Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringantubuh,
pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsisebagai tempat
penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa sajahilang dengan terjatuh,
benturan atau kecelakaan yang mengakibatkanfraktur. Fraktur atau patang tulang
adalah suatu peristiwa terputusnyakontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnyadisebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapatberupa
trauma langsung maupun trauma tidak langsung (1).
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan frakturterbuka.
Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmentulang dengan
dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapathubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaandi kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain
transfersal, oblique, spiral, kompresi atau crush, comminuted dan greenstick (2)
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan denganumur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga,pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasiyang lebih banyak dilakukan oleh
laki-laki menjadi penyebab tingginyaresiko fraktur. Sedangkan pada orang tua,
2

perempuan lebih seringmengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan
denganmeningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon
padamenopause (3).
Fraktur intertrochanter femur merupakan salahsatu dari 3 tipe fraktur panggul.
Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana trochanter mayor terdapat
musculus gluteus medius dan minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter
minor dimana terdapat musculus iliopsoas (fleksi panggul) (4).
Tujuan rehabilitasi adalah untuk mengembalikan pasien pada tingkatfungsi
yang sama dengan sebelum terjadi cedera. Pada banyak kasus, hal initidak realistis.
Hanya 20% sampai 35% pasien yang dapat kembali sesuaidengan tingkat fungsi
sebelum terjadi cedera. Sekitar 15-40% membutuhkanpenanganan konstitusional
lebih dari 1 tahun setelah cedera. Dan sekitar 50-83% membutuhkan alat untuk
membantu ambulasi. Tujuan rehabilitasiseharusnya secara individual, dengan terapis
menghitung komorbiditas,derajat keparahan fraktur dan tingkat motivasi dari pasien
(5). Kesuksesan tujuan terapi dari luka atau jejas pada ekstremitas bawah
adalahmengembalikan Lingkup Gerak Sendi dari semua sendi, rehabilitasi semua unit
otot dan tendon, dan unrestricted weight bearing (6).




3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Femur
Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat tubuh
dari os coxae kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris menganjurkan ke arah
craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendidengan acetabulum. Ujung proximal
femur terdiri dari sebuah caput femoris,dan 2 trochanter (trochanter mayor dan trochanter
minor ) (7).


Gambar 1. Anatomi femur
4

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan
proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan trochanter
minor (8). Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (115
0
-140
0
) terhadap
poros panjang corpus femoris; sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin.
Corpus femur berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal
femur,berakhir menjadi 2 condylus, yaitu epicondylus medialis dan epicondyluslateralis yang
melengkung bagaikan ulir (8).


Gambar 2. Pembuluh darah pada femur

B. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti
olehkerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenaipembuluh
darah, otot dan persarafan (4). Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya
5

kontinuitastulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat
ekstrakapsular (3)

C. Klasifikasi Fraktur Femur
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
Melalui kepala femur
Hanya dibawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstrakapsuler
Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebihbesar atau
yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.
Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2inci
dibawah trochanter kecil (9).
Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkanstabilitas dari pola
fraktur, yaitu fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) danfraktur tidak stabil (pola
fraktur oblik reverse) (4).

6


Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur

D. Etiologi Fraktur
1. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,penekukan, pemuntiran, atau
penarikan. Bila terkena kekuatan langsung,tulang dapat patah pada tempat yang
terkena; jaringan lunak juga pastirusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang
dapat mengalamifraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan
itu;kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada (3).



7

2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logamdan benda
lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling seringditemukan pada tibia
atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh (3)

3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh(misalnya pada penyakit
paget) (3).

E. Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaanfisik,
serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya),diikuti
dengan ketidak mampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah
jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebihberotasi keluar dibandingkan
pada fraktur collum (karena fraktur bersifatekstrakapsular) dan pasien tidak dapat
mengangkat kakinya (3).

8

2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antaralain:
Penampilan (look) Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas,
tetapi halyang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak (3).
Rasa (feel) Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa
bagiandistal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi (3).
Gerakan (movement) Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih
oenting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi dibagian
distal cedera (3).

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvissecara
anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pulafoto panggul secara
lateral view. Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan (8).
9


Gambar 4. Gambaran radiologi fraktur intertrochanter femur
F. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha
tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari
fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktorsistemik, adapun faktor
lokal:
1. Lokasi fraktur
2. Jenis tulang yang mengalami fraktur
3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
4. Adanya kontak antar fragmen
5. Ada tidaknya infeksi
6. Tingkatan dari fraktur
10


Adapun faktor sistemik adalah :
1. Keadaan umum pasien
2. Umur
3. Malnutrisi
4.Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
1. Fase Reaktif
Fase hematom dan inflamasi
Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
Fase pembentukan callus
Pembentukan tulang lamellar

3. Fase Remodelling
Remodelling ke bentuk tulang semula

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas
penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
1. Proses penyembuhan fraktur primer
11

Penyembuhan cara ini terjadi internal remodeling yang meliputiupaya langsung
oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketikakontinuitas terganggu. Agar
fraktur menjadi menyatu, tulang pada salahsatu sisi korteks harus menyatu dengan
tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas
mekanis.Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi Internal remodelling
dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen frakturdari tulang yang patah.

2. Proses penyembuhan fraktur sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-
jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secaragaris besar dibedakan
atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), faseproliferasi, fase kalus, osifikasi dan
remodelling.
a. Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang denganberkurangnya
pembengkakan dan nyeri.



12

b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan
invasi fibroblast dan osteoblast

c. Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasimulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yangmulai tumbuh atau umumnya
disebut sebagai jaringan tulang rawan.

d. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terusmenerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone).



13

e. Stadium Remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuatdengan bentuk
yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktuberbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun terjadi proses pembentukandan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang
tebal akanterbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.



G. Komplikasi fraktur
Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut
1. Komplikasi dini pada fraktur
a. Tulang : infeksi
b. Jaringan lunak
Lepuh dan luka akibat gips
Otot dan tendon robek
Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
Cedera saraf
Cedera visceral


14

c. Sendi
Hemartrosis dan infeksi
Cedera ligament
Algodistrofi

2. Komplikasi lanjut pada fraktur
a. Tulang
Nekrosis avaskular
Penyatuan lambat dan non-union
Mal-union
b. Jaringan lunak
Ulkus dekubitus
Miositis osifikans
Tendinitis dan rupture tendon
Tekanan dan terjepitnya saraf
Kontraktur Volkmann
c. Sendi
Ketidakstabilan
Kekakuan
Algodistrofi

15


Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resikomenderita
penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, samahalnya pada fraktur
colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan non-union minimal, karena suplai
darah yang baik pada regiofemur.

H. Terapi Fraktur
1. Operatif Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
2. Rehabilitasi Medik Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter
meliputi :
Waktu Treatment
Hari pertama
sampai 1minggu
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM

Range of Motion (ROM)
Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi,abduksi
dan adduksi

Kekuatan otot
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps

Aktivitas fungsional
Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika
weight bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama
transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-
touch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing
untuk fraktur tidak stabil.

16

2 Minggu

Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.
Menghindari passive ROM.

Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 90

Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.

Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan transfer stand-
pivot atau menggunakan ekstremitas tang terkena selama
transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.

Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-weight
bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-touch untuk
fraktur yang tidak stabil.
4 - 6 Minggu

Tindakan pencegahan
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.

Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.

Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan
hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.

Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau weight
bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena selama
transfer. Ambulasi dengan alat bantu.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Partial
weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch untuk fraktur
yang tidak stabil.



17

8 - 12 Minggu

Tindakan pencegahan
Tidak ada

Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive
ROM dan pemanasan pada hip dan knee.

Kekuatan otot
Progressive resistive exercises pada hip dan knee.

Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan
weight bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh
selama transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat
bantu.

Weight bearing
Penuh12 sampai 16minggu tidak berubah (10)













18

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. A.Z
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 71 tahun
Alamat : Jl. A. Yani km. 4.5 Banjarmasin
Agama : Muslim
Pekerjaan : Swasta
Tanggal masuk : 3 Mei 2014

B. Anamnesis
Keluhan Utama : nyeri pada pinggul kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : 4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien terjatuh
sendiri dirumah dan akhirnya mengeluhkan nyeri pada pinggul kiri, pada saat
kejadian pasien sadar, akan tetapi pasien sulit diajak berbicara karena pasien
sudah 4 tahun yang lalu tidak bisa diajak komunikasi dengan baik. Mekanisme
terjadinya terjatuh tidak ada yang mengetahui.
Pasien dibawa langsung kerumah sakit ulin untuk mendapatkan pemeriksaan dan
pengobatan lebih lanjut.

19

Riwayat Penyakit Dahulu :
HT(-), asma(-), DM(-), sakit serupa (-)
Riwayat Operasi:
Pasien tidak ada riwayat operasi patah tulang sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

C. Pemeriksaan Fisik
I. Status Present
1) Kondisi Umum : Tampak sakit ringan :
2) Kesadaran : E
4
V
4
M
5
= GCS 13 Apatis.
3) Vital Sign : TD: 120/80 mmHg, N : 88 x/menit, R : 24
x/menit, S : 36,7 C.
4) Kepala : Tidak ada kelainan
5) Mata : Conjungiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/- .
6) Leher : Deviasi (-), tidak teraba massa dan
pembesaran limfonodi.
7) Thorax
Cor
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea axillaries
anterior sinistra.
Perkusi : Batas jantung normal
Atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
20

Kanan : ICS 4 linea parasternalis sinistra
Kiri : ICS 4 linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi: BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-).

Pulmo
Inspeksi : Gerakan nafas teratur, simetris kanan-kiri, retraksi
dada (-).
Palpasi : Vokal fremitus kanan-kiri sama, gerakan nafas simetris.
Perkusi : Batas pulmo-hepar : ICS 5 linea midclavicula dextra.
Batas pengembangan paru : dbn
Auskultasi: Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).

10) Abdomen
Inspeksi : tampak datar, tak tampak massa/benjolan, tak ada
bekas luka/ bekas operasi.
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/ lien tak teraba pembesaran
Perkusi : 4 kuadran timpani, nyeri ketok costovertebra -/-.
Auskultasi: Bising usus (+), normal

11) Extremitas
Superior dextra dan sinistra :
21

Inspeksi : Asimetris, kelemahan anggota gerak (-),
Palpasi : Edem (-)/(-), nyeri tekan (-)/(-)
Inferior dextra dan sinistra :
Inspeksi : Simetris, kelemahan anggota gerak (-),
Palpasi : Edem (-)/(-), nyeri tekan (-)/(-)

D. Status Lokalis
Status lokalis a/r HIP sinistra
Look :
o Deformitas (+), Oedem (-), merah (-), shortering (+), skin traksi (+)
Feel :
o Nyeri tekan (-), sensasi (+), krepitasi (-), capillary filling = 2
Move :
o ROM limited dou to pain

E. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (03/05/2014)
Hb : 9,7 g/dl PT/APTT: 11,3/19,8
Lekosit : 6.500/ mm3 INR : 0,97
Eritrosit : 5,65 juta/ul Natrium: 141 mmol/l
22

Trombosit : 203.000/mm3 Kalium: 4,3 mmol/l
Hematokrit : 45,3% Chlorida: 111 mmol/l
GDP : 82 mg/dL

Foto Rontgent (03/05/2014)
Foto Pelvic anterior :
Bone discontinuity of left intratrochanter femur sinistra comminutive
displaced.
23

F. Diagnosis Kerja
Closed fracture of the left intratrochanter femur sinistra evans unstable
G. Penatalaksanaan
Operatif: ORIF
Medikamentosa:
Inj. Analgetik
Inj. H2 Blocker
H. Prognosis
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad bonam











24

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami cedera berupa jatuhnya
diri dan benturan terhadap benda keras. Hal ini yang berakibatkan terjadinya trauma,
entah trauma kecil sedang maupun berat sesuai dengan mekanisme terjadinya cedera.
Pada pasien tidak didapatkan bagaimana cedera itu terjadi, bagaimana pula
mekanisme terjadinya. Hal ini nantinya akan mempersulit kita menilai apakah terjadi
fraktur atau tidak, open atau close dan banyak hal lainnya.
Selain itu didapatkan nyeri pada daerah cedera, hal ini nantinya berguna
dalam penentuan lokasi nyeri karena pengaruh inflamasi dan problem otot yang
merangsang sistem saraf perifer yang menyebabkan nyeri.
Keterbatasan gerak pun dapat dinilai pada pasien ini entah keterbatasan
bergerak karena nyeri ataupun keterbatasan gerak karena ketidakmampuan (loss of
movement), yang nantinya akan berhubungan dengan terjadinya fraktur. Pada pasienn
ini ditemukan nyeri pinggul kiri dan keterbatasan gerak karena nyeri. Ini akan
membantu kita dalam menentukan lokasi dan apa yang terjadi didalam jaringan
tersebut
Pemeriksaan fisik bisa difokuskan dari tiga kriteria : Look, Feel dan Move.
Pemeriksaan ini sangat penting dalam menentukan tanda-tanda fraktur dan tanda-
25

tanda kerusakan neurovaskuler. Penampilan (look) Pembengkakan, memar,
deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi halyang penting adalah apakah kulit itu
terlihat utuh atau tidak. Rasa (feel) Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga
memeriksa bagiandistal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi.
Gerakan (movement) Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting
untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi dibagian distal cedera.
Pada pasien ini ditemukan sulit menentukan pada pemeriksaan look karena
pada pasien ini sudah terpasang skin traksi, akan tetapi deformitas dan shortening
terlihat. Feel hanya diperiksa dari sensasidan CRT untuk menilai apakah ada terjadi
kerusakan neuro dan vaskuler. Pemeriksaan move pasien terbatas pergerakkannya
oleh karena rasa sakit.
Pemeriksaan ini akan menilai bahwa kecurigaan kita terhadap terjadinya
fraktur. Dan akan dikonfirmasi pada pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan penunjang hal utama dalam pemeriksaan adalah foto x-ray,
disamping cepat dan murah foto x ray cukup untuk menentukan dan menegakkan
diagnosis dan bentuk dari kelainan tulang. Tergantung hasilnya nantinya.
Pada pasien ini didapatkan hasil foto x-ray sebagai berikut :


26


Dengan hasilnya adalah Bone discontinuity of left intratrochanter femur
sinistra comminutive displaced.
Defini fraktur itu sendiri adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering
diikuti olehkerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat,
mengenaipembuluh darah, otot dan persarafan (4). Definisi fraktur intertrochanter femur
adalah terputusnya kontinuitastulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter
minor yang bersifat ekstrakapsular (3)
27

Pada pasien ini terlihat jelas bahwa terjadi fraktur di intertrochanter femur
sinistra, yang nantinya diagnosis adalah fraktur. Fraktur pun didasarkan tempat dan
bagian, jenis fraktur dan place dimana pecahan/retakan (fragment) berada.
Etiologi terjadinya fraktur bermacam-macam mulai dari trauma, kompresi,
maupun dari neoplasma atau tumor. Hal ini berkaitan dengan mekanisme apabila dia
trauma dan faktor densitas oleh karena tumor. Pada pasien ini 2 faktor yang
menyebabkan dia fraktur, yang pertama adalah trauma walaupun mekanisme
terjadinya trauma tidak diketahui. Trauma yang ringanpun dapat menyebabkan
fraktur dengan catatan bahwa densitas dari tulang itu kurang contohnya pada penyakit
osteoporosis yang sering terjadi pada wanita dan orang-orang tua. Pasien termasuk
golongan geriatric dimana ada kemungkinan besar pasien ini mengalami
osteoporosis.
Pada pasien ini akan direncanakan ORIF ( Open Reduction Internal Fixation)
diaman prosesnya adalah menyambungkan patahan-patahan tulang dengan bantuan
plat ataupun scrup ataupun keduanya yang nantinya akan membantu dalam proses
penyembuhan dan penyatuan tulang itu kembali.
Obat-obat farmakologi tidak terlalu berpengaruh dalam proses terjadinya
penyembuhan tulang yang jelas obat-obatan farmakologi hanya membantu dalam
obat anti nyeri.
28

Oleh sebab itu pasien ini hanya direncakan ORIF dan pemebrian analgetik
untuk mengurangi rasa sakit disamping pengguaan skin traksi. Prinsipnya untuk skin
traksi adalah pertama untuk mengurangi rasa sakit, kedua untuk imobilisasi.


















29

BAB V
PENUTUP

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,tulang rawan, baik yang bersifat
total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Gejala klasik fraktur adalah
adanya riwaayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah,
deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat
nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler.
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan, dan rehabilitasi. Penanganan
ortopedi adalah proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi, imobilisasi dengan fiksasi,
reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi, reposisi dengan traksi,
reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar, reposisi secara nonoperatif
diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara operatif, reposisi secara
operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, dan
eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis.





30

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta:EGC

2. Mansjoer, Arif,. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi 3. MediaAesculapius :
FKUI.

3. Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi7. Jakarta: Widya Medika.

4. Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.

5. Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In Rehabilitation forThe
Post Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby Elsevier. Pp 309-13

6. Brotzman S, 1996. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri: Mosby

7. Moore, K.L., A.M.R. Agur. 2002. Essensial Clinical Anatomy. Jakarta:
Hipokrates.

8. Goodman, M.S. 2011. Intertrochanteric Hip Fracture Treatment
and Management. Diakses at www.medscape.com

9. Mardhiya, W.R. 2009. Fraktur Femur. Pekanbaru : Universitas Riau.

10. Hoppenfeld, S., 1999. Treatment and Rehabilitation of Fractures. New York:
Lippincott Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai