Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Higiene dan Sanitasi
Istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu
mengusahakan cara hidup sehat, sehingga terhindar dari penyakit. Akan tetapi dalam
penerapannya mempunyai arti yang sedikit berbeda yakni usaha sanitasi lebih
menitikberatkan kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan higiene
lebih menitikberatkan usaha-usahanya kepada kebersihan individu (Kusnoputranto,
1986).
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk
melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring,
membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara
keseluruhan (Depkes RI, 2004). Selain itu, higiene juga merupakan upaya
pencegahan terjadinya gangguan terhadap kesehatan akibat tidak bersih dan tidak
sehatnya suatu subjek atau zat, yang dilakukan perorangan atau lingkungan fisik
(Siswanto, 2003).
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan
lingkungan dari subjeknya seperti menyediakan air yang bersih untuk keperluan
mencuci, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak
dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).


2.2. Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari
segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum
makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan,
sampai pada saat di mana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan
kepada masyarakat atau konsumen (Depkes RI, 2004). Sanitasi makanan ini bertujuan
untuk (Kusnoputranto, 1986) :
1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan.
2. Mencegah konsumen dari penyakit.
3. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli.
4. Mengurangi kerusakan/pemborosan makanan.
Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus
diperhatikan, sebagai berikut (Chandra, 2007) :
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.
2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan.
3. Keamanan terhadap penyediaan air.
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan.
6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan.


2.3. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan
harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh.
Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan
berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan sanitasi makanan. Prinsip-prinsip
ini penting untuk diketahui karena berperan besar sebagai faktor kunci keberhasilan
usaha makanan. Menurut Depkes RI 2004, enam prinsip higiene sanitasi makanan
dan minuman, yaitu :
1. Pemilihan Bahan Makanan
Bahan makanan yang akan diolah terutama yang mengandung protein hewani
seperti daging, susu, ikan/udang, dan telur harus dalam keadaan baik dan segar.
Demikian pula bahan sayur harus dalam keadaan segar dan tidak rusak, begitu juga
dengan bahan makanan lainnya keadaannya tidak boleh berubah bentuk, warna atau
rasa. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah dengan
menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas
(liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya (Purawidjaja,
1995).
2. Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar
tidak lekas rusak. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es
atau freezer. Freezer sangat membantu di dalam penyimpanan bahan makanan jika
dibandingkan dengan tempat penyimpanan lain seperti lemari makan atau laci-laci
penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula
merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan
(Sumoprastowo, 2000, dikutip oleh Marlia Tarigan, 2005).
Makanan yang cepat membusuk seperti daging, ikan, susu, dan telur disimpan
pada tempat khusus sesuai suhu yang ditetapkan dan usahakan adanya sirkulasi
udara/ventilasi, untuk bahan lainnya disimpan pada tempat yang tidak terjangkau
tikus, serangga, dan binatang pengganggu lainnya. Sedangkan untuk rempah-rempah
dan kacang-kacangan lebih baik disimpan di tempat yang kering dan dalam wadah
yang telah diatur kelembabannya agar tidak mudah tumbuh spora (Mukono, 2008).
3. Pengolahan Makanan
Pada proses atau cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat
perhatian, yaitu :
a. Tempat pengolahan makanan
Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat di mana makanan diolah,
tempat pengolahan ini sering disebut dengan dapur. Dapur mempunyai peranan yang
sangat penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan
lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang memenuhi
syarat-syarat kesehatan antara lain (Azwar, 1996) :
Selalu dalam keadaan bersih.
Mempunyai cukup persediaan air bersih untuk mencuci.
Mempunyai saluran pembuangan air kotor.
Mempunyai bak pencuci tangan dan alat-alat yang dipergunakan.
Mempunyai tempat sampah.
Alat-alat dapur selalu dalam keadaan bersih.
Mempunyai ventilasi yang cukup guna memasukkan udara segar serta
mengeluarkan asap serta bau makanan yang kurang sedap.
Mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan yang baik; artinya tidak
sampai tercemar oleh debu, tidak menjadi sarang serangga atau tikus.
Tidak meletakkan zat-zat yang berbahaya (misalnya insektisida) berdekatan
dengan bumbu dapur.
Mempunyai alat pencegah kebakaran.
b. Tenaga pengolah makanan/penjamah makanan
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan sampai penyajian (Depkes RI, 2006). Dalam proses pengolahan
makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar peranannya. Penjamah
makanan ini berpeluang untuk menularkan penyakit. Beberapa infeksi yang
ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan
melalui hidung dan tenggorokan, Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella
dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam
keadaan sehat dan terampil (Purawidjaja, 1995).
Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan sangat banyak, sekurang-
kurangnya adalah :
Tidak sedang menderita penyakit infeksi apapun (kulit, paru-paru, saluran
pencernaan, dan lain sebagainya).
Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi.
Mengetahui tentang higiene, misalnya selalu membersihkan badan dan
pakaian sebelum menyentuh bahan makanan, menggunakan sabun serta air
hangat dalam membersihkan benda-benda yang berhubungan dengan
makanan, mencuci tangan segera setelah keluar dari kamar kecil, tidak
meludah, tidak bersin, tidak batuk atau merokok ketika mengolah makanan,
menggunakan tutup mulut, hidung dan tutup kepala, dan lain sebagainya.
Sebaiknya, terhadap orang yang langsung dan erat hubungannya dengan
bahan makanan, seperti tukang masak misalnya, dilakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala (Azwar, 1996).
c. Cara pengolahan makanan
Tujuan mengolah bahan makanan adalah agar tercipta makanan yang
memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai
bentuk yang merangsang selera. Cara pengolahan makanan yang baik adalah tidak
terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah
dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut
GMP (Good Manufacturing Practice) (Purawidjaja, 1995).
4. Pengangkutan Makanan
Makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan memerlukan
pengangkutan untuk disimpan dan disajikan. Pengangkutan makanan perlu mendapat
perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri.
Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat, dan tidak berkarat atau bocor.
Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan panas
60C atau tetap dingin 4 C (Purawidjaja, 1995).
5. Penyimpanan Makanan Masak
Kualitas makanan yang diolah sangat dipengaruhi oleh suhu. Namun
demikian di dalam perkembangan bakteri tersebut masih pula ditentukan oleh jenis
makanan yang sesuai atau jenis makanan yang cocok sebagai media pertumbuhannya.
Untuk itu perlu diperhatikan teknik penyimpanan makanan yang baik, ditujukan
untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri patogen, mengawetkan
makanan dan mengurangi pembusukan.
Menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003, syarat penyimpanan
makanan jadi yaitu :
a. Terlindung dari debu, bahan kimia yang berbahaya, serangga dan hewan.
b. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 C atau lebih atau
disimpan dalam suhu dingin 4 C atau kurang.
c. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (> 6 jam)
disimpan dalam suhu -5 C sampai -1 C.
6. Penyajian/Penjajaan Makanan
Penyajian/penjajaan makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan
makanan. Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan
tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan
bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan
kebersihan pakaiannya, tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan
yang disajikan (Purawidjaja, 1995).
Untuk meningkatkan mutu makanan jajanan, perlengkapan/sarana penjaja
disarankan juga memenuhi syarat kesehatan, antara lain (Depkes RI, 2003) :
a. Mudah dibersihkan
b. Harus terlindungi dari debu dan pencemaran
c. Tersedia tempat untuk :
Air bersih
Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan
Penyimpanan peralatan
Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)
Selain itu dalam penyajian/penjajaan makanan hal yang juga harus
diperhatikan adalah lokasi penjualan yang mana juga harus memenuhi syarat
kesehatan, antara lain :
a. Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 m dari sumber pencemaran.
b. Lokasi usaha terhindar dari serangga.
c. Lokasi usaha dilengkapi tempat pembuangan sampah yang tertutup.
d. Lokasi usaha dilengkapi fasilitas sanitasi air bersih, tempat penampungan
sampah, saluran pembuangan air limbah, dan sebagainya.
2.4. Es Dawet dan Cara Pembuatannya
2.4.1. Es Dawet
Dawet merupakan jenis minuman yang biasanya disajikan dalam bentuk
minuman bersantan dan ditambahkan gula merah. Di beberapa daerah dawet biasanya
juga disebut dengan cendol. J enis minuman ini sangat khas rasanya, dan banyak
sekali peminatnya, baik dinikmati pada waktu musim panas maupun hujan. Dawet ini
biasanya terbuat dari bahan dasar tepung sagu ataupun tepung beras (Ara, 2009).
2.4.2. Proses Pembuatan Es Dawet
Adapun proses pembuatan es dawet tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bahan dan Peralatan
a. Bahan
Bahan pembuat dawet terdiri dari : tepung beras, tepung tapioka, air
dan air pandan (hasil perasan dari pandan yang telah diblender dulu
sebelumnya). Sedangkan bahan pembuat kuah terdiri dari : santan sedang,
pandan, garam dan sirup gula merah.
b. Peralatan :
Adapun peralatan yang biasanya digunakan adalah pisau, kompor,
telenan, panci, wadah baskom, dan cetakan dawet.
2. Cara pembuatan :
1. Siapkan baskom berisi es batu dan air es untuk menampung dawet.
2. Aduk semua bahan dawet, rebus hingga mendidih dan meletup-letup.
3. Tuang panas-panas ke dalam cetakan dawet, tekan-tekan hingga dawet jatuh
ke dalam baskom es.
4. Rebus santan, garam dan pandan sampai mendidih, lalu angkat.



2.5. Kualitas Air
2.5.1. Persyaratan Kualitas Air Minum
Air yang dimanfaatkan dalam kehidupan harus memenuhi persyaratan, baik
kuantitas dan kualitas yang erat hubungannya dengan kesehatan. Air yang memenuhi
persyaratan kuantitas apabila air tersebut mempunyai jumlah yang cukup untuk
dipergunakan sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.
Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, secara garis besar persyaratan
kualitas air minum dapat digolongkan dengan empat syarat, yaitu :
1. Syarat Fisika
Air minum yang dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna
(maksimal 15 TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), suhu udara maksimal 3 C
dari suhu udara sekitar dan jumlah zat padat terlarut maksimal 500 mg/l.
2. Syarat Kimia
Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung zat-zat kimia organik dan
anorganik melebihi standar yang ditetapkan, pH pada batas minimum dan
maksimum (6,5 - 8,5) dan tidak mengandung zat kimia beracun sehingga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan.
3. Syarat Mikrobiologi
Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi
Escherichia coli atau koliform tinja dengan standar 0 dalam 100 ml air minum.
4. Syarat Radioaktif
Air minum yang akan dikonsumsi hendaknya terhindar dari kemungkinan
terkontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang diperkenankan.
2.5.2. Kualitas Bakteriologis Air
Sarana air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air hujan, air
tanah, air danau maupun air sungai. J umlah dan jenis bakteri bervariasi dan berbeda
sesuai dengan tempat dan kondisi yang memengaruhinya. Idealnya air bersih tidak
mengandung organisme patogen, harus juga bebas dari bakteri yang menunjukkan
indikasi pengotoran tinja. Bakteri Escherichia coli pada umumnya mempunyai
jumlah yang besar dalam tinja manusia, jadi pendeteksiannya perlu dilakukan setelah
beberapa kali tingkat pengenceran. Terdapatnya organisme koli tinja, terutama
Escherichia coli lebih meyakinkan adanya tanda-tanda pengotoran tinja (Fardiaz,
1992).
Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, persyaratan kualitas air
minum dengan standar koli tinja adalah 0 per 100 ml air. Standar tentang syarat
kualitas air ini digunakan sebagai parameter terhadap hasil pemeriksaan di
laboratorium.
2.5.3. Bakteri Indikator Polusi
Bakteri indikator polusi atau indikator sanitasi adalah bakteri yang dapat
digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan,
karena organisme tersebut merupakan organisme komensal yang terdapat di dalam
saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia
maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci makanan
atau memasak karena dianggap mengandung mikroorganisme patogen yang
berbahaya bagi kesehatan, terutama patogen penyebab infeksi saluran pencernaan
(Fardiaz, 1992).
Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari patogen,
akan tetapi analisis rutin yang dilakukan terhadap semua jenis patogen dianggap tidak
praktis karena berbagai alasan, di antaranya yaitu (Fardiaz, 1992) :
1. Bermacam-macam uji diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya semua
jenis mikroorganisme patogen.
2. Uji-uji yang diperlukan untuk mengidentifikasi patogen pada umumnya terlalu
kompleks dan memerlukan waktu relatif lama.
3. J umlah patogen yang terdapat di dalam contoh seringkali terlalu kecil sehingga
diperlukan contoh dalam jumlah besar untuk dapat mendeteksinya.
4. Beberapa uji patogen sensivitasnya terlalu rendah sehingga patogen yang
jumlahnya terlalu kecil seringkali tidak dapat terdeteksi.
5. Beberapa uji patogen seperti uji virus, ganggang atau parasit memerlukan
keahlian tertentu dan peralatan yang sangat mahal.
6. Kemungkinan bahaya yang dapat timbul dalam mengisolasi dan menguji
mikroorganisme patogen.
Karena alasan-alasan tersebut di atas dan mengingat bahwa mikroorganisme patogen
kebanyakan berasal dari kotoran, maka untuk mengetahui kemungkinan kontaminasi
air oleh mikroorganisme patogen, uji bakteri indikator yang berasal dari kotoran
dianggap lebih mudah dan praktis.
Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator polusi kotoran adalah
bakteri yang tergolong dalam Escherichia coli, streptokokus fekal, dan Clostridium
perfringens. Adapun alasan memilih mikroorganisme ini menjadi indikator, adalah
sebagai berikut :
1. Lebih tahan dibanding bakteri usus patogen.
Karena lebih tahan dibanding dengan bakteri usus patogen lainnya maka dapat
dipastikan bakteri usus patogen usus sudah tidak ada apabila bakteri Escherichia
coli tidak ditemukan dalam pemeriksaan air.
2. Banyak terdapat dalam tinja.
Karena di dalam tinja terdapat dalam jumlah yang besar, maka bakteri mudah
ditemukan dalam tinja yang dianalisa.
3. Mudah dianalisa.
Dengan melihat reaksi pada media selektif tertentu dapat dipastikan
keberadaannya.
4. Murah biaya menganalisa.
Untuk analisa hanya dibutuhkan media yang sederhana sehingga sangat murah.
(Sunarjo, 1994).
Dari ketiga mikroorganisme tersebut, Escherichia coli merupakan bakteri
yang paling tidak dikehendaki kehadirannya di dalam air minum maupun makanan.
Hal ini karena bila dalam sumber air ditemukan bakteri Escherichia coli, maka hal ini
dapat menjadi indikasi bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran oleh feces
manusia atau hewan-hewan berdarah panas (Nugroho, 2006). Selain itu, ada beberapa
alasan Escherichia coli dijadikan sebagai indikator pencemaran (polusi), yaitu :
Setiap orang, baik yang sehat maupun yang sakit, tinjanya pasti mengandung
Escherichia coli, sehingga bakteri ini mudah ditemukan.
Pemeriksaan laboratorium untuk meneliti Escherichia coli tidak berbahaya dan
sederhana.
Bakteri Escherichia coli tahan terhadap cahaya dibandingkan dengan bakteri lain.
2.6. Escherichia coli
Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli, merupakan salah satu jenis
spesies utama bakteri gram negatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae,
berbentuk batang dan tidak membentuk spora. E. coli ini sesungguhnya merupakan
penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia.
Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe O157:H7,
dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia (Arisman, 2009).
Keberadaan E. coli dalam air atau makanan dianggap memiliki korelasi tinggi
dengan ditemukannya bibit penyakit (patogen) pada pangan. Dengan ditemukannya
E. coli pada badan air, maka dapat dikatakan adanya pencemaran air oleh feces. J ika
di dalam 100 ml air minum terdapat 500 sel bakteri E.coli maka dimungkinkan akan
terjadi gastroenteritis yang segera diikuti oleh demam typhus E. coli yang pada
keadaan tertentu dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga
selanjutnya E. coli dapat menyebabkan diare ataupun penyakit lainnya (Rahayu,
2007).
Escherichia coli tumbuh pada suhu antara 10 - 40 C, dengan suhu optimum
37C dan mati pada suhu 60 C selama 30 menit, tidak bisa bertahan pada tempat
yang kering dan kena pembasmi hama. Escherichia coli relatif peka terhadap panas,
segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan proses pembekuan
tidak akan membinasakan bakteri, sehingga bakteri dapat hidup dalam suhu yang
rendah dalam jangka waktu relative panjang (Volk, 1984).
Klasifikasi Escherichia coli berdasarkan sifat-sifat virulensinya (Arisman,
2009) :
1. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC)
EPEC menyebabkan diare yang parah pada bayi, meskipun
mekanismenya belum dapat dijelaskan. Hal ini dapat ditularkan dari
makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi melalui alat-
alat dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang
benar diabaikan. EPEC yang menyerang terutama pada bayi dan anak,
menyebabkan diare berair. J ika keadaan ini menjadi parah pada anak-
anak, akan terjadi dehidrasi yang (seandainya situasi berubah kronik)
mengarah pada gagal pertumbuhan.
2. Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)
ETEC adalah penyebab utama travellers diarrhea (diare petualang,
ditularkan lewat air dan makanan) dan infantile diarrhea (diare pada anak
serta bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera) di negara
berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea,
dengan tingkat keparahan berkisar dari ringan sampai parah. ETEC
menghasilkan dua jenis toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap
panas.
ETEC tidak dianggap sebagai sumber bahaya makanan yang serius di
negara-negara dengan standar sanitasi tinggi dan praktek sanitasi yang
benar. Kontaminasi air oleh kotoran manusia dapat menimbulkan
kontaminasi makanan. Kontaminasi pada makanan dapat juga terjadi
apabila orang yang menangani makanan sedang sakit.
3. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)
EIEC menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis.
Sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan
yang menuju ke negara tersebut. Strainnya bersifat nonlaktosa atau
melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak bergerak.
Menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
Cukup membahayakan karena dapat menyebabkan penyakit disentri.
Biasanya ditandai dengan tinja yang mengandung darah.
Saat ini tidak diketahui makanan apa saja yang mungkin menjadi
sumber EIEC, tetapi semua makanan yang terkontaminasi oleh kotoran
dari manusia yang sakit, baik secara langsung atau melalui air yang
terkontaminasi, dapat menularkan penyakit pada individu yang lain. Kasus
yang pernah terjadi merupakan kasus yang berkaitan dengan daging
hamburger dan susu yang tidak dipasteurisasi.
4. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
EHEC merupakan bakteri yang sangat berbahaya. Dalam beberapa
penelitian, bakteri ini dinyatakan hidup dalam daging mentah, juga
ditemukan pada air limbah rumah potong ayam. Menghasilkan verotoksin
yaitu suatu sel ginjal dari monyet hijau Afrika. Bentuk diare sangat berat
dan dapat berlanjut menjadi diare darah (kolitis hemoragik), demam dan
muntah juga dapat terjadi. Banyak kasus kolitis hemoragik dan
komplikasinya dapat dicegah dengan memasak daging sapi sampai
matang. Transmisi EHEC terjadi melalui makanan daging yang diolah dan
dihidangkan secara tidak higienis; tapi dapat pula terjadi secara person to
person (kontak langsung).
5. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC)
Patogenitas EAEC terjadi karena kuman melekat rapat-rapat pada
bagian mukosa intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme
terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi
diperkirakan menghasilkan sitotoksin. EAEC telah ditemukan di beberapa
negara di dunia ini.Transmisinya dapat food-borne maupun water-borne.
Menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya diare,
Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC
menyebabkan diare berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi
diare persisten.
Sumber kontaminasi yaitu susu mentah atau produk susu. Periksa label
pada produk susu untuk memastikan terdapat kata "pasteurized." Ini
berarti makanan telah dipanaskan untuk menghancurkan bakteri. Selain itu
bisa juga terkontaminasi dari buah-buahan dan sayuran mentah, seperti
selada atau lainnya yang kontak dengan kotoran hewan yang terinfeksi.



2.7. Peranan Air Bagi Kehidupan
2.7.1 Peranan Air terhadap Kehidupan Manusia dan Makhluk Lain
Salah satu kebutuhan yang juga sangat penting bagi makhluk hidup adalah air.
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama hidupnya
selalu memerlukan air. Air di dalam tubuh manusia berkisar antara 50-70 % dari
seluruh berat badan dan terdapat di seluruh badan. Kehilangan air untuk 15 % dari
berat badan dapat mengakibatkan kematian. Untuk itu, orang dewasa perlu minum
minimum 1,5-2 liter air sehari. Kekurangan air menyebabkan banyaknya didapat
penyakit batu ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia, karena
terjadinya kristalisasi unsur-unsur yang ada di dalam cairan tubuh (Soemirat, 2002).
Air tidak saja bermanfaat bagi manusia tetapi juga sangat baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme patogen. Oleh karenanya, untuk mendapat keuntungan
yang maksimum dari makanan, perlu dijaga sanitasi makanan mulai dari bahan
makanan itu dipetik atau diambil, disimpan, diolah sampai menjadi makanan jadi,
serta pada penyimpanan makanan jadi (Soemirat, 2002).
2.7.2. Peranan Air Terhadap Kesehatan
Air sangat berperan penting di dalam kesehatan makhluk hidup terutama
manusia. Air yang bersih dan sehat dapat meningkatkan derajat kesehatan, sedangkan
air yang tidak sehat dan telah terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen
maupun kontaminan lainnya, dapat menurunkan derajat kesehatan yang
mengkonsumsinya (Soemirat, 2002).
Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung di antara
masyarakat seringkali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau water-borne
disease. Penyakit-penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya
dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air
ini sangat banyak macamnya, mulai dari virus, bakteri, protozoa, metazoa (Soemirat,
2002).
2.7.3. Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan dan Minuman
Makanan, tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga sangat baik untuk
pertumbuhan mikroba yang patogen. Oleh karenanya, untuk mendapat keuntungan
yang maksimum dari makanan, perlu dijaga sanitasi makanan. Gangguan kesehatan
yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi keracunan makanan
dan penyakit bawaan makanan (Soemirat, 2002).
2.7.3.1.Keracunan Makanan
Keracunan, secara spesifik, diartikan sebagai keadaan yang menimbulkan
gangguan gastero-intestinal (GI) yang mendadak, dalam waktu 2-40 jam setelah
makan dengan menimbulkan gejala muntah berak, dapat bertahan 1-2 hari atau 7 hari
atau lebih. Keracunan ini bila mendapat pertolongan yang baik, biasanya dapat
sembuh dengan cepat. Keracunan makanan ini dapat disebabkan oleh (Soemirat,
2002) :
racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu sendiri
racun yang ada di dalam panganan akibat pengotoran atau kontaminasi
Secara umum, istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk
menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme, mencakup :
a. Intoksikasi pangan adalah gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya
toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan
akibat terinfeksi organisme penghasil toksin.
b. Infeksi pangan adalah gangguan yang disebabkan masuknya bakteri ke dalam
tubuh melalui makanan yang terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh
terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya. Salah satu jenis daripada
organisme penyebab infeksi pangan adalah Escherichia coli (Siagian, 2002).
2.7.3.2. Penyakit Bawaan Makanan
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara
nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan
adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu
makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan.
Makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal, seperti
(Soemirat, 2002) :
mengolah makanan atau makan dengan tangan yang kotor
memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan
menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih, dan lain-
lainnya
makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya
makanan mentah dan matang disimpan bersama-sama
makanan dicuci dengan air kotor
makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di sekitarnya
sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanah yang terkontaminasi
memakan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi
pengolah makanan yang sakit atau carrier penyakit
pasar yang kotor, banyak insekta, dan sebagainya
2.8. Persyaratan Kesehatan Makanan dan Minuman Jajanan
2.8.1. Persyaratan Makanan dan Minuman Jajanan
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan
adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan dan minuman di
tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan atau minuman yang siap santap
yang dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah makan atau restoran,
dan hotel. Di dalam Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 ini dimuat
persyaratan kesehatan makanan jajanan antara lain meliputi penjamah makanan,
peralatan, air, bahan makanan dan penyajian, sarana penjaja serta sentra pedagang.
Dalam Kepmenkes tersebut dinyatakan penjamah makanan jajanan harus
memenuhi persyaratan, antara lain menjaga kebersihan tubuh dan pakaian, mencuci
tangan setiap kali hendak menangani minuman dan menjamah minuman dengan
peralatan. Peralatan yang digunakan oleh pedagang yang sudah dipakai, dicuci
dengan air bersih dan dengan sabun, disimpan di tempat yang bebas dari pencemaran
dan pedagang dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk
sekali pakai.
Air yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai
mendidih. Bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik
mutunya, segar dan tidak busuk. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan
peralatan yang bersih dan aman bagi kesehatan. Sarana penjaja harus dilengkapi
dengan tempat penyimpanan bahan minuman, tempat penyimpanan peralatan dan
tempat sampah. Sentra pedagang makanan jajanan harus cukup jauh dari sumber
pencemaran seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah
potong hewan dan sebagainya. Lokasi makanan jajanan harus dilengkapi fasilitas
sanitasi yang meliputi antara lain tempat pembuangan sampah dan fasilitas
pengendali lalat.
2.8.2. Persyaratan Kesehatan Lokasi Usaha
Lokasi dan bangunan sangat penting bagi setiap tempat usaha, usaha yang
memiliki bangunan akan memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi konsumennya.
Saat ini banyak dijumpai pedagang yang menjual makanan minuman tidak memiliki
bangunan dan lokasi berdagang yang tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga
kemungkinan cukup besar terkontaminasi mikroorganisme.
Persyaratan lokasi dan bangunan akan disesuaikan sejalan dengan Kepmenkes
RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan kesehatan rumah makan.
Kepmenkes ini memuat persyaratan lokasi dan bangunan, bahan makanan dan
minuman, tempat penyimpanan bahan makanan dan minuman, tempat penyajian,
persyaratan peralatan dan lain-lain.
Dalam persyaratan kesehatan rumah makan tersebut dinyatakan lokasi usaha
harus jauh dari sumber pencemaran, bahan makanan dan minuman dalam kondisi
baik (tidak rusak dan tidak busuk) dan tempat penyimpanan bahan minuman harus
selalu dalam keadaan bersih serta bebas dari serangga. Selain itu peralatan yang
digunakan harus terjaga kebersihannya, penyajian harus dilakukan oleh pedagang
yang berperilaku sehat dan memakai pakaian bersih.
2.9. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu metode
manajemen keamanan makanan yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip
yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang
kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan
tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut
(Mortimore, 2005).
Prinsip-prinsip HACCP yang diterbitkan oleh Codex Alimentarius (1997b)
dan NACMCF (USA) (1997), yakni sebagai berikut (Mortimore, 2005) :
1. Prinsip 1 : Lakukan analisis hazard (bahaya).
2. Prinsip 2 : Tentukan titik kendali kritis (critical control point, CCP).
3. Prinsip 3 : Tetapkan batasan kritis.
4. Prinsip 4 : Bentuk sistem untuk memantau pengendalian CCP.
5. Prinsip 5 : Tetapkan tindakan perbaikan yang akan dilakukan saat hasil
pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu berada di luar kendali.
6. Prinsip 6 : Bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP
bekerja dengan efektif.
7. Prinsip 7 : Dokumentasikan semua prosedur dan catatan yang berkaitan dengan
prinsip tersebut dan penerapannya.
Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang terus dan
berkesinambungan, artinya tidak berhenti setelah satu tahap selesai dilakukan dan
bahaya diselesaikan. Analisa bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan
terorganisasi agar analisa bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat
menjamin semua informasi mengenai bahaya yang dapat diperoleh (Winarno, 2004).
Analisis bahaya pada minuman es dawet, yakni terdiri dari :
1. Bahaya biologis yang dapat dihilangkan (CCP 1) dengan pemanasan 100C
seperti E. coli, Salmonella spp, dan bakteri lainnya.
2. Bahaya kimia yang berasal dari penggunaan pestisida dan Bahan Tambahan
Pangan (BTP) yang berlebihan. Bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan
kadarnya harus di bawah batas yang ditentukan. Akan tetapi dapat
dikurangi/dieliminasi (CCP 2) pada saat pencucian.
3. Bahaya fisik yang tidak boleh antara lain : pecahan gelas dan logam, potongan
kerikil, tulang, kayu, plastik, bagian tubuh seperti : kuku, rambut, dan bulu.
Bahaya ini dapat dihilangkan (CCP 1) pada saat pencucian.
Penerapan pohon keputusan HACCP pada setiap tahap (Thaheer, 2005) :
Pertanyaan 1 : Haruskah ada Ukuran Pencegahan (UP) ?
Perlu UP


Pertanyaan 2 : Apakah tahap ini dirancang khusus untuk mengeliminasi atau
mereduksi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas
tertentu yang bisa diterima ?

Tidak
Pertanyaan 3 : Dapatkah kontaminasi dengan bahaya teridentifikasi timbul sebagai
limpahan dari batas diterima atau dapatkah bahaya tersebut
meningkat hingga batas yang tidak diterima ?

Ya

Pertanyaan 4 : Akankah urutan tahap mampu menghilangkan bahaya
teridentifikasi atau mengurangi keberadaan bahaya dan sejenisnya
hingga suatu batas yang bisa diterima ?

Tidak

CCP
2.10. Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Kandungan Bakteri
Escherichia coli di dalam Minuman Jajanan
Berdasarkan hasil penelitian Roslila (2006) pada air tahu yang dijual
pedagang kaki lima di pasar Bagan Batu, didapatkan hasil bahwa beberapa belum
memenuhi syarat kesehatan. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan laboratorium,
yang mana 5 dari 12 sampel air tahu yang diteliti ternyata mengandung bakteri
Escherichia coli sebanyak 2 sampai 27 per 100 ml sampel.
Hasil penelitian Sirait (2009) pada susu kedelai yang dipasarkan di kota
Medan, didapatkan bahwa susu kedelai yang diproduksi pada usaha kecil dan
dipasarkan di kota Medan ternyata beberapa belum memenuhi syarat kesehatan. Hal
ini terbukti dari 10 sampel susu kedelai yang diuji menunjukkan 4 sampel minuman
mengandung Escherichia coli sebanyak 50 sampai 120 per 100 ml sampel.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sari (2009) pada minuman cincau
hijau yang dijual di Pasar Raya Kota Padang, juga didapatkan hasil bahwa semua
sampel cincau hijau dan kuah santan yang diperiksa positif mengandung bakteri
Escherichia coli yang berkisar dari 96 sampai 240 dalam 100 ml sampel. Ini juga
berarti bahwa minuman cincau hijau tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.
















2.11. Kerangka Konsep






Es Dawet
Dawet
Santan
Sirup gula
merah
Es batu

Kandungan
Escherichia coli dalam
es dawet
Pemeriksaan
Laboratorium
Ada E. coli
Tidak ada E. coli
Permenkes RI No.
492/Menkes/Per/IV/2
010
Kepmenkes RI No.
942/Menkes/SK/VII/2
003
Higiene sanitasi pengolahan:
Pemilihan bahan baku
Penyimpanan bahan baku
Pengolahan
Penyimpanan minuman
jadi
Pengangkutan
Penyajian

Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
syarat

Anda mungkin juga menyukai