Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara 2006
24 BAB IV. KESEHATAN DAN GIZI
Pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk menciptakan manusia yang sehat, mandiri, cerdas dan produktif serta terwujudnya kesejahteraan lahir dan bathin. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah, melalui pemerataan fasilitas dan peningkatan pelayanan kesehatan secara merata, mudah dan murah serta dapat menjangkau masyarakat luas, diarahkan untuk memantapkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang pada gilirannya dapat menciptakan sumber daya manusia yang produktif dan pada akhirnya kesejahteraan lahir dan bathin dapat tercapai. Upaya kesehatan masyarakat tersebut, melalui sistem kesehatan nasional terpadu pelaksanaannya diusahakan melalui partisipasi aktif masyarakat yang diarahkan tidak hanya kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah, tetapi juga kepada seluruh masyarakat yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam bab ini disajikan beberapa indikator sarana, prasarana, angka kesakitan, tenaga kesehatan dan keadaan Balita.
1. Jumlah Dokter per 10.000 penduduk Indikator ini menunjukkan tingkat ketersediaan tenaga kesehatan terutama dokter untuk melayani masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan. Pada tahun 2005 tercatat ada 131 dokter, atau bila memakai konstanta angka 10.000 dapat diketahui bahwa setiap 2,5 dokter (2 sampai 3 dokter) akan melayani 10.000 penduduk. Sedangkan bila melihat tenaga perawat & bidan berjumlah 733 orang, maka tingkat ketersediaannya adalah setiap 14 orang tenaga kesehatan (perawat/ bidan) akan melayani 10.000 penduduk .
2. Jumlah Dokter per Puskesmas Pelayanan kesehatan yang baik merupakan salah satu upaya pemerintah agar tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang baik, sehingga masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang tinggi akan lebih berhasil dalam melaksanakan pembangunan. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan adalah dengan penyediaan sarana puskesmas dan tenaga medis/ dokter. J umlah tenaga kesehatan dokter yang tersebar di 26 Puskesmas sekitar 96 orang, atau rata-rata 3,69 (3-4 tenaga dokter per puskesmas). Selain di puskesmas, pelayanan kesehatan juga tersedia melalui RSU AM. Parikesit yang dilayani oleh 35 orang dokter.
Kesehatan dan Gizi Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara 2006 25 3. Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Per 10.000 Penduduk Sarana kesehatan yang terdapat di rumah sakit salah satunya adalah ketersediaan tempat tidur. Rumah sakit AM. Parikesit memiliki 101 tempat tidur, atau dapat dikatakan bahwa tersedia 2 tempat tidur untuk 10.000 penduduk.
Tabel 4.1. Jumlah Puskesmas, Tenaga Dokter dan Perawat & Bidan di Kabupaten Kutai Kartanegara, 2005
Kecamatan Puskesmas Pusban Dokter Perawat & Bidan [1] [2] [3] [4] [5] Samboja 2 15 8 58 Muara J awa 1 7 8 41 Sanga-Sanga 1 5 5 21 Loa J anan 3 4 7 58 Loa Kulu 1 8 6 37 Muara Muntai 1 7 4 16 Muara Wis 1 3 2 12 Kota Bangun 2 8 3 37 Tenggarong 3 9 18 93 Sebulu 2 9 7 36 Tgr.Seberang 2 12 8 53 Anggana 1 7 6 24 Muara Badak 1 11 3 25 Marang Kayu 1 7 2 25 Muara Kaman 1 14 1 27 Kenohan 1 6 3 14 Kb.J anggut 1 6 1 13 Tabang 1 2 4 19 RSU AM. Parikesit - - 35 124 J umlah 26 140 131 733 Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Kutai Kartanegara
Kesehatan dan Gizi Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara 2006 26
Tabel 4.2. Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit AM. Parikesit Tahun 2005
Klas
J umlah Tempat tidur (buah) (1) (2)
1. VIP 2. I 3. II 4. III
18 10 25 48 J umlah
101
Sumber : RSU AM. Parikesit Tenggarong
4. Rata-rata Balita Mendapat ASI (bulan) Indikator untuk menggambarkan tingkat kesadaran ibu terhadap kesehatan anak balita adalah persentase balita yang diberi ASI sampai dua tahun. Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 55.342 balita, diantaranya sebanyak 32.355 anak balita disusui selama kurang dari 2 tahun, atau sebesar 58,46 persen. Bila dibandingkan tahun 2004 dimana balita yang diberi ASI selama kurang dari 2 tahun sebesar 60,34 persen (25.407 balita), berarti penurunan terjadi karena pergeseran dimana lamanya pemberian ASI meningkat untuk 24 bulan keatas. Lamanya pemberian ASI untuk balita selama kurang dari 2 tahun persentase terbanyak diberikan pada 12-17 bulan. Bila dilihat dari balita yang pernah disusui ibunya maka terlihat peningkatan selama tahun 2004-2005, yaitu dari 38.657 balita (91,81 persen) pada tahun 2004 menjadi 51.954 balita (93,88 persen) pada tahun 2005.
Kesehatan dan Gizi Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara 2006 27
Tabel 4.3. Penduduk <5 tahun Menurut Pernah Menyusui, 2004-2005
2004 2005 Apakah pernah diberi ASI? J umlah % J umlah % (1) (2) (3) (4) (5) Pernah 38.657 91,81 51.954 93,88 Tidak 3.448 8,19 3.387 6,12 J umlah 42.105 100,00 55.342 100,00 Sumber: BPS, Susenas
Tabel 4.4. Penduduk <5 tahun Menurut Lama Menyusui, 2004-2005
5. Jumlah Balita Gizi Buruk Indikator Status Gizi masyarakat merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran kualitas hidup penduduk di suatu wilayah. Ada berbagai cara dalam melakukan penilaian Status Gizi pada masyarakat, terutama pada golongan umur tertentu, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang lebih dikenal dengan istilah Antropometri. Berdasarkan hasil pendataan Pemantauan Status Gizi Balita oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara dapat diketahui informasi tentang gambaran status gizi di Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005, dengan 3 (tiga) kategori sebagai berikut: a. Kategori Berat Badan per Umur (BB/U): Gizi Buruk = 1,5%, Gizi Kurang = 13,5%, Gizi Baik =83,8%, dan Gizi Lebih =1,2%.
Kesehatan dan Gizi Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara 2006 28 b. Kategori Berat Badan pe Umur (BB/TB): Sangat Kurus =1,6%, Kurus =10,7%, Normal = 73,3%, dan Gemuk =14,3%. c. Kategori Tinggi Badan per Umur (BB/U): Sangat Pendek =14,8%, Pendek = 15,6%, dan Normal =69,8%.
Tabel 4.5. Data Status Gizi Balita Menurut Tinggi Badan/Umur (TB/U) Hasil PSG Posyandu, 2005
Faktor pencetus terjadinya masalah gizi di Kabupaten Kutai Kartanegara antara lain dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: a. Ketidaktahuan masyarakat pedalaman dalam pola pertanian yang produktif, b. Rendahnya tingkat pengetahuan ibu dalam mempersiapkan gizi yang seimbang sehat, c. Pola kegiatan masyarakat yang tidak mendukung pola hidup sehat, d. Adat istiadat yang telah mengakar kokoh dalam nilai sosial budaya masyarakat, e. Geografis yang sulit sehingga mempengaruhi sistem transportasi yang pada gilirannya mempengaruhi ketersediaan sembako di masyarakat.
Kesehatan dan Gizi Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara 2006 29 f. Tingkat sosial ekonomi yang rendah sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat.
Tabel 4.6. Data Status Gizi Balita Menurut Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB) Hasil PSG Posyandu, 2005
Kesehatan dan Gizi Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara 2006 30 Tabel 4.7. Data Status Gizi Balita Menurut Tinggi Badan/Umur (TB/U) Hasil PSG Posyandu, 2005