Mikroalga Spirulina merupakan potensi hasil perairan yang telah luas digunakan sejak seratus tahun lalu sebagai suplemen dengan kandungan nutrisinya yang baik untuk manusia maupun hewan. Hal ini terkait dengan profil kandungan nutrisi dan protein yang tinggi (55-65%) berupa asam amino essensial yang seimbang. Spirulina mengandung vitamin A, vitamin C, vitamin E, -karoten, xanthofil, klorofil a, asam lemak omega-3, mineral-mineral, serta fikobilliprotein (Cyano-fikosianin (CPC), Allo-fikosianin (APC), dan Cyano-fikoeritrin (CPE)). Cyano-fikosianin (CPC) merupakan yang relatif terbesar terkandung dalam Spirulina (Mishra et al. 2007). Spirulina mempunyai kemampuan sebagai antiviral (Hayashi et al. 1993), anti kanker (Babu et al. 1995), hypokolesterol (Layam et al. 2007), immunostimulant atau kemampuan meningkatkan daya tahan tubuh (Annapurna et al. 1991; Layam et al. 2007), serta menghasilkan senyawa renoprotektif untuk cisplatin-induce oksidatif dan disfungsi ginjal. Spirulina juga diketahui dapat dijadikan makanan suplemen dan mengandung biopigmen fikosianin (Mathew et al. 1995; Kuhad et al. 2006; Minkova et al. 2003) yang berpotensi sebagai sumber bahan nutraceutical dan pharmaceutical. Potensi mikroalga Spirulina sebagai suplementasi untuk penyakit diabetes melitus sebelumnya telah diuji oleh Mridha et al. (2010). Kadar glukosa darah tikus menurun dari 166,944,95 mg/dl menjadi 111,8115,46 mg/dl. Hasil penelitian Layam et al. (2007) juga menyatakan bahwa Spirulina platensis mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus dari 232,33 mg/dl menjadi 114,00 mg/dl dan mengontrol kestabilan bobot badan selama percobaan. Turunnya kadar glukosa darah setelah mengkonsumsi Spirulina antara lain karena kandungan asam lemak gamma linoleat dan antioksidan dalam Spirulina, yang mengatur metabolisme lemak dengan baik, serta kandungan protein yang tinggi didalamnya akan meningkatkan respon insulin (Iyer et al. 2007). Komponen Spirulina yang berperan dalam aktivitas antioksidan antara lain, PUFA, fikosianin, fenol (Cophra dan Bishnoi 2007). 2
Fikosianin juga diketahui mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menjadi zat pewarna alami makanan, mempunyai aktivitas antioksidan untuk kosmetika serta obat-obatan. Menurut Belay (2002), fikosianin adalah komplek protein pigmen biru yang terkandung pada beberapa spesies mikroalga seperti Spirulina platensis dan Spirulina fusiformis (20-28% dari bobot keringnya), tidak beracun, dan mampu larut dalam air, sehingga dapat digunakan untuk tujuan pangan maupun pharmaceuticals. Di lain pihak, prevalensi diabetes melitus pada populasi dewasa di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat sebesar 35%, yaitu menjangkiti sekitar 300 juta orang dewasa pada tahun 2025(Gibney et al. 2008). Menurut survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), Indonesia menempati peringkat ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, sedangkan peringkat diatasnya adalah India, China, dan Amerika Serikat. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan bahwa prevalensi diabetes sebesar 12,7% dari seluruh penduduk. Data Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa jumlah pasien diabetes melitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari semua penyakit endokrin (Depkes 2005). Hal ini merupakan gambaran nyata bahwa diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang sangat serius dalam pembangunan kesehatan baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Diabetes mellitus tipe-2 merupakan jenis yang paling sering ditemukan di Indonesia dan diperkirakan mencapai 90% dari semua jenis penderita diabetes melitus di Indonesia. Diabetes tipe-2 lebih dikenal sebagai diabetes tidak tergantung insulin (non-insulin dependent diabetes mellitus, NIDDM). Komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe-2, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus (Adam 2000). Penderita diabetes melitus tipe-2 memerlukan obat hipoglikemik oral (OHO) apabila diet yang dilakukannya sudah tidak dapat mengendalikan kadar gula darahnya. Penggunaan OHO ini dapat menyebabkan efek samping hipoglikemik mendadak (abnormal). Keadaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan 3
jaringan otak rusak dan kerusakan jaringan saraf bersifat irreversible, tak terpulihkan. Efek samping lainnya adalah kehilangan nafsu makan, mual, diare, dan, ruam pada kulit. Penggunaan obat sintetik antidiabetes oral juga menyebabkan efek samping berupa kembung, diare, dan kram usus (Lee et al. 2007). Kelebihan obat tradisional tentunya harus dibuktikan secara ilmiah. Spirulina, sebagai substansi alam yang mempunyai potensi untuk mengatasi hiperglikemik, sehingga perlu dilakukan penelitian aktivitas antihiperglikemik dari biomasa dan fikosianin Spirulina fusiformis. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur panen dari mikroalga Spirulina fusiformis dengan kadar fikosianin tertinggi, serta menguji potensinya sebagai antihiperglikemik secara in vivo pada tikus Sprague Dawley. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam pengembangan mikroalga Spirulina fusiformis dan fikosianin sebagai bahan neutraceutical maupun pharmaceutical antihiperglikemik.