Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT JAGUNG DI


LAPANGAN DAN GUDANG

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
Mata Kuliah Teknologi Pengemasan dan Penyimpanan


Disusun oleh :

Zakiyatul Fachirah 091710101026
Doli Pardomuan H 081710101030
Dwi Indriati M 091710101066
Roudotul Jannah 091710101107



JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah beras yang digunakan
sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Oleh sebab itu,
ketersediannya sangat dibutuhkan sepanjang tahun. Kebutuhan jagung sebagai bahan
baku industri dalam negeri tidak mencukupi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya
impor jagung dari tahun ke tahun. Tahun 1990 impor jagung hanya 515 ton, tetapi
pada tahun 1995 meningkat tajam menjadi 626,231 ton (Thahir dkk, 1998).
Peningkatan produksi jagung kadang-kadang tidak diikuti dengan penanganan
pasca panen yang baik, sehingga selama penyimpanan sering timbul kerusakan dan
susut baik mutu maupun kuantitasnya. Penanganan pasca panen dan lama
penyimpanan dapat mempengaruhi keutuhan butir jagung serta ketahanannya
terhadap serangga. Salah satu jenis serangga pasca panen yang banyak menimbulkan
kerusakan pada penyimpanan jagung adalah Sitophilus zeamais. Sitophilus zeamais
merupakan salah satu jenis serangga yang umum digudang dan paling merusak
didunia (Subramanyam dan Hagstrum, 1996). Serangga ini disebut dengan kumbang
bubuk beras jika menyerang beras/gabah. Serangga ini membuat kerusakan pada
stadia larva dengan memakan isi biji bahan pangan.
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk menjaga kualitas biji-bijian yang
disimpan, diantaranya dengan melakukan fumigasi. Fumigasi merupakan usaha
penanggulangan serangga dengan menggunakan fumigan. Salah satu fumigan yang
dapat digunakan adalah karbondioksida (CO2). Karbondioksida pada suhu ruang
merupakan gas yang tidak berwarna, mempunyai bau tajam, rasa asam, bersifat stabil
dan tidak terdekomposisi pada keadaan normal. Gas ini kurang reaktif, dan biasanya
memerlukan suhu tinggi untuk meningkatkan reaktifitasnya (koswara, 1982). CO2
digunakan dalam sistem penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi, untuk
memberantas serangga hama pada komoditi pangan yang akan disimpan dalam
jangka panjang.
Teknologi atmosfer termodifikasi dengan menggunakan CO2 telah digunakan
untuk mengendalikan serangga yang menyerang biji-bijian atau bahan pangan yang
disimpan, tetapi belum banyak informasi mengenai pengaruh CO2 terhadap aspek
biologi Sitophilus zeamais.

1.2 Tujuan :
Untuk mengetahui teknik penyimpanan jagung yang baik dalam gudang.











BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Botani Jagung
Jagung (zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang
mendapat prioritas untuk dikembangkan karena kedudukannya disamping sebagai
sumber utama karbohidrat dan protein juga merupakan bahan baku utama industri
pakan ternak dan bahan baku industri lainnya, sehingga merupakan komoditas
penting dalam upaya diversivikasi pangan.
Jagung tumbuh baik didaerah sedang yang panas, beriklim subtropis yang
basah, dan dapat pula tumbuh didaerah tropis. Tanaman jagung terdiri dari berbagai
macam varietas. Beberapa varietas unggul diantaranya adalah harapan baru, arjuna,
bromo, nakula, sadewa, hibrida, dan lain-lain. Tanaman jagung dapat dipanen apabila
sudah mencapai tingkat ketuaan tertentu, dan waktunya dapat berbeda tergantung
pada varietas. Misalnya verietas arjuna dipanen setelah umur 90 hari.
Jagung yang sudah dapat dipanen ditandai oleh kelobotnya yang berwarna
coklat muda dan kering, serta bijinya mengkilat. Bila biji ditekan dengan kuku tidak
berbekas (kadar air 35-40%). Pengeringan dapat dilakukan pada jagung berupa
tongkol berkelobot atau tongkol kupasan. Jagung kemudiam dipipil dan dikeringkan
lagi sampai kadar air 12-14%. Cara pengeringan dapat dengan sinar matahari atau
dengan pemanas lain (Direktorat Jenderal Tanman Pangan dan Hortikultura, 1998)

2.2 Komposisi kimia Jagung

No Zat Gizi Kandungan (per 100 g jagung)
1 Kalori 355,00 Kalori
2 Protein 9,20 g
3 Lemak 3,90 g
4 Karbohidrat 73,70 g
5 Kalsium 10,00 mg
6 Fosfor 256,00 mg
7 Besi 2,40 mg
8 Vitamin A 510,00 SI
9 Vitamin B1 0,38 mg
10 Vitamin C 0,00 mg
11 Air 12,00 g

Berdasarkan komposisi kimianya, jagung terutama adalah sebagai sumber
energy. Selain mengandung energy, jagung mempunyai nilai gizi yang tinggi karena
mengandung berbagai zat gizi lainnya (tabel) (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
dan Hortikultura, 1998). Dengan kondisi nutrisi tersebut jagung juga disukai dan
sangat dibutuhkan oleh serangga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penyimpanan jagung sangat penting artinya bagi cadangan makanan kita.
Oleh karena itu harus diperhatikan cara penyimpanannya untuk mencegah serangan
hama dan penyakit. Factor-faktor yang berpengaruh selama penyimpanan adalah
fakor fisik (suhu dan kelembaban), factor kimia( kadar air, komposisi kimia bahan
dan enzim), factor fisiologis (respirasi) dan factor biologis (kapang, serangga, dan
tikus)

2.3 Serangga hama gudang pada jagung
Serangan hama merupakan salah satu masalah didalam sistem produksi
pertanian. Masalah hama tidak saja terjadi pada saat tanaman masih dilapangan, tetapi
juga pada tahapan pasca panen. Kehilangan hasil pada tahapan pasca panen
sebenarnya dapat disebabkan oleh banyak faktor tetapi serangan hama adalah faktor
yang utama. Hama pasca panen terutama menyerang ditempat atau gudang
penyimpanan, sehingga hama ini lebih umumdikenal sebagai hama gudang.
Serangga hama gudang yang umumnya menyerang jagung adalah Sitophilus
sp., Rhyzopertha dominica, trogodherma granarium, Oryzaephilus sp., tribolium sp.,
Cryptolestes sp., sitotroga cerealia, dan Ephestia cautelia (hall, 1970).

2.4 Sitophilus Zeamais
Sitophilus zeamais merupakan hama primer yang dikenal sebagai hama bubuk
beras, kumbang beras, atau maize weevil. Hama ini termasuk ordo coleoptera, dari
famili Curculionidae. Hama ini menyerang padi, jagung, gandum, sorgum, gaplek,
dan serealia lainnya. Serangga dewasa berwarna coklat terang sampai coklat gelap
dengan empat bercak kuning yang relatif besar pada elytranya. Panjang tubuh antara
2-5 mm, tergantung kondisi makanannya. Kepala berbentuk moncong dengan antena
ganda bersiku. Pada elytra terdapat alur alur memanjang (Subramanyam dan
Hagstrum, 1996)
Sitophilus zeamais termasuk ordo Coleoptera dan famili Curculionidae.
Serangga ini merupakan hama gudang yang banyak ditemukan di tempat
penyimpanan bahan pangan terutama serealia seperti gabah, beras, jagung, dan
gandum. Serangga ini merupakan hama primer yang mampu menyerang biji-bijian
yang masih utuh (Anonim 2007).
Populasi S. zeamais di tempat penyimpanan perlu dikendalikan karena selain
mengakibatkan kerusakan biji dan susut bobot juga menyebabkan peningkatan kadar
air biji sebagai hasil respirasi. Kondisi ini akan memacu pertumbuhan cendawan
Aspergillus sp. dan terjadinya kontaminasi aflatoksin (Payne 1992; Lubuwa dan
Davis 1994; Brown et al. 1999 dalam Surtikanti 2004).

2.5 Biologi dan Morfologi
Pada jagung dan beras, S. zeamais lebih sering ditemukan sedangkan S.
oryzae lebih sering ditemukan pada gandum, barley dan serealia (Subramanyam &
Hagstrum 1996). Serangga hama ini mengalami metamorfosis sempurna dari fase
telur sampai menjadi imago. Telur diletakkan pada biji yang telah dilubangi dan tiap
lubang diisi satu butir telur (Subramanyam & Hagstrum 1996). Masing-masing
lubang ditutup dengan menggunakan sekresi dari mulutnya yang biasa disebut egg
plug (Anonim 2007). Fase telur berlangsung sekitar 6 hari. Imago betina meletakkan
telur hingga 150 butir selama hidup mereka (Subramanyam & Hagstrum 1996).
Larva yang terdapat dalam biji akan terus menggerek biji. Larva tetap berada
di dalam biji sampai terbentuk pupa. Larva tidak bertungkai dan berwarna putih.
Ketika bergerak, larva agak mengkerut lalu memanjang kembali dan seterusnya.
Larva berkembang di dalam rongga dalam biji pada suhu optimum 25oC
(Subramanyam & Hagstrum 1996).
Pupa berada di dalam liang gerek yang dibuat oleh larva. Imago baru akan
tetap berada di dalam liang gerek selama beberapa hari. Serangga dewasa akan keluar
dari biji dengan melubangi biji tersebut. Imago mempunyai kepala yang memanjang
membentuk moncong. Sayap mempunyai dua bercak yang berwarna kuning. Sayap
depan berkembang sempurna, sayap belakang berfungsi untuk terbang. Panjang
tubuhnya 3,5-5 mm. Lama hidup imago berlangsung selama 3-6 bulan (Ress 2004).
Telur yang dihasilkan dapat mencapai 575 butir (Kalshoven 1981).


Gambar 1. Sitophillus zeamais


Siklus hidup hama ini berlangsung selama 28-90 hari, tetapi umumnya sekitar
31 hari. Siklus hidup hama ini tergantung pada temperatur ruang penyimpanan,
kelembaban atau kandungan air produk yang disimpan dan jenis produk yang
diserang. Pada kelembaban udara 70% dan temperatur 18C siklus hidup S. zeamais
dari telur menjadi dewasa mencapai 91 hari, namun pada RH 80% dengan temperatur
yang sama siklus hidup S. zeamais hanya 79 hari. Hama ini bersifat polifag. Selain
merusak butiran-butiran beras, hama juga merusak jagung, padi dan lainnya
(Surtikanti 2004).


BAB 3. PEMBAHASAN


3.1 Jenis Jenis Kerusakan Jagung selama Penyimpanan
Kerusakan jagung yang biasanya terjadi selama penyimpanan dapat
digolongkan atas rusak fisik, biologis, dan kimiawi. Rusak fisik berupa keretakan
endosperm yang terutama disebabkan oleh sering terjadinya perubahan kadar air
selama penyimpanan akibat pengaruh cuaca seperti panas, hujan, siang dan malam.
Rusak biologis disebabkan oleh kegiatan biologis selama penyimpanan seperti
serangan hama, jamur, dan mikroba. Kerusakan biologis menyebabkan terjadi
penurunan nilai pangan dan kontaminasi. Penurunan nilai pangan yang disebabkan
serangan hama dalam bentuk endosperm yang dimakan hama dan sisanya berupa
butir kutuan berbentuk biji cacat. Biji cacat ini mudah mengalami oksidasi asam
lemak, menghasilkan asam lemak bebas dan memberikan bau tidak enak. Rusak
kimia terjadi karena adanya dekomposisi kimia selama penyimpanan seperti
penurunan kadar kabrohidrat, protein, dan lemak karena proses metabolisme, baik
oleh serangga, mikroba, maupun oleh biji bijian yang disimpan.

3.2 Strategi Penyimpanan Jagung yang baik di dalam Gudang
a. Kebersihan dan pengelolaan gudang
Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan hibernasi
pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di dalam
gudang difokuskan pada kebersihan gudang. Higienis adalah aspek penting
dalam strategi pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi
populasi serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya. Taktik
yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan
membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari gudang.
Karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua
struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak di mana
serangga dapat bersembunyi, dan memberi perlakuan insektisida pada dinding
maupun plafon gudang. Semua kegiatan ini harus diselesaikan dua minggu
sebelum penyimpanan jagung.

b. Persiapan biji jagung yang disimpan
Parameter penting yang dapat mempengaruhi kualitas biji, adalah kadar air
biji. Kadar air biji <12% dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk.
Pada kadar air 8%, kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson
2002). Populasi kumbang bubuk meningkat pada kadar air biji 15% atau
lebih.

c. Pengendalian secara fisik dan mekanis
Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak terjadi pertambahan
populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari 50 C dan di atas 350 C,
perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat menghambat
perkembangan kumbang bubuk (Paul and Muir 1995). Sortasi dengan
memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh)
termasuk cara untuk menekan perkembangan serangga.

d. Bahan nabati
Bahan nabati yang digunakan untuk melindungi biji di penyimpanan
bervariasi, bergantung pada daerah dan masyarakatnya serta ketersediaan
tanaman dan metode penyediaannya. Bahan nabati yang dapat digunakan
yaitu daun Annona sp., Hyptis spricigera, Lantana camara (Bergvinson 2002),
daun Ageratum conyzoides, dan Chromolaena odorata (Bouda et al. 2001),
akar Khaya senegelensis, Acorus calamus, bunga Pyrethrum sp., Capsicum
sp., dan tepung biji Annona sp. dan Melia sp.


e. Fumigasi
Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dan tekanan tertentu
berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernafasan.
Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas, kemudian ditutup rapat
dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula dilakukan pada penyimpanan
sistem kedap udara, seperti penyimpanan dalam silo dengan menggunakan
kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan
jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau
jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan
yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3) dan methyl bromida
(CH3Br)

3.3 Penggunaan CO
2
dalam Teknik Modifikasi Atmosfir pada Penyimpanan
Bahan Pangan
Teknologi modifikasi atmosfir (MAS) merupakan suatu cara penyimpanan
dimana tingkat konsentrasi O
2
lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO
2
lebih tinggi,
bila dibandingkan dengan udara normal. Pada prakteknya ada dua jenis penyimpanan
modifikasi atmosfir yaitu cara pasif dan cara aktif. MAS pasif, kesetimbangan antara
CO
2
dan O
2
didapat melalui pertukaran udara didalam kemasan. Jadi kesetimbangan
yang diinginkan tidak dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan
permeabilitas dari kemasan yang digunakan. Sedangkan MAS aktifadalah
penyimpanan dengan modifikasi atmosfir dimana udara didalam kemasan pada
awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara didalam kemasan untuk
kemudian diisi kembali dengan udara dan konsentrasi yang telah diatur dengan
menggunakan alat sehingga kesetimbangan langsung tercapai.
Penyimpanan komoditi hasil pertanian di dalam ruang kedap udara dapat
mengurangi serangan hama gudang, karena hama tersebut tidak mampu berkembang
biak. Pada ruangan semacam ini terjadi akumulasi CO
2
dan penurunan kadar O
2
.
CO
2
diguanakan dalam sistem penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi untuk
memberantas serangga hama pada komoditi pangan yang akan disimpan dalam
jangka panjang. CO
2
dilairkan ke dalam ruang/sungkup tetutup rapat dan mengganti
O
2
yang ada di dalam ruang atau sungkup tersebut. Serangga hama akan mati karena
kelangkaan O
2
.
CO
2
ternyata mampu membunuh serangga pada setiap fase pertumbuhannya.
Pada suhu sekitar 30C, udara ruang dengan konsentrasi CO
2
lebih dari 35% dalam
udara selama 7 hari seharusnya sudah cukup efektif untuk memusnahkan serangga
apabila dilakukan pada suhu lebih dari 25C. Konsentrasi 35% CO
2
merupakan
konsentrasi minimal untuk berfungsi sebagai insektisida (Winarno, 1981).
Pada ruangan yang berkadar O
2
antara 15 21% dengan kadar CO
2
sekitar
36%, mempunyai pengaruh nyata terhadap kematian Sitophiluus granaries yang ada
dalam ruangan tersebut. Rizal dan Halid (1993) menyatakan bahwa kandungan O
2
pada silo penyimpanan jagung pipil adalah lebih kecil dari 5%. Pengaruh CO
2
terhadap kematian serangga didalam ruangan, sangat dipengaruhi oleh jumlah
serangga, kelembaban, suhu, dan factor lingkungan lainnya.

3.4 Mekanisme Kerja dan Faktor factor yang Berpengaruh dalam Teknik
Modifikasi Atmosfir dengan CO
2

Serangga hidup dengan baik pada kondisi atmosfir yang normal, yaitu pada
gas CO
2
0,03% dan O
2
21%. Adanya peningkatan konsentrasi atau perubahan
konsentrasi udara di penyimpanan menyebabkan serangga sulit untuk melakukan
metabolisme. Hal ini disebabkan CO
2
yang tinggi dengan O
2
yang rendah
menyebabkan serangga sulit untuk melakukan pernafasan atau respirasi. Pada proses
pernafasan, serangga menghirup O
2
dan mengeluarkan CO
2
, gas ini aktif membunuh
serangga. Dengan berkurangnya O
2
juga akan menyebabkan berhentinya proses
respirasi sehingga menyebabakan kematian serangga.
Adapun factor yang berpengaruh di dalam teknik modifikasi atmosfir
diantaranya adalah konsentrasi gas dan lama perlakuan, peningkatan suhu dan
kelembaban, serta jenis, stadia, umur dan kondisi serangga. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sakti dan Poernomo (1992) bahwa pada konsentrasi CO
2
60%
se4lama 15 hari akan mematikan serangga S. zaemais O
2
80% dengan lama perlakuan
15 dan 20 hari. Peningkatan suhu ditempat penyimpanan dapat disebabkan oleh
proses oksidasi dari biji jagung maupun respirasi oleh serangga. Peningkatan suhu
akan meningkatkan kelembaban sehingga akan meningkatkan populasi serangga.
Pada umumnyastadia yang paling merusak bahan pangan adalah stadia larva,
sehingga akan efektif jika teknik MAS dilakukan pada saat serangga masih dalam
keadaan stadia larva.

3.5 Syarat - Syarat Penyimpanan dengan Menggunakan Teknik MAS
Cara Kerja
a. Pengemas jagung pipil yang digunakan harus kedap udara, karena hasil
oksidasi CS2 adalah gas CO2 dan SO2.
b. Tempatkan CS2 cair dalam botol dengan dosis 0,25 cc/Kg jagung pipil
dengan kadar air sekitar 10% kemudian ditutup agak renggang. Penutupan
agak renggang agar CS2 cair ini menguap secara perlahan-lahan kemudian
mengalami oksidasi. Apabila jumlah jagung yang disimpan cukup banyak,
misalnya dua ton atau lebih, maka penempatan botol berisi CS2 tersebut dapat
dilakukan di beberapa tempat di bagian tengah.
c. Setelah penempatan botol berisi CS2 dalam kemasan jagung selesai
dilakukan, maka pengemas jagung segera ditutup rapat.
d. Selanjutnya jagung disimpan dalam ruang penyimpanan yang dijaga
kebersihannya.

3.6 Beberapa Teknik Penyimpanan Jagung
a. Penyimpanan Di Atas Para-Para
Penyimpanan jagung dapat dilakukan dalam bentuk tongkol berkelobot pada
parapara yang ditempatkan di bawah atap maupun di atas dapur. Dapat pula
dilakukan dalam bentuk tongkol pada para-para dan pada langit-langit rumah
yang dilengkapi dengan kawat anti tikus. Untuk penyimpanan jagung dalam
tongkol berkelobot dianjurkan hanya pada jagung yang kelobotnya menutup
seluruh tongkol. Para-para di atas dapur dapat memperoleh asap dari kayu
yang dibakar sewaktu masak di dapur. Asap tersebut meninggalkan residu
yang bersifat anti terhadap bakteri, jamur maupun serangga. Dengan demikian
dapat menjamin jagung disimpan dalam waktu yang cukup lama.

b. Penyimpanan Dengan Karung
Faktor utama yang perlu mendapatkan perhatian adalah kebersihan dan
ketahanan dari jenis wadahnya. Wadah harus bersih dan tidak bocor, dengan
demikian selama dalam wadah, biji jagung tidak mudah mengalami serangan
oleh hama dan penyakit. Oleh sebab itu gunakan karung plastik yang dilapis
dengan karung goni. Setelah itu ikatlah erat-erat atau dijahit sepanjang lubang
secara kuat dan rapih.
Kondisi demikian akan mempermudah dalam pengangkutan serta akan
mengurangi kehilangan hasil akibat banyaknya jagung yang tercecer selama
dalam pengangkutan. Khususnya bagi jagung pipilan, tingkat kehilangan
karena tercecer kemungkinan lebih besarbila dibanding dengan jagung
tongkol. Dalam bentuk pipilan, jagung dapat disimpan dalam karung goni,
karung plastik, bakul besar dan kotak kayu. Bahkan dalam jumlah yang besar
dapat disimpan dalam bentuk curah di dalam gudang atau silo-silo. Dalam
kondisi demikian, perlu pengaturan terhadap kadar air, suhu penyimpanan dan
kelembaban udara (RH) secara stabil. Penyimpanan dalam bentuk pipilan
sebaiknya kadar airnya diatur setelah mencapai 13-14%. Karena kadar air di
atas 14% merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur.
Kontaminasi jamur dapat memproduksi bermacam-macam toxin (racun)
antara lain aflatoksin dan hama-hama gudang, sehingga menyebabkan
kerusakan. Wadah yang digunakan sebaiknya menggunakan karung plastik
(plyethelene), karena jagung yang disimpan dalam karung plastik ternyata
mempunyai daya simpan lebih lama dibanding jagung yang disimpan dalam
karung goni.

c. Penyimpanan dengan Silo Bambu Semen
Untuk tujuan konsumsi, jagung dapat disimpan dalam silo bambu semen. Silo
ini mudah didapat karena bahan bangunannya mudah diperoleh di pedesaan.
Kapasitas silo adalah 1.000 kg (1ton) dengan ukuran 125 cm dan tinggi 100
cm. Silo tersebut dapat digunakan selama 20 tahun. Cara penyimpanannya
yaitu jagung pipilan dikeringkan sampai kadar air mencapai 12,5 13 %,
kemudian diangin-anginkan selama 2 4 jam dan dimasukkan ke dalam silo.
Sebelum jagung dimasukkan ke dalam silo, pada dasar silo dilapisi plastik
satu lapis untuk menghindari masuknya lengas tanah secara kapiler ke dalam
silo. Cara lain yang dapat ditempuh adalah membuat landasan silo dari lapisan
kerikil dan lapisan pasir. Penyimpanan jagung dengan silo bambu semen
dapat bertahan 4 - 8 bulan tanpa ada hama gudang.

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Kerusakan jagung yang biasanya terjadi selama penyimpanan dapat
digolongkan atas rusak fisik, biologis, dan kimiawi.
b. Strategi penyimpanan jagung yang baik di gudang dapat dilakukan dengan
cara kontrol kebersihan dan pengelolaan gudang, persiapan biji jagung yang
akan disimpan, pengendalian secara fisik dan mekanis, penggunaan bahan
nabati, dan fumigasi.
c. Penggunaan teknik penyimpanan MAS untuk komoditi jagung dapat di
lakukan dengan MAS aktif dan MAS pasif.
d. Mekanisme MAS mencegah adanya serangga dalam jagung yaitu dengan
adanya kadar oksigen yang rendah dan karbodioksida yang banyak
menyebabkan serangga tidak dapat atau kesulitan melakukan
pernafasan/respirasi sehingga menyebabkan kematian pada serangga itu
sendiri.
e. Beberapa cara penyimpanan jagung yang biasa dilakukan yaitu penyimpanan
di atas para-para, penyimpanan dengan karung, dan penyimpanan dengan silo
bambu semen.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1998. Budidaya Tanaman
Palawija. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen
Pertanian.
Hall, D. W. 1970. Handling and Storage of Food Grain in tropical and subtropical
Areas, Food anf Agriculture Organization , rome.
Subramanyam, B dan Hagstrum, D.W. 1996. Integreted Management of Insects in
Stored Products. Marcel Dekke, Inc. New York
Thahir, P. Sudaryono, Soemardi, Soehardi.1998. Teknologi Pasca Panen jagung
dalam jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai