Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Teknologi Pengemasan dan Penyimpanan
Disusun oleh :
Zakiyatul Fachirah 091710101026 Doli Pardomuan H 081710101030 Dwi Indriati M 091710101066 Roudotul Jannah 091710101107
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah beras yang digunakan sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Oleh sebab itu, ketersediannya sangat dibutuhkan sepanjang tahun. Kebutuhan jagung sebagai bahan baku industri dalam negeri tidak mencukupi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya impor jagung dari tahun ke tahun. Tahun 1990 impor jagung hanya 515 ton, tetapi pada tahun 1995 meningkat tajam menjadi 626,231 ton (Thahir dkk, 1998). Peningkatan produksi jagung kadang-kadang tidak diikuti dengan penanganan pasca panen yang baik, sehingga selama penyimpanan sering timbul kerusakan dan susut baik mutu maupun kuantitasnya. Penanganan pasca panen dan lama penyimpanan dapat mempengaruhi keutuhan butir jagung serta ketahanannya terhadap serangga. Salah satu jenis serangga pasca panen yang banyak menimbulkan kerusakan pada penyimpanan jagung adalah Sitophilus zeamais. Sitophilus zeamais merupakan salah satu jenis serangga yang umum digudang dan paling merusak didunia (Subramanyam dan Hagstrum, 1996). Serangga ini disebut dengan kumbang bubuk beras jika menyerang beras/gabah. Serangga ini membuat kerusakan pada stadia larva dengan memakan isi biji bahan pangan. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk menjaga kualitas biji-bijian yang disimpan, diantaranya dengan melakukan fumigasi. Fumigasi merupakan usaha penanggulangan serangga dengan menggunakan fumigan. Salah satu fumigan yang dapat digunakan adalah karbondioksida (CO2). Karbondioksida pada suhu ruang merupakan gas yang tidak berwarna, mempunyai bau tajam, rasa asam, bersifat stabil dan tidak terdekomposisi pada keadaan normal. Gas ini kurang reaktif, dan biasanya memerlukan suhu tinggi untuk meningkatkan reaktifitasnya (koswara, 1982). CO2 digunakan dalam sistem penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi, untuk memberantas serangga hama pada komoditi pangan yang akan disimpan dalam jangka panjang. Teknologi atmosfer termodifikasi dengan menggunakan CO2 telah digunakan untuk mengendalikan serangga yang menyerang biji-bijian atau bahan pangan yang disimpan, tetapi belum banyak informasi mengenai pengaruh CO2 terhadap aspek biologi Sitophilus zeamais.
1.2 Tujuan : Untuk mengetahui teknik penyimpanan jagung yang baik dalam gudang.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Jagung Jagung (zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang mendapat prioritas untuk dikembangkan karena kedudukannya disamping sebagai sumber utama karbohidrat dan protein juga merupakan bahan baku utama industri pakan ternak dan bahan baku industri lainnya, sehingga merupakan komoditas penting dalam upaya diversivikasi pangan. Jagung tumbuh baik didaerah sedang yang panas, beriklim subtropis yang basah, dan dapat pula tumbuh didaerah tropis. Tanaman jagung terdiri dari berbagai macam varietas. Beberapa varietas unggul diantaranya adalah harapan baru, arjuna, bromo, nakula, sadewa, hibrida, dan lain-lain. Tanaman jagung dapat dipanen apabila sudah mencapai tingkat ketuaan tertentu, dan waktunya dapat berbeda tergantung pada varietas. Misalnya verietas arjuna dipanen setelah umur 90 hari. Jagung yang sudah dapat dipanen ditandai oleh kelobotnya yang berwarna coklat muda dan kering, serta bijinya mengkilat. Bila biji ditekan dengan kuku tidak berbekas (kadar air 35-40%). Pengeringan dapat dilakukan pada jagung berupa tongkol berkelobot atau tongkol kupasan. Jagung kemudiam dipipil dan dikeringkan lagi sampai kadar air 12-14%. Cara pengeringan dapat dengan sinar matahari atau dengan pemanas lain (Direktorat Jenderal Tanman Pangan dan Hortikultura, 1998)
2.2 Komposisi kimia Jagung
No Zat Gizi Kandungan (per 100 g jagung) 1 Kalori 355,00 Kalori 2 Protein 9,20 g 3 Lemak 3,90 g 4 Karbohidrat 73,70 g 5 Kalsium 10,00 mg 6 Fosfor 256,00 mg 7 Besi 2,40 mg 8 Vitamin A 510,00 SI 9 Vitamin B1 0,38 mg 10 Vitamin C 0,00 mg 11 Air 12,00 g
Berdasarkan komposisi kimianya, jagung terutama adalah sebagai sumber energy. Selain mengandung energy, jagung mempunyai nilai gizi yang tinggi karena mengandung berbagai zat gizi lainnya (tabel) (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1998). Dengan kondisi nutrisi tersebut jagung juga disukai dan sangat dibutuhkan oleh serangga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Penyimpanan jagung sangat penting artinya bagi cadangan makanan kita. Oleh karena itu harus diperhatikan cara penyimpanannya untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Factor-faktor yang berpengaruh selama penyimpanan adalah fakor fisik (suhu dan kelembaban), factor kimia( kadar air, komposisi kimia bahan dan enzim), factor fisiologis (respirasi) dan factor biologis (kapang, serangga, dan tikus)
2.3 Serangga hama gudang pada jagung Serangan hama merupakan salah satu masalah didalam sistem produksi pertanian. Masalah hama tidak saja terjadi pada saat tanaman masih dilapangan, tetapi juga pada tahapan pasca panen. Kehilangan hasil pada tahapan pasca panen sebenarnya dapat disebabkan oleh banyak faktor tetapi serangan hama adalah faktor yang utama. Hama pasca panen terutama menyerang ditempat atau gudang penyimpanan, sehingga hama ini lebih umumdikenal sebagai hama gudang. Serangga hama gudang yang umumnya menyerang jagung adalah Sitophilus sp., Rhyzopertha dominica, trogodherma granarium, Oryzaephilus sp., tribolium sp., Cryptolestes sp., sitotroga cerealia, dan Ephestia cautelia (hall, 1970).
2.4 Sitophilus Zeamais Sitophilus zeamais merupakan hama primer yang dikenal sebagai hama bubuk beras, kumbang beras, atau maize weevil. Hama ini termasuk ordo coleoptera, dari famili Curculionidae. Hama ini menyerang padi, jagung, gandum, sorgum, gaplek, dan serealia lainnya. Serangga dewasa berwarna coklat terang sampai coklat gelap dengan empat bercak kuning yang relatif besar pada elytranya. Panjang tubuh antara 2-5 mm, tergantung kondisi makanannya. Kepala berbentuk moncong dengan antena ganda bersiku. Pada elytra terdapat alur alur memanjang (Subramanyam dan Hagstrum, 1996) Sitophilus zeamais termasuk ordo Coleoptera dan famili Curculionidae. Serangga ini merupakan hama gudang yang banyak ditemukan di tempat penyimpanan bahan pangan terutama serealia seperti gabah, beras, jagung, dan gandum. Serangga ini merupakan hama primer yang mampu menyerang biji-bijian yang masih utuh (Anonim 2007). Populasi S. zeamais di tempat penyimpanan perlu dikendalikan karena selain mengakibatkan kerusakan biji dan susut bobot juga menyebabkan peningkatan kadar air biji sebagai hasil respirasi. Kondisi ini akan memacu pertumbuhan cendawan Aspergillus sp. dan terjadinya kontaminasi aflatoksin (Payne 1992; Lubuwa dan Davis 1994; Brown et al. 1999 dalam Surtikanti 2004).
2.5 Biologi dan Morfologi Pada jagung dan beras, S. zeamais lebih sering ditemukan sedangkan S. oryzae lebih sering ditemukan pada gandum, barley dan serealia (Subramanyam & Hagstrum 1996). Serangga hama ini mengalami metamorfosis sempurna dari fase telur sampai menjadi imago. Telur diletakkan pada biji yang telah dilubangi dan tiap lubang diisi satu butir telur (Subramanyam & Hagstrum 1996). Masing-masing lubang ditutup dengan menggunakan sekresi dari mulutnya yang biasa disebut egg plug (Anonim 2007). Fase telur berlangsung sekitar 6 hari. Imago betina meletakkan telur hingga 150 butir selama hidup mereka (Subramanyam & Hagstrum 1996). Larva yang terdapat dalam biji akan terus menggerek biji. Larva tetap berada di dalam biji sampai terbentuk pupa. Larva tidak bertungkai dan berwarna putih. Ketika bergerak, larva agak mengkerut lalu memanjang kembali dan seterusnya. Larva berkembang di dalam rongga dalam biji pada suhu optimum 25oC (Subramanyam & Hagstrum 1996). Pupa berada di dalam liang gerek yang dibuat oleh larva. Imago baru akan tetap berada di dalam liang gerek selama beberapa hari. Serangga dewasa akan keluar dari biji dengan melubangi biji tersebut. Imago mempunyai kepala yang memanjang membentuk moncong. Sayap mempunyai dua bercak yang berwarna kuning. Sayap depan berkembang sempurna, sayap belakang berfungsi untuk terbang. Panjang tubuhnya 3,5-5 mm. Lama hidup imago berlangsung selama 3-6 bulan (Ress 2004). Telur yang dihasilkan dapat mencapai 575 butir (Kalshoven 1981).
Gambar 1. Sitophillus zeamais
Siklus hidup hama ini berlangsung selama 28-90 hari, tetapi umumnya sekitar 31 hari. Siklus hidup hama ini tergantung pada temperatur ruang penyimpanan, kelembaban atau kandungan air produk yang disimpan dan jenis produk yang diserang. Pada kelembaban udara 70% dan temperatur 18C siklus hidup S. zeamais dari telur menjadi dewasa mencapai 91 hari, namun pada RH 80% dengan temperatur yang sama siklus hidup S. zeamais hanya 79 hari. Hama ini bersifat polifag. Selain merusak butiran-butiran beras, hama juga merusak jagung, padi dan lainnya (Surtikanti 2004).
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Jenis Jenis Kerusakan Jagung selama Penyimpanan Kerusakan jagung yang biasanya terjadi selama penyimpanan dapat digolongkan atas rusak fisik, biologis, dan kimiawi. Rusak fisik berupa keretakan endosperm yang terutama disebabkan oleh sering terjadinya perubahan kadar air selama penyimpanan akibat pengaruh cuaca seperti panas, hujan, siang dan malam. Rusak biologis disebabkan oleh kegiatan biologis selama penyimpanan seperti serangan hama, jamur, dan mikroba. Kerusakan biologis menyebabkan terjadi penurunan nilai pangan dan kontaminasi. Penurunan nilai pangan yang disebabkan serangan hama dalam bentuk endosperm yang dimakan hama dan sisanya berupa butir kutuan berbentuk biji cacat. Biji cacat ini mudah mengalami oksidasi asam lemak, menghasilkan asam lemak bebas dan memberikan bau tidak enak. Rusak kimia terjadi karena adanya dekomposisi kimia selama penyimpanan seperti penurunan kadar kabrohidrat, protein, dan lemak karena proses metabolisme, baik oleh serangga, mikroba, maupun oleh biji bijian yang disimpan.
3.2 Strategi Penyimpanan Jagung yang baik di dalam Gudang a. Kebersihan dan pengelolaan gudang Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan hibernasi pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di dalam gudang difokuskan pada kebersihan gudang. Higienis adalah aspek penting dalam strategi pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi populasi serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya. Taktik yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari gudang. Karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak di mana serangga dapat bersembunyi, dan memberi perlakuan insektisida pada dinding maupun plafon gudang. Semua kegiatan ini harus diselesaikan dua minggu sebelum penyimpanan jagung.
b. Persiapan biji jagung yang disimpan Parameter penting yang dapat mempengaruhi kualitas biji, adalah kadar air biji. Kadar air biji <12% dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Pada kadar air 8%, kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson 2002). Populasi kumbang bubuk meningkat pada kadar air biji 15% atau lebih.
c. Pengendalian secara fisik dan mekanis Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak terjadi pertambahan populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari 50 C dan di atas 350 C, perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk (Paul and Muir 1995). Sortasi dengan memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh) termasuk cara untuk menekan perkembangan serangga.
d. Bahan nabati Bahan nabati yang digunakan untuk melindungi biji di penyimpanan bervariasi, bergantung pada daerah dan masyarakatnya serta ketersediaan tanaman dan metode penyediaannya. Bahan nabati yang dapat digunakan yaitu daun Annona sp., Hyptis spricigera, Lantana camara (Bergvinson 2002), daun Ageratum conyzoides, dan Chromolaena odorata (Bouda et al. 2001), akar Khaya senegelensis, Acorus calamus, bunga Pyrethrum sp., Capsicum sp., dan tepung biji Annona sp. dan Melia sp.
e. Fumigasi Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernafasan. Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas, kemudian ditutup rapat dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula dilakukan pada penyimpanan sistem kedap udara, seperti penyimpanan dalam silo dengan menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3) dan methyl bromida (CH3Br)
3.3 Penggunaan CO 2 dalam Teknik Modifikasi Atmosfir pada Penyimpanan Bahan Pangan Teknologi modifikasi atmosfir (MAS) merupakan suatu cara penyimpanan dimana tingkat konsentrasi O 2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO 2 lebih tinggi, bila dibandingkan dengan udara normal. Pada prakteknya ada dua jenis penyimpanan modifikasi atmosfir yaitu cara pasif dan cara aktif. MAS pasif, kesetimbangan antara CO 2 dan O 2 didapat melalui pertukaran udara didalam kemasan. Jadi kesetimbangan yang diinginkan tidak dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan permeabilitas dari kemasan yang digunakan. Sedangkan MAS aktifadalah penyimpanan dengan modifikasi atmosfir dimana udara didalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara didalam kemasan untuk kemudian diisi kembali dengan udara dan konsentrasi yang telah diatur dengan menggunakan alat sehingga kesetimbangan langsung tercapai. Penyimpanan komoditi hasil pertanian di dalam ruang kedap udara dapat mengurangi serangan hama gudang, karena hama tersebut tidak mampu berkembang biak. Pada ruangan semacam ini terjadi akumulasi CO 2 dan penurunan kadar O 2 . CO 2 diguanakan dalam sistem penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi untuk memberantas serangga hama pada komoditi pangan yang akan disimpan dalam jangka panjang. CO 2 dilairkan ke dalam ruang/sungkup tetutup rapat dan mengganti O 2 yang ada di dalam ruang atau sungkup tersebut. Serangga hama akan mati karena kelangkaan O 2 . CO 2 ternyata mampu membunuh serangga pada setiap fase pertumbuhannya. Pada suhu sekitar 30C, udara ruang dengan konsentrasi CO 2 lebih dari 35% dalam udara selama 7 hari seharusnya sudah cukup efektif untuk memusnahkan serangga apabila dilakukan pada suhu lebih dari 25C. Konsentrasi 35% CO 2 merupakan konsentrasi minimal untuk berfungsi sebagai insektisida (Winarno, 1981). Pada ruangan yang berkadar O 2 antara 15 21% dengan kadar CO 2 sekitar 36%, mempunyai pengaruh nyata terhadap kematian Sitophiluus granaries yang ada dalam ruangan tersebut. Rizal dan Halid (1993) menyatakan bahwa kandungan O 2 pada silo penyimpanan jagung pipil adalah lebih kecil dari 5%. Pengaruh CO 2 terhadap kematian serangga didalam ruangan, sangat dipengaruhi oleh jumlah serangga, kelembaban, suhu, dan factor lingkungan lainnya.
3.4 Mekanisme Kerja dan Faktor factor yang Berpengaruh dalam Teknik Modifikasi Atmosfir dengan CO 2
Serangga hidup dengan baik pada kondisi atmosfir yang normal, yaitu pada gas CO 2 0,03% dan O 2 21%. Adanya peningkatan konsentrasi atau perubahan konsentrasi udara di penyimpanan menyebabkan serangga sulit untuk melakukan metabolisme. Hal ini disebabkan CO 2 yang tinggi dengan O 2 yang rendah menyebabkan serangga sulit untuk melakukan pernafasan atau respirasi. Pada proses pernafasan, serangga menghirup O 2 dan mengeluarkan CO 2 , gas ini aktif membunuh serangga. Dengan berkurangnya O 2 juga akan menyebabkan berhentinya proses respirasi sehingga menyebabakan kematian serangga. Adapun factor yang berpengaruh di dalam teknik modifikasi atmosfir diantaranya adalah konsentrasi gas dan lama perlakuan, peningkatan suhu dan kelembaban, serta jenis, stadia, umur dan kondisi serangga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sakti dan Poernomo (1992) bahwa pada konsentrasi CO 2 60% se4lama 15 hari akan mematikan serangga S. zaemais O 2 80% dengan lama perlakuan 15 dan 20 hari. Peningkatan suhu ditempat penyimpanan dapat disebabkan oleh proses oksidasi dari biji jagung maupun respirasi oleh serangga. Peningkatan suhu akan meningkatkan kelembaban sehingga akan meningkatkan populasi serangga. Pada umumnyastadia yang paling merusak bahan pangan adalah stadia larva, sehingga akan efektif jika teknik MAS dilakukan pada saat serangga masih dalam keadaan stadia larva.
3.5 Syarat - Syarat Penyimpanan dengan Menggunakan Teknik MAS Cara Kerja a. Pengemas jagung pipil yang digunakan harus kedap udara, karena hasil oksidasi CS2 adalah gas CO2 dan SO2. b. Tempatkan CS2 cair dalam botol dengan dosis 0,25 cc/Kg jagung pipil dengan kadar air sekitar 10% kemudian ditutup agak renggang. Penutupan agak renggang agar CS2 cair ini menguap secara perlahan-lahan kemudian mengalami oksidasi. Apabila jumlah jagung yang disimpan cukup banyak, misalnya dua ton atau lebih, maka penempatan botol berisi CS2 tersebut dapat dilakukan di beberapa tempat di bagian tengah. c. Setelah penempatan botol berisi CS2 dalam kemasan jagung selesai dilakukan, maka pengemas jagung segera ditutup rapat. d. Selanjutnya jagung disimpan dalam ruang penyimpanan yang dijaga kebersihannya.
3.6 Beberapa Teknik Penyimpanan Jagung a. Penyimpanan Di Atas Para-Para Penyimpanan jagung dapat dilakukan dalam bentuk tongkol berkelobot pada parapara yang ditempatkan di bawah atap maupun di atas dapur. Dapat pula dilakukan dalam bentuk tongkol pada para-para dan pada langit-langit rumah yang dilengkapi dengan kawat anti tikus. Untuk penyimpanan jagung dalam tongkol berkelobot dianjurkan hanya pada jagung yang kelobotnya menutup seluruh tongkol. Para-para di atas dapur dapat memperoleh asap dari kayu yang dibakar sewaktu masak di dapur. Asap tersebut meninggalkan residu yang bersifat anti terhadap bakteri, jamur maupun serangga. Dengan demikian dapat menjamin jagung disimpan dalam waktu yang cukup lama.
b. Penyimpanan Dengan Karung Faktor utama yang perlu mendapatkan perhatian adalah kebersihan dan ketahanan dari jenis wadahnya. Wadah harus bersih dan tidak bocor, dengan demikian selama dalam wadah, biji jagung tidak mudah mengalami serangan oleh hama dan penyakit. Oleh sebab itu gunakan karung plastik yang dilapis dengan karung goni. Setelah itu ikatlah erat-erat atau dijahit sepanjang lubang secara kuat dan rapih. Kondisi demikian akan mempermudah dalam pengangkutan serta akan mengurangi kehilangan hasil akibat banyaknya jagung yang tercecer selama dalam pengangkutan. Khususnya bagi jagung pipilan, tingkat kehilangan karena tercecer kemungkinan lebih besarbila dibanding dengan jagung tongkol. Dalam bentuk pipilan, jagung dapat disimpan dalam karung goni, karung plastik, bakul besar dan kotak kayu. Bahkan dalam jumlah yang besar dapat disimpan dalam bentuk curah di dalam gudang atau silo-silo. Dalam kondisi demikian, perlu pengaturan terhadap kadar air, suhu penyimpanan dan kelembaban udara (RH) secara stabil. Penyimpanan dalam bentuk pipilan sebaiknya kadar airnya diatur setelah mencapai 13-14%. Karena kadar air di atas 14% merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur. Kontaminasi jamur dapat memproduksi bermacam-macam toxin (racun) antara lain aflatoksin dan hama-hama gudang, sehingga menyebabkan kerusakan. Wadah yang digunakan sebaiknya menggunakan karung plastik (plyethelene), karena jagung yang disimpan dalam karung plastik ternyata mempunyai daya simpan lebih lama dibanding jagung yang disimpan dalam karung goni.
c. Penyimpanan dengan Silo Bambu Semen Untuk tujuan konsumsi, jagung dapat disimpan dalam silo bambu semen. Silo ini mudah didapat karena bahan bangunannya mudah diperoleh di pedesaan. Kapasitas silo adalah 1.000 kg (1ton) dengan ukuran 125 cm dan tinggi 100 cm. Silo tersebut dapat digunakan selama 20 tahun. Cara penyimpanannya yaitu jagung pipilan dikeringkan sampai kadar air mencapai 12,5 13 %, kemudian diangin-anginkan selama 2 4 jam dan dimasukkan ke dalam silo. Sebelum jagung dimasukkan ke dalam silo, pada dasar silo dilapisi plastik satu lapis untuk menghindari masuknya lengas tanah secara kapiler ke dalam silo. Cara lain yang dapat ditempuh adalah membuat landasan silo dari lapisan kerikil dan lapisan pasir. Penyimpanan jagung dengan silo bambu semen dapat bertahan 4 - 8 bulan tanpa ada hama gudang.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan a. Kerusakan jagung yang biasanya terjadi selama penyimpanan dapat digolongkan atas rusak fisik, biologis, dan kimiawi. b. Strategi penyimpanan jagung yang baik di gudang dapat dilakukan dengan cara kontrol kebersihan dan pengelolaan gudang, persiapan biji jagung yang akan disimpan, pengendalian secara fisik dan mekanis, penggunaan bahan nabati, dan fumigasi. c. Penggunaan teknik penyimpanan MAS untuk komoditi jagung dapat di lakukan dengan MAS aktif dan MAS pasif. d. Mekanisme MAS mencegah adanya serangga dalam jagung yaitu dengan adanya kadar oksigen yang rendah dan karbodioksida yang banyak menyebabkan serangga tidak dapat atau kesulitan melakukan pernafasan/respirasi sehingga menyebabkan kematian pada serangga itu sendiri. e. Beberapa cara penyimpanan jagung yang biasa dilakukan yaitu penyimpanan di atas para-para, penyimpanan dengan karung, dan penyimpanan dengan silo bambu semen.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1998. Budidaya Tanaman Palawija. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen Pertanian. Hall, D. W. 1970. Handling and Storage of Food Grain in tropical and subtropical Areas, Food anf Agriculture Organization , rome. Subramanyam, B dan Hagstrum, D.W. 1996. Integreted Management of Insects in Stored Products. Marcel Dekke, Inc. New York Thahir, P. Sudaryono, Soemardi, Soehardi.1998. Teknologi Pasca Panen jagung dalam jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi pertanian Bogor.