PENGERTIAN
Departementalisasi BOP adalah membagi pabrik ke dalam departemen-departemen atau pusat
biaya (cost center) untuk pembebanan BOP.
Departementalisasi BOP bermanfaat bagi perusahaan dalam :
1. Penentuan harga pokok produk lebih teliti
Dapat menentukan harga pokok lebih teliti karena penentuan tarif pembebanan BOP pada
masing-masing departemen didasarkan pada dasar pembebanan yang relevan dengan
departemen yang bersangkutan.
2. Pengendalian BOP dapat dipertanggungjawabkan
Pengendalian BOP dapat dipertanggungjawabkan, karena dengan departementalisasi
maka biaya-biaya suatu departemen secara langsung dan lengkap dapat diidenrifikasikan
dengan mandor atau pengawas yang harus bertanggung jawab di departemen yang
bersangkutan.
Departemen Departemen
Pembantu Produksi
Dept X Dept A
Dept Y Produk
Dept Z Dept B
Alokasi Pembebanan
Dalam metode ini, BOP departemen-departemen pembantu yang saling memberikan jasa
dialokasikan secara terus menerus, sehingga jumlah BOP yang belum dialokasikan menjadi
habis atau sampai jumlah yang tak berarti.
Metode Aljabar (algebraic methods)
Dalam meted ini, jumlah biaya tiap departemen pembantu dinyatakan dalam persamaan aljabar
Dalam praktek, metode alokasi kontinyu dan metode aljabar sering menimbulkan
kesulitan dalam perhitungan apabila perusahaan memiliki banyak departemen pembantu. Oleh
karena itu dua metode alokasi bertahap sebelumnya tidak banyak digunakan dan lebih banyak
menggunakan metode urutan alokasi yang diatur (specified order of closing). Karakteristik
metode ini adalah :
1. BOP departemen pembantu dialokasikan secara bertahap
2. Alokasi BOP pembantu diatur urutannya sedemikian rupa sehingga arus alokasi biaya
menuju ke satu arah.
3. Pedoman umum dalam mengatur urutan alokasi BOP departemen pembantu adalah
sebagai berikut:
a. BOP departemen pembantu yang jasanya paling banyak dipakai oleh
departemen-departemen lain, dialokasikan pada urutan yang pertama.
b. Urutan alokasi biaya dapat juga didasarkan pada urutan besarnya BOP dalam
masing-masing departemen pembantu.
c. Departemen pembantu yang paling banyak menerima jasa dari departemen
pembantu lain diletakkan paling akhir dalam proses alokasi BOP.
4. Selama melakukan alokasi BOP hams diperhatikan pedoman berikut ini :
a. Tidak ada alokasi BOP ke dalam departemen yang BOPnya telah habis
dialokasikan ke departemen lain.
b. Departemen-departemen pembantu yang saling memberikan jasa, bila
jumlahnya tidak material dan saling mengkompensasi, tidak diadakan alokasi BOP
kedalamnya.
Contoh 1
PT. Rifani memiliki 3 Departemen Produksi, yaitu departemen A, departemen B dan
departemen C serta 2 departemen pembantu, yaitu departemen X dan Departemen Y. Taksiran
BOP dan taksiran kapasitas dari tiap departemen adalah sebagai berikut :
Departemen Fixed Variabel Total
A Rp 2.500.000 Rp 4.398.000 Rp 6.898.000
B 2.000.000 4.672.000 6.672.000
C 3.000.000 3.738.000 6.738.000
X - - 3.046.000
Y - - 5.000.000
Dari soal diatas hitunglah tarif BOP untuk tiap departemen produksi (A, B, C) dengan
menggunakan metode :
a. Metode alokasi langsung
b. Metode alokasi yang diatur
c. Metode alokasi kontinyu
d. Metode aljabar
a. Metode Langsung
Dept A Dept B Dept C Dept X Dept Y
BOP Tetap 2.500.000 2.000.000 3.000.000 - -
BOP Variabel 4.398.000 4.672.000 3.738.000 - -
Total 6.898.000 6.672.000 6.738.000 3.046.000 5.000.000
Alokasi BOP Dept Y (5.000.000
A= 30/90 x 5.000.000 1.666.667 - -
B= 20/90 x 5.000.000 - 1.111.111 -
C= 40/90 x 5.000.000 - - 2.222.222
Alokasi BOP Dept X (3.045.000)
A= 40/85 x 3.046.000 1.433.412 - -
B= 20/85 x 3.046.000 /' 716.706 -
C= 25/85 x 3.046.000 - - 895.882
Alokasi Dept X dan Y 3.100.079 1.827.817 3.118.104 0 0
Setelah alokasi X dan Y (a) 9.998.079 8.499.817 9.856.104
Kapasitas (b) 100.000 JKL 25.000 JM 36.000.000 UBL
Tarif BOP (a : b) Rp 99,98/JKL Rp 399,99/JM 27,38 %
Tarif BOP Tetap Rp 25/JKL Rp 80/JM. 8,33 % .
Tarif BOP Variabel Rp 74,98/JKL Rp 319,99/JM 19,05 %
d. Metode Aljabar
Persamaan :
X = Rp 3.046.000 + 10 % Y
Y = Rp 5.000.000 + 15 % X
X = Rp 3.046.000 + 10 % (5.000.000 + 15 % X)
= Rp 3.046.000 + 500.000 + 0,015 X
= Rp 3.546.000 + 0,015 X
X - 0,015 X = Rp 3.546.000
0.985 X = Rp 3.546.000
X = Rp 3.600.000
Y = Rp 5.000.000 + 15 % (3.600.000)
= Rp 5.000.000 + 540.000
Y = Rp 5.540.000
SOAL LATIHAN
1. Jelaskan maksud dan manfaat dari departementalisasi BOP
2. Sebutkan dan jelaskan empat tahap utama penyusunan anggaran BOP per departemen
3. Jelaskan dua metode alokasi BOP departemen pembantu ke departemen produksi
4. Sebutkan dan jelaskan dua kelompok metode yang termasuk dalam metode alokasi
bertahap
5. Jelaskan perbedaan antara metode alokasi langsung dengan metode alokasi bertahap
6. PT. Surya mempunyai 3 departemen produksi (A, B, C) dan 2 departemen pembantu (X,Y),
taksiran BOP dan kapasitas tiap departemen adalah sebagai berikut:
Departemen Fixed Variabel Total
A Rp 3.640.000 Rp 7.837.500 Rp 11.477.500
B 2.750.000 4.725.000 7.475.000
C 4.500.000 8.475.000 12.975.000
X - - 3.712.500
Y - - 7.200.000
Taksiran Kapasitas Dept A : 80.000 JKL
Dept B : 25.000 JM
Dept C : Rp 30.000.000 UBL
Perbandingan Service atau jasa yang diberikan oleh departemen pembantu X dan Y kepada
departemen produksi adalah sebagai berikut:
Dari soal diatas? hitunglah tarif BOP untuk tiap departemen produksi (A,B,C) dengan
menggunakan metode :
a. Metode alokasi langsung
b. Metode alokasi yang diatur
c. Metode alokasi kontinyu
d. Metode aljabar
7 METODE HARGA POKOK PROSES
Metode harga pokok proses diterapkan untuk mengolah informasi biaya produksi dalam
perusahaan yang produksinya dilaksanakan secara massa. Metode harga pokok proses
berbeda dengan metode harga pokok pesanan dalam hal pengumpulan biaya produksi,
perhitungan harga pokok per satuan, klasifikasi biaya produksi dan pengelompokkan biaya
yang dimasukkan dalam unsur BOP. Masalah pokok yang terdapat dalam metode harga pokok
proses adalah bagaimana menentukan harga pokok produk selesai yang ditransfer ke
departemen produksi berikutnya atau ke gudang dan bagaimana menentukan harga pokok
produk yang pada akhir periode masih dalam proses produksi. Untuk menentukan harga pokok
produk yang masih dalam proses tersebut, diperlukan perhitungan biaya produksi per satuan
produk yang dihasilkan oleh suatu departemen . Untuk menghitung biaya per satuan produk
yang dihasilkan oleh suatu departemen, perlu ditentukan ekuivalen unit. Ekuivalen unit ini
ditentukan oleh jumlah produk selesai yang ditransfer ke departemen selanjutnya atau ke
gudang, tingkat penyelesaian persediaan produk atau barang dalam proses pada akhir periode
dan ada tidaknya produk yang hilang dalam proses, baik di awal maupun diakhir proses.
PENGERTIAN
Metode harga pokok proses merupakan metode pengumpulan harga pokok produk yang
diterapkan pada perusahaan manufaktur yang berproduksi secara massa. Perusahaan
manufaktur yang berproduksi secara massa memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Sifat produksinya terus menerus
2. Tujuan produksi untuk mengisi persediaan di gudang'
3. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar
4. Produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu adalah sama
Sebagai contoh perusahaan yang berproduksi massa adalah perusahaan semen,
perusahaan pupuk dan perusahaan tekstil.
Dalam perusahaan yang berproduksi massa, informasi harga pokok produksi yang
dihitung secara periodik bermanfaat bagi manajemen dalam hal:
1. Menentukan harga jual produk
2. Memantau realisasi biaya produksi
3. Menghitung laba atau rugi periodik
4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan
disajikan dalam neraca
Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi Dan Produk Dalam Proses Yang Akan
Disajikan Dalam Neraca
Ketika manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik,
manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Dalam
neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok
produk dalam proses. Untuk tujuan itu, manajemen memerlukan catatan biaya produksi dap
periode. Berdasarkan catatan biaya produksi periodik tersebut manajemen dapat menentukan
biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum terjual dan dapat menentukan harga
pokok yang melekat pada produk dalam proses. Biaya produksi yang melekat pada produk jadi
yang belum laku dijual dilaporkan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan produk jadi,
sedangkan biaya produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal masih dalam
pengerjaan disajikan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan produk dalam proses.
Untuk selanjutnya untuk menggambarkan penggunaan metode harga pokok proses
dalam pengumpulan biaya produksi pembahasannya akan dibagi menjadi:
a. Metode harga pokok proses yang diterapkan pada perusahaan yang produknya diolah
hanya melalui satu departemen produksi.
b. Metode harga pokok proses yang diterapkan pada perusahaan yang produknya diolah oleh
lebih dari satu departemen produksi.
c. Bagaimana pengaruh apabila dalam proses produksi terdapat produk yang hilang terhadap
perhitungan harga pokok produksi per satuan. Produk yang hilang dalam proses produksi
dapat terjadi pada awal proses dan akhir proses
d. Penggunaan metode harga pokok proses yang memperhitungkan dampak persediaan
produk dalam proses awal.
Untuk memahami perhitungan harga pokok produk dalam metode harga pokok proses,
berikut diuraikan contoh metode harga pokok proses yang diterapkan dalam perusahaan yang
mengolah produknya melalui satu departemen produksi tanpa memperhitungkan adanya
persediaan produk dalam proses awal periode.
Contoh 1
PT. Rifani mengolah produknya secara massa melalui \ Departemen Produksi, jumlah biaya
yang dikeluarkan selama bulan September 2002, adalah sebagai berikut:
Biaya Bahan Baku Rp. 25.000.000
Biaya Tenaga Kerja 18.000.000
Biaya Overhead Pabrik (BOP) 36.000.000
Total biaya produksi Rp. 79.000.000
Produk yang diolah pada bulan September 2002 sebanyak 10.000 unit, yang selesai 8.000 unit
dan sisanya masih dalam proses akhir bulan dengan tingkat penyelesaian, Bahan Baku = 100
%, Tenaga Kerja 80 % dan BOP = 50 %.
Buat Laporan Harga Pokok Produksi (Cost Production Report), berikut catatan akuntansinya.
Berdasarkan contoh diatas, penyelesaian berikut langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
PT. RIFANI
LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI
Bulan September 2002
Perhitungan Biaya
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang 8.000 unit @ Rp 8.375 Rp 67.000.000
Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan :
Biaya bahan baku (100 % x 2.000 x Rp 2.500) Rp 5.000.000
Biaya tenaga kerja ( 80 % x 2.000 x Rp 1.875) 3.000.000
Biaya overhead pabrik ( 50 % x 2.000 x Rp 4.000) 4.000.000
Rp 12.000.000
Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002 Rp 79.000.000
METODE HARGA POKOK PROSES - PRODUK DIOLAH MELALUI LEBIH DARI SATU
DEPARTEMEN PRODUKSI
Jika suatu produk diolah melalui lebih dari satu departemen produksi, perhitungan harga
pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh departemen produksi pertama sama
dengan yang telah dibahas pada contoh 1 sebelumnya.
Perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh departemen
setelah departemen pertama merupakan {perhitungan yang bersifat kumulatif, karena produk
yang dihasilkan oleh departemen setelah departemen pertama merupakan barang jadi dari
departemen sebelumnya yang membawa harga pokok produksi dari departemen sebelumnya
tersebut, maka harga pokok produk yang dihasilkan setelah departemen pertama terdiri dari:
1. Biaya produksi yang terbawa dari departemen sebelumnya
2. Biaya produksi yang ditambahkan dalam departemen setelah departemen pertama
Contoh 2.
PT. Rizki memiliki 2 departemen produksi (dept A dan B) untuk menghasilkan produknya.
Data produksi dan biaya kedua departemen tersebut dalam bulan Oktober 2002, adalah
sebagai berikut:
Dept A Dept B
Dimasukkan dalam proses produksi 50.000 unit -
Selesai dan di transfer ke Departemen B 45.000 unit -
Selesai dan di transfer ke Gudang - 42.500 unit
Produk dalam proses akhir bulan (BDP ) 5.000 unit 2.500 unit
Biaya/ cost yang dibebankan :
Biaya Bahan Baku Rp. 8.000.000 Rp. 0
Biaya Tenaga Kerja Rp. 11.400.000 Rp. 12.237.500
Biaya Overhead Pabrik Rp. 23.750.000 Rp. 23.362.500
Tingkat Penyelesaian BDP
Biaya Bahan Baku 100 % -
Biaya Konversi (TKL dan BOP) 50 % 80 %
Buat Laporan Harga Pokok Produksi (Cost Production Report), berikut catatan akuntansinya.
PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DI DEPARTEMEN A
Untuk menghitung harga pokok produksi per satuan yang dikeluarkan pada departemen A perlu
dihitung ekuivalen unit tiap unsur biaya produksi departemen A dalam bulan Oktober 2002,
dengan cara sebagai berikut:
1. Biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh departemen A dalam bulan Oktober 2002 tersebut
dapat menghasilkan 45.000 satuan produk selesai dan 5.000 satuan produk yang masih
dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya bahan baku 100 %. Hal ini berarti bahwa
biaya bahan baku sebesar Rp 8.000.000 tersebut telah digunakan sepenuhnya untuk
menyelesaikan barang jadi sebanyak 45.000 satuan dan 5.000 satuan (100% x 5.000)
persediaan barang dalam proses. Dengan demikian ekuivalen unit biaya bahan baku adalah
50.000 satuan, dengan perhitungan : 45.000 + (100% x 5.000) = 50.000 satuan.
2. Biaya konversi, vang terdiri dari biaya tenaga kerja dan BOP yang dikeluarkan oleh
departemen A pada bukn Oktober 2002 sebesar Rp 35.150.000 tersebut dapat
menghasilkan 45.000 satuan produk selesai dan 5.000 satuan produk yang masih dalam
proses, dengan tingkat penyelesaian biaya konversi 50 %. Hal ini berarti bahwa biaya
konversi telah digunakan sepenuhnya untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 45.000
satuan dan 2.500 satuan (50% x 5.000) persediaan barang dalam proses. Dengan demikian
ekuivalen unit biaya konversi adalah 47.500 satuan, dengan perhitungan : 45.000 + (50% x
5.000) = 47.500 satuan.
Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan harga pokok barang jadi maupun barang
dalam proses di departemen A disajikan pada tabel dibawah ini :
Harga Pokok
Biaya Produksi Total Biaya Ekuivalen unit
Persatuan
(1) (2) (3) (4) = (2) : (3)
Bahan Baku Rp 8.000.000 50.000 Rp 160
Tenaga Kerja 11.400.000 47.500 240
BOP 23.750.000 47.500 500
Total Rp 43.150.000 Rp 900
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke Dept B : 45.000 x Rp 900 Rp. 40.500.000
Harga pokok barang dalam proses :
Biaya bahan baku (100 % x 5.000 x Rp 160) Rp 800.00
Biaya teaaga kerja (50 % x 5.000 x Rp 240) 600.00
Biaya overhead pabrik (50 % x 5.000 x Rp 500) 1.250.00
Rp. 2.650.000
Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002 Rp. 43.150.000
Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost
production report) seperti yang disajikan pada gambar 7.2.
Untuk mengolah produk selesai yang diterima dari departemen A tersebut, departemen
B mengeluarkan biaya tenaga kerja dan BOP dalam bulan Oktober 2002 berturut-turut sebesar
Rp 12.237.500 dan Rp 23.362.500. Dari 45.000 satuan produk yang diolah departemen B
tersebut dihasilkan barang jadi yang di transfer ke gudang sebanyak 42.500 satuan dan
persediaan barang dalam proses sebanyak 2.500 satuan dengan tingkat penyelesaian 80 %
biaya konversi.
Untuk menghitung harga pokok produksi per satuan yang ditambahkan oleh departemen B,
perlu dihitung ekuivalen unit tiap unsur harga pokok yang ditambahkan oleh departemen B
dalam bulan Oktober 2002, dengan cara berikut :
Biaya konversi, yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan BOP yang ditambahkan oleh
departemen B untuk memproses 45.000 satuan produk yang diterima dari departemen A
sebesar Rp 32.000.000 tersebut dapat menghasilkan 42.500 satuan produk selesai dan 2000
satuan produk yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya konversi 80 %.
Hal ini berarti bahwa biaya konversi telah digunakan sepenuhnya untuk menyelesaikan barang
jadi sebanyak 42.500 satuan dan 2.000 satuan (80% x 2.500) persediaan barang dalam proses.
Dengan demikian ekuivalen unit biaya konversi adalah 44.500 satuan, dengan perhitungan :
42.500 + (80% x 2.500) = 44.500 satuan. Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan
harga pokok barang jadi maupun barang dalam proses di departemen B disajikan pada tabel di
bawah ini:
Harga Pokok
Biaya Produksi Total Biaya Ekuivalen unit
Persatuan
(1) (2) (3) (4) = (2) : (3)
Tenaga Kerja Rp 12.237.500 44.500 275
BOP 23.750.000 44.500 525
Total Rp 35.362.500 Rp 800
PT. RIZKI
DEPARTEMEN B
LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI
Bulan Oktober 2002
Perhitungan Biaya
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang 42.500 unit @ Rp 1.700 Rp 72.250.000
Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan :
Harga pokok departemen A (2.500 x Rp 900) Rp 2.250.000
Biaya tenaga kerja ( 80 % x 2.500 x Rp 275) 550.000
Biaya overhead pabrik ( 80 % x 2.500 x ftp 525) 1.050.000
Rp 3.850.000
Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002 Rp. 76.100.000
Dalam proses produksi, tidak semua produk yang diolah akan menghasilkan produk
yang baik yang memenuhi standar mutu yang ditentukan. Jika bahan baku yang diolah selama
periode tertentu 100 liter, yang banyaknya dinyatakan dalam ekuivalen unit sebanyak 50 satuan
produk jadi, belum tentu hasil produksi pada periode tersebut akan menghasilkan 50 satuan
produk tersebut.
Dilihat dari saat terjadinya, produk dapat hilang pada awal proses, sepanjang proses
atau pada akhir proses. Untuk kepentingan penyederhanaan perhitungan harga pokok produksi
per satuan, produk yang hilang sepanjang proses dapat diperlakukan sebagai produk yang
hilang awal atau akhir proses.
PENGARUH TERJADINYA PRODUK YANG HILANG PADA AWAL PROSES DAN AKHIR
PROSES TERHADAP PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK PER SATUAN
Produk yang hilang pada awal proses dianggap belum ikut menyerap biaya produksi yang
dikeluarkan dalam departemen yang bersangkutan, sehingga tidak diikutsertakan dalam
perhitungan-perhitungan ekuivalen unit produk yang dihasilkan dalam departemen tersebut.
Dalam departemen pertama, produk yang hilang awal proses mengakibatkan adanya kenaikan
harga pokok pada harga pokok produksi per satuan. Dalam departemen berikutnya, produk
yang hilang awal proses mempunyai dua akibat yaitu :
1. Menaikkan harga pokok produksi per satuan produk yang diterima dari departemen
sebelumnya
2. Menaikkan harga pokok produksi per satuan yang ditambahkan pada departemen produksi
setelah departemen produksi yang pertama tersebut.
Sedangkan produk yang hilang akhir proses, karena telah ikut menyerap biaya produksi yang
dikeluarkan dalam departemen yang bersangkutan, sehingga harus diperhitungkan dalam
penentuan ekuivalen unit produk yang dihasilkan oleh departemen tersebut kepada masing-
masing unsur harga pokok sejumlah unit yang hilang pada akhir proses. Baik pada departemen
pertama maupun pada departemen-departemen berikutnya, harga pokok produk yang hilang
akhir proses harus diperhitungkan dan harga pokok ini diperlakukan sebagai tambahan harga
pokok produk selesai yang di transfer ke departemen produksi berikutnya atau ke gudang. Hal
ini akan mengakibatkan harga pokok per satuan produk selesai yang di transfer ke departemen
berikutnya atau ke gudang menjadi lebih tinggi.
Untuk menggambarkan pengaruh terjadinya produk yang hikng awal atau akhir proses terhadap
perhitungan harga pokok per satuan, dapat digambarkan pada contoh berikut ini.
Contoh 3
PT. Amelia memiliki 2 departemen produksi (dept A dan B) untuk menghasilkan produknya.
Data produksi dan biaya kedua departemen tersebut dalam bukn Nopember 2002, adalah
sebagai berikut:
Dept. A Dept. B
Dimasukkan dalam proses produksi 200.000 unit -
Selesai dan di transfer ke Departemen B 180.000 unit -
Selesai dan di transfer ke Gudang - 172.500 unit
Produk dalam proses akhir bulan (BDP) 15.000 unit 5.000 unit
Hilang awal proses 2.000 unit
Hilang akhir proses 3.000 unit 2.500 unit
Biaya/cost yang dibebankan:
Biaya Bahan Baku Rp. 39.600.000 -
Biaya Tenaga Kerja 62.400.000 Rp. 79.875.000
Biaya Overhead Pabrik 81.600.000 Rp.
Tingkat Penyelesaian BDP 106.500.000
Biaya Bahan Baku 100 % -
Biaya Konversi (TKL dan BOP) 60 % 50 %
Harga pokok barang jadi yang di transfer ke Dept B : 180.000 x Rp 950 Rp. 171.000.000
Penyesuaian produk yang hilang akhir proses 3.000 x Rp 950 2.850.000
Harga pokok produk selesai yang di transfer ke dept B : 180.000 x Rp 965,83 Rp. 173.850.000
Harga pokok barang dalam proses :
Biaya bahan baku (100 % x 15.000 x Rp 200) Rp 3.000.00
Biaya tenaga kerja ( 60 % x 15.000 x Rp 325) 2.925.00
Biaya overhead pabrik ( 60 % x 15.000 x Rp 425) 3.825.00
Rp. 9.750.000
Jumlah biaya produksi bulan Nopember 2002 Rp. 183.600.000
Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost
production report} seperti yang disajikan pada gambar 7.4.
PT. AMELIA
DEPARTEMEN A
LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI
Bulan November 2002
200.000
Biaya yang dibebankan pada bulan ini :
Total Per Unit
Biaya Bahan Baku Rp. 39.600.000 Rp. 200
Biaya tenaga kerja 62.400.000 325
Biaya Overhead Pabrik (BOP) 81.600.000 425
Jumlah Rp.183.600.000 Rp. 950
Perhitungan Biaya
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke Dept. B : 180.000 x p. 950 Rp. 171.000.000
Penyesuaian produk yang hilang akhir proses 3.000 x Rp 950 Rp 2.850.000
Rp. 173.850.000
Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan :
Biaya Bahan Baku ( 100% x 15.000 x Rp 200 ) Rp 3.000.00
Biaya tenaga kerja ( 60 % x 15.000 x Rp 325 ) 2.925.00
Biaya overhead pabrik ( 60 % x 15.000 x Rp. 425) 3.825.00
Rp 9.750.000
Jumlah biaya produksi bulan November 2002 Rp. 183.600.000
Gambar 7.4 Laporan Harga Pokok Produksi Departemen A. Adanya produk yang hilang awal
dan akhir proses pada departemen pertama
Untuk mengolah produk selesai yang diterima dari departemen A tersebut, departemen B
mengeluarkan biaya tenaga kerja dan BOP dalam bulan Nopember 2002 berturut-turut sebesar
Rp 79.875.000 dan Rp 106.500.000. Dari 180.000 satuan produk yang diolah departemen B
tersebut dihasilkan barang jadi yang ditransfer ke gudang sebanyak 172.500 satuan dan
persediaan barang dalam proses sebanyak 5.000 satuan dengan tingkat penyelesaian 50 %
biaya konversi dan 2.500 unit produk yang hilang pada akhir proses. Untuk menghitung harga
pokok produksi per satuan yang ditambahkan oleh departemen B, perlu dihitung ekuivalen unit
tiap unsur harga pokok yang ditambahkan oleh departemen B dalam bulan Nopember 2002,
dengan cara berikut:
Biaya konversi, yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan BOP yang ditambahkan oleh
departemen B untuk memproses 180.000 satuan produk yang diterima dari departemen A
sebesar Rp 173.850.000 tersebut dapat menghasilkan 172.500 satuan produk selesai, 5000
satuan produk yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya konversi 50 % dan
produk yang hilang akhir proses sebanyak 2.500 satuan. Hal ini berarti bahwa biaya konversi
telah digunakan untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 172.500 satuan, 2.500 satuan
(50% x 5.000) persediaan barang dalam proses dan 2.500 produk hilang akhir proses. Dengan
demikian ekuivalen unit biaya konversi adalah 177.500 satuan, dengan perhitungan : 172.500 +
2.500 (50% x 5.000) + 2.500 = 177.500 satuan. Perhitungan harga pokok produksi per satuan
dan harga pokok barang jadi maupun barang dalam proses di departemen B disajikan pada
tabel dibawah ini:
Perhitungan Biaya
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang :
Harga pokok dari departemen A (172.500 x Rp 965,83) Rp 166.605.675
Harga Pokok yang ditambahkan pada departemen B (172.500 x Rp1050) 181.125.000
Penyesuaian produk yang hilang akhir proses 2500 x (965,83 x Rp 965,83) 5.039.575
Rp 352.770.250
Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan :
Harga pokok departemen A ( 100% x 5000 x Rp965,73 ) Rp 7.829.75
Biaya tenaga kerja ( 50 % x 5.000 x Rp 450 ) 1.125.00
Biaya overhead pabrik ( 50 % x 5.000 x Rp 600 ) 1.500.00
Rp 7.454.750
Jumlah biaya produksi bulan November 2002 Rp. 360.225.000
Gambar 7.5 Laporan Harga Pokok Produksi Departemen B. Adanya produk yang hilang akhir
proses pada departemen terakhir
SOAL LATIHAN
1. Jelaskan beberapa karakteritik produksi dari petusahaan yang menggunakan metode harga
pokok proses.
2. Jelaskan perbedaan antura metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses
dilihat dari segi pengumpulan biaya produksi, perhitungan harga pokok per satuan,
klasifikasi biaya produksi dan unsur yang digolongkan dalam biaya overhead.
3. Sebutkan dan jekskan manfaat informasi harga pokok produksi dalam perusahaan yang
berproduksi secara massa.
4. Jelaskan perlakuan akuntansi untuk produk yang hilang awal dan akhir proses pada
perusahaan yang berproduksi secara massa.
5. Data produksi dan biaya dua departemen (X dan Y) dari PT. Rizki adalah sebagai berikut:
Dept X Dept Y
Dimasukkan dalam proses 150.000 unit -
Selesai dan ditransfer ke dept B 125.000 unit -
Selesai dan ditransfer ke gudang - 120.000 unit
Masih dalam proses akhir bulan (BDP akhir) 25.000 unit 5.000 unit
Biaya/cost yang dikeluarkan :
Bahan baku Rp 97.500.000
Tenaga kerja langsung 80.500.000 99.000.000
Biaya overhead pabrik 105.000.000 123.750.000
Tingkat penyelesaian BDP akhk :
Bahan baku 100% -
Biaya konversi 60 % 75 %
a. Laporan harga pokok produksi (costproduction report) pada dua departemen dari PT. Rizki
b. Buatlah jurnal yang diperlukan
Produk A
Contoh 1
PT. Rifani memproduksi produk bersama A, B, C dan D dengan jumlah biaya bersama sebesar
Rp 200.000.000. Kuantitas yang diproduksi : A 25.000 unit, B 40.000 unit, C 60.000 unit dan D
75.000 unit. Masing-masing produk (A,B,C dan D) dijual pada saat titik pisah dengan harga per
unit masing-masing Rp 2.250, Rp 1.750, Rp 1.500 dan Rp 800. Informasi dan alokasi biaya
bersama PT. Rifani digambarkan pada tabel dibawah ini
Harga penjualan
Joint Cost Product Unit Total harga jual
perunit pada titik pisah
A 25.000 Rp. 2.250 Rp. 56.250.000
B 40.000 1.750 70.000.000
200.000.000
C 60.000 1.500 90.000.000
D 75.000 800 60.000.000
Jumlah 200.000 Rp. 276.250.000
Contoh 2.
Metode satuan fisik (physical unit cost methods) Misalnya perusahaan penyulingan setiap
mengolah minyak mentah sebanyak 25.500 barel menghasilkan beberapa macam produk.
Untuk pengolahan minyak mentah tersebut dikeluarkan biaya bersama sebesar Rp
200.000.000, maka Perhitungan alokasi biaya bersama kepada masing-masing produk
dilakukan berdasarkan persentase kuantitas masing-masing produk tersebut disajikan pada
label berikut ini.
Beberapa metode perlakuan terhadap pendapatan penjuakn produk sampingan yang dapat
dipakai dalam metode ini antara lain :
1. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
(other income)
2. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan pendapatan
penjualan produk utama
3. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok
penjualan
4. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total harga
pokok produksi
Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
(other income)
Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi
dengan penjualan returnya dicatat dalam rekening "Pendapatan Penjualan Produk Sampingan"
dan pada akhir periode akuntansi di tutup ke rekening Rugi Laba. Rekening pendapatan
penjualan produk sampingan dicantumkan dalam laporan laba rugi dalam kelompok
penghasilan di luar usaha (other income].
Metode ini cocok digunakan dalam perusahaan yang :
a. Nilai produk sampingannya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.
b. Penggunaan metode yang lebih teliti memerlukan biaya yang yang tidak sebanding dengan
manfaat yang diperoleh.
c. Saat terpisahnya produk sampingan dengan produk utama tidak begitu jelas dan
pembebanan harga pokok produk sampingan kepada produk utama tidak mengakibatkan
perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah :
a. Apabila pada akhir periode terdapat persediaan produk sampingan, maka timbul masalah
penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan. Bila metode ini
digunakan maka nilai pasar persediaan produk sampingan tersebut harus dilaporkan dalam
neraca sebagai catatan kaki.
b. Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan dengan biaya tidak dalam periode vang tepat. Pada
saat produk sampingan selesai diproduksi tidak dibuat jurnal pencatatan dan pencatatan baru
dilakukan pada saat dijual.
c. Tidak adanya pengawasan terhadap persediaan produk sampingan, sehingga hal ini membuka
kesempatan untuk terjadinya penggelapan terhadap produk sampingan. d. Meskipun nilai jual
produk sampingan relatif rendah, tetapi kalau pendapatan penjualannya dilaporkan sebagai
penghasilan di luar usaha, hal ini akan mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha
perusahaan.
PT. OKB
Income Statement
BulanDesember 2002
Sales xxxxxxx
Cost of Good Sales/HPP xxxxxxx -
Gross Profit xxxxxxx
Operating expense
Marketing expense xxxxxxx
General & Administration expense xxxxxxx
Total operating expense xxxxxxx
Net operating expense xxxxxxx
Other income and other expense
Other income
Income from sales of by product xxxxxxx
Other expense
Interest expense ' xxxxxxx
Other income (expense) xxxxxxx
Income before extra ordinary xxxxxxx
Extra ordinary gain (loss) xxxxxxx
Net income before taxxxxxxxx
Income tax (PPh) xxxxxxx
Net income xxxxxxx
Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan pendapatan
penjualan produk utama
Metode ini merupakan variasi metode pertama sebelumnya. Semua biaya produksi dikurangkan
dari pendapatan penjualan semua produk (produk utama maupun produk sampingan) untuk
menghitung laba kotor.
Sales xxxxxxx
Income from sales of by product xxxxxxx +
Total Sales xxxxxxx
Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang hatga pokok
penjualan
Dalam metode ini pendapatan penjualan produk sampingan dikurangkan dari harga pokok
penjualan sehingga menghasilkan laba kotor.
Sales xxxxxxx
Cost of Good Sales/HPP xxxxxxx
Income from sales of by product (xxxxxxx)
xxxxxxx -
Gross Profit xxxxxxx
Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total harga pokok
produksi
Bahan baku yang dipakai Rp. 1.000.000
Biaya Tenaga Kerja langsung 500.000
Biaya Overhead Pabrik 500.000
Total Biaya Produksi Rp. 2.000.000
Hasil penjualan by product 250.000
Total biaya produksi setelah dikurangi by product Rp. 1.750.000
Persediaan akhir barang jadi ___ 175.000
CGS/HPP Rp. 1.750.000
Metode Nilai Pasar (reversal cost methods)
Metode perlakuan produk sampingan ini pada dascirnya sama dengan metode terakhir yang
telah dibicarakan diatas. Terdapat sedikit perbedaan dengan metode ini, yaitu bila pada metode
yang terakhir diatas yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan
sesungguhnya produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar ini yang diknrangkan
adalah taksiran nilai pasar produk sampingan. Metode ini mencoba menaksir biaya produk
sampingan dengan titik tolak dari nilai pasarnya.
Contoh 3.
Biaya bersama yang dikeluarkan untuk memproduksi 50.000 Kg produk utama dan 5.000 kg
produk sampingan sejumlah Rp 32.000.000. Setelah terpisah dari produk sampingan, produk
utama dapat laku dijual tanpa harus melalui pengolahan lebih lanjut. Nilai pasar produk
sampingan Rp 200 per Kg. Biaya pemasaran produk sampingan ditaksir 5 % dari harga jual dan
laba kotor ditaksir 20 % dari harga jualnya. Biaya-biaya pengolahan produk sampingan yang
dikeluarkan setelah produk sampingan terpisah dari produk utama diperkirakan berjumlah Rp
500.000.
Penghitungan harga pokok produk utama dan produk sampingan adalah sebagai berikut :
metode harga pokok (costmethod^)
Metode Biaya Pengganti (replacement cost methods)
Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk sampingannya dipakai dalam
pabrik sebagai bahan baku atau bahan penolong. Harga pokok yang diperhJtungkan dalam
produk sampingan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganri (replacement cost) yang
berlaku di pasar. Jurnlah ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses - Biaya
Bahan Baku , sehingga mengurangi biaya prcduksi utama. Pengurangan biaya produksi utama
ini akan mengakibatkan harga pokok per satuan persediaan produk utama menjadi lebili
rendah.
Contoh 4
Misalkan diketahui data berikut ini :
Jumlah biaya produksi untuk 27.000 kg produk utama
Jumlah pendapatan penjualan produk utama : 25.000 x Rp 200
Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam pengolahan
produk utama
Biaya pemasaran dan administrasi umum
Persediaan akhir produk utama
Pendapatan penjualan mfcga {>okok penjualan :
Biaya produksi :
Dikutangi : biaya pengganti ptoduk satnpingan
D&ut angL : Petsediaatv akkit 2.000 Laba kotorLaporan laba rugi dari data perusahaan diatas
adalah sebagai berikut:
Pendapatan penjualan produk utama Rp 5.000.000
Harga pokok penjualan:
Biaya produksi: Rp 2.500.000
Dikurangi: biaya pengganti produk sampingan ____250.000
Rp 2.250.000
Dikurangi: Persediaan akhir 2.000 Kg x kp 90 * 180.000
Rp 2.070.000
Labakotor Rp 2.930.000
Biaya pemasaran dan administrasi umum ____180.000
Laba bersih sebelum pajak v Rp 2.750.000
* 2.250.000 : 25.000 = Rp 90
Jelaskan pengertian biaya bersama dan berikan contohnya
2. Jelaskan perbedaan antara produk bersama, produk sampingan dan produk sekutu Berikar d
contoh untuk masing-masing jenis tersebut.
3. Sebutkan dan Jelaskan beberapa metode untuk alokasi biaya bersama
4. Jelaskan perkkuan terhadap produk sampingan dalam metode tanpa harga pokok (non cost
methods)
5. Sebutkan dan Jelaskan berbagai perlakuan terhadap produk sampingan dalam metode harga
pokok (cost methods)
6. PT. Rizki menghasilkan produk bersama A, B, C dan D dengan jumlah biaya bersama
sebesar Rp 160.000.000. Kuantitas yang diproduksi: A 32.000 unit, B 28.000 unit, C 40.000 unit
dan D 100.000 unit. Masing-masing produk (A,B,C dan D) dijual pada saat titik pisah dengan
harga per unit masing-masing Rp 2.000, Rp t?500, Rp 1.250 dan Rp 800. Informasi dan alokasi
biaya bersama PT.Rizki digambarkan pada label dibawah iniDari data soal diatas, alokasikan
biaya bersama kepada produk bersama dengan menggunakan
metode :
a. Biaya rata-rata per satuan
b. Biaya rata-rata tertimbang
c. Harga jual relatif
7. PT. Amelia memproduksi produk X, Y dan Z dalam suatu proses bersama, informasi yang
berkaitan dengan produk-produk tersebut disajikan pada tabel dibawah ini:Dari tabel diatas,
hitunglah :
a. Alokasi Biaya bersama untuk produk X dengan menggunakan metode nilai jual relatif b.
Alokasi Biaya bersama untuk produk Y dengan menggunakan metode unit fisik c. Nilai jual
produk Y pada saat titik pisah (split off point)
d. Biaya bersama yang dialokasikan kepada produk bersama atas dasar nilai jual hipotetis,
biaya bersama yang dialokasikan kepada produk Z adalah sebesar :
Mulyadi, Akuntansi Biaya, edisi 5, Cetakan Ketiga, Penerbit Bagian Penerbitan STIE YKPN,
Yogjakarta, 1993
Akuntansi Manajemen, edisi 3, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2001
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta, 1999
Halim, Abdul, Soal Jawab Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama,
Penerbit BPFE Jogyakarta, Yogyakarta, 1988
Garrison, Ray., dan Eric Noreen, Akuntansi Manajerial, Buku 1, diterjemahkan oleh Totok
Budisantoso, Penerbit Salaemba Empat, Jakarta , 2000
Horngren, Foster, dan Datar, Cost Accounting : A Managerial Emphasis, 9 ^ ed, Englewood
Clift, New Jersey : Prentice Hall International, 1997