Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN


1. Latar Belakang

Permasalahan bagi manusia akan semakin kompleks ketika mereka menginjak
usia remaja usia dimana mereka masih berada di jenjang pendidikan usia sekolah
menengah, pada masa remaja itulah mereka mulai mengenal lingkungan atau masyarakat
yang lebih luas yang selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang yang
lebih rumit yang memerlukan penanganan yang sangat serius.
Permasalahan bagi peserta didik usia sekolah menengah timbul baik dari intern
ataupun ekstern yang kesemuanya sangat mengganggu pada proses belajar dan
pembelajaran peserta didik di usia seperti itu. Keingin tahuan pada usia sekolah
menengah sangatlah besar karena pada masa itu mereka masih mencari jati diri dan figur
yang di idolakan oleh mereka. Bagi seorang pendidik haruslah tahu keadaan peserta
didiknya dan harus bisa mengarahkan pada hal-hal yang positif sehingga peserta didik
pada usia sekolah menengah tersebut akan terarah pada hal-hal yang positif, pendidik
juga harus mengetahui gejala-gejala yang terdapat pada peserta didik usia tersebut dan
bisa memberikan solusi yang terbaik dalam menghadapi keadaan peserta didik seperti
itu.
Dalam makalah ini, kami akan membahas problemetika yang terjadi pada peserta
didik usia sekolah menengah dan solusi yang tepat bagi pendidik dalam menghadapi
problematika yang dialami oleh peserta didiknya, hususnya pada usia sekolah menengah.





2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi peserta didik usia sekolah menengah ?
2. Apa saja problematika peserta didik usia sekolah menengah ?
3. Bagaimana solusi problematika peserta didik usia sekolah menengah ?

3. Tujuan

1. Mengetahui kondisi peserta didik usia sekolah menengah
2. Mengetahui problematika peserta didik usia menengah
3. Mengetahui bagaimana solusi problematika peserta didik usia sekolah menengah





















BAB II
PEMBAHASAN


1. Pengertian Peserta Didik Usia Sekolah Menengah

Penggunaan istilah peserta didik usia sekolah menengah tidak jauh beda dengan
istilah remaja, untuk menghindari kesimpangsiuran dan kesalah pahaman istilah peserta
didik usia sekolah menengah/remaja maka dalam makalah ini akan dijelaskan istilah
peserta didik usia sekolah menengah/remaja. Istilah asing yang sering digunakan dalam
istilah peserta didik usia sekolah menengah/remaja antara lain :
1. Puberteit yang dimaksud adalah usai kedewasaan atau masa pertumbuhan rambut di
daerah tulang
2. Adolestensia maksudnya adalah masa muda usia antara 12 22 Tahun.
Pubertas dan adolestensia akhir-akhir ini diartikan sama Karena sulitnya
membedakan proses psikis pada pubertas dan awal proses psikis pada adolestensia.
3. Youth Remaja sangat sulit diartikan secara mutlah, dibawah ini pengertian remaja
menurut berbagai pandangan :

1. Remaja menurut Hukum
Dalam undang-undang perkawinan no. 1/1974 pasal 7 menjelaskan usia
minimal untuk suatu perkawinan 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun bagi pria,
walaupun undang-undang tidak menyebutkan anak yang berusia di atas yang
disebutkan tadi bukan anak-anak lagi dan juga tidak bisa dianggap sebagai orang
dewasa penuh karena dalam usia tersebut mereka masih dianjurkan meminta izin
dulu pada orangtua mereka.

2. Remaja ditinjau dari sudut perkembangan fisik
Dalam ilmu kedokteran istilah remaja dikenal sebagai suatu tahap
perkembangan fisik di mana alat-alat kelamin manusia mencapai
kematangannya. Masa pematangan fisik ini berjalan kurang lebih 2 tahun dan
biasanya dihitung mulai menstruasi (haid) pertama pada anak wanita (mulai
umur 9 tahun) atau anak pria mengalami mimpi basah (mengeluarkan air mani
pada waktu tidur/kira-kira usia 15 tahun) yang pertama, masa ini disebut masa
pubertas.

3. Batasan remaja Menurut WHO
Remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan dimana:
a. indifidu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya saat ia mencapai kematangan seksual.
b. individu mengalami perkembangan psikologi dan pola indentifikasi ari
kanak-kanak menjadi dewasa
c. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri (muangman, yang dikutip oleh sarlito,
1991:9)

4. Remaja ditinjau dari faktor sosial psikologis
Salah satu cirri remaja di samping tanda-tanda seksualnya adalah :
perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi
dewasa. Puncak perkembangan jiwa itu ditanai dengan adanya proses
perubahan dari kondisi entropi yaitu keadaan di mana kesadaran manusia
masih belum tersusun rapi, ke kondisi negen-tropi yaitu keadaan dimana isi
kesadaran tersusun dengan baik, pengetahuan yang satu terkait dengan
perasaan atau sikap.
(sarlito,1991:11)

5. Definisi remaja menurut masyarakat Indonesia
Sebagai pedoman umum untuk remaja Indonesia dapat digunakan batasan
usia 11-24 tahun dan belum menikah. Pertimbangan-pertimbangannya adalah
sebagai berikut :
a. usia 11 tahun adalah usia yang pada umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai tampak (criteria fisik)
b. kebanyakan masyarakat Indonesia menganggap usia11 tahun sudah akil
balik, baik menurut aat atau agama (criteria sosial)
c. pada usia 11 tahun mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan
jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity: Erik Erikson),
tercapainya fase genital dari perkembangan kognitif (piaget) maupun
moral (Khohlberg).
d. usia 24 adalah batas maksimal, member peluang bagi mereka yang masih
menggantungkan pada orang lain (secara tradisi), golongan ini masih
banyak terdapat di Negara Indonesia.
e. status pernikahan, seorang yang telah menikah di usia berapapun di
anggap dan diperlakukan sebagai seorang dewasa penuh, baik secara
hukum, maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan keluarga.


2. Kondisi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah

Pembahasan tentang kondisi peserta didik pada usia sekolah menengah ini
banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat kultural, oleh karena itu pembahasan
peseta didik usia ini hendaknya dibarengi dengan membahas studi tentang kultur.
Semua manusia, baik anak-anak, remaja, ataupun dewasa merasakan kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai, ingin memiliki pengalaman-pengalaman baru, ingin
memperoleh pengenalan atau pengakuan, ingin menjadi seorang yang berdiri sendiri,
dan ingin memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Dan pada masa remaja
kebutuhan diatas lebih intensif.
Pada masa remaja perubahan yang terjadi sangat mencolok dan jelas sehingga
bisa mengganggu keseimbangan yang sebelumnya telah terbentuk. Perilaku mereka
mendadak susah ditebak dan sering kali agak berlawanan dengan norma sosial yang
berlaku. Oleh karena itu masa ini sering disebut masa negatif. Pada saat irama
pertumbuhan sudah sedikit lambat dan perubahan tubuhnya telah sempurna, maka
akan terjadi keseimbangan kembali.
Di usia sekolah menengah ini peserta didik sangat membutuhkan bimbingan
orang dewasa, karena pada usia yang labil seperti mereka bisa saja mereka salah
dalam memilih orang yang ingin ia jadikan teladan, maka tugas guru menuntun
mereka pada jalan yang benar dan menunjukkan tanpa mrasa dipaksa, dan juga
merupakan tugas orangtua untuk mendukung mereka dan mengarahkan mereka dari
pengaruh-pengaruh yang kurang baik diluar lingkungan keluarga. Pengawasan guru
dan orang tua sangat dibutuhkan pada masa remaja ini.
Psikologi objektif selalu menekankan bahwa pertumbuhan adalah suatu yang
berlangsung terus menerus dan bersifat bertahap demi setahap. Keunikan remaja
terletak pada individualitasnya bukan pada masa remajanya, tampak jelas bahwa
para remaja dari satu keluarga akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik
dalam hal berat badan, intelegensinya, minat, bakat, dan sifat sosialnya. Perubahan
indifiu itu tidak serta merta berubah sekaligus menjadi orang dewasa tetapi
perubahan itu bertahap dan banyak dipengaruhi keadaan sekelilingnya, baik keluarga
ataupun masyarakat sekitar.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju ke jenjang kedewasaan,
ke butuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan sosial psikologi semakin banyak
dibandingkan dengan kebutuhan fisik, karena pengalaman kehidupan sosialnya
semakin semakin luas, kebutuhan itu timbul disebabkan dorongan-dorongan (motif).
Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (sumadi, 1971:70,
Lefton, 1982:137). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologi atau
karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Lebih lanjut Lefton (1982)
menyatakan bahwa kebutuhan dapat muncul karena keadaan psikologis yang
mengalami goncangan atau ketidakseimbangan. Munculnya kebutuhan tersebut
untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan hidup.
Perkembangan kepribadian individu bersifat inklusif. Ada tiga factor utama
yang berpengaruh terhadap karakteristik dan tingkah laku individu yang sedang
berkembang seperi peserta didik usia sekolah menengah ini yaitu factor-faktor
biologis, lingkungan cultural, dan latar belakang pribadi individu yang bersangkutan
seperti pengalamannya dengan benda-benda yang berada disekitarnya atau
interaksinya dengan sesama manusia. Pada masa adolesen ini akan terjadi
pengintegrasian identifikasi kekanak-kanakan dengan dorongan biologis, native
indowment, dan kesempatan dalam pran-peran sosial, sedangkan pada masa dewasa
awal seorang individu akan mengalami perkembangan intimasi dalam dirinya dan
dalam diri orang lain.
Masa remaja merupakan masa storm and stress hal ini diungkapkan oleh
Hall (dalam liebert dan kawan-kawan,1974:478), hal ini disebabkan selama masa
remaja banyak masalah yang dihadapi karena remaja berupaya menemukan jati
dirinya (identitas)-kebutuhan aktualisasi diri. Usaha penemuan jati diri remaja
dilakukan dengan berbagai cara pendekatan agar ia dapat mengaktualisasikan diri
secara baik. Aktualisasi merupakan salah satu bentuk kebutuhan untuk mewujudkan
jati dirinya. Klasifikasi bentuk kebutuhan remaja dibagi menjadi beberapa kelompok
kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan organic, yaitu makan, minum, bernapas, seks, dll
2. Kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapat simpati dan pengakuan
dari pihak lain, dikenal denga nAff
3. Kebutuhan berprestasi atau need of achievement (yang dikenal dengan nAch),
yang berkembang karena didorong untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
dan sekaligus menunjukkan kemampuan psikofisis
4. Kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis .

Kebutuhan-kebutuhan diatas sangat mempengaruhi tercetaknya remaja yang
jadi dambaan bangsa, kebutuhan diatas merupakan fitrah bagi manusia usia sekolah
menengah seperti mereka, jika kebutuhan-kebutuhan diatas tidak dapat mereka gapai
maka ddampaknya akan fatal bagi mereka baik segi fisiologis ataupun psikologis
mereka

3. Problematika Peserta Didik Usia Sekolah Menengah dan
solusinya

Permasalahan yang dialami manusia tidak akan pernah putus sampai ajal
menjemput, permasalahan manusia akan semakin memuncak ketika mereka menginjak
usia transisi dimana keingin tahuan yang sangat tinggi dengan semangat yang menggebu-
gebu akan sia-sia tanpa bimbingan yang terarah, perkiraan usia transisi manusia yaitu
ketika mereka berada di jenjang sekolah tingkat menengah, ketika mereka menginjak
remaja dan dewasa awal, mereka lebih tenar dengan istilah ABG (anak baru gede).
Dalam buku karangan Prof.Dr.H.Sunarto dan Dra.Ny.B.Agung Hartono dalam
bukunya perkembangan peserta didik, menerangkan beberapa permasalahan remaja
sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya sebagai berikut :
1. Upaya untuk dapat mengubah sikap dan prilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan
prilaku dewasa, tidak semuanya dapat dicapai dengan mudah oleh mereka. Pada masa
ini remaja menghadapi tugas-tugas besar , sedang dipihak lain harapan ditumpukan
pada meraka untuk dapat meletakkan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola
perilaku. Kegagalan mengatasi ketidak puasan ini dapat mengakibatkan menurunnya
harga diri, dan akibat lebih lanjut dapat mengakibatkan remaja bersikap keras dan
agresif atau sebaliknya bersikap tidak percaya diri, pendiam, atau kurang harga diri.
2. Sering kali remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan fisiknya. Hal ini
disebabkan pertumbuhan tubuhnya dirasa kurang serasi, walau hal ini tidak terjadi
pada semua remaja.
3. perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan remaja
untuk memahaminya, sehingga sering salah tingkah dan perilaku yang menentang
norma (bagi remaja laki-laki) serta berperilaku mengurung diri (bagi remaja
perempuan).
4. dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan
kmandirian dalam artian menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problema
kehidupan, kebanyakan menghadapi berbagai macam permasalahan, terutama
masalah penyesuaian emosional. Kehidupan bermasyarakat menuntut mereka untuk
banyak menyesuaikan diri, namun yang terjadi semuanya tidak selaras dengan
kenyataan. Dalam hal ini terjadi ketidak selarasan antara pola hidup masyarakat dan
perilaku yang menurut remaja baik, remaja merasa selalu disalahkan dan akibatnya
meraka frustasi dengan tingkah lakunya sendiri.
5. harapan-harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri secara sosial
ekonomis akan berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan berbagai jenis
pekerjaan dan jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakan salah satu yang sangat
sulit dihadapi oleh remaja.
6. berbagai norma dan nilai yang berlaku di dalam hidup bermasyarakat merupakan
masalah tersendiri bagi remaja, sedang dipihak remaja merasa memilki norma dan
nilai kehidupan yang dirasa lebih sesuai dari pada nilai dan norma dikalangan
masyarakat luas.
Sejak bertahun-tahun lamanya telah dilakukan banyak usaha untuk
mengetahui penyebab siswa yang mengalami ketidak puasan di sekolah. Menurut
penelitian yang telah dilakukan oleh Jakson dan Getzel dengan penelitian ilmiahnya
terhadap dua siswa yang merasa puas terhadap pengalaman sekolahnya dengan yang
tidak merasa puas menyatakan siswa yang mengalami kegagalan dan putus sekolah
karena rendahnya moral sebagai akibat kurang efektifnya sekolah yang menimbulkan
ketidak puasan siswa. Perubahan-perubahan anak dalam aspek nilai-nilai dan
identifikasi sejalan dengan pertumbuhannya yang tampak dalam bermacam-macam
perilaku.
Dengan adanya semua masalah yang terjadi pada siswa pemenuhan kebutuhan
fisik atau organi`k merupakan tugas pokok yang bisa menyebabkan kehidupannya
tetap tegar (survival), hal ini sangat dipengaruhi oleh actor ekonomi terutama
perekonomian keluarga. Dengan tidak terpenuhinya kebutuhan remaja ini maka akan
mengakibatkan terpengaruhnya pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial
seorang individu. Sekalipun kebutuhan seksual merupakan bagian dari kebutuhan
fisik, namun hal ini menyangkut factor lain untuk diperhatikan dalam pemenuhannya.
Dan untuk mengembangkan kemampuan hidup bermasyarakat dan mengenalkan
berbagai norma sosial, amat penting dikembangkan kelompok-kelompok remaja
untuk berbagai urusan.
Permasalahan secara garis besar itu timbul atas dua factor yang sangat
mempengaruhi proses perkembangan mereka, dua factor itu adalah:

A. Faktor intern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri
siswa sendiri. Permasalahan intern siswa ini mencakup semua permasalahan yang
timbul dari diri siswa dari berbagai aspek yang pengaruhi diri siswa itu sendiri. Faktor
intern siswa meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik siswa dalam
dirinya,yakni:

1. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual
/ intelegensi siswa. Dari pengalaman sehari-hari, kita memiliki kesan seakan-akan
apa-apa yang kita alami dan kita pelajari tidak seluruhnya tersimpan dalam akal kita.
Padahal menurut teori kognitif apapun yang kita alami dan yang kita pelajari, kalau
memang sistem akal kita dalam hal mengolahnya dengan cara yanag memadai,
semuanya akan tersimpan dalam subsistem akal permanen kita, akan tetapi kenyataan
yang kita alami terasa bertolak belakang dengan teori itu, apkali yang telah kita
pelajari dengan tekun justru sukar diingat kembali dan mudah terlupakan.
Lupa ialah: hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau memperoduksi
kembali apa-apa sebelumnya yang telah kita pelajari. Menurut Gulo (1982), dan
Reber (1988), mendefisinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau
mengingat sesuatu yang telah dipelajar. Dengan demikian lupa bukanlah peristiwa
hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
Faktor-faktor penyebab lupa
Pertama, lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item
informasi atau materi yang ada dalam system memori siswa. Seorang siswa akan
mengalami gangguan proaktif apabila mteri pelajaran lama yang telah disimpan dalam
suibsistem akal prmanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru, peristiwa
ini bisa terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi poelajaran yang
sangat mirip dengan materi pelajaran yang sudah dikuasai dalam jangka waktu yang
pendek. Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan reproaktif apabila
materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali
materi pelajaran yang telah lebih dahulu tersimpan.
kedua, lupa dapat terjdi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap
item yang telah ad, baik sengaja maupun tidak, penekanan ini terjadi karena beberapa
kemungkinan Yaitu: karena item informasi yang diterima kurangf menyenangkan,
karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah
ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif, karena item informasi yang diproduksi
tertekan kealam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan.
Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena prubahan situasi lingkungan
antara waktu belajar dan wktu mengingat kembali (Andeson 1990)
Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terahadap
proses dan situasi belajar tertentu, jadi meskipun seorang siswa telah mengikuti proses
belajar-mengajar dengan tekun dan sereius, tetapi Karena suatu hal minat dan sikap
siswa tersebut menjadi sebaliknya maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Lupa itu manusiawi dan mungkin anda tidak mungkin bisa mencegahnya. Namun
sekedar berusaha mengurangi proses terjadinya lupa yang sering dialami oleh para
siswa dapat anda lakukan dengan berbagai kiat diantaranya sebagai berikut:
a. Overlewarning (belajar lebih) Artinya upaya belajar yang melebihi batas
penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu, overlearning terjadi apabila respon
atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon
tersebut dengan cara diluar kebiasaan, diantara contohnya ialah pembacaan teks
pancasila pada setiap hari senin yang memungkinkan ingatan siswa pada P4 lebih
kuat.
b. Extra study time ( tambhan waktu belajar) Ialah upaya penambahan alokasi waktu
belajar atau frekuensi aktifitas belajar atau juga bisa disebut penambahan jam
waktu belajar. Misalnya dari satu jam menjadi satu setengah jam, dari satu kali
sehari menjadi dua kali dalam sehari
c. Menemonic device (muslihat memori) Ialah kiat khusus yang dijadikan alat
pengait mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam sistem akal siswa.
Muslihat ini beragam caranya diantaranya ialah dengan bentuk not yang dijadikan
sebagai nyanyian anak-anak TK, atau juga dengan singkatan huruf-huruf tau nama-
nama istilah yang harus diingat oleh siswa.

2. Yang bersifat afektif (ranah Rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
Yang termasuk dalam ranah rasa adalah rasa jenuh, secara harfiah arti kejenuhan ialah
padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun, selain itu jenuh juga
dapat berarti jemu atau bosan. Kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang
digunakan untuk belajar tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber, 1988). Sorang siswa
yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan
yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar
ini pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentan waktu tertentu
saja. Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tidak dapat
bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses item-item informasi dan
pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seakan-akan diam ditempat.
Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan motifasi dan
konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum sampai ketingkat
keterampilan berikutnya.

Faktor penyebab dan cara mengatasi kejenuhan belajar
Kejenuhan belajar dapat melanda siswa apabila ia telah kehilangan motivasi
dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum siswa tertentu
sampai pada tingkat keterampilan berikutnya (Chaplin, 1972). Selain itu kejenuhan
juga dapat terjadi karena proses belajar siswa telah sampai pada batas kemampuan
jasmaninya karena bosan dan keletihan. Namun, penyebab kejenuhan yang paling
umum adalah keletihan yang melanda siswa, karena keletihan dapat menjadi
penyebab munculnya perasaan bosan pada siswa yang bersangkutan.
Menurut Cross dalam bukunya the psychology of learning, keletihan siswa
dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Keletihan indra siswa
2. Keletihan fisik siswa
3. Keletihan mental siswa
Keletihan fisik dan keletihan indra pada umumnya dapat dikurangi lebih
mudah setelah siswa beristirahat cukup dan mengkonsumsi makanan dan minuman
yang bergizi, sebaliknya keletiha mental tidak dapat diatasi dengan cara yang mudah,
itulah sebabnya keletihan dipandang sebagai faktor utaam penyebab utama
munculnya kejenuhan belajar.
Sedikitnya ada empat faktor yang menyebabkan keletihan mental siswa.
Antara lain:
1. Karena kecemasan siswa terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh
keletihan itu sendiri
2. Karena kecemasan siswa terhadap standar keberhasilan bidang-bidang studi
tertentu yang dianggap terlalu tinggi terutama ketika siswa merasa bosan.
3. Karena siswa berada pada situasi kompetitif yang ketat dan menuntut untuk lebih
kerja keras
4. Karena siswa mempercayai konsep kerja akademik yang optimum, sedangkan dia
sendiri menilai belajarnya sendiri hanya berdasarakan ketentuan yang ia bikin
sendiri
Selanjutnya, kiat-kiat untuk mengatasi keletihan mental yang menyebabkan kejenuhan
belajar antara lain:
1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi
2. Mengubah jadwal belajar yang memungkinkan siswa belajar lebih giat
3. Mengubah atau menata kembali lingkungan belajar siswa yang memungkinkan
siswa dapat belajar lebih menyenangkan
4. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk lebih
giat dalam belajar
5. Siswa harus berbuat nyata atau tidak pantang menyerah dengan cara belajar dan
belajar lagi
3. Yang bersifat psikomotor (ranah rasa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
penglihatan dan pendengar (mata dan telinga).
Pemecahan masalah kesulitan belajar
1. Diogonis kesulitan belajar
Dalam melakukan diagonis diperlukan adanya prosedur yang terdiri dari langkah-
langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis
tertentu yang dialami oleh siswa. Menurut prosedur Weener dan Senf adalah suatu
contoh langkah diaknotis yang sangat baik antara lain:
a. Melakukan observasi kelas unutk melihat perilaku menyimpang siswa ketika
mengikuti pelajaran
b. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa yang diduga sebagai faktor dalam
mengalami kesulitan belajar
c. Mewawancarai wali murit untuk mengetahui hal-hal berkenaan dengan kesulitan
belajar siswa
d. Memberikan tes diaknotis bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakekat
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa
e. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ)

2. Analisis hasil diagnosis
Data dan informasi yang diperoleh oleh guru melalui diagnosis kesulitan belajar perlu
dianalisis sedemikian rupa sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami sisiwa yang
berprestasi rendah dapat diketahui secara pasti.
3. Menentukan kecakapan bidang bermasalah
Berdasarkan hasil analisis guru dapat menentukan bidang kecakapan tertentu
yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan
bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu bidang kecakapan
bermasalah yang ditangani oleh guru, bidang kecakapan yang ditangani oleh guru dan
orang tua dan bidang kecakapan yang tidak dapat ditangani oleh guru maupun orang
tua.



4. Menyusun program perbaikan
Dalam hal menyususn program pengajaran perbaikan (Remedial Teaching) guru perlu
menetapkan hal-hal sebagai berikut:
a. Metode pengajaran Remedial
b. Alokasi waktu pengajaran Remedial
c. Evaluasi kemajuan siswa setelah Tujuan pengajaran Remedial
d. Materi pengajaran Remedial
e. mengikuti program pengajaran Remedial
5. Melaksanakan program perbaikan
Pada prinsipnya program pengajaran perbaikan (Remedial) lebih cepat
dilaksanakan tentu akan lebih baik, tempat pelaksanaannya bisa dimana saja asalkan
dapat memungkinkan siswa mengkonsentrasikan perhatiannya terhadap proses
pengajaran perbaikan tersebut. Guru juga dianjurkan untuk mempertimbangkan
penggunaan model-model mengajar tertentu yang dianggap sesuai sebagai alternatif
lain untuk memcahkan masalah kesulitan belajar siswa.
Dalam buku Psikologi belajar dan mengajar karangan Dr, Oemar hamalik
dijelaskan tentang anjuran yang berasal dari studi tentang remaja sebagai gejala
cultural dan biologis, sebagian lagi berasal dari praktek-praktek konvensional maupun
inovatif ci sekolah menengah yaitu:
1. belajar para remaja akan dipermudah apabila ada keseimbangan antara pembatasan
dan kebebasan.
2. belajar disekolah akan dipermudah apabila para remaja diperlukan sebagai pribadi
dan bukan sebagai benda
3. belajar akan dipermudah apabila para remaja tahu bahwa suaranya didengar dan
sungguh-sungguh diperhitungkan
4. belajar akan dipermudah apabila seseorang tahu bahwa ia diterima, dikenal, atau
diakui oleh kelompoknya, dan kehadirannya menimbulkan perbedaan tertentu
5. belajar akan dipermudah serta perkembangan kepribadian yang seimbang akan
meningkat apabila personel sekolah mengenal berbagai inteligensi dan berbagai gaya
belajar.
6. belajar akan dipermudah apabila kapasitas para pemuda untuk mempercayai dirinya
diterima dan mereka diberima dan mereka diberi semangat
7. mempelajarikonsep-konsep yang terpilih dan konsep diri yang sehat akan
dipermudah bila para remaja memahami dirinya sendiri dan kebudayaan remaja
8. belajar akan dipermudah apabila angka-angka dihilangkan.
9. lingkungan belajar mengajar akan menjadi baik bila para guru mengetahui dan
menerima beban serta tantangan terhadap dirinya sebagai pusat perhatian remaja dan
sebagi model.

B. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri
siswa. Hal ini meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak
mendukung aktifitas belajar siswa, faktor ini dapat dibagi tiga macam
1. Lingkungan keluarga, kemerosotan dalam hubungan keluarga, baik itu berupa kurang
perhatiannya orangtua atau konflik yang terjadi dalam lingkungan keluarga sangat
mengganggu proses pembelajaran seorang siswa yang masih mencari jati diri yang
sesuai dengan karakternya, ketidak harmonisan hubungan antara ayah dengan ibu
sangatlah menghambat kesakssan pendidikannya, dan rendahnya kehidupan ekonomi
keluarga juga sangat mempengaruhi terbentuknya penerus bangsa yang berpendidikan
tinggi.
2. Lingkungan perkampungan/masyarakat, masyarakat adalah bagian keluarga besar
bagi para remaja yang tidak ingin mengetahui keadaan anaknya dan menuntunnya
kejalan yang benar jika mereka tersesat, justru seorang anak harus mengetahui dan
menjaga keadaannya sendiri dengan berbagai macam karakter anggaota keluarga yang
berbeda-beda. wilayah perkampungan kumuh (slum area) sangat mempengaruhi
perkembangan moral peserta didik, dan teman sepermainan (peer grup) yang nakal
lebih cepat mempengaruhi masa remaja, karena tidak bisa dipungkiri perbuatan baik
lebih sulit untuk dilaksanakan, sedangkan perbuatan jelek lebih cepat penyebarannya
dan lebih mudah untuk dilakukan.

3. Lingkungan sekolah, kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar
sangat mmgganmggu sekali pada proses pendidikan yang dilaksanakan oleh pserta
didik usia sekolah menengah, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas
rendah juga mengganggu terlaksananya pendidikan seorang siswa. Selain faktor yang
bersifat umum diatas ada faktor-faktor lain yang menimbulkan kesulitan belajar
siswa.
Diantara faktor-faktor khusus yang dapat dipandang adalah sindrom psikologis
berupa learning disability (ketidak mampuan belajar). Sindrom (syindrom) yang
berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis
(Reber, 1998) yang menimbulkan kesulitan belajar. Akan tetapi siswa yang
mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memeilki potensi IQ
yang normal, bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh
karenanya kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin
hanya disebabkan oleh adanya minimal Brain Disfunction, yaitu gangguan ringan
pada otak (Lask, 1985: Reber, 1988)
Problematika atau masalah yang bersifat ekstern itu timbul dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat. Pada usia sekolah menengah peserta didik menginginkan
sesuatu kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Mereka ingin
selalu diakui sebagai pribadi, ia ingin bertanggung jawab atas hidupnya sendiri, pada
usia ini orang tua tidak terlalu mengekang terhadap kebebasan atau bahkan
meniadakan kebebasannya. Jadi, dalam hal ini orang tua harus memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengambil keputusannya sendiri mengenai hal-hal
yang akan dilakukannya.
Pada usia sekolah menengah peserta didik sudah mulai memikirkan tentang
hal-hal yang benar dan yang salah serta tentang norma-norma untuk membimbing
tingkah lakunya. Ia mulai memperhatikan konsep-konsep mengenai hal-hal yang
benar dan yang salah, ia tidak mau begitu saja menerima pendapat-pendapat dari
orang lain. Selain itu, masalah yang lebih penting lagi adalah apa yang disebut dengan
kesenjangan generasi antara peserta didik dengan orang tua, kesenjangan ini sebagian
disebabkan karena adanya perubahan radikal dalam nilai dan standar prilaku yang
biasanya terjadi dalam setiap perubahan budaya yang pesat, sebagian juga disebabkan
karena dalam masa remaja lebih banyak memiliki kesempatan untuk pendidikan sosial
budaya yang lebih besar. Hubungan orang tua dengan anak akan membaik ketika
orang tua mulai menyadari bahwa anak-anak mereka bukan anak kecil lagi. Mereka
memberi banyak keistimewaan dan sekaligus bertanggung jawab serta prestasi belajar
yang lebih baik. Untuk mengembangkan kepribadian anak secara sempurna maka ada
beberapa hal yang harus diterapkan oleh orang tua pada usia sekolah menengah antara
lain:
a. Bersikap tidak membedakan
Salah satu cara yang salah yang sering dilakukan oleh orang tua yang membuat
anak menjadi jahat adalah sikap membedakan.Sebagian orang tua kadang lebih
condong pada anak laki-lakinya dan juga sebaliknya lebih condong pada anak
perempuan.
Sikap membedakan yang demikian ini akan meninggalkan pengaruh negatif pada
kejiwaan anak, pengaruk negatif ini akan terus berkembang seiring dengan
perkembangan kedewasaannya yang kemudian akan mengantar anak pada
kehancuran bahkan tidak jarang sikap negatif ini menular pada anak cucu mereka.
b. Perhatian dan pengarahan yang baik
Salah satu sarana untuk menghindarkan anak dari sikap jahat adalah dengan
pendekatan psikologis, orang tua harus bersikap lebih mengerti pada kondisi anak.
Ketika hendak membenarkan sesuatu yang salah pada anak orang tua tidak boleh
menggunakan kekerasan dan meluapkan emosi. Orang tua harus berbicara dengan
lemah lembut yang disertai dengan nasenat-nasehat. Sesuai dengan firman Allah
dalam surat At-Thoha ayat 44

O +O LO~ 44jO-
N--E- NO-EO44C u
_/E^C ^jj
Artinya : maka berbicaralah kamu keduanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah dia ingat atau takut
c. Menanamkan taqwa dalam jiwa anak
Seluruh dosa sebenarnya adalah sifat-sifat yang hina, untuk menyelamatkan diri
dari hal tersebut jalan keluarnya adalah menanamkan ketaqwaan pada jiwa anak.
Apabila tangkai-tangkai pohon kejahatan itu layu dan daun-daunnya rontok
berjatuhan, maka akar-akarnya akan tumbang dan mati, artinya dalam kehidupan
sosial sifat-sifat jelek yang ada pada diri manusia seperti kikir, takabur, suudzon
dan lain-lain. Jika seseorang dapat menahan dari segala sifat-sifat buruk tersebut
maka dia akan terlepas dari dosa-dosa, begitu juga pada anak, pendidikan seperti
ini perlu ditanamkan oleh orang tua demi kebaikan jiwa pada diri anak.








C. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas jelas sekali kondisi peserta didik sangat labil, yang
memerlukan bimbingan orang yang lebih dewasa dan petunjuk mereka atas masalah-
masalah yang belum bisa mereka pecahkan, perubahan kondisi peserta didik pada usia
sekolah menengah ini banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat cultural.
Problematika remaja secara garis besar terdapat dua faktor yaitu faktor intern (dari
dalam diri remaja itu sendiri) dan faktor ekstern (dari luar diri). Yang sangat menonjol
dari problematika remaja adalah yang berhubungan kultural dan psikososial.
Solusi yang sangar tepat bagi remaja atas apa yang menimpa mereka adalah usaha
mereka sendiri untuk bisa menerapkan kiat-kiat supaya mereka tidak terlena dengan
masalah-masalah yang menimpa mereka, dan melaksanakan anjuran-anjuran yang
telah dijelaskan diatas. Perhatian orang lain juga sangat membantu mereka untuk
memecahkan masalah yang menimpa.




















DAFTAR RUJUKAN

Ernest, R.H. Pengantar Psikologi, Erlangga, Jakarta: 1983.
Gunarsa, S. Psikologi Anak Bermasalah, Gunung Mulia, Jakarta:1987.
Hurlock, Elisabet B. Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta: 1980.
Mazhariri. Pintar Mendidik Anak, Centera, Jakarta: 2000
RifaI, S. Psikologi Perkembangan Remaja, Bina Aksara, Bandung: 1984
Susilowindradini. Psikologi Perkembangan, Usaha Nasional, Surabaya: 1980.
Samsunuwiyati Marat, Psikologi perkembangan, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung:2006
Sunarto.H, Agung Hartono.B, Perkembangan Peserta Didik, PT Rineka Cipta,
Jakarta:1999
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, CV Sinar Baru, Bandung:1990
Baharuddin.H, Psikologi Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta: 2007

Anda mungkin juga menyukai