida harus dilakukan supaya
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan

5. Pengeringan sawah secara berkala
Kegiatan untuk melakukan pengeringan sawah agar Anopheles
acconitus tidak memiliki breeding place .

6. Pencegahan Penyakit Malaria
1. Primer
Pencegahan ini merupakan upaya pencegahan agar individu tetap
dalam keadaan sehat, tidak terinfeksi malaria. Kegiatannya adalah
mengendalikan dan mengatasi faktor resiko. Kegiatan ini meliputi :
1. Promosi kesehatan
Kegiatannya dapat berupa penyuluhan kesehatan langsung,
pemasangan media massa, konsultasi kesehatan, pengendalian
lingkungan
1. Penyuluhan kesehatan langsung.
Penyuluhan kesehatan diberikan secara langsung kepada
individu yang berada dalam kelompok rentan. Penyuluhan
kesehatan yang diberikan menyampaikan pemahaman
kepada individu agar melakukan pencegaha. Fokus pen
cegahan yang dilakukan adalah menghindari diri dari terinfeksi
gigitan nyamuk malaria
2. Pemasangan media massa.
Media massa yang digunakan dapat berupa poster atau
spanduk atau billboard yang ditujukan kepada masyarakat
umum mengenai bahaya dan ancaman penyakit malaria.
Media massa juga dapat bermaterikan tindakan yang tepat
agar terhindar dari penyakit malaria.
3. Menghilangkan tempat berkembang biak (eliminating breeding
ground).
Tindakan lain dalam menghindari nyamuk malaria melalui
larvasiding pada tempat penampungan air atau memelihara
ikan pemakan jentik nyamuk.

4. General dan Spesific Protection
Fokus upaya ini adalah memberikan perlindungan kepada
host dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan mengurangi
resiko terinfeksi malaria, pencegahan yang dilakukan yaitu:
1. Vaksinasi
Saat ini vaksin malaria masih dalam pengembangan.
Ilmuwan dari University of Edinburgh telah menciptakan
vaksin malaria. Vaksin ini diharapkan dapat memicu produksi
antibody terhadap jenis parasit malaria. Vaksin ini sangat
berguna bagi kelompok rentan.
2. Menghindari gigitan nyamuk
Cara pencegahan terbaik adalah menghindari gigitan
nyamuk. Diperlukan pengetahuan mengenai perilaku nyamuk
dan menyesuaikan dengan perilaku nyamuk tersebut.
Misalnya, jika nyamuk paling aktif saat senja dan shubuh,
maka sebaiknya menghindari aktivitas pada saat-saat itu.
Nyamuk malaria juga dapat memindai panas melalui
inframerah, maka sebaiknyalah menggunakan pakaian yang
berwarna terang, karena warna terang lebih sedikit
memancarkan inframerah dibandingkan warna gelap.
3. Menggunakan pelindung
Pelindung nyamuk yang sering digunakan adalah
menggunakan kasa jendela. Akan tetapi, dalam waktu relative
lama, kasa sering rusak. Pelindung yang paling efektif
digunakan saat ini adalah kelambu, kelambu yang
mengandung insektisida. Kelambu terbukti efektif dalam
mengurangi kejadian dan jumlah kematian akibat malaria.
4. Menggunakan repelen
Di daerah tertentu yang masih terdapat hutan, rawa, atau
banyak semak belukar, kepadatan nyamuk mungkin lebih
tinggi dan penduduk setempat harus beraktivitas di saat
nyamuk sedang aktif menggigit, maka cara efektif digunakan
adalah menggunakan repelent. Penggunaan obat nyamuk
repellent atau obat nyamuk bakar digunakan untuk mengusir
nyamuk. Obat tersebut dapat menimbulkan bau yang tidak
nyaman dan berbahaya bagi kulit jika digunakan langusng.
Sedangkan sangat efektif dalam waktu lama, akan tetapi
mengandung racun.
5. Profilaksis
Pemberian OAM terhadap individu yang akan bepergian ke
daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Hal ini dilakukan dengan tujuan mengurangi resiko terinfeksi
dan kalaupun terinfeksi, maka klinisnya pun tidak berat. OAM
yang diberikan adalah doksisilin dengan dosis 100 mg/hari
dan diberikan selama 1-2 hari sebelum bepergian dan selama
berada di daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali.

6. Sekunder
Pencegahan ini ditujuan kepada individu yang dalam keadaan
sakit, individu yang terancam akan menderita penyakit tertentu.
Kegiatannya adalah :
1. Deteksi dini dan penatalaksanaan
1. Melakukan deteksi dini dengan melakukan surveilans
epidemiologi. Penemuan kasus yang ditindaklanjuti dengan
investigasi kasus lainnya merupakan upaya deteksi dini yang
dilakukan, sehingga kejadian penyakit malaria tidak
bertambah dan menjangkiti individu yang lain.
2. Pemerikasaan RDT merupakan upaya deteksi dini dan survey
yang dilakukan terhadap kontak atau penderita.
3. Membatasi ketidakmampuan
Kegiatan pencegahan yang dilakukan adalah mencegah
terjadinya komplikasi. Hal ini dilakukan terhadap penderita malaria
pada ibu hamil dalam mencegah terjadinya anemia, keguguran,
perdarahan, premature ataupun BBLR.

4. Tersier
Pencegahan tersier lebih berfokus pada kegiatan rehabilitasi.
Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan individu yang setelah
sembuh dari sakit dan mengalami kecacatan. Rehabilitasi yang
dilakukan sebagai usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi, dan
sosial seoptimal mungkin. Penyakit malaria juga dapat menimbulkan
kematian dan cacat mental, karena kerusakan otak. Kerusakan otak
terjadi karena anemia berat. Kerusakan otak dapat menyebakan
kecacatan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan melalui perawatan di
panti, memberikan keterampilan bagi penderita cacat, membentuk
perkumpulan bagi orang-orang yang mengalami cacat tertentu.

5. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Malaria Pada Ibu Hamil
Untuk mencegah dan menanggulangi malaria pada ibu hamil,
diperlukan integrasi program ANC dalam upaya-upaya :
1. Pencegahan dan pengobatan malaria yang memadai pada ibu hamil
diawali dengan kegiatan pendataan ibu hamil dalam Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).











BAB III
PEMBAHASAN



Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kasus diatas kelompok kami menganalisis bahwa penyakit
yang terjadi dalam kasus Demam Aneh Ibu Nela dapat diketahui bahwa Ibu
Nela menderita penyakit Malaria tertiana. Hal tersebut dapat diketahui dari gejala
yang dirasakan oleh Ibu Nela yaitu demam tinggi periodik yang timbul setiap 3
hari sekali, menggigil dan berkeringat secara berlebihan. Gejala ini sesuai
dengan gejala malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.
Berdasarkan teori HL Blum terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan yaitu:
a. Perilaku
Perilaku merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
malaria tertiana. Pada kasus diatas ada beberapa perilaku yang di
perkirakan berisiko penyebab malaria, yaitu ibu mengantarkan
makanan ke sawah dan aktifitas ibu yang lebih sering di rumah.
Aktivitas ibu yang lebih sering di rumah mempunyai risiko malaria
tertiana yang lebih tinggi dibandingkan aktivitas ibu saat mengantar
status kesehatan
(malaria tertiana)
perilaku
mengantar
makanan ke
sawah
aktivitas di
rumah
lingkungan
biologi
Plasmodium
vivax
Anopheles
acconitus
fisik
mayoritas lahan
pertanian
pelayanan
kesehatan
ketersediaan
tablet Fe
keterjangkauan
menuju yankes
fasilitas bidan
desa yang
minim
Variabel
Dependen
Variabel
Independen
makanan ke sawah. Hal ini dikarenakan keseharian aktivitas ibu lebih
banyak dirumah hingga malam hari dan waktu tersebut bersamaan
dengan waktu aktivitas nyamuk anopheles acconitus. Meskipun
aktivitas Anopheles acconitus lebih dominan di luar rumah tetapi ada
kemungkinan nyamuk tersebut masuk ke dalam rumah apabila tidak
ada orang atau hewan ternak di luar rumah.

b. Lingkungan
Berdasarkan kasus diatas lingkungan juga merupakan salah satu
faktor dari terjadinya penyakit malaria tertiana. Faktor-faktor
lingkungan meliputi biologi dan fisik.
1. Biologi
Lingkungan biologi yang dimaksud adalah kondisi sawah yang
banyak mengandung nyamuk Anopheles acconitus. Vektor dari
Plasmodium vivax adalah Anopheles acconitus karena habitat vektor
tersebut berada di daerah persawahan yang merupakan kawasan
tempat tinggal Ibu Nela. Anopheles acconitus dalam mencari mangsa
bersifat heterogen, artinya tidak ada selektifitas hospes bagi spesies
ini untuk mendapat mangsa sebagai sumber darah. Spesies ini
sangat adaptif dan cepat mencari mangsa pengganti, apabila hospes
favorit (pilihan) tidak dijumpai di lingkungannya.

2. Fisik
Lingkungan fisik yang mempengaruhi kejadian malaria tertiana
meliputi lahan persawahan. Lahan persawahan merupakan habitat
dari nyamuk anopheles acconitus, hal tersebut meningkatkan risiko
terjadinya penyakit malaria dan didukung oleh letak rumah bu nela
berada di lingkungan persawahan.

c. Pelayanan kesehatan
Selain lingkungan dan perilaku, pelayanan kesehatan juga
berpengaruh terhadap munculnya penyakit malaria tertiana. Dalam
kasus penyakit yang dialami bu Nela, faktor lain yang mempengaruhi
yaitu pelayanan kesehatan. Faktor tersebut berupa ketersediaan
tablet Fe yang terbatas dan keterjangkauan akses menuju pelayanan
kesehatan. Tablet Fe merupakan suplemen yang penting bagi ibu
hamil yang merupakan kelompok resiko tinggi anemia sebagai suatu
suplemen yang mengandung mineral yang dibutuhkan untuk
membentuk sel darah merah karena kebutuhan zat penambah darah
yang tinggi sangat dibutuhkan selama masa kehamilan. Apabila
cadangan zat besi sangat sedikit atau tidak ada sama sekali
sedangkan kebutuhan zat besi tinggi, maka pemberian suplemen
sangat di perlukan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil. Jika
hal tersebut tidak terpenuhi dapat mengakibatkan anemia pada ibu
hamil.
Pada kasus yang terjadi pada ibu Nela diketahui bahwa
ketersediaan tablet Fe di bidan desa sangat terbatas. Selain itu
daerah tempat tinggal ibu Nela berada di daerah yang terpencil
dimana akses menuju pelayanan kesehatan sangat sulit.
Ketersediaan tablet Fe yang terbatas berdampak kepada kesehatan
ibu hamil yang notabene membutuhkan asupan Fe lebih besar
dibanding dengan kelompok lain. Anemia pada ibu hamil tidak akan
teratasi jika ketersediaan tablet Fe terbatas. Anemia bisa lebih parah
jika ibu hamil menderita malaria karena kerja plasmodium yang
memecah eritrosit.



BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan :
1. Masalah yang kelompok kami temukan sesuai dengan kasus demam
aneh Ibu Nela yaitu penyakit malaria tertiana (malaria vivax)
2. Parasit dari penyakit malaria tertiana yang kami analisis adalah
Plasmodium vivax
3. Penyakit malaria tertiana yang diderita oleh ibu Nela disebabkan oleh
gigitan nyamuk Anopheles acconitus
4. Nyamuk Anopheles aconitus merupakan nyamuk yang mempunyai
habitat di persawahan dan kandang ternak serta mempunyai waktu
mengigit pada pukul 18.00 22.00.
5. Penyakit malaria tertiana yang ada dapat memperparah anemia pada ibu
hamil.

B. Saran
Untuk masyarakat (ibu hamil)
1. Menghindari paparan dari nyamuk anopheles aconitus antara lain
dengan
- Memakai lotion anti nyamuk
- Memakai kelambu
- Tidak keluar rumah pada malam hari
2. Rutin mengkonsumsi tablet Fe untuk mencegah anemia
3. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat
4. Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
Untuk pelayanan kesehatan
1. Menambahkan fasilitas layanan kesehatan
2. Memperluas keterjangkauan pelayanan kesehatan terutama di
daerah terpencil
3. Mengadakan program penyuluhan kepada masyarakat terutama
kepada ibu hamil supaya mengetahui tentang bahaya malaria
4. Meningkatkan ketersediaan tablet Fe di bidan desa



DAFTAR PUSTAKA
Barodji, dkk. 1983. Pengaruh Penempatan Ternak di Daerah Pedesaan
Terhadap Jumlah Vektor Malaria Anopheles acconitus yang Menggigit
Orang dalam Rumah. Seminar dan Kongres Biologi Nasional. Universitas
Erlangga. Surabaya
Irianto, Koes. 2009. Parasitologi Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi
Kesehatan Manusia. Bandung : CV. YRAMA WIDYA
Joshi, P., Self, LS, dkk. 1977. Ecologycal Studies on Anopheles acconitus in
Semarang area of Centarl Java, Indonesia. WHO / VBC / 77.677.
Tjokronegoro, Arjatmo; Hendra Utama. 1992. Parasitologi Kedokteran. Jakarta :
Balai Penerbit FKU

Anda mungkin juga menyukai